Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional
© Jurusan Teknik Sipil Itenas | No.x | Vol. xx Agustus 2015
Desain Tebal Perkerasan Lentur
Di Atas Tanah Dasar yang Diperkuat dengan Geotekstil RESKY OKTAFIANTO1, SILVIA SUKIRMAN2, INDRA NOER HAMDHAN2 1Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional Email:
[email protected] ABSTRAK
Geotekstil pada saat ini banyak digunakan di proyek pembangunan jalan untuk mengatasi tanah yang labil. Penggunaan geotekstil pada tanah dasar secara tidak langsung akan mempengaruhi daya dukung tanah dasar yang merupakan parameter dari perencanaan tebal perkerasan. Dalam tugas akhir ini digunakan metode shell untuk merencanakan tebal perkerasan lentur. Metode Shell menggunakan modulus elastisitas sebagai parameter daya dukung tanah dasar. Tanah dasar dianalisis menggunakan program PLAXIS 2D untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas dari tanah yang diperkuat geotekstil dan tanpa geotekstil dengan kondisi pembebanan yang beragam. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa penggunaan geotekstil akan meningkatkan daya dukung tanah dasar yaitu modulus elastisitas sehingga akan berpengaruh juga terhadap tebal perkerasan lentur. Lapis perkerasan lentur di atas tanah dasar yang diperkuat dengan geotekstil lebih tipis dibandingkan dengan lapis perkerasan di atas tanah dasar tanpa diperkuat dengan geotekstil. Kata kunci: Geotekstil, Tebal Perkerasan Lentur, Metode Shell, modulus elastisitas. ABSTRACT
Geotextiles at this point are widely used in road construction projects to cope with unstable soil. The use of geotextiles on the subgrade will indirectly affect the bearing capacity of the subgrade which is a parameter of thickness design of pavement. In this paper, Shell methods is used to design the thickness flexible pavement. Shell method use the modulus of elasticity as a parameter of the subgrade bearing capacity. The subgrade were analyzed using software PLAXIS 2D to get the value of the elastic modulus from the subgrade reinforced with geotextiles and without geotextiles with varying loading conditions. The results of this paper found that the use of geotextiles will increase the bearing capacity of the subgrade that is the elastic modulus so it will affect the thickness of flexible pavement. The flexible pavement above subgrade reinforced with a geotextiles are thinner than flexible pavement above subgrade without a reinforcement. Keywords: Geotexstile, Thickness of flexible pavement, Shell method, modulus of elasticity. Reka Racana - 1
Resky Oktafianto, Silvia Sukirman, Indra Noer Hamdhan
1. PENDAHULUAN Pembangunan jalan merupakan sektor pembangunan yang mempunyai pengaruh positif bagi pertumbuhan suatu wilayah. Oleh karena itu infrastruktur jalan harus mempunyai kualitas yang baik sehingga dapat memberikan kenyamanan dan keamanan terhadap pengguna jalan. Salahsatu faktor yang mempengaruhi kualitas dari jalan yaitu lapis perkerasan sehingga dalam konstruksi jalan dibutuhkan tebal perkerasan yang sesuai. Dalam pembangunan suatu konstruksi jalan dibutuhkan perencanaan yang sangat matang agar pembangunan bisa terlaksana dengan baik seperti dalam merencanakan tebal perkerasan karena apabila kualitas dari perkerasan buruk maka akan mempengaruhi kenyamanan bagi pengguna jalan. Hal yang penting dalam pembangunan konstruksi jalan agar mempunyai kualitas yang baik terletak pada seberapa baik tanah dasar pada lokasi pembangunan. Oleh karena itu, perlu diketahui kondisi dari tanah serta kemampuan daya dukung tanah dasar di lokasi pembangunan jalan. Kondisi tanah dasar yang labil akan membuat konstruksi jalan tidak bertahan lama, oleh karena itu untuk mengatasi kondisi tanah dasar yang labil perlu dilakukan perbaikan tanah salahsatunya menggunakan geotekstil. Penggunaan geotekstil secara tidak langsung akan mempengaruhi daya dukung dari tanah dasar, oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap pengaruh geotekstil terhadap daya dukung tanah dasar yang merupakan salah satu parameter dalam merencanakan tebal perkerasan. Perubahan yang terjadi pada daya dukung tanah dasar akan mempengaruhi tebal dari lapis perkerasan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geotekstil Geotekstil adalah salah satu bahan geosintetik yang banyak digunakan dalam proyek-proyek bangunan sipil, seperti pada proyek jalan, lapangan terbang, dan bendungan. Geotekstil merupakan material lembaran yang dibuat dari bahan tekstil polymer dan bersifat lolos air. Secara umum, geotekstil dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu geotekstil berbentuk nir-anyam (non woven), dan berbentuk rajutan atau anyaman (woven). Geotekstil berfungsi sebagai: a. Pemisah (separator) b. Penyaring (Filter) c. Stabilisator (Stabizator) Geotekstil sudah banyak digunakan untuk perkuatan tanah dasar pada struktur perkerasan jalan. Selain berfungsi untuk pemisah, penggunaan geotekstil pada pembuatan jalan juga berfungsi sebagai tulangan atau perkuatan yang menambah stabilitas timbunan. Jika tanah dasar lunak ketika beban lalu lintas bekerja di atasnya, geotekstil akan terdeformasi secara signifikan. Semakin besar deformasinya, semakin besar pula tahanan tarik yang termobilisasi. Gaya tarik yang termobilisasi dalam geotekstil ini menambah dukungan tanah dasar (meningkatkan CBR), sehingga mengurangi tebal lapis fondasi yang dibutuhkan. Jika tanah dasar lunak ketika beban lalu lintas bekerja di atasnya, geotekstil akan terdeformasi secara signifikan. Deformasi ini menyebabkan kekuatan tariknya termobilisasi. Semakin besar deformasinya, semakin besar pula tahanan tarik yang termobilisasi. Gaya tarik yang termobilisasi dalam geotekstil ini menambah dukungan tanah dasar (meningkatkan CBR). Reka Racana - 2
Desain Tebal Perkerasan Lentur Di Atas Tanah Dasar yang Diperkuat dengan Geotekstil
2.2 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah satu atau beberapa lapis campuran agregat dan bahan ikat yang dipadatkan di atas lapis fondasi jalan dengan tujuan agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar tanpa terhambat. Oleh karena itu, perkerasan jalan harus dibuat dengan kuat selama masa pelayanan sesuai dengan rencana. Berdasarkan bahan pengikatnya, perkerasan jalan dibagi menjadi 3, yaitu: a. Perkerasan Lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai lapis permukaannya serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya, sehingga lapisan perkerasan tersebut mempunyai kelenturan (flexibilitas). b. Perkerasan Kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan pelat beton sebagai lapisan atasnya yang terletak di atas fondasi atau langsung di atas tanah dasar. Perkerasan ini baik digunakan untuk jalan dengan volume kendaraan yang tinggi dan didominasi oleh kendaraan berat. c. Perkerasan Komposit (composit pavement), yaitu gabungan konstruksi perkerasan kaku dan perkerasan lentur diatasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memikul beban lalu lintas. 2.3 Struktur Perkerasan Lentur Perkerasan lentur terdiri dari lapisan - lapisan yang terletak di atas tanah dasar, yaitu; lapis permukaan, lapis fondasi atas, lapis fondasi bawah, dan lapis tanah dasar. Lapisan-lapisan ini berfungsi untuk menerima beban lalulintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Lapisan-lapisan pada konstruksi perkerasan lentur memiliki penyebaran beban yang berbeda pada setiap lapisnya, semakin bawah lapisan maka akan semakin kecil beban yang diterima. Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis fondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja. 2.4 Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Perencanaan perkerasan lentur bertujuan untuk menentukan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar. Dalam merencanakan tebal perkerasan lentur, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari perencanaan. Adapun parameter penting untuk perencanaan tebal perkerasan lentur, yaitu: a. Beban lalulintas, karena tebal perkerasan lentur ditentukan dari beban yang akan bekerja pada permukaan perkerasan lentur dan umur rencana. Besarnya beban yang akan bekerja ditentukan dari beban lalu lintas yang berupa repetisi beban kendaraan. b. Daya dukung tanah dasar, karena Di atas lapisan tanah dasar diletakan lapisan struktur perkerasan lainnya, oleh karena itu daya dukung tanah dasar akan sangat menentukan mutu dari struktur perkerasan jalan secara keseluruhan. c. Fungsi jalan, karena fungsi dari jalan akan menentukan kendaraan yang akan melewati jalan tersebut yang akan mempengaruhi beban lalulintas yang terjadi sehingga akan mempengaruhi tebal perkerasan jalan. d. Kondisi alam, karena perencanaan tebal perkerasan jalan perlu memperhatikan faktor kondisi lingkungan terutama kemungkinan masuknya air ke struktur perkerasan jalan dan cepat atau lambatnya air meninggalkan perkerasan jalan ketika turun hujan. 2.5 Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Shell adalah salah satu metode untuk menghitung tebal perkerasan lentur yang menerapkan metode mekanistik-empirik. Metode mekanistik-empirik merupakan metode perencanaan perkerasan berdasarkan konsep teori matematis yang menganalisa sifat Reka Racana - 3
Resky Oktafianto, Silvia Sukirman, Indra Noer Hamdhan
tegangan dan regangan pada suatu lapisan perkerasan jalan. Parameter-parameter yang digunakan dalam metode shell, yaitu: a. Beban lalulintas Dengan beban lalulintas yang beragam, maka beban lalulintas diseragamkan menjadi beban standar. Shell menyeragamkan repetisi berbagai jenis kendaraan dan beban sumbu lalulintas ke lintasan sumbu standar 80kN (18000 lbs). Rumus yang dipakai untuk menyeragamkan beban kendaraan sebagai berikut: ne = 2,4 × 10−8 × L4 ................................ (2.1) dengan: ne = angka ekivalen kendaraan L = beban sumbu kendaraan Dalam menghitung beban lalulintas juga harus diperhitungkan umur rencana jalan yang dibuat. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: g = ∑Bi=1 (1 +
b
i
) ...................................(2.2)
100
dengan: g = faktor umur rencana B = umur rencana, tahun b = pertumbuhan lalulintas pertahun (%/tahun) Untuk menghitung repetisi lintasan dengan umur rencana tertentu serta tingkat pertumbuhan rata-rata yang telah ditentukan, maka untuk menghitung kumulatif ESA digunakan persamaan sebagai berikut: CESA = LHR × 𝑛𝑒 × 365 × g ...................... (2.3) CESA = LHRT × 𝑛𝑒 × 365 × g .................... (2.4) dengan: CESA
= Cumullative Equivalent Single Axle
LHR
= Lalulintas Harian Rata-rata, kendaraan/hari/lajur
LHRT
= Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan, kendaraan/hari/lajur
365
= jumlah hari dalam satu tahun
g
= faktor umur rencana
ne
= angka ekivalen kendaraan
b. Temperatur Dalam metode shell parameter temperatur yang digunakan adalah temperatur udara rata-rata tahunan/Mean Annual Air Temperature (w-MAAT). Data ini pada umumnya didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
Reka Racana - 4
Desain Tebal Perkerasan Lentur Di Atas Tanah Dasar yang Diperkuat dengan Geotekstil
c. Modulus tanah dasar Pada perencanaan perkerasan lentur menggunakan metode Shell, karakteristik tanah dasar dinyatakan oleh nilai modulus elastisitas subgrade yang dilambangkan dengan E3. Nilai modulus elastisitas dapat diperoleh dari persamaan Heukelom dan Klomp (1962) sebagai berikut: E3 = 10 × CBR (dalam MPa) ...................... (2.5) E3 = 1500 × CBR (dalam psi) .................... (2.6) dengan:
E3 = modulus tanah dasar CBR = California Bearing Ratio
Untuk menentukan modulus elastisitas tanah dasar yang diperkuat oleh geotekstil, perlu diketahui tegangan dan regangan yang terjadi pada tanah dasar. Untuk menghitung tegangan dan regangan yang terjadi, perhitungan dilakukan dengan menggunakan software PLAXIS 2D. PLAXIS 2D menerapkan metode elemen hingga, yaitu metode persamaan matematis dengan berbagai pendekatan dan rangkaian persamaan aljabar yang melibatkan nilai-nilai pada titik diskrit di bagian yang dievaluasi. Modulus elastisitas didapatkan dengan menggunakan Persamaan debagai berikut: E= dengan:
𝜎 𝜀
..................................................... (2.7)
E
= modulus elastisitas
ε
= Regangan
σ
= Tegangan
Dalam PLAXIS, input data geotekstil menggunakan kekakuan aksial (EA), sehingga kuat tarik batas geotekstil yang digunakan dalam penelitian ini harus dikorelasikan menggunakan persamaan sebagai berikut:
EA
=
F …………………………………............. (2.8) ε
dengan: EA
= modulus kekakuan aksial
ε
= koefisien regangan
F
= kuat tarik geotekstil
d. Jenis Campuran Beraspal Faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu campuran berbitumen, yaitu: gradasi agregat, penetrasi bitumen, dan komposisi material yang membentuknya. Berdasarkan faktor-faktor di atas, Shell (1978) membagi campuran berbitumen menjadi beberapa tipe yang dinyatakan sebagai S1-F1-50 atau S1-F1-100. Reka Racana - 5
Resky Oktafianto, Silvia Sukirman, Indra Noer Hamdhan
e. Desain Tebal Perkerasan Metode Shell (1978) menggunakan nomogram untuk menentukan tebal perkerasan jalan berdasarkan parameter CESA (Cumulative Equivallent Single Axle), temperatur tahunan rata-rata tahunan (MAAT), modulus tanah dasar (E3), dan jenis campuran bitumen. Dalam metode shell untuk menentukan tebal lapis perkerasan digunakan nomogram yang terdiri dari 4 jenis nomogram, yaitu: 1). nomogram HN, digunakan jika parameter yang diketahui adalah tebal lalulintas dan tebal lapis fondasi; 2). nomogram HT, digunakan jika parameter yang diketahui adalah tebal lapis fondasi dan temperature; 3). nomogram TN, digunakan jika parameter yang diketahui adalah beban lalulintas dan temperature; 4). nomogram EN, digunakan jika parameter yang diketahui adalah modulus subgrade dan beban lalulintas. 3. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 3.1 Data Perencanaan Data perencanaan yang digunakan untuk analisis data meliputi: a. Data tanah dan geotekstil yang digunakan ditunjukan pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Parameter Tanah Jenis Parameter
Nilai
𝛾unsat
15
kN/m3
𝛾sat
16
kN/m3
CBR
8
Poison Ratio (v') Kohesi (c')
%
0,3 32
kN/m2
ɸ
14,9
˚
Kuat Tarik Geotekstil
200
kN/m
b. Data geometri yang dalam penelitian ini menggunakan data geometri proyek pembangunan jalan bebas hambatan Cileunyi-Sumedang-Dawuan. Data tersebut meliputi; lebar lajur 3,6 meter, lebar bahu luar 3 meter, lebar bahu dalam 1,5 meter, lebar median 2,5 meter, tipe jalan 4/2 D. c. Data lalulintas yang digunakan diasumsikan berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2013 untuk lalulintas kendaraan berat yaitu dengan CESA (Cummulative Equivalent Single Axle) sebesar 10.000.000 ESA. d. Berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2013, temperatur udara di Indonesia rata-rata adalah sebesar 35,2 ˚C. Akan tetapi karena dalam metode shell, temperatur udara maksimal yang disediakan untuk perencanaan adalah sebesar 28 ˚C maka digunakan temperatur udara sebesar 28 ˚C. 3.2 Analisis Tanah Dasar Dengan PLAXIS 2D Dalam penelitian ini dilakukan analisis pada tanah dasar untuk mengetahui besarnya tegangan dan regangan yang terjadi pada tanah dasar yang telah diperkuat geotekstil dan tanah dasar yang tidak diperkuat geotekstil. Dalam menggunakan PLAXIS 2D tanah dasar dimodelkan menjadi 4 kondisi sebagai berikut: Reka Racana - 6
Desain Tebal Perkerasan Lentur Di Atas Tanah Dasar yang Diperkuat dengan Geotekstil
1). Kondisi 1, yaitu pembebanan pada seluruh lajur dengan tanah dasar diperkuat dengan geotekstil seperti ditunjukan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Tanah Dasar Dengan Geotekstil Pada Kondisi Beban Seluruh Lajur
2). Kondisi 2, yaitu pembebanan pada seluruh lajur dengan tanah dasar tanpa diperkuat dengan geotekstil seperti ditunjukan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Tanah Dasar Tanpa Geotekstil Pada Kondisi Beban Seluruh Lajur
3). Kondisi 3, yaitu pembebanan pada seluruh lajur kiri dengan tanah dasar diperkuat dengan geotekstil seperti ditunjukan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Tanah Dasar Dengan Geotekstil Pada Kondisi Beban Lajur Kiri
4). Kondisi 4, yaitu pembebanan pada seluruh lajur kiri dengan tanah dasar tanpa diperkuat dengan geotekstil seperti ditunjukan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Tanah Dasar Tanpa Geotekstil Pada Kondisi Beban Lajur Kiri
Reka Racana - 7
Resky Oktafianto, Silvia Sukirman, Indra Noer Hamdhan
Dari hasil analisis tanah dasar menggunakan PLAXIS didapatkan nilai tegangan dan regangan pada tanah dasar seperti ditunjukan pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.5. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai modulus elastisitas dari tanah dasar seperti ditunjukan pada Tabel 3.3. Tabel 3.2 Hubungan Tegangan dan Regangan Tanah Dasar Kondisi No
2
3
4
Tanah Dasar
Beban
Seluruh Lajur
Diperkuat Geotekstil
Seluruh Lajur
200
Tanpa Geotekstil
Lajur Kiri
Lajur Kiri
Diperkuat Geotekstil
4000
-
-
200
Tanpa Geotekstil
EA [kN/m]
4000
-
-
ε
σ [kN/m²]
0.00E+00
0.00E+00
5.50E-05
1.59E+01
1.27E-04
3.54E+01
2.29E-04
6.53E+01
3.04E-04 0.00E+00
8.49E+01 0.00E+00
9.52E-05
1.35E+01
2.42E-04
3.27E+01
4.67E-04
5.99E+01
7.37E-04
9.00E+01
0.00E+00
0.00E+00
8.10E-05
2.97E+01
1.87E-04
6.25E+01
2.39E-04
7.92E+01
0.00E+00
0.00E+00
9.93E-05
1.88E+01
3.74E-04
5.85E+01
5.65E-04
8.75E+01
. 100.00
80.00
TEGANGAN
1
Kuat Tarik [kN/m]
60.00 40.00 20.00 0.00 0.00E+00
2.00E-04
4.00E-04
6.00E-04
REGANGAN Kondisi 1
Kondisi 2
Kondisi 3
Kondisi 4
Gambar 3.5 Hubungan Tegangan dan Regangan
Reka Racana - 8
8.00E-04
Desain Tebal Perkerasan Lentur Di Atas Tanah Dasar yang Diperkuat dengan Geotekstil Tabel 3.3 Nilai Modulus Elastisitas Tanah Dasar No 1
Kondisi Beban Tanah Dasar Diperkuat Seluruh Lajur Geotekstil
Modulus Elastisitas kN/m² N/m² 279.026,988
279.026.988,76
2
Seluruh Lajur
Tanpa Geotekstil
122.102,059
122.102.059,101
3
Lajur Kiri
Diperkuat Geotekstil
331.041,090
331.041.090,461
4
Lajur Kiri
Tanpa Geotekstil
154.811,845
154.811.845,772
adapun contoh perhitungan modulus tanah dasar adalah sebagai berikut: •
Kondisi 1 Pembebanan pada seluruh lajur dengan tanah dasar diperkuat dengan geotekstil. ε = (3,04 × 10−4 ) − (0) = 3,04 × 10−4 σ = (8,49 × 10) − (0) = 8,49 × 10 kN/m2 E =
𝜎 8,49 × 10 = 𝜀 3,04 × 10−4
= 279.026.988,764 kN/m2
Data perencanaan tebal perkerasan dengan nilai modulus elastisitas yang didapat seperti pada Tabel 3.3 dan data perencanaan lainnya sebagain berikut:
Cummulative Equivalent Single Axle
= 107 ESA
Temperatur rata-rata tahunan (MAAT)
= 28˚ C
Jenis campuran
= S1-F1-50
Tebal lapis fondasi bawah
= 300 mm
Jenis lapis fondasi
= Batu pecah kelas B
Adapun hasil dari perencanaan, didapatkan tebal lapis beton aspal dari nomogram jenis EN seperti ditunjukan oleh Gambar 3.6 dan hasil dari perencanaan menggunakan nomogram EN ditunjukan pada Tabel 3.4.
Reka Racana - 9
Resky Oktafianto, Silvia Sukirman, Indra Noer Hamdhan
Gambar 3.6 Desain Tebal Perkerasan
Tabel 3.4 Tebal Lapis Aspal Kondisi
Tebal Lapis Aspal
No
Beban
Tanah Dasar
1
Seluruh Lajur
Diperkuat Geotekstil
50 mm
2
Seluruh Lajur
Tanpa Geotekstil
100 mm
3
Lajur Kiri
Diperkuat Geotekstil
75 mm
4
Lajur Kiri
Tanpa Geotekstil
100 mm
3.3 Pembahasan Berdasarkan data hasil analisis diatas diketahui bahwa dengan digunakannya geotekstil pada lapisan tanah dasar yang semula diperuntukan untuk perkuatan timbunan akan meningkatkan daya dukung dari tanah dasar, hal itu terlihat dari besarnya modulus elastisitas pada tanah dasar yang diperkuat geotekstil dibandingkan dengan tanah dasar tanpa diperkuat geotekstil. Reka Racana - 10
Desain Tebal Perkerasan Lentur Di Atas Tanah Dasar yang Diperkuat dengan Geotekstil
Beban yang terjadi di atas tanah dasar juga berpengaruh terhadap besarnya modulus elastisitas. Semakin besar beban yang terjadi di atas tanah dasar, maka modulus elastisitas dari tanah dasar akan semakin kecil, begitupun sebaliknya. Dengan demikian semakin besar nilai modulus elastisitas tanah dasar maka akan semakin tipis tebal lapis perkerasan. Dalam menggunakan metode shell untuk perencanaan tebal lapis perkerasan, parameter temperatur udara yang diberikan hingga 28˚C sehingga akan sulit untuk diterapkan di daerah yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia dan juga angka ekivalen kendaraan dalam metode shell diasumsikan sama untuk setiap jenis kendaraan sedangkan saat ini jenis kendaraan beranekaragam sehingga dalam menyeragamkan sumbu kendaraan pada saat ini akan kurang tepat. 4. KESIMPULAN Nilai modulus elastisitas yang didapat untuk kondisi pembebanan pada seluruh lajur dengan tanah dasar diperkuat dengan geotekstil sebesar 279.026.988,76 N/m2 dan tebal perkerasan yang didapat sebesar 50 mm. Nilai modulus elastisitas yang didapat untuk kondisi pembebanan pada seluruh lajur dengan tanah dasar tanpa diperkuat dengan geotekstil sebesar 122.102.059,101 N/m2 dan tebal perkerasan yang didapat sebesar 100 mm. Nilai modulus elastisitas yang didapat untuk kondisi pembebanan pada seluruh lajur kiri dengan tanah dasar diperkuat dengan geotekstil sebesar 331.041.090,461 N/m2 dan tebal perkerasan yang didapat sebesar 50 mm. Nilai modulus elastisitas yang didapat untuk kondisi pembebanan pada seluruh lajur kiri dengan tanah dasar diperkuat dengan geotekstil sebesar 154.811.845,772 N/m2 dan tebal perkerasan yang didapat sebesar 75 mm.
DAFTAR RUJUKAN Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013. Hardiyanto, C. H, (2013), Geosintetik Untuk Rekayasa Jalan Raya Perancangan dan Aplikasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Nurdiat. L, (1992), Perencanaan Grafik Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode Shell Untuk Kondisi Temperatur Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Shell, (1978), Shell Pavement Design Manual-Asphalt Pavement and Overlays for Road Traffic, Shell International Petroleum Company Limited, London. Sukirman S, (2010) Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur, Nova, Bandung.
Reka Racana - 11