INSIDENSI PENYAKIT LAYU Sclerotium rolfsii PADA BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH DAN APLIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI Tantawizal dan Mudji Rahayu1) Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak Km 8, Kabupaten Malang 65101 email :
[email protected] 1
Abstract
Plant diseases are an obstacle factor in groundnut (Arachis hypogaea L.) productivity. Stem rot disease caused by soilborne fungus Sclerotium rolfsii in this research was conducted to study the effect of biocontrol agents. There are two trials were done in greenhouse and field respectively. In greenhouse, four groundnut varieties are planted in sterile soils in polybags, each polybags inoculated with S. rolfsii at a week before planting. Field trial is conducted at Jambegede experimental station in Malang district. The trial is arranged in factorial split plot experimental design, with three replications. Main plot treatment is four varieties of groundnut, sub plot is several disease control treatments. The result of greenhouse trial is showed disease infection in all of groundnut varieties. Wilt disease symptoms is appeared firstly (days of incubation periode) in 21-28 days after planting. The incidence of disease reached 80-90% in 4-week-olds. In field experiment, the disease was reached 9.3-17.0% disease incidence. The the lowest disease incidence 9.3%, 10%, 10.7% respectively occurred in Hypoma 1, Takar, and Bima were applied by chemical fungicide. The application of fungicide (active ingredient is captan) is more effective against the disease compared with biological agents (Trichoderma sp. and P. fluorescens). Average of pods yield reached 1.473.78 t/ ha based on dry weight, with the lowest yield reached by Bima and the highest yield reached by Takar-1 Keywords: resistance, soilborne disease, biological control (Kemerait 2008). Gejala penyakit oleh S. rolfsii sangat khas di jaringan pangkal batang terdapat bercak-bercak nekrotik, seringkali bercak tertutup oleh miselia putih mirip kapas, dan munculnya struktur sklerosia berupa butiran sangat kecil berwarna putih hingga kecoklatan. Struktur sklerosia ini berperan penting pada penyebaran penyakit karena mampu bertahan hidup lama di dalam tanah. S. rolfsii memiliki jenis inang yang sangat beragam meliputi lebih dari 200 jenis tanaman, bahkan mampu berkoloni pada tumbuhan liar dan residu tanaman mati (Gorbet et al. 2004, Semangun 2004). Jenis inang yang sangat beragam tersebut menyulitkan pengendaliannya melalui pergiliran tanaman.
1. PENDAHULUAN Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman pangan sumber protein dan lemak yang penting, produksinya di negara-negara berkembang berkontribusi 95% dari produksi dunia (Nautiyal, 2002). Salah satu kendala pada peningkatan produktivitas kacang tanah adalah serangan penyakit termasuk busuk batang atau layu yang disebabkan oleh jamur tular tanah seperti Sclerotium rolfsii. Kerugian hasil kacang tanah karena busuk batang S. rolfsii cukup tinggi mencapai 13−59% (Nautiyal 2002). Di Amerika, kerugian ekonomis kacang tanah akibat infeksi S. rolfsii dan biaya pengelolaan penyakit sangat tinggi, mencapai 38 milyar dolar pada kurun waktu 2004 hingga 2007 24
25 PRIMORDIA VOLUME 13, NOMOR 1, APRIL 2017
Berbagai cara pengendalian telah dilakukan namun belum berhasil menurunkan serangan penyakit tular tanah pada kacang tanah. Fungisida kimia yang efektif menekan jamur tular tanah walaupun tersedia dengan berbagai merk dagang dan bahan aktif tetapi kurang aplikatif untuk petani kacang tanah di negara berkembang seperti Indonesia mengingat harga pestisida sangat mahal. Oleh karenanya pengendalian melalui ketahanan tanaman dan agens pengendali hayati (APH) menjadi salah satu komponen pengendalian alternatif. Agens hayati berupa bakteri seperti P. fluorescens diketahui efektif untuk mengendalikan beragam jamur tular tanah termasuk S. rolfsii yang menyerang kacang tanah (Podile dan Kishore 2002, Vikram dan Hamzehzarghani 2011). Demikian juga agens hayati seperti jamur Trichoderma juga potensial sebagai agens hayati. Di Indonesia, produk biofungisida Biotric dengan bahan aktif T. harzianum, dilaporkan efektif mengendalikan penyakit layu S. rolfsii pada kedelai (Sudantha 2000). Selain itu penggunaan varietas tahan tahan penyakit merupakan cara pengendalian yang praktis dapat mencegah atau bersifat preventif. Perakitan varietas unggul berproduksi tinggi selalu diiringi dengan karakter ketahahan terhadap penyakit. Varietas unggul kacang tanah yang dirilis Balitkabi Malang beberapa diantaranya dinyatakan tahan penyakit bakteri layu tetapi belum diketahui status ketahanannya terhadap layu jamur seperti S. rolfsii. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi ketahanan kacang tanah terhadap layu S. rolfsii dan mempelajari keefektivan beberapa agens pengendali hayati terhadap kejadian penyakit. 2. METODE PENELITIAN Penelitian terdiri dua kegiatan masingmasing dilakukan di rumah kaca dan di lapangan. Penelitian di Rumah Kaca Penelitian di rumah kaca dimaksudkan untuk mengetahui respon beberapa varietas
kacang tanah terhadap penyakit layu S. rolfsii. Penyakit ditularkan secara buatan melalui media tanah steril yang ditempatkan dalam polybag. Sumber inokulum jamur patogen S. rolfsii berupa inokulum murni yang diperbanyak secara massal pada media organik beras jagung. Setiap polybag diberi 10 gram biakan jamur. Varietas kacang tanah terdiri empat jenis: 1. Hypoma-1, 2. Takar-1, 3. Bima, dan 4. Talam-1; ditanam pada tanah steril di polybag (volume tanah 5-6 kg). Setiap polybag diisi dua benih, dengan 10 ulangan per varietas. S. rolfsii berupa kultur murni di media agar-agar, lebih dahulu dibiakkan secara massal pada media organik nasi jagung untuk mendapatkan inokulum atau bahan inokulasi di rumah kaca. Inokulasi dilakukan seminggu sebelum tanam kacang tanah, pada polybag berisi tanah steril. Setiap polybag diberi 10 gram inokulum, diletakkan di permukaan tanah steril tersebut. Sebagai pembanding ditanam kacang tanah pada tanah steril dan tidak diinokulasi patogen. Tanaman diairi secara intensif dijaga agar tanah tetap lembab. Pengamatan meliputi kejadian penyakit dan hasil polong kacang tanah Penelitian di KP Jambegede
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pengendalian penyakit pada beberapa varietas kacang tanah ini menggunakan rancangan petak terbagi, dengan tiga ulangan. Faktor petak utama adalah empat varietas unggul kacang tanah yaitu : Hypoma-1, Takar, Bima dan Talam. Faktor anak petak adalah empat perlakuan pengendalian dan satu kontrol tanpa pengendalian sbb. : 1. Kontrol tanpa pengendalian 2. Kimiawi (Kaptan + Streptomisin/oksitetrasiklin) 3. Agens hayati Tr 4. Agens hayati Pf 5. Pengendalian intensif secara hayati (aplikasi pada fase vegetatif) dan secara
Tantawizal dan Muji Rahayu. Insidensi Penyakit Layu Sclerotium rolfsii.... rolfsii 26
kimiawi dengan fungisida kaptan (pada awal berbunga hingga dua minggu sebelum panen) Setiap perlakuan menggunakan petak ukuran 4m x 5m. Benih ditanam dengan jarak 40 cm x 10 cm, jumlah biji 1 per lubang. Tanaman dipupuk dengan 50 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl yang diberikan dalam larikan pada saat tanam. Produk biopestisida (Pf dan Trichoderma) diaplikasikan melalui benih pada saat tanam, diikuti aplikasi semprot setiap minggu pada umur 3-5 3 mst (3x aplikasi). likasi). Pf untuk aplikasi benih, diberikan dengan takaran 10 ml/kg (konsentrasi bakteri 108 sel/ml) dan ditambah bahan pembawa talk. Untuk perlakuan benih dengan Trichoderma digunakan formula padat (Tr) diberikan dengan takaran 10g/kg benih (konsentrasi spora 106/g). Untuk aplikasi semprot diberikan dengan volume semprot 500 l/ha dengan dosis 100 ml/liter. Fungisida kaptan dan bakterisida streptomisin disemprotkan masing-masing masing dengan takaran 2 g /kg benih dan 3 g /liter. Pengendalian hama menggunakan insektisida ektisida dan aplikasinya berdasarkan hasil pemantauan gejala kerusakan tanaman. Tolok ukur efikasi didasarkan pada (1) kejadian penyakit (layu bakteri dan busuk batang), dan (2) hasil polong kering
pada gangguann transportasi air dalam jaingan batang sehingga timbul gejala layu.
Gambar 1. Gejala layu atau busuk batang S. rolfsii pada kacang tanah, di permukaan tanah dan pangkal batang tumbuh miselia putih serta struktur sklerosia (butiran putih hingga kecoklatan).
Gambar 2. Kejadian penyakit busuk batang S. rolfsii pada kacang tanah di rumah kaca
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Penyakit Layu L S. rolfsii Penelitian di rumah kaca, semua varietas kacang tanah dapat berkecambah dan tumbuh tetapi akhirnya terserang busuk S. rolfsii. Masa inkubasi (saat gejala awal mulai muncul) terjadi pada 21-28 28 hari setelah tanam. Gejala infeksi S. rolfsii ditandai dengan ngan tumbuhnya miselia jamur yang berwarna putih di bagian pangkal batang serta di permukaan tanah sekitar lubang tanam (Gambar 1). Kerusakan pada pangkal batang tersebut sering digunakan sebagai nama penyakit yaitu busuk batang yang berakibat
Kejadian penyakit di rumah kaca berkisar 10 – 90% dan antar varietas memiliki tren yang sama (Gambar 2). Pada Bima dengan kejadian layu hampir mencapai 90% menunjukkan bahwa varietas ini relatif lebih rentan terhadap penyakit infeksi S. rolfsii
Pengaruh Beberapa Cara C Pengendalian Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa serangan alamiah S. rolfsii menyebabkan gejala layu karena adanya kerusakan pada pangkal batang kacang tanah. Pada pengamatan umur 35 hari setelah tanam, kejadian penyakit sangat
27 PRIMORDIA VOLUME 13, NOMOR 1, APRIL 2017
rendah 0–2,6%, dan pada pengamatan terakhir (umur 58 hst) persentasenya meningkat mencapai 9,3–17,0%. Perlakuan pengendalian kimiawi yaitu aplikasi fungisida kaptan menunjukkan efikasi terbaik mampu menekan kejadian layu hingga mencapai 9,3% pada varietas Hypoma-1. Pada aplikasi dua jenis agens pengendali hayati yaitu P. fluorescens (Pf) dan Trichoderma menunjukkan efikasi cukup baik dengan kejadian layu 10% pada Takar 1 (Tabel 1). Cilliers et al. (2003) menyatakan bahwa T. longibrachiatum dan T. harzianum efektif untuk mengendalikan penyakit busuk batang dan perakaran S. rolfsii pada kacang tanah. Agens hayati P. fluorescens isolat lokal asal rizosfer kedelai mampu menghambat pertumbuhan in-vitro jamur tular tanah S. rolfsii dan Rhizoctonia solani penyebab penyakit tular tanah yang merugikan pada tanaman kedelai (Rahayu 2006). Aplikasi pada tanaman kedelai di rumah kaca, bakteri Pf tersebut dapat menekan kejadian penyakit busuk batang S. rolfsii dengan keefektifan cukup baik mencapai 55% (Rahayu 2008).
Tabel 1. Kejadian penyakit layu dan hasil polong kacang tanah di KP Jambegede-Kepanjen Malang Varietas
Perlakuan
Hypoma-1
1. Kontrol 2. Kimiawi 3. APH Trichoderma 4. APH P.fluorescens 5. APH dan Kimiawi 1. Kontrol 2. Kimiawi 3. APH Trichoderma 4. APH P.fluorescens 5. APH dan Kimiawi 1. Kontrol 2. Kimiawi 3. APH Trichoderma 4. APH P.fluorescens 5. APH dan Kimiawi 1. Kontrol 2. Kimiawi 3. APH Trichoderma 4. APH P.fluorescens 5. APH dan Kimiawi
Takar-1
Bima
Talam-1
BNT 5%
Kejadian layu (%) : 35 hst 58 hst 2,00 ab 1,70 abc 1,16 abcd 1,00 bcd 0,80 bcd 1,53 abc 0,26 cd 2,00 ab 1,40 abcd 1,99 ab 2,66 a 2,00 ab 1,06 bcd 1,00 bcd 0,66 bcd 0,70 bcd 0,00 d 0,63 bcd 1,23 abcd 0,35 cd 1,504
12,6 ab 9,3 b 17,0 ab 12,7 ab 12,0 b 14,7 ab 10,7 b 10,7 b 10,0 b 10,6 b 14,0 ab 10,0 b 13,0 ab 12,0 ab 10,7 b 13,7 ab 14,3 ab 14,0 ab 14,0 ab 12,6 ab 6,17
Polong kering (t/ha) 1,83 bc 2,18 b 1,92 bc 2,02 bc 1,82 bc 3,10 a 3,78 a 3,36 a 3,28 a 3,58 a 1,47 c 1,99 bc 1,53 bc 1,99 bc 1,80 bc 1,68 bc 2,00 bc 2,08 bc 2,11 bc 2,20 b 0,68
Keterangan: angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dalam Uji BNT 5%.
Hasil polong kering berkisar 1,47 – 3,78 t/ha dengan hasil terendah pada Bima tanpa pengendalian penyakit (perlakuan kontrol), dan hasil tertinggi pada Takar-1 yang diberi perlakuan pengendalian kimiawi. Aplikasi pengendalian penyakit menggunakan dua jenis APH, pengaruhnya terhadap hasil polong kacang tanah sama tidak dipengaruhi jenis APH. Pada Hypoma-1 hasil polong 1,92 – 2,02 t/ha, pada Takar-1 mencapai 3,28 – 3,36 t/ha, pada Bima hasilnya 1,53 – 1,99 t/ha, dan pada Talam-1 hasilnya 2,08 – 2,11 t/ha. Dari keempat varietas kacang tanah, hanya Takar-1 yang menunjukkan hasil tertinggi rata-rata lebih dari 3 t/ha (Tabel 3). Pengendalian penyakit menggunakan agens hayati dapat dilakukan melalui benih ataupun tanah. Agens hayati menekan penyakit melalui beberapa mekanisme seperti kompetisi nutrisi, antibiotis agens hayati mengeluarkan senyawa antiotik yang toksik pada patogen, dan menginduksi tanaman menjadi lebih tahan penyakit (Whipps, 2001).
4. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Hasil penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa infeksi S. rolfsii pada tanaman kacang tanah memiliki masa inkubasi (saat gejala awal mulai muncul) selama 21-28 hari. Kejadian penyakit berkisar 80 – 90% pada tanaman umur 4 minggu dan antar varietas memiliki tren yang sama yaitu rentan terhadap S. rolfsii pada kondisi inokulasi buatan, (2) Aplikasi fungisida kimia lebih efektif mengendalikan penyakit layu S. rolfsii, daripada aplikasi dua jenis agens hayati (Trichoderma sp. dan P. fluorescens). Aplikasi fungisida menekan kejadian layu hingga mencapai nilai terendah 9,3% pada varietas Hypoma-1. Hanya pada varietas Takar-1, aplikasi agens hayati P. fluorescens dan Trichoderma efikasinya cukup baik dengan kejadian layu 10%, (3) Hasil polong kacang tanah berkisar 1,47 – 3,78 t/ha, dengan hasil terendah pada Bima
Tantawizal dan Muji Rahayu. Insidensi Penyakit Layu Sclerotium rolfsii.... 28
dan hasil tertinggi pada Takar-1 mencapai lebih dari 3 t/ha. 5. REFERENSI
Cilliers, A.J., Pretorius, J.A., van Wyk, P.S. 2003. Integrated control of Sclerotium rolfsii on groundnut in South Africa. Phytopathology. 151:249-258. Gorbet, D. W., T. A. Kucharek, F. M. Shokes, and T. B. Brenneman. 2004. Field evaluations of peanut germplasm for resistance to stem rot caused by Sclerotium rolfsii. Peanut Science. vol. 31. pp. 91– 95. Kemerait, R. 2008. Peanut. Georgia plant disease loss estimates. University of Georgia, Cooperative Extension Service. p.15. Nautiyal PC. 2002. Groundnuts: Postharvest Operations. Research Centre for Groundnuts (ICAR) [www.icar.org.in] diakses 23 Mei 2013. Rahayu, M. 2006. Antagonisme antara dua isolat Pseudomonas fluorescens dengan Slerotium rolfsii dan Rhizoctonia solani serta pengaruhnya terhadap penyakit rebah kedelai. Jurnal Agrivita.
28(1):79-86. Rahayu, M. 2008. Efikasi isolat Pseudomonas fluorescens terhadap penyakit rebah semai pada kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian. Puslitbangtan Bogor. 27(3):179-184. Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hlm. Sudantha, IM. 2000. Pengendalian hayati jamur Sclerotium rolfsii pada tanaman kedelai menggunakan biofungisida “Biotric” (bahan aktif jamur Trichoderma harzianum). Prosiding kongres nasional XV dan seminar ilmiah PFI. hlm:121126. Vikram, A., and H. Hamzehzarghani. 2011. Integrated management of Sclerotium rolfsii (Sacc.) in groundnut (Arachis hypogaea L.) under pot culture conditions. Pest Technology. Global Science Books. 6pp. Whipps JM. 2001. Microbial interactions and biocontrol in the rhizosphere. Journal of Experimental Botany 52: 487–511