INKORPORASI KROMIUM PADA MEDIA KEDELAI YANG DIFERMENTASIKAN DENGAN Rhizopus sp.
SKRIPSI KENIA ASNAWATI
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN KENIA ASNAWATI. D24104043. 2008. Inkorporasi Kromium pada Media Kedelai yang Difermentasikan dengan Rhizopus sp. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari inkorporasi kromium (Cr) pada media kedelai rebus yang difermentasikan dengan Rhizopus sp. pada level Cr 0-4000 ppm dan masa inkubasi 3, 6 dan 9 hari. Parameter yang diamati adalah pola pertumbuhan Rhizopus sp., bahan kering media, penyusutan bahan kering media dan inkorporasi Cr. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 5 dengan setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji kontras dan polinomial ortogonal. Level Cr dan masa inkubasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada bahan kering media, penyusutan bahan kering media dan inkorporasi Cr. Inkorporasi Cr tertinggi mencapai 98,35% pada level Cr 4000 ppm dan masa inkubasi 3 hari. Kapang Rhizopus sp. dapat bertahan sampai level Cr media 4000 ppm dan masa inkubasi 9 hari. Semakin tinggi level Cr pada media kedelai, akan menghasilkan bahan kering media dan inkorporasi Cr yang lebih tinggi, serta penyusutan bahan kering media yang lebih rendah, sedangkan semakin lama masa inkubasi akan menghasilkan bahan kering media dan inkorporasi Cr yang lebih rendah, serta penyusutan bahan kering media yang lebih tinggi. Kata-kata kunci : kromium, inkorporasi, kedelai, fermentasi, Rhizopus sp.
ABSTRACT Chromium Incorporation in Soybean Fermented with Rhizopus sp. Asnawati, K., T. Toharmat and I.G. Permana The aim of the present experiment was to study the incorporation rate of chromium (Cr) into the growth media of Rhizopus sp. at Cr level up to 4000 ppm and incubation time 3, 6 and 9 days. The treatments were arranged in a factorial 3 x 5 in 3 replications in a complete randomized design. Boiled soybean containing 0, 1000, 2000, 3000 and 4000 ppm Cr were fermented using Rhizopus sp. for 3, 6 and 9 days. Growth rate of Rhizopus sp., dry matter media, dry matter loss of media and Cr incorporation were observed. The data was analyzed statistically using Analysis of Variance (ANOVA) and significant differences were further tested by contrast and polynomial orthogonal. The effect of treatments were highly significant (P<0.01) on dry matter media, dry matter loss of media and Cr incorporation rate. The result indicated that the mean of Cr incorporation rate was 98.35%. Rhizopus sp. tolerated the high level of Cr in the media up to 4000 ppm. Media containing higher Cr had higher dry matter content, Cr incorporation rate and lower dry matter loss of media. Dry matter content and Cr incorporation rate were lower, while the dry matter loss of media was higher when the length of incubation time was longer than 3 days. The high rate of Cr incorporation could be acchieved by the addition of Cr up to 4000 ppm and fermentation time up to 9 days. Keywords : chromium, incorporation, soybean, fermentation, Rhizopus sp.
INKORPORASI KROMIUM PADA MEDIA KEDELAI YANG DIFERMENTASIKAN DENGAN Rhizopus sp.
KENIA ASNAWATI D24104043
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INKORPORASI KROMIUM PADA MEDIA KEDELAI YANG DIFERMENTASIKAN DENGAN Rhizopus sp.
Oleh KENIA ASNAWATI D24104043
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 11 Maret 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. NIP. 131 248 834
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. NIP. 131 956 694
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 14 Oktober 1985, sebagai anak ketiga dari pasangan ayah Drs. Mustaqiem Asnawi Ahmad dan Ibu Endah Dwi Astuti S.Ag. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di Sukoharjo, Solo pada tahun 2004. Penulis diterima di Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2004. Penulis aktif dalam kegiatan Organisasi dari tahun 2004– 2008, seperti Ayumas (Omda Solo), Himasiter dan BEM KM IPB. Selain itu, penulis juga mengikuti kepanitian Olimpiade Mahasiswa IPB 2005, Masa Perkenalan Kampus 2006, BEM IPB Peduli 2007, Pelatihan Aktualisasi dan Advokasi 2007, serta Ketua Kepanitiaan Fieldtrip Nutrisi Angkatan 41. Selama mengenyam pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi Trainer Formulasi Ransum menggunakan Program MS. Excel pada Feed Formulation Reguler Himasiter 2007, Trainer Teknik Pencampuran Ransum Unggas dan Pembuatan Jerami Amoniasi pada Program Kegiatan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB, Guru SDN Bojong Jengkol I Ciampea dalam Program Guru Tambahan BEM KM IPB, Pemain Piano kelompok Paduan Suara Graziono Symphony pada acara Wisuda Fakultas Peternakan, Assisten Dosen dan Assisten Praktikum pada mata kuliah Pengantar Manajemen Pastura, Ilmu Manajemen Pastura, Teknik Formulasi Ransum dan Rancangan Percobaan. Prestasi diluar IPB yang pernah diraih oleh penulis antara lain sebagai Putri Duta Wisata Kabupaten Sukoharjo tahun 2003-2004, Pemenang I Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Kabupaten Sragen dan Pemenang III The World Essay Contest, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian ini mengambil tema mengenai mineral organik yang pada saat ini sedang dikembangkan untuk mengatasi defisiensi mineral tersebut dan meningkatkan performan ternak khususnya di wilayah tropis. Penelitian ini berjudul Inkorporasi Kromium pada Media Kedelai yang Difermentasikan dengan Rhizopus sp. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Juni-Oktober 2007 bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kromium sangat penting dalam kehidupan, namun unsur kromium sangat sulit masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, perlu suatu upaya agar mineral ini dapat masuk ke dalam tubuh dengan aman dan bermanfaat. Salah satu upaya tersebut adalah melalui pemanfaatan teknologi yang telah banyak digunakan masyarakat yaitu memanfaatkan Rhizopus sp. Dalam hal ini penulis menggunakan media kedelai yang difermentasikan dengan Rhizopus sp. pada kondisi suhu ruang. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .........................................................................................
ii
ABSTRACT ............................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ............................................................................
vii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xii
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................. Tujuan ...........................................................................................
1 1
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
2
Kromium (Cr) ............................................................................... Glucose Tolerance Factor (GTF) ........................................ Tingkat Keracunan Kromium .............................................. Sistem Pengangkutan dan Penyerapan Kromium ................. Kromium dalam Metabolisme Nutrien ................................ Senyawa Kromium Organik ................................................ Hubungan Kromium dengan Stres ....................................... Fermentasi oleh Rhizophus sp. ...................................................... Kapang Rhizopus sp. .....................................................................
2 3 4 4 4 5 7 8 10
METODE ...............................................................................................
12
Waktu dan Tempat ........................................................................ Materi ............................................................................................ Prosedur ........................................................................................ Kajian pertumbuhan Rhizopus sp. pada Media Kedelai Rebus .................................................................................... Kajian Inkorporasi Cr dalam Senyawa Organik .................. Produksi Cr Organik ................................................... Bahan Kering Media ................................................... Penyusutan Bahan Kering Media ................................ Pengukuran Inkorporasi Cr ......................................... Rancangan Percobaan ................................................................... Perlakuan .............................................................................. Peubah ..................................................................................
12 12 12 12 13 13 13 14 14 14 15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
16
Kajian Pertumbuhan Rhizopus sp. pada Media Kedelai Rebus .... Bahan Kering (BK) Media dan Penyusutan Bahan Kering (BK) Media ............................................................................................ Kajian Inkorporasi Cr dalam Senyawa Organik ...........................
16 21
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
28
Kesimpulan ................................................................................... Saran .............................................................................................
28 28
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
30
LAMPIRAN ...........................................................................................
33
23
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Komposisi Vitamin dan Mineral Tempe per 100 gram..............................................................................................
9
2.
Kandungan Nutrisi Kedelai dan Tempe per 100 gram ...............
10
3.
Persentase Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari .............................................
21
4.
Persentase Penyusutan Bahan Kering Media pada Level Cr 04000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari ............................
22
5.
Persentase Inkorporasi Cr pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari .............................................................
24
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Struktur Faktor Toleransi Glukosa (GTF) .............................
3
2.
Struktur Kimia Cr-Pikolinat .................................................
6
3.
Struktur Asam Nikotinat dan Asam Pikolinat .......................
6
4.
Metabolisme Triptopan Menjadi Asam Pikolinat dan Nikotinat ................................................................................
7
5.
Perbedaan Warna Media Kedelai pada Level Cr 0-4000 ppm
16
6.
Bentuk dan Struktur Mineral CrCl3.6H2O .............................
16
7.
Pertumbuhan Rhizopus sp. Pada Level Cr 0-4000 ppm selama 0-54 Jam ....................................................................
18
8.
Pertumbuhan Rhizopus sp. pada Level Cr 1000 ppm selama 60, 66, 72 dan 78 Jam ............................................................
17
9.
Kurva Pertumbuhan Rhizopus sp. pada Level Cr 0-4000 ppm selama 0-54 Jam ....................................................................
19
10.
Produksi Cr Organik pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari .........................................................
20
11.
Kurva Persentase Bahan Kering Media pada Level Cr 04000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari .......................
21
12.
Kurva BK Media Tersisa pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari ...............................................
22
13.
Kurva Persentase Inkorporasi Cr pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari ........................................
24
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Inkorporasi Cr Organik dan Anorganik (ppm) pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari .............................................
34
2.
Anova RAL Faktorial Uji Kontras Ortogonal Persentase Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari ...........................................................................................
34
3.
Anova RAL Faktorial Uji Polinomial Ortogonal Persentase Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari ...........................................................................................
35
4.
Anova RAL Faktorial Uji Kontras Ortogonal Persentase Penyusutan Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari ....................................................................................
36
5.
Anova RAL Faktorial Uji Polinomial Ortogonal Persentase Penyusutan Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari ............................................................
37
6.
Anova RAL Faktorial Uji Kontras Ortogonal Persentase Inkorporasi Cr pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari ....
38
7.
Anova RAL Faktorial Uji Polinomial Ortogonal Persentase Inkorporasi Cr pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari ...........................................................................................
39
PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi lingkungan tropis Indonesia dengan suhu dan kelembabannya yang tinggi berpengaruh negatif terhadap ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi menimbulkan cekaman panas pada ternak. Cekaman panas menyebabkan penurunan produksi dan konsumsi pakan karena berkurangnya pasokan glukosa ke dalam sel (Bestari, 2007). Mineral kromium (Cr) telah lama diketahui peranannya dalam metabolisme karbohidrat, khususnya dalam meningkatkan pasokan glukosa ke dalam sel melalui potensi aktivitas insulin (Mertz, 1998). Mineral Cr merupakan komponen aktif dari GTF (Glucose Tolerance Factor) yang akan mempengaruhi kinerja hormon insulin dalam transpor glukosa, asam amino (metionin, glisin dan serin), metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Burton, 1995). Suplementasi Cr organik lebih baik dibandingkan dengan suplementasi Cr anorganik, karena Cr organik lebih mudah larut, lebih mudah diserap dan lebih mudah menembus membran sel mikroba rumen (Jayanegara, 2003; Pollard et al., 2001; Hossain et al., 1997). Senyawa Cr organik dapat dibuat dengan menggunakan berbagai fungi, namun efisiensi inkorporasi Cr tertinggi diketahui jika menggunakan Rhizopus sp. (Astuti, 2005). Rhizopus sp. merupakan kapang yang tumbuh dominan dalam produksi kedelai fermentasi dengan waktu singkat serta lingkungan yang terbuka. Teknik pembuatan Cr organik berbasis kedelai ini dijadikan dasar dalam upaya produksi Cr organik. Penelitian ini dirancang untuk mengkaji pembuatan senyawa Cr organik pada media kedelai yang difermentasikan dengan Rhizopus sp. pada berbagai level Cr (0-4000 ppm) dan masa inkubasi (3, 6 dan 9 hari) sehingga dapat diperoleh inkorporasi Cr organik yang tinggi. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kemampuan Rhizopus sp. dalam menghasilkan Cr organik dan untuk mengetahui efisiensi inkorporasi Cr berdasarkan level Cr dan masa inkubasi.
1
TINJAUAN PUSTAKA Kromium (Cr) Mineral Cr merupakan mineral yang tergolong dalam unsur transisi yang mempunyai bilangan oksidasi 0, 2+, 3+, 4+ dan 6+, namun umumnya Cr bervalensi tiga merupakan bentuk yang paling stabil. Unsur Cr2+ jarang terdapat dalam sistem biologis karena jika kontak dengan udara akan ditransformasikan menjadi Cr3+. Unsur Cr4+ bersifat toksik, tetapi dalam saluran pencernaan dapat ditransformasikan menjadi bentuk Cr3+, sedangkan Cr6+ bersifat toksik, dapat berikatan dengan protein dan asam nukleat serta berikatan dengan materi genetik yang menyebabkan Cr6+ bersifat karsinogenik. Unsur Cr6+ dalam saluran pencernaan mengalami bioreduksi menjadi Cr3+ oleh organisme (Groff dan Gropper, 2000; NRC, 1997). Unsur Cr pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Perancis bernama Vaugel pada tahun 1797 ketika menyelidiki batu-batuan yang kaya akan Pb chromate. Nama Cr diambil dari nama Yunani, Chroma yang artinya warna, karena unsur ini berada dalam beberapa warna yang berbeda. Unsur Cr pertama kali dilaporkan sebagai mineral yang esensial pada tahun 1959. Unsur Cr dalam senyawa komplek yang disebut GTF terlibat dalam interaksi antara insulin dan sel reseptor yang memungkinkan banyaknya pasokan glukosa ke dalam sel.
Sel akan mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan untuk
sintesis protein, pertumbuhan jaringan tubuh, pemeliharaan sel, peningkatan fertilitas, peningkatan imunitas, pemulihan pasca stress, glikogenesis, lipogenesis, transpor dan pengambilan asam amino oleh sel, mempengaruhi sintesis asam nukleat dan memainkan peranan dalam ekspresi gen (Vincent dan Davis, 1997; NRC, 1997). Unsur Cr tersebar di seluruh jaringan tubuh dengan konsentrasi yang rendah. Konsentasi Cr tertinggi dalam jaringan tubuh manusia maupun hewan adalah waktu lahir dan menurun sesuai dengan pertambahan umur. Unsur Cr terakumulasi pada otot, limfa, jantung, pankreas, ginjal, hati dan tulang (Linder, 1992; NRC, 1997; Groff dan Gropper, 2000). Sumber Cr adalah ragi bir, margarin, buah, sayur, keju, daging sapi, roti, minyak jagung, minyak biji kapuk, gandum, dedak dan molases (Piliang, 2006; Groff dan Gropper, 2000). Unsur Cr diekskresikan melalui urin dan feces. Ekskresi Cr yang telah diserap terutama melalui urin, yaitu 90-95% ( Mertz,
2
1998) bergantung pada tingkat kecernaan karbohidrat pakan atau penyerapan glukosa (Grooff dan Gropper, 2000). Defisiensi Cr dapat menyebabkan hiperkolesterolemia (kolesterol darah tinggi), hiperglycemia (glukosa darah tinggi), glicosuria (glukosa urin tinggi), mengganggu toleransi glukosa, rendahnya inkorporasi asam amino (metionin, glisin, serin) pada protein hati, mengganggu metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan menurunkan sensifitas jaringan perifer terhadap insulin (Underwood, 1971). Glucose Tolerance Factor (GTF) Schwartz dan Mertz pada tahun 1959 mengemukakan bahwa kapang mengandung suatu substansi yang mampu meningkatkan pengambilan glukosa dan meningkatkan potensi aktifitas insulin. Subtansi ini kemudian diketahui sebagai faktor toleransi glukosa (Glucose Tolerance Factor, GTF). Struktur GTF tersusun dari komplek antara Cr3+ dengan 2 molekul asam nikotinat dan 3 asam amino yang terkandung dalam glutation yaitu glutamat, glisin dan sistein (Linder, 1992). Struktur GTF diperlihatkan pada Gambar 1. Unsur Cr merupakan komponen aktif dalam struktur GTF, sehingga tanpa adanya Cr pada pusat atau intinya, GTF tidak dapat bekerja mempengaruhi insulin (Burton, 1995). Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mensintesis GTF. Sintesis GTF berlangsung oleh bakteri dalam usus halus atau dalam hati (Piliang, 2006). Hasil metabolisme protein yang diserap di usus dapat menghasilkan asam pikolinat atau nikotinat yang akan berikatan dengan Cr3+ dan 3 molekul glutation sehingga membentuk GTF (Linder, 1992). Sumber alami GTF adalah kapang, organ hati, merica, keju dan daging (Burton, 1995; Winarno, 1997).
Gambar 1. Struktur Faktor Toleransi Glukosa (GTF) (Linder, 1992).
3
Tingkat Keracunan Kromium Mineral Cr merupakan unsur mikro yang bersifat paling kurang beracun (Groff dan Gropper, 2000). Keracunan yang diakibatkan Cr jarang terjadi disebabkan: (a) terjadinya bioreduksi Cr6+ menjadi Cr3+ oleh berbagai organisme (NRC, 1997), (b) tingkat toleransi hewan terhadap Cr6+ sangat tinggi, yaitu lebih dari 1000 ppm BK pakan dan untuk Cr3+ mencapai 3000 ppm BK pakan (NRC, 1997; Underwood, 1971), (c) senyawa kompleks Cr heksavalen segera diendapkan begitu hendak mencapai usus halus dan hampir tidak dapat diserap karena membentuk kompleks dengan bobot molekul besar (NRC, 1997; Groff dan Gropper, 2000) dan (d) akumulasi Cr dalam tubuh sangat jauh di bawah ambang bahaya karena homeostasis Cr bersifat negatif dan cenderung menurun sejalan dengan peningkatan umur (Grevatt, 1998). Sistem Pengangkutan dan Penyerapan Kromium Linder (1992) melaporkan kemungkinan sistem pengangkutan Cr setelah diserap, Cr kemudian diangkut transferin atau protein pengangkut Fe (iron carrier protein) dari plasma darah. Namun demikian, belum diketahui apakah GTF yang diserap melalui usus akan masuk ke dalam darah tanpa perubahan bentuk atau juga terikat dengan transferin. Setelah melalui penyerapan di usus, hampir semua Cr masuk ke dalam hati dan akan digabungkan ke dalam GTF. Sejumlah GTF tertentu disekresi ke dalam darah dan akan tersedia untuk membantu aktivitas insulin. Kadar gula darah yang meningkat, menyebabkan insulin akan disekresi dan peningkatan insulin akan meningkatkan aliran GTF ke dalam darah, sehingga GTF akan meningkatkan pengaruh insulin yang disekresi tersebut.
Unsur Cr yang tidak
digunakan lagi kemudian diekresikan melalui urin. Kromium dalam Metabolisme Nutrien Peranan Cr dalam metabolisme antara lain meningkatkan potensi aktivitas insulin, yakni sebagai komponen dari GTF yang dapat meningkatkan asupan glukosa ke dalam sel. Selain esensial dalam metabolisme karbohidrat, Cr juga dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan protein (Mertz, 1998; NRC, 1997). Peran Cr terkait dengan kinerja hormon insulin, yaitu memacu pembentukan glikogen sebagai energi cadangan yang berasal dari kelebihan glukosa sebagai
4
sumber energi metabolis baik di organ hati maupun di otot. Suplementasi Cr dapat meningkatkan pasokan glukosa oleh sel, produksi CO2 dari oksidasi glukosa dan pembentukan glikogen dari glukosa. Glukosa yang berasal dari hasil hidrolisa karbohidrat di saluran pencernaan akan masuk ke dalam darah yang sebagian dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam sel dan sebagian lagi disimpan sebagai energi cadangan dalam bentuk glikogen baik di hati maupun di daging (NRC, 1997; Underwood, 1971). Peran Cr dalam metabolisme lipid tidak tergantung dari pengaruhnya terhadap
metabolisme
glukosa.
Defisiensi
Cr
dapat
menyebabkan
hiperkolesterolemia, yaitu tingginya kadar kolesterol di dalam darah. Unsur Cr berperan dalam homeostasis kolesterol darah. Penambahan Cr pada ransum yang rendah akan Cr dapat menurunkan level kolesterol darah dan menghambat kecenderungan
peningkatan kolesterol seiring
dengan
meningkatnya umur
(Underwood, 1971). Unsur Cr menurunkan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein), triasilgliserol dan meningkatkan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) (NRC, 1997). Defisiensi Cr dapat menyebabkan rendahnya inkorporasi asam amino pada protein hati dan menyebabkan gangguan untuk pengikatan asam amino, diantaranya glisin, serin dan metionin. Pada sel kelenjar ambing hewan ruminansia, pengambilan glukosa tidak ditentukan oleh insulin, namun insulin sangat dibutuhkan untuk pengambilan asam amino khususnya asam aspartat, valin, isoleusin, leusin, metionin, lisin, asam glutamat, treonin, asparagin dan tirosin (NRC, 1997; Underwood, 1971). Senyawa Kromium Organik Komplek Cr organik terdapat dalam bentuk Cr chelate, Cr proteinat dan Cr pikolinat (Lindemann, 1996). Senyawa Cr chelate berasal dari proses chelate garam mineral yang terlarut dengan asam amino atau protein yang terhidrolisis (Lindemann, 1996). Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan peptida. Asam amino memiliki gugus amino dan gugus karboksil yang terikat pada karbon yang bersebelahan. Berat molekul protein sangat besar sehingga bila protein dilarutkan dalam air akan membentuk suatu dispersi koloidal. Gugus karboksil yang terdapat pada bahan sumber protein akan mengion saat larut dalam air
5
membentuk COO-, sedangkan gugus amino akan bermuatan positif membentuk NH3+ (Winarno, 1997). Cr proteinat merupakan Cr organik yang didapat dari protein ragi (high Cr yeast). Salah satu ragi yang banyak mengandung Cr adalah ragi brewer (brewer yeast) karena banyak mengandung komplek aktif biologis Cr organik yang dikenal dengan GTF (Groff dan Gropper, 2000). Senyawa Cr pikolinat terbentuk dari Cr3+ yang mengikat 3 molekul asam pikolinat (Gambar 2). Apabila 3 molekul asam pikolinat atau nikotinat diikat oleh Cr3+ maka akan terbentuk Cr pikolinat atau Cr nikotinat. Pada keadaan alami Cr berikatan dengan asam nikotinat sehingga Cr yang berasal dari asam nikotinat lebih disukai karena sifat alaminya. Asam pikolinat dan asam nikotinat keduanya merupakan isomer yang hanya berbeda pada posisi penempelan asam karboksilat pada cincin piridin (Gambar 3). Pada asam pikolinat gugus karboksil berada pada posisi tiga, sedangkan asam nikotinat pada posisi dua, kedua bentuk tersebut sama efektifnya dalam mempengaruhi metabolisme energi (Groff dan Gropper, 2000). Asam pikolinat dan nikotinat dapat dihasilkan oleh kapang dari metabolisme triptopan (Gambar 4).
Gambar 2. Struktur Kimia Cr-Pikolinat (Mooney dan Cromwell, 1995).
Gambar 3. Struktur Asam Nikotinat dan Asam Pikolinat (Groff dan Gropper, 2000).
6
Gambar 4. Metabolisme Triptopan Menjadi Asam Pikolinat dan Nikotinat (Grooff dan Gropper, 2000). Hubungan Kromium dengan Stres Kebutuhan Cr pada ternak yang mengalami stres akan meningkat. Selama kondisi stres terjadi peningkatan metabolisme glukosa secara cepat yang ditandai dengan meningkatnya sekresi hormon kortisol di darah. Kortisol memiliki aksi yang antagonistik dengan insulin karena keberadaannya mencegah masuknya glukosa ke dalam sel jaringan tubuh. Hormon kortisol yang meningkat pada saat stres menyebabkan glukosa yang masuk ke dalam sel menurun, sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat yang disebut dengan hiperglisemia. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah yang merangsang mobilisasi Cr dari penyimpanannya di dalam tubuh. Unsur Cr yang telah di mobilisasi bersifat tidak dapat balik (irreversible) dan keluar melalui urin sehingga pada kondisi stres peluang terjadinya defisiensi Cr meningkat (Burton, 1995). Hiperglisemia dapat menekan rasa lapar, sehingga merupakan faktor penting bagi kesehatan dan performan pada ternak. Selain hiperglisemia, stres akan mengganggu pertumbuhan selanjutnya dan bahkan dapat mematikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya mempercepat kembalinya glukosa darah dalam kadar normal agar tidak mengganggu pertumbuhan dan performan ternak selanjutnya (Burton, 1995).
7
Fermentasi oleh Rhizopus sp. Fardiaz (1992) mendefinisikan fermentasi sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino. Fermentasi oleh kapang, khamir dan bakteri bisa terjadi secara anaerobik dan anaerobik fakultatif. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu. Fermentasi oleh bakteri digunakan untuk mengubah dan memberi flavor, bentuk dan tekstur yang bagus dari bahan yang difermentasi (Buckle et al., 1987). Aktivitas metabolisme mikroorganisme pada proses fermentasi ditentukan oleh faktor-faktor eksternal seperti pH, suhu, tekanan, oksigen dan konsentrasi substrat. Bagian terbesar dari substrat akan terfermentasi setelah mikroorganisme hampir menyempurnakan pertumbuhan maksimumnya (Fardiaz, 1992). Kapang banyak digunakan dalam proses fermentasi pembuatan tempe. Bahan utama pembuatan tempe adalah kacang kedelai, sedangkan bahan pembantunya dikenal dengan istilah ragi atau laru. Laru atau inokulum merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan. Jenis kapang yang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, sedangkan jenis kapang lain yang juga terdapat dalam tempe adalah Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrhizuss (Karyadi dan Hermana, 1985; Wikipedia, 2007). Lemak tempe tidak mengandung kolesterol dan tahan terhadap proses ketengikan, karena adanya antioksidan alami yang diproduksi oleh kapang tempe (Rhizopus sp.) Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), asam folat, vitamin B6 (piridoksin) dan vitamin B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk hewani dan tidak dijumpai pada bahan pangan nabati (sayuran, buah-buahan dan biji-bijian). Kandungan vitamin B12 pada tempe menjadikan tempe sebagai sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Selain sumber vitamin, tempe juga merupakan sumber mineral kalsium, fosfor dan besi (Winarno,1985; Wikipedia, 2007). Jenis kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi toksin, bahkan sebaliknya mampu melindungi tempe dari kontaminan terhadap aflatoksin
8
dan cendawan yang memproduksinya (Aspergillus flavus). Kapang tempe dapat mencegah terjadinya akumulasi aflatoksin di dalam tempe dengan cara menghidrolis toksin tersebut dan memproduksi antibiotik yaitu isoflavon sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri. Antibiotik tersebut sangat ampuh dalam membasmi bakteri disentri dan bakteri penyebab gangguan pencernaan lainnya (Winarno, 1985; Wikipedia, 2007). Proses fermentasi oleh kapang tempe dapat menguraikan molekul protein yang terdapat pada kedelai. Protein terurai menjadi monomernya, yaitu asam amino, sehingga lebih mudah dicerna. Kapang tempe juga memproduksi enzim phytase yang mampu menguraikan phytat menjadi fosfor dan inositol. Phytat merupakan antinutrisi yang bekerja menghambat penyerapan mineral-mineral penting seperti Zn, Fe dan Ca (Winarno, 1985; Wikipedia, 2007). Komposisi vitamin dan mineral yang terkandung pada tempe terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Vitamin dan Mineral Tempe per 100 gram. Nutrien Vitamin A
Kadar 42,00
IU
Tiamin
0,28
mg
Riboflavin
0,65
mg
Niasin
2,52
mg
Asam Panthotenat
0,52
mg
Piridoksin
830,00
ug
Folacin
100,00
ug
3,90
ug
53,00
ug
Kalsium
142,00
mg
Fosfor
240,00
mg
5,00
mg
Vitamin B12 Biotin
Besi Sumber : Winarno (1985)
Enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe adalah enzim hidrolitik, seperti amilase, protease, lipase dan pektinase. Keberadaan enzim ini menyebabkan protein, lemak dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah
9
dicerna dibandingkan pada kedelai. Perbedaan kandungan nutrisi kedelai dan tempe dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Nutrisi Kedelai dan Tempe per 100 gram. Nutrisi
Kedelai
Tempe
358,00
414,00
Protein (g)
38,00
51,00
Lemak (g)
20,00
12,00
Karbohidrat (g)
38,00
36,00
Ca (mg)
246,00
359,00
F (mg)
633,00
428,00
8,65
27,78
15,13
16,67
Energi (Kal)
Fe (mg) Vitamin A (RE) Sumber : Departemen Kesehatan (2004).
Kapang Rhizopus sp. Kapang (mold) adalah kelompok mikroba yang tergolong dalam fungi. Selain kapang, organisme lain yang tergolong fungi dan penting dalam mikrobiologi pangan adalah khamir (yeast) dan jamur (mushroom). Perbedaan utama antara organisme yang tergolong fungi, misalnya kapang dan khamir adalah kapang merupakan fungi yang multiseluler dan mempunyai filamen, sedangkan khamir merupakan fungi sel tunggal tanpa filamen (Fardiaz, 1992). Kapang yang diinokulasikan ke dalam suatu media, mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan media dan kondisi lingkungan sekitarnya. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim belum disintesa. Fase selanjutnya adalah pertumbuhan awal dimana sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri. Pertumbuhan logaritmik terjadi ketika inokulum mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cepat sampai dicapai pertumbuhan lambat Pertumbuhan lambat disebabkan berkurangnya zat nutrisi di dalam media dan adanya hasil metabolisme yang dapat menghambat pertumbuhan. Fase berikutnya adalah pertumbuhan statis dimana jumlah sel pada fase ini tetap. Bila inkubasi dilanjutkan pada fase ini tidak akan menambah jumlah sel, melainkan jumlah sel hidup akan
10
berkurang serta adanya lisis (pecahnya sel karena kerja suatu antibodi) yang menyebabkan massa sel menurun sampai terjadi kematian (Fardiaz, 1992). Ciri-ciri spesifik Rhizopus sp. menurut Fardiaz (1992) adalah (1) hifa nonseptat atau tidak bersekat, (2) mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua, (3) sporangiofora tumbuh pada noda dimana terbentuk juga rhizoid, (4) sporangia biasanya besar dan berwarna hitam, (5) kolumela agak bulat, (6) apofisis berbentuk seperti cangkir, (7) tidak mempunyai sporangiola, (8) membentuk hifa vegetatif yang melakukan penetrasi pada substrat dan hifa fertil yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora dan (9) pertumbuhannya cepat, membentuk miselium seperti kapas. Kapang Rhizopus sp. berkembang biak membentuk zigospora yang terbentuk secara seksual dan sporangiospora yang terbentuk secara aseksual.
11
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Juni sampai Oktober 2007, bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian ini menggunakan bahan: kacang kedelai, ragi Rhizopus sp., mineral Cr (CrCl3.6H2O), TCA 10% (Trichloroacetic Acid) dan aquades. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah AAS (Atomic Absorption Spektrofotometer), sentrifuse, vortex, tabung reaksi, timbangan analitik, timbangan ohaus, mortar, oven 105oC, cawan porselin, pipet mikro, cawan petri, mika strimin, kertas label, plastik bening, pelubang plastik dan rak fermentasi. Prosedur Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu: (1) Kajian pertumbuhan Rhizopus sp. pada media kedelai rebus dan (2) Kajian inkorporasi Cr dalam senyawa organik. Kajian Pertumbuhan Rhizopus sp. pada Media Kedelai Rebus Kedelai direndam dan dimasak dalam air mendidih selama 30 menit, setelah dingin kulit kedelai dilepas dan direndam kembali selama semalam. Kedelai tanpa kulit tersebut kemudian direbus selama 1 jam, ditiriskan dan didinginkan. Kedelai rebus ini kemudian ditumbuk kasar dan digunakan sebagai media tumbuh Rhizopus sp. Proses kajian pertumbuhan Rhizopus sp. dilakukan dengan cara mencampur media kedelai rebus dengan mineral CrCl3.6H2O sehingga media mempunyai konsentrasi Cr 0, 1000, 2000, 3000 dan 4000 ppm. Media kedelai rebus sebanyak 20 g dimasukkan ke dalam cawan petri dan larutan ragi Rhizopus sp. (ragi tempe) diberikan tepat ditengah media pada cawan petri dengan menggunakan pipet mikro (50 µL). Larutan ragi dibuat dengan mencampurkan 1 g ragi Rhizopus sp. dengan 20 ml aquades. Pertumbuhan Rhizopus sp. diukur setiap 6 jam sekali selama 54 jam
12
dengan cara menghitung luasan pertumbuhan Rhizopus sp. menggunakan mika strimin dengan luasan 1 unit = 0,25 cm2. Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Jumlah CrCl3.6H2O yang ditambahkan ke dalam media kedelai (BK 35%) sehingga media mengandung Cr dengan konsentrasi Cr 1000 ppm adalah sebanyak 5 g/kg BK, konsentrasi Cr 2000 ppm sebanyak 10 g/kg BK, konsentrasi Cr 3000 ppm sebanyak 15 g/kg BK dan konsentrasi Cr 4000 ppm sebanyak 20 g/kg BK. Kajian Inkorporasi Cr dalam Senyawa Organik Pembuatan Cr Organik Kedelai rebus dicampur dengan ragi tempe dengan jumlah inokulum yang digunakan sebanyak 3 gram ragi tempe untuk setiap 1 kg kedelai rebus. Kedelai rebus kemudian dicampur dengan mineral CrCl3.6H2O sehingga mempunyai konsentrasi Cr 0, 1000, 2000, 3000 dan 4000 ppm. Hasil pencampuran kedelai rebus, ragi tempe dan mineral CrCl3.6H2O dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah dilubangi dengan pelubang plastik untuk diinkubasikan selama 3, 6 dan 9 hari. Setiap sampel plastik diisi 67 gram kedelai rebus. Pada akhir inkubasi, sampel dimasukkan ke dalam freezer untuk menghentikan pertumbuhan Rhizopus sp. dan untuk analisis selanjutnya. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Penambahan mineral CrCl3.6H2O pada
media kedelai rebus (BK 35%)
sehingga media kedelai mengandung Cr dengan konsentrasi Cr 1000 ppm adalah sebanyak 5,11 g/kg BK, konsentrasi Cr 2000 ppm sebanyak 10,23 g/kg BK, konsentrasi Cr 3000 ppm sebanyak 15,35 g/kg BK dan konsentrasi Cr 4000 ppm sebanyak 20,47 g/kg BK. Bahan Kering Media (%) Media kedelai rebus setiap akhir inkubasi diambil sebanyak 3 g, diletakkan di cawan porselin, kemudian dimasukkan ke dalam oven 1050C selama 24 jam. Perhitungan bahan kering media sebagai berikut: berat setelah di oven % BK Media =
x 100% berat sebelum di oven
13
Penyusutan Bahan Kering Media Media kedelai rebus pada setiap akhir inkubasi ditimbang sebagai berat akhir. Persentase penyusutan BK media dihitung dengan cara : BK berat awal = BK sebelum inkubasi (%) x berat awal BK berat akhir = BK setelah inkubasi(%) x berat akhir BK berat akhir BK media tersisa =
x 100% BK berat awal
% Penyusutan BK media = 100 – BK media tersisa Pengukuran Inkorporasi Cr Media kedelai rebus pada setiap akhir inkubasi diambil sebanyak 0,5 g kemudian dihaluskan dengan mortar porselen. Bahan yang telah halus dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan larutan 5 ml TCA 10%, dihomogenkan dengan vortex dan didiamkan selama 1 jam. Larutan kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Kadar Cr supernatan hasil sentrifuse ditentukan dengan menggunakan AAS Shimadzu AA-680 (Cary dan Allaway, 1971). Inkorporasi Cr dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Cr organik = Cr total – Cr anorganik Rancangan Percobaan Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 5 dengan setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Model matematik yang digunakan adalah : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : μ
= Nilai rataan umum
k
= Ulangan
αi
= Pengaruh level Cr ke-i (0, 1000, 2000, 3000, 4000 ppm)
βj
= Pengaruh masa inkubasi ke-j (3, 6, 9 hari)
εiijk
= Pengaruh galat percobaan
(αβij) = Interaksi antara pengaruh level Cr dan masa inkubasi
14
Data diolah secara statistik menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilakukan uji kontras dan polinomial orthogonal (Steel dan Torrie, 1991). Perlakuan Perlakuan yang dikaji dalam penelitian ini berjumlah 15 dengan 2 faktor pengamatan, yaitu: (1) level Cr media: 0, 1000, 2000, 3000, 4000 ppm dan (2) masa inkubasi: 3, 6 dan 9 hari. Peubah Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah: (1) luasan pertumbuhan Rhizopus sp. (cm2), (2) bahan kering media (%), (3) penyusutan bahan kering media (%) dan (4) inkorporasi Cr (%).
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Pertumbuhan Rhizopus sp. pada Media Kedelai Rebus Mineral CrCl3.6H2O yang digunakan berbentuk bubuk berwarna hijau tua, sehingga bentuk fisik kedelai rebus yang telah dicampur dengan mineral CrCl3.6H2O mengalami perubahan menjadi kehijau-hijauan. Semakin tinggi level Cr, maka warna media kedelai rebus semakin hijau (Gambar 5) dan menghasilkan bau khas mineral CrCl3.6H2O yang semakin kuat. Bentuk dan struktur mineral CrCl3.6H2O terdapat pada Gambar 6. Kondisi umum penelitian selama proses fermentasi diantaranya suhu ruangan inkubasi berkisar antara 27–300C. Kisaran suhu tersebut sesuai untuk pertumbuhan kapang Rhizopus sp. dengan suhu optimal untuk pertumbuhannya antara 25-300C (Fardiaz, 1992). Rhizopus sp. yang tumbuh dalam media menunjukan pertumbuhan yang cepat dan membentuk miselium seperti kapas. Pada umur lebih dari 54 jam, Rhizopus sp. yang tumbuh mempunyai stolon, rhizoid dan sporangia yang warnanya hitam.
Gambar 5. Perbedaan Warna Media Kedelai pada Level Cr 0-4000 ppm.
Gambar 6. Bentuk dan Struktur Mineral CrCl3.6H2O
16
Kajian pertumbuhan Rhizopus sp. melalui inokulasi larutan ragi tempe tepat di tengah media kedelai rebus pada cawan petri menggambarkan pola perluasan pertumbuhan Rhizopus sp. Pola pertumbuhan Rhizopus sp. pertama kali diawali dengan pertumbuhan pada wilayah utama inokulasi dengan menebalnya hifa di tengah. Hifa kemudian menyebar ke seluruh media dan menebal kembali hingga memenuhi cawan petri. Semakin lama masa inkubasi, maka semakin banyak Rhizopus sp. yang dapat tumbuh pada media kedelai di dalam cawan petri. Namun, inkubasi terlalu lama dan lebih dari 54 jam menyebabkan media mengalami perubahan warna yang semula putih menjadi kuning, tak lama kemudian berwarna coklat dan menghasilkan bau busuk yang menyengat. Pertumbuhan Rhizopus sp. pada media kedelai rebus dengan konsentrasi Cr 0-4000 ppm pada cawan petri diperlihatkan pada Gambar 7, sedangkan pertumbuhan maksimum kapang Rhizopus sp. dan pembusukan media diperlihatkan pada Gambar 8.
60 jam
66 jam
72 jam
78 jam
Gambar 8. Pertumbuhan Rhizopus sp. pada Level Cr 1000 ppm selama 60, 66, 72 dan 78 jam. Pertumbuhan kapang Rhizopus sp. antara 0-54 jam pada media kedelai rebus dengan konsentrasi Cr 0-4000 ppm membentuk kurva sigmoid yang tergambarkan pada Gambar 9. Kurva pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa fase adaptasi kapang Rhizopus sp. memerlukan waktu 18 jam. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel sehingga jumlah sel pada fase ini tetap (Fardiaz, 1992). Pertumbuhan Rhizopus sp. mengalami percepatan mulai umur 24 jam. Pada fase ini sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri. Fase pertumbuhan dipercepat (logaritmik) terjadi pada pertumbuhan antara 24-48 jam. Kecepatan pertumbuhan pada fase ini terlihat berbeda antar media yang digunakan. Semakin tinggi level Cr, maka konsentrasi Cr media semakin pekat yang menyebabkan pertumbuhan Rhizopus sp. terhambat.
17
0
1000
2000
3000
4000
ppm/jam
0
18
24
30
36
42
48
54
Gambar 7. Pertumbuhan Rhizopus sp. pada Level Cr 0-4000 ppm selama 0-54 jam 18
Fase pertumbuhan dipercepat merupakan fase pembelahan sel dengan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik, selain itu, fase ini paling sensitif terhadap keadaan lingkungan dalam hal ini level Cr. Pada periode pertumbuhan tersebut, sel membutuhkan nutrisi termasuk energi yang lebih banyak dan seimbang dibandingkan dengan fase lainnya (Fardiaz, 1992).
70
Luasan P ertumbuhan (cm 2)
60
50
40
30
0 ppm 1000 ppm 2000 ppm
20
3000 ppm 4000 ppm
10
0 6
12
18
24
30
36
42
48
54
Lama Inkubasi (jam ke-)
Gambar 9. Kurva Pertumbuhan Rhizopus sp. pada Level Cr 0-4000 ppm selama 0-54 Jam. Perbedaan pertumbuhan Rhizopus sp. setelah umur fermentasi 54 jam tidak dapat terlihat lagi. Pertumbuhan Rhizopus sp. antara 48-72 jam cenderung sama pada semua level Cr. Pertumbuhan diperkirakan masih tetap meningkat hingga umur 72 jam, namun luasan pengamatan telah habis karena cawan petri sudah dipenuhi oleh Rhizopus sp. Pada masa fermentasi melebihi 72 jam, kapang mencapai pertumbuhan maksimum dan telah mulai mengalami fase kematian yang terlihat dari warna kapang yang mulai menghitam. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa salah satu ciri spesifik kapang Rhizopus sp. adalah mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua. Bau yang menyengat diperkirakan menunjukkan terjadinya kematian sel. Fase kematian terjadi karena nutrisi dan energi dalam media sudah terbatas atau habis. Produksi Cr organik dari media kedelai yang difermentasikan dengan Rhizopus sp. pada level Cr 0-4000 ppm yang diinkubasikan selama 3, 6 dan 9 hari diperlihatkan pada Gambar 10.
19
0
1000
2000
3000
4000
ppm/hari
0
3
6
9
Gambar 10. Produksi Cr Organik pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. 20
Bahan Kering (BK) Media dan Penyusutan Bahan Kering (BK) Media Level Cr dan masa inkubasi sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi persentase BK media dan penyusutan BK media. Rataan persentase BK media terdapat pada Tabel 3, sedangkan kurva persentase BK media disajikan dalam Gambar 11. Persentase BK media tertinggi pada media level Cr 4000 ppm dan masa inkubasi 3 hari (34,60%), sedangkan persentase BK media terendah pada media level Cr 0 ppm dan masa inkubasi 9 hari (26,06%). Tabel 3. Presentase Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. Masa Inkubasi (Hari) Level Cr (ppm)
3
6
9
Rataan
0
32,39 ± 0,23AC
29,60 ± 0,97AB
26,06 ± 0,26AA
29,35 ± 0,49 A
1000
32,05 ± 0,64BC
29,70 ± 0,28BB
30,95 ± 0,53BA
30,90 ± 0,48 B
2000
34,57 ± 0,37EC
33,76 ± 0,33EB
33,62 ± 2,82EA
33,98 ± 1,17 E
3000
33,94 ± 0,97CC
32,66 ± 1,37CB
29,08 ± 0,57CA
31,89 ± 0,97 C
4000
34,60 ± 0,85DC
31,92 ± 1,70DB
29,45 ± 1,49DA
31,99 ± 1,34 D
Rataan
33,50 ± 0,61C
31,52 ± 0,93 B
29,83 ± 1,13 A
Keterangan : Rataan dengan superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01). Superskrip huruf pertama menyatakan level Cr, huruf kedua menyatakan masa inkubasi. 40 38
Bahan Kering (%)
36 34 32 30
0 ppm
28
1000 ppm
26
2000 ppm
24
3000 ppm
22
4000 ppm
20 3
6 Masa Inkubasi (Hari)
9
Gambar 11. Kurva Persentase Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari.
21
Hasil rataan penyusutan BK media disajikan pada Tabel 4, sedangkan kurva BK media tersisa terdapat pada Gambar 12. Penyusutan BK media tertinggi terdapat pada media dengan level Cr 0 ppm dengan masa inkubasi 9 hari (40,72%), sedangkan penyusutan BK media terendah pada media dengan level Cr 4000 ppm dengan masa inkubasi 3 hari (5,24%). Tabel 4. Presentase Penyusutan Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. Masa Inkubasi (Hari)
Level Cr (ppm)
3
6
9
Rataan
0
16,44 ± 3,97EA
30,60 ± 4,66EB
40,72 ± 2,16EC
29,25 ± 3,60E
1000
22,50 ± 3,68DA
29,06 ± 3,17DB
32,44 ± 0,97DC
28,00 ± 2,60D
2000
9,28 ± 1,03CA
19,82 ± 1,33CB
25,92 ± 2,18CC
18,34 ± 1,51C
3000
8,41 ± 2,15BA
19,99 ± 1,58BB
22,93 ± 2,63BC
17,11 ± 2,12B
4000
5,24 ± 2,28AA
16,77 ± 1,40AB
27,04 ± 5,64AC
16,35 ± 3,11A
23,25 ± 2,43B
29,81 ± 2,72C
Rataan
12,37 ± 2,62A
Keterangan : Rataan dengan superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01). Superskrip huruf pertama menyatakan level Cr, huruf kedua menyatakan masa inkubasi.
100 95 Bahan Kering Tersisa (%)
90 85 80 75 0
70
1000 65
2000
60
3000
55
4000
50 0
3 6 Lam a Ferm entasi (Hari)
9
Gambar 12. Kurva BK Media Tersisa pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari.
22
Tingginya persentase BK media dengan semakin tingginya level Cr disebabkan oleh semakin pekatnya konsentrasi media yang menyebabkan pertumbuhan Rhizopus sp. terhambat. Pertumbuhan Rhizopus sp. yang terhambat menyebabkan penggunaan nutrien oleh kapang Rhizopus sp. juga terhambat. Nutrien digunakan oleh kapang sebagai komponen dalam sel kapang dan ada yang terbuang sebagai produk metabolisme ikutan. Nutrien yang masih tersedia dalam media masih dalam bentuk bahan kering, sehingga semakin tinggi level Cr semakin tinggi pula bahan kering media yang menandakan penyusutan bahan kering media lebih rendah. Selain itu, terhambatnya pertumbuhan Rhizopus sp. menghasilkan sedikit uap air. Uap air yang dihasilkan ini berasal dari proses respirasi dan metabolisme kapang Rhizopus sp. (Rachman, 1999). Persentase BK media yang lebih rendah dengan semakin lamanya masa inkubasi disebabkan oleh semakin banyak sel Rhizopus sp. yang membelah, sehingga jumlah sel Rhizopus sp. semakin meningkat. Peningkatan jumlah sel Rhizopus sp. memerlukan nutrien yang semakin banyak, sehingga nutrien dalam media semakin berkurang. Selain itu, peningkatan jumlah sel Rhizopus sp. akan menghasilkan uap air yang semakin banyak sebagai hasil dari proses proses respirasi dan metabolisme kapang Rhizopus sp. Menurunnya nutrien dan meningkatnya uap air dalam media menyebabkan bahan kering media lebih rendah, sehingga menandakan penyusutan bahan kering media lebih tinggi dengan semakin lamanya masa inkubasi. Kajian Inkorporasi Cr dalam Senyawa Organik Inkorporasi Cr menunjukkan banyaknya mineral Cr yang terserap dalam media. Inkorporasi Cr dalam senyawa organik terjadi karena adanya penggunaan Cr oleh sel kapang. Senyawa Cr organik tersebut dapat berupa mineral yang berasal dari proses chelate garam mineral yang terlarut dengan asam amino atau protein yang terhidrolisis, Cr proteinat (ragi) dan Cr pikolinat. Hasil inkorporasi Cr organik pada media kedelai rebus yang difermentasikan dengan Rhizopus sp. dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan kurva inkorporasi Cr disajikan pada Gambar 13.
23
Tabel 5.
Persentase Inkorporasi Cr pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari (%). Masa Inkubasi (Hari)
Kadar Cr (ppm)
3
0
0,00 ± 0,00AC
0,00 ± 0,00AB
0,00 ± 0,00AA
0,00 ± 0,00A
1000
93,10 ± 0,59BC
93,22 ± 0,83BB
89,44 ± 2,15BA
91,92 ± 1,19B
2000
95,49 ± 0,45CC
94,75 ± 0,40CB
92,18 ± 0,49CA
94,14 ± 0,45C
3000
97,52 ± 0,42DC
95,95 ± 0,68DB
93,94 ± 0,51DA
95,80 ± 0,54D
4000
98,35 ± 0,09EC
96,83 ± 0,28EB
95,49 ± 0,52EA
96,89 ± 0,30E
Rataan
76,89 ± 0,31C
76,15 ± 0,44 B
74,21 ± 0,73 A
6
9
Rataan
Keterangan : Rataan dengan superskrip huruf besar berbeda pada baris sama menunjukkan berbeda (P<0,01). Superskrip huruf pertama menyatakan level Cr, huruf kedua menyatakan masa inkubasi.
100 98
Inkorporasi Cr (%)
96 94 92 90
0 ppm
88
1000 ppm
86
2000 ppm
84
3000 ppm
82
4000 ppm
80 3
6 Masa inkubasi (hari)
9
Gambar 13. Kurva Persentase Inkorporasi Cr pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. Level Cr dan masa inkubasi sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi inkorporasi Cr. Hasil inkorporasi Cr tertinggi pada level 4000 ppm dengan masa inkubasi 3 hari (98,35%), sedangkan inkorporasi Cr terendah pada level 1000 ppm dengan masa inkubasi 9 hari (89,44%). Hasil perhitungan inkorporasi Cr pada media level Cr 0
24
ppm (kontrol) mempunyai kandungan Cr 7,58 ppm. Hasil ini memperlihatkan bahwa di dalam media kedelai sudah terdapat kandungan Cr. Namun, untuk melihat pengaruh penambahan Cr terhadap level Cr dan masa inkubasi, kandungan Cr dalam kontrol dianggap merupakan kadar basal. Kapang Rhizopus sp. dapat mendukung inkorporasi Cr yang semakin tinggi dengan bertambahnya level Cr, hal ini berarti Rhizopus sp. masih
dapat
menyesuaikan hidupnya meskipun pada level Cr yang tinggi (4000 ppm). Tingginya inkorporasi Cr dengan semakin tingginya level Cr disebabkan oleh semakin banyaknya Cr yang digunakan oleh sel kapang yang selanjutnya akan berikatan dengan protein kapang, sehingga dapat menghasilkan nilai inkorporasi yang tinggi. Penggunaan kapang Rhizopus sp. pada substrat sumber karbohidrat mengakibatkan uptake Cr yang tinggi, karena Cr berhubungan dengan metabolisme karbohidrat (Astuti, 2005). Substrat kedelai fermentasi yang digunakan merupakan sumber karbohidrat dan protein. Pembentukan senyawa Cr organik diperkirakan sudah terjadi pada masa inkubasi 3 hari dan inkorporasi Cr tetap dapat dipertahankan hingga 9 hari. Rendahnya inkorporasi Cr dengan semakin lamanya masa inkubasi disebabkan oleh terbentuknya asam yang dapat menyebabkan senyawa Cr terlarut. Keasaman media disebabkan oleh terbentuknya asam laktat. Kondisi asam menyebabkan pH rendah, sehingga menyebabkan ikatan Cr terlepas. Grooff & Gropper (2000) menyatakan bahwa pada kondisi asam, Cr trivalensi larut dan membentuk kompleks dengan beberapa ligan, sedangkan Mertz (1998) menyatakan bahwa Cr (GTF) larut dalam air, plasma darah, brewer yeast, ekstrak biologis serta sel. Masa inkubasi melebihi 9 hari dapat menyebabkan pertumbuhan Rhizopus sp. terhenti, terjadi kematian, dekomposisi oleh mikroba lain serta adanya proses lisis sel (Fardiaz, 1992).
Dekomposisi miselium Rhizopus sp. oleh mikroba lain pada
fermentasi 9 hari belum menyebabkan penguraian molekul Cr-organik. Bila inkubasi tetap dilanjutkan, kapang akan mengalami lisis sel. Dengan lisisnya sel kapang Rhizopus sp., maka Cr yang terdapat dalam protein kapang juga akan ikut lisis, sehingga menghasilkan inkorporasi yang rendah. Mekanisme pengikatan dan metabolisme Cr oleh kapang ataupun mikroorganisme lain secara tepat belum dapat ditentukan (Astuti, 2005). Groff dan
25
Gropper (2000) menjelaskan bahwa absorpsi logam pada kapang terjadi melalui proses difusi pasif melewati dinding sel. Zetic et al. (2001) menyatakan bahwa absorpsi Cr oleh sel dipengaruhi oleh pH medium dan akumulasi Cr di permukaan sel. Komponen sel yang berperan pada transpor nutrien selanjutnya adalah sitoplasma. Unsur Cr yang masuk ke dalam tubuh kapang tersebut akan berikatan dengan protein kapang. Metode analisa Cr melalui pengendapan protein dengan TCA menunjukkan bahwa Cr terikat pada protein kapang. Unsur Cr trivalen mempunyai kecenderungan untuk membentuk kompleks oktahedral dengan ligannya pada membran sel. Unsur Cr yang terikat pada protein fungi mencerminkan efisiensi inkorporasi Cr media ke dalam protein fungi (Astuti, 2005). Inkorporasi Cr ke dalam media, terkait dengan penggunaan Cr oleh Rhizopus sp. Unsur Cr yang terdapat dalam media kedelai, tidak semua terikat pada protein kapang, karena hanya sebagian yang dapat dimanfaatkan oleh kapang. Unsur Cr dapat digunakan untuk mensistesis molekul-molekul yang diperlukan untuk pertumbuhannya, diantaranya Cr-pikolinat, Cr-nikotinat dan GTF. Asam pikolinat dan nikotinat dapat dihasilkan oleh kapang dari metabolisme triptopan. Apabila 3 molekul asam pikolinat atau nikotinat diikat oleh Cr3+ maka akan terbentuk Cr pikolinat atau Cr nikotinat. Pada keadaan alami Cr berikatan dengan asam nikotinat sehingga Cr yang berasal dari asam nikotinat lebih disukai karena sifat alaminya. Unsur Cr merupakan komponen aktif dari GTF, dimana struktur GTF tersusun dari komplek Cr3+ dengan 2 molekul asam nikotinat dan 3 asam amino dalam glutation (glutamat, glisin dan sistein) (Linder, 1992). Molekul GTF merupakan molekul yang mengandung Cr yang disebut dengan kromodulin. Kromodulin tersimpan dalam bentuk apo dalam sitosol dan nukleus pada sel yang sensitif insulin. Peningkatan konsentrasi insulin plasma akan menyebabkan bergeraknya Cr dari darah ke sel yang sensitif insulin. Transfer tersebut dibantu oleh protein transfer logam yang disebut transferin. Tingginya inkorporasi Cr pada media kedelai rebus dapat disebabkan oleh penggunaan mineral Cr dalam bentuk trivalen (3+) oleh Rhizopus sp. Di dalam sistem biologis, Cr didapatkan terutama dalam bentuk ion
3+
, walaupun
2+
dan
6+
juga ada.
Unsur Cr bivalen (Cr2+) sangat jarang terdapat dalam sistem biologis karena bila terjadi kontak dengan udara akan teroksidasi dan berubah menjadi Cr3+. Unsur Cr
26
heksavalen (6+) umumnya mudah melewati membran biologis dan di dalam sel dapat berinteraksi dengan komponen protein dan asam nukleat. Reaksinya dengan materi genetik merupakan indikasi bahwa Cr6+ bersifat karsinogenik (Grevatt, 1998). Cr trivalen (Cr3+) merupakan bentuk paling stabil dalam sistem biologis, namun Cr3+ sulit melewati membran sel dan sangat tidak reaktif. Unsur Cr3+ sering terikat pada ligan yang mengandung senyawa nitrogen, oksigen dan sulfur untuk membentuk senyawa komplek (Groff dan Gropper, 2000). Unsur Cr trivalen diakui sebagai unsur mikro (trace-element) yang bersifat esensial, baik untuk manusia, ruminansia, dan nonruminansia termasuk ikan (NRC, 1997; Groff dan Gropper, 2000). Penggunaan Cr trivalen dalam bentuk klorida (CrCl3.6H2O) lebih efektif dibandingkan Cr trivalen dalam bentuk oksida (Cr203). Hal ini disebabkan Cr203 sukar larut selama proses pencernaan, terikat pada senyawa tertentu (phytat) sehingga semakin sukar diserap, berinteraksi dengan elemen lain yang berbentuk ion (Zn dan Fe), rendahnya konversi Cr anorganik menjadi bentuk bioaktifnya dan rendahnya jumlah asam nikotinat. Selain itu, penetapan konsentrasi Cr maksimum yang ditoleransi dalam pakan sebesar 3000 ppm dalam bentuk oksida dan 1000 ppm dalam bentuk klorida (NRC, 1997).
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian Cr dengan level yang semakin tinggi menghasilkan BK media dan inkorporasi Cr yang lebih tinggi, serta penyusutan BK media yang lebih rendah, sedangkan semakin lama masa inkubasi menghasilkan BK media dan inkorporasi Cr yang lebih rendah, serta penyusutan BK media yang lebih tinggi. Inkorporasi tertinggi mencapai 98,35% pada level Cr 4000 ppm dengan masa inkubasi 3 hari.
Saran Kajian in vivo diperlukan untuk mengkaji manfaat fisiologis dari Cr organik yang dihasilkan melalui teknik fermentasi media kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp.
28
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat-Mu Ya Allah, karena dengan kekuatan, rahmat dan hidayah dari-Mu, tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. selaku pembimbing utama dan Bapak Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Agr.Sc. selaku pembimbing anggota atas kesediaannya memberikan saran dan bimbingan diantara kesibukan beliau yang padat. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Suryahadi, DEA. selaku pembimbing akademik dan dosen pembahas seminar, kepada Bapak Dr. Ir. Mohammad Ridla, M.Sc. dan Ibu Irma Isnafia Arief, S.Pt. M.Si. selaku dosen penguji sidang. Kepada kedua orang tua dan keluarga, yang telah mendampingi dengan doa, kesabaran dan ketulusan sampai detik ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya dan mohon maaf atas segala kesalahan. Kepada kak Ilman yang selalu mendukung dan menemani, serta kepada tim penelitian kromium: Bu Fauziah, Mas Iwan, Anggi, Julian, dan Yusuf terimakasih atas kerjasamanya selama penelitian. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih atas jalinan pertemanan diantara kita: Dhika, Anggi, Dimar, Zee, dan Mitra, semua teman-teman Nutrisi 41, teman satu kosan di Tri Regina Balio dan semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
29
DAFTAR PUSTAKA Astuti, W.D. 2005. Produksi kromium organik dari fungi serta peranannya bagi aktivitas fermentasi rumen. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bestari, J. 2007. Suplementasi kromium pikolinat murni dalam ransum sapi perah dara yang dipelihara di dataran rendah. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta. Burton, J.L. 1995. Supplemental chromium : its benefit to the bovine immune system. J. Anim. Feed Sci. Technol. 53:117 – 125. Carry, E.E. and W.H. Allaway. 1971. Determination of chromium in plants and other biological materials. J. Agric. Food Chem. 19:1159-1167. Departemen Kesehatan. 2004. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Grevatt, P.C. 1998. Toxicological review of hexavalent chromium. U.S. Environmental Protection Agency. Washington, D.C. Groof J.L. and Gropper S.S. 2000. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 3th Ed. Wadsworth Thomson Learning. Belmont CA, USA. Hossain, S.M., S.L. Bergio and C.G. Silva. Growth performance and carcass composition of broilers fed supplemental chromium from chromium yeast. J. Anim. Sci. 71:217-228. Jayanegara, A. 2003. Uji in vitro ransum yang disuplementasi kromium anorganik dan organik. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Karyadi, D. dan Hermana. 1985. Simposium pemanfaatan tempe dalam peningkatan upaya kesehatan dan gizi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan R.I.
30
Lindemann, M.D. 1996. Organic chromium-the missing lin in farm animal nutrition?. In : Proccedings of the 12th Annual Symphosium on Biotechnology in The Feed Industry. Nottingham University Press. Linder, M.C. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Mikromineral dalam : Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis. Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Mertz, W.M.D. 1998. Chromium research from a distance: from 1959 to 1980. J. American College of Nutr. 17: 544-547 Mooney K.W. and Cromwell G.L. 1995. Effects of dietary chromium picolinate supplementation on growth, carcass characteristic, and accretion rates of carcass tissues in growing-finishing swine. J. Anim. Sci. 73:3351-3357. National Research Council. 1997. The Role of Chromium in Animal Nutrition. National Academic Press. Washington, D.C. Piliang, W.G. dan D.A.H. Soewondo. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume II. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Pollard, G.V., C.R. Richardson and T.B. Karnezos. 2001. Effects of supplemental organic chromium on growth, feed efficiency and carcass characteristic of feedlot steers. J. Anim. Sci. 98:121-128. Rachman, A. 1999. Pengantar Teknologi Fermentasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1991. Principle and Procedures of Statistic. A Biometrical Approach. 2nd Ed. McGraw Hil Kogashusha, Ltd. Tokyo. Suhartono. 2001. Perubahan kualitas onggok-urea-zeolit-fermentasi (cassabio) pada lama fermentasi yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Underwood, E. J. 1971. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. Third Edition. Academic Press, New York. Vincent, J.B. and C.M. Davis. 1997. Chromium in carbohydrate and lipid metabolism. J.Bio. Sci. 2:675-679.
31
Wikipedia. 2007. Tempe. http://www.wikipediaindonesia.com/tempe/news. [20 November 2007]. Winarno, F.G. 1985. Tempe-peningkatan mutu dan statusnya di masyarakat. Dalam : Simposium pemanfaatan tempe dalam peningkatan upaya kesehatan dan gizi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan Kedelapan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zetiz, V.G., Tomas V.S., Grba S., Lutilsky L. and D. Kozlek 2001. Chromium uptake by Saccharomyces cerevisiae and isolation of glucose tolerance factor from yeast biomass. J. Biosci. 26:217-223.
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1. Inkorporasi Cr organik dan Anorganik (ppm) pada Level Cr 04000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. Level Cr
Masa Inkubasi (Hari) 3
(ppm)
organik
6
9
anorganik
organik
Anorganik
organik
Anorganik
0
2
1
0
0
0
1000
932
68
933
67
895
105
2000
1909
91
1895
105
1844
156
3000
2925
75
2878
122
2818
182
4000
3935
65
3874
126
3819
181
0
Lampiran 2. Anova RAL Faktorial Uji Kontras Ortogonal Persentase Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. SK
db
JK
KT
Fhit
Perlakuan
14
251,018
17,93
14,15
2,03
2,74
**
Faktor A
4
103,20
25,80
20,36
2,69
4,01
**
2,3,4 vs 0,1
1
67,30
67,30
53,10
4,17
7,56
**
2 vs 3,4
1
25,06
25,06
19,78
4,17
7,56
**
4 vs 3
1
0,04
0,04
0,03
4,17
7,56
1 vs 0
1
10,79
10,79
8,52
4,17
7,56
**
Faktor B
2
101,48
50,74
40,03
3,31
5,39
**
3 vs 6,9
1
79,97
79,97
63,10
4,17
7,56
**
6 vs 9
1
21,50
21,50
16,97
4,17
7,56
**
Interaksi AxB
8
46,33
5,79
4,57
2,27
3,17
**
Galat
30
38,02
1,27
Total
44
289,04
6,57
Keterangan:
F 0,05 F 0,01
* = nyata ** = sangat nyata Faktor A = Level Cr (0-4000 ppm) Faktor B = Masa Inkubasi (3, 6 dan 9 Hari)
34
Lampiran 3. Anova RAL Faktorial Uji Polinomial Ortogonal Persentase Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. SK
db
JK
KT
Perlakuan
14
251,01
17,93
14,15
2,03
2,74
**
Faktor A
4
103,20
25,80
20,36
2,69
4,01
**
Linier
1
35,36
35,36
27,90
4,17
7,56
**
Kuadratik
1
41,98
41,98
33,12
4,17
7,56
**
Kubik
1
0,38
0,38
0,30
4,17
7,56
Kuartik
1
25,48
25,48
20,10
4,17
7,56
**
Faktor B
2
101,48
50,74
40,03
3,31
5,39
**
Linier
1
101,27
101,27
79,90
4,17
7,56
**
Kuadratik
1
0,20
0,20
0,16
4,17
7,56
Interaksi AxB
8
46,33
5,79
4,57
2,27
3,17
Galat
30
38,02
1,27
Total
44
289,03
6,57
Keterangan:
Fhit F 0,05
F 0,01
**
* = nyata ** = sangat nyata Faktor A = Level Cr (0-4000 ppm) Faktor B = Masa Inkubasi (3, 6 dan 9 Hari)
35
Lampiran 4. Anova RAL Faktorial Uji Kontras Ortogonal Persentase Penyusutan Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. SK
Db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
14
3956,55
282,61
33,28
2,04
2,74
**
Faktor A
4
1418,58
354,64
41,76
2,69
4,02
**
0,1 vs 2,3,4
1
1393,40
1393,40 164,07
4,17
7,56
**
0 vs 1
1
7,06
7,06
0,83
4,17
7,56
2 vs 3,4
1
15,53
15,53
1,83
4,17
7,56
3 vs 4
1
2,59
2,59
0,30
4,17
7,56
Faktor B
2
2326,25
1163,12 136,95
3,31
5,39
**
6,9 vs 3
1
2003,66
2003,66 235,93
4,17
7,56
**
9 vs 6
1
322,58
322,58
37,98
417
7,56
**
Interaksi AxB
8
211,72
26,46
3,11
2,27
3,17
*
Galat
30
254,78
8,49
Total
44
4211,33
95,71
Keterangan:
* = nyata ** = sangat nyata Faktor A = Level Cr (0-4000 ppm) Faktor B = Masa Inkubasi (3, 6 dan 9 Hari)
36
Lampiran 5. Anova RAL Faktorial Uji Polinomial Ortogonal Persentase Penyusutan Bahan Kering Media pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. SK
Db
JK
KT
Fhit
Perlakuan
14
3956,55
282,61
33,28
2,04
2,74
**
Faktor A
4
1418,58
354,64
41,76
2,69
4,02
**
Linier
1
1211,55
1211,55 142,66
4,17
7,56
**
Kuadratik
1
57,03
57,03
6,71
4,17
7,56
*
Kubik
1
70,94
70,94
8,35
4,17
7,56
**
Kuartik
1
79,06
79,06
9,30
4,17
7,56
**
Faktor B
2
2326,25
1163,12 136,95
3,31
5,39
**
Linier
1
2279,64
2279,64 268,42
4,17
7,56
**
kuadratik
1
46,60
46,60
5,48
4,17
7,56
*
Interaksi AxB
8
211,72
26,46
3,11
2,27
3,17
*
Galat
30
254,78
8,49
Total
44
4211,33
95,71
Keterangan:
F 0,05 F 0,01
* = nyata ** = sangat nyata Faktor A = Level Cr (0-4000 ppm) Faktor B = Masa Inkubasi (3, 6 dan 9 Hari)
37
Lampiran 6. Anova RAL Faktorial Uji Kontras Ortogonal Persentase Inkorporasi Cr pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. SK
Db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
14 64758,58
4625,61
9200,28
2,03
2,74
**
Faktor A
4 64681,11 16170,28
32162,47
2,69
4,01
**
1,2,3,4 vs 0
1 64554,60 64554,60 128398,20
4,17
7,56
**
3,4 vs1,2
1
99,029
99,03
196,97
4,17
7,56
**
4 vs 3
1
5,30
5,30
10,54
4,17
7,56
**
2 vs 1
1
22,18
22,18
44,12
4,17
7,56
**
Faktor B
2
57,60
28,80
57,28
3,31
5,39
**
3,6 vs 9
1
53,45
53,45
106,31
4,17
7,56
**
3 vs 6
1
4,15
4,15
8,25
4,17
7,56
**
Interaksi AxB
8
19,87
2,48
4,94
2,27
3,17
**
Galat
30
15,08
0,50
Total
44 64773,66
1472,13
Keterangan:
* = nyata ** = sangat nyata Faktor A = Level Cr (0-4000 ppm) Faktor B = Masa Inkubasi (3, 6 dan 9 Hari)
38
Lampiran 7. Anova RAL Faktorial Uji Polinomial Ortogonal Persentase Inkorporasi Cr pada Level Cr 0-4000 ppm dan Masa Inkubasi 3, 6 dan 9 Hari. SK
Db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
14
64758,58
4625,61
9200,28
2,04
2,74
**
Faktor A
4
64681,11 16170,28 32162,47
2,69
4,02
**
Linier
1
35163,98 35163,98 69940,69
4,17
7,56
**
Kuadratik
1
21346,69 21346,69 42458,30
4,17
7,56
**
Kubik
1
7148,21
7148,21 14217,70
4,17
7,56
**
Kuartik
1
1022,23
1022,22
2033,19
4,17
7,56
**
Faktor B
2
57,60
28,80
57,28
3,31
5,39
**
Linier
1
54,02
54,02
107,45
4,17
7,56
**
Kuadratik
1
3,58
3,57
7,11
4,17
7,56
*
Interaksi AxB
8
19,87
2,48
4,94
2,27
3,17
**
Galat
30
15,08
0,50
Total
44
64773,66
1472,13
Keterangan:
* = nyata ** = sangat nyata Faktor A = Level Cr (0-4000 ppm) Faktor B = Masa Inkubasi (3, 6 dan 9 Hari)
39