Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
OPEN ACCESS
Indonesian Journal of Human Nutrition P-ISSN 2442-6636 E-ISSN 2355-3987 www.ijhn.ub.ac.id Artikel Hasil Penelitian
Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 6-23 Bulan di Kabupaten Jeneponto (Risk Factors of Stunting among Children Aged 6-23 Months in Jeneponto Regency) Fahmi Hafid1*, Nasrul1 1
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu, E-Mail:
[email protected] * Alamat korespondensi, E-mail:
[email protected]
Diterima: / Direview: / Dimuat: April 2016/ April 2016/ Juli 2016
Abstrak
Stunting adalah retardasi pertumbuhan linier kurang dari -2 SD panjang badan menurut usia. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis faktor risiko stunting anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. Jenis penelitian analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah 410 set e-files data Survei Gizi & Kesehatan Ibu dan Anak Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2014, jumlah sampel sebanyak 350 set data dengan teknik exhaustive sampling. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan regresi logistic. Hasil penelitian menemukan bahwa faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto adalah berat badan lahir rendah (OR=4,018; 95%Cl 1,714-9,420), usia anak 12-23 bulan (OR=2,688; 95%Cl 1,646-4,390), tinggi badan ibu <150cm (OR=1,948 95%Cl 1,202-3,158), pengasuh anak tidak mencuci tangan menggunakan sabun (OR=1,785; 95%Cl 1,102-2,893) serta imunisasi dasar yang tidak lengkap (OR= 1,673; 95%Cl 1,049-2,669). Beberapa tindakan pencegahan stunting perlu dilakukan pada anak usia di bawah dua tahun terutama pada kelompok berisiko stunting seperti anak dengan berat lahir rendah, tinggi badan ibu <150cm, dengan membiasakan praktik mencuci tangan menggunakan sabun serta imunisasi dasar yang lengkap. Kata Kunci: stunting, anak usia 6-23 bulan, BBLR Abstract Stunting is a linear growth retardation of less than -2SD body height based on age from the WHO Child Growth Standards. This study was aimed to analyze the risk factors for Stunting of children aged 6-23 months in Regency of Bontoramba Jeneponto. This type of research is analytic research with cross sectional design. The population was 410 Set e-files Nutrition Survey data and Maternal and Child Health District of Bontoramba Jeneponto 2014 with the total sample of 350 sets of data with exhaustive sampling technique. Data were analyzed by chi square test and logistic regression. The study found that the risk factors for stunting in children aged 6-23 months in District Bontoramba Jeneponto is due to low birth weight (OR =
42
42
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
43
4,018;95%Cl 1,714-9,420), age 12-23 months (OR = 2,688; 95%Cl 1.646- 4.390), maternal height <150cm (OR = 1,948; 95%Cl 1,202-3,158), caregivers not washing hands with soap (OR = 1,785;95%Cl 1,102-2,893), and incomplete basic immunization (OR = 1,673; 95%Cl 1,0492,669). There are various prevention of stunting in children aged under two years especially atrisk groups such as the stunting of children with low birth weight, maternal height <150cm including getting the practice of washing hands with soap and complete basic immunization.. Keywords: Stunting, Children aged 6-23 months, low birth body weight
PENDAHULUAN Stunting adalah retardasi pertumbuhan linier kurang dari -2 standar deviasi panjang badan menurut usia [1]. Masalah stunting telah memengaruhi sebagian besar anak-anak secara global. Tahun 2013 diperkirakan 161 juta anak usia di bawah lima tahun menderita stunting [2]. Stunting memiliki konsekuensi terhadap kesehatan dan pembangunan [3, 4]. Stunting menurunkan fungsi kognitif, menyebabkan rendahnya pendidikan, dan produktivitas [5]. Stunting juga dapat meningkatkan risiko obesitas [6] dan risiko penyakit kronis pada usia dewasa [7]. Stunting memiliki konsekuensi ekonomi pada tingkat individu, rumah tangga, dan masyarakat [8]. Data WHO secara global menunjukkan penurunan prevalensi stunting dari tahun 2000 hingga 2013 (dari 33% menjadi 25%), yaitu dari 199 juta balita menjadi 161 juta balita [9]. Namun, di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar melaporkan prevalensi stunting sebesar 37,2% (2013), meningkat dari 35,6% (2010) dan 36,8% (2007). Total stunting di Sulawesi Selatan sebesar 40,9% dan Kabupaten Jeneponto sebesar 40,6%, lebih tinggi dari rerata nasional [10]. Alasan pemilihan Kecamatan Bontoramba karena menurut Laporan Survei Gizi & Kesehatan Ibu dan Anak baduta di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto, prevalensi baduta stunting di kecamatan tersebut sangat tinggi yaitu sebesar 58,5% [11]. Belum ada publikasi yang menjelaskan tentang faktor risiko stunting di Jeneponto mendorong peneliti untuk meneliti faktor risiko Stunting pada Anak Usia 623 bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko stunting anak usia 623 bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah 410 set e-files data Survei Gizi & Kesehatan Ibu dan Anak Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2014 dan sampel yang memenuhi persyaratan dan kelengkapan data variabel yang diinginkan, yaitu 350 set data. Lokasi penelitian meliputi seluruh desa/kelurahan di Kecamatan Bontoramba yaitu Kelurahan Bontoramba, Desa Bulusibatang, Desa Baraya, Desa Kareloe, Desa Maero, Desa Batujala, Desa Bulusuka, Desa Lentu, Desa Balumbungang, Desa Bangkalaloe dan Desa Datara. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 0527 Juni 2014 dan entri data dilakukan oleh Mahasiswa Program Magister Kesehatan Masyarakat dengan peminatan Gizi. Pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran data dilakukan oleh Penanggung Jawab Tehnis Data, kemudian data dikirim secara elektronik kepada tim manajemen data di Program Studi Gizi Universitas Hasanuddin. Variabel dependen adalah status stunting sedangkan variabel independen yaitu faktor usia baduta, jenis kelamin, berat badan lahir anak, lama pendidikan ibu, jumlah anggota rumah tangga, tinggi badan ibu, usia ibu, jarak kelahiran, paritas, inisiasi menyusui dini, pemberian kolostrum, pemberian MP-ASI, konsumsi mi instant, konsumsi snack, mencuci tangan menggunakan sabun, kepemilikan jamban, sumber air, riwayat diare 2 minggu terakhir, kunjungan posyandu, kelengkapan imunisasi, dan keterpaparan asap rokok. Data stunting diperoleh dengan pengukuran panjang badan menggunakan Length Measuring Board (LMB) dan pengukuran umur dengan membaca surat akte kelahiran atau buku KIA anak
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
responden. Data lainnya diperoleh dengan pengisian kuisioner. Analisis data menggunakan program SPSS versi 17,00. Untuk menentukan nilai z-score TB/U digunakan software WHO-Antro 2005. Data yang didapat dianalisis melalui 3 tahap. Pertama, analisis univariat untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel. Kedua, analisis bivariat antara variabel dependen dengan variabel independen dengan tujuan untuk menghitung nilai Odd Ratio (OR) yaitu risiko antara kelompok stunting dan kelompok normal dengan uji chi square signifikan p<0,05. Ketiga analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistic metode Backward. HASIL PENELITIAN Baduta yang berstatus stunting sebanyak 47,4%. Sebanyak 63,7% responden terdistribusi pada rentang usia 12-23 bulan dan lebih dari setengah responden (52,6%) berjenis kelamin laki-laki. Sebesar 10,3% responden memiliki riwayat berat badan lahir rendah, 28,9% responden tidak lagi menyusu pada ibunya, dan lebih dari setengahnya (53,7%) tidak melengkapi imunisasi dasar. Tinggi badan ibu yang kurang dari 150 cm sebesar 34,3%, ibu yang telah memberikan MP-ASI sebelum anak berusia 6 bulan sebesar 31,1 %. Lebih banyak ibu yang berperilaku tidak mencuci tangan ketika menyiapkan dan atau menyuap anak (64,9%). Selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 2 kejadian stunting lebih banyak terdapat pada kelompok usia 12-23 bulan dibanding pada kelompok usia 6-11. Kejadian stunting pada usia 6-23 bulan memiliki hubungan yang signifikan dengan rentang usia baduta (p<0,05). Kejadian stunting pada anak yang terlahir dengan BBLR lebih besar dibanding kejadian stunting pada anak yang terlahir dengan berat normal. Kejadian stunting pada usia 6-23 bulan memiliki hubungan yang signifikan dengan BBLR (p<0,05). Anak stunting yang berasal dari ibu yang tinggi badannya <150 cm lebih banyak dibanding anak stunting yang berasal dari ibu yang tinggi badannya ≥150 cm. kejadian stunting
44
pada usia 6-23 bulan memiliki hubungan yang signifikan dengan tinggi badan ibu (p<0,05). Responden yang tidak mencuci tangan menggunakan sabun sebesar 64,9%. Responden yang tidak mencuci tangan dan memiliki anak stunting sebesar 53,3% sedangkan yang mencuci tangan memiliki anak stunting lebih sedikit yaitu hanya 36,6%. Kejadian stunting pada usia 6-23 bulan memiliki hubungan yang signifikan dengan mencuci tangan menggunakan sabun (p<0,05). Kejadian stunting pada anak baduta dengan imunisasi yang tidak lengkap lebih besar dibanding kejadian stunting pada anak dengan imunisasi yang lengkap. Kejadian stunting pada usia 6-23 bulan memiliki hubungan yang signifikan dengan kelengkapan imunisasi (p<0,05). Analisis multivariat yang dilakukan bertujuan untuk menentukan variabel yang paling dominan sebagai faktor risiko stunting. Setelah dilakukan uji bivariat, variabel yang memiliki p value ≤0,25 adalah variabel usia baduta, berat badan lahir, tinggi badan ibu, mencuci tangan menggunakan sabun, imunisasi, asupan snack, asupan mi instan, asupan MP-ASI, sumber air, jenis kelamin anak, jarak kelahiran, usia ibu dan merokok. Tigabelas variabel tersebut disertakan dalam uji regresi logistik, selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Hasil uji regresi logistik metode Backward pada step ke-8 menunjukkan variabel yang memiliki faktor risiko terhadap kejadian stunting. Setelah disesuaikan dengan variabel lain (Adjusted OR; 95%CI) berturut turut adalah berat badan lahir rendah (OR=4,018; 95%CI 1,714-9,420) usia anak 12-23 bulan (OR=2,688; 95%CI 1,646-4,390), pengasuh tidak mencuci tangan menggunakan sabun (OR=1,785; 95%CI 1,102-2,893), tinggi badan ibu <150cm (OR=1,948; 95%CI 1,202-3,158) serta imunisasi dasar yang tidak lengkap (OR= 1,673; 95%CI 1,049-2,669). Model regresi logistik yang terbentuk dalam analisis ini adalah: Y= -1,704 + 0,989 (X1) + 1,391 (X2) + 0,667 (X3) + 0,580 (X4) - 0,731 (X5). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
45
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian Faktor Risiko Stunting Anak Usia 6-23 Bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Variabel Status Gizi Stunting Normal Usia baduta 12-23 bulan 6-11 bulan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Berat Badan Lahir (gr) BBLR Tidak BBLR Lama Pendidikan Ibu < 9 tahun > = 9 tahun Jumlah ART > 5 orang = < 5 orang Tinggi badan ibu < 150 cm >= 150 cm Kategori usia ibu <18 tahun & > 35 tahun 18 - 35 tahun Jarak Kelahiran < 3 tahun ≥ 3 tahun Paritas > 3 anak ≤ 3 anak Inisiasi Menyusui Dini Tidak Melakukan IMD Melakukan IMD Kolostrum Tidak Diberikan Diberikan
n
%
166 184
47,4 52,6
223 127
63,7 36,3
184 166
52,6 47,4
36 314
10,3 89,7
174 176
49,7 50,3
150 200
42,9 57,1
120 230
34,3 65,7
58 292
16,6 83,4
31 319
8,9 91,1
42 308
12,0 88,0
207 143
59,1 40,9
92 258
26,3 73,7
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
Lanjutan Tabel 1. Variabel Pemberian MP- ASI < 6 bulan ≥ 6 bulan Asupan Mi Instant Ya Tidak Asupan Snack Ya Tidak Perilaku mencuci_tangan tidak cuci tangan mencuci tangan Kepemilikan Jamban Bukan Jamban/WC tertutup Jamban/WC tertutup Sumber Air Tidak terlindungi Terlindungi Riwayat Diare 2 minggu terakhir Diare Tidak diare Posyandu Tidak rutin Rutin Imunisasi Tidak lengkap Lengkap Keterpaparan asap rokok Terpapar Tidak terpapar
46
n
%
109 241
31,1 68,9
221 129
63,1 36,9
254 96
72,6 27,4
227 123
64,9 35,1
125 225
35,7 64,3
65 285
18,6 81,4
70 280
20,0 80,0
153 197
43,7 56,3
188 162
53,7 46,3
284 66
81,1 18,9
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
Tabel 2.
47
Hubungan Variabel Faktor Risiko Stunting dengan Status Stunting Anak Usia 6-23 Bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
Variabel Independen Usia baduta 12-23 bulan 6-11 bulan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Berat Badan Lahir (gr) BBLR Tidak BBLR Lama Pendidikan Ibu < 9 tahun ≥ 9 tahun Jumlah ART > 5 orang ≤ 5 orang Tinggi badan ibu < 150 cm ≥ 150 cm Kategori usia ibu <18 & >35 tahun 18 - 35 tahun Jarak Kelahiran < 3 tahun ≥ 3 tahun Paritas > 3 anak ≤ 3 anak Inisiasi Menyusui Dini Tidak Melakukan IMD Melakukan IMD Kolostrum Tidak Diberikan Diberikan Pemberian MP- ASI < 6 bulan ≥ 6 bulan Asupan Mi Instant Ya Tidak Asupan Snack Ya Tidak
Variabel Dependen Stunting Normal n % n %
Total
ρ-value
127 39
57,0 30,7
96 88
43,0 69,3
223 127
0,000*
95 71
51,6 42,8
89 95
48,4 57,2
184 166
0,097
27 139
75,0 44,3
9 175
25,0 55,7
36 314
0,000*
79 87
45,4 49,4
95 89
54,6 50,6
174 176
0,450
73 93
48,7 46,5
77 107
51,3 53,5
150 200
0,688
71 95
59,2 41,3
49 135
40,8 58,7
120 230
0,001*
23 143
39,7 49,0
35 149
60,3 51,0
58 292
0,194
11 155
35,5 48,6
20 164
64,5 51,4
31 319
0,163
18 148
42,9 48,1
24 160
57,1 51,9
42 308
0,527
102 64
49,3 44,8
105 79
50,7 55,2
207 143
0,405
44 122
47,8 47,3
48 136
52,2 52,7
92 258
0,929
44 122
40,4 50,6
65 119
59,6 49,4
109 241
0,075
122 44
55,2 34,1
99 85
44,8 65,9
221 129
0,000*
130 36
51,2 37,5
124 60
48,8 62,5
254 96
0,022*
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
48
Lanjutan Tabel 2. Variabel Independen Perilaku mencuci tangan tidak cuci tangan mencuci tangan Kepemilikan Jamban Bukan WC tertutup WC tertutup Sumber Air Tidak terlindungi Terlindungi Riwayat Diare 2 mg terakhir Diare Tidak diare Kunjungan Posyandu Tidak rutin Rutin Imunisasi Tidak lengkap Lengkap Keterpaparan Asap Rokok Terpapar Tidak terpapar
Variabel Dependen Stunting Normal n % N %
Total
ρ-value
121 45
53,3 36,6
106 78
46,7 63,4
227 123
0,003*
57 109
45,6 48,4
68 116
54,4 51,6
125 225
0,610
37 129
56,9 45,3
28 156
43,1 54,7
65 285
0,089
32 134
45,7 47,9
38 146
54,3 52,1
70 280
0,748
69 97
45,1 49,2
84 100
54,9 50,8
153 197
0,442
103 63
54,8 38,9
85 99
45,2 61,1
188 162
0,003*
130 36
45,8 54,5
154 30
54,6 45,5
284 66
0,199
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015
Tabel 3. Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 6-23 Bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tahun 2014 Variabel Usia Baduta 6-11 Bulan 12-23 Bulan BBL Normal BBLR Tinggi Badan Ibu ≥150 cm < 150 cm Mencuci tangan Ya Tidak Imunisasi Dasar Lengkap Tidak Lengkap Asupan Snack Tidak Ya Asupan Mi_instant Tidak Ya
Adjusted OR (95% CI)
ρ value
1,0 2,361 (1,377-4,169)
1,0 2,688 (1,646-4,390)
0,000*
1,0 3,992 (1,696-9,399)
1,0 4,018 (1,714-9,420)
0,001*
1,0 1,948 (1,202-3,158)
0,007*
1,0 1,727 (1,050-2,841)
1,0 1,785 (1,102-2,893)
0,019*
1,0 1,534 (0,947-2,484)
1,0 1,673 (1,049-2,669)
0,031*
1,0 0,918 (0,487-1,727)
Tidak dipertahankan dalam model akhir
-
1,0 1,476 (0,700-2,462)
Tidak dipertahankan dalam model akhir
-
Crude OR (95% CI)
1,0 1,773 (1,079-2,914)
-
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
49
Lanjutan Tabel 3. Asupan MP-ASI ≥ 6 bulan < 6 bulan Sumber_air Terlindungi Tidak Terlindungi Jenis Kelamin Anak Perempuan Laki-laki Jarak kelahiran ≥ 3 tahun < 3 tahun Kategori usia ibu 18 - 35 tahun <18 tahun & > 35 tahun Merokok Tidak terpapar Terpapar
1,0 0,832 (0,495-1,401)
Tidak dipertahankan dalam model akhir Tidak dipertahankan dalam model akhir
1,0 1,628 (0,890-2,976)
-
1,0 1.402 (0,873-2.253)
Tidak dipertahankan dalam model akhir
-
1,0 0,551 (0,230-1.323)
1,0 0,481 (0,205-1.130)
1,0 0,601 (0,314-1,150)
Tidak dipertahankan dalam model akhir
-
1,0 1,710 (0,386-1,305)
Tidak dipertahankan dalam model akhir
-
0,093
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015
Tabel 4.
Determinan Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 6-23 Bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tahun 2014 Variabel
Usia anak 12-23 bulan (X1) BBLR (X2) Tinggi badan Ibu <150 cm (X3) Imunisasi dasar tidak lengkap (X4) Tidak cuci tangan pakai sabun (X5) Jarak kelahiran <3 tahun Constant
B
OR
95% CI OR
ρ-value
0,989 1.391 0,667 0,515 0,580 -0,731 -1.704
2,688 4,018 1,948 1,673 1,785 0,481 0,182
1,646-4,390 1,714-9,420 1,202-3,158 1,049-2,669 1,102-2,893 0,205-1,130
0,000* 0,001* 0,007* 0,031* 0,019* 0,093 0,000*
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015
PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan prevalensi stunting sebesar 47,4%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko stunting dalam penelitian ini adalah berat badan lahir rendah, usia anak 12-23 bulan, pengasuh tidak mencuci tangan menggunakan sabun, tinggi badan ibu <150cm serta imunisasi yang tidak lengkap. Faktor BBLR merupakan faktor risiko stunting paling dominan dalam penelitian ini. Adanya hubungan BBLR dengan stunting yaitu baduta yang terlahir BBLR 4 kali lebih berisiko
mengalami stunting dibandingkan dengan baduta yang tidak BBLR. Hasil penelitian ini turut mendukung teori yang ada dan hasil-hasil penelitian lain seperti hasil penelitian Christian yang menunjukkan bahwa berat lahir rendah merupakan faktor risiko stunting pada anak usia 12-60 bulan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (OR=2,92; 95%CI, 2,563,33) [12]. Penelitian Seedhom pada baduta 6-24 bulan di Kota Minia, Mesir menyatakan bahwa risiko BBLR terhadap stunting adalah 5,4 kali
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
dibandingkan dengan bayi yang terlahir dengan berat normal (OR=5,4; 95% CI, 4,16-7,65) [13]. Di Indonesia sendiri, menurut Fitri dan Nadiyah bahwa faktor BBLR merupakan faktor determinan stunting yang paling dominan diantara faktor-faktor yang lain. Demikian pula penelitian Hayati yang menunjukkan bahwa risiko stunting anak yang dilahirkan dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah 1,81 kali dibanding anak lahir dengan BB normal [14,15,16]. Retardasi pertumbuhan pada janin dan prematur pada saat lahir memiliki hubungan dengan rendahnya pertambahan berat badan ibu saat hamil, penyalahgunaan obat-obatan, distribusi zat gizi melalui plasenta tidak cukup, hipertensi kehamilan, anemia pada saat hamil, atau kondisi lainnya. Berat lahir merupakan prediktor yang kuat terhadap ukuran tubuh manusia di masa yang akan datang. Sebagian besar bayi Intrauterine Growth Retardation (IUGR) tidak dapat mengejar masa pertumbuhannya untuk tumbuh secara normal seperti anak-anak lainnya. Hubungan usia baduta dengan status stunting yaitu baduta yang berusia 12-23 bulan 2,6 kali lebih berisiko mengalami stunting dibandingkan dengan anak usia 6-11 bulan. Temuan ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya seperti penelitian Andiani bahwa usia baduta 12-23 bulan merupakan faktor determinan stunting di Indonesia [17]. Penelitian Hayati menemukan bahwa risiko stunting pada anak usia 6-11 bulan dan anak 12-23 bulan masing-masing adalah 1,59 kali dan 2,18 kali dibanding anak usia 0-5 bulan. Hasil penelitian ini juga memperkuat laporan Alive dan Thrive yang menyatakan bahwa ratarata z-skor panjang badan menurut usia menurun secara nyata selama 23 bulan pertama setelah lahir [18]. Faktor hygiene yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan faktor determinan stunting. Perilaku pengasuh tidak mencuci tangan menggunakan sabun sebelum menyiapkan atau memberi makan anaknya berpengaruh terhadap kejadian stunting. Ditemukan proporsi stunting yang lebih rendah 16,7% pada ibu yang memiliki kebiasaan mencuci tangan
50
dibandingkan dengan ibu yang tidak terbiasa mencuci tangan. Hasil yang sejalan diperlihatkan pula oleh Penelitian Rah yang menunjukkan bahwa kebiasaan ibu atau pengasuh anak mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan atau setelah buang air besar terkait dengan penurunan 15% risiko stunting [19]. Telah cukup jelas bahwa anak-anak lebih dipengaruhi oleh kontaminasi lingkungan sejak mereka mulai merangkak, berjalan, mencari tahu dan meletakkan objek di mulut mereka, meningkatkan risiko bakteri feses pencernaan dari sumber manusia dan binatang. Hal ini menyebabkan diare dan kecacingan berulang, yang dapat menurunkan status gizi anak [20]. Lebih penting lagi, bukti yang ada menunjukkan bahwa penyebab kunci kekurangan gizi pada anak merupakan sebuah gangguan subklinis pada usus kecil yang diketahui sebagai tropical enteropathy, yang disebabkan oleh bakteri feses yang tercerna dalam jumlah yang besar oleh anak yang tinggal atau terpapar dengan lingkungan dan hygiene yang buruk [21]. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa anak yang imunisasinya tidak lengkap 1,6 kali lebih berisiko mengalami stunting daripada anak yang lengkap imunisasinya. Sejalan dengan penelitian Picauly di NTT menunjukkan bahwa jika anak tidak memiliki riwayat imunisasi maka akan diikuti dengan peningkatan kejadian stunting 1.9 kali dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki riwayat imunisasi [22]. Di Papua Barat, balita yang yang tidak mendapatkan imunisasi dasar memiliki risiko stunting 2,1 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang mendapatkan imunisasi dasar [23]. Hal senada juga dipaparkan oleh Milman dan Taguri yang menyatakan bahwa ketidak lengkapan imunisasi berkaitan dengan kejadian stunting [24, 25]. Hasil analisis Martianto pun menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan disparitas prevalensi stunting antar wilayah di Indonesia adalah imunisasi anak yang tidak lengkap [26]. Seribu hari kehidupan pertama merupakan masa irreversible sehingga apabila seorang anak pada 1000 hari pertama kehidupannya telah mengalami stunting maka dapat diprediksikan individu tersebut tetap menjadi stunting di masa
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
yang akan datang dikarenakan kesulitan mengejar pertumbuhannya sampai normal [27]. Pada saat anak-anak stunting ini khususnya yang berjenis kelamin perempuan telah beranjak dewasa dan siap menjadi calon ibu, maka hal ini akan menimbulkan berbagai macam masalah baru diantaranya mereka akan berisiko melahirkan anak yang stunting pula. Penanggulangan stunting pada anak jenis kelamin perempuan perlu mendapat perhatian lebih. Hubungan tinggi badan ibu dan stunting pada anak sebagaimana yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu tinggi badan <150 cm merupakan faktor determinan stunting dengan OR sebesar 1,9. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Nadiyah yang menemukan bahwa tinggi badan <150 cm merupakan faktor risiko stunting pada anak usia 0-23 bulan dengan OR=1,77 dan proporsi baduta stunting pada ibu yang memiliki tinggi badan ibu < 150 cm ditemukan 20,2% lebih tinggi daripada baduta yang memiliki ibu dengan tinggi badan ibu ≥ 150 cm [15]. Hasil penelitian Zottarelli di Mesir juga menunjukkan bahwa anak yang lahir dari ibu yang tinggi badan <150 cm memiliki risiko lebih tinggi untuk tumbuh menjadi stunting [28]. Ibu hamil yang berisiko perlu diberikan intervensi suplementasi tablet Fe dan asam folat, kalsium dan pemberian makanan tambahan ibu hamil. Pencegahan stunting harus dilakukan lebih dini dengan inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif dan pemberian suplementasi mikronutrien. Perlu dilakukannya promosi mencuci tangan menggunakan sabun sebelum memasak, menyiapkan dan menyuapkan makanan ke anak usia 6-23 bulan untuk mencegah tropical enteropathy dan diare serta melakukan imunisasi dasar yang lengkap sebelum anak berumur 9 bulan meliputi Hepatitis B (HB) 0, BCG, Polio 1, DPT-HB1, Polio 2, DPT-HB 2, Polio 3, DPT-HB 3, Polio 4 dan Campak. Hal ini nampak seperti sebuah siklus yang apabila tidak diputuskan rantainya akan terus berlanjut dan menjadi penyumbang tingginya prevalensi stunting di masa yang akan datang. Inilah yang disebut siklus gagal tumbuh antar
51
generasi dimana IUGR, BBLR, dan stunting terjadi turun temurun dari generasi satu ke generasi selanjutnya. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto adalah berat badan lahir rendah, usia anak 12-23 bulan, tinggi badan ibu <150cm, pengasuh anak tidak mencuci tangan menggunakan sabun serta imunisasi dasar yang tidak lengkap. Berbagai tindakan pencegahan stunting anak usia di bawah dua tahun dapat dilakukan terutama pada kelompok berisiko stunting seperti anak dengan berat lahir rendah, tinggi badan ibu <150cm dengan membiasakan praktik mencuci tangan menggunakan sabun serta imunisasi dasar yang lengkap. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih sebesar-besarnya kepada Direktur Politeknik Kesehatan Palu dan Kepala Badan BPPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan atas dukungan pelaksanaan penelitian ini. KONFLIK KEPENTINGAN Tidak ada konflik kepentingan antar penulis dan pemberi dana penelitian. DAFTAR RUJUKAN 1. WHO, WHO Child Growth Standards based on length/height, weight and age. Acta Paediatrica. 2005; Suppl 450: 76–85. 2. de Onis M, Dewey KG, Borghi E, Onyango AW, Blossner M, Daelmans B, et al. The World Health Organization Global Target on Childhood Stunting by 2025. Maternal & Child Nutrition. 2013; 9 (2): 6–26. 3. Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, Caulfield LE, de Onis M, Ezzati M, et al. Maternal and Child Undernutrition: Global and Regional Exposures and Health Consequences. Lancet. 2008; 371: 243–260. 4. Dewey KG, Begum K. Long Term Consequences of Stunting in Early Life.
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
Maternal & Child Nutrition. 2011; 7 (3): 5– 18. 5. Victora CG, Adair L, Fall C, Hallal PC, Martorell R, Richter L, et al. Maternal and Child Undernutrition: Consequences for Adult Health and Human Capital. Lancet. 2008; 371: 340–357. 6. Adair LS, Fall CHD, Osmond C, Stein AD, Martorell R, Ramirez-Zea M, et al. For the Cohorts Group, Associations of Linear Growth and Relative Weight Gain during Early Life with Adult Health and Human Capital in Countries of Low and Middle Income: Findings from Five Birth Cohort Studies. Lancet. 2013; published online March 28. diunduh tanggal 10 Oktober 2014 http://dx.doi.org/10.1016/S01406736(13)60103-8 7. Gluckman PD, Hanson MA, Beedle AS. Early Life Events and Their Consequences for Later Disease: A Life History and Evolutionary Perspective. American Journal of Human Biology: The Official Journal of the Human Biology Council. 2007; 19: 1–19. 8. Hoddinott J, Alderman H, Behrman JR, Haddad L, Horton S. The Economic Rationale for Investing in Stunting Reduction. Maternal & Child Nutrition. 2013; 9 (2): 69–82. 9. WHO, Childhood Stunting: Challenges and opportunities. Report of a Promoting Healthy Growth and Preventing Childhood Stunting colloquium. Geneva: World Health Organization; 2014 10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2013. 11. Hadju V, Bahar B, Citrakesumasari. Laporan Hasil Tahap I, Survei Gizi & Kesehatan Ibu dan Anak Baduta di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. Program Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2014. 12. Christian P, Lee SE, Angel MD, Adair LS, Arifeen SE, Ashorn P, Barros FC, Fall CH, et al. Risk of Childhood Undernutrition Related
52
to Small-for-Gestational Age and Preterm Birth in Low- and Middle-Income Countries. International Journal of Epidemiology. 2013; 42: 1340–1355. 13. Seedhom, Mohamed, Mahfouz. Determinants of Stunting among Preschool Children, Minia, Egypt. International Public Health Forum. 2014; 1 (2): 6-9. 14. Fitri. Berat Lahir sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting pada Balita (12-59 Bulan) di Sumatera (Analisis Data Riskesdas 2010). [Tesis]. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012. 15. Nadiyah. Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 0-23 Bulan di Provinsi Bali, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2013. 16. Hayati AW, Hardinsyah, Jalal F, Madanijah, Briawan D. Faktor-Faktor Risiko Stunting, Pola Asupan Pangan, Asupan Energi dan Zat Gizi Anak 0-23 Bulan. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2012, 7(2): 73-80. 17. Andiani. Faktor Determinan Stunting pada Anak Usia 0-59 Bulan di Indonesia. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2013. 18. Alive & Thrive. Practices, IYCF practices, beliefs, and influences in SNNP region, Ethiopia. Addis Ababa, Ethiopia; Alive & Thrive; 2010 19. Rah JH, Cronin AA, Badgaiyan B, et al. Household sanitation and personal hygiene practices are associated with child stunting in rural India: a cross-sectional analysis of surveys. BMJ Open 2015;5:e005180. doi:10.1136/bmjopen-2014-005180 20. Prendergast AJ, Humphrey JH. The Stunting Syndrome in Developing Countries. Paediatrics and International Child Health. 2014; 34 (4):250-265 21. Humphrey J. Child Undernutrition, Tropical Enteropathy, Toilets, and Handwashing. Lancet. 2009; 74 (9694): 1032–1035. 22. Picauly I, Magdalena S. Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting terhadap Prestasi
Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Vol.3 No.1 Suplemen : 42 – 53
Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur. NTT Jurnal Gizi dan Pangan. 2013; 8(1): 55—62. 23. Wiyogowati. Kejadian Stunting pada Anak Berusia di Bawah Lima Tahun (0-59 bulan) di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010). [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012. 24. Milman A, Frongillo EA, de Onis M, Hwang JY. Differential Improvement among Countries in Child Stunting is Associated with Long Term Development and Specific Interventions. The Journal of Nutrition. 2005; 135: 1415–1422. 25. Taguri. Risk Factors for Stunting among Under-Fives in Libya. Public Health Nutrition. 2009; 12(8): 1141–1149. 26. Martianto, Syarief, Heryatno, Tanziha, Yuliana. Analisis Disparitas Prevalensi
53
Stunting pada Balita di Berbagai Wilayah di Indonesia serta Implikasinya terhadap Kebijakan. Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2013. 27. Achadi EL. Periode Kritis 1000 Hari Pertama Kehidupan dan Dampak Jangka Panjang terhadap Kesehatan dan Fungsinya. Presentasi pada “Kursus Penyegar Ilmu Gizi”, yang diselenggarakan oleh PERSAGI, di Yogyakarta, 25 November 2014 diunduh tanggal 10 Oktober 2015 pada www.persagi.org 28. Zottarelli LK, et al. Influence of Parental and Socioeconomic Factors on Stunting in Children Under Five Years in Egypt. La Revue de Sante la Mediterrannee Orientale. 2007; 13 (6): 1330-1341.