IMPLENTASI PSIKOLOGI ANAK DALAM PROSES MENGAJAR – BELAJAR PADA ANAK USIA DINI DEMI TERWUJUDNYA GENERASI BERKUALITAS Oleh
I Ketut Madja Abstract The condition of human‟life in the modern society recently is changing quickly. It is indicated by the develoment of sciene, technology, and information which come into the all life aspect that tend toward attitude and moral collapse in the society. Knowing this suchs condition, first, Anak Usia Dini /Early Age Childhood education is expected to be a place of educating and teaching which give a chance to the children can as soon as and much possible to learn. Its mean that physical and spiritual readiness have been planted to be up against the more sophisticated possibility development of science, technology, and information), and the failure for the next development can be avoided. Second, The Early Age Childhood must be really regarded to be the beginning point of doing education and learning. When the teaching–learning process is going on, child physicologis implementation should be done by the believed and functioned teachers to do it. That is why they are also regarded to be the beginning point of the potential condition, (physical and spiritual), and it of course should be excavated and developed. Key words: Child Physicologis Implementation, Early Age Childhood, Teaching-Learning Process, Quality Generation Abstrak Keadaan kehidupan manusia dalam masyarakat modern dewasa ini berubah sangat pesat. Hal ini ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang masuk di segala aspek kehidupan, dan cenderung membawa perubahan pola laku perbuatan dalam masyarakat. Menyadari kondisi seperti ini, maka pertama pendidikan Anak Usia Dini diharapkan akan merupakan suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk dapat belajar selekas mungkin, dan belajar banyak. Artinya bahwa kesiapan jasmani dan rohani telah ditanam untuk menghadapi kemungkinan semakin canggihnya perkembamgan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi, dan kegagalan dalam perkembangan selanjutnya dapat dihindarkan. Kedua, Anak Usia Dini harus betul-betul dipandang sebagai titik awal pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dilakukan. Ketika proses mengajar-belajar berlangsung, penerapan psikologi anak harus dilakukan oleh guru yang dipercaya dan ditugaskan untuk itu. Itulah sebabnya mengapa mereka juga SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
209
dipandang sebagai titik awal dari kondisi yang potensial (jasmani dan rohani) yang mereka miliki, dan sudah tentu hal itu mestinya digali dan dikembangkan. Kata Kunci: Implementasi Psikologi Anak, Anak Usia Dini, Proses Mengajar - Belajar, Generasi Berkualitas I.
210
Pendahuluan Untuk mengerti sesuatu hal, dalam diri anak terjadi suatu proses, yang disebut dengan proses belajar. Dalam proses belajar, seorang pengajar mempunyai tugas merangsang potensi yang ada pada anak didik. Menyampaikan bahan pelajaran berarti melaksanakan beberapa kegiatan. Seluruh aktivitas pendidikan dan pengajaran semestinya dilihat dari proses belajar anak-anak. Kegiatan itu bisa bermakna manakala pengajar mempunyai tujuan dalam kegiatan mengajarnya. Harus ada suatu rumusan yang menunjukkan dan menjelaskan hal yang ingin dicapai. Dilihat dari keberadaan Anak Usia Dini yang sedang dalam proses belajar, mereka- ibarat kuncup bunga yang akan mekar, menatap kehidupan di masa datang - tentu merupakan kesempatan awal yang sangat berharga untuk dipersiapkan mentalnya yang lebih mantap untuk melangkah ke dalam proses pendidikan dan pengajaran ke jenjang berikutnya. Mempersiapkan mental tidak terlepas dari kemampuan penerapan psikologi anak dilakukan pengajar (guru). Pada Anak Usia Dini, hal seperti ini juga harus diperhatikan, meskipun – misalnya - dalam proses belajar yang lebih menekankan pada aspek “bermain”, daripada aspek-aspek lainnya seperti yang diperoleh di jenjang pendidikan yang lebih tinggi darinya. Setiap usaha mengajar yang dilakukan, selain untuk ingin menumbuhkan dan membina kebiasaan, ia juga sesungguhnya ingin menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri peserta didik. Artinya adalah bahwa dalam proses mengajar dan belajar, sudah tentu terjadi aktivitas- aktivitas pembelajaran. Dari sejumlah kegiatan yang dilakukan, seharusnya mampu mencerminkan kerangka dasar pembentuk pola laku yang rohaniah, misalnya berupa kegiatan mengamati sesuatu yang ada di sekitar lingkungan tertentu. Yang dimaksud dengan lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan sekolah. Menurut (Pakasi, 1981:24), mengatakan bahwa lingkungan sekolah adalah halaman sekolah, ruang kelas dan isinya, serta orang-orang yang ada di dalamnya, merupakan factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak. Dikatakan, lingkungan dan penggunaannya merupakan apa yang dialami dan dihayati anak setiap hari, dan itulah yang membetuk kepribadiannya. Apabila halaman sekolah yang hanya terdiri dari tanah dan rumput saja, hal itu menunjukan lingkungan itu “mati”. Apabila ruang kelas misalnya, tergantung tinggi dan miring satu atau dua gambar saja, bahkan tidak pernah diganti, maka anak-anak akan “mati”, dalam arti bahwa perhatian mereka, aktivitas mereka, inisiatif mereka, serta SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
daya kreatif mereka tidak akan tergerak. Lingkungan yang demikian tidak akan memberikan pengalaman yang sangat diperlukan untuk kelancaran proses pertumbhan psikis anak. Kerangka dasar untuk membentuk pola laku peserta didik bisa juga berupa kegiatan jasmani yang dilakukan dengan kemampuan tenaga pisik. Dua jenis kegiatan ini hendaknya dibuat terjalin. Kegiatan rohani hendaknya didukung oleh kegiatan jasmani, dan sebaliknya. Dua aspek kerangka dasar pembentukan pola laku ini, memegang peranan penting dalam penerapan psikolgi anak yang sedang dalam awal pertumbuhan dan perkembangan. II.
Pembahasan
2.1 Implementasi Psikolgi Anak Menurut Usman (dalam Sukayana, 2016:12) mengartikan implementasi sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya adalah bahwa yang dilaksanakan dan diterapkan adalah sesuatu yang telah dirancang atau didisain untuk kemudian dijalankan sepenuhnya. Permasalahan besar yang bisa terjadi apabila yang dilaksanakan bertolak belakang atau menyimpang dari yang telah dirancang, maka terjadilah kesia-siaan antara rancangan dengan implementasi. Implenasi biasana dilakukan setelah perenanan sudah dianggap sempurna. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi diartikan sebuah penerapan dan pelaksanaan. Implementasi dirumuskan sebagai sebuah pelaksanaan atau penerapan psikologi atau ilmu Jiwa anak (Tim, 1991:898). Melihat implementasi diartikan sebagai penerapan, maka “penerapan” itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “pelaksanaan”, dan “implemenntasi” Poerwadarmita (dalam Ayu Trisna, 2016:19). Dengan demikian “penerapan” mengandung makna implementasi atau pelaksanaan suatu ketentuan-ketentuan. Dari beberapa rumusan tersebut, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah suatu pelaksanaan atau penerapan rencana yang telah dirancang dengan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Sehubungan dengan makna ini, maka diperlukan adanya proses dari pelaksanaan atau penerapan tersebut. Secara etimologi, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: Psycche berarti jiwa, Logia berarti ilmu. Jadi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Psikologi menurut Wikipedia/http: //id.m.wikipelda.org>mki>psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara alamiah. Psikologi diartikan sebagai: 1) Dokir (1993) mengatakan psikolgi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. 2) Muhibbin merumuskan psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
211
212
dengan lingkungan. 3) Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990), disebutkan psikologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan binatang baik yang dapat dilihat secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung (www belajar psikologi.com/Pengertian Psikologi/. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari setiap tingkah laku manusia, bahkan tingkah laku binatang sekali pun dipelajarinya ketika mereka berintekasi dengan lingkungan, baik hal itu dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, secara individu atau berkelompok. Dalam proses mengajar – belajar, hubungan dan interaksi peserta didik mau tidak mau harus diperhatikan, baik hal itu diwujudkan dalam pola berpikir, berkata maupun dalam pola laku perbuatan. Pemerhatian itu hendaknya dilakukan setiap proses pembelajaran berlangsung. Misalnya, bagaimanakah seorang anak atau kelompok anak didik dicermati ketika ia/mereka berinteraksi dalam hubungannya dengan lingkungan sekolah, seperti interaksinya dengan halaman sekolah, dan ruangan sekolah yang sudah ditata dengan sedemikian rupa mampu atau tidak menarik perhatiannya. Dalam hal inilah ada atau tidaknya perhatian mereka, aktivitas mereka, inisiatif mereka, serta daya kreatif mereka terhadap lingkungan sekolah, menunjukkan mulai adanya atau tidak adanya secara psikolgis perkembangan perserta didik. Masa kehidupan manusia terbagi atas beberapa masa, yaitu, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja/masa muda, dan masa dewasa (Team Penyusun. 1976/1977:9). Secara bilogis masa kanak-kanak pada umumya digolongkan pada anak-anak yang berusia 3 sampai dengan 12 tahun. Secara psikogis, pada usia 3 sampai dengan 6 tahun, si anak atau anak didik pada umumnya belum sama sekali memahami tentang dirinya, kecuali dunianya dihiasi dengan bermain sebagai cetusan kegembiraan (dalam bentuk tawa atau ekspresi sikap dan pola laku perbuatan) yang ditampilkan ketika ada dampak yang diakibatnya oleh lingkungan tempat mereka berinteraksi. Bahkan cetusan rasa sedih sekalipun, sering diekspresikan dalam berbagai pola laku perbuatannya. Terhadap pola laku-pola laku seperti ini, orang tua atau guru harus secepatnya bersikap dan mengambil ikmah dari kondisi yang ditampilkan si anak atau anak didik. Pada pasal 5 Peraturan bersama Menteri Pendidikan dan Menteri Agama, No 04/VI/PB/2011 dan No. MA/111/2011, menyebutkan persyaratan tentang calon peserta didik baru kelas 1 pada SD/MI: 1) Telah berusia 7 tahun sampai 12 tahun wajib diterima. 2) Paling rendah berusia enam tahun, dan 3) Yang berusia kurang dari 6 tahun dapat dipertimbangkan atas rekomendasi tertulis dari psikologis profesional. Sedangkan pada pasal 4 peraturan tersebut adalah menyangkut tentang Pendidikan TK/RA/BA, diatur bagi: (1) Anak berusia 4 tahun sampai 5 tahun, untuk anak kelompok A, dan (2) SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
Anak yang berusia 5 tahun sampai dengan 6 tahun, untuk anak kelompok B (www./salamedukasi.com/2014/09/persyaratanbatas-usia-umur-minimal-dan.html/?m=1) Mengacu pada peraturan tersebut, pendidikan lewat proses mengajar - belajar pada Anak Usia Dini sebaiknya dilakukan pada anak yang telah berusia 4 tahun. Artinya bagi orang tua yang telah memahami arti dan pentingnya pendidikan, dan didukung oleh factor ekonomi misalnya, akan menyekolahkan anaknya secara formal kepada sekolah baik negeri maupun swasta. Tujuannya agar anaknya bisa belajar dan mendapatkan pendidikan lewat guru yang telah dipercaya dan bertanggung jawab untuk itu. Pemahaman tentang Anak Usia Dini seperti yang dirumuskan ini, sekaligus dapat dipergunakan untuk menjelaskan pengertian tentang Anak Usia Dini yang dipakai sebagai variable seperti termaktub dalam judul tulisan ini. Mengutip Fred U. Hechinger (dalam Pakasi, 1981:3) mengatakan “All children can learn and often want to learn – much more, much sooner”. Maksudnya “semua anak dapat belajar, dan lebih dari pada itu, mereka ingin belajar banyak dan selekas mungkin”. Hal ini dipertegas oleh Martin Deutsch ketika ia berbicara tentang perkembangan pada anak-anak. Ia mengatakan “One does not sit by wait fo children to “unfold”, either on the intellectual level or behavioral. Rather, it is asserted that grouth requires guidance”. Maksudnya “tidak benar jika kita berdiam diri dan hanya menunggu datangnya perkembangan baik perkembangan intelek maupun perkembangan tingkah laku anak; perkembangan itu perlu dibimbing dan dirangsang”. Meperhatikan pernyataan dua tokoh yang ahli dalam bidang pendidikan kanak-kanak (early childhood) tersebut, maka pedidikan yang dilakukan melalui proses belajar dan mengajar, sesungguhya memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk dapat belajar selekas mungkin, dan belajar banyak agar kegagalan dalam perkembangan jasmani dan rohani (mental) dapat dihindarkan di jenjang pendidikan berikutnya. 2.2 Proses Belajar - Mengajar Ada banyak definisi tentang proses. Definisi-definisi itu tidak ada yang sempurna, karena itu tidak dapat memuaskan semua orang. Lagi pula berbicara tentang proses yang penggunaannya dapat diterapkan dalam berbagai aspek kepetingan. Proses dalam bahasa Inggris “process”. Kalau difungsikan sebagai kata benda ia {proses) berarti “cara”. Misalnya: “By what process is the food made” Maksudnya “Bagaimana caranya membuat makanan ini?” Dilihat kedudukannya sebagai kata kerja Intrasitif, process/proses diartikan sebagai menyiapkan, meyelesaikan, dan mengolah ((Echols dan Shadily, 2003:448). Pakasi, (1981:32-33) mengatakan bahwa proses mengajar ialah apa yang diusahakan oleh guru agar proses belajar yang dijalankan oleh anak dapat berlangsung . SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
213
Sedangkan proses belajar diartikan sebagai suatu aktivitas yang dijalankan anak. Untuk merencanakan dan menciptakan suatu “situasi belajar”, diperlukan pengertian tentang proses belajar, disamping pengertian tentang didaktik dan mentodik. Mengacu pada pengertian tersebut, maka proses mengajar belajar ialah upaya guru melalui kegiatan mengajar untuk menyiapkan, menggali dan mengolah, dalam arti mengembangkan potensi peserta didik baik secara pisik maupun psikolgis ketika proses mengajar - belajar berlangsung. Apabila pembentukan pola laku peserta didik dalam proses mengajar – belajar senantiasa dilandasi dengan penerapan psikologi, maka hasil yang dicapai (output) akan dapat dipakai untuk memberikan informasi awal tentang perkembangan psikis anak ketika mereka melanjutkan pembelajarannya ke jenjang yang lebih tinggi. 2.3 Generasi Berkualitas Generasi, dalam Bahasa Inggris “generation” artinya “angkatan”, “keturunan” (Echols dan Shadily, 2003:265). All persons born about the same time, and therefore, of about the same age: misalnya the present (past, coming) generation. Dimaksudkan orang-orang yang lahir pada saat dan zaman yang sama, misalnya generasi sekarang, generasi lampau, generasi yang akan datang. Diartikan juga sebagai “evarage period (regarded as 30 years) in whih children go up marry and have children. Maksudnya “mereka yang (rata-rata berusia 30 tahun) yang pada usia tersebut mereka siap untuk berkeluarga dan punya anak” (Hornby, Gatenby, Wakefield, 1973:413). Beranjak dari pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan generasi terkait dengan tema tulisan ini adalah peserta didik yang digolongkan dalam kelompok anak usia dini sebagaimana telah dijelaskan di depan, dan sedang dalam proses pendidikan dan pembelajaran baik di lembaga pendidikan formal, maupun informal. Mereka ini dipandang sebagai kelompok anak yang hidup dewasa ini sebagai generasi penerus bangsa. Bahkan mereka yang dalam usia 30 tahun juga dipandang sebagai generasi, karena pada usia ini mereka sudah siap secara pisik dan mental untuk berkeluaga dan punya anak.
214
2.1 Faktor-faktor Pendukung Implementasi Psikologi Anak dalam Proses Mengajar – Belajar Tujuan tiap pengajaran ialah menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku, dan membina kebiasaan, sehingga peserta didik trampil menjawab tantangan situasi hidup secara manusiawi (Rooijakkers, 1982:xii) Eric Holfer (dalam Tim, 1979:73) tradisi, adat, kebiasaan, dan rutin, adalah semua yang mengatur, yang membuat kehidupan sehari-hari berjalan sendiri dan mengatur sendiri. Dikatakan bahwa anak-anak akan berkembang dan tumbuh paling baik dalam ketertiban dan keteraturan. Mereka bahagia kalau mereka mengetahui apa yang diharapkan. SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
Untuk seorang anak yang masih kecil, suatu dunia yang teratur adalah dunia yang aman, bebas dari kekacauan, dan ketidaktentuan. Rutin juga menempatkan efesiensi belajar dengan menyediakan suatu naskah atau daftar dari tindakan-tindakan yang diharapkan. Di sekolah misalnya, keteraturan itu mencegah situasi dan kondisi sekolah yang kacau dan tidak teratur. Dari uraian tersebut, terasa relevan apabila hal itu diimplementasikan dalam lingkungan sekolah anak usia dini khususnya, tentunya dengan memperhatikan faktor-faktor yang bisa mengantarkan anak pada perkembangan kejiwaannya, menumbuhkan dan menyempurnakan pola laku dan kemudian menjadi sebuah kebiasaan. Mengutip pendapat (Pakasi, 1981:24) agar proses mengajarbelajar pada Taman Kanak-kanak dapat dikatakan berlangsung baik apabila karena proses tersebut murid terdorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar yang sungguh-sungguh. Dapat dikatakan, bahwa usaha mengajar dari pihak guru, dan kegiatan-kegiatan belajar pada pihak murid bertemu dalam satu situasi mengajar-belajar yang baik. Untuk menciptakan situasi tersebut, guru hendaknya memperhatikan dan memperhitungkan factor-faktor: 1) Lingkungan, 2) Murid (keadaannya, sifat jiwanya, kebutuh-kebutuhannya), 3) proses mengajar-belajar, 4) Alat-alat pelajaran dan pendidikan berhubungan dengan kurikulum taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, 5) Studi bebas atau “independent study”, juga disebut “development period”. Factor satu sampai dengan factor tiga yang terakhir, bisa dirujuk untuk diterapkan dalam proses mengajar-belajar pada Anak Usia Dini, meskipun mengajar dari pihak guru misalnya lebih menekankan pada “belajar sambil bermain” (learn by playing) dan “belajar sambil berbuat” (learn by doing) pada murid. A. Faktor lingkungan Dimaksudkan adalah lingkungan dan penggunaannya yang merupakan apa yang dialami dan dihayati anak didik/murid setiap hari dan dapat membentuk kepribadiannya. Aspek-aspek dari lingkungan tersebut antara lain: 1) Lingkungan sekolah adalah halaman sekolah, dan orang-orang yang ada di dalamnya, 2) Lingkungan belajar, (ruang kelas dan isinya) adalah tempat anak-anak belajar, bertumbuh, berkembang menuju kedewasaan, serta suasana belajar yang menyertai pertumbuhan dan perkembagan itu. Lingkungan sekolah yang nyaman, asri dan menyejukan suasana anak didik/murid bisa membangkitkan aktivitas mereka, inisiatif dan kreatif mereka untuk bergerak (bermain dan berbuat/learn bay playing and doing) yang mampu memberikan pengalaman yang sangat diperlukan untuk kelancaran proses pertumbuhan mereka. Ruangan kelas hendaknya memberikan kepada murid cukup kesempatan untuk menjalankan aktivitas yang banyak dan berjenis-jenis untuk memenuhi kebutuhankebutuhannya. Misalnya aktivitas yang memberikan kesempatan SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
215
untuk belajar dengan cara mengindera, berbuat dan membuat, mengalami dan menghayati, dan aktivitas yang tidak hanya mencakup hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan intelek, melainkan juga mempengaruhi pekembangan emosi, kemauan, sikap sosial, pendek kata yang mempengaruhi perkembangan seluruh jiwanya (Pakasi, 1981:25). B. Faktor Murid Sebagai pihak yang diberikan dan menerima pengajaran dan pendidikan, anak didik/murid merupakan faktor yang penting dalam proses mengajar-belajar dan pendidikan. Hasil pengajaran dan pendidikan dapat diharapkan memuaskan apabila bahanbahan yang diajarkan: (1) sesuai dengan minat, perkembangan dan kesanggupan peserta didik/murid, (2) dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sekarang dan waktu yang akan datang, (3) dapat dipahami dan diterima mereka, (4) Anak didik/murid menyadari apa yang ditugaskan berguna baginya dan dapat dilaksanakan (Pakasi, 1981:25-26). Agar situasi mengajar belajar dapat memenuhi syarat-syarat ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa peserta didik/murid bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil. Artinya bahwa mereka adalah individu-individu dengan ciri-cirinya yang khusus, berbeda satu dengan yang lainya, sekalipun mereka adalah anak-anak kembar yang lahir dari satu buah sel telur. Mereka juga seorang makhluk social, namun pekembangan sosialnya memerlukan bimbingan menuju ke arah tertentu. Oleh karena itu masa sekolah – apalagi mereka masih Anak Usia Dini – merupakan masa paling awal untuk meletakan dasar pengembangan dan penumbuhan psikologis mereka untuk kelak menjadikannya sebagai generasi yang berkualitas. III. Penutup Dalam proses mengajar – belajar, implemenasi psikologi anak merupakan titik awal bagi guru pengajar Anak Usia Dini baik di lembaga pendidikan formal maupun informal, di sekolah negeri maupun swasta. Penerapan yang bisa ditempuh adalah dengan mempertimbangkan beberapa factor yang mampu membangkitkan dan menumbuhkembangkan potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah (mental) murid/anak didik. Oleh karena itu, lingkungan sekolah termasuk di dalamnya ruangan kelas, guru, dan eksistensitas tenaga kepedidikan merupakan elemen-elemen yang terpadu menyatu tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya dalam mengkondisikan psikologi anak didik/murid untuk menjadikan mereka generasi penerus yang berkualitas. 216
SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
Daftar Pustaka Ayu Trisna, Komang. 2016. Yoga Surya Namaskara pada Sisya Pasraman Giri Taman di Kelurahan Tegalcangkring Kec. Mendoyo Kab. Jembrana (Kajian Pendidikan Agama Hindu). Skripsi pada Fak. Dharma Acarya HDN Denpasar, tidak diterbitkan. Echols, M John dan Sadhily, Hassan 2003. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta. PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA. Hornby, A.S. Gatenby. E.V.Wakefield, H. Advanced. 1963. Learmer‟s Ditionary Of Current English. London. Oxford Unersity Press. Pakasi, Soepartinah. 1981. Anak dan Perkembagannya Pendekatan psiko-pedagogis terhadap Generasi Muda. Jakarta. PT GRAMEDIA. Rooijakkers, Ad. 1982. Mengajar dengan Sukses Petunjuk untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran. Jakarta. PT GRAMEDIA. Sukayan, I Made. 2016. Implementasi Ajara Tri Hita Karana dalam Upaara Masaba di Pura Suwi Desa Adat Balangan Mengwi Kab. Badung. Skripsi pada Fak. Dharma Acarya IHDN Denpasar, tidak diterbitkan. Team Penulis, 1976/1977. Risalah Remaja dan Agama (Petnjuk Pembinaan). Jakarta. Proyek Penerangan, Bimbingan dan Da‟wah/Kutbah Agama Islam Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dep. Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Tim Penerjemah. 1979. Bagaimana Mendidik Anak dan Mendisiplinkan Anak. Judul Asli Buku How To Influene Children. Oleh Shaefer Charles. Medan. CV MONORA Wikipedia/http://id.m.wikipelda.org>mki>psikologi (www./salamedukasi.com/2014/09/persyaratan-batas-usiaumur-minimal-dan.html/?m=1)(www belajar psikologi.com/ Pengertian Psikologi
217
SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016