IMPLEMENTASI ZAKAT DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN UMAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Kasus di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru)
TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Syariah/Hukum Islam pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar Tahun Akademik 2015
Oleh: MUH MUHSIN. H Nim: 80100212028
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR 2015
i
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Mahasiswa yang bertanda tangan di bawa ini: Nama NIM Tempat/Tgl. Lahir Program Study Konsentrasi Alamat Judul
: Muh Muhsin.H : 80100212028 : Rappang, 23 Januari 1987 : Dirasah Islamiyah : Syari’ah/Hukum Islam : Kampus III Bulu Lampang : Implementasi Zakat dalam Meningkatkan Perekonomian Umat Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Badan Amil ZAkat (BAZ) Kabupaten Barru)
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran, bahwa tesis ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya maka tesis dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Mangkoso, Juli 2015 Peneliti,
Muh Muhsin. H NIM. 80100212028
ii
PERSETUJUAN TESIS
Tesis
yang
berjudul,
“Implementasi
Zakat
dalam
Meningkatkan
Perekonomian Umat Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Badan Amil Zakat
(BAZ) Kabupaten Barru). Yang disusun oleh Muh Muhsin. H, NIM: 80100212028, telah diujikan dan dipertahankan dalam Sidang Ujian Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Senin, 6 Juli 2015M, bertepatan dengan tanggal 19 Ramadhan 1436 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Syariah Hukum Islam pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. PROMOTOR Prof. Dr. H. Ali Parman, M.Ag
(...................................)
KOPROMOTOR: Dr. Mukhtar Lutfi, M.Ag.
(..................................)
PENGUJI: Dr. Misbahuddin, M.Ag
(...................................)
Dr. Muh Shuhufi, M.Ag
(..................................)
Prof. Dr. H. Ali Parman, M.Ag
(...................................)
Dr. Mukhtar Lutfi, M.Ag.
(..................................) Mangkoso, Juli 2015. Diketahui oleh: Direktur Pascasarjana UIN Alauddin Makassar,
Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A. NIP. 19540816 198303 1 004 iii
KATA PENGANTAR
ٍ ِ ِ ِ ِِ ِ اَ ْﳊﻤ ُﺪ ﻟِﻠّ ِﻪ ر ﱢ .ﲔ َ ْ َﺻ َﺤﺎﺑِﻪ أَ ْﲨَﻌ َ ْ ب اﻟْ َﻌﺎﻟَﻤ ْ ﺻ ﱢﻞ َو َﺳﻠﱢ ْﻢ َﻋﻠَﻰ َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ ُﳏَ ﱠﻤﺪ َو َﻋﻠﻰ أَﻟﻪ َوأ َ اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ،ﲔ َْ َ Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena
berkat
taufik,
hidayah,
dan
rahmat-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan tesis ini meskipun dalam bentuk yang sederhana, begitu pula shalawat dan taslim penulis curahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Tesis
dengan
judul:
“Implementasi
Zakat
dalam
Meningkatkan
Perekonomian Umat Perspektif Hukum Islam (Studi kasus di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru)” ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Hukum Islam pada Program Studi Hukum Islam/Syariah Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. Penulisan tesis ini, banyak kendala dan hambatan yang dialami, tetapi Alhamdulillah berkat upaya dan optimisme penulis yang didorong oleh kerja keras yang tidak kenal lelah, serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikannya. Namun secara jujur penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya baik dari segi subtansi maupun dari segi metodologi penulisan. Diharapkan kritik dan saran yang konstruktif kepada semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Hanafi. H dan Ibunda Rugaiyah yang telah membesarkan, mengasuh, dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, begitu pula sanak saudara penulis yang telah memberikan sumbangsinya baik berupa finansial maupun non finansial, ucapan terima kasih juga pada seluruh keluarga besar yang ada di Makassar yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis selama kuliah dan sampai pada titik puncak sebagai mahasiswa (penyusunan tesis). Pada kesempatan ini tak lupa
iv
juga penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Musafir selaku Rektor UIN Alauddin Makassar yang
telah
berusaha mengembangkan dan menjadikan kampus UIN Alauddin menjadi kampus yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. 2. Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A., selaku Direktur Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan arahan, bimbingan dan berbagai kebijakan dalam menyelesaikan studi ini. 3. Prof. Dr. H. Ali Parman, M.Ag. dan Dr. Mukhtar Lutfi, M.Ag. sebagai Promotor dan Kopromotor, Dr. Misbahuddin, M.Ag dan Dr. Muh. Shuhufi, M.Ag sebagai penguji, dengan ikhlas membantu, mengarahkan, dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 4. Segenap dosen dan karyawan Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan pengajaran atau kuliah serta motivasi dan memberikan pelayanan yang baik untuk kelancaran penyelesaian studi ini. 5. Pimpinan dan karyawan perpustakaan UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan waktunya untuk pelayanan mahasiswa dalam mendapatkan referensi untuk kepentingan studi. 6. Ketua Badan Amil Zakat (BAZ) beserta pengurus lainnya yang telah banyak membantu kelancaran pelaksanaan penelitian dan memberikan berbagai informasi penting yang dibutuhkan dalam penulisan tesis ini. 7. Penghargaan teristimewa dan ucapan terima kasih kepada kepala SMP DDIAD dan rekan-rekan guru yang senantiasa memberikan dorongan motivasinya sehingga penulis bisa menyelesaikan study ini. 8. Semua keluarga, khususnya kepada istriku dan saudara-saudaraku yang terus memberikan motivasi, doa, dan sumbangan pemikiran selama penulis menempuh pendidikan pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. 9. Teman-teman angkatan 2012 pada konsentrasi Syari’ah dan Hukum Islam Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang senantiasa memberikan dukungan
v
dan dorongan dalam menyelesaikan tesis ini. Akhirnya kepada Allah swt. jualah kami memohon rahmat dan hidayah-Nya, semoga tesis ini bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara. Amin.
Makassar,
Mei 2015
Penulis,
Muh Muhsin.H NIM: 80100212028
vi
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................ PERNYATAAN KEASLIAN TESIS......................................................... PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. KATA PENGANTAR ................................................................................ DAFTAR ISI ............................................................................................... PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. ABSTRAK .................................................................................................. BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... A. Latar Belakang Masalah............................................................. B. Rumusan Masalah ...................................................................... C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ....................................... D. Pengertian Judul dan Ruang Lingkup Pembahasan ................... E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... F. Kajian Pustaka............................................................................ BAB II. TINJAUAN TEORITIS ............................................................... A. Pengertian dan Sejarah Pensyari’ atan Zakat ............................ B. Landasan Hukum ........................................................................ C. Syarat-syarat Sah Zakat ............................................................ D. Jenis-jenis dan Syarat harta yang Wajib Di zakati .................... E. Prinsip-prinsip Zakat .................................................................. F. Tujuan dan Hikmah Zakat ......................................................... G. Sasaran Pendistribusian Zakat ................................................... H. Kerangka Pikir ............................................................................ BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................... A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian ...................................... B. Pendekatan Penelitian ............................................................... C. Sumber Data .............................................................................. D. Metode Pengumpulan Data ........................................................ E. Instrumen Penelitian .................................................................. F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................... G. Pengujian Keabsahan Data ........................................................ BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................................. A. Gambaran Umum Sejarah Berdirinya BAZ Kabupaten Barru . B. Gambaran Perekonomian di Kabupaten Barru.. ........................ C. Implementasi Zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru… ....................................................................................... D. Peranan Badan Amil Zakat (BAZ) dalam Peningkatan Perekonomian Umat .................................................................. BAB V. PENUTUP ................................................................................... A. Kesimpulan ................................................................................. B. Implikasi Penelitian.................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Pedoman Wawancara B. C.
Daftar Informan Izin Penelitian D. Keterangan Penelitian DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
Halaman i ii iii iv vii viii xv 1-18 1 11 12 14 16 16 19-69 19 29 33 37 47 51 62 69 72-84 73 74 75 78 80 82 84 85-108 85 96 102 109 110-111 110 111 112-115
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN A. Transliterasi Arab-Latin Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut: 1. Konsonan Huruf Arab
ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ﻫـ ء ى
Nama
alif ba ta s\a Jim h}a kha dal z\al ra zai sin syin s}ad d}ad t}a z}a ‘ain gain fa qaf kaf lam mim nun wau ha hamzah ya
Huruf Latin
tidak dilambangkan B T s\ J h} Kh D z\ R Z S Sy s} d} t} z} ‘ G F Q K L M N W H ’ Y
Nama
tidak dilambangkan Be Te es (dengan titik di atas) Je ha (dengan titik di bawah) ka dan ha De zet (dengan titik di atas) Er Zet Es es dan ye es (dengan titik di bawah) de (dengan titik di bawah) te (dengan titik di bawah) zet (dengan titik di bawah) apostrof terbalik Ge Ef Qi Ka El Em En We Ha Apostrof Ye
viii
Hamzah ( )ءyang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’). 2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda
َا ِا ُا
Nama
Huruf Latin a i u
fath}ah kasrah d}ammah
Nama a i u
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda
Nama
Huruf Latin
Nama
ـَ ْﻰ
fath}ah dan ya>’
ai
a dan i
ـَْﻮ
fath}ah dan wau
au
a dan u
Contoh:
ـﻒ َ َﻛ ْـﻴ َﻫ ْـﻮ َل
: kaifa : haula
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
ix
Harakat dan Huruf
Nama
َ ى... | َ ا...
fath}ah dan alif atau ya>’
ـِــﻰ ـُـﻮ
Nama
Huruf dan Tanda a>
a dan garis di atas
kasrah dan ya>’
i>
i dan garis di atas
d}ammah dan wau
u>
u dan garis di atas
Contoh:
ﺎت َ َﻣـ َرَﻣـﻰ ﻗِ ْـﻴ َـﻞ ت ُ ﻳـَﻤـُْﻮ
: ma>ta : rama> : qi>la : yamu>tu
4. Ta>’ marbu>t}ah Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah (t). Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h). Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’ marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh:
ﺿـﺔُ اﻷَﻃْ َﻔ ِﺎل َ َرْو ِ اَﻟْـﻤ ِـﺪﻳـﻨَـﺔُ اَﻟْـﻔـ ُﺎﺿ ـﻠَﺔ َ ْ َ ِ ُْـﻤ ـﺔ َ اَﻟـْﺤـﻜ
: raud}ah al-at}fa>l : al-madi>nah al-fa>d}ilah : al-h}ikmah
5. Syaddah (Tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
x
sebuah tanda tasydi>d ( ) ـّـ, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Contoh:
ََرﺑـَّـﻨﺎ
َـﺠـَْﻴــﻨﺎ ّ َﻧ ـﺤـ ﱡﻖ َ ْاَﻟـ ﻧـُ ّﻌـِ َـﻢ َﻋ ُـﺪ ﱞو
: rabbana> : najjaina> : al-h}aqq : nu“ima : ‘aduwwun
Jika huruf ىber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah ( ّ)ــــِـﻰ, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>. Contoh:
َﻋـﻠِ ﱞـﻰ َﻋ َـﺮﺑـِ ﱡـﻰ
: ‘Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly) : ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)
6. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ( الalif lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contoh:
ـﺲ ُ اَﻟ ﱠﺸ ْـﻤ ُاَﻟﱠﺰﻟـَْـﺰﻟ ـَﺔ
ُاَﻟ ـْ َﻔـ ْﻠ َﺴـ َﻔﺔ
: al-syamsu (bukan asy-syamsu) : al-zalzalah (az-zalzalah) : al-falsafah xi
اَﻟ ـْﺒـ ـِﻼَ ُد
: al-bila>du
7. Hamzah Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contoh:
ﺗـَﺄْ ُﻣ ُـﺮْو َن
ُاَﻟ ـﻨﱠ ْـﻮع ٌَﺷ ْـﻲء ِ ت ُ أُﻣ ْـﺮ
: ta’muru>na : al-nau‘ : syai’un : umirtu
8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur’an (dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila katakata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:
Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n Al-Sunnah qabl al-tadwi>n 9. Lafz} al-Jala>lah ()اﷲ Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.
xii
Contoh:
ِ ِدﻳـﻦ اﷲdi>nulla>h ﺎﷲ ِ ِ ﺑbilla>h ُْ Adapun ta>’ marbu>ta} h di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:
ِ ﻫـﻢ ِﰲ رﺣ ــﻤ ِﺔ اﷲ َْ َ ْ ْ ُ
hum fi> rah}matilla>h
10. Huruf Kapital Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:
Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l Inna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakan Syahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>n Nas}i>r al-Di>n al-T{us> i> Abu>> Nas}r al-Fara>bi> Al-Gaza>li> Al-Munqiz\ min al-D}ala>l Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu>
xiii
(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:
Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu) Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid (bukan: Zai>d, Nas}r H{ami>d Abu>)
B. Daftar Singkatan Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: swt.
= subh}an> ahu> wa ta‘a>la>
saw.
= s}allalla>hu ‘alaihi wa sallam
a.s.
= ‘alaihi al-sala>m
H
= Hijrah
M
= Masehi
SM
= Sebelum Masehi
l.
= Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)
w.
= Wafat tahun
QS …/…: 4
= QS al-Baqarah/2: 4 atau QS A
n/3: 4
HR
= Hadis Riwayat
xiv
ABSTRAK Nama Nim Program Studi Konsentrasi Judul Proposal Tesis
: : : : :
Muh Muhsin H 80100212028 Dirasah Islamiyah Syariah/Hukum Islam Implementasi Zakat dalam Meningkatkan Perekonomian Umat Perspektif Hukum Islam (Study kasus di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru)
Tesis ini mengkaji tentang “Implementasi Zakat dalam Meningkatkan Perekonomian Umat Perspektif Hukum Islam (Study kasus di BAdan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru”. Tujuan mengetahui implementasi zakat dalam meningkatkan perekonomian yaitu sejauhmana peranan Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru dalam mengelolah dana untuk peningkatan perekonomian masyarakat secara jujur dan adil. Penelitaian ini dibatasi dengan tiga pokok masalah, yaitu; pertama, bagaimana gambaran perekonomian di Kabupaten Barru?, kedua, Bagaimana implementasi zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru?, ketiga, Bagaimana peranan Badan Amil Zakat (BAZ) dalam meningkatkan perekonomian umat ?. Untuk menjawab masalah tersebut di atas penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang bersifat deskriptif kualitatif, dengan mengambil lokasi di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan teologis normatif, dan yuridis. Adapun metode yang digunakan adalah observasi, wawancara/interview dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perekonomian di Kabupaten Barru hanya mengalami peningkatan dalam usaha tertentu diantaranya dalam bidang bagunan, keuangan dan jasa-jasa. Sistem implementasi zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru yang berdasarkan syariat dan undang-undang No 38 Tahun 1999 terdiri dari pengumpulan, pengelolaan, dan pendistribusian. Mengenai sistem pengumpulan zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru belum nampak secara maksimal. Disebabkan adanya pemilik harta yang belum mengetahui hikmah dan tujuan pengumpulan dana zakat secara terorganisir. Peranan Badan Amil Zakat (BAZ) di Kabupaten Barru dalam meningkatkan perekonomian umat sangat potensial terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lemah. Selain itu, dampak positif dari zakat yaitu dapat menciptakan lapangan kerja baru khususnya untuk masyarakat kabuapaten Barru dalam menghadapi perekonomian modern. Implikasi dari penelitian ini adalah akhir-akhir ini implementasi zakat sangat potensial dalam peningkatan perekonomi umat. Dan menjadi sumber dana terbaru bagi peningkatan perekonomian daerah. Peranan zakat berdampak sebagai percontohan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat secara adil dan transparan.
xv
ABSTRACT Name Student’s Number Title
:Muh. Muhsin H :80100212028 :The Implementation of Tithe (Zakat) in Increasing the Economy of Moslem Community based on the Perspective of Islamic Law
(Case Study on BadanAmil Zakat (BAZ) Barru Regency)
This thesis discusses about “The Implementation of Tithe (Zakat) in Increasing the Economy of Moslem Community based on the Perspective of Islamic Law (Case Study on BadanAmil Zakat (BAZ) Barru Regency)”. It aims at finding out the implementation of Zakat (Tithe) in increasing the economy, namely to what extent is the role of BadanAmil Zakat (BAZ) in Barru regency in organizing fund to increase the economy of the society honestly and justly. This research is limited to three main problems, namely; firstly, how is the description of economy in Barru regency?, secondly, how is the implementation of Zakat (Tithe) in BadanAmil Zakat (BAZ) in Barru regency?, thirdly, how is the roles of BadanAmil Zakat (BAZ) in increasing the economy of the moslem community?. In responding to the problem, this research used field research namely descriptive qualitative, located at BadanAmil Zakat (BAZ) in Barru regency. The approaches used were normative theological and juridical approaches. And the methods used were observation, interview, and documentation. The collected data were analyzed using data reduction, data presentation, and drawing conclusion. The research result shows that BadanAmil Zakat in Barru regency is increasing for some aspects only such as proverty, monetary and service. The tithe (zakat) implementation system in Badan Amil Zakat (BAZ) Barru Regency based on islamic law (syariah) and constitution number 38, 1999. Including collecting, organising and distributing. For the tithe (zakat) collecting system in Badan Amil Zakat (BAZ) Barru regency have not maximally. It causes by some mustahiq does not know hikmah and aim organiced the tithe (zakat) collecting. Badan Amil Zakat (BAZ) Barru regency rules in increasing economical of weak society is very potential. Futher more, the tithe (zakat) can create new job field especially for Barru regency facing the global economy. The implication of the research is that the implementation of Zakat recently is very important in increasing the economy of moslem community. And it can become a new income in increasing the economy of the community in the area. The role of Zakat (Tithe) gives impact as a model in increasing the economy of the society justly and transparently.
xvi
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Dan Sejarah Zakat 1.
Pengertian Zakat Zakat, yang secara semantik diambil dari zaka, memiliki beberapa arti, yaitu
al-barakat’ keberkahan, al-namaw’ pertumbuhan dan pekerbangan, ath-thathir’ kesucian, dan ash-shalhu’ kebaikan atau kedamaian. Secara bahasa zakat berarti tumbuh, bersih, berkembang dan berkah.1 Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Zakat artinya mengeluarkan bagian dari harta dengan pengsyaratan tertentu yang diwajibkan Allah swt kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan pengsaratan tertentu dan membawa dampak bagi kedua belah pihak, pemberi (muzakki) dan penerima zakat (mustahik).2 Ditinjau dari segi bahasa zakat merupakan kata dasar (masdar) dari kata
zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh dan berkembang. Menurut kitab lisan al-Arab arti dasar kata zakat ditinjau dari sudut bahasa Arab adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji, semuanya digunakan di dalam al-Qur’an dan hadis.3 Sedangkan menurut M. Hasbi ash-Ash}ddieqy zakat menurut bahasa, berarti
nama’ berarti kesuburan, thaharah berarti kesucian, barakah berarti keberkatan dan
1
Majma’ Lughah al-‘Arabiyah, Mu’jam al-Was³¯, Juz I (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1972), h. 396.
2
Muhammad, Manajemen Organisasi Zakat (Malang: Madani, 2011), h. 9-10
3
Rahmawati Muin, Manajemen Zakat, h. 1
xvii
berarti juga tazkiyah tathir yang artinya mensucikan. Syara’ memakai kata tersebut untuk kedua arti ini. Pertama, dengan zakat diharapkan mendatangkan kesuburan pahala. Karenanya dinamakanlah “harta yang dikeluarkan itu “ dengan zakat. Kedua, zakat merupakan suatu kenyataan jiwa yang suci dari kikir dan dosa. Menurut Wahidi dan lain-lain seperti disebutkan oleh yusuf Qardh}awai, bahwa zakat adalah kata dasar zaka yang berarti bertambah dan tumbuh, sehingga dikatakan tanaman itu zaka, artinya tumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang bertambah disebut zakat artinya bertambah. Bila satu tanaman tumbuh tanpa cacat, maka kata zakat disini berarti bersih.4 Adapun zakat menurut istilah atau syara adalah nama bagi pengambilan dari harta, sifat-sifat untuk diberikan pada golaongan tertentu. Adapun difinisi zakat yang telah dirumuskan oleh para fuqaha adalah: 1. Mahmud syaltut dalam bukunya al-Fatawa, menyatakan bahwa zakat adalah nama bagian harta yang dikeluarkan oleh hartawan untuk diberikan kepada saudaranya yang fakir miskin dan juga untuk kepentingan umum yang meliputi penertiban masyarakat dan peningkatan taraf hidup umat.5 2. menurut Al-Syirbini mengartikan zakat, yaitu nama bagi kadar tertentu dari harta benda tertentu yang wajib didayagunakan kepada golongan-golongan masyarakat tertentu.6 3. Ibrahim ‘Usman asy-Sya’lan mengartikan zakat adalah memberikan hak milik harta kepada orang fakir yang muslim, bukan keturunan Hasyim dan bukan budak yang telah dimerdekakan oleh keturunan Hasyim dengan syarat terlepas mamfaat harta yang telah diberikan itu dari pihak semula. 4
Rahmawati Muin, Manajemen Zakat, h. 7
5
Muhammad Syaltut, Al-Fatawa. (Kairo: Darul Kalam,1996), h. 14
6
al-Syirbini, Muhammad, al-Iqna (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1359H), h. 195
xviii
4. Abu Muhammad Ibnu Qutaibah mengartikan zakat adalah lafazh zakat di ambil dari kata zakah, yang berarti nama’ kesuburan dan penambahan. Harta yang dikeluarkan disebut zakat, karena menjadi sebab bagi kesuburan harta.7 5. Sayyid Sabiq, mendifinisikan zakat adalah suatu sebutan dari suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang untuk fakir miskin. Dinamakan zakat, karena dengan mengeluarkan zakat itu di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkat, pembersihan jiwa dari sifat kikir bagi orang kaya atau menghilangkan rasa iri hati orang-orang miskin dan memupuknya dengan berbagai kebajikan. Arti aslinya adalah tumbuh, suci dan berkat.8 6. al-Mawardi, mengartikan zakat sama dengan shadaqah, dan sebaliknya shadaqah sama juga dengan zakat.9 Pendapat ini berdasarkan kalimat-kalimat yang digunakan kata shadaqah, sedang yang dimaksud adalah zakat. 7. Az-Zarqani dalam syarah al-Muwaththa’ menerangkan bahwa zakat itu mempunyai rukun dan syarat. Rukunnya ialah ikhlas dan syaratnya ialah sebab, cukup setahun dimiliki. Zakat diterapkan kepada orang-orang tertentu dan dia mengandung sanksi hukum, terlepas dari kewajiban dunia mempunyai pahala di akhirat dan menghasilkan suci dari kotoran dosa.10 8. Muhammad Daud Ali memberikan difinisi bahwa zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu.11 9. Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami Adillatuh, mengungkapakan beberapa difinisi zakat menurut para ulama madzhab: a. Menurut malikiyah, zakat adalah mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang telah mencapai nishabnya untuk yang berhak menerimanya, jika milik sempurna dan mencapai haul selain barang tambang, tanaman dan rikaz. b. Hanafiyah mendifinisikan zakat adalah kepemilikan dari bagian harta untuk orang/pihak tertentu yang ditentukan oleh syar’i untuk mengharapkan keridhaanNya.
7
Saifuddin Zuhri, Zakat Era Reformasi. (Semarang: Bima Sejati, 2012), h. 2
8
Sayyid Sabiq, Fiqhu al-Sunnah. (Kuwait: Dar-al-Bayan, tt), h.2
9
Al-Mawardi, Ahkamu al-Sulthaniyyah. (Kuwait: Dar Al-Fikr, tt), h.113
10
M.Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat. (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 5
11
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI Press, 1988), h. 39
xix
c. Syafi’iyyah mendifinisikan zakat adalah nama bagi sesuatu yang dikeluarkan dari harta dan badan dengan cara tertentu. d. Hanabilah mendefinisikan zakat adalah hak yang wajib dalam harta tertentu untuk kelompok tertentu pada waktu tertentu. Aneka ragam ta’rif di atas hanya berbeda redaksi. Apabila diteliti semuanya mencakup unsur-unsur yang harus ada dalam zakat. Unsur tersebut diantaranya, yaitu: 1) Harta yang dipungut 2) Basis harta dan 3) Subjek yang berhak menerima zakat Ketiga unsur tersebut dalam membentuk struktur difinisi zakat. Jadi dapat dikatakan bahwa aneka ragam definisi di atas saling menyempurnakan satu sama lainnya.12 Dalam buku pedoman zakat Departemen Agama RI disebutkan bahwa zakat adalah sesuatu yang diberikan orang sebagai hak Allah swt kepada yang berhak menerima antara lain fakir miskin, menurut ketentuan-ketentuan agama Islam.13 Zakat dapat di istilahkan sebagai pemindahan sebagian harta umat dari salah satu tangan umat yang dipercayai oleh Allah untuk mengurus dan mengendalikannya, mengurus harta pemberian yang diserahkan kepada orang-orang kaya ke tangan orang hidupnya susah payah, dan Allah telah menjadikan harta itu sebagai hak dan rezkinya, yaitu golongan fakir.
12
Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 27 13
Depatemen Agama, Pedoman Zakat. (Jakarta: Proyek Prmbinaan Zakat dan Wakaf,1991), h.
107
xx
Sedangkan dalam UU. No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, menerangkan bahwa zakat adalah harta yang wajib disisikan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuaan agama untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.14 Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik. hal ini sebagaimana dinyatakan dalam surat at-Taubah/9:103.
Terjemahnya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.15 Beberapa ulama memahami perintah ayat ini sebagai perintah wajib atas penguasa untuk memungut zakat. Tetapi, mayoritas ulama memahaminya sebagai perintah sunnah. Ayat ini juga menjadi alasan bagi ulama untuk menganjurkan para penerima zakat agar mendoakan setiap yang memberinya zakat dan menitipkannya untuk disalurkan kepada yang berhak.16 Selain itu, zakat dapat menjadi ibadah dalam bidang harta (ibadah Mal) yang mengandung hikmah dan
mamfaat yang demikian besar dan mulia, baik
berkaitan dengan orang yang berzakat (Muzakki), penerimanya (Mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. Harta yang 14
Undang-Undang No 38 Tahun 1999 tentang pengelolan zakat
16
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h, Cet II (Jakarta: Lentera Hati,2009), h. 233
xxi
dikeluarkan zakatnya akan membawa dampak bagi keberkahan, kesucian, pertumbuhan, dan perkembangan, kebaikan dan kedamaian pemberi dan penerima zakat.17 Berdasarkan hal di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa zakat adalah: a) Hak yang telah ditentukan adalah sebagaimana diutarakan dalam al-Qur’an QS. al-Rum/30:38.
Terjemahnya: Maka berikanlah kepada Kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka Itulah orangorang beruntung. Hak yang dimaksud di atas adalah seperti yang dipahami dari perkataan para ulama, yaitu suatu yang khusus yang ditentukan oleh agama, baik itu kekuasaan, kekuatan maupun pemenuhan kewajiban. 18 b) Harta tertentu Allah swt, telah menentukan jenis dari harta yang harus dikeluarkan zakat dan memilih di antaranya yang terbagus dan terbaik. Dia mewajibkan zakat pada emas dan perak bukan pada besi aluminium, dan tembaga serta lainnya. c) Jumlah yang dikeluarkan dan Para fakir miskin diberikan sejumlah uang yang mereka tidak dapat peroleh dengan mengandalkan diri sendiri, sehingga mereka dapat mencukupi kehidupan mereka dan memenuhi kebutuhan yang harus mereka lakukan. 17
Muhammad, Manajemen Organisasi Zakat , h. 10
xxii
d) Kelompok tertentu Kelompok yang dimaksud adalah kelompok yang telah disebutkan dalam alQur’an QS. Al-Taubah/9: 60.
Terjemahnya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Zakat mempunyai kesamaan dengan infaq maupun shadaqah yaitu ibadah atau perbuatan yang berkaitan dengan harta. Namun, terdapat perbedaan antara zakat dengan infaq dan shadaqah. Perbedaan tersebut diantaranya: 1) Dari segi hukumnya, zakat hukumnya wajib bagi umat Islam yang telah memenuhi ketentuan, sedangkan shadaqah dan infaq hukumnya sunnah. 2) Zakat mempunyai fungsi yang jelas untuk mensucikan atau membersihkan harta dan jiwa pemberinya. pengeluaran zakat dilakukan dengan cara-cara dan syarat-syarat tertentu, baik mengenai jumlah, waktu dan kadarnya.
3)
Infaq dan Shadaqah bukan merupakan suatu kewajiban. Sifatnya sukarela
dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam sistem pengeluarannya, baik mengenai jumlah, waktu dan kadarnya.19
2. Sejarah Pensyaria’atan Zakat a. Zakat pada awal perkembangan Islam 19
M. Daud`Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, h.42
xxiii
Pada awal diturunkannya agama Islam di Mekkah, zakat belum merupakan kewajiban bagi umat Islam. Meskipun pada waktu itu sudah ada perintah untuk menyisihkan sebagian harta bagi mereka yang mampu untuk membantu orang lain yang kekurangan. Namun pada waktu itu belum ada keterangan pembatasan harta yang wajib di zakati, beberapa nishab dan beberapa lama serta berapa harta yang harus dikeluarkan zakatnya.20 Zakat mal, atau zakat harta benda, telah difardhukan Allah sejak permulaan Islam sebalum Nabi saw. Berhijrah ke Madinah tidak heran urusan ini sangat cepat diperhatikan Islam, karena urusan tolong-menolong, urusan yang sangat diperlukan dalam pergaulan hidup dan dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat.21 Al-Qur’an
karim
semenjak
periode
Mekkah,
pada
dasarnya
telah
menanamkan mental kewajiban zakat dalam jiwa para sahabat Rasulullah saw. Pemerintah atau Negara belum berkewajiban dan bertanggung jawab atas pengelolaan zakat. Ayat 38 surat al-Ru>m/30, yang diturunkan di Makkah memerintahkan untuk” memberikan hak” kepada kerabat yang terdekat, fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan.22 Sebagian ahli menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan Quran dalam surat-surat yang turun di makkah seperti haqqahu ‘hak kerabat’, haq li-al-sail wa al-
mahrum ‘ hak peminta-minta dan orang tak punya’, haq ma’lum ‘hak yang sudah
20
A. Baiquni, Kamus Istilah Agama Islam Lengkap (Surabaya: Indah, 1996)
21
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, h. 8
22
Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, h. 28-9
xxiv
ditentukan’- bahwa Nabi diduga sudah menentukan besar zakat berbagai kekayaan orang-orang yang mampu.23 Perlu dicatat dari pernyataan-pernyataan tentang zakat dalam surat yang turun di mekkah adalah bahwa pernyataan tersebut tidak dalam bentuk amr
‘perintah’ yang dengan tegas mengandung arti wajib dilaksanakan, tetapi berbentuk kalimat kalimat berita biasa.24 Bertepatan tahun ke-2 Hijriyah atau tahun 623 Masehi sebelum Syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan (zakat Mal) dan kadarnya masing-masing. Nabi saw, mengumumkan dihadapan para sahabat beberapa kewajiban Islam. Diantara butiran tutur kata beliau pada hari itu, ialah “Kewajiban mengeluarkan
zakat yang sangat terkenal dalam masyarakat kita dengan nama fitrah.” Terdapat dua pendapat berkaitan dengan penentuan permulaan wajib zakat dalam Islam. Pendapat pertama mengatakan bahwa zakat diwajibkan pada tahun ke2 sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah. Ulama yang berpendapat demikian misalnya Muhammad Ridha dan Abdul Wahab Khallaf. Fakta menunjukkan bahwa zakat yang diwajibkan dimadinah dengan nisab dan besar tertentu.25 Ayat-ayat yang turun di Madinah menegaskan zakat itu wajib dalam bentuk perintah yang tegas intruksipelaksanaan yang jelas. Seperti yang dijelaskan Allah dalam al-Qur’an QS. al-Baqarah/2:110.
23
Mohd. Izzah Daruza, Sira al-Rasul: Muqtabasah min al-Quran al-karim, Jilid II. h, 341
24
Yusuf Qardawi, Fiqhul Zakat , diterjemahkan Salman Harun, Hukum Zakat. (Jakarta; Pustaka Litera Antarnusa), h. 60 25
Yusuf Qardawi, Fiqhul Zakat , diterjemahkan Salman Harun, Hukum Zakat, h. 61-2
xxv
Terjemahnya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Adapun pendapat kedua menytakan, bahwa zakat diwajibkan bersamaan dengan perintah kewajiban shalat, yaitu ketika nabi Muhammad saw berada di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah. Ulama yang berpendapat demikian adalah Sayyid Sabiq dan Hasbi Ash-Shiddiq.26 b. Perkembangan Zakat di Indonesia Zakat menjadi salah satu sumber dana yang sangat penting bagi perkembangan agama Islam sejak masuknya Islam di Indonesia. Pada masa penjajahan belanda, pemerintah mengeluarkan Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893 yang berisi tentang kebijakan pemerintah kolonial mengenai zakat. Tujuan dari dikeluarkannya peraturan ini adalah untuk mencegah terjadinya penyelewengan keuangan zakat oleh para naib. Sedangkan untuk tata cara pelaksanaanya perlu untuk disesuaikan dengan kehidupan di Indonesia, misalnya apabila diadakan Bank zakat, yang akan menampung dana zakat untuk dibagikan kepada 8 golongan mustahiq. Zakat yang diselenggarakan dan diorganisasikan dengan baik, sangat bermamfaat tidak hanya untuk orang muslim tetapi kepada seluruh umat manusia pada umumnya. Pada tanggal 22 Oktober 1968 tepat malam peringatan Isra dan Mi’raj di Istana negara presiden Suharto mengelurkan anjuran untuk menghimpun zakat secara sistematis dan terorganisasi. Bahkan secara pribadi beliau menyatakan diri bersedia menjadi amil zakat tingkat nasional.27 26
Rahmawati Muin, Manajemen Zakat, h. 8
27
Djohan Effendi, Agama dan Pembangunan Nasional (Himpunan Sambutan Presiden Suharto). Jakarta: Kuningan Mas, 1984.
xxvi
Pada tanggal 23 September 1999 diundangkan menjadi undang-undang 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Undang-undang ini berisi 10 bab 25 pasal. Adapun rincian undang-undang 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat sebagai berikut:28 a. Bab I Ketentuan Umum (Pasal 1,2,3) b. Bab II Asas dan Tujuan (Pasala 4,5) c. Bab III Organisasi pengelolaan Zakat (Pasal 6,7,8,9,10) d. Bab IV Pengumpulan Zakat (Pasal 11,12,13,14,15) e. Bab V Pendayagunaan Zakat (Pasal 16,17) f. Bab VI Pengawasan (Pasal 18,19,20) g. Bab VII Sanksi (Pasal 21) h. Bab VIII Ketentuan-ketentuan Lain (Pasal 22,23) i. Bab IX Ketentuan Peralihan (Pasal 24) j. Bab X Ketentuan Penutup (Pasal 25) Sebelum dikeluarkannya undang-undang ini, terdapat ketidak jelasan mengenai bentuk serta kedudukan hukum lembaga yang bertanggung jawab soal pengumpulan dan pendistribusian zakat, infak dan shadaqah. Dengan dikeluarkannya undang-undang ini diharapkan agar pengelolaan zakat dapat dilaksanakan dengan baik terorganisasi dan profesional sehingga dapat dimaksimalkan potensi zakat. B. Landasan Hukum Zakat Zakat merupakan kewajiban sosial dan hak orang yang melarat serta merupakan pajak kekayaan yang diperintahkan Allah harus ditarik dari kekayaan 28
H. M. Mansyhur Amin, Pengelolaan Zakat dan Permasalahannya di Indonesia, Direktorat Urusan Agama Islam Departemen Agama. 2000
xxvii
orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin.29 Selain Zakat merupakan salah satu rukun dari pondasi Islam yang menjadi kewajiban bagi seorang muslim terhadap kelebihan dari harta yang mereka miliki. Sehingga keberadaan zakat sangat kuat karena didukung oleh dasar hukum yang bersumber dari al-Qur’an maupun al-hadits. 1. Dari al-Qur’an a. QS. An-Nur/24:56
Terjemahnya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. b. QS. Al-Baqarah/2:83
Terjemahnya: Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. c. QS. At-Taubah/9:11.
29
Yusuf Qardawi, Fiqhul Zakat , diterjemahkan Salman Harun, Hukum Zakat, h. 98
xxviii
Terjemahnya: Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. d. QS. An-Nisa/4:162
Terjmahnya: Dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. orang-orang Itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar. e. QS. Al-Ma>idah/5:12
Terjemahnya: Dan Sesungguhnya Allah telah mengambil Perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya aku beserta kamu, Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasulKu dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik Sesungguhnya aku akan menutupi dosa-dosamu. dan Sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka Barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, Sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus. 2. Dari Hadits a.
Riwayat Bukha>ri dan Muslim
ِ ُ ﺎل رﺳ ِْ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠﻢ ﺑُِﲏ ٍ َْاﻹ ْﺳ َﻼ ُم َﻋﻠَﻰ ﲬ ﺲ َﺷ َﻬ َﺎدةِ أَ ْن َﻻ إِﻟَﻪَ إِﱠﻻ َ ََﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤَﺮ َر ِﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ ﻗ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ ُ َ َ َﺎل ﻗ َ َ ◌َ ( )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري ﰲ ﻛﺘﺎب اﻹﳝﺎن30.ﺼ َﻼةِ َوإِﻳﺘَ ِﺎء اﻟﱠﺰَﻛﺎةِ َو ْاﳊَ ﱢﺞ َو َﺻ ْﻮِم َرَﻣ َﻀﺎن ُ اﻟﻠﱠﻪُ َوأَ ﱠن ُﳏَ ﱠﻤ ًﺪا َر ُﺳ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ َوإِﻗَ ِﺎم اﻟ ﱠ 30
Jabal, Shahi Bukhari dan Muslim. (Bandung:Al-Bayan, 2011), h. 184
xxix
Artinya: Dari Ibnu Umarradhiallahu 'anhuma berkata : saya mendengar Rasulullah
bersabda: "Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan b.
Hadis dari Ibnu Abbas ra., bahwa Rasulullah ketika mengirim Muaz bin Jabal ke negeri Yaman, Bersabda:
ِ ٍ ﻋ ِﻦ اِﺑ ِﻦ ﻋﺒﱠ ﺚ ُﻣ َﻌﺎذًا رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ إِ َﱃ اَﻟْﻴَ َﻤ ِﻦ ( ﻓَ َﺬ َﻛَﺮ َ ﱠﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺑـَ َﻌ ) أَ ﱠن اَﻟﻨِ ﱠ:ﺎس َرﺿ َﻲ اَﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ َ ْ َ ِِ ِ ِ َ اَ ْﳊ ِﺪ ,ِ ﻓَـﺘُـَﺮﱡد ﰲ ﻓُـ َﻘَﺮاﺋِ ِﻬ ْﻢ ( ُﻣﺘﱠـ َﻔ ٌﻖ َﻋﻠَْﻴﻪ, ﺗُـ ْﺆ َﺧ ُﺬ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻏﻨِﻴَﺎﺋِ ِﻬ ْﻢ,ﺻ َﺪﻗَﺔً ِﰲ أ َْﻣ َﻮاﳍِِ ْﻢ َ ) أَ ﱠن اَﻟﻠﱠﻪَ ﻗَﺪ اﻓْـﺘَـَﺮ: َوﻓﻴﻪ,ﻳﺚ َ ض َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ َ ِ ِ ُ واﻟﻠﱠ ْﻔ ي ّ ﻆ ﻟ ْﻠﺒُ َﺨﺎر َ Artinya: Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman ia meneruskan hadits itu dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari. 3. Ijma Di samping landasan yang sharih dan qath’i di atas kewajiban membayar zakat diperkuat pula dengan dalil ijma’ para sahabat. Khalifah Abu Bakar, pada awal pemerintahannya dihadapkan dengan satu masalah besar yaitu munculnya golongan yang enggan membayar zakat, sedang mereka mengaku Islam. Berdasarkan ijtihadnya yang didukun sahabat-sahabat lain, maka tanpa ragu beliau mengambil tindakan tegas yaitu memerangi golongan pembangkan tersebut. Dan kewajiban ini terus berlangsung sampai kepada khalifah-khalifah berikutnya. Ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam. Selain itu, bahwasahnya umat muslim setiap zaman dan tempat, memahami zakat adalah
xxx
salah satu rukun dari beberapa rukun Islam yang lima dan zakat difardhukan di Mekka
pada
awal
Islam
secara
mutlak
tampa
ditentukan
bentuk
dan
kadarnya.31Sedangkan dalam kitab al-Fiqh ala Maza>hibul Arba’a umat sepakat bahwasahnya zakat termasuk dari rukun Islam dengan syarat yangn khusus.32 Landasan pengelolaan zakat selain di atas juga disebut secara implisit termuat dalam pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945, kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang sudah diundangkan sejak 23 September 1999. Kemudian keputusan Menteri Agama itu ditindaklanjuti lagi dengan keputusan Direktur Jederal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2000. Sebagai kelengkapan UU No. 38/1999 tersebut dibutuhkan peraturan lain, yaitu UU keuangan Negara No.17/2003 (LN Tahun 2003 No. 201, UU Perbendaharaan Negara No. 1 Tahun 2004. Peraturan Perundang Pengelolaan Keuangan Daerah No. 58 Tahun 2005. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang pengelolaan keuangan daerah. Untuk kelancaran tugas pokok pengelolaan zakat, masing-masing daerah dapat menindaklanjutinya dengan membuat peraturan daerah (perda) mengenai zakat. Pengelolaan zakat melalui amanah undang-undang ini belum optimal, lalu diamandemen, lahirlah undang-undang zakat yang baru (UU No. 23/2011 tentang pengelolaan zakat.33 C. Syarat-syarat Sah Zakat Menurut agama Islam tidak semua umat Islam dikenakan hukum untuk menunaikan zakat atau disebut muzakki. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh wajib zakat menurut jumhur ulama adalah:34 1. Islam
31
Muhammad Said T}ant}a>wi, al-Fikhi Muyasar (Kairo: Darul Fikr, tt.), h. 10
32
Abdu Rahman al-Jazi>ri, Mazhabul ala Arba’a (Kairo: Darul Hadist, 1424H, 2004M), h. 457
33
Ali Parman, Pengelolaan Zakat. (Makassar: Alauddin University Press), h.30-1
34
Gus Arifin, Zakat, Infaq, Shadaqah, (Jakarta: Gramedia, 2011), h. 32
xxxi
Sebagaimana syarat wajib zakat yang mengkhususkan bagi seorang muslim dan adalah syarat sahnya zakat tidak sah bagi orang kafir. Adapun kafir yang di maksud yaitu kafir asli (yaitu yang terlahir sebagai orang kafir karena kedua orang tuanya kafir dan tidak pernah masuk Islam. Menurut pendapat empat madzhab tentang zakat bagi non Islam yaitu: a. Imam Hanafi berpendapatn kewajiban zakat bagi orang murtad sudah gugur b. Imam Ma>lik berpendapat bahwa orang kafir pun wajib menunaikan zakat,namun zakatnya tidak sah kecuali masuk Islam adalah syarat sah zakat c. Imam Sya>fi’i berpendapat orang murtad tetap wajib zakat dengan kewajiban yang tertangguhkan hingga masuk Islam lagi. Jika masuk Islam, maka wajib berzakat bila harta masih ada. Jika zakatnya dikeluarkan ketika murtad, maka hal itu sah, karena tujuan niat adalah untuk membedakan bukan untuk iba>dah itu sendiri. Apabila ia mati dan tidak masuk Islam lagi, maka hartanya itu keluar dari hak miliknya dan tidak ada zakat. d. Imam Hambali berpendapat bahwa orang murtad wajib mengeluarkan zakat 2. Baligh dan berakal Kedua hal tersebut (baligh dan berakal) dipandang sebagai syarat oleh madzhab Hanafi. Dengan demikian zakat tiidak wajib diambil dari harta anak kecil dan orang gila, sebab keduanya tidak termasuk di dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah. Pandangan berbeda dikemukakan oleh jumhur ulama, bahwa kedua syarat tersebut bukan merupakan syarat. Karenanya zakat juga wajib dikeluarkan dari harta anak kecil dan orang gila, yang dikeluarkan oleh walinya. Beralasan terhadap
xxxii
keumuman teks dan hadis- hadis shahih yang menegaskan secara mutlak wajibnya zakat atas kekayaan orang kaya, tidak terkecuali apakah mereka anak-anak ataupun orang gila.35
Lagi pula zakat dikeluarkan sebagai pahala untuk orang yang
mengeluarkannya dan bukti solidaritas terhadap orang fakir dan miskin. Anak kecil dan orang gila termasuk juga orang berhak mendapatkan pahala dan membuktikan rasa soliaritas mereka. Atas dasar ini, imereka wajib memberikan nafkah kepada kerabat mereka. Perbedaan tersebut berpangkal dari perbedaan pemahaman zakat secara
syar’i, apakah zakat itu iba>dah yang sama kedudukannya dengan shalat dan puasa? atau zakat itu hak fakir miskin yang harus dibayar oleh orang-orang kaya. Bila zakat tergolong iba>dah, maka syaratnya harus baligh. Sebaliknya jika zakat tergolong hak bagi fakir miskin yang harus dibayar oleh si kaya, maka tidak disyaratkan baligh. 3. Merdeka Menurut kesepakatan ulama bahwa zakat itu tidak wajib atas hamba sahaya, karena hamba sahaya tidak mempunyai hak milik. Madzhab malik berpendapat, bahwa tidak ada kewajiban zakat pada harta milik seorang hamba sahaya, baik atas nama hamba sahaya itu sendiri maupun atas nama tuannya. Madzhab ini berpendapat bahwa harta milik hamba sahaya pada dasarnya tidak sempurna. Sedangkan zakat pada hakekatnya hanya diwajibkan pada harta yang dimiliki secara penuh. Selain itu, tuan hamba sahaya tidak berhak memiliki harta hamba sahayanya.36
35
Yusuf Qardawi, Fiqhul Zakat , diterjemahkan Salman Harun, Hukum Zakat, h. 109
36
Wahbah al-Zuhaili, Zakat, Kajian Berbagai Madzahab. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 98
xxxiii
Merdeka dalam hal ini tidak mempunyai tanggungan (yang mengurangi objek zakat). Wajibnya zakat disyaratkan merdeka, maka seorang hamba walaupun hamba mukatab, tidak wajib menunaikan zakat (menurut madzahab ma>liki, Syafi’i, dan Hambali. Sedangkan menurut Madzahab Hanafi, diwajibkan zakat untuk tanamannya saja.37 4. Harta yang disyaratkan adalah milik penuh Para fuqaha dalam hal ini berbeda pendapat mengenai tentang apa yang dimaksud dengan milik penuh atas harta milik. Milik penuh ialah harta yang sudah berada ditangan sendiri, ataukah harta milik yang hak penegluarannya berada di tangan seseorang, ataukah harta yang dimiliki secara asli. Menurut Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta yang dimiliki secara penuh ialah harta yang dimiliki secara asli, penuh dan ada hak untuk mengeluarkannya. 5. Mencapai nisha>b Nisha>b ( )اﻟﻧﺻﺎبatau batas kena zakat, didefinisikan
ﻗﺪر ﻣﻌﻠﻮم ﳑﺎ ﲡﺐ ﻓﻴﻪ اﻟﺰﻛﺎة Artinya: Kadar tertentu sesuatu yang terkena kewajiban zakat. Mencapai nisha>b dari harta yang dimiliki itu adalah syarat diwjibkannya zakat.38 6. Waktunya sampai setahun atau haul
37
Gus Arifin, Zakat, Infak, dan Sedekah, h. 34
38
Gus Arifin, Zakat, Infak dan Sedekah, h. 41
xxxiv
Menurut Madzhab Syafi’i bahwa masa haul menjadi syarat dalam zakat uang, perdangangan, dan binatang ternak. Masa setahun yang sempurna berlangsung secara terus menerus juga menjadi syarat dalam zakat. Atas dasar ini, apabila harta yang telah dimiliki itu berkurang pada masa setahun, baik dengan proses tukarmenukar, atau yang lainnya seperti jual beli dan hibah, maka masa haulnya dimulai lagi, karena pemilikan terhadap harta tersebut mengalami perubahan. D. Jenis-jenis dan Syarat Harta Yang di Zakati A. Jenis-jenis Harta yang di Zakati Al-Qur’an tidak membatasi jenis harta yang wajib dizakati. Apa syaratsyaratnya dan berapa jumlahnya yang harus dikeluarkan, hal mana diserahkan kepada Sunnah Rasul-Nya. Ada empat jenis harta yang ditunjuk oleh al-Qur’an untuk dikeluarkan tetapi tidak terperinci kadarnya.39 a. Emas dan perak. b. Tanaman/buah-buahan. c. Hasil usaha dagang dan sejenisinya. d. Yang keluar dari bumi berupa barang tambang dan lainnya. Sedangkan menurut al-Jaziri, para ulama madzhab empat secara ittifaq mengatakan bahwa jenis harta yang wajib dizakatkan ada lima macam, yaitu: 1) Binatang ternak (unta, sapi, kerbau, kambing/domba). 2) Emas dan perak. 3) Perdagangan.
39
Makalah, AG. Faried Wadjedy, MA, Zakat Gaji Sebagai Sarana Pengentasan kemiskinan, Di Barru. 19 Juni 1995
xxxv
4) Pertambangan dan harta temuan. 5) Pertanian (gandum, korma, anggur).40 Perbedaan pendapat ulama tentang jenis harta yang wajib dizakati disebabkan karena perubahan dan perkembangan. Artinya jenis-jenis harta sebagaimana disebut di atas, masih dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan ekonomi dan dunia usaha. Sedangkan dalam Undang-undang tentang pengelolaan zakat,41 disebutkan tujuh jenis harta yang dikenai zakatnya yaitu sebagai berikut: a) Uang Uang biasa di sebut درھم- ﻧﻘدyaitu kertas, emas, perak, dan logam lainyang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu, dikeluarkan oleh pemerintah suatu Negara sebagai alat penukaran atau standar pengukuran nilai yang sah. Uang (emas, perak, dan kertas) merupakan nilai tukar yang defenitif yang digunakan manusia dalam menghargakan sesuatu pada segala mamfaat, dan usaha. Kewajiban zakat uang ditetapkan dalam Al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam firman Allah swt QS. al-Taubah:9/34-35.42
Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orangorang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak 40
Abdurrahman al-Jaziri, Kitabu al-Fiqhi ala al Mudzahibi al-Arba’ah. (Bairut: Ihya alTurats al-Arabi,tt), h. 596. 41
Bab IV, Pasal 11 (2), Undang-undang No. 38/1999, h. 9
42
Ali Parman, Pengelolaan Zakat, h. 137
xxxvi
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Dalam berzakat untuk kekayaan tertentu, nishab dan kadar yang dipedomani adalah emas dan perak. karena alasanya sebagai berikut:43 1) Perintah syariat 2) Emas dan perak memiliki nilai jual yang sangat stabil 3) Emas dan perak itu sendiri wajib dizakati Apabila seseorang telah memiliki emas se-nishab telah cukup setahun dimiliki, maka wajib untuk mengeluarkan zakatnya. Jika tidak cukup se-nishab, maka tidak wajib.44 Menurut Yusuf al-Qardhawi nisab emas dan perak adalah 85 gram dengan kadar 2,5%. Dalam hal ini para ahli ilmu telah sepakat bahwa emas apabila ada 20 mitsqal dan harganya telah cukup 200 dirham, maka wajib dizakati. Para ulama sepakat (Wahbah Zuhaili : 130) bahwa uang wajib dikeluarkan zakatnya. Dan mereka sepakat pula bahwa emas yang wajib dizakati, nishab-nya 20 mitsqal (Wahbah Zuhaili:130 dan al-Mughni, 3 : 4). Nabi bersabda :
ِ ِ ِ ِ ﻟَْﻴﺲ ِﰲ أَﻗَ ﱠﻞ ِﻣ ْﻦ ِﻋ ْﺸ ِﺮﻳْﻦ ِﻣﺜْـ َﻘﺎﻻً ِﻣﻦ اﻟ ﱠﺬ َﻫ ٌﺻ َﺪﻗَﺔ َ َوﻻَ ِﰲ أَﻗَ ﱠﻞ ﻣ ْﻦ ﻣﺎﺋَـ َ ْﱵ د ْرَﻫ ٍﻢ،ﺐ َ َ َ Artinya ‘Emas yang kurang dari 20 mitsqal dan perak yang kurang dari 200 dirham tidak dikenai zakat’.
Hanya nilai 20 mitsqal masih diperdebatkan dikalangan para ulama. Menurut Wahbah Zuhaili nilai 20 mitsqal memiliki multi makna sesuai negara masing-masing dengan rincian perbandingan satu mitsqal sebagai berikut: Pertama Menurut Iraqi, satu mitsqal = 5 gram, ukuran emas yaitu 20 x 5 gram=100 gram Kedua Jumhur, satu mitsqal = 48 gram, ukuran emasnya 20 x 4,8 gram yaitu = 96 gram 43
Ali Parman, Pengelolaan Zakat, h.139-140
44
M.Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, h. 68
xxxvii
Ketiga Non Arab, satu mitsqal = 4,6 gram, ukuran emas = 20 x 4,6 gram = 92 gram Keempat Bank Sudan, satu mitsqal = 4,8 gram, ukuran emas = 20 x 4,458 gram = 89,16 gram Kelima Umum= satu mitsqal = 4,25 gram, ukuran emas = 20 x 4,25 gram = 85 gram.45 b) Hasil Perdangangan dan perusahaan Kewajiban zakat pada harta perdagangan didasarkan pada firman Allah swt QS. al-Baqarah: 2/267.
Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha kaya lagi Maha terpuji. Syarat zakat perdagangan dan perusahaan di antaranya: 1) Niaitnya untuk berdagang 2) Cukup nishab yang sesuai dengan nishab emas 3) Haul-Nya sudah mencapai satu tahun Syarat tersebut di atas memberikan isyarat bahwa zakat perdagangan dan perusahaan berkaitan dengan harga sehingga yang dizakati adalah harga dalam bentuk uang. Alasannya, nishabnya didasarkan pada nishab emas dan perak. c) Hasil Pertambangan dan Perindustrian Barang tambang adalah harta yang dikeluarkan dari dalam bumi yang merupakan anugrah dari Allah, yang bukan jenis bumi itu sendiri dan bukan pula
45
Ali Parman, Pengelolaan Zakat, h.144
xxxviii
harta yang sengaja dipendam yang berwujud padat atau cair. Adapun kepemilikan barang tambang yang bentuk padat sama dengan kepemilikan emas dan perak dan tembaga. Barang tambang kedudukannya sama dengan tanah atau batuan yang tetap kadarnya 2,5 %. Sedangkan perindustrian merupakan salah satu bentuk usaha yang legal. Perindustrian adalah sesuatu hasil desain untuk tujuan memperoleh keuntungan. Semua yang diperuntukkan untuk koleksi dalam berbagai jenisnya meliputi alat-alat, barang-barang, pakaian, makanan, perhiasan, dan barang-barang tidak bergerak dan bergerak lainnya. Menurut mazhab Hambali terdapat dua syarat dalam kewajiban zakat barang tambang sebagai berikut:46 1) Setelah dibentuk dan dibersihkan emas, dan perak hasil penambangan tersebut telah mencapai nishab, atau jika barang tambang tersebut telah mencapai nishab tanpa dibentuk terlebih dahulu, atau jika barang tambang tersebut bukan emas dan perak, tatapi harganya telah mencapai nishab. 2) Orang yang melakukan penambangan tersebut merupakan orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat. d) Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan Para ulama sepakat tentang kewajiban zakat pertanian, karena berdasarkan pada dalil al-Qur’an dan Hadis yang bersifat qath’i. Perbedaan pendapat terjadi dalam menentukan jenis-jenis tanaman dan buah-buahan ataupun biji-bijian. Ibnu Umar dan segolongan ulama salaf mewajibkan zakat pada empat jenis makanan pokok, yaitu gandum, jagung, kurma, dan aggur.47 Menurut lampiran UU No. 38 Tahun 1999 tetang pengelolaan zakat, zakat pertanian disebut zakatnya zakat tumbuh-tumbuhan. Jenisnya padi, biji-bijian
46
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 48-9
47
yusuf al-Qardhawi, Fiqh Zakat. (Bairut: Muassasah Rislah,1991), h. 349
xxxix
seperti jagung dan kacang-kacangan, tanaman hias anggrek dan segala jenis bunga, rumput-rumputan seperti rumput hias, tebu, bambu, dan seluruh yang bernilai ekonomis.48 e) Hasil Peternakan Para ulama sepakat kewajiban zakat pada tiga jenis hewan ternak, yaitu unta, sapi dan domba.49Sedangkan di luar ketiga jenis tersebut, para ulama berbeda pendapat. Abu Hannifah berpendapat bahwa binatang kuda dikenakan kewajiban zakat, sedangkan Imam Maliki dan Imam Syafi’i tidak mewajibkan kecuali bila kuda itu diperjualbelikan.50 Disebutka dalam al-Qur’an QS. an-Nahl:16/5-8
Terjemahnya: Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukarankesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,. Dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.
f) Hasil Pendapatan Jasa
48
Ali Parman, Pengelolaan Zakat, h.158
49
Abdurrahman Al-Jaziiri, Al-Fiqh ‘alaa Madzaahib al-Arba’ah. (Mesir: Maktabah alTijariyyah al-Kubra, tt), h. 596 50
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa-Adillatuhu. (Damaskus: Daar el-Fikr, 1989), h.
793
xl
Pendapatan dan jasa populer disebut profesi. dan merupakan bentuk penghasilan yang paling menonjol sekarang adalah penghasilan yang diperoleh dari keahlian seseorang. Adapun dasar hukum atas wajibnya zakat profesi adalah disebutkan dalam firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah:2/267.
Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Berdasarkan ayat di atas memberikan isyarat mengenai nishab, kadar dan
haul zakat profesi, secara sosiologis harus didasarkan ada tradisi negara setempat. Kemungkinan pertama, hasil profesi diqiyaskan pada zakat perdagangan, maka
nishab, kadar, dan haulnya sama dengan emas dan perak setelah dikurangi kebutuhan pokok. Kemungkinan kedua hasil profesi diqiyaskan pada zakat pertanian, maka nishab-nya sebesar 653 kg padi, kadarnya 10% atau 5 % dan dikeluarkan sehabis panen. Kemungkinan ketiga, hasil profesi diqiyaskan pada hasil temuan, maka kadarnya 20% tanpa nishab dan dikeluarkan pada saat menerimanya. 51 g) Rikaz Rikaz ialah harta terpendam pada zaman jahiliyah, yakni harta orang kafir yang diambil pada zaman Islam, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Adapun
51
Ali Parman, Pengelolaan Zakat, h. 164-5
xli
zakatyang wajib dikeluarkan sebesar 20% yang harus disimpan di Baitulmaal untuk kepentingan dan kemaslahatan umat. Sedangkan sisanya diberikan kepada penemunya, dengan catatan daerah penemuannya adalah daerah mubah, yaitu daerah yang tidak ada pemiliknya.52 Harta kekayaan sebagaimana disebutkan di atas, wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat (mencapai nisab, kadar dan waktu/haul). 53 B. Syarat-syarat Harta yang Di Zakati Harta yang dikenai zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Milik penuh Maksud harta berada di bawah kontrol dan kekuasaan pemiliknya, tidak tersangkut dengan hak orang lain, dan ia dapat menikmatinya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah swt QS. al-Baqarah:2/254.
Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. 2) Berkembang Berkembang artinya harta berpotensi memberi keuntungan melalui produktifitas dagang atau usaha lainnya baik yang dikelola sendiri maupun yang dikelola orang lain tetapi atas namanya.
52
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern. (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.
49 53
Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, h. 37
xlii
Berkembang atau tumbuh merupakan syarat kekayaan wajib zakat. sedangkan kekayaan yang tidak dapat dikembangkan?, maka untuk menjawab pertanyaan ada dua sebab, pertama kekayaan itu sendiri memang tidak mungkin dikembangkan dan kedua karena kelemahan pemiliknya sendiri. Dari ketentusn di atas, yaitu berkembang jelas bagi kita bahwa semua kekayaan yang berkembang pantas menjadi subjek atau sumber zakat. Sekalipun Nabi saw, tidak menegaskan wajibnya oleh karena berkembangnya. Tetapi hal itu dapat kita simpulkan dari pernyataan umum Qur’an dan Hadis.54 3) Halal dan baik Harta yang dizakati diperoleh dengan cara yang baik dan halal karena Allah hanya akan menerima yang baik dan halal sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah swt QS. al-Baqarah:2/188.
Terjemahnya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui. 4) Lebih dari kebutuhan biasa Zakat yang dikeluarkan zakatnya setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari yang terdiri atas kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Mereka berpendapat bahwa yang dimaksud kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan kerusakan dan kesengsaraan dalam hidup.55 Adapun firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah:2/219. 54
Yusuf Qardawi, Fiqhul Zakat , diterjemahkan Salman Harun, Hukum Zakat, h. 144 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 26
55
xliii
Terjemahnya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. 5) Bebas dari utang Para ulama memberikan keringanan tentang wajibnya mengeluarkan zakat bagi orang yang memiliki utang. Karena orang yang berutang kurang dari senishab bahkan berhak mendapat bagian dari zakat. Sedangkan orang yang mengambil kredit dari bank dan mampu mengembalikan pinjaman melalui cicilan gaji, maka bukan termasuk orang berutang. Mereka yang berpendapat bahwa zakat adalah hak fakir miskin mengatakan bahwa zakat tidak wajib atas kekayaan seseorang yang memiliki hutang, oleh karena hak orang yang memberi hutang lebih dahulu masanya daripada hak fakir. Kekayaan sesungguhnya adalah milik orang yang memperhutangkan, bukan milik orang yang memegang kekayaan tersebut. Tetapi orang yang berpendapat bahwa zakat itu adalah ibadah mengatakan bahwa zakat wajib atas orang yang memegang kekayaan. 6) Cukup nishab Nishab artinya batasan minimal harta yang wajib dizakati. Nilai nishab berbeda-beda tergantung jenis harta. Menurut pendapat ulama harus mencapai nishab, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena wajib zakat. Ketentuan bahwa kekayaan yang terkena kewajiban zakat harus sampai nisabnya disepakati oleh para ulama. Adapun hukmah adanya ketentuan nisabitu
xliv
jelas sekali, yaitu bahwa zakat merupakan pajak yang dikenakan atas orang kaya untuk bantuan kepada orang miskindan untuk orang yang berpartisipasi bagi kesejahteraan Islamdan kaum muslim.56 E. Prinsip-prinsip Zakat Menurut M,A. Mannan dalam bukunya “ Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, menyatakan bahwa zakat mempunyai beberapa prinsip, yaitu:57 1.
Prinsip keyakinan keagamaan, menyatakan bahwa orang yang membayar
zakat merasa yakin bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan keagamaannya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya, maka ia belum merasa sempurna keimanannya. Penempatan zakat dalam posisi tengah di antara pilar Islam pada hakikatnya bisa dipahami sebagai sebuah indikator dan barometer keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Allah dan juga hubungan horizontal dengan sesama manusia. Zakat memiliki multi makna dan nilai bagi orang yang memiliki pemahaman dan kesadaran atas zakat, yaitu sebagai kewajiban spritual (ibadah mahdah) kepada Allah, kewajiban mengemban amanah Allah dalam menjalankan fungsi harta benda milik mutlaknya dalam kapasitas sebagai khalifah di muka bumi.58 Disadari sejak awal bahwa zakat adalah sebagai bentuk penhambaan dan ketaatan kepada Allah terhadap harta yang dimiliki untuk diambil sebagian bentuk tangung jawab sosial kepada pihak lain yang membutuhkan. Dan bagi orang yang 56
Yusuf Qardawi, Fiqhul Zakat , diterjemahkan Salman Harun, Hukum Zakat, h. 150
57
M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1997), h.
257 58
Muhammad , Manajemen Organisasi Zakat, h. 31
xlv
enggan mengeluarkan zakat, maka termasuk al-abid, makhluk tuhan yang bergemilan dosa sehingga wajar untuk mendapatkan murka-Nya baik dunia maupun akhir nanti. 2.
Prinsip pemerataan dan keadilan dipandang cukup jelas menggambarkan
bahwasanya tujuan zakat yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Allah kepada umatnya.59 Dilihaht dari segi sosial, zakat dapat mengembangkan rasa tanggung jawab sosial. perintah zakat itu merupakan upaya untuk melaksanakan ajaran Islam, masyarakat memikul tanggung jawab untuk melindungi anggota-anggotanya yang lemah dan memelihara kepentingan. Zakat adalah poros dan pusat keuangan negara Islam. Zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan memnyadarkakn orang kaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Instrumen keadilan sosial ekonomi berupa zakat membawa pertumbuhan kekayaan, di samping nilai-nilai lain seperti pahala dan kekuatan pembersih jiwa manusia bagi muzakki. Zakat dalam ekonomi Islam merupakan salah satu struktur pilarnya yang dijadikan sebagai persiapan bantuan diri sosial, dengan individu memberikan kontribusi menurut kemampuan dirinya untuk memenuhi visi persaudaran. Keadilan sosial ekonomi sebagai muatan nilai yang terkandung dalam zakat memiliki satu prinsip, di mana manusia dengan potensi dan kemampuannya yang 59
Rahmawati Muin, Manajemen Zakat, h. 18
xlvi
berbeda memerlukan jaringan kerja sosial (sosial network) melalui mekanisme saling membantu satu dengan lain. Manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh kehidupan yang layak sebagai manusia meskipun dalam kenyataannya terdapat perbedaan potensi. Karena adanya perbedaan potensi sosial dan ekonomi inilah sehingga Islam menjadikan zakat sebagai salah satu diantara sekian pilar islam yang memiliki potensi dan kekuatan transformatif untuk mewujudkan keadilan sosial ekonomi.60 Segi sosial ialah untuk kemaslahatan pribadi-pribadi dan kemaslahatan umum. Segi ekonomis ialah harta benda itu harus berputar di antara masyarakat, menjadi daya dorong untuk perputaran ekonomi dalam masyarakat. Dalam konteks ini zakat bertujuan melindungi nasib orang fakir miskin serta untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.61 Beberapa uraian di atas tentang zakat dalam prinsip pemerataan dan keadilan, Penulis memandang penting karena selain membantu orang yang membutuhkan juga dapat menghilankan sifat kesenjangan antara si kaya dengan si miskin. 3.
Prinsip Produktifitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat telah
menghasilkan produk tertentu. Dan hasil produksi tersebut hanya dapat dipungut setelah lewat jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal dalam memperoleh hasil tertentu.
60
Muhammad, et.al, Manajemen Organisasi Zakat. h. 33
61
Asnaini, Zakat Produktif dalam Perpektif Hukum Islam, 44
xlvii
Potensi zakat sebagai instrumen perwujudan keadilan distributif menutup kran terjadinya monopoli sumber-sumber ekonomi oleh segelintir orang. Zakat harus didistribusikan untuk kepentingan para asnaf agar mereka terdorong bekerja dan berusaha sehingga mampu memenuhi kebutuhan, memiliki harta serta mampu merubah status dari mustahik menjadi muzakki dan munfik, kerena itu, zakat harus tersalur dalam berbagai lapangan usaha secara distributif sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan efektivitas ekonomi yang grow with equity peningkatan produktivitas yang dibarengi dengan pemerataan pendapatan serta peningkatan lapangan kerja bagi mustahik. 4.
Prinsip nalar dan kebebasan telah menjelaskan bahwa zakat hanya dapat
dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa tanggung jawab untuk membayar zakat guna kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang sakit jiwa dan sedang dihukum. 5.
Prinsip etik dan kewajaran, menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta
secara semena-mena tanpa memperhatiakn akibat yang ditimbulkan. Zakat tidak mungkin dipungut, jika akibat dari peemungutan tersebut membuat orang yang membayarnya akan menderita. F. Tujuan dan Hikmah Zakat A. Tujuan zakat Secara umum zakat bertujuan untuk menata hubungan dua arah yaitu hubungan vertikal dengan tuhan, artinya zakat sebagai ibadah dan wujud ketakwaan dan kesyukuran seorang hamba kepada Allah atas nikmat berupa harta yang
xlviii
diberikan Allah kepadanya serta untuk membersihkan dan mensucikan diri dan hartanya. Tujuan ini didasarkan pada firman Allah swt QS. at-Taubah/9:103.
Terjemahnya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Sedangkan secara horizontal zakat bertujuan mewujudkan rasa keadilan sosial dan kasih sayang di antara pihak yang berkemampuan dengan pihak yang tidak mampu dan dapat memperkecil problema dan kesenjangan sosial serta ekonomi umat. Dalam konteks ini zakat diharapkan dapat mewujudkan pemerataan keadilan sosial diantara sesama manusia. Tujuan ini digambarkan dalam firman Allah swt QS. al-Hasyr/59:7.
. Terjemahnya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orangorang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orangorang Kaya saja di antara kamu. Zakat yang mengandung pengertian bersih, suci berkembang dan bertambah yang mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia baik sebagai individu maupun masyarakat. Dengan demikian lembaga zakat itu diwajibkan untuk dilaksanakan guna mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.62 62
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah. (Jakarta: Kencana, 2012), h. 349
xlix
Demi merealisasikan tujuan zakat memerlukan kelembangan (syari’at) yang bisa dirancang sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan z}uru>f (waktu, tempat dan keadaan) yang melengkapinya.63 Adapun tujuan zakat dilihat dari kepentingan kehidupan sosial, antara lain adalah bahwa zakat itu bernilai ekonomik, merealisasi fungsi harta sebagai alat perjuangan untuk agama Allah dan mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya.64Adapun tujuan-tujuan zakat diantaranya sebagai berikut: a. mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil, dan mustahiq lainnya. c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya d. menghilangkan sifat kikir dan lomba memiliki harta e. membersihkan diri dari sifat dengki dan iri hati f. menjembatangi jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin dalam suatu masyarakat g. mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama pada mereka yang mempunyai harta kekayaan h. mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya
63
H. Saifuddin Zuhri, Zakat di Era Reformasi, h. 31
64
Rahmawati Muin, Manajemen Zakat, h. 19
l
i. sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai leadilan sosial.65 Menurut Wahbah dalam menguraikan tujuan zakat bagi kepentingan masyarakat, sebagai berikut: 1) Menggalang jiwa dan semangat menunjang solidaritas sosial di kalangan masyarakat muslim 2) Merapatkan dan mendekatkan jarak dan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat 3) Menanggulangi pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana alam dan lain sebagainya 4) Menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya konflik, persengketaan dan berbagai bentuk kekacauaan dalam masyarakat 5) Menyediakan suatu dana khusus untuk menanggulangi biaya hidup bagi para gelandangan, para pengangguran dan para tuna sosial lainnya, termasuk dana untuk membantu orang-orang yang hendak menikah tetapi tidak memiliki dana untuk itu Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, zakat mempunyai dampak tujuan sebagai berikut: Pertama, Mengikis habis sifat-sifat kikir dalam jiwa seseorang serta melatihnya memiliki sifat dermawan, dan mengantarkannya mensyukuri nikmat Allah, sehingga pada akhirnya ia dapat mengembangkan keperibadiannya Kedua, menciptakan ketenangan dan ketentraman, bukan hanya kepada penerima, melainkan juga kepada pemberi zakat, infak, dan sedakah 65
Faridah Prihartini, et.al, Hukum Islam Zakat dan Wakaf Teori Prakteknya di Indonesia. (Jakarta: Papan Sinar Sinanti: Cet I, 2005), h. 50
li
Ketiga,
Mengembangkan harta benda. Pengembangan ini dapat ditinjau
dari dua sisi: sisi spritual berdasarkan firman Allah swt, QS. al-Baqarah/2:276.
Terjemahnya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sedangkan sisi ekonomis-psikologisnya yaitu ketenangan batin dari pemberi zakat, infak, dan sedakah akan mengantarkannya berkonsepsi dalam pemikiran dan usaha pengembangan harta. Di samping itu akan mendorong terciptanya daya beli dan produksi yang baru bagi produsen yang dalam hal ini adalah pemberi zakat, infak dan sedakah.66 Menurut Afzalur Rahman, tujuan zakat adalah mempersempit ketimpangan ekonomi dalam masyarakat hingga di batas yang minimal mungkin. Tujuannya adalah menjadikan perbedaan ekonomi di antara masyarakat secara adil dan saksama, hingga yang kaya tidak tumbuh semakin kaya (dengan mengeksplotasi anggota masyarakat yang miskin) dan yang miskin semakin miskin. Karena itu, tujuannya adalah mendistribusikan harta di masyarakat dengan cara sedemikian rupa, sehingga tidak seorang pun masyarakat muslim yang tinggal dalam keadaan miskin (malarat).67 Menurut Chalid Fadlullah bahwa mamfaat ibadah zakat sangat banyak baik yang menunaikan maupun bagi penerimanya sebagai berikut.
66
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1992), h. 325
67
Lihat Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1996), h.
250
lii
a) Mamfaat bagi Muzakki yaitu dapat membersihkakn atau mensucikan jiwa dari sifat-sifat kikir, bakhil, menanamkan perasaan cinta kasih terhadap golongan yang lemah, membersihkan harta yang kotor, kerena di dalam kekayaan itu sendiri terdapat harta yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan, yang merupakan hak orang lain. Sedangkan b) Mamfaat bagi Penerima membersihkan (menghilangkan perasaan sakit hati, iri hati, benci dan dendam terhadap golongan kaya yang hidup serba kemewahan, menimbulkan rasa syukur kepada Allah dan terima kasih serta simpati kepada golongan berada Dari uaraian mengenai zakat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan zakat itu pada dasarny adalah menjadikan perbedaan ekonomi diantara masyrakat dipandang secara adil dan saksama. B. Hikmah zakat Ajaran Islam setiap perintahnya untuk melakukan ibadah mengandung hikmah dan rahasia yang sangat berguna bagi pelaku ibadah tersebut, termasuk ibadah zakat. Adapun yang dimaksud dengan hikmah zakat dalam hal ini adalah makana yang bersifat rohaniah dan filosofis yang mengadung mamfaat. Dengan mengetahui hikmah suatu kewajiban atau larangan, akan diperoleh jawaban yang memuaskan dan logis, yaitu mengapa hal itu diwajibkan atau dilarang oleh Allah. Hikamah zakat ditujukan untuk kedua belah pihak yaitu pihak wajib zakat dan penerimanya. Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah yang begitu besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki)
liii
dan penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan.68Diantara hikmah yang terkandung ialah: a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah swt, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan ahklak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus, membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Sebagaimana Firman Allah swt dalam QS. Ibrahim/14:7.
Terjemahnya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". b. Kerena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehinggamereka dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan layak, dapat beribadah kepada Allah swt, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta yang cukup banyak. c. Sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara
orang-orang yang bercukupan
hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya Allah berfirman dalam surat al-Baqarah/2:273.
68
Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 82
liv
Terjemahnya: (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui. d. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial, maupun ekonomi sekaligus sarana pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim. Hampir semua ulama sepakat bahwa orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas nama golongan fakir dan miskin maupun sabilillah.69 e. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat bukanlah membersihkan harta kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah swt yang terdapat dalam QS. al-Baqarah/2:267.
Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
69
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah. (Kuwait: Daar el-Bayan, 1968), h. 146
lv
f. Dari sisi pembangunan kesejhteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen
pemerataan
pendapatan.
Dengan
zakat
dikelola
dengan
baik,
dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi economic with equity.70Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi. Zakat juga merupakan institusi yang komprehensip untuk distribusi harta karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai melewati nishab. Akumulasi harta di tangan seseorang atau kelompok orang kaya saja secara tegas dilarang Allah swt dalam firmannya QS. al-Hasyr/59:7
.
Terjemahnya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orangorang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orangorang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. g. Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlombalomba menjadi muzakki dan munfik. Mengenai hikmah zakat ini ulama memberikan komentarnya diantaranya sebagai berikut:
70
Lihat Ahmad Muflih Saefuddin, Pengelolaan Zakat ditinjau dari Aspek Ekonomi (Bontang: Badan Dakwah Islamiyyah, LNG, 1986), h. 99
lvi
1) Wahbah al-Zuhaili mencatat 4 hikmah zakat, yaitu: a) Menjaga harta dari pandangan dan tangan-tangan orang yang jahat b) Membantu fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan c)
Membersihkan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil serta membiasakan orang mukmin dengan pengeorbanan dan kedermawanan
d) Mensyukuri nikmat Allah swt berupa harta benda Sedangkan menurut Said bin Ali bin Wahaf menerangkan hikmah zakat sebagai berikut:71 1. Menyempurnakan Islam seorang hamba, karena zakat merupakan salah satu rukun Islam. 2. Untuk mencapai ketaatan kepada Allah 3. Membersihkan dan mensucikan jiwa 4. Menjaga diri dari keburukan 5. Penyelamat dari kesusahan hari pembalasan 6. Memudahkan untuk mendapatkan berkah dari Allah 7. Penyebab untuk masuk surga 8. Mencegah seseorang dalam menimbun harta 9. Menolong muslim untuk mengetahui hukum-hukum dan pemahaman dalam agama 10. Sebab turunnya kebaikan dan menolak ganjaran 11. Menghapus dosa 12. Mengeluarkan zakat sebagai tanda rasa syukur atas nikmat Allah 13. Mencegah orang yang mempunyai harta dari azab Allah 14. Membersihkan harta 15. Menjaga harta dari kerusakan 16. Menolong orang fakir Hikmah zakat yang disebutkan dalam kitab Bada’i sebagai berikut:
71
Siad bin Ali bin Wahaf al-Qahta>ny, Manzila>htu Zakat fi Islam, Cet I (Riayad:Safir,1425
H, 43
lvii
Pertama sesungguhnya menunaikan zakat termasuk kategori menolong kaum lemah dan membantu orang yang sangat membutuhkan, menghargai kaum lemah, dan memberi semangat kepada mereka untuk menunaikan apa yang diwajibkan Allah. Kedua zakat merupakan pembersih jiwa orang yang menunaikan dari kotaran dosa, demikian juga menyucikan perangai dengan berbudi pekerti, dermawan serta meninggalkan sifat bakhil atas hartanya. Ketiga Allah swt mwmberi nikmat kepada orang-orang kaya dan memuliakan mereka dengan bermacam-macam nikmat, harta benda yang melebihi kebutuhan primer, dan memberikan keistimewaan kepada mereka dengan harta benda hingga mereka bersenang-senang. Kemudian dari berbagai hikmah yang disyariatkan zakat menurut pendapat ulama, maka dapat di bagi menjadi tiga aspek yaitu aspek diniyyah, aspek
khuluqiyyah, dan aspek ijtimaiyyah 1. Aspek diniyyah a.
Melalui zakat berarti telah menjalankan salah satyu dari rukun Islam yang menghantarkan seorang hamba kepada kebahagian dan keselamatan dunia akhirat.
b.
Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada tuhannya, akan menambah keimanan dan keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
c.
Pembayaran zakat akan mendapatkan pahala yang besar dan berlipat ganda, sebagaimana dijanjikan oleh Allah. 2. Aspek khuluqiyah (akhlak)
lviii
a.
Menanamkan sifat kemulian, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat
b.
Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahma (kasih sayang) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya
c.
merupakan realita, bahwa dengan menyumbangkan sesuatu yang bermamfaat, baik berupa harta maupun raga bagi kaum muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa, sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai dengan tingkat pengorbanannya
d.
Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak 3. Aspek ijtimaiyyah
a.
Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia
b.
Memberikan support kekuatan bagi kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka
c.
Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam, dan rasa dongkol yang ada di dalam dada fakir miskin, karena masyarakat yang sosial berada dalam status bawah akan mudah tersulut rasa benci dan permusuhan jika mereka melihat kelompok masyarakat ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermamfaat.
d.
Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi bagi pelakunya dan jelas berkahnya akan melimpah.
lix
e.
Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda, karena ketika harta dibelanjakan, maka perputarannya akan meluas sehingga libih banyak pihak yang mengambil mamfaat. Melihat berapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hikmah
zakat dapat memberi keuntungan kepada semua pihak. Karean dana bagi orang miskin dapat mendorong dan memberi kesempatan untuk berusaha dan bekerja keras sehingga pada gilirannya nanti akan berubah dari golongan yang menerima zakat menjadi pemberi zakat. sedangkan bagi orang kaya dapat memperoleh mamfaat apa yang telah mereka keluarkan dan selain itu dapat mengembangkan jati diri dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial.
G.Sasaran Pendistribusian Zakat Para ulama dan ahli hukum Islam ketika membahas sasaran zakat, atau yang dikenal dengan mustahaqqu al-zakah atau asnaf, selalu merujuk pada surat alTaubah ayat 60. Ayat ini menyebutkan delapan golongan yang berhak menerima zakat.72 Allah swt berfirman dalam QS. al-Taubah/ 9 :60
Terjemahnya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
72
Asnaini et,al, Zakat Produktif Perspektif Hukum Islam, h. 47
lx
Melalui ayat di atas ulama tafsir sepakat, bahwa distribusi zakat hanya diberikan kepada delapan golongan. Dan terjadi perbedaan pendapat dikalangan mereka, ketika mengartikan, siapa yang dimaksudkan delapan golongan itu.73 1. Al-Fuqara Kata fuqara yang merupakan bahasa Arab, adalah bentuk jamak dari kata fakir, yaitu orang yang sama sekali tidak mempunyai pekrjaan, atau mempunyai pekerjaan tetapi penghasilannya sangat kecil, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. 74 Sedangkan Saifuddin Zuhri menambahkan bahwa fuqara adalah mereka yang mempunyai harta sedikit kurang dari satu nisab atau mereka yang terdesak kebutuhan ekonominya, tetapi menjaga diri tidak mau meminta-minta. Rasyid Ridha, mendefinisikan fakir adalah kebalikan orang kaya. Disebutkannya fakir bertetangan dengan kaya menunjukkan bahwa fakir adalah orang yang sangat memerlukan bantuan keluasan mata pencahariannya, bukan hanya sekedar orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Sedangkan Imam Madzhab yang empat mendefinisikan fakir adalah.75 a. Imam Hanafi mengartikan fakir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari senishab atau mempunyai senishab atau lebih, tetapi habis dengan hajatnya (keperluaannya).
73
H. Saifuddin Zuhri, Zakat di Era Reformasi, h. 99
74
Rahmawati Muin, Manajemen Zakat, h. 82
75
Gus Arifin, Zakt, Infak, Shadaqah, h.159-160
lxi
b. Imam Malik mengartikan fakir adalah orang yang mempunyai harta dan hartanya tdidak cukup untuk keperluannya dalam satu tahun, orang yang mempunyai pendapatan dan tidak mencukupi. c. Imam Syafi’i mengartikan zakat adalah orang yang mempunyai harta dan usaha atau orang yang mempunyai usaha atau harta yang kurang dari ½ kecukupannya, dan tidak ada orang yang berkewajiban memberi belanja. d. Imam Hanafi mengartikan fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau mempunyai harta kurang dari ½ keperluannya. 2. Miskin Adapun pengertian miskin adalah orang yang mempunyai kekayaan melebihi dari apa yang dipunyai orang fakir, atau orang yang mempunyai pekerjaan dan penghasilannya bisa menutupi setengah lebih sedikit dari kebutuhannya. Menurut pendapat Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya, Fiqh az-Zaka>h, bahwa Allah menyebutkan fakir dan miskin pada urutan pertama dan kedua menunjukkan, bahwa tujuan utama dari zakat adalah untuk menanggulangi kemiskinan. menurut, hal ini merupakan tujuan utama zakat yang terpenting 3. Al-Amilin Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu untuk melaksanakannya dan diperuntuhkan bagi mereka yang berhak menerimanya. karean itu diperlukan pengelolaan yang baik. Dengan pengelolaan zakat yang baik dan profesional, zakat menjadi sumber dana yang potensial yang dapat meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Untuk itu diperlukan badan, lembaga,
lxii
yayasan amil zakat, sejalan dengan al-Qur’an yang menggunakan kata-kata jama’ amilin’, sehingga amil tidak boleh perorangan.
Amili>n (‘Amilun>) kata jama’ dari mufrad ‘Amilun. Menurut Imam Syafi’i ‘amilu>n adalah “orang-orang yang diangkat untuk memungut zakat dari pemilikpemiliknya, yaitu para sa’i dan penunjuk-penunjuk jalan yang menolong mereka, karena mereka tidak bisa memungut zakat tanpa pertolongan penunjuk jalan itu”.76 Pekerjaan para amil itu menjadi sebab mendapatkan imbalan sebagaimana halnya sifat kefakiran dan kemiskinan. Jika pekerjaan itu merupakan sebab, maka kaidah syar’i menetapkan bahwa bagian amil itu merupakan upah sebagai imbalan baginya. karena itu Mazhab Safi’i memandang mereka berhak mendapatkan upah.77 4. Al-Muallaf Muallaf adalah orang yang dipengaruhi hatinya, ialah para tokoh yang disegani dalam keluarganya, atau kaumnya yang bisa diharapkan masuk Islam, atau dikhawatirkan perbuatan jahatnya, atau bila diberi zakat orang tersebut bisa diharpakan keimanannya semakin kokoh atau keislaman kawan-kawan setingkat dengannya, atau bisa menarik orang orang yang enggan bayar zakat, atau karena melindungi orang-orang Islam. Menurut Abu Ya’la, muallaf terdiri atas dari dua golongan “orang Islam dan orang musyrik. Mereka ada empat kategori (1) mereka yang dijinakkan hatinya agar cedrung menolong kaum muslimin. (2) Mereka yang dijinakkan hatinya agar cedrung untuk membela umat Islam. (3) Mereka dijinakkan agar igin masuk Islam. (4)
76
Muhammad Ibn Idris asy-Syafi’i, al-Umm. (Mesir:asy-Sya’b, tt), h. 61
77
H. Saifuddin Zuhri, Zakat di Era Reformasi, h. 107-8
lxiii
Mereka dijinakkan dengan diberi zakat agar kaum dan sukunya tertarik masuk Islam.78 Adapun mu’allaf menurut pendapat empat madzhab yaitu: a. Hanafi berpendapat mu’allaf adalah orang yang diharpkan keislamannya atau baru sebagai muslim. b. Ma>liki berpendapat mu’allaf adalah orang kafir yang ada harapan untuk masuk Islam, sebagian mengatakan orang Islam yang baru memeluk agamanya. c. Syafi’i berpendapat mu’allaf adalah orang yang baru masuk Islam sedang imannya belum kuat. d. Hanbali berpendapat mu’allaf adalah orang yang mempunyai pengaruh disekelilingnya sedang ada harapan ia akan masuk Islam atau ditakuti kejahatannya, atau orang Islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh atau ada harapan orang lain akan Islam karena pengaruhnya. 5. Ar-Riqab Pada awalnya bagian zakat untuk riqab ini adalah untuk memerdekaan atau membantu memerdekakan hamba/ budak. Sekarang Islam sudah menghapus sistem perbudakan, sehingga secara tekstual sudah tidak ada lagi bagian zakat yang diberikan kepada mereka.
Ar-Riqab menurut golongan Syafi’i dan Hanafiah adalah budak muktab yaitu budak yang diberi kesempatan oleh tuannya untuk berusaha membebaskan dirinya dari tuannya, dengan membayar ganti rugi secara angsuran
78
Al-Qardi Abu Ya’la, al-Ahkamu as-Sulthaniyah. (Mustafa al-Babi al Halabi, 1356), h. 132
lxiv
Adapun menurut jumhur ulama, yang dimaksudkan budak di sini adalah para budak muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekan , meskipun mereka telah berusaha keras dan bekerja mati-matian. Karena itu sangat dianjurkan untuk memberi zakat kepada mereka Yusuf al-Qardhawi, mengembangkan pengertian riqab tidak hanya pada penmgertian di atas, akan tetapi sesuai dengan perkembangan sosial politik. Sehingga ia mengembangkan pengertian riqab itu kepada pemerdekaan tawanan muslim di bawah kekuasaan fakir. 6. Al-Gharimin Garimin yaitu orang yang berhutang bukan untuk maksiat, yang kemudian tidak punya sesuatu untuk dibayarkannya. Mujahhid memasukkan asnaf garimin bagi orang terkena musibah yang menghabiskan harta bendanya. Klasifikasi garimin ini di bagi menjadi dua macam, yaitu: a. Orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya di laur maksiat b. Orang yang berhutang untuk kepentingan umum. Dengan demikian bagi garimin cukup diberikan bagian zakat sekadar untuk membayar hutangnya, apabila ia mempunyai sebagian uang untuk membayar hutangnya, maka ia hanya diberikan sebagian sisa hutangnya. Jadi garimin pada dasarnya adalah orang yang berhutang dalam hal yang tidak bersifat pemborosan. Sebagai contoh kepala negara harus membayar hutangnya yang diambilkan dari baitul mal. Baitul mal kalau dikondisikan dengan keadaan sekarang bisa berarti pembendaharaan negara atau lembaga keuangan negara.
lxv
7. Sabililah Secara harfiah sabilillah berarti jalan Allah. KIatab-kitab fikih beranjak dari realitas yang terjadi pada zaman rasulullah, sabillah diartikan sebagai tentara yang berperang melawan orang-orang kafir. Pengertian semacam ini adalah pengertian sezaman, tetapi tetap bertahan pada pengertian harfiah akan segara nampakmkurang rekevan untuk banyak zuruf.
Sabilillah dalam kitab al-Badai diterangkan bahwa fisabilillah adalah semua pendekatan diri kepada Allah, jadi masuk dalam pengertian ini adalah tiap-tiap orang yang berusaha dalam bidang ketaatan kepada Allah dan jalan-jalan kebaikan. Berdasarkan dari beberapa pengartian di atas, maka ada tiga pandangan mengenai sabilillah yaitu: a. Mempunyai arti pertahanan dan keamanan Islam b. Mempunyai arti kepentingan keagamaan dalam Islam c. Mempunyai arti kemaslahatan atau kepentingan umum, jalan menuju ridha Allah meliputi semuanya itu, baik masalah kemaslahatan agama dan masyarakat. Adapun menurut istilah Indonesia adalah meliputi pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat pad amumnya. 8. Ibnu Sabil
Ibnu sabil menurut jumhur ulama adalah orangyang sedang melakukan perjalanan, yaitu orang-orang berpergian (musafir) untuk melakukan suatu hal yang baik atau ketaatan kepada Allah swt. Diperkirakan bahwa orang ini tidak akan mencapai maksud dan tujuannya, jika tidak dibantu.
lxvi
Zaman sekarang, orang yang menempuh ribuan kilometer dan bermilmilditempuh dalam waktu beberapa jam, seharusnya orang yang kehabisan bekal diperjalanan meskipun dengan jarak yang sangat jauh. Kalaupun ada yang kehabisan bekal adalah karena sebab yang lain.79 H. Kerangka Pikir Kerangka konseptual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alur pikir yang dijadikan pijakan atau acuan di dalam memahami masalah yang diteliti. Penelitian ini berfokus pada implementasi zakat dalam meningkatkan perekonomian umat dalam tinjauan hukum Islam di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru. Demi untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang arah penelitian ini, peneliti mengambarkannya dalam bentuk kerangka konseptual sebagai kontrol peneliti dalam melakukan penelitian lebih lanjut. Kerangka konseptual yang dibuat bertujuan untuk menjadi acuan atau dasar dalam proses pengkajian variabel-variabel yang menjadi fokus penelitian ini. Penelitian ini berfokus pada implementasi zakat dalam meningkatkan perekonomian umat yang berasas pada al-Qur’an/hadist. Selanjutnya Rasulullah saw, Yang diutus oleh Allah swt, sebagai penyempurna akhlak juga memberi tuntunan yang berkaitan dengan pelaksanaan zakat. Sebagai seorang pemimpin Nabi selalu mencontohkan kepada seluruh sahabatnya bahkan kepada umatnya secara keseluruhan. Inilah yang akan menjadi indikator untuk mengukur pelaksanaan zakat dalam meningkatkan perekonomian umat ditinjau dari hukum Islam yang berorentasi di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru.
79
Djamaluddin Ahmad Al-Buny, Problematika Harta dan Zakat (Jakarta: Bina Ilmu,1983), h.
188
lxvii
Dilihat dari sisi pensyariahnnya zakat bukanlah hal yang baru, karena sangat jelas landasan hukumnya baik yang bersumber dari Allah swt (al-Qur’an) maupun yang bersumber dari Nabi sendiri yaitu (Hadist). Selain kedua landasan tersebut di atas, juga diperjelas dalam UU No 38 tahun 1999 tentang pedoman zakat. Kemudian undang-undang tentang pengelolaan
zakat mengalami amandemen
menjadi UU No 23 Tahun 2011 yang berisi XI bab terdiri dari 47 pasal. Undangundang terbaru tentang pengelolaan zakat memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membentuk lembaga Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berdiri sendiri. Adapun tujuan undang-undang yang baru adalah mengatur pengelolaan zakat secara profesional dan nasional ke arah yang lebih baik. Zakat jika ditinjau secara mendalam, maka sangat besar tujuan terhadap peningkatan perekonomian umat. Kaitannya dengan zakat, penulis sangat tertarik mengkaji hubungan zakat dengan hukum Islam dalam meningkatkan perekonomian umat secara adil dan merata. Penelitian ini berpusat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru yang masih menggunakan undang-undang No 38 Tahun 1999 dalam pengelolaan zakat sebagai sumber dana terbesar bagi umat Islam.
lxviii
Gambar 1.1 Skema kerangka pikir Al-Quran/Hadis
UU N0.38 Tahun 1999
Zakat di Kab. Barru
Gambaran Perekonomian
Implementasi Zakat
Badan Amil Zakat (BAZ) Di Kabupaten Barru
lxix
Peningkatan Perekonomian
BAB III METODE PENELITIAN Metodologi adalah suatu sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten dengan mengadakan analisis.80 Penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.81 Penelitian yang dilaksanakan tidak lain untuk memperoleh data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya. Namun untuk memperoleh kebenaran tersebut ada dua pola pikir menurut sejarahnya, yaitu berpikir seacara rasional dan berpikir secara empiris atau melalui pengalaman. Oleh karena itu untuk menemukan metode ilmiah, maka dilakukan metode pendekatan rasional dan metode empiris, di sini rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang logis sedangkan empirisme merupakan kerangka pembuktian atau pengujian untuk memastikan kebenaran. Suatu penelitian dianggap valid jika menggunakan metode penelitian yang benar dan tepat. penelitian tidak jelas metodologinya akan mengakibatkan hasil penelitian yang tidak eligibel atau tidak memenuhi syarat. Untuk itu akan diuraikan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
80
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatua Tinjauan Singkat (Jakarta: Rajawali, !985), h. 1. Bandingkan dengan Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h. 57. 81
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UIN Press, 1980), h. 6.
lxx
A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, yakni penelitian yang berupaya memberikan gambaran tentang fenomena dan keadaan yang terjadi di lokasi berdasarkan pada kondisi ilmiah objek penelitian.82 Jenis Penelitian ini juga dapat disebut sebagai penelitian natarulistik, yang berarti penelitian yang dilakukan pada kondisi objek alamiah, penelitian sebagai instrumen kunci, dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian lebih mementingkan makna dari pada generalisasi.83 Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci yang langsung mengadakan pengamatan di lapangan dan berinteraksi secara aktif dengan sumber data/informan untuk memperoleh data yang objektif. Selain itu, peneliti juga bertindak sebagai human Instrumen yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data dalam mengumpulkan data, menilai kualitas data, menganalisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, sehingga penelitian ini akan lebih terfokus pada implementasi zakat dalam meningkatkan perekonomian umat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru.
82
M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan Teori dan Praktek (Jakarta: Grafindo Persada, 2002), h. 59 83
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 51.
lxxi
2. Lokasi Penelitian Langkah awal yang dilakukan peneliti dalam memulai penelitian ini adalah menentukan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini adalah di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Badan Amil Zakat (BAZ) ini dipilih sebagai objek penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru adalah salah satu lembaga pengumpulan zakat yang sangat strategis untuk dikaji, terletak di salah satu kabupaten di sulawesi selatan. Kemudian merupakan salah satu kabupaten yang besar potensinya mencetak kader ulama dan mayoritas masyarakatnya beragama Islam. B. Pendekatan Penelitian Pendekatan dapat dimaknai sebagai usaha dalam aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan objek yang diteliti.84 Pendekatan merupakan upaya untuk mencapai target yang sudah ditentukan dalam tujuan penelitian. Suharsimi Arikunto menyebutkan bahwa walaupun masalah penelitiannya sama, tetapi kadang-kadang peneliti dapat memilih satu antara dua atau lebih jenis pendekatan yang bisa digunakan dalam memecahkan masalah.85 Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
84
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Cet. II; Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995), h. 66. 85
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Cet. XIV; Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 108.
lxxii
a. Pendekatan Teologis Normatif (syar’i), yaitu Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis ketentuan-ketentuan hukum yang bersumber pada al-Qur’an dan hadis terhadap masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan zakat. b. Pendekatan yuridis atau perundang-undangan adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk menelaah undang-undang yang terkait dengan pembahasan. Hal ini mengacu pada undang-undang RI No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Kedua pendekatan di atas digunakan karena penelitian ini membutuhkan jasa beberapa paradigma keilmuan tersebut. Beberapa pendekatan itu diharapkan dapat mampu mengungkap berbagai macam hal sesuai dengan objek penelitian. C. Sumber Data Penelitian Sumber data adalah tempat, orang atau benda di mana peneliti dapat mengamati, bertanya atau membaca tentang hal-hal yang berkenaan dengan variabel yang diteliti. Sumber data secara garis besar dapat dibedakan atas orang (person), tempat (place), dan kertas atau dokumen (paper).86 Sumber data adalah sumber yang diperlukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian.Sumber data terdiri dari alam, masyarakat, instansi, perorangan, arsip, perpustakaan dan sebagainya. Sumber data terdiri atas dua sumber yaitu primer dan sekunder, sumber data primer adalah sumber data yang dianggap pokok dan penting dalam mengumpulkan data sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data penunjang atau pendukung dari sumber data primer jika
86
SuharsimiArikunto, Manajemen Penelitian (Cet. XI; Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 99.
lxxiii
dibutuhkan.87 Pada penelitian kualitatif, sampel sumber data dipilih secara purposive, dan bersifat snowball sampling.88Penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Maksud sampling dalam hal ini adalah menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber, dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang dikembangkan dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan teori yang muncul, jadi pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).89 Teknik snowing sampling dilakukan karena dari jumlah sumber data yang terbatas tersebut belum mampu memberikan data yang konkrit dan lengkap, maka penulis mencari informan yang dapat memberikan data yang menguatkan hasil penelitian (mengetahui secara jelas data yang diinginkan). 87
EttaMamangSangadji,MetodologiPenelitianPendekatanPraktis (Yokyakarta: AndiYokyakarta, 2010), h. 169. 88
dalamPenelitian
Purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang diharapkan, atau dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang ditelliti. Lihat Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 54. Keputusan tentang penentual sampel, besarnya dan strategi samplingtergantung pada penetapan satuan kajian. Kadang-kadang satuan kajian bersifat perorangan. Bila perseorangan itu sudah ditetapkan, maka pengumpulan data dipusatkan di sekitarnya, yang dikumpulkan ialah kondisi dan kronologis dalam kegiatan, yang memengaruhinya, sikapnya, dan semacamnya. Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 225. Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama menjadi besar. Penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkap data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. 89 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 224.
lxxiv
Penelitian diperoleh dari bahan bacaan yang relevan dengan pembahasan tesis ini tentang implementasi zakat dalam meningkatkan perekonomian umat di Badan Amil Zakat Kabupaten Barru. Sumber data dalam penelitian ini diklasifikasikan dalam dua jenis, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.90 a. Sumber Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah sumber data yang diperoleh langsung dari informan di lapangan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data tersebut bersumber dari hasil wawancara peneliti dengan petugas lembaga amil zakat di Kabupaten Barru dan pihak-pihak yang dianggap terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data primer dalam penelitian ini adalah semua data yang didapatkan di lapangan, baik dalam bentuk data, maupun yang bersumber dari hasil diskusi (interview) dengan pihak-pihak yang dianggap memahami masalah yang diteliti sekaligus mengumpulkan sejumlah data yang ditemukan lansung di lapangan. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat dokumen atau melalui orang lain.91 Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah bentuk dokumen yang telah ada yang dapat mendukung penelitian ini, seperti buku yang menjelaskan tentang
90
Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam Penelitian (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), h. 170. 91
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D (Cet. XII; Bandung: Alfabeta, 2011), h. 137.
lxxv
implementasi zakat dalam dunia perekonomian. serta dokumentasi penting yang berkaitan erat dengan permasalahan penelitian ini. Data yang telah diperoleh baik dari sumber data primer maupun sumber data sekunder kemudian dikomparasikan untuk dianalisa dengan tetap mengutamakan substansi data primer. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Observasi Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis yang kemudian dilakukan pencatatan oleh peneliti.92 Observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini ialah mengenai implementasi zakat dalam meningkatkan perekonomian umat tinjauan hukum Islam di lembaga amil zakat Kabupaten Barru. Yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peranan pelaksanaan zakat dalam peningkatan perekonomian dalam Islam berdasarkan aturan yang berlaku. Tehnik observasi ini, didasari juga mempunyai kelemahan. Di antara kelemahan itu terlihat dari ketidak mampuan teknik observasi untuk mengungkap makna suatu ungkapan dan perbuatan yang dikerjakan. Untuk itu, dalam mengungkap makna suatu atas suatu prilaku (motivasi, tujuan dan alasan yang mendasarinya) peneliti melakukan wawancara.93 92
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
h. 63. 93
Asnaini, et.al, ZakatProduktif dalam perspektif hukum Islam, h. 16
lxxvi
b. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.94 Dalam hal ini peneliti akan mewawancarai pihak-pihak yang relevan dengan peneliti ini yaitu petugas Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam.95Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugiyono mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interviuw adalah sebagai berikut: a. Bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. b. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. c. Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.96 Penelitian
ini
menggunakan
wawancara
tidak
terstruktur
dan
semiterstruktur,97yakni dialog oleh peneliti dengan informan yang dianggap 94
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. XXVIII; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006 ), h. 186 95
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 72.
96
Sugiyono,Metode Penelitian Kualitatif dan R&D (Cet. VI; Bandung: Alpabeta, 2009), h.
138. 97
Wawancara semiterstruktur termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuannya adalah
lxxvii
mengetahui jelas kondisi terkini mengenai kasus perkara cerai gugat yang terjadi di Kabupaten Barru. c. Dokumentasi Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi merupakan pelengkap dalam penelitian kualitatif setelah teknik observasi dan wawancara. Dokumentasi adalah cara mendapatkan data dengan mempelajari dan mencatat buku-buku, arsip atau dokumen, dan hal-hal yang terkait dengan objek penelitian.98 E. Instrumen Penelitian Instrumen merupakan perangkat lunak dari seluruh rangkaian proses pengumpulan data penelitian di lapangan. Instrumen penelitian menempati posisi teramat penting dalam hal bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk memperoleh data di lapangan. Instrumen penelitian tidak berbeda dengan sebuah “jala” atau “jaring” yang digunakan untuk menangkap dan menghimpun data sebanyak dan sevalid mungkin.99 Penelitian yang bermutu dapat dilihat dari hasil penelitian, sedangkan kualitas hasil penelitian sangat tergantung pada instrumen dan kualitas pengumpulan data. Sugiyono menyatakan, bahwa ada dua hal utama yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian yaitu kualitas instrumen dan kualitas
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Lihat: Idem, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 73-74. 98 A. Kadir Ahmad, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif (Makassar: Indobis Media Centre, 2003), h. 106. 99
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial lainnya (Cet. VI; Jakarta: Kencana, 2011), h. 104-105.
lxxviii
pengumpulan data.100 Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri sebagai key
instrument artinya peneliti sendiri sebagai instrumen kunci dalam penelitian. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrument meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitia kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun secara logistiknya. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisi data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuanya.101 Dalam melakukan observasi, instrumen yang peneliti gunakan adalah buku catatan lapangan atau alat tulis. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa berbagai peristiwa yang ditemukan di lapangan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, diharapkan dapat tercatat. Dalam wawancara, instrumen pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara, handpone yang memiliki aplikasi rekaman. Pedoman wawancara digunakan untuk mengarahkan dan mempermudah peneliti mengingat pokok-pokok permasalahan yang diwawancarakan. Adapun handpone digunakan untuk merekam
100
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi “Mixed Methods” (Cet. III; Bandung: ALFABETA, 2012), h. 305 101
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif, dan R&D.h.
305-306.
lxxix
pembicaraan selama wawancara berlangsung. Penggunaannya dapat meminimalisasi kemungkinan kekeliruan penulis dalam mencatat dan menganalisis hasil wawancara. F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data a. Teknik Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan dari lapangan diolah dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Proses pengolahannya melalui tiga tahapan, yakni reduksi data, penyajian data dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.102 Data tersebut baik berasal dari hasil observasi, wawancara secara mendalam maupun dari hasil dokumentasi. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini, sebagaimana yang telah dijelaskan melalui beberapa tahapan berikut: Pertama, melakukan reduksi data, yaitu suatu proses pemilihan dan pemusatan perhatian untuk menyederhanakan data kasar yang diperoleh di lapangan. Kegiatan ini dilakukan peneliti secara berkesinambungan berkala sejak awal kegiatan pengamatan hingga akhir pengumpulan data. Peneliti kemudian melakukan reduksi data yang berkaitan dengan pelaksanaan zakat dalam meningkatkan perekonomian umat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kab. Barru. Kedua,
peneliti
melakukan
penyajian
data,
yaitu
setelah
peneliti
mengumpulkan sejumlah data dengan mengambil beberapa data dari jumlah keseluruhan data maka selanjutnya adalah menyajikannya ke dalam inti pembahasan yang dijabarkan dari hasil penelitian di lapangan. Ketiga, peneliti melakukan penarikan kesimpulan, yakni merumuskan kesimpulan dari data-data yang sudah direduksi dan disajikan dalam bentuk naratif 102
A. Kadir Ahmad, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 337.
lxxx
deskriptif. Penarikan kesimpulan tersebut dilakukan dengan pola induktif, yakni kesimpulan umum yang ditarik dari pernyataan yang bersifat khusus.103 Dalam hal ini peneliti mengkaji sejumlah data spesifik mengenai masalah yang menjadi objek penelitian, kemudian membuat kesimpulan secara umum. Selain menggunakan pola induktif, peneliti juga menggunakan pola deduktif, yakni dengan cara menganalisis data yang bersifat umum kemudian mengarah kepada kesimpulan yang bersifat lebih khusus,104 kemudian peneliti menyusunnya dalam kerangka tulisan yang utuh. b. Teknik Analisis Data Analisis data adalah usaha untuk mencari dan menyusun secara sistematis catatan-catatan observasi, wawancara dan dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan. Analisis data dilakukan dalam upaya mencari makna.105 Analisis data merupakan proses penelaan dan penyusunan secara sistematis semua catatan lapangan hasil pengamatan, transkrip wawancara, dan bahan-bahan lainnya yang dihimpun untuk memperoleh
pengetahuan
dan
pengalaman
mengenai
data
tersebut
dan
mengkomunikasikan apa yang telah ditemukan dari penelitian.106 Dengan demikian, analisis pengolahan data yang peneliti lakukan adalah dengan menganalisa data hasil observasi, dan interview secara mendalam. Kemudian
103
Muhammad Arif Tiro, Masalah dan Hipotesis Penelitian Sosial-Keagamaan (Cet: I; Makassar: Andira Publisher, 2005), h. 95. 104
Muhammad Arif Tiro, Masalah dan Hipotesis Penelitian Sosial-Keagamaan, h. 96.
105
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h.
67. 106
Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research in Educatioan; an Introduction to Theory and Methods (Boston: Allyn and Bacon, 1998), h. 157.
lxxxi
mereduksi data, dalam hal ini peneliti memilah dan memilih data mana yang dianggap relevan dan penting yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Setelah itu, peneliti menyajikan hasil penelitian dan membuat kesimpulan dan implikasi penelitian sebagai bagian akhir dari penelitian ini. G. Pengujian Keabsahan Data Penelitian kualitatif perlu ditetapkan keabsahan data untuk menghindari data yang tidak valid. Hal ini menghindari adanya jawaban atau informasi yang tidak jujur. Untuk menguji keabsahan data guna mengukur validitas hasil penelitian ini dilakukan dengan trianggulasi. Triangulasi adalah tenik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Pengamatan lapangan juga dilakukan, dengan cara memusatkan perhatian secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan fokus penelitian, yaitu peningkatan perekonomian umat yang berkaitan dengan implementasi zakat di Badan Amil Zakat (BAZ), selanjutnya mendiskusikan dengan orang-orang yang dianggap paham mengenai permasalahan penelitian ini. Konsistensi pada tahapan-tahapan penelitian ini tetap berada dalam kerangka sistematika prosedur penelitian yang saling berkaitan serta saling mendukung satu sama lain, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Implikasi utama yang diharapkan dari keseluruhan proses ini adalah penarikan kesimpulan tetap signifikan dengan data yang telah dikumpulkan sehingga hasil penelitian dapat dinyatakan sebagai sebuah karya ilmiah yang representatif.
lxxxii
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Singkat Sejarah Berdirinya Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten
Barru 1. Sejarah Singkat Berdirinya Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru Mengenai tentang sejarah berdirinya Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru awalnya pemerintah daerah menyadari bahwa selama ini struktur organisasi lembaga BAZIS masih didominasi oleh unsur pemerintah daerah sehingga berkembang asumsi negatif dari sebagian masyarakat, bahwa BAZIS itu adalah milik pemerintah daerah. Dan kesan inilah menjadi salah satu sumber ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga BAZIS. Konsekuensinya adalah penerimaan dana ZIS sangat terbatas. Hal ini terbukti dilihat dari sumber dana yang dikelola selama ini yang hanya bersumber dari masyarakat yang punya ketergantungan langsung kepada pemerintah misalnya infaq dari calon jamaah haji dan pegawai negeri sipil. Bermula dengan keluarnya peraturan UU
No 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah diharapkan kepada masyarakat dapat berperan secara lebih aktif, dan pemerintah sebagai fasilitator. Sehingga potensi zakat yang dimiliki oleh umat Islam dapat lebih berdayaguna dan berhasil guna untuk pembagunan umat, bangsa dan negara kedepan. Berikut ini pemaparan tentang hasil produksi sementra terhadap potensi Zakat, Infaq, Shadaqah yang dimiliki oleh umat Islam di Kabupaten Barru berdasarkan perhitungan minimal, antara lain:
lxxxiii
1.
Rumah tangga muslim yang mampu, diperkirakan 20,000 kepala keluarga kalau mengeluarkan Zakat, Infaq dan Shadaqah masing-masing minimal Rp. 10.000/tahun, maka dana yang bisa terkumpul adalah sebesar Rp. 200 juta pertahun.
2.
Pegawai negeri sipil dan guru, kurang lebih 3.000 orang dengan gaji rata-rata minimal Rp.400.000/bulan, kalau saja masing-masing mengeluarkan zakatnya Rp. 10.000/ bulan, maka dana yang bisa terkumpul adalah sebesar Rp. 360 juta.
3.
Pengusaha dan kontraktor yang mempunyai modal usaha Rp. 50 juta keatas, sebanyak 200 orang, maka pertahun zakatnya masing-masing adalah 2,5% yaitu Rp. 1.250.000/orang, maka dana yang terkumpul adalah 250 juta/tahun. Berdasarkan potensi zakat di atas yang lansung mendapat respon oleh
pemerintah daerah yang saat itu dijabat oleh Drs. H. Andi Muhammad Rum dengan mengadakan sosialisasi UU itu di aulah kantor bupati sendiri. Saat itu dikumpulkanlah pejabat-pejabat dan tokoh masyarakat lalu di dalam sambutan beliau itu, gurutta dapat mengaris bawahi dua hal: a. Bahwa jika kita mampu mengoptimalkan pengelolaan ZIS di daerah kita, maka mampu kita kumpulkan sebanyak tiga kali lipat dari APBD daerah itu sendiri. b. Untuk mengoptimalisasi pengelolaan ZIS, maka carilah dan pililah orang yang memiliki kafabilitas dan kredibilitas yang tinggi di tengah-tengah masyarakat untuk dipilih menjadi pengurus BAZ. Setelah itu dilemparkanlah kepada kan DEPAG
Kabupaten
Barru
supaya
mengadakan
rapat
dan
menyusun
kepengurusan BAZ ketika itu gurutta juga di undang dan meraka yang hadir itu
lxxxiv
semuanya aklamasi meminta kesedian gurutta menjadi ketua walaupun secara terpaksa gurutta menerima permintaannya dan disitu tidak ada titipan bupati. Bupati mengatakan pililah sesuai dengan UU yang berlaku sehingga tebentuklah pengurus BAZ dan setelah itu diadakan serah terima kepada pengurus BAZ yang terpilih dan tinggal sisa saldo kas 8,000,000 lalu dengan inisiatip kita bagikan kepada fakir miskin dan iman-iman guru mengaji yang mewakili setiap Kecamatan yang dibagikan di gedung Al-MASDAR berlansung secara meriah yang tidak pernah dilaksanakan sebelumnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Islam di Kabupaten barru ini dalam setiap tahun mengeluarkan zakat, dan hampir setiap saat mengeluarkan infaq dan shadaqah, akan tetapi pengaruhnya dalam masyarakat, khususnya untuk mengurangi fakir dan miskin. Lembaga BAZIS yang telah terbentuk sejak tahun 1985, eksistensinya belum maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena terbentur adanya objek zakat yang belum maksimal pengumpulan. Akhirnya dengan memohon ridha Allah swt, tepatnya hari Selasa tanggal 25 juli tahun 2000 atas nama pemerintah Kebupaten Barru membuka sosialisasi Undang-undang No. 38 tahun 1999, tentang pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah dinyatakan dibuka secara resmi. Setelah terlaksananya sosialisasi, tepatnya 10 Oktober tahun 2000 di bentuklah pengukuhan struktur keanggotaan dalam pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah yang ada di kabupaten Barru.107
107
Sambutan Bapak Bupati Kabupaten Barru dalam mengsosialisasikan Undang-undang 38 Tahun 1999, Barru, 25 Juli 2000 .
lxxxv
2. Struktur Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru Adapun susunan struktur yang dimiliki oleh Badan Amil Zakat Kabupaten Barru masih mengacuh kepada undang-undang yang lama No 38 tahun 1999 dan belum mengacuh kepada undang-undang yang baru. Disebabkan karena adanya faktor-faktor perekrutan pengurus yang sangat ketat. Karena dana zakat yang dikelolah merupakan dana upah yang harus dipertanggun jawabkan di masyarakat. Struktur Badan Amil zakat BAZ Kabupaten Barru berdasarkan UU no 38 tahun 1999 sebagai berikut: Struktur Badan Amil Zakat (BAZ) KAbupaten Barru Dewan Pertimbangan
Badan Pelaksana
Ketua Wakil Ketua
Ketua Ketua I Ketua II
Komisi Pengawas
Ketua Wakil Ketua
Sekretaris Wakil Sekretaris
Sekretaris Wakil Sekretaris Sekretaris Wakil Sekretaris I Wakil Sekretaris II
Bendahara 3 Orang Anggota
3 Orang Anggota
Ketua Seksi Pengumpulan Wakil Ketua
Ketua Seksi Pendistribusian Wakil Ketua
Ketua Seksi Pendayagunaan sPendistribusianpppP
Ketua Seksi Pengembangan
UPZ-UPZ
Staf-Staf
Staf-Staf
Staf-Staf
Muzakki
Mustahiq
Mustahiq
lxxxvi
Motivator
Susunan Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru No
Nama/Jabatan dalam Instansi
Jabatan dalam BAZ
I 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Dewan Pertimbangan: Drs.H. A. Idris Syukur, M.Si Drs. H. M. Jafar, MA Drs. H. Syamsuddin Razak Drs.H. Iskandar B. Ansar Ir. Nasruddin, M.Si H. A. Maru, BA H. Badrussaman P
Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Anggota Anggota Anggota
II 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Komisi Pengawas Drs. H. A. Anwar Aksa A Chaeruddin, SH Drs. H. Husain Abdullah,M.Ag Ir. Mursalim Abdullah Drs. H. Muh Rais Naim Drs. Safaruddin Latif,MM Naidah, SH
Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Anggota Anggota Anggota
III 1.
Badan Pelaksana AG. Prof. Dr. H. M. Faried Wadjedy, MA Drs. H. Kamil Ruddin, M.Si Drs. H. Muh As’ad Husain Syamsul Bahri, S.Ag, MA Husni Abbas, S.Ag, MA Firman, S.Ag H. Abidin Naim
Ketua Umum Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Umum Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara
IV
Seksi-Seksi A Takdir, SE, M.Si Drs. H. Syamsu Alam A Amrullah, S.Pd, M.Pd Drs. H. Minu Kalibu, M.Si Ir. H. Naharuddin Drs. M. Basri Hude Drs. H. Ishak Ilyas, M.MPub Dr. H. M. Amin Yahya, M.Kes hamzah, S.H Dr. A. Bustan, M.Si Ir. H. Iskandar Hamid H. Muhammad fudhail
Seksi Pengumpulan Seksi Pengumpulan Seksi Pengumpulan Seksi Pendistribusian Seksi Pendistribusian Seksi Pendistribusian Seksi Pendayagunaan Seksi Pendayagunaan Seksi Pendayagunaan Seksi Pengembangan Seksi Pengembangan Seksi Pengembangan
lxxxvii
Kepengurusan BAZ : 108 a. Dewan Pertimbangan Dewan Pertimbangan bertugas memberikan, fatwa, saran dan rekomendasi tetang pengembangan hukum dan pemahaman mengenai pengelolaan zakat kepada dewan pelaksana dan komisi pengawas baik diminta maupun tidak. b. Komisi Pengawas Komisi Pengawas bertugas melaksanakan pengawasan internal atas operasional kegitan yang dilaksanakan badan pelaksana. 3. Badan Pelaksana Badan Pelaksana bertugas melaksanakan kebijakan BAZ dalam program pengumpulan, penyaluran dan pengelolaan zakat. Dalam hal susunan oraganisasi BAZ Kabupaten Barru sudah berdasarkan dengan Undang-undang No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Susunan organisasi yang ada pada Badan Amil Zakat (BAZ ) Kabupaten Barru terdiri dari: 1). Dewan Pertimbangan. 2). Komisi Pengawas. 3). Badan Pelaksana. 4. Prinsip Dasar Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru Baik buruknya pengelolaan zakat sangat tergantung pada amil zakat yang mengelola zakat tersebut. Dalam keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan
108
Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 11.
lxxxviii
Urusan Haji nomor D/291 Tahun 2000 pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa pengurus Badan Amil Zakat Kabupaten atau kota harus memiliki kreteria sebagai berikut:109 a. Amanah b. Mempunyai Visi dan Misi c. Berdedikasi d. Profesional e. Berintegritas tinggi f. Mempunyai program kerja Sedangkan Yusuf Qaradhawi, dalam bukunya hukum zakat mengemukakan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah amil zakat. Syarat-syarat tersebut di antaranya sebagai berikut:110 1) Muslim Syarat ini menjadi syarat utama bagi amil karena zakat merupakan urusan muslim. Sebagai seorang muslimlah yang harus menangani urusan tersebut. Penulis menambahkan seorang amil harus muslim, karena zakat masuk dalam urusan ibadah, maka yang paling utama menjadi pengsyaratan dalam pengurusan pengelolaan zakat adalah orang-orang muslim. 2) Muallaf Muallaf yang dimaksud adalah orang dewasa yang sehat akal fikirannya. Sehingga orang gila dan anak di bawah umur tidak dapat menjadi anggota, karena dikhawatirkan belum bisa melaksanakan amanah. Syarat ini dimaksudkan agar amil zakat tersebut dapat melaksanakan dengan baik. 109
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 4 ayat 3.
110
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat. (Bogor: Litera Antar Nusa, 1998), h. 51-5
lxxxix
3) Jujur Syarat ini untuk menghindari sewenang-wenang amil zakat terhadap hak fakir miskin karena mengikuti hawa nafsunya atau untuk mencari keuntungan semata. Orang yang jujur akan berusaha menjaga amanat yang telah diberikan kepadanya. Sehingga ia akan menghidari berbuat dzalim kepada pemilik harta. 4) Memahami Hukum Zakat Para ulama mensyaratkan petugas zakat paham terhadap hukum zakat, apabila ia diserahi urusan umum. Sebab bila tidak mengetahui hukum zakat tidak mungkin mampu melaksanakan pekerjaan dan akan lebih banyak berbuat kesalahan, masalah zakat membutuhkan pengetahuan tentang harta yang wajib dizakati dan yang tidak wajib dizakati. 5) Mampu melaksanakan tugas Petugas zakat hendaknya memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya dan sanggup untuk memikul tugas itu. Kejujuran belum cukup bila tidak disertai dengan kekuatan dan kemampuan untuk bekerja. 6) Merdeka Lembaga Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru dalam memilih atau mengankat seorang pengurus harus diperhatikan kredibilitas. AG. Prof. Dr. H. M. Faried Wadjedy, MA. menjabarkan makna kredibilitas dalam 4 K.
a.
Keikhlasan, amanah, keterbukaan, bersih, betul-betul mengelola ZIS atas dasar taqwa, tidak untuk sebagai lahan memperkaya diri, melainkan demi untuk membuktikan kebenaran ketinggian agama.
xc
b.
Kebenaran, kejujuran, keadilan, tidak selalu mengupayakan agar sesuatu kelompok/golongan selalu mendapatkan perhatian sedang kelompok lain kurang/ tidak mendapat perhatian atau membagi secara tidak adil.
c.
Kesungguhan, keuletan, ketabahan, kesabaran, dan kemampuan untuk berkomunikasi. Hal ini dituntut dalam segala hal yang memerlukan perjuangan untuk menyukseskan pengelolaan ZIS.
d.
Keteladanan, Kreteria ini sangat dominan dalam membangun kepercayaan ummat. Dalam Islam keteladanan adalah salah satu kreteria yang wajib dimiliki oleh setiap pemimpin, sebagaiman yang dicontohkan oleh Nabi saw.
5. Aspek Kelembagaan Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten barru Dari aspek kelembagaan suatu amil zakat seharusnya memperhatikan beberapa faktor, diantaranya: a. Visi dan Misi Visi- Pengelolaan zakat, infak, shadaqah (ZIS) secara profesional dan amanah mewujudkan masyarakat yang sejahtera Misi- 1. Mewujudkan pengelolaan zakat, infak, shadaqah (ZIS) yang profesional, amanah, transparan, dan akuntabel. 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap zakat, infak, dan shadaqah. 3. Memberdayakan masyarakat melalui Badan Amil Zakat (BAZ) yang berdaya guna dan berhasil guna. b. Kedudukan dan Sifat Lembaga Kedudukan lembaga badan amil zakat (BAZ) Kabupaten Barru merupakan lembaga pemerintah yang non struktural yang sama kedudukan dengan lembaga KPK, KPU. Berdasarkan Undang-undang pengelolaan zakat 38 Tahun 1999 bab III pasal 6 ayat 4 berbunyi: “Pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat
xci
dan
pemerintah
yang
memenuhi
pensyaratan
tertentu.111
Lembaga
BAZ
pimpinannya maksimal 5 orang yang terdiri unsur masyarakat diantaranya ulama dan tokoh masyarakat Islam yang profesional. Kemudian 5 orang yang terpilih di Sk kan oleh Bupati atas persetujuan BAZ Kabupaten diantara 5 orang terpilih menjadi 1 orang ketua dan 4 orang lainnya akil ketua. Lembaga Badan Amil Zakat pengajiannya itu dari pemerintah yang diambil dari dana APBD dan APBN. Di lembaga ini juga tim pengawas yang terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah.112
Untuk menjadikan pengelolaan zakat sebagai lembaga yang
dipercaya oleh masyarakat, maka hendaknya lembaga itu mempunyai sifat tersendiri. 1) Independen Artinya bahwa lembaga ini tidak mempunyai ketergantungan terhadap orang-orang tertentu atau lembaga lain. Sehingga akan lebih leluasa dalam memberikan pertanggungjaban kepada masyarakat. 2) Netral Lembaga ini didominasi oleh masyarakat sehingga dalam menjalankan kegiatannya tidak boleh hanya memetingkan golongan tertentu. 3) Tidak Berpolitik Praktis Artinya harus dipastikan bahwa lembaga ini tidak terjebak dalam kegiatan politik praktis serta dapat digunakan untuk kepentingan partai politik tertentu. 4) Tidak Diskriminasi 111
Makala AG. H. M. Faried Wadjedy, Profesionalisme Pengelolaan ZIS, 2005 Drs. Muh As’ad Husain, Wakil ketua Badan Amil Zakat
112
xcii
Lembaga zakat dalam menyalurkan donaturnya, lembaga tidak boleh mendasarkan
pada
perbedaan
suku
atau
golongan.
Tetapi
selalu
menggunakan parameter yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan secara syari’ah. 6. Aspek Sumber Daya Manusia ( SDM ) Sumber Daya Manusia merupakan aset terbesar yang sangat berharga. Selain syarat-syarat amil zakat yang dikemukakan oleh Yusuf Qardawi di atas, maka masih harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Perubahan paradigma cara berpikir masyarakat bahwa amil zakat adalah sebuah profesi. Konsekuesinya seorang amil zakat adalah harus profesional. Salah satu ciri professional adalah seorang amil mampu melaksanakan tugas dengan baik dalam mengelola dana zakat dari masyarakat. b. Kualitas SDM. Pada zaman Rasullullah SAW, orang-orang yang dipilih sebagai amil zakat selalu orang-orang pilihan dan memiliki kualitas tertentu. Oleh karena itu dalam menentukan orang-orang yang duduk dalam struktur organisasi OPZ harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian masing-masing. Misalnya saja, seseorang yang mempunyai jiwa kepemimpinan tinggi adalah orang yang sesuai untuk menduduki posisi sebagai ketua dalam Badan Pelaksana OPZ. Sedangkan untuk bagian keuangan hendaknya dipilih seorang yang mempunyai latar belakang dibidang akutansi. c. Sistem pengelolaan yang baik.
xciii
Seorang Amil Zakat harus mempunyai sistem pengelolaan yang baik. Sedangkan unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah: 1) Memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas Sebagai sebuah lembaga, semua kebijakan dan ketentuan harus memiliki aturan yang jelas. Sehingga berlansung lembaga tersebut tergantung dari sistem yang dijalankan. 2) Manajemen Terbuka 3) Mempunyai Rencana Kerja yang Jelas. 4) Memiliki Komite Penyaluran. 5) Memiliki Sistem Akutansi dan Manajemen Keuangan. 6) Diaudit. 7) Publikasi. 8) Perbaikan Secara Terus Menerus. B. Gambaran Perekonomian di Kabupaten Barru Sebelum jauh menguraikan gambaran perekonomian Kabupaten Barru, terlebih dahulu penulis menggambarkan sejarah singkat berdirinya sebagai berikut. Kabupaten Barru dahulu sebelum terbentuk adalah sebuah kerajaan kecil yang masing-masing dipimppin oleh seorang raja yaitu: kerajaan Berru, kerajaan Tanete, Kerajaan Soppeng Riaja\, dan Kerajaan Malulusetasi. Dimasa pemerintahan Belanda dibentuk pemerintahan sipil Belanda dimana wilayah kerajaan Barru, Tanete, Soppeng Riaja dimasukan dalam wilayah Onder
Afdelling Barru yang bernaung di bawah Afdelling Pare-pare. Sebagai kepala pemerintahan Onder Afdelling diangkat seorang control Belanda yang berkedudukan
xciv
di Barru, sedangkan ketiga bekas kerajaan tersebut diberi status sebagai Self Bestuur (Pemerintahan
Kerajaan
Sendiri)
yang
mempunyai
hak
otonom
untuk
menyelenggarakan pemerintahan sehari-hari baik terhadap eksekutif maupun di bidang yudikatif. Meneurut sejarah sebelum menjadi daerah-daerah Swapraja pada permulaan kemerdekaan Bangsa Indonesia keempat wilayah Swapraja ini merupakan 4 bekas
Self Bestuur di dalam Afselling Parepare yaitu: 1. Bekas Self Bestuur Mallusetasi yang daerahnya sekarang menjadi Kecamatan Mallusetasi dengan Ibu Kota Palanro, adalah penggabungan bekas-bekas kerajaan lili di bawah kekuasaan kerajaan Ajattapareng yang belanda diakui sebagai Self Bestuur, ialah kerajaan lili Bojo dan Lili Nepo. 2. Bekas Self Bestuur Soppeng Riaja yang merupakan penggabungan 4 kerajaan Lili di bawah bekas Siddo, Lili Kiru-kiru, Lili Ajakkang dan Lili Balusu. 3. Bekas Self Bestuur Barru yang sekarang menjadi Kecamatan Barru dengan Ibu Kotanya Sumpang Binangae yang sejak semula memang merupakan satu bekas kerajaan kecil yang berdiri sendiri. 4. Bekas Self Bestuur Tanete dengan pusat pemerintahan di Pancana, daerahnya sekarang menjadi 3 Kecamatan, masing-masing Kecamatan Tanete Rilau, Kecamatan Tanete Riaja dan Kecamatan Pujananting. Sebelum adanya kerajaan di Barru, menurut lontara silsilah Raja-raja Barru pada mulanya Barru dirintis oleh Puang Ribulu Puang Ricampa hingga datangnya seorang keturunan ManurungE Ri Jangang-jangngan menjadi Raja pertama di Barru yang kemudian setelah wafatnya digantikan oleh anaknya yang bernama MatinroE
xcv
Ri Kajuara. Adapun batas-batas kerajaan Barru pada masa itu adalah: sebelah Selatan berbatasan dengan kerajaan Tanete, sebelah timur berbatasan dengan Soppeng, sebelah utara berbatasan dengan Soppeng Riaja, sebelah barat berbatas dengan laut Makkassar. Adanya batas kerjaan inilah raja Barru III yaitu MatinroE Ri Daunglesang melaksanakan pemerintahannya dengan mendirikan Bate Tuwung dan Bate Mangempang. Setelah raja ke III wafat beliau digantikan oleh putranya yaitu MatinroE Ri Gollana sebagai raja ke IV dan dalam pemerintahannya beliau menganggap perlu kerajaan Barru ini dibagi menjadi Barru Timur dan Barru Barat. Kerajaan Barru Timur yaitu diperkirakan pada daerah sekitar pengunungan dan kerajaan Barru Barat yaitu daerah sekitar pesisir pantai. Barru Timur diserahkan kekuasaannya kepada adiknya sedangkan raja Barru MatinroE Ri Gollana memerintah di Barru Barat. Setelah wafatnya MatinroE Ri Gollana beliau digantikan oleh putranya yang bernama MatinroE Ri Data (V). Raja ini memiliki persahabatan yang cukup dekat dengan raja Soppeng dan setelah wafatnya digantikan oleh putranya yang bernama MatinroE Ri Bulu (VI). Pada masa pemerintahan beliau pernah berperang dengan Soppeng dan bersahabat dengan Suppa. Setelah wafatnya beliau digantikan oleh putranya yang bernama MatinroE Ri Baraguna. Dalam pemerintahannya pernah hidupseorang pemberani yang bernama To Pakapodan pernah berperang dengan Pange dan Palakka yang berakhir dengan kemenangan Palakka. Setelah wafatnya beliau digantikan oleh Daeng Maero matinroE Ri Lamuru sebagai raja ke delapan (VIII). Pada masa pemerintahan beliau datanlah orang dari Gelle untuk minta tempat tinggal dan diberikanlah daerah
xcvi
Madello sehingga mereka dikenal dengan sebutan orang Madello. Setelah wafatnya beliau digantikan oleh anaknya yang bernama MatinroE Ri Ajuarana (IX). Pada masa pemerintahan beliau datang orang sawitto meminta tinggal dan diberikan tiga daerah yaitu Coppo, Ammaro, dan Maganjang dengan jalan menyewa tanah. Setelah wafatnya beliau digantikan oleh MatinroE Ri Coppobulu (X). Raja inilah membawa Bate Bolonge ke Tanete untuk ditukar dengan Batena Tanete yaitu La Sarewong kemudian di bawah ke barru. Seiring dengan perjalanan waktu, maka pada tanggal 24 Februari 1960 merupakan tonggak sejarah yang menandai awal kelahiran Kabupaten Daerah Tingkat II Barru dengan ibukota Barru, bardasarkan Undang-undang Nomor 229 tahun 1959 tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan. Kabupaten Barru terbagi dalam 7 Kecamatan yang memiliki 40 Desa dan 14 Kelurahan. Adapun nama-nama yang pernah menahkodai Kabupaten Barru mulai tahun 1960 sampai sekarang diantranya yaitu: a. Kapten TNI (Purn) La Nakka (20 Februari 1960-1 Februari 1965) b. H. Muhammad Sewang (1965-1970 c. Andi Sukur (1970-1980) d. H. Andi Pamadeng Rukka (1980-1990) e. H. Andi Makkasau Razak (1990-2000) f. H. Andi Muhammad Rum (2000-2010) g. Andi Idris Syukur (2010 Sampai Sekarang)
xcvii
Kabupaten Barru yang dikenal dengan motto HIBRIDA (Hijau, Bersih, Asri dan Indah) adalah salah satu Kabupaten yang terletak dipesisir Pantai Barat Propinsi Sulawesi Selatan dengan garis Pantai sekitar 78 Km. Secara geografis tetrletak diantara kordinat 4’0.5’35” lintang selatan dan 199’35”-119’49’16” bujur Timur dengan luas wilayah 1.174,72 Km2 (117,472Ha) dengan jumlah penduduk 169 302 (2013) berada kurang lebih 102 Km sebelah utara Kota Makassar Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, yang dapat ditempuh melalui perjalanan darat kurang lebih 2,5 jam. Kabupaten Barru secara adiministratif mempunyai batas-batas wilayah yaitu:113 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Pare-pare dan kabupaten sidrap 2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone 3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 4) Sebelah Barat dengan Selat Makassar Jumlah penduduk menurut pemeluk agama dari beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Barru. Tabel I. Jumlah penduduk berdasarkan pemeluk agama No
Kecamatan
Islam
Protestan Katholik Hindu Budha Jml
01
Tanete Riaja
22341
-
-
-
-
22341
02
Pujananting
13042
-
-
-
-
13042
03
Tanete Rilau
33369
60
-
-
-
33429
113
Sejarah Singkat Kabupaten Barru, Zulfik.com/ww/sk/httpd/Barru/index, diakses 14 Januari 2015.
xcviii
http://www.Andi.
M.
Irvan
04
Barru
38734
246
88
6
-
39074
05
Sop. Riaja
17935
16
-
-
-
17951
06
Balusu
17930
-
-
-
-
17930
07
Mallusetasi
25535
-
-
-
-
25535
Sedangkan pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha yang ada di Kabupaten Barru belum terlihat jelas peningkatannya di buktikan karena beberapa lapangan usaha seperti pertanian, pertambangan, dan industri penggalian sesuai dengan tabel berikut ini peneliti kumpulkan dari BPS.114 Tabel II. Pertumbuhan ekonomi No Lapangan Usaha 01
2012
Pertanian, Peternakan, Kehutanan 6,11
2013 5,42
dan Perikanan 02
Pertambangan dan Penggalian
15,11
9,36
03
industri Pengolahan
6,45
4,18
04
Listrik, Gas dan Air
16,87
15,43
05
Bangunan
14,62
14,82
06
Perdangangan, Restoran, Hotel
10,20
10,16
07
Angkutan dan Komunikasi
11,32
11,08
08
Keuangan, Persewaan dan Jasa 13,64
13,68
114
Data dari kantor BMK Kabupaten Barru, 12 Februari 20015
xcix
Perusahaan 09
Jasa-jasa
Jumlah
2,65
4,74
7,77
7,81
Melihat dari pertumbuhan ekonomi di kabupaten Barru di atas, maka menurut analisis penulis bahwa dengan adanya pengumpulan zakat yang baik yang berdasarkan Syari’at Islam dan Undang-undang tentang pengelolaan zakat yang berlaku, Akan memberi dampak positif yang cukup besar terhadap potensi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Barru. Buktinya dengan adanya dana zakat yang bergulir ditengah masyarakat baik yang sifat komsumutif yang diperutuhkan kepada delapan asnaf yang disebutkan dalam al-Qur’an maupun sifat yang produktif yang diberikan kepada pengusaha kecil menengah sebagai pinjaman tanpa bunga. C. Implementasi Zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru Istilah zakat merupakan salah satu rukun dari beberapa rukun dalam Islam yang lima, yaitu pondasi ke tiga dalam Islam setalah syaha>dat dan shalat. Inilah menunjukkan betapa pentingnya zakat sebagai salah satu rukun Islam. Selain sebagai pondasi juga merupakan potensi terbesar bagi umat Islam ketika pengelolaanya secara jujur dan adil sesuai yang diharapkan oleh syari’at dan Undang-undang yang berlaku. Adapun sistem implementasi zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru masih mengacuh kepada Undang-undang yang lama yaitu Undang-undang No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat di antaranya sebagai berikut: 1. Pengumpulan
c
Sebagai tindak lanjut dari pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru, dengan sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang tekhnis pengelolaan zakat, pasal 9 ayat 4 bahwa’ Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/ Kota dapat membentuk unit pengumpul zakat (UPZ) pada instansi/ lembaga pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan perusahan swasta yang berkedudukan di Ibukota. Adapun sistem pengumpulan dana zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru yaitu yang berdasarkan objek zakat. Seperti halnya diperintahan, sistem yang dugunakan melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang di tempatkan di setiap di Istansi tersebut. UPZ yang bertugas mengumpulkan zakat dari pegawai masing-masing insatansi tersebut kemudian menyetorkan kepada Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru. Zakat yang dikumpulkan tersebut berupa zakat profesi dan mekanisme pengumpulannya adalah dengan memotong 25% dari gaji yang diterima per bulan.115 Sedangkan dana zakat yang ada di masyarakat yaitu melalui sistem Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang ada di setiap kecamatan. Selain melalui petugas Unit Pengumpul Zakat (UPZ) ada pula muzakki yang menyetor lansung kepada bendahara Badan Amil Zakat (BAZ) baik tingkat Kecamatan maupun tingkat Kabupaten. Kemudian dana yang terkumpul diamankan di salah satu bank yang di ajak kerja sama.116
115
H. Minu Kalibu, Pengelola Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru
116
H. As’ad Husain, Wakil ketua BAZ Kabupaten Barru
ci
Menjadi permasalahan terhadap pengumpulan zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) karena belum maksimal yang dibuktikan dengan adanya salah satu dari beberapa objek zakat yang pengumpulan belum sesuai dengan aturan undang-undang tentang pengelolaan zakat diantaranya yang belum maksimal seperti zakat dari pengusaha-pengusaha, kontraktor, pertanian, dan perkebunan. Dengan demikian menurut analisis penulis tentang pengumpulan zakat di badan Amil zakat kabupaten Barru belum menunjukkan peningkatan secara maksimal. Padahal potensi dana zakat sangat besar untuk meningkatkan perekonomian. Adapun strategi untuk memaksimalkan pengumpulan zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru di antaranya sebagai berikut: a. Meningkatkan sosialisasi undang-undang zakat. b. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat maksudnya adalah memberikan penyuluhan tentang kesedaran mengeluarkan zakat baik secara langsung seperti di mesjid, dan tempat petemuan. Sedangkan secara tidak lansung seperti melalui media cetak, radio, dan telivisi. c. Memberikan ketegasan kepada seluruh pemilik objek zakat berdasarkan ketentuaan undang-undang tentang pengelolaan zakat untuk mengeluarkan zakat yang sudah cukup nisab. d. Bekerja sama dengan pihak pemerintah maksudnya memberikan usulan kepada pemerintah setempat untuk memasukkan zakat sebagai anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). 2. Pengelolaan
cii
Berdasarkan beberapa hasil wawancara yang kami peroleh dari beberapa pihak yang mempunyai kaitan dalam pengelolaan zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru bisa dikatakan terlaksana dengan baik. Hal ini jika para muzakki betul-betul memahami tujuan yang terkandung dalam Undang-undang terbaru No 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yakin bahwa zakat bisa menjadi potensi yang sangat besar bagi umat Islam khusus dan masyarakat pada umumnya. Pengelolaan di Badan Amil Zakat (BAZ) di Kabupaten Barru dianggap sukses walaupun masih jauh dari target yang di inginkan. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru yang dipimpin oleh seorang tokoh yang mempunyai krismatik di tengah masyarakat.117 Selain itu pengelolaan di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru di anggap maksimal karena adanya dukungan oleh pemerintah setempat untuk mengelola dana zakat secara baik dan tetap mengacu kepada aturan yang berlaku seperti ada pengurus tingkat Kecamatan dan ada juga pengurus tingkat Kabupaten. Dan masing-masing memiliki kapling tersendiri seperti untuk pengusaha-pengusaha tingkat Kabupaten, dan pemilik CV. Sedangkan bagian kecamatan yaitu pedagangpedagang di pasar setelah itu dikumpulkan secara keseluruhan untuk diketahui jumlah dana yang terkumpul. 3. Pendistribusian Pendistribusian dana zakat di Badan Amil Zakat Kabupaten Barru yaitu setelah mengetahui jumlah sekian zakat tahun dan jumlah asnaf 117
Husni Abbas, Wakil Sekretaris Badan Amil Zakat Kabupaten Barru.
ciii
yang berhak
menerima dari tiap kecamatan dengan sistem pembagian rata. Karena zakat ini merupakan dana yang diperuntuhkan bagi masyarakat, maka diproritaskan bagi masyarakat yang berhak dengan mengacu kepada 8 golongan.118 Pendistribusian zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:119 a. Hasil penelitian kebenaran musthiq kepada delapan ashnaf yaitu, fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah dan ibnusabil. b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan. c. Mendahulukan musthiq dalam wilayah masing-masing Sedangkan hasil zakat yang pendistribusiannya kepada hal yang produktif dengan pensyaratan meliputi usaha-usaha kecil yang mampu berkemban dari penambahan dana dari Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten dan memproritaskan kepada masyarakat yang ada di daerah tersebut. Mengenai sistem pendistribusian dana zakat di Badan Amil Zakat di Kabupaten Barru yang dilaksanakan berjalan terus setiap tahunnya. Adapun waktu pendistribusiannya yang dijalankan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru Yaitu melalui hari-hari besar Islam seperti maulid Nabi saw dengan tujuan untuk menarik simpatik kepada orang yang memiliki harta untuk mengeluarkan zakat.120 Sebelum dana didistribusikan kepada golongan yang ditentukan, maka seluruh pengurus mengadakan rapat untuk melihat skala proritas karena dana yang 118
H. As’ad Husain, Wakil ketua BAZ Kabupaten Barru
119
Keputusan Menteri Agama Nomor 581/1999 tentang pelaksanaan undang-undang pengelolaan zakat 120 AG. M. Faried Wajedy, Ketua BAZ Kabupaten Barru
civ
terkumpul dibandingkan dengan yang didistribusikan intervalnya jauh sekali tapi tidak kdeluar dari aturan yang ada.121 Pendistribusian zakat di Badan Amil Zakat Kabupaten Barru meliputi ke delapan ashnaf yang berdasarkan Syari’at Islam dan UU No 38 tahun1999. Adapun rinciannya seperti tabel berikut: Tabel III. Golongan penerima zakat No Golongan yang menerima dana zakat
Jumlah
1
Fakir 70 org x 7 Kecamatan 455 org x 350.000
Rp. 171.500.000
2
Miskin 70 org x 7 Kecamatan 455 org x350.000
Rp. 171.500.000
3
Amil/UPZ
Rp. 154.716.929
4
Mu’allaf yang diperuntukan kepada: a. 49 orang yang baru masuk Islam x 350.000
5
6
Riqab diperuntukan untuk fakir a. Bantuan Pembgunan Mesjid 3x7 Kec x 6.000.000
Rp. 126.000.000
b. Bantuan Oprasional 5 ormas Islam x 5.000.000
Rp. 25.000.000
Gharimin diperuntukan kepada miskin a. Gaji untuk guru honor MDA 120 org x 2.400.000
7
8
Rp. 17.150.000
Rp. 288.000.000
Sabilillah dialokasikan kepada a. Bea siswa S1,S2,S3 luar/dalam negeri
Rp. 70.000.000
b. Bea siswa ma’had al-Aly (Kader Ulama)
Rp. 50.000.000
c. Panti asuhan 5 buah
Rp. 28.000.000
d. Bantuan Pembangunan aula DDI
Rp. 15.000.000
Ibnu sabil dialokasikan kepada 121
Syamsul Bahri, Wakil Sekretaris Badan Amil Zakat Kabupaten Barru
cv
a. Anak yatim dan anak jalanan 350 x 350.000
Rp. 122.500.000
b. Bantuan orang musafir yang kehabisan bekal
Rp. 25.000.000
c. Bantuan Bencana alam
Rp. 60.000.000
9
Infak dan Shadaqah dialokasikan kepada Pengusaha-pengusaha kecil yang produktif
Rp. 52.660.000
Jumlah
Rp.1.377.026.929 -
Saldo
Rp.1.735.819.688
Sisa saldo
Rp.
358,792759
Berdasarkan tabel di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa melalui pengelolaan zakat secara baik di badan amil zakat (BAZ) Kabupaten Barru. Khusus dalam sistem pengumpulan zakat yang berdasarkan Undang-undang No 38 Tahun 1999 yang berubah menjadi Undang-undang No 23 Tahun 2011 secara baik akan membatu meningkatkan perekonomian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan mampu menciptakan lapangan kerja baru di kabupaten Barru. D. Peranan Badan Amil Zakat (BAZ) dalam Meningkatkan Perekonomian Umat Berdasarkan dari beberapa hasil wawancara antara pengelola tentang peranan Badan Amil Zakat (BAZ) dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Kabupaten Barru. Yang dibuktikan dengan penurunan jumlah fakir dan miskin dalam setiap tahunnya. Mengenai pemberian modal kepada masyarakat lemah terutama pengusaha kecil melalui penambahan modal dan adapun yang bersifat komsumutif
cvi
itu lansung dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya. Karena zakat ini dititik beratkan kepada sifat komsumutif.122 Badan Amil Zakat sangat berdampak untuk pengembangan perekonomian umat yang ditandai
hampir tiap tahun fakir dan miskin di Kabupaten Barru
mengalami penurunan dengan pemberian dana yang komsumutif. Sedangkan yang sifatnya produktif yaitu melalui penambahan modal tanpa bunga diberikan kepada pengusaha-pengusaha kecil yang potensial mengalami kemajuan dengan pinjaman dana.
Adapun
sistem
pengembaliannya
itu
lancar,
dengan
demikian
perekonomiannya masyarakat meningkat. Seandainya tidak meningkat otomatis cicilan dari modal yang dibelikan tidal lancar.123 Bukti lain dari peranan Badan Amil Zakat di Kabupaten Barru terhadap peningkatan perekonomian masyarakat yaitu di tandainya pemberian dana zakat kepada orang berhak. Diantaranya para guru-guru honor yang tidak terjangkau oleh oleh dana kabupaten sehingga Badan Amil Zakat Kabupaten Barru mengalokasikan dana untuk pengajian guru honor Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) dan guru mengaji se Kabupaten Barru.124 Melihat dari beberapa hasil wawancara dengan pihak Badan Amil Zakat Kabupaten barru, maka peneliti memberi kesimpulan bahwa peranan Badan Amil Zakat Kabupaten Barru sangat besar dalam meningkatkan perekonomian umat.
122
AG. M. Faried Wajedy, Ketua BAZ Kabupaten Barru
123
Syamsul Bahri, Wakil Sekretaris Badan Amil Zakat Kabupaten Barru
124
H. Abidin, Bendahara Badan Amil Zakat Kabupaten Barru
cvii
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data dari pengamatan dan informasi yang penulis peroleh pada masalah praktik implementasi zakat dalam meningkatkan perekonomian umat perspektif hukum Islam studi kasus di Badan Amil Zakat (BAZ) sebagaimana yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Adapun gambaran perekonomian di Kabupaten Barru, sebagaimana yang ada dalam tesis ini berdasarkan data dari Badan Statistik Kabupaten Barru yang menunjukkan bahwa perekonomian di Kabupaten Barru hanya mengalami peningkatan dalam usaha tertentu. 2. Bahwa sistem implementasi zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru yang berdasarkan syari’at dan undang-undang yang berlaku yaitu terdiri dari sistem pengumpulan, pengelolaan, dan pendistribusian. Sistem pengumpulan zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru belum nampak secara maksimal. Karena disebabkan, kurangnya kesadaran dari pemilik harta tentang hikmah dan tujuan pengumpulan dana zakat secara terorganisir. 3. Peranan Badan Amil Zakat di Kabupaten Barru dalam meningkatkan perekonomian umat sangat berpotensi terhadap pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat lemah. Selain itu dampak positif dari zakat yaitu dapat menciptakan lapangan kerja produksi baru. Hal disebabkan adanya
cviii
peningkatan pada permintaan yang dapat dibuktikan ketika harta zakat dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya. B. Implikasi Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang di gambarkan sebelumnya, maka penelitian ini diharapkan menjadi motivasi untuk merealisasikan zakat dalam meningkatkan perekonomian berasaskan keadilan: 1. Jika melihat peningkatan perekonomian di Kabupaten Barru, maka hendaknya menjadikan zakat sebagai potensi yang besar untuk menciptakan lapangan usaha yang baru dalam meningkatkan perekonomian. Hal ini membutuhkan perhatian besar baik dari pemerintah maupun orang yang memiliki kelebihan harta. 2. Implementasi zakat adalah merupakan salah satu bentuk mu’amalah yang sangat penting bagi pemilik harta. Karena itu, jika kesadaran seluruh umat Islam terhadap pengumpulan dana zakat secara terorganisir, maka yakin dana zakat dapat meningkatkan perekonomian secara adil yang berlandaskan alQur’an/al-Hadis dan aturan Undang-undangan No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. 3. Adanya sistem implementasi zakat di Badan Amil Zakat Kabupaten Barru hendaknya menjadi percontohan terhadap lembaga-lembaga zakat yang di setiap kebupaten/kota dalam merealisasikan fungsi zakat dalam meningkatkan perekonomian dan kesejhateran masyarakat.
cix
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Yatmin Pengantar Studi Etika, Ed. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006 Abdoerraoef, al-Qur’an dan Ilmu Hukum., Cet. II; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1986 Ali, M. Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta : UI Press, 1988 Arif Tiro, Muhammad, Masalah dan Hipotesis Penelitian Sosial-Keagamaan. Cet. I; Makassar: Andira Publisher, 2005. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Cet. XIV; Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Ash. Shidi}eqy, M. Hasbi, Pedoman Zakat, Cet. III; Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009 Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam , Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2001. Al-Ba’ly, Abdul al-Hamid Mahmud, Ekonomi Zakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Baiquni, A Kamus Istilah Agama Islam Lengkap (Surabaya: Indah, 1996) Al-Buny, Djamaluddin Ahmad, Problematika Harta dan Zakat. Jakarta: Bina Ilmu,1983 Depatemen Agama, Pedoman Zakat. Jakarta: Proyek Prmbinaan Zakat dan Wakaf,1991 Al-Gh}aza>li, Rahasia Puasa dan Zakat, Terjemahan oleh Muhammad al-Baqir (Bandung: karisma, 1994. Al-Jazi>ri, Abdurrahman, Mazhabul ala Arba’a. Kairo: Darul Hadist, 1424H, 2004M. Al-Jazi>ri, Abdurrahman, Kitabu al-Fiqhi ala al Mudzahibi al-Arba’ah. Bairut: Ihya al-Turats al-Arabi,tt Gus Arifin, Zakat, Infaq, Shadaqah. Jakarta: Gramedia, 2011.
cx
Hasbi, Muhammad Bagir, Al-fiqh Praktis. Bandung: Mizan, 1999. Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani, 2002 Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial: Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Gaung persada press, 2009. J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. XXVIII; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. Kadir A. Ahmad, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. Makassar: Indobis Media Centre, 2003. Makalah, AG. Faried Wadjedy, MA, Zakat Gaji Sebagai Sarana Pengentasan
kemiskinan, Di Barru. 19 Juni 1995 Majma’ Lughah al-‘Arabiyah, Mu’jam al-Was³¯, Juz I Mesir: Dar al-Ma’arif, 1972 Mamang Sangadji, Etta dan Sopiah, Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset, 2010. Mannan,M.A. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1997 Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah. Jakarta: Kencana, 2012 Al-Mawardi, Ahkamu al-Sulthaniyyah. Kuwait: Dar Al-Fikr, tt Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996. Muhammad, al-Syirbini, al-Iqna. Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1359H. Muhammad, Manajemen Organisasi Zakat. Malang: Madani, 2011 Muin, Rahmawati, Menejemenn Zakat Makassar: Alauddin Press, 2011 Mughniyyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Madzhab. Penerjemah Masykur A.B., et.al, Jakarta: Lentera Basritama, 1999 Nawawi, Hadari dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Cet. II; Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995. Parman, H. Ali, Pengelolaan Zakat. Makassar: Alauddin Universitas Press, 2012.
cxi
Prihartini, Faridah et.al, Hukum Islam Zakat dan Wakaf Teori Prakteknya di Indonesia. Jakarta: Papan Sinar Sinanti: Cet I, 2005 Qadir, Abdurrahman, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998. Al-Qaradhawi, Yusuf, Fiqh Zakat. Beirut: Muassasah Risalah, 1991. al-Qahta>ny, Said bin Ali bin Wahaf, Manzila>htu Zaka>t fi Isla>m, Cet. I; Riyad: Safir, 1425 H Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1996. Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula Bandung: Alfabeta, 2009. Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research in Educatioan; an Introduction to Theory and Methods Boston: Allyn and Bacon, 1998. Sabiq, Sayyid Fiqhu Sunnah. Kuwait: Dar-al-Bayan, tt. Saefuddin, Ahmad Muflih, Pengelolaan Zakat ditinjau dari Aspek Ekonomi .Bontang: Badan Dakwah Islamiyyah, LNG, 1986. Sayuti Ali M., Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan Teori dan Praktek, Jakarta: Grafindo Persada, 2002. Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992. Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishba>h, Cet II. Jakarta: Lentera Hati,2009. Sohrah, Zakat dan kebijakan fiskal meretas akar-akar kemiskinan, Makassar; Cet. 1: Alauddin University Press, 2012. Subagyo, Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Cet. XII; Bandung: Alfabeta, 2011. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Cet. VI; Bandung: ALFABETA, 2009.
cxii
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi “Mixed Methods”. Cet. III; Bandung: ALFABETA, 2012. Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002. Syafruddin, Amir Garis-garis Besar Fiqh. Cet. 1; Bogor: Kencana 2003. T}ant}aw > i, Muhammad Said, al-Fikhi Muyasar. Kairo: Darul Fikr, tt. Undang-undang No 38 Tahun 1999 tentang pengelolan zakat Wadjedy, AG. Faried, Barru, 2004.
Zakat Gaji Sebagai Sarana Pengentasan kemiskinan. Di
Ya’la, Abu Al-Qardi, al-Ahkamu as-Sulthaniyah. Mustafa al-Babi al Halabi, 1356. Zuhri, Saifuddin, Zakat di Era Reformasi. Semarang: Bima Sejati, 2012. Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islamy wa-‘Adillatuhu. Damaskus: Daar el-Fikr,1989. al-Zuhaili, Wahbah Zakat, Kajian Berbagai Madzahab. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.
cxiii
NAMA-NAMA INFORMAN NO
NAMA
1
AG. Prof.Dr. H.M Faried Wajedy,MA
2
ALAMAT
PEKERJAAN
Jln. AG. Amri Said
Ketua BAZ Kabupaten Barru
Syamsul Bahri, S.Ag, MA
Jln. Dr. Soetomo, Barru
Sekretaris Umum BAZ Kabupaten Barru
3
H. Abidin
Jln. A. Pettarani, Barru
Bendahara BAZ Kabupaten Barru
4
Drs. H. As’ad Husain
Ance, Kec. Tanete Rilau
Wakil Ketua BAZ Kabupaten Barru
5
H. Husni Abbas, S.Ag, MA.
Jln . Dr. Soetomo, Barru
Wakil Sekretaris BAZ Kabupaten Barru
6
Drs. H. Minu Kalibu, M.Si
Jln. H. A. Iskandar , Barru
Devisi Pendistribusian BAZ Kabupaten Barru
7
Drs. H. Husain Abdullah
Jln. Kompleks Perumahan Depag, Barru
Dewan Pengawas BAZ Kabupaten Barru
8
Hary Arizal, S.IP
Ance, Kec. Tanete Rilau
Staf BAZ Kabupaten Barru
9.
Syamsul Rujal, S.Pdi
Mangkoso
Pegawai Syara
10.
Aksa Nawawi
Kiru-kiru
Mahasiswa
11.
Ridwan
Wiringtasi
Miskin
Mangkoso 30 Februari 2015 Peneti
Muh Muhsin. H Nim. 80100212028
cxiv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Muh Muhsin H
Alamat
: Sidrap
TTL
: Rappang, 23 Januari 1987
Jenis Kelamin
: Laki-laki
No Hp/Email
: Muhsinar’[email protected]
Pendidikan Formal SD
: SDN 7 Rappang (1994-1999)
SMP
: MTs Ympi Rappang (2000-2003)
I’DADIYAH : Mangkoso (2003-2004) SMA
: MA Tonrongnge (2005-2007)
S1
: STAI DDI-AD Mangkoso (2008-2012)
S2
: PPs UIN Alauddin Makassar (2012-sekarang)
Keluarga
Ayah Ibu Saudara
Istri
: Hanafi. C : Rugaiyah : 1. Busran 2.
Subhan, S.P
3.
Syarafah, S.PdI
: Asriani Arsyad, S.Psi
Karya Ilmiah
1. Hikmah Iddah Talak Perspektif Hukum Islam 2. Implementasi Zakat dalam Meningkatkan Perekonomian Umat Perspektif Hukum Islam (Study kasus di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Barru) 3. Pelaku Riba dan Ancaman
cxv
cxvi