IMPLEMENTASI PERATURAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS DAN PEJABAT (Studi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990)
Oleh Amar Ma’ruf NIM 1120310067
TESIS
Diajukan kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Hukum Islam
YOGYAKARTA 2013
PERI\TYATAAI{ KEASLIAN
Yang bertandatangandi bawah ini:
Nama
AmarMa'ruf, S.H.I
NIM
l 120310067
Jenjang
lvfagister (S2)
hogram Studi
Hukum Islam
Konsentrasi
HukumKeluarga
Menyatakan bahwa naskah tesis
ini
secara keseluruhan adatah hasil penelitian/
karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbemya.
Yogyakarta
13 November 2013
KEMENTERIAN AGAMA
RI
UIN SUNAN KALIJAGA PROGRAM PASCASAR'ANA YOGYAKARTA
PENGESAHAN Tesis berjudu!
IMPLEMENTASI PERATURAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS DAN PEJABAT (Studi PP No. 10 Tahun
Nama
1983jo. pP No.45 Tahun 1990) Amar Ma'ruf, S.H.l.
NIM Program Studi Konsentrasi Tanggal Ujian
LL203L0067 Hukum lslam Hukum Keluarga 26 Agustus 2013
Telah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Hukum lslam (M.H.l.).
I
7 November 2013
#^^m (*wq -ftilE;ffiH. (hoiruddin,
M.A.
NlP.: 19641008 199103 1002
lil
I
TlM PENGUJI
PERSETUJUAN
UJIAN TESIS Tesis berjudu!
IM PLEMENTASI PERATURAN PERKAWI NAN DAN PERCERAIAN PNS DAN PEJABAT (Studi PP No. 10 Tahun
Nama
1983jo. PP No.45 Tahun 1990) Amar Ma'ruf, S.H.l.
NIM Program Studi Konsentrasi
1120310067 Hukum lslam Hukum Keluarga
telah disetujuitim penguji ujian munaqosah
i,t
Ketua
Dr. H. Syafiq Mahmadah Hanafi, S.Ag., M.Ag.
Sekretaris
Drs. Kholid Zulfa, M.Si.
Pembimbing/Penguji
Euis Nurlaelawati, MA, Ph.D.
Penguji
Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H.
(ry)
diuji di Yogyakarta pada tanggal 26 Agustus 2013
: Waktu : Hasil/Nilai Predikat Kelulusan
10.00-11.00 A /Sangat Memuaskan /Cu'm{*+rde*
* Coret yang tidak perlu
IV
,) )
NOTA DINAS PEMBIMBING Kepada
Yth. Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
4gdWt6ffi"Mi Setelah melakukan bimbingan, arahaq dan koreksi terhadap penulisan tesis yang
berjudul
IMPLEMENTASI PERATT}RAN PERKAWINAI\I DAN PERCERAIAN PNS DAI\I PEJABAT (Studi PP No. 10 Tahun 198i) jo Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990) Nama
Amar Ma'ruf
NIM
I 120310067
Progrart Magister (S2) hogram Studi Hukum Islam Konsenfrasi Hukum Keluarga Saya berpendapat bahwa tesis tersebut sudatr dapat diajukan kepada Program Pascasarjana
UIN
Sunan Kalijaga untuk diujikan dalam rangka memperoleh gelar Magister Hukum
Islam.
&gafrW1;f*:s\/-\6 .:'
Yogyakarta 13 Agustus 2013
Ph.D
ABSTRAK Pegawai Negeri Sipil merupakan abdi negara yang dituntut untuk menjadi teladan bagi masyarakat. Demi menjaga citra PNS, maka pemerintah membentuk suatu peraturan khusus yang bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat para PNS dan pejabat yang tertuang dalam PP No 10 Tahun 1983 jo. PP No 45 Tahun 1990 (disingkat PP 10). PP 10 merupakan peraturan bersifat khusus yang bertujuan mengatur pernikahan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Akan tetapi, dalam implementasinya masih terjadi banyak pelanggaran yang dilakukan oleh PNS yang mengakibatkan pelaksanaan PP 10 tidak sesuai dengan cita-cita yang diharapkan. Faktor inilah yang menjadi daya tarik penulis dalam mengkaji implementasi PP 10 secara lebih mendalam.mengenai efektifitas pelaksanaannya. Disamping itu, penelitian ini akan mengungkap perilaku, faktor-faktor, dan kelemahan PP 10 yang membuat beberapa PNS dan pejabat di Indonesia melanggarnya. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang menampilkan data-data dan informasi kepada tingkat abstraksi yang lebih tinggi. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan melakukan pendekatan normatif-empiris. Dengan metode field research, penulis melakukan wawancara mendalam kepada birokrat level atas atau yang menjabat pimpinan atau wakil pimpinan instansi untuk mendapatkan gambaran terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PNS dan pejabat. Disamping itu diperkuat dengan penyebaran angket untuk memperoleh gambaran mengenai persepsi PNS terhadap PP 10. Selain itu, penulis juga menggunakan library research sebagai bahan analisa, yakni mengumpulkan semua perundang-undangan yang membatasi PNS dan pejabat bidang perkawinan dan perceraian. Dalam menganalisis digunakan metode content analisis yaitu menjadikan PP 10 sebagai titik fokus penelitian. Dalam implementasinya PP 10 belum mampu mencapai tujuan yang diharapkan. PNS dan pejabat yang dikontrol secara ketat, justru mencoba mencari celah untuk bisa terhindar dari jeratan kebijakan yang mengikatnya. Hal ini bisa dilihat dengan adanya tindakan PNS yang melakukan pernikahan secara diamdiam tanpa izin atasan, melakukan pernikahan poligami, bahkan perselingkuhan. Adapun beberapa kasus poligami yang terjadi, dilakukan setelah PNS dinyatakan pensiun atau mengajukan permohonan pensiun dini. Beberapa pelanggaran yang terjadi didukung dengan penanganan yang tidak tegas karena adanya langkah kompromi yang dilakukan oleh atasan. Selain itu, proses hukum yang tumpang tindih dalam pelaksanaan PP 10 berimplikasi kepada ketidakjelasan esensi peraturan tersebut. Seperti halnya dalam pengaturan surat izin bercerai, atasan dituntut agar mempersulit PNS maupun pejabat mendapatkan surat izin untuk bercerai, akan tetapi, dalam proses di Pengadilan, surat izin dari atasan ternyata tidak terlalu berpengaruh. Oleh karena itu, agar tujuan dapat tercapai perlu ada law enforcement atau revisi atas beberapa peraturan dalam PP 10, agar perangkat hukum yang sudah ada dapat diimplementasikan dengan baik.
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI Penulisan transliterasi huruf Arab ke dalam huruf Latin penelitian ini, berpedoman kepada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 1987 dan No. 0543 b/U/1987. Secara garis besar diuraikan sebagai berikut: A. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
ا
Alif
Tidak dilambangkan
tidak dilambangkan
ب
Ba’
b
be
ت
Ta’
t
te
ث
Sa’
s|
es (dengan titik di atas)
ج
Jim
j
je
ح
Ha’
h}
ha (dengan titik di bawah)
خ
Kha’
kh
ka dan ha
د
Dal
d
de
ذ
Zal
z|
zet (dengan titikdi atas)
ر
Ra’
r
er
ز
Zai
z
zet
س
Sin
s
es
ش
Syin
sy
es dan ye
ص
Sad
s}
es (dengan titik di bawah)
ض
Dad
d}
de (dengan titik di bawah)
ط
Ta’
t}
te (dengan titik di bawah)
ظ
Za’
z}
zet (dengan titik di bawah)
vii
ع
‘Ain
‘
koma terbalik di atas
غ
Gain
g
ge
ف
Fa’
f
ef
ق
Qaf
q
qi
ك
Kaf
k
ka
ل
Lam
l
‘el
م
Mim
m
‘em
ن
Nun
n
‘en
و
Wawu
w
w
Ha’
h
ha
ء
Hamzah
‘
Apostrof (tetapi tidak dilambangkan apabila terletak di awal kata)
ي
Ya’
Ye
y
B. Konsonan rangkap karena syahaddah ditulis rangkap "! دة
ditulis
Muta’addidah
ّة$
ditulis
‘iddah
C. Ta’ marbutah di akhir kata 1. Bila dimatikan ditulis h. %&'(
ditulis
H}ikmah
%)$
ditulis
‘illah
(Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zaakat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya). 2. Bila diikuti dengan kata sandang ‘al’ serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h. *ء+,ْو.%"ا/آ
ditulis
viii
Kira>mah al-auliya’>
3. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan dammah ditulis t. /12,زآ*ةا
ditulis
Zaka>tu al-fit}ri
D. Vokal Pendek ______َ
fathah
56 ______
kasrah
/ذآ ______ُ
dammah
8ه:;
ditulis
a
ditulis
fa’ala
ditulis
i
ditulis
z|ukira
ditulis
u
ditulis
yaz|habu
E. Vokal Panjang 1.
2.
3.
4.
Fathah + alif
ditulis
a>
%+)<*ه
ditulis
ja>hiliyyah
Fathah + ya’ mati
ditulis
a>
=>?@
ditulis
tansa>
Kasrah + ya’ mati
ditulis
i
A;/آ
ditulis
kari>m
Dammah + wawu mati
ditulis
u>
وض/6
ditulis
furu>d}
ditulis ditulis ditulis ditulis
ai bainakum au qaul
F. Vokal Rangkap 1 2
Fathah + ya’ mati A'?+B Fathah + wawu mati لCD
ix
G. Vokal Pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof A!Eا ت$ا A@/'F HI,
a’antum u’iddat la’in syakartum
ditulis ditulis ditulis
H. Kata sandang alif + lam 1. Bila diikuti huruf Qamariyyah ditulis dengan menggunakan huruf ”al” ان/J,ا *س+J,ا
Al-Qur’a>n Al-Qiyas>
ditulis ditulis
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf syamsiyyah yang mengikutinya, dengan menggunakan huruf ”l” (el) nya >&*ء,ا
ditulis
as-Sama>
K&L,ا
ditulis
as-Syams
I. Penulisan Kata-kata dalam rangkaian kalimat Ditulis menurut aslinya. وض/2,*ذوى
Ditulis
z|awi al-furu>d}
%?>, ا5اه
Ditulis
ahl as-sunnah
x
KATA PENGANTAR ا ا ا ا"!ة. أ أن ا إ ا وأ أن ا رل. ا رب ا أ. , أ- وأ. ()* ء ا ) و$%&وا!م *)( أف ا Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Yang pertama dan yang paling utama penyusun panjatkan segala puji dan syukur kepada Illahi Rabbi karena nikmatnyalah skripsi ini dapat diselesaikan dan diujikan untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian jenjang strata satu pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Shalawat dan salam penyusun haturkan kepada Nabiyullah Muhammad saw karena perjuangannyalah hingga saat ini kita masih merasakan manisnya iman dan Islam. Dengan bantuan berbagai pihak, maka penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Khairuddin Nasution, M.A, selaku Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Yogyakarta beserta stafnya yang telah menyediakan sarana sehingga penyusun dapat menyelesaikan tesis ini dengan lancar. 2. Bapak Dr. H. Syafiq Mahmadah Hanafi, S.Ag, M.Ag. dan Drs. Kholid Zulfa, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Islam, serta mbk Fenti, TU Prodi Hukum Islam yang menjadi tulang punggung dan senantiasa melayani kebutuhan mahasiswa Prodi Hukum Islam. 3. Ibu Euis Nurlaelawati, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan serta koreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan. 4. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah menyumbangkan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis.
xi
5. Para pimpinan instansi dan PNS selaku objek penelitian dalam tesis ini yang telah meluangkan waktunya dalam proses wawancara dan pengisian angket sehingga proses penyusunan tesis ini bisa berjalan sesuai yang diharapkan. 6. STAI Al-Gazali Watan Soppeng, Sul-Sel yang telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan studi di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 7. Kedua Orang Tuaku (Etta dan Ettaji), Drs. H Ma’ruf Amin dan Hj. Maiya Sabera atas lantunan do’a yang selalu meluncur untuk keselamatan ananda, cucuran keringat serta kasih sayangnya yang tidak pernah dapat ananda balas. Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada saudara-saudariku Kak Farid, Kak Umrah, Kak Wajedi, Kak Hikmah, serta adikku Amraini dan Arsal, terima kasih atas perhatian, motivasi, dan kasih sayangnya. 8. Keluarga Besar Hj Puang Saddi dan Keluarga Besar Hj Sitti Badariah, terima kasih atas dukungannya. 9. Sahabat-sahabat Ikatan Alumni DDI (IADI) Yogyakarta, Ikatan Mahasiswa Pelajar Soppeng (IMPS) Cabang Yogyakarta, sahabat-sahabat Institut KarateDo Indonesia (INKAI) Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, sahabat-sahabat Badan Otonom Mahasiswa-Pusat Studi dan Konsultasi Hukum (BOM-PSKH) Fakultas Syari’ah dan Hukum Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Syari’ah dan Hukum Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, sahabat-sahabat Ikatan Mahasiswa Indonesia (IKAMI) Sul-Sel Cabang Yogyakarta, dan sahabat-sahabat Keluarga Mahasiswa Sunan Kalijaga (KAMASUKA) Sul-Sel, apapun yang kita perjuangkan semoga Allah swt yang selalu menjadi tujuan kita. 10. Orang tercinta Ratih Rohani terima kasih atas perhatian, pengertian, kesabaran dan kesetiaannya dalam mengarungi perjalanan ini, semoga kita tetap istiqamah. 11. Teman-teman kelas Hukum Keluarga (HK) angkatan 2011 khususnya HK-A, yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas semuanya, ingat perjalanan kita masih panjang.
xii
12. Segenap owner dan management HOKI (Kang Didin dan Andri’na Deng), semoga usaha yang di rintis dapat maju dan berkembang pesat sesuai dengan target yang diinginkan. 13. Serta pihak-pihak yang turut andil dalam penyusunan karya kecil ini yang tidak mungkin penyusun sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan berkah atas kebaikan dan jasa-jasa mereka semua dengan kebaikan dan kenikmatan yang berlimpah. Demikian, karya kecil ini disusun dengan harapan bisa bermanfaat dalam wacana keilmuan kita semua. Namun penyusun menyadari akan kekurangan dan kelemahan karya kecil ini karena keterbatasan dari pribadi penyusun. Yogyakarta, 13 Agustus 2013 Penyusun
AMAR MA‘RUF NIM : 1120310067
xiii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN..... ..................................................................
ii
PENGESAHAN DIREKTUR .......................................................................
iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI ..................................................................
iv
NOTA DINAS PEMBIMBING ....................................................................
v
ABSTRAK ..................................................................................................
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... vii KATA PENGANTAR ...................................................................................
xi
DAFTAR ISI.................................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii BAB I :
BAB II :
PENDAHULUAN....................................................................
1
A. Latar Belakang ..................................................................
1
B. Rumusan Masalah .............................................................
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................
9
D. Kajian Pustaka ...................................................................
10
E. Kerangka Teoritik ..............................................................
16
F. Metode Penelitian. ............................................................
22
G. Sistematika Pembahasan ...................................................
25
HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA: KAJIAN UMUM ATURAN PERKAWINAN ........................
28
A. Perkembangan Hukum keluarga Islam: Fikih dan Hukum Keluarga Islam ala Indonesia..............................................
28
1. Fikih.............................................................................
29
2. Ide Pembentukan Hukum Keluarga Islam Indonesia ..
34
B. Hukum Keluarga Islam di Indonesia .................................
39
1. UU No. 1 Tahun 1974 .................................................
41
2. Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 .........................
50
3. Aturan-Aturan Lain Hukum Keluarga............. ............ 54
xiv
BAB III :
PNS DAN PEJABAT DI INDONESIA DALAM HUKUM PERKAWINAN ; PERNIKAHAN DAN PERCERAIAN ......
60
A. Definisi PNS dan Pejabat ..................................................
60
B. Hukum Perkawinan Khusus PNS dan Pejabat: PP No. 10 1983 dan PP. No. 45/1990 ...............................
62
1. Pernikahan ..................................................................... 66 2. Perceraian......................................................................
68
C. Praktek Pernikahan dan Perceraian PNS dan Pejabat: Kasuskasus Populer .....................................................................
BAB IV :
76
IMPLEMENTASI ATURAN PERNIKAHAN DAN PERCERAIAN DI
KALANGAN
PNS
DAN
PEJABAT
WILAYAH
YOGYAKARTA: KEKUASAAN, HUKUM, MORAL PNS DAN PEJABAT ................................................................................
84
A. Yogyakarta, PNS dan Pejabat: Pemahaman Hukum Keluarga ................................................................
84
1. PNS Badan Kepegawaian Daerah Propinsi DIY ...........
85
2. PNS Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta......
87
3. PNS Pengadilan Agama Kota Yogyakarta.....................
89
4. PNS Kementerian Agama Kota Yogyakarta….. ............
90
5. PNS Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan...........
91
6. Pejabat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta…………………………………................. 92 7. Pejabat Polres Kota Yogyakarta....................................
93
B. Kekuasaan dan Kesadaran Hukum .....................................
96
1. Praktek Pernikahan Poligami: Proses dan Alasan ..........
99
2. Praktek Perceraian: Proses dan Alasan .......................... 106 C. Faktor-faktor dan Indikator Penyimpangan dan Pelaksanaan Aturan .................................................... 111
xv
BAB V :
PENUTUP ................................................................................ 119 A. Kesimpulan ........................................................................ 119 B. Saran-Saran ....................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 122 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Rekapitulasi Data Izin Poligami dan Perceraian di Badan Kepegawaian Daerah Propinsi DIY, 86.
Tabel 2
Rekapitulasi Data Izin Poligami dan Perceraian PNS Kota Yogyakarta di Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta, 88.
Tabel 3
Data Izin Poligami dan Perceraian Khusus PNS di Pengadilan Agama Yogyakarta, 97.
Tabel 4
Rekapitulasi Data Izin Poligami dan Perceraian di Pengadilan Agama Yogyakarta, 98.
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Islam masuk ke Indonesia, hukum keluarga Islam seperti yang tertuang dalam buku-buku fikih sudah diterapkan oleh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan perkembangan kehidupan dan sistem hukum, seperti negara-negara muslim lainnya, Indonesia melakukan beberapa perubahan hukum dan memperkenalkan aturanaturan hukum yang dibuat oleh negara, termasuk hukum untuk masalah-masalah keluarga. UU No. 1.Tahun 1974 yang kemudian disusul oleh Kompilasi Hukum Islam merupakan peraturan perundang-undangan yang memperkenalkan beberapa aturan baru oleh negara. Pada dasarnya perundang-undangan di Indonesia bidang keluarga, utamanya perkawinan bersifat umum yang maksudnya diperuntukkan bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Namun pada kenyataannya, terdapat perundang-undangan yang
bersifat khusus seperti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (disingkat PNS) termasuk di dalamnya pejabat. Ketentuan yang ada dalam peraturan tersebut sangat berbeda bahkan kontra produktif baik dengan hukum Islam maupun dengan hukum positif (Undang-Undang Perkawinan) Indonesia. Adanya pengkhususan ini, dikarenakan PNS dan pejabat merupakan unsur aparatur negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam bertingkah laku, bertindak, dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. PNS dan
1
2
pejabat yang tidak menaati atau melanggar ketentuan mengenai izin perkawinan dan perceraian PNS akan dijatuhi hukuman disiplin. Di samping itu, pengkhususan aturan perundang-undangan kepada PNS dan pejabat adalah untuk kepentingan penyelenggaraan sistem informasi kepegawaian, sebagai usaha untuk lebih meningkatkan dan menegakkan disiplin PNS serta memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan.1 Setiap perkawinan, perceraian, dan perubahan dalam susunan keluarga PNS harus segera dilaporkan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara menurut tata cara yang ditentukan. Adapun pengkhususan peraturan itu diterapkan pada beberapa tindakan hukum, seperti pernikahan, perceraian, pembagian gaji akibat perceraian, pernikahan poligami, status menjadi istri kedua bagi PNS wanita, mutasi keluarga, dan hidup bersama di luar ikatan pernikahan. Terkait dengan aturan pernikahan, PNS dan pejabat pemerintahan yang melangsungkan perkawinan wajib segera melaporkan perkawinannya kepada pejabat.2 Ketentuan tersebut juga berlaku untuk janda/duda PNS yang melakukan pernikahan kembali atau pegawai negeri sipi lyang melakukan pernikahan dengan isteri kedua, ketiga, atau keempat.
1
Lihat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 Tanggal 21 April 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai negeri sipilatau Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil 2
Yang dimaksud dengan pejabat ialah pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil, atau pejabat lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki wewenang memberikan atau menolak permintaan izin perkawinan atau perceraian Pegawai Negeri Sipil.
3
Sementara itu, terkait dengan perceraian terdapat beberapa aturan yang ditegaskan dan harus dipatuhi oleh PNS, yakni untuk dapat melakukan perceraian,3 PNS harus memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari pejabat. Surat permintaan izin perceraian diajukan kepada pejabat melalui jalur hirarki.4 Permintaan izin perceraian harus dilengkapi dengan salah satu atau lebih bahan pembuktian mengenai alasanalasan untuk melakukan perceraian seperti tersebut di atas. Pembagian gaji akibat perceraian juga diatur secara khusus bagi pegawai negeri. Apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria, maka ia wajib menyerahkan sepertiga gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan sepertiga gajinya untuk anakanaknya. Apabila pernikahan mereka tidak dikaruniai anak, maka setengah dari gajinya diserahkan kepada isterinya. Sedangkan apabila perceraian terjadi atas kehendak suami isteri, maka pembagian gaji dilaksanakan berdasarkan kesepakatan
3
Pegawai negeri sipilhanya dapat melakukan perceraian apabila terdapat alasan-alasan sebagai berikut: (1)Salah satu pihak berbuat zina, (2)Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan, (3)Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya, (4)Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung, (5)Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, (6) Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 4
(1) Menteri, Jaksa Agung, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Keperesidenan, Pimpinan Kesekretariat-an Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang bukan merupakan bagian dari Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Gubernur, dan Wakil Gubernur, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Presiden, (2) Bupati, Walikota, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri, (3) Pimpinan/Direksi Bank Milik Negara dan Pimpinan/Direksi Badan Usaha Milik Negara, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Presiden, (4) Pimpinan/Direksi Bank Milik Daerah dan Pimpinan/Direksi Badan Usaha Milik Daerah, wajib mempereloh izin terlebih dahulu dari Gubernur/Bupati/ Walikota yang bersangkutan, (5) Anggota Lembaga Negara/Komisi wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Presiden, (6) Kepala Desa,
4
kedua belah pihak yang bercerai. Bekas isteri berhak atas bagian gaji walaupun perceraian terjadi atas kehendak isteri (PNS pria menjadi pihak tergugat) apabila alasan perceraian tersebut adalah karena di madu, atau karena PNS pria melakukan zina, melakukan kekejaman atau penganiayaan, menjadi pemabuk/ pemadat/penjudi, atau meninggalkan isteri selama 2 (dua) tahun atau lebih tanpa alasan yang sah. Pembagian gaji seperti tersebut di atas tidak harus dilaksanakan apabila alasan perceraian karena pihak isteri melakukan zina, melakukan kekejaman atau penganiayaan, menjadi pemabuk/pemadat/ penjudi, dan atau meninggalkan suami selama 2 (dua) tahun atau lebih tanpa alasan yang sah. Apabila bekas isteri yang bersangkutan kawin lagi, maka pembagian gaji dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya bekas isteri yang bersangkutan kawin lagi. Sedangkan terkait dengan tindakan hukum untuk melakukan poligami, PNS harus merujuk pada aturan khusus yang tertuang dalam PP No. 1/1983 dan PP. No. 45/1990, selain tentunya juga pada Undang-undang Nomor l Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menganut azas monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Namun hanya apabila dipenuhi persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan, seorang pria dimungkinkan beristeri lebih dari seorang, apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. PNS pria yang akan beristeri lebih dari seorang wajib memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari pejabat. Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan apabila memenuhi
Perangkat Desa, dan Petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa, wajib
5
sekurang-kurangnya satu dari semua syarat-syarat alternatif5 dan syarat-syarat kumulatif6 yang ada. Permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang dapat ditolak7 oleh pejabat, jika alasan dan syarat yang dikemukakan kurang meyakinkan dan dinyatakan dengan surat keputusan pejabat. Selain aturan-aturan tersebut, terdapat aturan yang dikhususkan bagi PNS wanita terkait dengan praktek poligami. PNS wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua, ketiga, atau keempat dari seorang pria yang berkedudukan sebagai PNS, maupun seorang pria yang bukan PNS. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat tidak dapat melamar menjadi calon PNS. Adapun PNS wanita yang setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 ternyata berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS.
memperoleh izin terlebih dahulu dari Bupati yang bersangkutan. 5
Syarat alternatif, yaitu:(1)isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, (2) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau ( 3) isteri tidak dapat melahirkan keturunan. 6
Syarat kumulatif, yaitu : (1) ada persetujuan tertulis dari isteri (2)Pegawai negeri sipilyang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan, dan (3) ada jaminan tertulis dari Pegawai negeri sipilyang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anakanaknya. 7
(1) Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang di hayatinya, (2)Tidak memenuhi salah satu syarat alternatif dan semua syarat alternatif, (3)Bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (4) alasan yang dikemukakan untuk beristeri lebih dari seorang bertentangan dengan akal sehat, dan atau (5) Ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan, yang dinyatakan dalam surat keterangan atasan langsung Pegawai negeri sipilyang bersangkutan.
6
Pegawai Negeri Sipil juga dilarang hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah.8 Setiap pejabat yang mengetahui atau menerirna laporan adanya PNS dalam lingkungannya melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah, wajib memanggil PNS yang bersangkutan untuk diperiksa. Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa PNS yang bersangkutan memang benar melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah, maka PNS yang bersangkutan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat9 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
8
Yang dimaksud hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan wanita yang bukan isterinya atau pria yang bukan suaminya seolah-olah merupakan suatu rumah tangga. 9
Yang dimaksud hukuman disiplin berat adalah apabila melakukan satu atau lebih perbuatan sebagai berikut: (1) Tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan berlangsung, (2) Melakukan perceraian tanpa memperoleh izin tertulis bagi yang berkedudukan sebagai penggugat, atau tanpa surat keterangan bagi yang berkedudukan sebagai tergugat, terlebih dahulu dari pejabat, (3) Beristeri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin tertulis dahulu dari pejabat, (4)Melakukan hidup bersama di luar perkawainan yang sah dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya, (5) Tidak melaporkan perceraiannya kepada pejabat dalam jangka waktu selambatlambatnya 1 (satu) bulan setelah terjadinya perceraian, (6) Tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat kepada pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan dilangsungkan, (7) Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak meneruskan permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian, (8) Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian, (9) Pejabat tidak melakukan pemeriksaan dalam hal mengetahui adanya Pegawai negeri sipildalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama di luar perkawinan yang sah. (Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil).
7
Masalah lain yang diatur adalah terkait tempat tinggal anggota keluarga PNS.10 Dalam
rangka
penyelenggaraan
dan
pemeliharaan
manajemen
informasi
kepegawaian, setiap pejabat wajib melaporkan setiap mutasi keluarga PNS kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara. Kepada setiap isteri PNS diberikan Kartu Isteri disingkat KARIS, dan kepada setiap suami PNS diberikan Kartu Suarni disingkat KARSU.11 Beberapa aturan khusus di atas, memunculkan berbagai macam respon dari PNS dan pejabat itu sendiri. Ada yang menerima dengan lapang dada, ada yang menerima sebagian dan menolak sebagiannya, bahkan ada yang melanggar dan menolak sama sekali. Terkait beberapa aturan, khususnya aturan pernikahan poligami, ragam respon dapat dilihat dari beberapa perilaku PNS dan pejabat dalam melaksanakan perkawinan dan perceraian. Kasus yang masih hangat diperbincangkan di media cetak maupun online saat ini adalah kasus Bupati Garut Bapak Aceng Fikri yang menikah secara sirri (poligami) dengan seorang gadis yang berumur 19 tahun kemudian diceraikan dalam waktu 4 hari setelah pernikahannya. Bukan hanya Aceng saja pejabat eksekutif di Indonesia yang mempergunakan kekuasaannya untuk melanggar, akan tetapi PNS pun ada yang melanggar (tidak mematuhi) aturan khusus yang membatasi ruang geraknya dalam bidang perkawinan dan perceraian,
10
Mutasi keluarga adalah semua perubahan yang terjadi pada susunan keluarga Pegawai negeri sipilyang meliputi perkawinan, perceraian, kelahiran anak, kematian suami/isteri, dan kematian anak Pegawai Negeri Sipil. Pegawai negeri sipilwajib melaporkan setiap mutasi keluarga kepada pejabat. 11
KARIS/KARSU adalah kartu identitas isteri/suami sah dari Pegawai negeri sipilyang bersangkutan. KARIS/KARSU berlaku selama pemegangnya menjadi isteri/suami sah Pegawai negeri sipilyang bersangkutan. (Lihat Undang-undang Nornor 8 Tahun 1974 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara).
8
seperti yang dilansir di beberapa media cetak maupun online, ada beberapa oknum PNS yang menikah (poligami) secara sembunyi-sembunyi (sirri). Pertanyaan yang muncul dari beberapa kasus tersebut, adalah terkait dengan pemahaman para pejabat dan PNS terhadap aturan-aturan yang ada serta faktorfaktor yang menyebabkan mereka melakukan beberapa pelanggaran . Berangkat dari beberapa kasus di atas, maka penulis merasa tertarik untuk membedah dan meneliti tentang pelaksanaan secara konkrit aturan perkawinan dan perceraian di kalangan PNS dan pejabat yang menitikberatkan pada PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990.
B. Batasan dan Rumusan Masalah Agar penelitian tidak meluas, penulis membatasi wilayah penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Yogyakarta dengan beberapa instansi terkait, diantaranya Badan Kepegawaian Daerah Propinsi DIY, Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta, Pengadilan Agama Yogyakarta, Polresta, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kota Yogyakarta, Kementerian Agama Kota Yogyakarta, dan DPRD Kota Yogyakarta. Mengingat banyaknya aturan khusus terkait dengan tindakan hukum PNS dan pejabat, dalam penelitian ini hanya akan mengkaji beberapa peraturan saja, yaitu aturan pernikahan poligami, perceraian dan tidak bolehnya PNS wanita menjadi istri kedua dan seterusnya. Berangkat dari paparan yang dikemukakan di atas, masalah yang akan dianalisis dan dijawab dalam penelitian ini adalah:
9
1. Bagaimana implementasi Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi
Pegawai Negeri Sipil? 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian telah atau belum dilaksanakan di kalangan PNS dan pejabat di Indonesia?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tesis ini diharapkan memberikan jawaban atas pokok masalah yang telah dipaparkan. 1. Tujuan Penelitian Untuk bisa menjawab pertanyaan penelitian di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut. a. Mengkaji implementasi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 yang membatasi para PNS dan pejabat bidang perkawinan dan
perceraian serta efektifitas pelaksanannya. b. Untuk mengungkap perilaku hukum para pejabat dan PNS dan faktor-faktor dari perilaku tersebut serta menelisik celah dan kelemahan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 yang membuat
beberapa PNS dan pejabat di Indonesia melanggar PP tersebut.
10
2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait dan memberikan sumbangan yang besar dalam pengembangan kelimuan, hukum, terutama perilaku masyarakat. Secara detail, penelitian ini diharapkan dapat: a. Memberikan sumbangan informasi ilmiah berupa respons PNS maupun bentukbentuk pelanggaran yang muncul terhadap implementasi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 beserta alasan yang menyertai pelanggaran tersebut.
b. Membantu memberikan masukan dan dasar bagi dan dalam penyempurnaan tujuan hukum yang progresif bidang perkawinan dan perceraian.
D. Kajian Pustaka Berbeda
dengan
masyarakat
pada
umumnya,
permasalahan
seputar
perkawinan dan perceraian di kalangan PNS dan pejabat seringkali menjadi bahan perbincangan yang menarik untuk disimak. Keberadaannya sebagai abdi negara yang sudah sepantasnya menjadi teladan bagi masyarakat mengharuskan para PNS mentaati beberapa peraturan khusus yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu peraturan yang wajib dipatuhi adalah peraturan mengenai perkawinan dan perceraian yang telah diatur dalam PP 10 Tahun 1983 jo. PP No 45 Tahun 1990. Adapun tujuan lahirnya PP 10 ini adalah untuk menjaga moral, etika serta profesionalitas PNS dalam menjalankan tugasnya. Disadari atau tidak, peraturan ini secara tidak langsung membatasi dimensi atau ruang lingkup PNS dalam bidang perkawinan dan perceraian, sehingga membuat PNS dan pejabat selalu
11
mencari celah untuk lepas dari peraturan ini. Seiring dengan banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh PNS dan pejabat terhadap PP 10, maka bermunculanlah beberapa tulisan yang mengupas seputar kehidupan para PNS khususnya mengenai perkawinan dan perceraian, baik di media massa maupun media online. Hampir semua tulisan yang diangkat merupakan hasil investigasi dan penelitian para penulisnya terhadap kehidupan para abdi negara ini. Namun sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang implementasi aturan perkawinan dan perceraian PNS dan pejabat di Yogyakarta yang menitikberatkan pada PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 belum pernah dilakukan, baik dalam bentuk
buku, artikel, ulasan lepas, atau dalam format penelitian khusus. Walaupun demikian, ada beberapa tulisan yang bersinggungan dan mengeksplorasi tentang tema pokok di atas seperti yang penulis temukan dari beberapa penelitian dan tulisan ilmiah. Penelitian yang dilakukan oleh Karnali yang dituangkan dalam bentuk tesis di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ketentuan Nafkah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian” merupakan salah satu karya ilmiah yang meneliti tentang aturan khusus PNS dalam PP 10. Penelitian ini memfokuskan pada ketentuan nafkah dan pembagian gaji PNS pasca perceraian. Dalam
tulisannya,
Karnali
berusaha
mengungkap
dan
mempertanyakan tentang apakah seorang PNS muslim berhak memilih tunduk pada ketentuan hukum Islam, atau mentaati Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, hasil
12
tesis ini menyimpulkan bahwa seorang PNS muslim berhak memilih tunduk atau mematuhi hukum Islam khususnya mengenai ketentuan nafkah bekas istri yang dibebankan kepada bekas suami akibat terjadinya perceraian. Demikian juga, penulis menggali dan menganalisis posisi serta sikap hakim Pengadilan Agama dalam menentukan nafkah istri dari bekas suami PNS di Pengadilan Agama yang idealnya hasil keputusannya terikat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, akan tetapi hasil penelitiannya berkata lain, bahwa hakim tidak terikat dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 dalam sidang perceraian PNS di Pengadilan Agama.12 Selanjutnya adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rismiyati dalam bentuk skripsi tentang “Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Putusnya Perkawinan bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2006. Penelitian ini hanya mengeksplorasi beberapa pertimbangan hakim dalam menetapkan putusnya perkawinan PNS diantaranya perselingkuhan, nusyuz, percekcokan karena kesenjangan interaksi, dsb. Disamping itu, Rismiyati juga mengangkat tentang pertimbangan hakim sehingga tidak menjalankan dan melaksanakan Pasal 8 PP No 45 Tahun 1990 tentang pembagian gaji PNS pasca perceraian. Hasil penelitiaannya menyebutkan bahwa ketentuan pembagian gaji
12
Karnali, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ketentuan Nafkah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian,” Tesis tidak diterbitkan, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat 2006.
13
dipandang tidak sesuai dan relevan dengan berbagai ketentuan dan perundangundangan yang berlaku di Indonesia.13 “Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri Sipil Guru (Studi Kasus di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Yogyakarta)” yang dituangkan dalam bentuk skripsi oleh Norma Yuneti pada tahun 2010 merupakan penelitian lain yang berkaitan
dengan
topik
yang
akan
dikaji.
Penyusun
menitikberatkan
penelitiannya terhadap faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perceraian di kalangan PNS guru, diantaranya adanya pihak ketiga, tidak adanya pemberian nafkah,
dan penyakit impoten yang menyebabkan tidak adanya
keturunan.14 Penelitian selanjutnya yang masih bersinggungan dengan penelitian sebelumnya adalah skripsi Robi’ah al-Adawiyah pada tahun 2011 tentang: “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sebab-Sebab Perceraian di Kalangan Pegawai Negeri Sipil (Studi Putusan di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2007-2010). Hasil penelitian ini menemukan bahwa faktor penyebab terjadinya perceraian di kalangan PNS yang perceraiaannya terdaftar di Pengadilan Agama Yogyakarta pada tahun 2007-2010 adalah cemburu, kekerasan/ kekejaman fisik, ekonomi, tidak adanya tanggung jawab, hadirnya pihak ketiga, ketidakcocokan, kurangnya keharmonisan. Menurut Robi’ah bahwa dalam Hukum Islam beberapa faktor di
13
Rismiyati, “Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Putusnya Perkawinan bagi PNS di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2006”. Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal AsySyakhsiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006. 14
Norma Yuneti, “Pengajuan Izin Perceraian PNS Guru (Studi Kasus di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Yogyakarta)”, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
14
atas bukanlah alasan yang bisa diajukan untuk melakukan perceraian, akan tetapi alasan tersebut dapat menimbulkan perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang membahayakan jiwa yang dalam hukum Islam disebut syiqaq.15 Penelitian lain yang membahas tentang isu ini dilakukan oleh Miftahul Huda, mahasiswa Fakultas Syari’ah, Jurusan al-Ahwal Al-Syakhsiyyah UIN Malang tahun 2005 dengan judul “Penyertaan Izin Pejabat pada Perkara Perceraian Pegawai Negeri Sipil ditinjau dari Hukum Acara Peradilan Agama (Studi Perkara Nomor 806/Pdt.G/2004/PA.Mlg). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kedudukan hukum izin pejabat dalam proses beracara di Pengadilan Agama. Dalam hal ini hakim meneruskan jalannya persidangan bagi perkara perceraian PNS tanpa izin pejabat, semata-mata karena kewajiban hukum. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa surat izin pejabat tidak mempengaruhi proses beracara di Pengadilan Agama karena hanya merupakan kewajiban administratif bagi PNS yang bersangkutan, bukan kewajiban yuridis.16 Skripsi dengan judul “Putusan Hakim dalam Memutus Perceraian Pegawai Negeri Sipil yang tanpa Izin dari Atasan ditinjau dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Hukum Islam (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kota Malang merupakan hasil penelitian yang juga terkait isu yang dikaji. Penelitian ini dilakukan oleh Septi Arif Rodya, mahasiswa
15
Robi’ah al-Adawiyah, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sebab-Sebab Perceraian di Kalangan Pegawai negeri sipil (Studi Putusan di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 20072010)”, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011. 16
Miftahul Huda, “Penyertaan Izin Pejabat pada Perkara Perceraian Pegawai negeri sipilDitinjau dari Hukum Acara Peradilan Agama (Studi Perkara Nomor 806/Pdt.G/2004/PA.Mlg), Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN Malang, 2005.
15
Fakultas Syari’ah, Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah UIN Malang Tahun 2005. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana prosedur pelaksanaan perceraian PNS, apa yang menjadi pertimbangan hukum seorang hakim dalam memutus perkara perceraian PNS tanpa ada izin dari pejabat, serta bagaimana putusan hakim tersebut ditinjau dari PP No 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 dan Hukum Islam. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitik. Hasil akhir dari penelitian ini yaitu bahwa Lembaga Pengadilan Agama adalah lembaga independen, dan putusan yang diputuskan oleh hakim adalah putusan yang bebas, tidak terikat dengan hal apapun, termasuk lembaga yang membawahi seorang PNS itu sendiri. Kemudian jika dipandang dari Saddu’zariah, maka pasal 3 ayat 1, PP No. 10 Tahun 1983 ialah tidak bertentangan dengan hukum Islam.17 Sejauh ini karya-karya yang relevan dengan studi Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 1990 bisa dikatakan banyak, akan tetapi dari beberapa penelitian di atas masih ada hal-hal yang belum disentuh sehingga masih terdapat celah yang harus dikaji terkait pernikahan dan perceraian PNS, khususnya tentang Implementasi peraturan perkawinan dan perceraian PNS dan pejabat (Studi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990).
17
Septi Arif Rodya, “Putusan Hakim dalam Memutus Perceraian Pegawai negeri sipilyang tanpa Izin dari Atasan ditinjau dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Hukum Islam (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN Malang, 2005.
16
E. Kerangka Teoritik Dalam pandangan Islam, terdapat 3 (tiga) kategori hukum yang berlaku yaitu hukum (1) Syari’at18, (2) Fiqh19, dan (3) Siyasah Syar’iah20. Berdasarkan pengertiannya, Hukum Syari’at adalah hukum-hukum yang ditetapkan Allah dan Rasulnya yang secara jelas terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis. Fiqh adalah hukum-hukum hasil pemahaman ulama mujtahid dari dalil-dalinya yang rinci (terutama ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis), sedangkan Siyasah Syar’iah adalah alqawanin (peraturan perundang undangan) yang dibuat
oleh
lembaga yang
berwenang dalam negara yang sejalan atau tidak bertentangan dengan syari’at (agama). Menurut Abd. Rahman Taj, Siyasah Syar’iah dilihat dari sumbernya dapat di bagi menjadi dua, yaitu Siyasah Syar’iyah dan Siyasah Wadhi’yah.21 Adapun yang menjadi dasar pokok Siyasah Syar’iyah adalah wahyu atau agama. Nilai dan norma transendental merupakan dasar bagi pembentukan peraturan yang dibuat oleh institusi-institusi kenegaraan yang berwenang. Selanjutnya, yang dimaksud dengan syari’at adalah sumber pokok bagi kebijakan pemerintah dalam mengatur berbagai macam urusan umum dalam kehidupan bermasyarakat dan 18
Hukum Syari’ah atau hukum Syara’ adalah ketentuan Allah yang berkaitan dengan perbuatan subjek hukum, berupa melakukan suatu perbuatan, memilih, atau menentukan sesuatu sebagai syarat, sebab, atau penghalang. 19
Fiqh adalah Ilmu atau pemahaman tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat perbuatan yang dipahami dari dalil-dalil yang rinci. 20
Siyasah Syar’iyah adalah kewenangan pemerintah untuk melakukan kebijakan yang dikehendaki kemaslahatan, melalui aturan yang tidak bertentangan dengan agama, meskipun tidak ada dalil tertentu.” 21
Abd. Rahman Taj, al-Siyasah al-Syari’ah wa al-Fiqh al-Islami (Mesir: Mathba’ah Dar al- Ta’lif, 1953), hlm. 7
17
bernegara. Sumber
lainnya ialah masyarakat sendiri dan lingkungannya.
Peraturan-peraturan yang bersumber pada lingkungan manusia sendiri, seperti pandangan para ahli, hukum adat, pengalaman manusia, dan warisan budaya, perlu dikaitkan atau dinilai dengan nilai dan norma transendental agar tidak ada pertentangan dengan kehendak dan kebijakan Tuhan seperti ditetapkan dalam syari’at-Nya. Dengan demikian, sumber dari Siyasah Syar’iyah adalah wahyu dan manusia sendiri dan lingkungannya.22 Siyasah Wadh’iyah adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat manusia (pemerintah) yang bersumber pada manusia sendiri dan dengan pertimbangan lingkungannya, seperti pendapat para pakar, pertimbangan adat, dan aturan-aturan yang dilestariakan secara turun temurun. Adapun cara atau kriteria untuk mengukur suatu kebijakan pemerintah itu sesuai dengan syari’at atau tidak, yakni menentukan apakah siyasah wadh’iyah yang bersumber dari manusia dan lingkungan itu termasuk bagian siyasah syar’iyah adalah sebagai berikut: 1. Sesuai dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam. 2. Meletakkan persamaan (al-Musawah) kedudukan manusia di depan hukum dan pemerintah. 3. Tidak memberatkan masyarakat yang akan melaksanakannya (‘Adam a- Haraj) 4. Menciptakan keadilan dalam masyarakat.
22
Ahmad Sukarja, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: UI-Press, 1995), hlm. 11.
18
5. Menciptakan kemaslahatan dan menolak kemudaratan (Jalb al-Mâsâlih wa Daf’ al-Maqasid).23 Berdasarkan beberapa kriteria diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang bersumber pada manusia (pemerintah) dan lingkungannya itu dapat bernilai dan dimasukkan ke dalam siyasah syar’iyah (peraturan yang Islami), dengan syarat peraturan pemerintah yang bersumber dari manusia dan lingkungannya itu sejalan dan tidak bertentangan dengan syari’at (agama). Hal ini dikarenakan tujuan dari syari’at adalah untuk kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Peraturan yang secara resmi ditetapkan oleh pemerintah dan tidak bertentangan dengan agama itu wajib dipatuhi sepenuh hati. Hukum Islam Diundangkan (Hukum Positif/ Hukum Nasional
Belum/ Tidak diundangkan
Hukum-hukum yang terdapat dalam bukubuku fikih
Pemerintah (Ulil UUP No. 1/ 1974 Inpres No. 1/1991 PP No. 10 Thn 1983 jo. PP No. 45 Thn 1990
Siyasah Wad’iyah
Siyasah Syar’iyah
Tidak Bertentangan Siyasah Syar’iyah Peraturan yang Islami 23
M. Ikbal, Fiqh Siyasah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1992), hlm. 6.
19
Skema di atas menjelaskan bahwa hukum Islam terbagi menjadi dua, yaitu pertama hukum yang diundangkan dan kedua hukum yang tidak diundangkan. Hukum yang tidak diundangkan disebut hukum fikih/ hukum konvensional yang terdapat pada buku-buku fikih karya para ahli fikih. Sedangkan hukum yang diundangkan disebut Hukum Positif/ Hukum Nasional. Hukum tersebut diundangkan dan ditetapkan oleh pemerintah, seperti UUP No. 1/1974, UUP No. 9/ 1975, Inpres No. 1/1991 (KHI), PP No. 10 Thn 1983 jo. PP No. 45 Thn 1990. Hukum-hukum yang dibuat oleh manusia/pemerintah disebut Siyasah Wad'iyah, sedangkan hukum yang berdasarkan wahyu dikatakan Siyasah Syar'iyah. Siyasah Wad'iyah bisa digolongkan atau dikatakan Siyasah Syar'iah bila memenuhi syarat Siyasah Syar'iah, diantaranya kedua hukum tersebut tidak berlawanan. Karena tujuan akhir dari Siyasah Syar'iah adalah untuk kemaslahatan manusia. PP No 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk kemaslahatan, yakni membentuk rumah tangga PNS yang bermartabat dan menjadi teladan bagi masyarakat pada umumnya. Akan tetapi, semua itu hanya sebatas harapan pemerintah saja, karena sejak diberlakukannya peraturan tersebut hingga saat ini masih banyak terjadi pelanggaran, seperti disinyalir munculnya perselingkuhan dan pernikahan yang dilakukan tanpa sepengetahuan istri pertama. Selain itu, muncul juga praktik pernikahan bawah tangan sebagai upaya PNS untuk bisa menikah lagi tanpa harus melalui prosedur birokrasi karena sulit untuk memperoleh izin dari atasan. Hal ini sangat jelas tidak sesuai dengan PP 10. Namun, sangat disayangkan karena tidak
20
semua pelanggaran yang dilakukan oleh PNS mendapat sanksi dari instansi tempatnya bekerja. Fenomena di atas tampaknya bisa dijelaskan dengan teori strukturisasi yang dikemukakan oleh Giddens (1994) tentang kebijakan negara dalam hal pengaturan perkawinan dan perceraian bagi PNS. Teori Giddens mengenai strukturisasi merujuk pada kondisi-kondisi yang mengendalikan keberlanjutan transmutasi struktur-struktur yang kemudian memproduksi sistem sosial. Dualitas struktur dan agen dalam teori strukturisasi ini mengandung aturan dan sumber daya. Struktur adalah media sekaligus hasil dari kegiatan sosial. Sebagai media, struktur menyalurkan aturan dan sumber daya untuk membuat kegiatan sosial yang dijalankan oleh agen. Sebagai hasil dari kegiatan, agen berinteraksi dengan struktur yang akan memproduksi aturan dan sumber daya. Dualitas struktur berdiri di atas timbal balik antara struktur dan agen untuk memperlihatkan bahwa agen yang menggunakan sehingga agen memproduksi aturan-aturan dan sumber daya.24 Dengan demikian, jika teori Giddens ini dikaitkan dengan perihal penjagaan martabat aparat pemerintah, teori ini menegaskan bahwa negara melihat adanya kebutuhan pada suatu peraturan atau kebijakan yang mampu mengatur dan menjaga keutuhan rumah tangga PNS sehingga dapat menjadi panutan/ teladan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, negara sebagai sebuah
24
Anthony Giddens, The Constitution of Society, terj. Teori Strukturisasi untuk Analisis Sosial, Adi Loka Sujono, Topprint, Yogyakarta. 2011.
21
struktur mereproduksi peraturan yang diwujudkan dalam PP 10 Tahun 1983 yang ditujukan kepada aparat pemerintah sebagai agen. Kebijakan pemerintah yang direproduksi tersebut bertujuan untuk mengatur masalah izin perkawinan dan perceraian, terutama bagi PNS yang merupakan aparatur pemerintah. Dengan demikian, pemerintah berkepentingan untuk mengaturnya. Pemerintah berupaya mengatur perkawinan dan perceraian aparat negara, yang berangkat dari tujuan semula untuk memiliki suatu perangkat yang dapat menjaga harkat dan martabat PNS dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,dan bernegara. Kebijakan pemerintah tersebut dirumuskan menjadi sebuah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 (lebih popular dengan nama PP 10) yang telah menjadi skema sosial guna mengatur praktek perkawinan dan perceraian bagi PNS secara individual . Terdapat kaitan erat antara kebijakan dan individu karena sifat peraturan mengikat sehingga ada semacam rasa ketakutan dari individu bila melanggarnya. Dengan adanya peraturan yang mengikat tersebut, sebagai upaya untuk menjaga harkat dan martabat keluarga PNS dan upaya perlindungan perempuan yang diemban oeh kebijakan PP 10 menjadi kurang kuat karena ada upaya-upaya untuk melanggarnya. Upaya-upaya pelangggaran maupun menghindar dari jeratan peraturan terjadi seperti yang ada dalam teori Giddens, bahwa hegemoni negara yang terlalu kuat akan melahirkan counter hegemony atau alternative hegemony.25 Oleh karena itu,
25
hlm. 45.
Anthony Giddens, Understanding Social Theory. (London: Sage Publications, 1994),
22
aparat pemerintah yang dikontrol secara ketat oleh negara dengan kebijakan PP 10 untuk mengatur masalah perkawinan dan perceraian, mereka (PNS) akan mencoba mencari celah untuk bisa terhindar dari jeratan kebijakan tersebut. Muncul adanya beberapa pelanggaran dan upaya menghindari peraturan yang dilakukan oleh para aparat negara, meskipun sebenarnya peraturan tersebut sudah disertai dengan ancaman dan hukuman atau tindakan terhadap pelaku pelanggaran.
F. Metode Penelitian Metode Penelitian yang diterapkan dalam penulisan tesis ini adalah : 1. Jenis Penelitian Studi mengenai kajian bentuk-bentuk penanganan atas pelanggaran terhadap PP No 10 Tahun 1983 jo. PP No 45 Tahun 1990 di kalangan PNS ini menggunakan desain atau jenis penelitian kualitatif. Wawancara mendalam terhadap sejumlah informan kunci, yang dilakukan untuk mendapatkan data mengenai pelaksanaan PP 10 di kalangan PNS di Yogyakarta. Penggunaan pendekatan kualitatif ini berdasarkan pertimbangam karena pendekatan kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang tentang prilaku yang
diamati (Bog dan
Taylor, 1975). Dan juga pendekatan ini
dapat menampilkan data-data dan informasi kepada tingkat abstraksi yang lebih tinggi. Abstraksi berupa konsep lebih dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif.
23
2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif-analitik, yaitu mendeskripsikan data yang ada di lapangan kemudian menganalisa dengan mempergunakan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan dan perceraian bagi PNS dan pejabat. 3. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-empiris. Pendekatan normatif-empiris digunakan ketika membahas aplikasi beberapa perundangundangan yang mengikat para PNS dan pejabat dalam bidang perkawinan dan perceraian khususnya PP No. 10 Thn 1983 jo. PP No. 45 Thn 1990. 4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan adalah field research yaitu penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat tertentu, dalam hal ini adalah para PNS dan pejabat. Disamping itu penyusun juga menggunakan penelitian kepustakaan (library research) untuk mengetahui dan melihat aturan-aturan secara detail guna menganalisa pelaksanaannya. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah mengumpulkan semua perundang-undangan yang membatasi PNS dan pejabat bidang perkawinan dan perceraian. Wawancara mendalam dilakukan pada birokrat level atas atau yang menjabat pimpinan
atau wakil pimpinan instansi untuk memberikan
gambaran institusi dan penanganan terhadap pelanggaran, serta bagaimana mereka menerapkannya pada institusi. Yang dimaksud dengan pejabat level atas di sini adalah berdasarkan atas kewenangan mereka di dalam pengambilan kebijakan.
24
Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1983, pengambil kebijakan terhadap masalah kepegawaian adalah pejabat eselon IV ke atas. Pejabat yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah kepala atau wakil kepala beberapa instansi pemerintahan di Yogyakarta sejumlah tujuh orang. Selain itu juga, angket disebar kepada 100 orang PNS di 7 instansi pemerintah Yogyakarta untuk mendapatkan gambaran mengenai persepsi mereka atas PP No. 10 Tahun 1983 dan implementasinya bagi PNS. Selain itu, tujuan penyebaran angket ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai respons terhadap munculnya pelanggaran atas implementasi PP No. 10 di kalangan PNS. Selanjutnya untuk memperluas wacana, dilakukan juga penambahan data melalui searching di internet. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan gambaran yang lebih luas mengenai implementasi dan reaksi terhadap PP 10 tersebut. Yogyakarta dipilih sebagai lokasi penelitian karena didasarkan atas kemajemukan strata sosial dan tingkat pendidikan yang ada serta kondisi masyarakat Yogyakarta yang terdiri dari kalangan etnis yang beragam. Dengan kedua alasan tersebut diharapkan akan didapatkan variasi wacana perihal tanggapan mengenai implementasi kebijakan yang mengatur masalah perkawinan dan perceraian bagi PNS. 5. Analisis Data Dalam menganalisis data dan materi yang disajikan, digunakan metode content-analisist yaitu menjadikan PP No. 10 Thn 1983 jo. PP No. 45 Thn 1990 sebagai titik fokus penelitian kemudian melihat implementasi PP tersebut terhadap
25
PNS dan Pejabat yang bekerja di beberapa instansi di Yogyakarta, selanjutnya menganalisis celah dan kelemahan PP tersebut dalam penerapannya.
G. Sistematika Pembahasan Penulisan tesis ini dituangkan secara sistematis ke dalam beberapa bab. Untuk memudahkan pemahaman, penulis membagi pembahasan menjadi lima bab yang terdiri dari pendahuluan, isi dan penutup. Bagian-bagian tersebut disusun secara terarah menyajikan tema-tema bahasan dari keseluruhan isi tesis ini. Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjadi pengantar umum kepada isi tulisan. Dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang yang diperlukan untuk mengetahui secara garis besar aturan-aturan yang membatasi PNS dan pejabat. Disamping itu, dipaparkan juga kegelisahan akademik dalam penelitian ini, khususnya terhadap fenomena terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para PNS dan pejabat yang menjadi dasar timbulnya masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah yang berguna untuk membatasi dan memfokuskan penelitian demi menghindari inkonsistensi pembahasan. Selanjutnya, tujuan dan kegunaan penelitian yang dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan benarbenar memiliki visi yang produktif dan bersifat konstruktif bagi pengembangan pengetahuan serta mempunyai manfaat yang besar bagi para abdi negara, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam bab ini juga terdapat kajian pustaka sebagai indikator pembanding tentang seberapa jauh perkembangan pemikiran penelitian ini, serta mencari celah permasalahan yang belum pernah dikaji oleh peneliti sebelumnya. Kemudian kerangka teoritik yang digunakan sebagai kerangka acuan
26
penelitian dengan memunculkan teori yang linear dan bersinggungan dengan penelitian yang dilakukan. Berikutnya metode penelitian sebagai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam menganalisa data, yang kemudian diakhiri dengan sistematika pembahasan. Bab kedua yaitu isi, dalam bab ini membahas dan menjabarkan tentang perkembangan hukum keluarga Islam: fikih dan hukum keluarga Islam ala Indonesia yakni fikih dan ide pembentukan hukum keluarga Islam Indonesia meliputi UU No. Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991, dan aturanaturan lain hukum keluarga. Pada bab ketiga dipaparkan tentang PNS dan pejabat di Indonesia dalam hukum perkawinan, pernikahan dan perceraian yang meliputi definisi PNS dan pejabat, hukum perkawinan khusus PNS dan pejabat, sesuai dengan apa yang diatur dalam PP No. 10 Tahun 1983 dan PP. No. 45 Tahun 1990. Pembahasan difokuskan kepada pernikahan poligami dan perceraian, kemudian terakhir mengulas tentang beberapa
praktek pernikahan dan perceraian PNS maupun
pejabat yang dikemas ke dalam beberapa kasus yang menjadi sorotan publik akhirakhir ini. Selanjutnya, pada bab keempat penulis menganalisis tentang implementasi aturan pernikahan dan perceraian di kalangan PNS dan pejabat. Dalam hal ini dijabarkan tentang kekuasaan, hukum, moral PNS dan pejabat. Selain itu, pada bagian sub babnya diutarakan tentang propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, PNS dan pejabat untuk mengetahui dan mengukur pengetahuan PNS terhadap PP No 10 Tahun 1983 jo. PP No 45 Tahun 1990. Dalam melakukan analisis, penulis
27
berusaha menggali pemahaman mengenai hukum keluarga terhadap para PNS yang bekerja di beberapa di instansi di Yogyakarta, diantaranya : PNS Badan Kepegawaian Daerah Propinsi DIY, PNS Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta, PNS Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, PNS Kementerian Agama Kota Yogyakarta, PNS Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan, Pejabat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta, Pejabat Polres Kota Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis pengaruh kekuasaan dan kesadaran hukum para PNS yang diungkap melalui proses dan alasan praktek perceraian dan pernikahan poligami, sehingga dapat terungkap faktor-faktor dan indikator penyimpangan dan pelaksanaan aturan. Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saransaran sebagai akhir dari pengkajian penelitian ini. Pertama, penulis menuangkan kesimpulan umum dari kajian tesis secara keseluruhan yang merupakan penegasan sebagai jawaban atas perumusan yang telah dikemukakan di muka, dan kedua, penulis menawarkan saran-saran kepada pihak-pihak terkait, termasuk para PNS dan pejabat, aparat pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjaga harkat dan martabat para Pegawai Negeri Sipil agar menjadi teladan bagi masyarakat merupakan salah satu tujuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. PP Nomor 45 Tahun 1990. Akan tetapi, dalam implementasinya masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh paara PNS dan pejabat. Berbagai upaya pelangggaran maupun menghindar dari jeratan peraturan masih sering terjadi. Hal ini sesuai dengan teori Giddens, bahwa hegemoni negara yang terlalu kuat akan melahirkan counter hegemony atau alternative hegemony. Oleh karena itu, aparat pemerintah yang dikontrol secara ketat oleh negara dengan kebijakan PP 10 menjadikan PNS mencari celah untuk bisa terhindar dari jeratan kebijakan tersebut. Pada umumnya, pelanggaran terhadap PP 10 terjadi karena adanya asumsi bahwa perkawinan dan perceraian adalah urusan privat yang oleh sebagian kalangan tidak ingin diatur oleh negara. Adapun bentuk pelanggaran yang dilakukan adalah tindakan melakukan pernikahan kedua dan seterusnya secara diam-diam tanpa sepengetahuan atasan, melakukan perceraian tanpa izin atasan, dan perselingkuhan yang dilakukan oleh sebagian PNS dan pejabat. Disamping itu, PP 10 yang bersifat mengikat, ternyata dapat disiasati dengan mudah bagi mereka yang ingin melakukan poligami dengan cara melakukan poligami setelah dinyatakan pensiun, bahkan ada pula PNS yang mengajukan permohonan pensiun dini. Selain itu, pernikahan di bawah tangan menjadi jalan alternatif untuk menghindari peraturan tersebut.
119
120
Faktor yang menyebabkan melemahnya kebijakan PP 10 tampak dari penanganan terhadap pelanggarannya. Hal ini terlihat dari langkah kompromi yang dilakukan oleh atasan/ pejabat terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh bawahannya, sehingga penanganan yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Seorang PNS yang terbukti melakukan pelanggaran seharusnya diberikan sanksi pemecatan sesuai dengan pasal 16 PP 10. Namun, dalam pelaksanaannya sanksi yang diberikan kepada seorang PNS yang terbukti melakukan pelanggaran, adalah penurunan pangkat, tidak diberikan jabatan, memutasikan, atau menghambat kenaikan gaji berkala. Hal ini dilakukan dengan dalih alasan kemanusiaan, bahwa PNS tersebut masih menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dan jika diberhentikan dari pegawai, dikhawatirkan dapat menghancurkan perekonomian rumah tangganya. Pemberian sanksi yang bersifat kompromi menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia masih lemah, sehingga hukum tersebut tidak bisa secara tegas ditegakkan. Hal ini menjadikan PP 10 menjadi mandul dan tumpul dalam pelaksanaannya, sehingga keberadaan PP 10 hanya sebagai peraturan formal dan tata tertib semata yang tidak memberikan efek jera kepada PNS yang melanggar. Disamping itu, proses hukum yang tumpang tindih dalam pelaksanaan PP 10 juga menjadi masalah yang tidak bisa diabaikan,karena berimplikasi kepada ketidakjelasan esensi dalam peraturan tersebut. Seperti halnya dalam pengaturan surat izin bercerai, dalam PP 10 dituntut agar atasan dan pejabat mempersulit PNS untuk mendapatkan surat izin untuk bercerai, akan tetapi, di sisi lain surat izin dari atasan dan pejabat ternyata tidak terlalu berpengaruh dalam proses perceraian di Pengadilan. Dalam prosesnya, jika dalam jangka waktu 6 bulan tidak bisa mendapatkan izin dari pejabat atau atasan, PNS yang ingin bercerai hanya diminta untuk membuat surat pernyataan. Hal-hal seperti ini yang tidak
121
dihiraukan dan diperhatikan oleh pemerintah sehingga memberikan kesan bahwa adanya PP 10 sama dengan tidak adanya. Berdasarkan asumsi di atas, sebenarnya diperlukan suatu kesepahaman antara instansi dan lembaga terkait dalam pelaksanaan PP 10 ini. B. Saran-Saran Demi tercapainya cita-cita luhur, dibentuknya PP Nomor 10 Tahun 1983 jo. PP Nomor 45 Tahun 1990 yakni menjadikan PNS berwibawa, bermartabat, dan memiliki pencitraan serta teladan yang baik bagi masyarakat, maka diperlukan kekuatan hukum yang jelas agar implementasi kebijakan tersebut tidak hanya berjalan setengah hati. Disamping itu,diperlukan juga perangkat hukum yang tegas agar tidak terjadi langkah kompromi dalam pemberian sanksi sehingga tidak memberikan celah kepada PNS dan pejabat untuk melakukan pelanggaran. Selain itu, dalam melakukan penanganan terhadap pelaku pelanggaran seharusnya atasan atau pejabat yang berwenang memberikan sanksi yang tegas atas pelanggaran yang dilakukan, sesuai dengan aturan dalam PP 10. Hal ini bertujuan untuk memberikan pelajaran bagi para PNS yang lain agar berpikir kembali jika akan melakukan pelanggaran. Selanjutnya agar PP 10 dapat diterapkan dan dilaksanakan dengan baik maka diperlukan kerjasama dan penyamaan persepsi antar instansi dan lembaga pemerintahan terhadap aturan pelaksanaan agar tidak terjadi proses hukum yang tumpang tindih. Bahkan jika memungkinkan diperlukan law enforcement atau upaya merevisi pasal-pasal yang ada dalam peraturan tersebut dan sebaiknya perlu satu perangkat baru yang lebih sesuai dengan kondisi masyarakat dewasa ini dan lebih mengikat sehingga upaya untuk memberikan citra positif kepada PNS dan Pejabat dalam urusan perkawinan dan perceraian dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, cet. I, Jakarta : Akademika Pressindo, 1992. Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995. Abdullah, Abdul Gani (penghimpun), Himpunan Perundang-undangan dan Peraturan Peradilan Agama, Jakarta: PT. Intermasa, 1991. Abdullah, Abdul Gani, Pengantar Kompilasi hukum Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1994. Ahmad, Amrullah dkk, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional : Mengenang 65 Tahun Prof. Dr. H. Bushtanul Arifin, SH. Jakarta : Gema Insani Pers,1996. Al-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j. VII, Beirut: Dar al-Fikr, 1984. Ali, H.M. Daud, "Perundang-undangan dan Perkembangan Hukum di Indonesia", Mimbar Hukum, No. 21 Tahun VI (Juli-Agustus 1985. Amrullah Ahmad (Ketua Tim), Prospek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia: Sebuah Kenangan 65 Tahun Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, SH, Jakarta: PP IKAHA, 1994. Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, Undang-Unang Nomor 1 tahun 1974 sampai KHI), Jakarta: Kencana, 2004. Arifin, Bustanul, “Kompilasi: Fiqh dalam Bahasa Undang-undang” dalam Pesantren, Nomor 2/vol.II/1985. Arso Sosroatmodjo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1978. Ball, John, Indonesian Legal History (1602-1848), Sidney: Oughtershaw Press, 1982. Bukhari, Imam, Shah}ih> } Bukha>ri>, j. VI, Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, 1981. Butterfield, Oliver M., Kehidupan Perkawinan, (terj. R. Kamadjaya), Djakarta: Magic Centre, t.th. Cansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. 122
Dyah Saptaningrum, Indriaswari, “Sejarah UU No: 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pembakuan Peran Gender dalam Perspektif Perempuan”, Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Untuk Keadilan, 2000. Fadil Lubis, Nur Ahmad, Islamic Justice in Transition,a Socio-Legal Study of the Agama Court Judges in Indonesia, Dissertasion Ph.D, Los Angeles: University of California, 1994. Fatawi, Marsekan, “Hukum Islam dalam Undang-Undang Perkawinan” dalam Nur (Koordinator), Kenang-kenangan. Giddens, Anthony, The Constitution of Society, terj. Teori Strukturisasi untuk Analisis Sosial, Adi Loka Sujono, Topprint, Yogyakarta. 2011. Giddens, Anthony, Understanding Social Theory. London: Sage Publications, 1994. Harahap, Yahya, Hukum Perkawinan Nasional, Medan: Zahir Trading, 1975.Huda Miftahul, “Penyertaan Izin Pejabat pada Perkara Perceraian Pegawai Negeri Sipil Ditinjau dari Hukum Acara Peradilan Agama (Studi Perkara Nomor 806/Pdt.G/2004/PA.Mlg)”, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal AsySyakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN Malang, 2005. Hazairin, Tinjauan Mengenai UU Perkawinan Nomor 1/ 1974, Jakarta, 1975. Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 1990. John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1990. Ka'bah, Rifyal, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Universitas Yasri, 1999. Karnali, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ketentuan Nafkah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian, Ciputat, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2009. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1993/1994. M. Ikbal, Fiqh Siyasah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1992. Mudzhar, M. Atho, “Fiqh dan Reaktualisasi Ajaran Islam dalam Budhy MunawarRachman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1994.
123
Muhammad ’Imarah (Pentahqiq), al-A’amal al-Ka>mila>t li al-Ima>m al-Syaykh Muh}ammad ’Abduh, Juz II, Beirut: Dar al-Syuruq, 1993. Mubarok, Jaih, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraisyi, 2005. Mubarok Jaih, Pemikiran al-Thahthawi tentang Ijtihad dan Perwujudannya dalam Fiqh, disertasi, t.d, Jakarta: PPs IAIN Syarif Hidayatullah, 1998. Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Ed. I, Jakarta: Kencana, 2006. Muhammad Daud Ali, ”Hukum Islam: Peradilan Agama dan Masalahnya” dalam Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktik, Tjun Suryaman (ed), Bandung: Rosadakarya,1991. Muslim, Imam, Shah}ih> } Muslim, j. I, Bandung: Dahlan, t.th. Nasution, Khoiruddin, Islam: Tentang Relasi Suami dan Isteri (Hukum Perkawinan I) Dilengkapi dengan Perbandingan UU Negara Muslim, Yogyakarta: Academia+Tazzafa, 2004. Nasution, Khoiruddin, “Pengantar dan Pemikiran Hukum Keluarga (Perdata) Islam Indonesia”, cet. I, Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZZAFA, 2007. Nasution, Khoiruddin, “Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, cet. I, Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZZAFA, 2009. Nurlaelawati, Euis, “Sharia-Based Laws: The Legal Position of Women and Children in Banten and West Java” dalam Kees Van Dijk, Regime Change, Democracy and Islam The Case of Indonesia. 2013. Noer, Deliar, Administrasi Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali, Bandung, 1983. “Prakata” Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman, Sekitar Pembentukan Undang-undang Perkawinan Beserta Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta: Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman, t.th. Prawirohamidjojo, R. Soetedjo, Pluralisme Dalam Perundang-Undangan Perkawinan di Indonesia, Surabaya: Universitas Airlangga Press, 1988. Poerwadamnita, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
124
Rismiyati, Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Putusnya Perkawinan bagi PNS di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2006. Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006. Robi’ah al-Adawiyah, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sebab-Sebab Perceraian di Kalangan Pegawai Negeri Sipil (Studi Putusan di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2007-2010)”, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011. Sukarja, Ahmad, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat Majemuk, Jakarta: UI-Press, 1995. Syarifuddin, Amir, Meretas Kebekuan Ijtihad Isu-isu Penting hukum Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Ciputat Pres, 2002. Sjadzali, Munawir, ”Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam”, dalam Tata Hukum Indonesia, Dadan Muttaqin et.al (ed),(Yogjakarta : UII Press,1999. Septi, Arif Rodya, “Putusan Hakim dalam Memutus Perceraian Pegawai Negeri Sipil yang tanpa Izin dari Atasan ditinjau dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Hukum Islam (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN Malang, 2005. Suwondo, Nani, Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum dan Masyarakat, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992. Taj, Abd. Rahman, al-Siyasah al-Syari’ah wa al-Fiqh al-Islami, Mesir: Mathba’ah Dar al- Ta’lif, 1953. Yuneti, Norma, “Pengajuan Izin Perceraian PNS Guru (Studi Kasus di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Yogyakarta)”, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010. Koran Jawa Pos, tanggal 3 Mei 2013. http://www.mastererms-tunis.com/2013/01/kasus-poligami-yang-dilakukan-sejumlahpegawai-negeri-sipil/, diakses tanggal 29 Mei 2013. http://www.tempo.co/read/news/2013/03/02/063464608/Poligami-Djoko-Susilo-BisaKena-Pasal-Pemalsuan, diakses 30 Mei 2013. 125
http://news.detik.com/read/2012/03/06/145012/1859106/10/ma-pensiunkan-dini-hakimpengadilan-agama-jaksel-yang-poligami?nd771104bcj diakses tanggal 02 Juni 2013. http://news.detik.com/read/2012/06/06/194105/1934734/10/ini-alasan-kemenkesizinkan-dokter-rscm-poligami, diakses 03 Juni 2013. http://www.bkn.go.id/in/profil/unit-kerja/inka/direktorat-pengolahan-data/profilstatistik-pns/distribusi-pns-berdasarkan-kelompok-umur-dan-jenis-kelaminjuni-2012.html. Diakses tanggal 21 Juni 2013. http://yogyakarta.bps.go.id/ebook/Statistik%20Daerah%20Istimewa%20Yogyakarta%2 02012/HTML/files/assets/basic-html/page13.html. Diakses tanggal 21 Juni 2013. http://pa-yogyakarta.net/, Diakses pada tanggal 16 Juni 2013. http://dprd-jogjakota.go.id/. Diakses pada tanggal 16 Juni 2013.
126
LAMPIRAN – LAMPIRAN Lampiran I
DAFTAR TERJEMAHAN
NO
HLM
TERJEMAHAN
FN
BAB II 1
31
4
Kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.
2
31
5
Nabi Muhammad Saw. memerintahkan Ghilan untuk memilih empat orang diantara sepuluh orang isterinya.
BAB IV 3
99
30
Kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.
I
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SEKRETARIAT DAERAH
Kompleks Kepatihan, Danurejan, Telepon (0274) 562811 - 562814 (Hunting) YOGYAKARTA 55213
SURAT KETERANGAN / IJIN 07011224N1212013
Membaca
Surat :
:
Tanggal
Dir.Ket,Prog.Studi Hukum lslam UIN Suka
Yk
08 Februari 2013
Nomor Perihal
: :
UlN.O2IPPs/PP.00.9/6012013
ljin Penelitian
Mengingat ; 1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006, tentang Perizinan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing dan Orang Asing dalam
'
melakukan Kegitan Penelitian dan Pengembangan di lndonesia;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2007, tentang Pedoman 3.
penyelenggaraan
Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah; Peraturan Gubernur Daerah lstimewa Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2008, tentang Rincian Tugas dan
Fungsi Satuan Organisasi di Lingkungan Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyai Daerah.
4. Peraturan Gubernur
Daerah lstimewa Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Pelaksanaan Survei, Penelitian, Pendataan, Pengembangan, Pengkajian, Rekomendasi Perizinan, dan Studi Lapangan di Daerah lstimewa Yogyakafia.
DII.JINKAN untuk melakukan kegiatan survei/penelitian/pendataan/pengembangan/pengkajian/studi lapangan kepada: Na:-na
Alamat
: :
Judul
:.
Lokasi Waktu
: :
NIP/NIM : 112A310067 AMAR MA' RUF Yogyakarta Marsda Adisuciptc Jl. IMPLEMENTASI PERATURAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS DAN PEJABAT ,I983 JO. PERATURAN PEMERINTAH NO.45 TAHUN 1990 STUDI PP NO. 1O TAHUN ) - Kota/Kab. KOTA YOG'/AKARTA '1'l Februari 20'13 s/d 11 Mei 2013
(
Dengan Ketentuan
-) dari 1. Menyerahkan surat keterangan/ijin survei/penelitian/pendataan/pengembangan/pengkajian/studi lapangan Pemerintah Daerah DIY kepada Bupati/Walikota rnelalui institusi yang berwenang mengeluirrkan ijin dimaksud; 2. Menyerahkan soft copy hasil penelitiannya baik kepada Gubernur Daerah lstimewa Yr4;yakada melalui Biro Admlnistrasi Pembangunan Seida DIY dalam compact disk (CD) maupun mengunggati {,"rpload) melalui website adbang.jogjaprov.go.id dan menunjukkan cetakan asli yang sudah disahkan dan dibubulu r,rp institusi; 3. ljin ini hanya Oipergunakan untuk keperluan ilmiah, dan pemegang ijin wajib mentairll ketentuan yang berlaku di lokasi kegiatan; 4. ljin peneiitian clapat diperpanjang maksirnal 2 (dua) kali dengan menunjukkan surat .ni k.embali sebelum berakhir waktunya setelah mengajukarr perpanjangan melaluiwebsite adi;i;rtg.jogjaprov.go.id. 5. iji6 yang diberikan Oapit Cinatalkan sevyaktu-waktu apabila pemegang ijin ini tidak mt;menuhi l<etentuan yang berlaku. Dikeluark;rn di Yogyakarta Pada tariggal 1 'l Febr"uari 2013 A.n Sekr'etaris Daerah
,Asisirn Kepal.-,Ei
l-embu5an : 1. Yth. Gubernur Daerah lstimewa Yogyal<arta (sebagai laporan); 2. \/aliliota Yogvakarta c.q Ka iJinas Periztnan
3. Ka. LIKD DIY 4. Ket.Prog"Studi Hukum islam 5. Yang bersangkutan
UIN Suka
rffi
KEMENTERHNAGAMARI
E{@
,ln. Marsda Adisucipto Yogyakafta,5528l
b*E:
urN sUNAN KALTTAGA
PROGRAM PASCASAR]ANA
tlilfll:,f;,il3l3AiLil3ii::ff:iil,',i3:.8uin-sura.ac.,u. Nomor Lampiran Perihal
:
U
I
N.02lP P sl
PP
.00.9 I 60 I 2013
: 1 exp proposal : Permohonan ljin Penelitian Kepada Yth. GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
c.q. Kepala Biro Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi DIY Komplek Kepatihan-Danurejan Yogyakarta
Assolamu'aloikum Wr. Wb. Dengan hormat disampaikan bahwa dalam rangka menvelesaikan studi Program Magister (S2), mahasiswa Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga: Nama
NIM Program Studi Konsentrasi Semester Tahun Akademik JudulTesis
Pembimbing Tesis
Amar Ma'Ruf 1120310067 Hukum lslam Hukum Keluarga lV (empat) 201212013 IMPLEMENTASI PERATURAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS DAN PEJABAT (Studi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990) Euis Nurlaelawati, MA, Ph.D.
Untuk kelancaran pelaksanaan penelitian mahasiswa tersebut, kami mohon Bapak/lbu berkenan membuatkan surat izin kepada yang bersangkutan, yang akan dilaksanakan sejak dikeluarkannya surat permohonan ini. W assola m u' oloi ku
m W r.
W b.
Yogyakarta, 08. Februari 20L3
am Studi Hukum lslam,
fiq Mahmadah Hanafi, S.Ag., M.Ag. 18 199703 1 003
Tembusan:
1. Direktur 2. Asisten Direktur 3. Pertinseal
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA
DINAS PERIZINAN Jl. Kenari No. 56 Yogyakarta 5s16s retepon s1444B, s1s86s, 51s866, s626ez EMAIL :
[email protected] EMATL TNTRANET:
[email protected]
SURAT IZIN
NOMOR Membaca Surat
:
Mengingat
:
Diijinkan Kepada
,.
070t15i3 3752t34
Dari Direktur PPs UIN SUKA yk Nomor : UlN.02lPPs/PP.00.9/6 0t2013 Tanggal :2410512013 1. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas pokok Dinas Daerah 2. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 85 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas Dinas Perizinan Kota yogyakarta; 3. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 29 Tahun 2007 tentang pemberian lzin penelitian, Praktek Kerja Lapangan dan Kutiah Kerja Nyata diwilayah Kota yogyakarta; 4. Peraturan Walikota Yogyak'arta Nomor 18 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan perizinan pada Pemerintah Kota yogyakarta; 5. Peraturan Gubernur Daerah lstimewa Yogyakarta Nemor: 1B Tahun 200g tentang pedoman Pelayanan Perizinan, Rekomendasi Pelaksanaan Survei, Penelitian, pendataan, pengembangan, Pengembangan, Pengkajian dan studi Lapangan di Daerah lstimewa yogyakarta;
Nama Pekerjaan
'
Penanggungjawab
. :
Keperluan
:
Alamat
AMAR MA'RUF Mahasiswa PPs UtN SUKA yk Jl. Marsda Adisucipto, yogyakarta Euis Nurlaelawati, MA., ph.D.
NO MHS /
NIM
.1120310062
Melakukan Penelitian dengan judut proposal : tMpLEMENTAS| PERATURAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS DAN IEJA_B4T (Studi PP No. 10 Tahun 1983 jo.'peraturan pemerintah
No.45 Tahun 1990)
Lokasi/Responden
Waktu Lampiran Dengan Ketentuan
Kota Yogyakarta 2410512013 Sampai 24t01t2013 Proposal dan Daftar Pertanyaan 1' W_ajib Memberi Laporan hasil Penelitian berupa CD kepada Walikota yogyakarta (Cq. Dinas Perizinan Kota yogyakarta) 2 Wajib Menjaga Tata tertib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat 3. lzin initidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya diperlukan untuk keperluan ilmiah' 4. surat izin ini sewaktu-waktu dapat dibatalkan apabila tidak dipenuhinya ketentuan -ketentuan tersebut diatas Kemudian diharap para Pejabat pemerintah setempat dapat memberi bantuan seperlunya
Tanda tangan
Yth. 1. Walikota Yogyakarta(sebagai laporan) 2. Sekretariat DPRD Kota yogyakarta
3. Ka. BKD Kota Yogyakarta 4. Ka. Kantor Pemberdayaan Masyarakat & perempuan yk 5. Kaoolresta Yoovakarta
ffi
u[o
rEMEI{TERIAN AGAMA RI
UIN SUNAN KALI'AGA
PROGRAM PASCASARIANA
,ln. I{arsda Adisucipto Yogyakarta, 55281 Telp. (0274) 519709 tax (O27 4) 5s7974 €-mail: pp6@uin'suka.ac.id. httpr//pPs.uin-suka.ac.id.
N.02lPP sl
Nomor Lampiran
:
Perihal
: Permohonan
Ur
PP.OO.9 I
60 12013
ljin Penelitian
Kepada Yth.
Pemerintah Kota Yogyakarta c.q. Kepala Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
diYogyakarta
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dengan hormat disampaikan bahwa dalam rangka menyelesaikan studi Program Magister (S2), mahasiswa Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga: Nama
Amar Ma'rufl
NIM
tt203Loo67
Program Studi Konsentrasi Semester Tahun Akademik JudulTesis
Hukum lslam Hukum Keluarga lV (empat) }OLL/2AL2 II/IPLEMENTASI PERATURAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS DAN PEJABAT (Studi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990) Euis Nurlaelawati, MA, Ph.D.
Pembimbing Tesis
" Untuk kelancaran pelaksanaan penelitian mahasiswa tersebut, kami mohon Bapak/lbu berkenan membuatkan surat izin kepada yang bersangkutan untuk melakukan penelitian di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta. Wossal a m u' oloi ku m Wr. Wb.
Yogyakarta
,24 Mei 2013
Program Studi Hukum lslam,
afiq Mahmadah Hanafi, S.Ag., M.Ag. 70s18 199703 1 003
Tembusan:
1. Direktur 2. Asisten Direktur
3. Pertinggal
PENGADIIJAII AGA!fiL YOGYAKJAREA r.rpdarutHarsonolro-S3re,f,
J:r;?.fjffi
ffiJ*?d)ss2eesyogsrakarta
Email :
[email protected],akarta.net;
[email protected]
SURAT KETERANGAN Nomor: W 12 Al l2l4ltH.m.00lYlll/24fi Ketus Pengadilan Agama Yogyakarta
Menerangkan bahwa:
Nama NH#
: AMARMA'RUF r F12ffF1€06?Program Studi : Hukum Islam pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Yogyakarta
Telah melaksanakan tugas riseUpenelitian pada kantor kami dengBn mengumpulkan data dan waryancara dalam rangka menyelesaikan studi Program Magister (S2) sebagai
ha&m pe*yrsma* Te*is dcrgffi j*dat :' .(IMPLEMENTASI PERATURAN PERKAWINAN DA}[ PERCERAIAN PEGAWAI IYEGSRI t
SPIL DAN PEJABAT (Studi PP nomor 10 Tahun
1983
jo
PP nomor 45
T*ffi*99*y' Dalam rangka melengkapi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana.
Demikian surat keterangan
ini kami buat agar yang bersangkutan maklum dan
**#@lman*nnc**yr. Yogyakarta, 22 Agustus 2013 a.n. tr(ETUA,
PANDUAN WAWANCARA 1. Bagaimana prosedur perkawinan dan perceraian para PNS yang bekerja di instansi bapak/ibu? 2. Bagaimana pengetahuan para PNS yang bekerja di instansi bapak/ibu tentang aturan yang membatasi bidang perkawian dan perceraian? Apakah para PNS sudah melaksanakan praktek perceraian dan poligami sesuai prosedur (jika ada)? Kendala apa saja yang menyebabkan para PNS tidak mentaati prosedur?
Kurang sosialisasi? Apakah sosialisasi dilakukan, bagaimana cara mensosialisasikan peraturan tersebut?
Apakah PNS-nya acuh tak acuh?
3. Bagaimana jika ada PNS yang melanggar PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 (semisal berpoligami secara diam-diam, menikah tidak izin pejabat/atasan, dsb)? Bagaimana tindakan bapak/ibu selaku atasan/pejabat? Sanksi apa yang diberikan? Termasuk kategori pelanggaran berat atau ringan? 4. Bagaimanakah perbandingan antara PNS yang mencatatkan perkawinannya dengan PNS yang mencatatkan perceraiannya? 5. Dalam kasus perceraian, bagaimana grafik perbandingan antara cerai gugat dan cerai talak PNS di instansi bapak/ibu? 6. Bagaimanakah perbandingan perkawinan dan perceraian antara pasangan sesama PNS maupun pasangan PNS dengan non PNS? 7. Dominasi usia perkawinan berapakah yang banyak terjadi perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil di instansi bapak/ibu? 8. Apakah faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990? 9. Dalam kedua PP diatur tentang PNS wanita di mana PNS wanita tidak diperbolehkan untuk menjadi istri kedua dan seterusnya dari PNS laki-laki (menurut PP No. 10/1983) dan malah kemudian juga menjadi istri kedua dan seterusnya dari seorang laki-laki mana saja (baik PNS maupun non-PNS). Bagaimana pemahaman para PNS tentang ini? Adakah ada PNS wanita di instansi bapak/ibu yang berstatus istri kedua? 10. Secara keseluruhan bagaimanakah pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS di instansi bapak/ibu?
Pertanyaan tambahan bagi Pengadilan Agama: 1.
Berapa banyak kasus perkawinan dan perceraian di Pengadilan Agama Yogyakarta pada tahun 2012-2013?
2.
Berapa banyak kasus perkawinan dan perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil yang masuk di Pengadilan Agama Yogyakarta?
3.
Bagaimanakah perbandingan kasus perceraian antara cerai gugat dan cerai talak bagi PNS?
4.
Apakah ada pengajuan poligami PNS yang tidak menyeratakan ijin dari atasannya?
5.
Apakah ada pengajuan izin poligami yang sudah diberi ijin atasannnya tidak dikabulkan di pengadilan?
6.
Dominasi usia perkawinan berapakah yang banyak terjadi perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Yogyakarta?
7.
Usia berapakah yang mendominasi dalam perkara perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Yogyakarta
8.
Bagaimanakah pelaksanaan perceraian kalangan PNS di Pengadilan Agama Yogyakarta?
9.
Standar apa yg digunakan Pengadilan Agama Yogyakarta dalam penyelesaian kasus perceraian di kalangan PNS?
10. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian? 11. Bagaimana penerapan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 mengenai pembagian gaji kepada mantan isteri dan anak-anak? 12. Apakah ketentuan pasal 8 ayat 4 relevan bila ditinjau dari sisi hukum Islam? “Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan karena istri berzinah, dan atau istri melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya ".
Pertanyaan tambahan bagi Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta: 1.
Berapa banyak kasus perkawinan dan perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil yang masuk di Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta?
2.
Bagaimanakah perbandingan kasus perceraian antara cerai gugat dan cerai talak bagi PNS Kota Yogyakarta?
3.
Apakah ada pengajuan poligami PNS yang tidak menyeratakan ijin dari atasannya?
4.
Apakah ada pengajuan izin poligami yang sudah diberi ijin atasannnya tidak dikabulkan di pengadilan dan bagaimana Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta menyikapinya?
5.
Dominasi usia perkawinan berapakah yang banyak terjadi perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil Kota Yogyakarta?
6.
Usia berapakah yang mendominasi dalam perkara perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil Kota Yogyakarta?
7.
Bagaimanakah proses pelaksanaan perceraian kalangan PNS ketika surat pengajuan sudah sampai di Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta?
8.
Standar apa yg digunakan Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta dalam penyelesaian kasus perceraian di kalangan PNS & apakah ada upaya mediasi yang diberikan pada PNS yang ingin bercerai?
9.
Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian?
10. Bagaimana penerapan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 mengenai pembagian gaji kepada mantan isteri dan anak-anak?
Pertanyaan tambahan bagi Badan Kepegawaian Daerah Propinsi D.I Yogyakarta: 1.
Berapa banyak kasus perkawinan dan perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil yang masuk di Badan Kepegawaian Daerah Propinsi D.I Yogyakarta?
2.
Bagaimanakah perbandingan
kasus perceraian antara cerai gugat dan cerai talak bagi PNS
Propinsi D.I Yogyakarta? 3.
Apakah ada pengajuan poligami PNS yang tidak menyeratakan ijin dari atasannya?
4.
Apakah ada pengajuan izin poligami yang sudah diberi ijin atasannnya tidak dikabulkan di pengadilan dan bagaimana Badan Kepegawaian Daerah Propinsi D.I Yogyakarta menyikapinya?
5.
Dominasi usia perkawinan berapakah yang banyak terjadi perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil Propinsi D.I Yogyakarta?
6.
Usia berapakah yang mendominasi dalam perkara perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil Propinsi D.I Yogyakarta?
7.
Bagaimanakah proses pelaksanaan perceraian kalangan PNS ketika surat pengajuan sudah sampai di Badan Kepegawaian Daerah Propinsi D.I Yogyakarta?
8.
Standar apa yg digunakan Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta dalam penyelesaian kasus perceraian di kalangan PNS & apakah ada upaya mediasi yang diberikan pada PNS yang ingin bercerai?
9.
Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian?
10. Bagaimana penerapan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 mengenai pembagian gaji kepada mantan isteri dan anak-anak?
Pertanyaan tambahan bagi Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Yogyakarta: 1.
Bagaimana Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Yogyakarta melihat dan menyikapi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 yang membatasi PNS dan Pejabat dalam bidang Perkawinan dan Perceraian?
2.
Bagaimana Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Yogyakarta menyikapi perkawinan dan perceraian di kalangan PNS dan Pejabat yang dalam PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dituntut untuk menjadi teladan bagi masyarakat??
3.
Bagaimana Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Yogyakarta melihat PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 mengenai pembagian gaji kepada mantan isteri dan anak-anak?
4.
Apakah ketentuan pasal 8 ayat 4 relevan dengan visi misi Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Yogyakarta? “Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan karena istri berzinah, dan atau istri melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya ".
DATA YANG DIPERLUKAN DALAM PENELITIAN 1.
Jumlah/data PNS yang menikah dan bercerai (ada beberapa kasus)
2.
Bidang Pernikahan Contoh format surat/form pengajuan izin pernikahan. Data Poligami PNS Penetapan poligami PNS (khusus PA)
3.
Bidang Perceraian Contoh format surat/form pengajuan izin perceraian. Data pembagian gaji, Pembagian Harta Gono Gini PNS Putusan perceraian PNS (khusus PA)
4.
Data lain-lain yang bisa memperkuat hasil wawancara di atas.
PANDUAN WAWANCARA 1. Bagaimana prosedur perkawinan dan perceraian para Pegawai Negeri pada POLRI yang bertugas di instansi bapak/ibu? 2. Bagaimana pengetahuan para Pegawai Negeri pada POLRI yang bertugas di instansi bapak/ibu tentang aturan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 yang membatasi bidang perkawian dan perceraian? Apakah para Pegawai Negeri pada POLRI sudah melaksanakan praktek perceraian dan poligami sesuai prosedur (jika ada)? Kendala apa saja yang menyebabkan para Pegawai Negeri pada POLRI tidak mentaati prosedur?
Kurang sosialisasi? Apakah sosialisasi dilakukan, bagaimana cara mensosialisasikan peraturan tersebut?
Apakah Pegawai Negeri POLRI-nya acuh tak acuh?
3. Bagaimana jika ada Pegawai Negeri pada POLRI yang melanggar PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 2010 (semisal berpoligami secara diam-diam, menikah tidak izin
pejabat/atasan, dsb)? Bagaimana tindakan bapak/ibu selaku atasan/pejabat? Sanksi apa yang diberikan? Termasuk kategori pelanggaran berat atau ringan? 4. Bagaimanakah
perbandingan
antara
Pegawai
Negeri
pada
POLRI
yang
mencatatkan
perkawinannya dengan Pegawai Negeri pada POLRI yang mencatatkan perceraiannya? 5. Dalam kasus perceraian, bagaimana grafik perbandingan antara cerai gugat dan cerai talak Pegawai Negeri pada POLRI di instansi bapak/ibu? 6. Bagaimanakah perbandingan perkawinan dan perceraian antara pasangan sesama Pegawai Negeri pada POLRI maupun pasangan Pegawai Negeri pada POLRI dengan non Pegawai Negeri POLRI? 7. Dominasi usia perkawinan berapakah yang banyak terjadi perceraian di kalangan Pegawai Negeri pada POLRI di instansi bapak/ibu? 8. Apakah faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010?
9. Dalam kedua PP diatur tentang Pegawai Negeri pada POLRI wanita di mana Pegawai Negeri pada POLRI wanita tidak diperbolehkan untuk menjadi istri kedua dan seterusnya dari Pegawai Negeri pada POLRI laki-laki (menurut PP No. 10/1983) dan malah kemudian juga menjadi istri kedua dan seterusnya dari seorang laki-laki mana saja (baik Pegawai Negeri pada POLRI maupun Pegawai Negeri POLRI). a. Bagaimana pemahaman para Pegawai Negeri pada POLRI tentang ini? b. Adakah ada Pegawai Negeri pada POLRI wanita di instansi bapak/ibu yang berstatus istri kedua? 10. Secara keseluruhan bagaimanakah pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 bagi Pegawai Negeri pada POLRI di instansi bapak/ibu? 11. Apakah ada kelemahan/celah sehingga Pegawai Negeri pada POLRI ada yang melanggar PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010. 12. Sebelum lahirnya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010, aturan Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri pada POLRI memakai aturan apa? Mengapa sampai lahir Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010?.
DATA YANG DIPERLUKAN DALAM PENELITIAN 1.
Jumlah/data PNS yang menikah dan bercerai (ada beberapa kasus)
2.
Bidang Pernikahan Contoh format surat/form pengajuan izin pernikahan. Data Poligami Pegawai Negeri pada POLRI
3.
Bidang Perceraian Contoh format surat/form pengajuan izin perceraian. Data pembagian gaji, Pembagian Harta Gono Gini Pegawai Negeri pada POLRI
4.
Data lain-lain yang bisa memperkuat hasil wawancara di atas.
PANDUAN WAWANCARA DPR 1. Bagaimana bapak melihat dan menyikapi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 yang membatasi PNS dan Pejabat termasuk dalam hal ini Anggota DPRD dalam bidang Perkawinan dan Perceraian? 2. Bagaimana prosedur perkawinan dan perceraian Anggota DPRD Kota Yogyakarta? 3. Berapa banyak kasus perkawinan dan perceraian Anggota DPRD Kota Yogyakarta dalam satu periode ini ? 4. Bagaimana pengetahuan para Anggota DPRD Kota Yogyakarta tentang aturan yang membatasi bidang perkawian dan perceraian? Apakah para Anggota DPRD Kota Yogyakarta sudah melaksanakan izin perkawinan dan perceraian dan poligami (jika ada) sesuai prosedur? Kendala apa saja yang menyebabkan para Anggota DPRD kota Yogyakarta tidak mentaati prosedur?
Kurang sosialisasi? Apakah sosialisasi dilakukan, bagaimana cara mensosialisasikan peraturan tersebut?
Apakah Anggota DPRD Kota Yogyakarta acuh tak acuh?
5. Bagaimana jika ada Anggota DPRD Kota Yogyakarta yang melanggar PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 (semisal berpoligami secara diam-diam, menikah tidak izin pejabat/atasan, hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah, dsb)? Bagaimana tindakan bapak/ibu selaku atasan/pejabat? Sanksi apa yang diberikan? Termasuk kategori pelanggaran berat atau ringan? 6. Bagaimanakah perbandingan antara Anggota DPRD yang mencatatkan perkawinannya dengan Anggota DPRD yang mencatatkan perceraiannya? 7. Dalam kasus perceraian, bagaimana grafik perbandingan antara cerai gugat dan cerai talak Anggota DPRD Kota Yogyakarta? 8. Bagaimanakah perbandingan perkawinan dan perceraian antara pasangan sesama Anggota DPRD/PNS maupun pasangan Anggota DPRD/PNS dengan non Anggota DPRD/Non PNS? 9. Dominasi usia perkawinan berapakah yang banyak terjadi perceraian di kalangan Anggota DPRD Kota Yogyakarta? 10. Usia berapakah yang mendominasi dalam perkara perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Yogyakarta?
11. Apakah faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990? 12. Dalam kedua PP diatur tentang Anggota DPRD/PNS, di mana Anggota DPRD/PNS wanita tidak diperbolehkan untuk menjadi istri kedua dan seterusnya dari Anggota DPRD/PNS laki-laki (menurut PP No. 10/1983) dan malah kemudian juga menjadi istri kedua dan seterusnya dari seorang laki-laki mana saja (baik Anggota DPRD/PNS maupun non-Anggota DPRD/PNS). Bagaimana pemahaman para Anggota DPRD tentang ini? Adakah ada Anggota DPRD wanita di Kantor DPRD Kota Yogyakarta yang berstatus istri kedua? 13. Bagaimana sikap bapak sebagai atasan jika ada anggota DPRD yang meminta untuk diberikan izin poligami dengan alasan calon istri sudah hamil duluan? Selanjutnya apakah semua permohonan izin poligami diberikan izin atau tidak? Kalau tidak, berapa persentasenya? 14. Secara keseluruhan bagaimanakah pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian di DPRD Kota Yogyakarta?
DATA YANG DIPERLUKAN DALAM PENELITIAN 1.
Jumlah/data ANGGOTA DPRD yang menikah dan bercerai (ada beberapa kasus)
2.
Bidang Pernikahan Contoh format surat/form pengajuan izin pernikahan. Data Poligami Anggota DPRD
3.
Bidang Perceraian Contoh format surat/form pengajuan izin perceraian. Data pembagian gaji, Pembagian Harta Gono Gini ANGGOTA DPRD
4.
Data lain-lain yang bisa memperkuat hasil wawancara di atas.
SI]RAT BT]KTI WAWANCARA t ^-
I t'
Yang bertandatangan dibawah ini
:
ARTANA INT*rrl Nr/RLtTARtNI , ,H
Nama
;
Umur
9T
Jabatan
STAF
Instansi
hAOAN KE?a6A tAtAN Dre"Ay+ t
TAHUN
JL. KE|VAFI No.
Alanrat
96 , CK
Telah melahrkan lvawancara terkait dengan penulisan tesis yang berjudul: Implementasi Peraturan Perknwinan dan Perceraian PNS drn Pejabat (Studi PP No. I0 Tahun
1983
jo. Peraturan Pemerintah
No. 45 Tahun 1990) dengan
saudara: Nama
Amar Ma'ruf
Semester
Empat (IV)
Konsenffisi
Hukum Keluarga
Prodi'
Hukum Islam
Universitas
Pascasarjana
UIN Sunan Ikhjaga Yogyakarta
Namadan TandaTangan
t'i t"-,
ST]RAT BIIKTI WAWAI\ICARA Yang bertandatangan dibawahini:
Nama
cttAr,0q u€ND[.zatrrTqr ,
Umur
/r1
5H
Ttt
Jabatan
ffrleqOrfat DPI\D
Instansi
DPIrD KrtrA YOoYal,\Gru%
Alamat
aL. fAaa(5rlN
S{
\a&Y,l(^n:[6,
Telah melakukan wawancara terkait dengan penulisan tesis yang berjudul: Implementasi Peraturan Perkawinan dan Perceraian pNS dan pejabat (Studi PP No. 10 Tahun I98j jo. Perattran Pemerintah No. 45 Tahun 1gg0) dengan saudara:
Nama
: Amar
Semester
:
Ma'ruf
Empat (IV)
Konsentasi
Hukum Keluarga
Prodi
Ht*um Islarn
Universitas
: Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga yogyakarta
(*ro\rq vl€NrDltT.rrlb , sn Namadan TandaTangan
ST]RAT BI}KTI WAWAI\ICARA Yang bertanda tangan dibawah ini
.
:
Fh(y wL,, S ig
Nama
Hatrtrat^u
Umur
49 bzrbun Aoz,k l'
Jabatan
Instansi
Kznzntznan *gana |KoA %ga^arta
Alamat
JL
tLi ,c\angrn S ad<prp 74o. 4g A
/Wa."k;
Telah melakukan wawanca{a terkait dengan penulisan tesis yang berjudul: Implementasi Peraturan Perkawinan dan Perceraien PNS dan Pejabet (Studi PP No. I0 Tahun l98j jo. Peraturan Pemerintah
No.
45 Tahun lggD)dengan
saudara:
Nama
: Amar
Ma'ruf
Semester : Empat (tV) Konsentasi : Hukum Keluarga
Prodi
: Hukum Islam
Universitas : PascasarjanaUlN Sunan Kahjaga Yogyakarta
Hatai,aL-+ndry wL, S.lq C
Namadan Tanda Tangan
'&.'
SI]RAT BT'KTI WAWANCARA Yang bertandatangan dibawah ini
:
Nama , lNtry4# Nffifl/?'\yrtfl '&/'l{'ff/' Umur Jabatan
Instansi
Alamat
Telah melakukan wawancara terkait dengan penulisan tesis yang berjudul: Implementasi Peraturan Perkawinan dan Perceraian PNS dan Pejabat (Studi PP No. I0 Tahun
1983
jo. Peraturan Pemerintah
No. 45 Tahun 1990) dengan
saudara:
Nama
Amar Ma'ruf
Semester
Empat (tV)
Konsentrasi
Hukum Keluarga
Prodi'
Hukum Islam
Universitas
Pascasarjana
UIN Sunan Kafujaga Yogyakarta
(,t'{ H hrl,lld ""'v' N rcrl""l,r^t """"'rv&:, W Nanra dan Tanda Tangan
SIJRAT BT]KTI WAWAI\ICARA Yang bertanda tangan dibawah ini
:
Nama
I\Urlo'
Umur
4+
Jabatan
Wt'.W
Instansi
Alamat
l-t
r<
%nl'
Wp
Mw; p;i,*,Q, fVQA'i" \j'
Telah melakukan wawancara terkait dengan penulisan tesis yang berjudul: fmplementasi Peroturan Perkawinan dan Percemlan PNS dan Peiabat (Studi PP No. I0 Tafu,m 198i jo. Peratwan Pemerintah No. 45 Talrun 199q dengan saudara:
Nama
Amar Ma'ruf
Semester
Empat (tV)
Konsentrasi
Hukum Keluarga
Prodi
Hukumlslam
Universias
Pascasarjana
UIN Sunan IGltiaga Yogyakarta
Tanda Tangan
4l
L\ L
STIRAT BT]KTI WAWAI\ICARA Yang be(anda tangan dibawah ini Nama
%tr'4-*"*,-&rW
48fi
Umur Jabatan
Instansi
Alamat
:
GJ
ftrPrn@a-
L
Awrf;a'rg ?,el6&tm'w
furxxv \e$*rsevt
d( fu-8eea1a'n (w t
\&1kfqca
Telah melakukan wawancara terkait dengan penulisan tesis yang berjudul: Implementasi Peraturan Perkawinan dan Perceraian PNS dan Pejabat (Studi PP No. 10 Tahun
1983
jo. Peraturan Pemerintah
No. 45 Tahun 1990) dengan
saudara: Narna
Amar Ma'ruf
Semester
Empat (tV)
Konsentrasi
Hukum Keluarga
Prodi
Hukum Islarn
Universitas
PascasarjanaUlN Sunan Kalijaga Y
&rri
2-rl3
ANGKET PENELITIAN
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita sekalian. Shalawat beriring salam kita curahkan kepada kekasih kita, junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri saya kepada saudara/bapak/ibu bahwa saya Amar Ma’ruf, S.H.I, saat ini masih menempuh studi di Pasca Sarjana (S2) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta semester akhir (IV). Adapun maksud kedatangan saya ditengah-tengah saudara/bapak/ibu sekalian adalah bermaksud ingin mengadakan penelitian ilmiah (tesis) sebagai tugas akhir saya, dengan judul "Implementasi Peraturan Perkawinan dan Perceraian PNS Dan Pejabat (Studi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990). Adapun hasil dari angket ini sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan atau jabatan, dan instansi tempat saudara/bapak/ibu bekerja. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kemurahan hati saudara/bapak/ibu sekalian agar dapat membantu saya dalam penelitian ini dengan berkenan mengisi angket yang saya berikan dengan sebaik-baiknya. Dan bagi saya tak ada kata yang dapat saya ucapkan atas bantuannya, kecuali rasa terima kasih yang sedalam dalamnya, semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT menjadikan kebaikan saudara/bapak/ibu sekalian sebagai amal jariah, …Amin Ya Robbal Alamin
Identitas Responden (Pengisi Angket) Nama*
: ………………………………………………....
Jenis Kelamin
: …………………………………………………
Menjadi PNS selama
: ……. …………………………………………..
Alamat*
: ………………………………………………… ………………………………………………….
NB:
*) Boleh tidak diisi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang saudara/bapak/ibu berikan. 1.
Apakah saudara/bapak/ibu mengetahui tentang isi dari PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 a. Sangat Tahu b. Tahu c. Kurang Tahu d. Tidak Tahu
2.
Apakah pernah ada sosialisasi tentang isi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 selama saudara/bapak/ibu menjadi PNS atau Pejabat? a. Sering/Selalu b. Pernah c. Kadang-Kadang d. Tidak Pernah
3.
Apakah saudara/bapak/ibu sudah paham dengan prosedur yang diatur dalam PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 ketika ingin melaksanakan pernikahan dan perceraian? a. Sangat paham b. Paham c. Kurang Paham d. Tidak Paham
4.
Apakah anda setuju dengan adanya aturan khusus yang membatasi PNS dan Pejabat dalam bidang perkawinan dan perceraian a. Sangat Setuju b. Setuju c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju
5.
Apakah saudara/bapak/ibu setuju dengan keharusan bagi PNS dan Pejabat yang ingin bercerai untuk mendapatkan ijin dari atasannya a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju
6.
Apakah saudara/bapak/ibu setuju dengan keharusan bagi PNS dan Pejabat yang ingin berpoligami untuk mendapatkan ijin dari atasannya a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju
7.
Apakah ada rekan kerja sesama PNS yang saudara/bapak/ibu tahu melanggar aturan khusus yang mengikat para PNS dan Pejabat ini (semisal berpoligami secara diam-diam, menikah tidak izin pejabat/atasan, dsb)? a. Banyak b. Ada c. Kurang tahu d. Tidak Ada
8.
Apakah menurut saudara/bapak/ibu aturan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 sudah berjalan sebagaimana mestinya? a. Ya b. Tidak c. Belum d. Tidak tahu
9.
Setujukah saudara/bapak/ibu jika diberikan sanksi bagi PNS yang melanggar PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990? a. Sangat Setuju b. Setuju c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju
10. Menurut saudara/bapak/ibu apakah PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 mengandung unsur diskriminasi bagi para PNS atau Pejabat? a. Ya b. Tidak c. Mungkin d. Tidak tahu 11. Menurut saudara/bapak/ibu apakah PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 sangat membatasi ruang gerak dalam bidang perkawinan dan perceraian bagi para PNS atau Pejabat? a. Sangat membatasi b. Membatasi c. Kurang membatasi d. Tidak membatasi 12. Apakah saudara/bapak/ibu setuju apabila peraturan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat? a. Sangat Setuju b. Setuju c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju
ANGKET PENELITIAN
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita sekalian. Shalawat beriring salam kita curahkan kepada kekasih kita, junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri saya kepada saudara/bapak/ibu bahwa saya Amar Ma’ruf, S.H.I, saat ini masih menempuh studi di Pasca Sarjana (S2) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta semester akhir (IV). Adapun maksud kedatangan saya ditengah-tengah saudara/bapak/ibu sekalian adalah bermaksud ingin mengadakan penelitian ilmiah (tesis) sebagai tugas akhir saya, dengan judul "Implementasi Peraturan Perkawinan dan Perceraian PNS Dan Pejabat (Studi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990). Adapun hasil dari angket ini sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan atau jabatan, dan instansi tempat saudara/bapak/ibu bekerja. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kemurahan hati saudara/bapak/ibu sekalian agar dapat membantu saya dalam penelitian ini dengan berkenan mengisi angket yang saya berikan dengan sebaik-baiknya. Dan bagi saya tak ada kata yang dapat saya ucapkan atas bantuannya, kecuali rasa terima kasih yang sedalam dalamnya, semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT menjadikan kebaikan saudara/bapak/ibu sekalian sebagai amal jariah, …Amin Ya Robbal Alamin
Identitas Responden (Pengisi Angket) Nama*
: ………………………………………………....
Jenis Kelamin
: …………………………………………………
Menjadi Anggota DPR selama
: ……. …………………………………………..
Alamat*
: ………………………………………………… ………………………………………………….
NB:
*) Boleh tidak diisi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang saudara/bapak/ibu berikan. 1.
Apakah saudara/bapak/ibu mengetahui tentang isi dari PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990? a. Sangat Tahu b. Tahu c. Kurang Tahu d. Tidak Tahu
2.
Apakah pernah ada sosialisasi tentang isi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 selama saudara/bapak/ibu menjadi Pejabat (Anggota DPR) atau PNS? a. Sering/Selalu b. Pernah c. Kadang-Kadang d. Tidak Pernah
3.
Apakah saudara/bapak/ibu sudah paham dengan prosedur yang diatur dalam PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 ketika ingin melaksanakan pernikahan dan perceraian? a. Sangat paham b. Paham c. Kurang Paham d. Tidak Paham
4.
Apakah anda setuju dengan adanya aturan khusus yang membatasi Pejabat (Anggota DPR) dan PNS dalam bidang perkawinan dan perceraian a. Sangat Setuju b. Setuju c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju
5.
Apakah saudara/bapak/ibu setuju dengan keharusan bagi Pejabat (Anggota DPR) dan PNS yang ingin bercerai untuk mendapatkan ijin dari atasannya a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju
6.
Apakah saudara/bapak/ibu setuju dengan keharusan bagi Pejabat (Anggota DPR) dan PNS yang ingin berpoligami untuk mendapatkan ijin dari atasannya a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju
7.
Apakah ada rekan kerja sesama Pejabat (Anggota DPR) atau PNS yang saudara/bapak/ibu tahu melanggar aturan khusus yang mengikat para PNS dan Pejabat (Anggota DPR) ini (semisal berpoligami secara diam-diam, menikah tidak izin pejabat/atasan, hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah, dsb)? a. Banyak b. Ada c. Kurang tahu d. Tidak Ada
8.
Apakah menurut saudara/bapak/ibu aturan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 sudah berjalan sebagaimana mestinya? a. Ya b. Tidak c. Belum d. Tidak tahu
9.
Setujukah saudara/bapak/ibu jika diberikan sanksi bagi Pejabat (Anggota DPR) dan PNS yang melanggar PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990? a. Sangat Setuju b. Setuju c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju
10. Menurut saudara/bapak/ibu apakah PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 mengandung unsur diskriminasi bagi para Pejabat (Anggota DPR) dan PNS? a. Ya b. Tidak c. Mungkin d. Tidak tahu 11. Menurut saudara/bapak/ibu apakah PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 sangat membatasi ruang gerak dalam bidang perkawinan dan perceraian bagi para Pejabat (Anggota DPR) dan PNS a. Sangat membatasi b. Membatasi c. Kurang membatasi d. Tidak membatasi 12. Apakah saudara/bapak/ibu setuju apabila peraturan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat? a. Sangat Setuju b. Setuju c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju
ANGKET PENELITIAN
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita sekalian. Shalawat beriring salam kita curahkan kepada kekasih kita, junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri saya kepada saudara/bapak/ibu bahwa saya Amar Ma’ruf, S.H.I, saat ini masih menempuh studi di Pasca Sarjana (S2) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
semester
akhir
(IV).
Adapun
maksud
kedatangan
saya
ditengah-tengah
saudara/bapak/ibu sekalian adalah bermaksud ingin mengadakan penelitian ilmiah (tesis) sebagai tugas akhir saya, dengan judul "Implementasi Peraturan Perkawinan dan Perceraian PNS Dan Pejabat (Studi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990). Adapun hasil dari angket ini sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan atau jabatan, dan instansi tempat saudara/bapak/ibu bekerja. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kemurahan hati saudara/bapak/ibu sekalian agar dapat membantu saya dalam penelitian ini dengan berkenan mengisi angket yang saya berikan dengan sebaik-baiknya. Dan bagi saya tak ada kata yang dapat saya ucapkan atas bantuannya, kecuali rasa terima kasih yang sedalam dalamnya, semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT menjadikan kebaikan saudara/bapak/ibu sekalian sebagai amal jariah, …Amin Ya Robbal Alamin
Identitas Responden (Pengisi Angket) Nama*
: ………………………………………………....
Jenis Kelamin
: …………………………………………………
Menjadi Pegawai Negeri POLRI selama : ……. ………………………………………….. Alamat*
: ………………………………………………… ………………………………………………….
NB:
*) Boleh tidak diisi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang saudara/bapak/ibu berikan. 1.
Apakah saudara/bapak/ibu mengetahui tentang isi dari PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010? a. Sangat Tahu b. Tahu c. Kurang Tahu d. Tidak Tahu
2.
Apakah pernah ada sosialisasi tentang isi PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 selama saudara/bapak/ibu menjadi Pegawai Negeri pada POLRI? a. Sering/Selalu b. Pernah c. Kadang-Kadang d. Tidak Pernah
3.
Apakah saudara/bapak/ibu sudah paham dengan prosedur yang diatur dalam PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 ketika ingin melaksanakan pernikahan dan perceraian? a. Sangat paham b. Paham c. Kurang Paham d. Tidak Paham
4.
Apakah anda setuju dengan adanya aturan khusus yang membatasi Pegawai Negeri pada POLRI, Pejabat, dan PNS dalam bidang perkawinan dan perceraian? a. Sangat Setuju b. Setuju c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju
5.
Apakah saudara/bapak/ibu setuju dengan keharusan bagi Pegawai Negeri pada POLRI, Pejabat, dan PNS yang ingin menikah dan bercerai untuk mendapatkan ijin dari atasannya? a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju
6.
Apakah saudara/bapak/ibu setuju dengan keharusan bagi Pegawai Negeri pada POLRI, Pejabat, dan PNS yang ingin berpoligami untuk mendapatkan ijin dari atasannya? a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju
7.
Apakah ada rekan kerja sesama Pegawai Negeri pada POLRI, Pejabat, dan PNS yang saudara/bapak/ibu tahu melanggar aturan khusus yang mengikat para Pegawai Negeri pada POLRI, Pejabat, dan PNS ini (semisal berpoligami secara diam-diam, menikah tidak izin pejabat/atasan, hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah, dsb)? a. Banyak b. Ada c. Kurang tahu d. Tidak Ada
8.
Apakah menurut saudara/bapak/ibu aturan PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 sudah berjalan sebagaimana mestinya? a. Ya b. Tidak c. Belum d. Tidak tahu
9.
Setujukah saudara/bapak/ibu jika diberikan/dengan adanya sanksi bagi Pegawai Negeri pada POLRI, Pejabat, dan PNS yang melanggar PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan khusus kepada Pegawai Negeri pada POLRI melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010? a. Sangat Setuju b. Setuju c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju
10. Menurut saudara/bapak/ibu apakah PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 mengandung unsur diskriminasi bagi para Pegawai Negeri pada POLRI, Pejabat, dan PNS? a. Ya b. Tidak c. Mungkin d. Tidak tahu 11. Menurut saudara/bapak/ibu apakah PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 sangat membatasi ruang gerak dalam bidang perkawinan dan perceraian bagi para Pegawai Negeri pada POLRI, Pejabat, dan PNS? a. Sangat membatasi b. Membatasi c. Kurang membatasi d. Tidak membatasi 12. Apakah saudara/bapak/ibu setuju apabila peraturan PP No. 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat? a. Sangat Setuju b. Setuju c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal: 6 SEPTEMBER 1990 (JAKARTA) _________________________________________________________________ Presiden Republik Indonesia Menimbang
a.bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka beristri lebih dari seorang dan perceraian sejauh mungkin harus dihindarkan; b.bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundangundangan yang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga; c.untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan yang serasi, sejahtera, dan bahagia, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya; d.bahwa dalam rangka usaha untuk lebih meningkatkan dan menegakkan disiplin Pegawai Negeri Sipil serta memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan dipandang perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil;
Mengingat
1.Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2.Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 3.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4.Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); 5.Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058); 6.Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);
7.Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal I Mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yaitu : 1. Mengubah ketentuan Pasal 3 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: "Pasal 3 Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat (1) keterangan lebih dahulu dari Pejabat; Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengajukan permintaan secara (2) tertulis; (3)Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya".
2. Mengubah ketentuan Pasal 4 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: "Pasal 4 Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin (1) lebih dahulu dari Pejabat. (2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat. (3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis. Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan (4) alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang". 3. Mengubah ketentuan ayat (2) Pasal 5 sehingga berbunyi sebagai berikut: "(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud". 4. Mengubah ketentuan Pasal 8 sebagai berikut: Diantara ayat (3) dan ayat (4) lama disisipkan satu ayat yang dijadikan ayat (4) baru, yang berbunyi sebagai berikut : "(4) Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan karena istri berzinah, dan atau istri melakukan kekejaman a. atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya ". b. Ketentuan ayat (4) lama selanjutnya dijadikan ketentuan ayat (5) baru. Mengubah ketentuan ayat (5) lama dan selanjutnya dijadikan ayat (6) baru sehingga c. berbunyi sebagai berikut : "(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku, apabila istri meminta cerai karena
dimadu, dan atau suami berzinah, dan atau suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya". d. Ketentuan ayat (6) lama selanjutnya dijadikan ketentuan ayat (7) baru. 5. Mengubah ketentuan ayat (1) Pasal 9 sehingga berbunyi sebagai berikut: "(1) Pejabat yang menerima perniintaan izin untuk beristri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat pemintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan." 6. Ketentuan Pasal II dihapuskan seluruhnya. Ketentuan Pasal 12 lama dijadikan ketentuan Pasal 11 baru, dengan mengubah ketentuan ayat (3) sehingga berbunyi sebagai berikut : 7. "(3) Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Piesiden." Mengubah ketentuan Pasal 13 lam a dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 12 baru, 8. sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pasal 12 Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan untuk beristri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambatlambatnya tiga bulan terhitung mulai ia menerima permintaan izin tersebut." 9. Ketentuan Pasal 14 lama selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 13 baru. Mengubah ketentuan Pasal 15 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 14 baru, 10 sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pasal 14 "Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah" Mengubah ketentuan Pasal 16 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 15 baru, 11. sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pasal 15 Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/ ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 14, tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai (1) terjadinya perceraian, dan tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) dijatuhi hukuman (2) disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil; Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan Pejabat yang melanggar ketentuan (3) Pasal 12, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil." Mengubah ketentuan Pasal 17 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 16 baru, 12. sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pasal 16 Pegawai Negeri Sipil yang menolak melaksanakan ketentuan pembagian gaji sesuai dengan ketentuan Pasal 8, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peratuan Disiplin Pegawai Negeri Sipil." Sesudah Pasal 16 baru ditambah satu ketentuan baru, yang dijadikan Pasal 17 baru yang 13. berbunyi sebagai berikut: "Pasal 17
Tata cara penjatuhan hukuman disiplin berdasarkan ketentuan Pasal 15 dan atau Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai (1) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap pelanggaran Peraturan Pemerintah (2) Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah ini, berlaku bagi mereka yang dipersamakan sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut ketentuan Pasal 1 huruf a angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983." Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 September 1990 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 September 1990 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. MOERDIONO
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL UMUM Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat diharapkan dapat menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundangundangan yang berlaku. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pegawai Negeri Sipil harus mentaati kewajiban tertentu dalam hal hendak melangsungkan perkawinan, beristri lebih dari satu, dan atau bermaksud melakukan perceraian. Sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya diharapkan tidak terganggu oleh urusan kehidupan rumah tangga/keluarganya. Dalam pelaksanaannya, beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tidak jelas. Pegawai Negeri Sipil tertentu yang seharusnya terkena ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dapat menghindar, baik secara sengaja maupun tidak, terhadap ketentuan tersebut. Disamping itu adakalanya pula Pejabat tidak dapat mengambil tindakan yang tegas karena ketidakjelasan rumusan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 itu sendiri, sehingga dapat memberi peluang untuk melakukan penafsiran sendiri-sendiri. Oleh karena itu dipandang perlu melakukan penyempurnaan dengan menambah dan atau mengubah beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tersebut. Beberapa perubahan yang dimaksud adalah mengenai kejelasan tentang keharusan mengajukan permintaan izin dalam hal akan ada perceraian, larangan bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat, pembagian gaji sebagai akibat terjadinya perceraian yang diharapkan dapat lebih menjamin keadilan bagi kedua belah pihak. Perubahan lainnya yang bersifat mendasar dan lebih memberi kejelasan terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ialah mengenai pengertian hidup bersama.yang tidak diatur sebelumnya. Dalam Peraturan Pemerintah ini di samping diberikan batasan yang lebih jelas, juga ditegaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil dilarang melakukan hidup bersama. Pegawai Negeri Sipil yang melakukan hidup bersama dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Mengingat faktor penyebab pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 berbeda-beda maka sanksi terhadap pelanggaran yang semula berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, dalam Peraturan Pemerintah ini diubah menjadi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah, Nomor 30 Tahun 1980, hal mana dimaksudkan untuk lebih memberikan rasa keadilan. Mereka yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil, apabila melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah ini, dikenakan pula hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. PASAL DEMI PASAL Pasal 3 Ayat (1) Ketentuan ini berlaku bagi setiap Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil 1. yang mengajukan gugatan perceraian (penggugat) wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat, sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang menerima gugatan perceraian (tergugat) wajib memperoleh surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat sebelum melakukan perceraian. Ayat (2) Permintaan izin perceraian diajukan oleh penggugat kepada Pejabat secara tertulis melalui saluran hierarki sedangkan tergugat wajib memberitahukan adanya gugatan perceraian dari suami/istri secara tertulis melalui saluran hierarki dalam jangka waktu
selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima gugatan perceraian.
Ayat (3) Cukup jelas 2.
Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa selama berkedudukan sebagai istri kedua/ketiga/keempat dilarang menjadi Pegawai Negeri Sipil Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian atau untuk beristri lebih dari seorang wajib memberikan pertimbangan secara tertulis kepada Pejabat. Pertimbangan itu harus memuat hal-hal yang dapat digunakan 3. oleh Pejabat dalam mengambil keputusan, apakah permintaan izin itu mempunyai dasar yang kuat atau tidak. Sebagai bahan dalam membuat pertimbangan, atasan yang bersangkutan dapat meminta keterangan dari suami/istri yang bersangkutan atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.
Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 4. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat Ayat (7) Cukup jelas
Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas 5. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas 6. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas 7.
Pasal 12 Cukup jelas
(6)
Cukup
jelas
Pasal 14 Yang dimaksud dengan hidup bersama adalah melakukan hubungan sebagai suami istri di 8. luar ikatan perkawinan yang sah yang seolah-olah merupakan suatu rumah tangga. Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas 9. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 10.
Pasal 16 Cukup jelas
Pasal 17 11. Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal II Cukup jelas
IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tanggal 21 April 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 telah diatur ketentuan tentang perkawinan yang berlaku bagi segenap warga negara dan penduduk Indonesia; b. bahwa Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan contoh yang baik kepada bawahannya dan menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat, termasuk dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga; c. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan perkawinan dan perceraian, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906); 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976 tentang Keanggotaan Pegawai Negeri Sipil Dalam Partai Politik dan Golongan Karya; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pasal 1
IZIN
PERKAWINAN
DAN
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan a. Pegawai Negeri Sipil adalah 1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974; 2. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu (a) Pegawai Bulanan di samping pensiun; (b) Pegawai Bank milik Negara; (c) Pegawai Badan Usaha milik Negara; (d) Pegawai Bank milik Daerah; (e) Pegawai Badan Usaha milik Daerah; (f) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa; b. Pejabat adalah 1. Menteri; 2. Jaksa Agung; 3. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen; 4. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara 5. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; 6. Pimpinan Bank milik Negara; 7. Pimpinan Badan Usaha milik Negara; 8. Pimpinan Bank milik Daerah; 9. Pimpinan Badan Usaha milik Daerah; Pasal 2 (1) (2)
Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi Pegawai-Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi. Pasal 3
(1) (2) (3)
Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. Permintaan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diajukan secara tertulis. Dalam surat permintaan izin perceraian harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian itu. Pasal 4
(1) (2) (3)
Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(4) (5)
Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diajukan secara tertulis. Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat. Pasal 5
(1) (2)
Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 diajukan kepada Pejabat melalui saluran tertulis. Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian atau untuk beristeri lebih dari seorang, maupun untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud. Pasal 6
(1)
(2)
(3)
Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri/suami dari Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan dengan cara memanggil mereka secara langsung untuk diberi nasehat. Pasal 7
(1) (2) (3)
Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila didasarkan pada alasanalasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Izin untuk bercerai karena alasan isteri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, tidak diberikan oleh Pejabat. Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh Pejabat apabila a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; b. tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat. Pasal 8
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isterinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya. Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian gaji yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas isterinya ialah setengah dari gajinya. Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku, apabila isteri meminta cerai karena dimadu. Apabila bekas isteri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi hapus terhitung mulai ia kawin lagi. Pasal 9
(1)
(2)
(3)
Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. Sebelum mengambil keputusan, Pejabat memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat. Pasal 10
(1) (2)
Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini. Syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
atau (3)
(4)
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah a. ada persetujuan tertulis dari isteri; b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya. Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat apabila :
a. b. c. d. e.
bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3); bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan. Pasal 11
(1)
(2)
Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila : a. ada persetujuan tertulis dari isteri bakal suami; b. bakal suami mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan c. ada jaminan tertulis dari bakal suami bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya. Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat , sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), tidak diberikan oleh Pejabat apabila : a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut oleh Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan atau bakal suaminya; b. tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau d. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan. Pasal 12
Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian atau akan beristeri lebih dari seorang yang berkedudukan sebagai : (1) Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden. (2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Walikota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota Administratif, wajib meminta izin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri. (3) Pimpinan Bank milik Negara kecuali Gubernur Bank Indonesia dan pimpinan Badan Usaha milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Menteri yang secara teknis membawahi Bank milik Negara atau Badan Usaha milik Negara yang bersangkutan. (4) Pimpinan Bank milik Daerah dan pimpinan Badan Usaha milik Daerah, wajib meminta izin lebih dahulu dari Kepala Daerah yang bersangkutan. Pasal 13
Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, untuk beristeri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), atau untuk menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambatlambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin tersebut. Pasal 14 Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat lain dalam lingkungannya, serendah-rendahnya Pejabat eselon IV atau yang dipersamakan dengan itu, untuk memberikan atau menolak pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, sepanjang mengenai permintaan izin yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II ke bawah atau yang dipersamakan dengan itu. Pasal 15 (1) (2)
Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah. Setiap atasan wajib menegur apabila ia mengetahui ada Pegawai Negeri Sipil bawahan dalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 17 Pegawai Negeri Sipil yang melakukan hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami isteri, dan setelah ditegur atasannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 masih terus melakukannya, dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 18 Ketentuan Peraturan Pemerintah ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050), dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 19
Setiap Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya membuat dan memelihara catatan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing. Pasal 20 (1)
(2)
Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya menyampaikan salinan sah surat pemberitahuan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tembusan surat pemberian izin atau penolakan pemberiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, kepada : a. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka I dan angka 2 huruf (a); b. Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik Negara, Bank milik Daerah, dan Badan Usaha milik Daerah, sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (b), (c), (d), dan (e); c. Bupati Kepala Daerah Tingkat II, sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (f). Berdasarkan salinan dan tembusan surat-surat dimaksud dalam ayat (1) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha milik Daerah, serta Bupati Kepala Daerah Tingkat II, membuat dan memelihara : a. catatan perkawinan dan perceraian; b. kartu isteri/suami. Pasal 21
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pasal 22 Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Pasal 23 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 April 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 April 1983 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO, S.H.
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL UMUM Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut azas monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Namun demikian hanya apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan, seorang pria dimungkinkan beristeri lebih dari seorang apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat
terpaksa. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri. Pegawai Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya. Sehubungan dengan contoh dan keteladanan yang harus diberikan oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bawahan dan masyarakat, maka kepada Pegawai Negeri Sipil dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi.Untuk melakukan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang dan Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari seorang yang bukan Pegawai Negeri Sipil diharuskan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Demikian juga Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan berupa Keharusan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat bagi perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi lembaga perkawinan dan perceraian itu sendiri. Keharusan adanya izin terlebih dahulu tersebut mengingat yang bersangkutan mempunyai kedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dalam Peraturan Pemerintah ini pengertian Pegawai Negeri Sipil meliputi selain Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian termasuk juga Pegawai Bulanan disamping pensiun, Pegawai Bank milik Negara, Pegawai Badan Usaha milik Negara, Pegawai Bank milik Daerah, Pegawai Badan Usaha milik Daerah, dan Kepala Desa, Perangkat Desa, serta petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian atau untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, wajib memberikan pertimbangan secara tertulis kepada Pejabat. Pertimbangan itu harus memuat hal- hal yang dapat digunakan oleh Pejabat dalam mengambil keputusan, apakah permintaan izin itu mempunyai dasar yang kuat atau tidak. Sebagai bahan dalam membuat pertimbangan, atasan yang bersangkutan dapat meminta keterangan dari suami/isteri yang bersangkutan atau dari pihak lain yang dipandangnya dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pada dasarnya, dalam rangka usaha merukunkan kembali isteri yang bersangkutan, Pejabat harus memanggil mereka secara langsung dan memberikan nesehat secara pribadi. Tetapi apabila tempat kedudukan Pejabat dan tempat suami/isteri yang bersangkutan berjauhan, maka Pejabat dapat memerintahkan Pejabat lain dalam lingkungannya untuk berusaha merukunkan kembali suami/isteri tersebut. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan bahwa salah satu alasan dapat terjadinya perceraian ialah salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. Namun demikian, seorang Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perceraian karena alasan isteri tertimpa musibah tersebut tidaklah memberikan keteladanan yang baik, meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan memungkinkannya. Oleh karena itu izin untuk bercerai dengan alasan tersebut tidak diberikan. Alasan tersebut hanyalah dapat merupakan salah satu syarat alternatif yang harus disertai syarat-syarat kumulatif lainnya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk minta izin beristeri lebih dari seorang. (Lihat Pasal 1O ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) huruf a Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri, adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa, sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai isteri baik secara biologis maupun lainnya yang menurut keterangan dokter sukar disembuhkan lagi. huruf b Yang dimaksud dengan cacad badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit badan yang menyeluruh yang menurut keterangan dokter sukar disembuhkan. huruf c Yang dimaksud dengan tidak dapat melahirkan keturunan, adalah apabila isteri yang bersangkutan menurut keterangan dokter tidak mungkin melahirkan keturunan atau sesudah pernikahan sekurang-kurangnya 1O (sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16
Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas.
LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1983 YANG TELAH DICETAK ULANG
Jakarta, 22 Desember 1990 Kepada Yth.
1. Semua Menteri 2. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 3. Jaksa Agung 4. Semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/tingi Negara 5. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen 6. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 7. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II 8. Semua Bank Milik Negara 9. Semua Pimpinan Badan Usaha Milik Negara 10.Semua Pimpinan Bank Milik Daerah 11.Semua Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah.
SURAT EDARAN NOMOR : 48/SE/1990 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983
TENTANG IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
I. PENDAHULUAN
1. UMUM
a. Sebagaimana diketahui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 telah ditetapkan Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. b. Untuk
menjamin
pelaksanaannya,
kelancaran
dipandang
perlu
dan
keseragaman
menetapkan
petunjuk
dalam teknis
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
2. DASAR a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); b. Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1974
tentang
Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); c. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058) ; e. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (;Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176); f. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250); g. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3424); h. Keputusan
Presiden
Nomor
15
Tahun
1988
tentang
Badan
Administrasi Kepegawaian Negara; i.
Keputusan Presiden Nomor 240/M Tahun 1987 tanggal 29 September 1987.
3. TUJUAN Surat Edaran ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk menyelesaikan masalah
perkawinan
dan
atau
perceraian
Pegawai
Negeri
Sipil
berdasarkan p 45 Tahun 1990 jo Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.
II. PERCERAIAN
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.
2. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan berkedudukan sebagai penggugat, wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari pejabat.
Contoh : a. Saudara AMIR seorang Pegawai Negeri Sipil mempunyai istri bernama TUTI. Saudara AMIR bermaksud akan menceraikan istrinya. Untuk melaksanakan
maksudnya
tersebut,
Saudara
AMIR
yang
berkedudukan sebagai penggugat wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat. Setelah memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus mengajukan gugatan perceraian melalui pengadilan setempat. b. Saudara ISTI seorang Pegawai Negeri Sipil mempunyai suami bernama ANTO. Saudari ISTI bermaksud akan mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya. Untuk melaksanakan maksudnya tersebut saudari ISTI yang berkedudukan sebagai penggugat wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat. Setelah memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus mengajukan gugatan perceraian melalui pengadilan setempat.
3. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan berkedudukan sebagai tergugat, wajib memberitahukan secara tertulis adanya gugatan dari suami atau istrinya melalui saluran hirarki kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan, dalam waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah ia menerima gugatan perceraian yang dibuat menurut contoh sebgaimana tersebut dalam Lampiran I.
Contoh : a. Saudara TUTI seorang Pegawai Negeri Sipil telah menerima gugatan cerai dari suaminya bernama AMIR melalui pengadilan setempat.
Dalam hal demikian, saudari TUTI yang berkedudukan sebagai tergugat wajib memberitahukan secara tertulis adanya gugatan darisuaminya tersebut kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan
untuk
melakukan
perceraian
dalam
jangka
waktu
selambat-lambatnya enam hari kerja. b. Saudara RANO seorang Pegawai Negeri Sipil pada tanggal 31 Oktober 1990 telah menerima gugatan cerai dari istrinya bernama ARI melalui pengadilan setempat.
Dalam hal demikian, saudara RANO
yang berkedudukan sebagai tergugat wajib memberitahukan secara tertulis adanya gugatan kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan untuk melakukan perceraian selambat-lambatnya tanggal 7 Nopember 1990. Catatan : Tanggal 4 Nopember 1990 adalah hari libur.
4. Suami istri yang akan melakukan perceraian dan keduanya berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil baik dalam satu lingkungan departemennya/ Instansi maupun pada departemen/instansi yang berbeda, masing-masing Pegawai Negeri Sipil tersebut wajib memperoleh ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu ari Pejabat.
Contoh : a. Saudara IMAM mempunyai istri bernama NURI, keduanya Pegawai Negeri Sipil pada Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Saudara IMAM bermaksud akan menceraikan istrinya. Untuk melaksanakan maksudnya tersebut saudara IMAM yang berkedudukan sebagai penggugat wajib memperleh ijin tertulis lebih dahulu dari Kepala BAKN. Setelah memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus mengajukan gugatan perceraian melalui pengadilan setempat. Saudari NURI yang
berkedudukan sebagai tergugat wajib memperoleh surat keterangan untuk melakukan perceraian dari Kepala BAKN. b. Saudari FATIMAH seorang Pegawai Negeri Sipil pada Departemen Tenaga Kerja mempunyai suami bernama DULAH seorang Pegawai Negeri Sipil pada Pemda Tingkat I Jawa Barat. Saudari FATIMAH bermaksud akan mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya melalui
pengadilan
setempat.
Untuk
melaksaakan
maksudnya
tersebut, saudari FATIMAH yang berkedudukan sebagai penggugat wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Menteri Tenaga Kerja.Saudara DULAH yang berkedudukan sebagai tergugat wajib memperoleh surat keterangan untuk melakukan perceraian dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat.
5. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan yang sah, yaitu salah satu alasan atau lebih alasan sebagai berikut:
a. Salah satu pihak berbuat zina ; b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan ; c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturutturut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah serta tanpa memberikan nakfah lahir maupun batin atau karena hal lain di luar kemampuannya.
Contoh : (1) Saudara INDRA (swasta) dengan istrinya bernama RIMA (Pegawai Negeri Sipil ) antara keduanya telah terjadi percekcokan. Akibat percekcokan tersebut saudara INDRA telah meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan maupun ijin istri, dan selama meninggalkan
istrinya yang bersangkutan tidak lagi memberikan nafkah baik lahir maupun batin. Dalam hal demikian apabila Saudari RIMA akan melakukan perceraian, harus menunggu dua tahun berturut-turut sejak kepergian suaminya.
(2) Saudari TINA seorang Pegawai Negeri Sipil bersuamikan Saudari ANTON seorang pilot di salah satu perusahaan penerbangan di Indonesia. Pada tanggal 30 September 1990 saudara ANTON melakukan penerbangan dari Jakarta ke Kalimantan namun pada waktu yang telah ditentukan ternyata pesawat tersebut tidak diketahui secara pasti di mana mendaratnya. Setelah tim SAR mencarinya selama tiga bulan ternyata pesawat tersebut tidak diketemukan dan untuk sementara dinyatakan hilang. Dalam hal ini, apabila saudari TINA akan melakukan perceraian harus menunggu dua tahun berturut-turut sejak suaminya dinyatakan hilang. d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan berlangsung. e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin yang membahayakan pihak lain; f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
6. Alasan perceraian sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dia tas, harus dikuatkan dengan bukti sebagaimana yang ditentukan dalam angka III angka 2 Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
7. Tata cara penyampaian pemberitahuan adanya gugatan perceraian dari suami/sitri tersebut dilaksanakan sebagaimana halnya penyampaian surat permintaan ijin perceraian.
8. Setiap atasan dan pejabat yang menerima surat pemberitahuan adanya gugatan perceraian harus melaksanakan tugas dan wewenangnya seperti dalam hal menerima permintaan ijin perceraian, yaitu wajib merukunkan kembali kedua belah pihak dan apabila perlu dapat memanggil atau meminta keterangan dari pihak-pihak yang bersangkutan ;
9. Untuk membantu Pejabat dalam melaksanakan kewajibannya agar dibentuk Tim Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 di lingkungan masingmasing.
10. Pejabat harus memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian kepada
setiap
Pegawai
Negeri
Sipil
yang
menyampaikan
surat
pemberitahuan adanya gugatan, menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Lampiran II.
11. Apabila
dalam
waktu
yang
telah ditentukan
Pejabat
tidak juga
menetapkan keputusan yang sifanya tidak mengabulkan atau tidak menolak permintaan ijin untuk
melakukan perceraian atau tidak
memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, maka dalam hal demikian Pejabat tersebut dianggap telah menolak permintaan ijin perceraian yang disampaikan oleh Pegawai Negeri Sipil bawahannya.
12. Apabila hal tersebut dalam angka 11 di atas tersnyata semata-mata merupakan kelalaian dari Pejabat, maka pejabat yang bersangkutan dikenakan hukuman disiplin.
13. Apabila usaha untuk merukunkan kembali tidak berhasil dan perceraian itu terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anakanaknya.
14. Pegawai Negeri Sipil yang diwajibkan menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, wajib membuat pernyataan tertulis, menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Lampiran III.
15. Hak atas bagian gaji untuk bekas istri sebagaimana dimaksud dalam angka 13 tidak diberikan, apabila perceraian terjadi karena istri terbukti telah berzina dan atau istri terbukti telah melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami dan atau istri terbukti
menjadi
pemabuk,
pemadat,
dan
penjudi
yang
sukar
disembuhkan dan atauistri terbukti telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
16. Merkipun perceraian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan, haknya atas bagian gaji untuk bekas istri tetap diberikan apabila ternyata alasan istri mengajukan gugatan cerai karena dimadu, dan atau karena suami terbukti telah berzina, dan atau suami terbukti telah melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami terbukti telah menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan atau suami terbukti telah
meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
17. Yang dimaksud dengan gaji adalah penghasilan yang diterima oleh suami dan tidak terbatas pada penghasilan suami pada waktu terjadinya perceraian.
18. Bendaharawan gaji wajib menyerakan secara langsung bagian gaji yang menjadi hak bekas istri dan anak-anaknya sebagai akibat perceraian, tanpa lebih dahulu menunggu pengambilan gaji dari Pegawai Negeri Sipil bekas suami yang telah menceraikannya.
19. Bekas istri dapat mengambil bagian gaji yang menjadi haknya secara langsung dari Bendaharawan gaji, atau dengan surat kuasa, atau dapat meminta untuk dikirimkan kepadanya.
20. Apabila ada gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri dan setelah dilakukan upaya merukunkan kembali oleh Pejabat tidak berhasil, maka proses pemberian ijin agar diselesaikan secepatnya mematuhi dan sesuai dengan ketentuan jangka waktu yang telah ditentukan.
III. PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRIA YANG AKAN BERISTRI LEBIH DARI
SEORANG.
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat.
2. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat.
3. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang, wajib menyampaikannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin tersebut.
4. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin tersebut.
5. Untuk membantu Pejabat dalam melaksanakan kewajibannya agar dibentuk Tim Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 di lingkungan masingmasing.
6. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan pejabat tidak menetapkan keputusan yang sifatnya tidak mengabulkan atau tidak menolah permintaan ijin Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya untuk beristri lebih dari seorang, maka dalam hal demikian Pejabat tersebut dianggap telah menolak permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang yang disampaikan oleh Pegawai Negeri Sipil bawahannya.
7. Apabila hal tersebut dalam angka 6 di atas ternyata merupakan kelalaian dari Pejabat, maka Pejabat yang bersangkutan dikenakan hukuman disiplin.
IV. PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA TIDAK DIIJINKAN
MENJADI ISTRI
KEDUA/ KETIGA/ KEEMPAT.
1. Pegawai
Negeri
Sipil
kedua/ketiga/keempat.
wanita
tidak
diijinkan
menjadi
istri
2. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai istri kedua/ketiga/keempat dilarang menjadi Pegawai Negeri Sipil. Contoh : a. Saudari ATI (swasta) menikah dengan Saudara BADU seorang Pegawai Negeri Sipil yang telah beristri. Saudari ATI kemudian melamar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan diterima pada salah satu Departemen/Instansi. Dalam hal demikian, maka saudari ATI harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. b. Saudari NINA seorang Pegawai Negeri Sipil wanita bermaksud menikah dengan saudara ADI seorang Pegawai Negeri Sipil paa salah satu Departemen/ Instansi yang telah mempunyai istri. Sebelum melaksanakan maksud tersebut, saudari NINA berhenti bekerja sebagai
Pegawai
Negeri
Sipil.
Setelah
melangsungkan
pernikahannya dengan saudara ADI, saudari NINA kembali melamar sebagai calon Pegawai Negeri Sipil dan diterima pada salah satu Departemen/Instansi. Dalam hal demikian, maka saudari NINA harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. c. Seorang wanita bernama WATI adalah istri kedua dari seorang pengusaha; suatu saat saudari WATI menginginkan menjadi Pegawai Negeri
Sipil
pada
salah
satu
Departemen/Instansi,
maka
ia
mengajukan lamaran ke Departemen Penerangan dan kemudian ia berhasil diangkat sebagai calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal demikian, saudari WATI harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai calon Pegawai Negeri Sipil.
V. PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATA TERTENTU. 1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian dan Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang yang berkedudukan sebagai : a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Lembaga
Pemerintah
Non
Departemen,
Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Presiden. b. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Wakil Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Walikota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta Walikota Administratif, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri; c. Pimpinan / Direksi Bank Milik Negara dan Pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Presiden ; d. Pimpinan/Direksi Bank Milik Daerah dan Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Kepala Daerah Tingkat I/ Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. e. Anggota Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Menteri / Pimpinan instansi induk yang bersangkutan; f. Kepala
Desa,
Perangkat
Kepala
Desa
dan
Petugas
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
2. Tata cara permintaan ijin, begitu juga tentang ketentuan-ketentuan lain yang harus dipernuhi dan ditaati adalah sama dengan ketentuan ketentuan sebagaimana tersebut dalam angka III, angka IV Surat Edaran
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983 dan angka II, III, IV Surat Edaran ini.
VI. HIDUP BERSAMA DI LUAR IKATAN PERKAWINAN YANG SAH.
1. Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah.
2. Yang dimaksud hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami istri dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah merupakan suatu rumah tangga.
3. Setiap pejabat yang mengetahui atau menerima laporan adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah, wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diperiksa.
4. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
5. Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memang benar melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
VII. PENDELEGASIAN WEWENANG Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat lain dalam lingkungannya serendah-rendahnya Pejabat eselon IV atau yang setingkat dengan itu mengenai penolakan atau pemberian ijin atau surat keterangan untuk melakukan perceraian atau beristri lebih dari seorang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d ke bawah dan yang setingkat dengan itu.
VIII. SANKSI 1. Pegawai Negeri Sipil dan atau atasan/pejabat,kecuali pegawai bulanan disamping
pensiun,
dijatuhi
salah
satu
hukuman
disiplin
berat
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil, apabila melakukan salah satu atau lebih perbuatan sebagai berikut :
a. tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan dilangsungkan ; b. melakukan
perceraian
tanpa
memperoleh
ijin
bagi
yang
berkedudukan sebagai penggugat atau tanpa surat keterangan bagi yang berkedudukan sebagai tergugat, terlebih dahulu dari Pejabat ; c. beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh ijin terlebih dahulu dari pejabat; d. Melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya ; e. tidak melaporkan perceraiannya kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan setelah terjadinya perceraian ; f. tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan dilangsungkan;
g. Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak meneruskan permintaan ijin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk melakukan perceraian, dan atau untuk beristri lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan setelah ia menerima permintaan ijin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian ; h. Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan ijin perceraian
atau
pemberitahuan
tidak
adanya
memberikan gugatan
surat
perceraian,
keterangan
atas
dan
tidak
atau
memberikan keputusan terhadap permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan setelah ia menerima permintaan ijin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian. i.
Pejabat yang tidak melakukan pemeriksaan dalam hal mengetahui adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah.
2. Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.
3. Pegawai Negeri Sipil, kecuali pegawai bulanan di samping pensiun, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980,apabila menolak melaksanakan pembagian gaji dan atau tidak mau menandatangani daftar gajinya sebagai akibat perceraian.
4. Apabila pegawai bulanan di samping pensiun melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dan atau menjadi istri
kedua/ketiga/keempat, dan atau menolak melaksanakan pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dibebaskan dari jabatannya.
5. Tata cara penjatuhan hukuman disiplin menurut ketentuan Pasal 15 dan pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 45 Tahun 1990 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
6. Sanksi pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 bagi : a. Pegawai bulanan di samping pensiun ; b. Pegawai Bank Milik Negara ; c. Pegawai Badan usaha Milik Negara ; d. Pegawai Bank Milik Daerah ; e. Pegawai Badan Usaha Milik Daerah ; f. Kepala Desa, Perangkat Desa dan Petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa. berlaku jenis hukuman disiplin berat sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980n tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
IX. KARTU ISTRI / SUAMI
1. Kepada setiap istri Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Istri disingkat KARIS, dan kepada setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Suami disingkat KARSU.
2. Istri pertama/kedua/ketiga/keempat daripn yang dinikahi secara sah yaitu yang dilakukan sesuai dengan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UndangUndang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 diberikan KARIS.
3. Tata cara permintaan, penetapan, dan penyampaian serta ketentuanketentuan lain tentang KARIS/KARSU dilaksanakan sesuai dengan angka XII Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
X. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 08/SE/1983 tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 dan Surat Edaran ini. 2. Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tidak dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
XI. PELAKSANAAN Dengan ditetapkannya Surat Edaran ini, para Pejabat hendaknya segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjelaskan maksud Surat Edaran ini kepada Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya masingmasing.
XII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil
sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tetapi belum dijatuhi hukuman disiplin, atau belum ada keputusan yang mempunyai kekuatan
hukum
yang
tetap,
diproses
berdasarkan
ketentuan
Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. 2. Pelanggaran terhadap Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil wanita sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, tetapi belum dijatuhi hukman disiplin, atau belum ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diproses berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 10 tahun 1983. 3. Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tetap berlaku.
XIII. PENUTUP
1. Apabila dalam pelaksanaan Surat edaran ini dijumpai kesulitan-kesulitan supaya segera ditanyakan kepada Kepala BAKN untuk mendapatkan penyelesaian. 2. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd.
WASKITO REKSOSOEDIRDJO NIP. 180 000 429
Tembusan Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada :
1. Bapak Presiden, sebagai laporan 2. Menteri / Sekretaris Negara, sebagai laporan 3. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur negara, sebagai laporan 4. Kepala Staf TNI Angkatan Darat 5. Kepala Staf TNI Angkatan Laut 6. Kepala Staf TNI Angkatan udara 7. Kepala Kepolisian Republik Indonesia 8. Semua Sekretaris Jendral, Direktur Jendral, Inspektur Jendral 9. Semua Sektor /Pimpinan Perguruan tinggi negeri 10. Semua Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri 11. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi vertikal 12. Semua Camat di Seluruh Indonesia 13. Ketua Pengadilan Agaman di Seluruh Indonesia 14. Ketua Pengadilan Negeri di Seluruh Indonesia 15. Arsip.
LAMPIRAN I SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 48/SE/1990 TANGGAL 22 DESEMBER 1990
.................................., tanggal ......................... Kepada Yth. .................................................. di ....................................
SURAT PEMBERITAHUAN ADANYA GUGATAN PERCERAIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama
:
b. NIP/Nomor Identitas *-1
:
c. Pangkat/golongan ruang *-3
:
d. Jabatan/pekerjaan *-3
:
e. Satuan Organisasi
:
f. Tanggal Lahir
:
g. Agama/Kepeccayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa h. A l a m a t
: :
memberitahukan dengan hormat, bahwa saya telah digugat dalam perkara perceraian oleh suami/istri *-2 saya :
a. Nama
:
b. NIP/Nomor Identitas *-1
:
c. Pangkat/golongan ruang *-3
:
d. Jabatan/pekerjaan *-3
:
e. Agama/Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa f. A l a m a t
: :
2. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan : a. Surat gugatan perceraian b. ........ c. dan seterusnya.
3. Demikian pemberitahuan adanya gugatan
perceraian ini agar dapat
dipergunakan sebagaimanamestinya.
Yang memberitahukan,
................................... NIP/Nomor Identitas
Catatan : *-1
Cantumkan NIP Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya apabila ada.
*-2
Coret yang tidak perlu
*-3
Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
LAMPIRAN II SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 48/SE/1990 TANGGAL 22 DESEMBER 1990
SURAT KETERANGAN UNTUK MELAKUKAN PERCERAIAN NOMOR
: ..............
Berdasarkan surat tanggal ..................... yang disampaikan oleh : 1. Nama
:
2. NIP/Nomor Identitas *-1
:
3. Pangkat/golongan ruang *-3
:
4. Jabatan/pekerjaan
:
*-3
5. Satuan Organisasi
:
6. Agama/Kepeccayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
:
tentang pemberitahuan adanya gugatan perceraian dari istri /suaminya *-2 1. Nama
:
2. NIP/Nomor Identitas *-1
:
3. Pangkat/golongan ruang *-3
:
4. Jabatan/pekerjaan
:
*-3
5. Satuan Organisasi
:
6. Agama/Kepeccayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 7. A l a m a t
: :
Dapat disimpulkan bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan oleh Saudara ........tersebut untuk melakukan perceraian, dapat diterima olehakan sekat dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Demikian keterangan ini untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
......................... tanggal, .....................
................................... NIP/Nomor Identitas
Tembusan keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada :
1. .................. 2. dan seterusnya.
Catatan : *-1
Cantumkan NIP Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya apabila ada.
*-2
Coret yang tidak perlu
*-3
Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
LAMPIRAN III SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 48/SE/1990 TANGGAL 22 DESEMBER 1990
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama
:
2. NIP/Nomor Identitas *-1
:
3. Pangkat/golongan ruang
:
4. Jabatan/pekerjaan
:
5. Satuan Organisasi
:
6. Tanggal lahir
:
7. Alamat
:
Dengan ini menyatakan bersedia menyerahkan bagian gaji saya untuk bekas istri dan anak-anak saya sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, yaitu sebagai berikut : 1. 2. 3. dstnya.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya
......................... tanggal, ..................... Mengetahui
.....................
Yang Membuat Pernyataan
...................................
Catatan : *-1
Cantumkan NIP Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya apabila ada.
Jakarta, 26 April 1983 Kepada Yth. 1. Semua Menteri Kabinet Pembangunan IV 2. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 3. Jaksa Agung 4. semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara 5. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen 6. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 7. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II dan Walikota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta 8. Semua Pimpinan Bank Milik Negara 9. Semua Pimpinan Bank Milik Daerah 10. Semua Pimpinan Badan Usaha Milik Negara 11. Semua Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah. Di TEMPAT
SURAT EDARAN NOMOR : 08/SE/1983 TENTANG IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
I.
PENDAHULUAN 1. UMUM a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah ditetapkan ketentuan – ketentuan tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara Indonesia. Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. b. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut dinyatakan bahwa asasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Asas perkawinan yang demikian itu disebut asas monogami. c. Namun demikian dalam keadaan yang sangat terpaksa masih dimungkinkan seorang pria beristri lebih dari seorang sepanjang : (1) Tidak bertentangan dengan ajaran / peraturan agama yang dianutnya / kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya; (2) Memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku ; dan (3) Disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. d. Karena perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka beristri lebih dari seorang dan perceraian sejauh mungkin harus dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa. e. Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalahmasalah dalam keluarganya. f. Atas dasar pokok pikiran sebagai tersebut di atas, maka telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
2. DASAR a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun pegawai dan pensiun Janda/Duda pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906); b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153); f. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Tahun 1972 Nomor 42); g. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); h. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahah, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058); i. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176); j. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250). 3. TUJUAN Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi Pejabat dalam menyelesaikan masalah perkawinan atau perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing.
4. PENGERTIAN Dalam surat edaran ini yang dimaksud dengan : a. Pegawai Negeri Sipil adalah : (1) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang meliputi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah, termasuk calon Pegawai Negeri Sipil. (2) Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu : (a) Pegawai Bulanan di samping pensiun (b) Pegawai Bank Milik Negara (c) Pegawai Bank Milik Daerah (d) Pegawai Badan Usaha Milik Negara (e) Pegawai Badan Usaha Milik Daerah (f) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa. b. Pejabat adalah : (1) Menteri ; (2) Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ; (3) Jaksa Agung ; (4) Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi negara ; (5) Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen ; (6) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; (7) Pimpinan Bank Milik Negara ; (8) Pimpinan Bank Milik Daerah ; (9) Pimpinan Badan Usaha Milik Negara ; (10) Pimpinan Badan Usaha Milik Negara ; (11) Pejabat lain yang diberikan delegasi wewenang oleh Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. c. Atasan adalah mereka yang membawahi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing. d. Pejabat yang berwajib adalah mereka yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. e. Perkawinan yang sah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal
f. g.
h. i. j.
k.
II.
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya / kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan dicatat menurut Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Anak adalah anak kandung yang dilahirkan dari perkawinan yang sah, anak yang disahkan, atau anak angkat. Gaji adalah penghasilan Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari : (1) Gaji Pokok ; (2) Tunjangan Keluarga ; (3) Tunjangan Jabatan (kalau ada) ; (4) Tunjangan perbaikan penghasilan ; (5) Tunjangan lain yang berhak diterimanya berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, setelah dipotong iuran wajib. Salinan sah adalah salinan surat yang disahkan oleh pejabat kepegawaian atau atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Orang yang telah dewasa adalah yang berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin / pernah kawin. Instansi induk adalah Departemen, Kejaksanaan Agung, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pemerintah Daerah, Bank Milik Daerah, dan Badan Usaha Milik Daerah; Mutasi keluarga adalah suatu perubahan yang terjadi pada keluarga, yaitu perkawinan, perceraian, kelahiran / pertambahan anak, kematian anak, dan kematian suami / istri.
LAPORAN PERKAWINAN 1. Pegawai Negeri Sipil yang telah melangsungkan perkawinan pertama, wajib mengirimkan laporan perkawinan secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran hirarki. 2. Laporan perkawinan tersebut harus dikirimkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal perkawinan itu dilangsungkan. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, berlaku juga bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi. 4. Laporan perkawinan tersebut di atas di buat menurut contoh sebagai tersebut dalam : a. Lampiran I-A Surat Edaran ini, bagi Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama.
5.
6.
7.
8.
9.
b. Lampiran I-B Surat Edaran ini, bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun, laporan perkawinan tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) yaitu untuk : a. Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. b. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. c. Pertinggal. Bagi Pegawai Bank Milik negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan usaha Milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, laporan perkawinan tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu : a. Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki. b. Pertinggal. Laporan perkawinan tersebut dilampiri dengan : a. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan. b. Pas foto istri / suami ukuran 3 x 4 cm dan warna hitam putih dengan ketentuan bahwa di belakang pas foto tersebut dituliskan nama lengkap istri / suami serta nama dan NIP / Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil yang menjadi suami / istri. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan bagi : a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun, dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu untuk : (1) Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian negara, yang disampaikan melalui Pejabat, atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. b. Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan usaha Milik Negara, Badan usaha milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu), yaitu untuk Pejabat. Pas foto bagi :
a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar yaitu : (1) 1 (satu) lembar untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara , yang disampaikan melalui pejabat atau pejabat lainnya yang ditunjuk olehnya. b. Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dibuat sekurang-kurangnya 2 (dua) lembar, yaitu untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. c. Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa, dibuat sekurangkurangnya 2 (dua) lembar yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang disampaikan melalui saluran hirarki. 10. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan sebagaimana dimaksud di atas disimpan dan dipelihara dengan baik dalam tata naskah kepegawaian masing-masing instansi. 11. Penggunaan pas foto sebagaimana dimaksud di atas, ditetapkan sebagai berikut : a. Pas foto yang dikirimkan kepada masing-masing pejabat pada Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah Tingkat I, disimpan dan dipelihara dengan baik dalam tata naskah kepegawaian masing-masing instansi. b. Pas foto yang dikirimkan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara digunakan: (1) 1 (satu) lembar untuk Kartu Induk Pegawai Negeri Sipil. (2) 1 (satu) lembar untuk Kartu Istri Pegawai Negeri Sipil (KARIS)/Kartu suami Pegawai Negeri Sipil (KARSU). c. Pas foto yang dikirimkan kepada Pimpinan Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II, digunakan : (1) 1 (satu) lembar untuk KARIS/KARS. (2) 1 (satu) lembat disimpan dan dipelihara dengan baik dalam tata naskah kepegawaian masing-masing instansi.
III.
PERCERAIAN 1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari pejabat. 2. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan-alasan yang sah, yaitu salah satu atau lebih alasan sebagai tersebut di bawah ini : a. Salah satu pihak berbuat zinah, yang dibuktikan dengan : (1) Keputusan pengadilan; (2) surat pernyataan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang telah dewasa yang melihat perzinahan itu. Surat pernyataan tersebut diketahui oleh pejabat yang berwajib serendahrendahnya Camat dan dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran II-A Surat Edaran inil; atau (3) Perzinahan itu diketahui oleh satu pihak (suami atau istri) dengan tertangkap tangan. Dalam hal yang sedemikian , maka pihak yang mengetahui secara tertangkap tangan itu membuat laporan yang menguraikan hal ikhwal perzinahan itu, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran II-B Surat Edaran ini. b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan yang dbuktikan dengan : (1) Surat Pernyataan dari 2 9dua) orang saksi yang telah dewasa yang mengetahui perbuatan itu, yang diketahui oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran III Surat Edaran ini; atau (2) Surat Keterangan dari dokter atau polisi yang menerangkan bahwa menurut hasil pemeriksaan, yang bersangkutan telah menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan / diperbaiki. c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan / Kepala Desa, yang disahkan oleh pejabat yang berwajin serendah-rendahnya Camat. d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan berlangsung yang dibuktikan dengan Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
3. 4.
5.
6.
e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain yang dibuktikan dengan visum et repertum dari dokter pemerintah. f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukum lagi dalam rumah tangga , yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/Kepala Desa yang disahkan oleh Pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat. Surat permintaan ijin perceraian tersebut dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran IV Surat Edaran ini. Permintaan ijin sebagaimana dimaksud di atas harus dilengkapi dengan salah satu atau lebih bahan pembuktian sebagaimana dimaksud dalam angka 2 di atas. Surat permintaan ijin perceraian tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu untuk : a. Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki, b. Pertinggal. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin perceraian harus berusaha dahulu merukunkan kembali suami istri tersebut. Apabila usahanya tidak berhasil, maka ia meneruskan permintaan ijin perceraian itu kepada pejabat melalui saluran hirarki disertai pertimbangan tertulis. Dalam surat pertimbangan tersebut antara lain dikemukakan keadaan obyektif suami istri tersebut dan memuat pula saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi Pejabat dalam mengambil keputusan. Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil dari Departemen A bernama B, NIP. 990123321, pangkat Penata Muda Golorangn Ruang III/a, bekerja pada kantor Kabupaten, mengajukan permintaan ijin untuk mencerakan istrinya yang ditujukan kepada Menteri Departemen A dan disampaikan melalui saluran hirarki. Dalam hal yang sedemikian, maka Kepala Kantor Kabupaten Departemen A memberikan pertimbangan tentang permintaan ijin tersebut dan kemudian mengirimkannya kepada Kepala Kantor Wilayah. Kepala Kantor Wilayah juga membuat pertimbangan dan kemudian mengirimkannya kepada atasannya dan begitu seterusnya sehingga semua pertimbangan tersebut sampai kepada Menteri. Pertimbangan - pertimbangan
tersebut adalah sebagai bahan bagi Menteri Departemen A dalam mengambil keputusan. 7. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin perceraian, wajib menyampaikannya kepada Pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan melalui saluran hirarki, terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin perceraian itu. 8. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin perceraian itu. 9. Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami istri tersebut dengan cara memanggil mereka, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk diberikan nasehat. Apabila tempat suami istri yang bersangkutan berjauhan dari tempat kedudukan Pejabat, maka pejabat dapat menginstruksikan kepada pejabat lain dalam lingkungannya untuk melakukan usaha merukunkan kembali suami istri itu. Apabila dipandang perlu, Pejabat dapat meminta keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami istri yang bersangkutan. 10. Apabila usaha merukunkan kembali suami istri yang bersangkutan tidak berhasil, maka Pejabat mengambil keputusan atas permintaan ijin perceraian itu dengan mempertimbangkan dengan seksama : a. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sebagai tersebut dalam surat permintaan ijin perceraian dan lampiran-lampiranya. b. Pertimbangan yang diberikan oleh atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. c. Keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami istri yang mengajukan permintaan ijin perceraian tersebut, apabila ada. 11. Keputusan pejabat dapat berupa : a. Penolakan pemberian ijin . b. Pemberian ijin. 12. Permintaan ijin untuk bercerai ditolak , apabila : a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya. b. Tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 di atas. c. Bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlalu; dan atau
d. Alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat. 13. Permintaan ijin untuk bercerai dapat diberikan, apabila : a. Tidak bertentangan dengan ajaran / Peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya. b. Ada alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 di atas. c. Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; dan atau d. Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal sehat. 14. Penolakan atau pemberian ijin perceraian dilakukan dengan surat keputusan pejabat. 15. Surat keputusan penolakan permintaan ijin perceraian dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran V Surat Edaran ini. 16. Surat Keputusan pemberian ijin perceraian dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran VI Surat Edaran ini. 17. Surat Keputusan penolakan atau pemberian ijin perceraian : a. bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan disamping pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat) yaitu: (1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara; (3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serendah-rendahnya Pejabat Eselon IV. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. b. Bagi pegawai Bank Milik negara, bank milik Daerah, Badan usaha Milik Negara, dan badan usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) yaitu : (1) 1(satu) rangkap untuk pegawai yang bersangkutan (2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serendah-rendahnya Pejabat Eselon IV. (3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. c. Bagi Kepala Desa, Perangkap Desa dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat. (3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang akan melakukan perceraian itu, adalah perangkat desa, atau petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. 18. Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapat ijin untk melakukan perceraian, apabila ia telah melakukan perceraian itu, maka ia wajib melaporkannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki, selambatlambatnya 1 (satu) bulan, terhitung mulai tanggal perceraian itu. Laporan perceraian itu dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran VII Surat Edaran ini dan dilampiri dengan salinan sah surat cerai / akta perceraian dan dibuat menurut ketentuan sebagai berikut : a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat) yaitu : (1) 1 (satu rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, yang disampaikan melalui Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya. (3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang setingkat dengan itu. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. b. Bagi pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk pimpinan Bank/Badan Usaha yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang bersangkutan, serendah-rendahnya Pejabat yang setingkat dengan eselon IV. (3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. c. Bagi Kepala Desa, Perangkap Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat) yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat. (3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan perceraian itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. 19. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya,dengan ketentuan sebagai berikut : a. Apabila anak mengikuti bekas istri, maka pembagian gaji ditetapkan sebagai berikut : (1) Sepertiga gaji untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan. (2) Sepertiga gaji untuk bekas istrinya. (3) Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada bekas istrinya. b. Apabila perkawinan tidak menghasilkan anak, maka gaji dibagi dua, yaitu setengah untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan dan setengah untuk bekas istrinya. c. Apabila anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, maka pembagian gaji ditetapkan sebagai berikut : (1) Sepertiga gaji untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan. (2) Sepertiga gaji untuk bekas istrinya. (3) Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan. d. Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan dan sebagian lagi mengikuti bekas istri, maka sepertiga gaji yang menjadi hak anak itu dibagi menurut jumlah anak. Umpamanya : seorang Pegawai Negeri Sipil bercerai dengan istrinya. Pada waktu perceraian terjadi mereka mempunyai tiga orang anak, yang seorang mengikuti Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan yang dua orang mengikuti bekas istri. Dalam hal sedemikian, maka bagia gaji yang menjadi hak anak itu dibagi sebagai berikut : 1. 1/3 (sepertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji = 1/9 (sepersembilan) gaji diterimakan kepada Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan .
2. 2/3 (duapertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji = 2/9 (duapersembilan) gaji diterimakan kepada bekas istrinya. 20. Hak atas bagian gaji sebagai tersebut di atas tidak berlaku apabila perceraian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan, kecuali karena istri yang bersangkutan meminta cerai karena dimadu, atau dengan perkataan lain, apabila istri meminta cerai karena dimadu, maka sesudah perceraian terjadi, bekas istri tersebut berhak atas bagian gaji tersebut. 21. Apabila bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, maka pembayaran bagian gaji itu dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya bekas istri yang bersangkutan kawin lagi. 22. Apabila bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, sedang semua anak ikut bekas istri tersebut, maka 1/3 (sepertiga) gaji tetap menjadi hak anak tersebut yang diterimakan kepada bekas istri yang bersangkutan. 23. Apabila pada waktu perceraian sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil dan sebagai lagi mengikuti bekas istri dan bekas istri kawin lagi dan anak tetap mengikutinya, maka bagian gaji yang menjadi hak anak itu, tetap diterimakan kepada bekas istri. 24. Apabila anak telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun, atau 25 (dua puluh lima) tahun apabila anak tersebut masih bersekolah, yang telah / pernah kawin, atau telah mempunyai penghasilan sendiri maka pembayaran bagian gaji untuknya dihentikan. 25. Bagian gaji yang dihentikan pembayarannya sebagai tersebut di atas, dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. 26. Apabila Pegawai Negeri Sipil pria yang telah menceraikan istrinya dan kemudian kawin lagi dengan wanita lain dan kemudian menceraikannya lagi, maka bekas istri tersebut berhak menerima : a. 1/3 (sepertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, apabila anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil tersebut. b. 2/3 (duapertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan apabila anak mengikuti bekas istri. c. Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan sebagian anak mengikuti bekas istri, maka 1/3 (sepertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji yang menjadi hak anak itu, dibagi menurut jumlah anak. 27. Pembagian gaji sebagai tersebut di atas, adalah menjadi kewajiban masing-masing pejabat yang bersangkutan, atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya dan yang menandatangani daftar gaji adalah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. 28. Apabila perceraian terjadi atas kehendak bersama suami istri yang bersangkutan, maka pembagian gaji diatur sebagai berikut : a. Apabila perkawinan tersebut tidak menghasilkan anak, maka pembagian gaji suami ditetakan menurut kesepakatan bersama. b. Dengan tidak mengurangi ketentuan huruf a di atas, maka : (1) Apabila semua anak mengikuti bekas istri, maka 1/3 (sepertiga) gaji Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan adalah untuk anak yang diterimakan kepada bekas istrinya. (2) Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan dan sebagian mengikuti bekas istrinya, mama 1/3 (sepertiga) gaji yang menjadi hak anak itu, dibagi menurut jumlah anak. IV.
PEGAWAI NEGERI SIPIL PRIA YANG AKAN BERISTRI LEBIH DARI SEORANG 1. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat. 2. Ijin untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif, yaitu : a. SYARAT ALTERNATIF (1) Istri tidak dapat menjalankan kwajibannya sebagai istri dalam arti bahwa istri menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa yang sukar disembuhkan, sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai istri, baik kewajiban secara biologis maupun kewajibannya lainnya, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pemerintah. (2) istri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan, dalam arti bahwa istri menderita penyakit badan yang menyeluruh yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter Pemerintah; atau (3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pemerintah. b. SYARAT KUMULATIF (1) Ada persetujuan tertulis yang dibuat secara ikhlas oleh istri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila istri Pegawai
3.
4. 5.
6. 7.
Negeri Sipil pria yang bersangkutan lebih dari seorang, maka semua istri-istrinya itu membuat surat persetujuan secara tertulis secara ikhlas. Surat persetujuan tersebut disahkan oleh atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya pejabat eselon IV. (2) Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan, dan (3) Ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan bahw ia akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran VIII surat edaran ini. Surat pemintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran IX Surat Edaran ini, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Dilengkapi dengan salah satu atau lebih bahan bukti sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a dan semua bahan bukti sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b. b. Dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat ; (2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. Setiap atasan yang menerima permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang wajib menyampaikannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin itu. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3(tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin itu. Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu memberikan nasehat kepada Pegawai Negeri Sipil dan calon istri yang bersangkutan, dengan maksud agar niat untuk beristri lebih dari seorang sejauh mungkin dihindarkan. Apabila tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan atau tempat calon istri berjauhan dari tempat kedudukan pejabat, maka Pejabat dapat menginstrukskan kepada pejabat lain dalam lingkungannya untuk memberikan nasehat tersebut.
8. Apabila nasehat sebagai tersebut di atas tidak berhasil, maka pejabat mengambil keputusan atas permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang. 9. Permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang ditolak apabila : a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya. b. tidak memenuhi salah satu syarat alternatif sebagai tersebut dalam angka 2 huruf a dan semua syarat kumulatif sebagai tersebut dalam angka 2 huruf b. c. Bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. d. Alasan-alasan yang dikemukakan untuk beristri lebih dari seorang bertentangan dengan akal sehat; dan atau e. Ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan, yang dinyatakan dalam surat keterangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil ybs,serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang setingkat dengan itu, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran X Surat Edaran ini. 10. Permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang dapat disetujui apabila : a. Tidak bertentangan dengan ajaran / peraturan Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya. b. memenuhi salah satu syarat alternatif sebagai tersebut dalam angka 2 huruf a dan semua syarat kumulatif sebagai tersebut dalam angka 2 huruf b. c. Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. d. Alasan-alasan yang dikemukakan untuk beristri lebih dari seorang tidak bertentangan dengan akal sehat; dan atau e. Tidak ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan, yang dinyatakan dalam surat keterangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil ybs,serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang setingkat dengan itu, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XI Surat Edaran ini. 11. Surat Keputusan : a. Penolakan permintaan ijin untuk beristri lebihd ari seorang, dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XII Surat Edaran ini.
b. Pemberian ijin untuk beristri lebih dari seorang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIII surat Edaran ini. 12. Surat Keputusan penolakan dan surat keputusan pemberian ijin untuk beristri lebih dari seorang : a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk pegawai yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk langsung pegawai yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat yang setingkat eselon IV. (3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk Camat. (3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila melakukan perkawinan itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. 13. Pegawai Negeri Sipil pria yang telah mendapat ijin untuk beristri lebih dari seorang, apabila telah melangsungkan perkawinan tersebut wajib melaporkannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki selambatlambatnya 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal perkawinan itu dilangsungkan, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XIV Surat Edaran ini. 14. Laporan perkawinan tersebut : a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping
pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat) yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. (3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang setingkat dengan itu. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. b. Bagi pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk pimpinan Bank/Badan Usaha yang bersangkutan (2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang bersangkutan (3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk camat. (3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan perkawinan itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. 15. Laporan perkawinan tersebut dilampiri dengan : a. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan. b. Pas foto isteri ukuran 3x4 cm dan warna hitam putih dengan ketentuan dibelakang pas foto tersebut dituliskan nama lengkap isteri serta nama dan NIP/Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil yang menjadi suami. 16. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan bagi : a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun, dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu untuk :
V.
(1) Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat, atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. b. Pegawai Bank milik Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa , dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu), yaitu untuk Pejabat. 17. Pas foto bagi : a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun, dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar yaitu : (1) 1 (satu) lembar untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki . (2) 2 (dua) lebar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. b. Pegawai Bank milik Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha milik Negara, Badan Usaha milik Daerah, dibuat sekurang-kurangnya 2(dua) lembar,yaitu untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. c. Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, di buat sekurang-kurangnya 2 (dua) lembar yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang disampaikan melalui saluran hirarki. PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA YANG AKAN MENJADI ISTERI KEDUA/ KETIGA / KEEMPAT DARI PRIA YANG BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL 1. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diijinkan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil. 2. Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib memperleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat. 3. Pegawai Negeri Sipil wanita hanya dapat diijinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil apabila memenuhi semua syarat-syarat sebagai tersebut di bawah ini : a. Tidak bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya/ kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya.
4.
5.
6.
7. 8.
b. Ada persetujuan tertulis dari istri calon suami yang dibuat secara ikhlas oleh istri pria yang bersangkutan. Apabila istri pria yang bersangkutan lebih dari seorang, maka semua istri-istrinya itu membuat persetujuan tertulis secara ikhlas. Surat persetujuan tersebut disahkan oleh atasan Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV. c. Calon suami mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan, dan d. Ada jaminan tertulis dari calon suami, bahwa ia akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XV Surat Edaran ini. e. Tidak mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan. Surat permintaan ijin dari Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVI Surat Edaran ini, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Dilengkapi dengan semua surat-surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam angka 3. b. Dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil , wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat. Setiap atasan yang menerima surat permintaan surat ijin Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib menyampaikan kepada pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan melalui saluran hirarki terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin itu. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin itu. Sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih dahulu memberikan nasehat kepada p wanita dan calon suami yang bersangkutan, dengan maksud agar niat menjadi istri kedua/ketiga/keempat sejauh mungkin dihindarkan. Apabila tempat Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan atau tempat calon suami berjauhan dari tempat kedudukan Pejabat, maka Pejabat dapat
menginstruksikan kepada Pejabat lain dalam lingkungannya untuk memberikan nasehat tersebut. 9. Apabila nasehat sebagai tersebut di atas tidak berhasil, maka pejabat mengambil keputusan atas permintaan ijin itu. 10. Ijin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/ keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi semua syarat-syarat sebagai tersebut dalam angka 3. 11. Ijin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/ keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil tidak diberikan oleh Pejabat apabila tidak memenuhi semua syarat – syarat sebagai tersebut dalam angka 3. 12. Surat Keputusan a. Pemberian ijin untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVII Surat Edaran ini. b. Penolakan pemberian ijin untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVIII Surat Edaran ini. 13. Surat Keputusan penolakan dan Surat Keputusan pemberian ijin untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil : a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan (2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk pegawai yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang bersangkutan serendah-rendahnya pejabat yang setingkat dengan eselon IV.
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. c. Bagi Kepala Desa, Perangkap Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk camat. (3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan perkawinan itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. 14. Pegawai Negeri Sipil wanita yang telah mendapat ijin untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, apabila telah melangsungkan perkawinan tersebut wajib melaporkannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki selambat-lambatnya 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal perkawinan itu dilangsungkan, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIX Surat Edaran ini. 15. Laporan perkawinan tersebut : a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan disamping pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat) yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunuk olehnya. (3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk pimpinan Bank/Badan Usaha yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat yang setingkap dengan eselon IV. (3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
c. Bagi Kepala Desa, Perangkap Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap untuk Camat. (3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan perkawinan itu adalah Perangkat Desa atau petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa. (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. 16. Laporan perkawinan tersebut dilampiri dengan : a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan. b. Pas foto suami ukuran 3 x 4 cm dan warna hitam putih dengan ketentuan di belakang pas foto tersebut dituliskan nama lengkap suami serta nama dan NIP / Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil yang menjadi istri. 17. Salinan surat sah nikah/akta perkawinan bagi : a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu : (1) Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki (2) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat, atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya. b. Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu), yaitu untuk pejabat. 18. Pas photo bagi : a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun, dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar,yaitu : (1) 1 (satu) lembar untuk pejabat yang disampaikan melalui saluan hirarki. (2) 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.
VI.
b. Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dibuat sekurang-kurangnya 2 (dua lembar, yaitu untuk pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. c. Kepala Desa, Perangkap Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa, dibuat sekurangkurangnya dua lembar yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang disampaikan melalui saluran hirarki. PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN TERTENTU 1. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan melakukan perceraian atau untuk beristri lebih dari seorang dan Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai : a. Pimpinan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara, Gubernur BI, Kepala Perkawilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Gubernur Kepala Daerah Tk. I, termasuk Wakil Gubernur Kepala Daerah Tk. I, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Presiden. b. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Wakil Bupati/ Wakil Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat I dan Walikota di Daerah Khusus ibukota Jakarta serta Walikota Administratif, wajib memperoleh Ijin lebih dahulu dari Mentri Dalam Negeri. c. Pimpinan/Direksi Bank Milik Negara kecuali gubernur Bank Indonesia dan pimpinan Badan Usaha milik Negara, wajib memperoleh Ijin lebih dahulu dari menteri yang secara teknis membawahi Bank milik Negara atau Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan d. Pimpinan/ Direksi Bank Milik Daerah dan Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah, waji memperoleh Ijin lebih dahulu dari Kepala Daerah Tingkat I/Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. e. Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara wajib memperoleh Ijin lebih dahulu dari Menteri/Pimpinan instansi induk yang bersangkutan. Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Badu, NIP. 999832144, jabatan anggota DPR, akan menceraikan istrinya. Dalam hal yang demikian, maka Sdr. Badu tersebut harus mengajukan permohonan kepada Menteri yang bersangkutan melalui Ketua Fraksinya.
2. Tata cara permintaan Ijin, begitu juga tentang ketentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi adalah sama dengan ketentuan-ketentuan sebagai tersebut dalam angka III, angka IV, dan angka V Surat Edaran ini. VII. HIDUP BERSAMA DI LUAR IKATAN PERKAWINAN 1. Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami istri di luar ikatan perkawinan yang sah. 2. Setiap pejabat yang mengetahui atau menerima laporan adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya melakukan hidup bersama diluar perkawinan yang sah, wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk di periksa, apakah ia benar melakukan hidup bersama dengan wanita/pria di luar ikatan perkawinan yang sah. 3. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara tertulis oleh Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. 4. Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata, bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memang benar melakukan hidup bersama dengan wanita/pria di luar ikatan perkawinan yang sah, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diperingatkan secara tertulis agar ia menghentikan hidup bersama itu. VIII. PENDELEGASIAN WEWENANG 1. Pejabat dapat mendelegasikan sebagaian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungannya serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang setingkat dengan itu mengenai penolakan atau pemberian Ijin bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkai I golongan ruang II/d ke bawah dan yang setingkat dengan itu untuk : a. Melakukan perceraian atau beristri lebih dari seorang. b. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil. 2. Pendelegasian wewenang tersebut dilakukan dengan surat keputusan, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XX Surat Edaran ini. 3. Pejabat yang menerima delegasi wewenang, tidak dapat mendelegasikan lagi wewenang yang diterimanya itu kepada pejabat lain IX. S A N K S I 1. Pegawai Negeri Sipil kecuali Pegawai Bulanan di samping pensiun dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil , apabila : a. Melakukan perceraian tanpa memperoleh Ijin lebih dahulu dari Pejabat.
2. 3.
4.
5.
6.
b. Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izizn lebih dahulu dari Pejabat. c. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil . d. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil tanpa memperoleh Ijin lebih dahulu dari Pejabat. e. Melakukan hidup bersama dengan pria/wanita di luar lkatan perkawinan yang sah dan setelah diperingatkan secara tertulis oleh pejabat, tidak menghentikan perbuatan hidup bersama itu. Pegawai Bulanan disamping pensiun apabila melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dibebaskan dari jabatannya. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 tahun 1974, hukuman disiplin tersebut dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum menurut ketentuan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 jo Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 23/SE/1980 tanggal 30 Oktober 1980. Bagi: a. Pegawai Bank Milik Negara. b. Pegawai Bank Milik Daerah. c. Pegawai Badan Usaha Milik Negara, dan d. Pegawai Badan Usaha Milik Daerah, Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri itu dilakukan oleh Pimpinan Bank/Badan Usaha yang bersangkutan. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaaan sendiri dilakukan oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri tersebut, kepadanya diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Umpamanya : a. Kepada Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, diberikan pensiun apabila ia telah mempunyai masa kerja pensun sekurang-kurangnya 20 tahun. b. Kepada pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, diberikan
X.
hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan yang berlaku pada Bank/Badan usaha yang bersangkutan. c. Kepada Kepala Desa, Perangkat Desa dan petugas yang menyelenggarakan pemerintahan di Desa yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, diberikan hak kepegawaian sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku , apabila ada. TATA USAHA KEPEGAWAIAN 1. PENCATATAN a. Setiap instansi memelihara catatan mutasi keluarga, yaitu catatan perkawinan, perceraian, kelahiran/pertambahan anak, dan kematian. b. Pencatatan itu dilakukan dengan tertib/teratur, dan terus-menerus oleh Pejabat di bidang kepegawaian. c. Mutasi keluarga tersebut dicatat dalam Buku Induk yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XXI Surat Edaran ini. d. Pencatatan Mutasi keluarga di Badan Administrasi Kepegawaian Negara di samping dicatat dalam Buku Insuk dicatat juga dalam Kartu Induk serta direkam juga dalam komputer. 2. LAPORAN MUTASI KELUARGA a. Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib melaporkan kepada pejabat melalui saluran hirarki setiap mutasi keluarganya yaitu : (1) Laporan perkawinan pertama dan laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda, sebagai tersebut dalam angka II. (2) Laporan perceraian , sebagai tersebut dalam angka III (3) Laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil pria yang beristri lebih dari seorang sebagai tersebut dalam angka IV (4) Laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, sebagai tersebut dalam angka V. (5) Laporan kelahiran / pertambahan anak yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XXII Surat Edaran ini dan dilampiri dengan akta kelahiran / surat keterangan kelahiran/ keputusan pengadilan. (6) Laporan kematian anak yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XXIII Surat Edaran ini dan dilampiri dengan surat keterangan kematian.
(7) Laporan kematian istri / suami yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXIV Surat edaran ini dan dilampiri dengan surat keterangan kematian. b. Laporan mutasi keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki (2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. c. Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun, laporan tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga), yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. (3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. d. Laporan untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara sebagai tersebut di atas, disampaikan oleh pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya dengan surat pengantar yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XXV-A sampai dengan XXV-H Surat Edaran ini, yaitu : (1) Surat pengantar laporan perkawinan pertama, sebagai tersebut dalam Lampiran XXV-A. (2) Surat Pengantar laporan perkawinan dari Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi janda/duda, sebagai tersebut dalam lampiran XXV-B. (3) Surat pengantar laporan perceraian, sebagai tersebut dalam lampiran XXV-C. (4) Surat pengantar laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil pria yang beristri lebih dari seorang, sebagai tersebut dalam lampiran XXV-D. (5) Surat pengantar laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil wanita menjadi istri kedua / ketiga / keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, sebagai tersebut dalam lampiran XXV-E. (6) Surat pengantar laporan pertambahan anak, sebagai tersebut dalam lampiran XXV-F.
XI.
(7) Surat pengantar laporan kematian anak, sebagai tersebut dalam lampiran XXV-G. (8) Surat pengantar laporan kematian istri/suami sebagai tersebut dalam lampiran XXV-H e. Ketentuan tentang laporan sebagai tersebut dalam huruf d di atas, berlaku juga bagi pengiriman kepada pejabat yang dilakukan melalui saluran hirarki, dengan perubahan seperlunya. DAFTAR KELUARGA PEGAWAI NEGER SIPIL SEBELUM BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 1. UMUM a. Pegawai Negeri Sipil yang telah berkeluarga sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, wajib mengisi Daftar Keluarga yang memuat nama istri/suami dan anak, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXVI Surat Edaran ini. b. Daftar keluarga tersebut disahkan kebenarannya oleh atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendahrendahnya pejabat eselon IV atau pejabat lain yang setingkat dengan itu. c. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun, Daftar Keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangka 3 (tiga) , yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. (3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. d. Bagi pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, Daftar Keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. e. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, Daftar Keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu :
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang disampaikan melalui saluran hirarki. (2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. 2. PAS FOTO a. Daftar Keluarga tersebut dilengkapi dengan pas foto istri/suami, ukuran 3 x 4 cm dan warna hitam putih, dengan ketentuan bahwa di belakang pas foto dituliskan nama lengkap suami/istri serta nama dan NIP / Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. b. Pas foto tersebut dibuat sekurang-kurangnya : (1) 3 (tiga) lembar pas foto istri/ suami Pegawai Negeri Sipil sebagaiana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun, yaitu : (a) 1 (satu) lembar untuk Pejabat. (b) 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (2) 2 (dua) lembar pas foto istri / suami pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, yaitu untuk pejabat. (3) 2 (dua) lembar pas foto istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan. c. Pas foto tersebut dimasukkan dalam kantong plastik kecil dan kemudian dijahitkan pada Daftar Keluarga yang bersangkutan. 3. PENGIRIMAN a. Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami tersebut disampaikan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kepada atasan langsungnya untuk diteruskan kepada yang berkepentingan, dengan ketentuan sebagai berikut : (1) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun disampaikan kepada : (a) Pejabat melalui saluran hirarki. (b) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. (2) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan
Badan Usaha Milik Daerah disampaikan kepada Pejabat melalui saluran hirarki. (3) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan pemerintahan di Desa disampaikan kepada Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan melalui saluran hirarki. b. Daftar Keluarga dan pas foto tersebut dikirimkan oleh atasan langsung kepada pejabat dengan surat pengantar menurut contoh sebagaimana tersebut dalam lampiran XXVII Surat edaran ini. c. Daftar Keluarga dan pas foto Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun, dikirimkan oleh Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara dengan surat pengantar yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXVIII Surat Edaran ini. XII. KARTU ISTRI / SUAMI 1. UMUM a. Kepada setiap istri Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu istri,disingkat KARIS, dan kepada setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Suami, disingkat KARSU. b. KARIS/KARSU adalah kartu identitas istri / suami Pegawai Negeri Sipil, dalam arti bahwa pemegangnya adalah istri / suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. c. KARIS/KARSU berlaku selama yang bersangkutan menjadi istri / suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. d. Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada istri/ suaminya dengan sendirinya tidak berlaku lagi. e. Apabila seorang istri / suami Pegawai Negeri Sipil bercerai, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepadanya, dengan sendirinya tidak berlaku lagi, tetapi apabila ia rujuk / kawin kembali dengan bekas suami / istrinya, maka KARIS/KARSU tersebut dengan sendirinya berlaku kembali. f. Apabila Pegawai Negeri Sipil berhenti dengan hormat dengan hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada istri / suaminya tetap berlaku, begitu juga apabila Pegawai Negeri Sipil atau pensiunan Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia, maka
KARIS/KARSU tetap berlaku selama masih ada janda / duda /anak yang berhak atas pensiun. 2. PENETAPAN KARIS / KARSU a. KARIS / KARSU bagi suami / istri Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun, ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. b. KARIS / KARSU bagi istri / suami pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, ditetapkan oleh pimpinan Bank/Badan Usaha bs. c. KARIS / KARSU bagi istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, ditetapkan oleh Bupati Kepada Daerah Tk. II yang bersangkutan. d. Bentuk, ukuran, warna dan isi KARIS / KARSU, ditetapkan tersendiri dengan Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. 3. TATA CARA PERMINTAAN, PENETAPAN, DAN PENYAMPAIAN KARIS / KARSU. a. KARIS / KARSU BAGI ISTRI / SUAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 DAN PEGAWAI BULANAN DI SAMPING PENSIUN. (1) UMUM (a) KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan disamping pensiun yang perkawinannya berlangsung sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara setelah Daftar Keluarga dan pas foto diterima dari pimpinan instansi yang bersangkutan. (b) KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun , yang perkawinannya dilangsungkan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara setelah diterima laporan perkawinan dan pas foto dari pimpinan instansi yang bersangkutan.
(c) KARIS / KARSU yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara dikirimkan kepada pimpinan instansi yang bersangkutan untuk disampaikan kepada istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang berkepentingan melalui saluran hirarki. (d) Penyampaian KARIS / KARSU tersebut kepada istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dilakukan secara tertulis menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXIX Surat Edaran ini. (2) KEHILANGAN KARIS / KARSU (a) Istri/suami Pegawai Negeri Sipil yang kehilangan KARIS / KARSU diwajibkan membuat laporan tertulis kepada atasan langsung suami/istrinya, serendah-rendahnya Pejabat eselon IV menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXX Surat Edaran ini. (b) Atasan langsung yang bersangkutan memeriksa laporan tersebut dan membuat catatan seperlunya pada tempat yang tersedia dengan ketentuan : i. Apabila laporan itu diyakini kebenarannya, maka laporan itu disahkan dengan membubuhkan tanda tangan pada laporan itu. ii. Apabila laporan itu tidak benar atau disangsikan kebenarannya, maka dicatat hal-hal yang dipandang perlu pada laporan itu dan kemudian dibubuhi tandatangan pada tempat yang tersedia. (c) Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang mengirimkan laporan kehilangan KARIS / KARSU tersebut kepada pejabat melalui saluran hirarki. (d) Pejabat yang bersangkutan mengajukan permintaan penggantian KARIS / KARSU yang hilang itu kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXXI Surat Edaran ini. (e) Berdasarkan permintaan pejabat yang bersangkutan, maka Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara mengganti KARIS / KARSU yang hilang itu dengan ketentuan sebagai berikut : i. Kehilangan KARIS / KARSU karena kesalahan atau kelalaian, maka istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan diwajibkan membayar harga KARIS / KARSU menurut harga yang akan ditentukan kemudian. ii. Kehilangan KARIS / KARSU di luar kesalahan istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, akan diganti dengan cuma-cuma. (f) Laporan kehilangan KARIS / KARSU dibuat sekurangkurangnya dalam rangkap 3 (tiga) yaitu : i. 1 (satu) rangkap untuk pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki. ii. 1 (satu) rangkap sebagai lampiran permintaan penggantian KARIS / KARSU kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan oleh Pejabat atau pejabat yang ditunjuk olehnya. iii. 1 (satu) rangkap untuk pertinggal. (3) LAIN-LAIN Permintaan KARIS / KARSU bagi istri / suami guru Sekolah Dasar Negeri, Guru Agama pada Sekolah Dasar Negeri, dan Penjaga Sekolah Dasar Negeri yang diperbantukan pada Daerah Otonom diajukan kepada Kepada Badan Administrasi Kepegawaian Negara oleh Gubernur Kepala Daerah Tk. I yang bersangkutan. b. KARIS / KARSU BAGI ISTRI / SUAMI PEGAWAI PADA BANK MILIK NEGARA, BANK MILIK DAERAH, BADAN USAHA MILIK NEGARA, DAN BADAN USAHA MILIK DAERAH KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai pada Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Bank/ Badan Usaha yang bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan angka 1, 2, dan angka 3 huruf a. c. KARIS / KARSU BAGI ISTRI / SUAMI KEPALA DESA, PERANGKAT DESA, DAN PETUGAS YANG MENYELENGGARAKAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DESA KARIS / KARSU bagi istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan angka 1,2,dan angka 3 huruf a. XIII. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Ketentuan sebagai tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan ketentuan sebagai tersebut dalam Surat Edaran ini
2.
3.
4.
5.
tidak mengurani ketentuan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019) dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050), dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, kecuali ketentuan pasal 19 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Ketentuan sebagai tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan ketentuan Surat Edaran ini berlaku juga bagi : a. Calon Pegawai Negeri Sipil; b. Pegawai Negeri Sipil yang : (1) Diangkat menjadi Pejabat negara dan dibebaskan dari jabatan organiknya; (2) Sedang menjalani pemberhentian sementara; (3) Sedang menerima uang tunggu; (4) Sedang menjalani cuti di luar tanggungan negara; (5) Sedang menjalani tugas belajar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. (6) Sedang dipekerjakan / diperbantukan pada Badan internasional, negara sahabat, atau instansi lain. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka dinyatakan tidak berlaku lagi: a. Surat Edaran Kepala Kantor Urusan Pegawai Nomor A.07/KUP/1969 tanggal 18 Oktober 1969. b. Surat Edaran Kepala Kantor Urusan Pegawai Nomor 01/KUP/1972 tanggal 24 Januari 1972. c. Bab-B, angka II dari lampiran Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 024/KEP/1973 tanggal 15 Maret 1973. Pendaftaran keluarga yang telah dilakukan berdasarkan ketentuan Surat Edaran Kepala Kantor Urusan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam angka 3 di atas, tetap diakui sebagai pendaftaran keluarga yang berhak pensiun janda / duda. Laporan Mutasi keluarga dan Daftar Keluarga yang dimaksud dalam surat edaran ini berfungsi sebagai “pendaftaran istri / suami / anak” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906).
6. Khusus mengenai Pegawai Negeri Sipil yang berada di Propinsi Daerah Tk. I Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, maka laporan yang disampaikan dengan surat pengantar sebagaimana dimaksud dalam lampiran XXV-a s.d. XXV-H, disamping dikirimkan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara di Jakarta, dikirimkan juga masing-masing 1 (satu) rangkap kepada Kepala Kantor Wilayah I Badan Administrasi Kepegawaian Negara di Yogyakarta. XIV. PENUTUP 1. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Surat Edaran ini akan diatur kemudian. 2. Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran ini, agar menghubungi Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapatkan penyelesaian selanjutnya. 3. Seterimanya Surat Edaran ini agar pejabat hendaknya dengan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjelaskan maksud Surat Edaran ini kepada Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing. 4. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA Ttd. A.E. MANIHURUK Tembusan Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. Bapak Presiden, sebagai laporan. 2. Menteri / Sekretaris Negara, sebagai laporan. 3. Menteri Pendayagunaan aparatur negara, sebagai laporan. 4. Kepala Staf TNI Angkatan Darat. 5. Kepala Staf TNI Angkatan Laut 6. Kepala Staf TNI Angkatan Udara 7. Kepala Kepolisian Republik Indonesia 8. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan/Pusat. 9. Semua Rektor/Pimpinan Perguruan Tinggi Negara 10. Semua Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri 11. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi Vertikal. 12. Semua Camat di seluruh Indonesia. 13. Pertinggal.
LAMPIRAN I-A SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 …………………., tanggal ……………..19… Kepada Yth. …………………………………………… ………………………………………………… di ………………………………………………... LAPORAN PERKAWINAN PERTAMA 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Instansi : g. Tempat dan tanggal lahir : h. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : i. Alamat : Dengan ini memberitahukan dengan hormat, bahwa saya : a. Pada tanggal ………………………………………… b. Di ……………………………………………………………………………… Telah melangsungkan perkawinan yang pertama dengan wanita/pria *-2 sebagai tersebut di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang *-3 : d. Jabatan / Pekerjaan *-3 : e. Satuan organisasi *-3 : f. Tanggal lahir :
g. h.
Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Alamat
: :
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan : a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap …. *-4 b. Pas foto istri/suami *-1 saya ukuran 3 x 4 cm sebanyak …. Lembar *-5. 3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar : a. Dicatat perkawinan tersebut dalam Daftar Keluarga saya. b. Diselesaikan pemberian KARIS / KARSU bagi istri / suami *-2 saya. 4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya, (…………………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Coret yang tidak perlu. *-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil. *-4 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan sekurangkurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu : 1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat; 2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya; sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat. *-5 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu :
1. 1 (satu) lembar untuk pejabat; 2. 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya; sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) lembar yaitu untuk pejabat. ______________________
LAMPIRAN I-B SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 …………………., tanggal ……………..19… Kepada Yth. …………………………………………… ………………………………………………… di ………………………………………………... LAPORAN PERKAWINAN JANDA/DUDA 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Instansi : g. Tempat dan tanggal lahir : h. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : i. Alamat : Dengan ini memberitahukan dengan hormat, bahwa saya : a. Pada tanggal ………………………………………… b. Di ……………………………………………………………………………… Telah melangsungkan perkawinan lagi dengan wanita/pria *-2 sebagai tersebut di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang *-3 : d. Jabatan / Pekerjaan *-3 : e. Satuan organisasi *-3 : f. Tanggal lahir : g. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : h. Alamat :
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan : a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap …. *-4 b. Pas foto istri/suami *-1 saya ukuran 3 x 4 cm sebanyak …. Lembar *-5. 3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar : a. Dicatat perkawinan tersebut dalam Daftar Keluarga saya. b. Diselesaikan pemberian KARIS / KARSU bagi istri / suami *-2 saya. 4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya, (…………………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Coret yang tidak perlu. *-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil. *-4 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan sekurangkurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu : 1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat; 2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya; sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat.
*-5
Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu : 1. 1 (satu) lembar untuk pejabat; 2. 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya; sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) lembar yaitu untuk pejabat. ______________________
LAMPIRAN II-A SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 SURAT PERNYATAAN MENYAKSIKAN PERBUATAN ZINAH
I.
II.
III.
1. 2. 3.
Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : 2. NIP/Nomor Identitas *-1 : 3. Pangkat/golongan ruang *-2 : 4. Jabatan / pekerjaan *-2 : 5. Tanggal lahir : 6. Alamat : 1. Nama : 2. NIP/Nomor Identitas *-1 : 3. Pangkat/golongan ruang *-2 : 4. Jabatan / pekerjaan *-2 : 5. Tanggal lahir : 6. Alamat : dan seterusnya Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa : 1. Nama : 2. NIP/Nomor Identitas *-1 : 3. Pangkat/golongan ruang *-2 : 4. Jabatan / pekerjaan *-2 : 5. Satuan Organisasi : 6. Alamat : telah melakukan zinah pada tanggal …………………………………….. jam………………………………….. di …………………………………………. Dengan seorang wanita/pria *-3 yang mengaku bernama ………………… …………………………………………………………………. Adapun kami mengetahui kejadian perzinahan itu adalah sebagai berikut: ……………………………………………………………………………………. ……….…………………………………………………………………………… dan seterusnya.
Demikianlah pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari ternyata pernyataan kami ini tidak benar, kami bersedia menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib. ………………………………….., tanggal …………………….. Kami yang membuat pernyataan :
1. (…………………………….) NIP/Nomor Identitas *-1
2. (………………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
Mengetahui : ( …………………………. ) CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil. *-3 Coret yang tidak perlu.
LAMPIRAN II-B SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 LAPORAN PERBUATAN ZINAH
I.
1. 2. 3.
Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : 2. NIP/Nomor Identitas *-1 : 3. Pangkat/golongan ruang *-2 : 4. Jabatan / pekerjaan *-2 : 5. Satuan Organisasi : 6. Istri / Suami *-3 dari : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang *-2 : d. Jabatan / pekerjaan *-2 : e. Satuan Organisasi : 7. Alamat : Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa istri/suami *-3 saya : 1. Nama : 2. NIP/Nomor Identitas *-1 : 3. Pangkat/golongan ruang *-2 : 4. Jabatan / pekerjaan *-2 : 5. Satuan Organisasi : 6. Alamat : telah melakukan zinah pada tanggal …………………………………….. jam………………………………….. di …………………………………………. Dengan seorang wanita/pria *-3 yang mengaku bernama ………………… …………………………………………………………………. Adapun kami mengetahui kejadian perzinahan itu adalah sebagai berikut: ……………………………………………………………………………………. ……….…………………………………………………………………………… dan seterusnya.
Demikianlah laporan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari ternyata pernyataan kami ini tidak benar, kami bersedia menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib. ………………………….., tanggal …………….. Kami yang membuat pernyataan :
(…………………………….) NIP/Nomor Identitas *-1 CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil. *-3 Coret yang tidak perlu.
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983
SURAT PERNYATAAN PEMADAT/PEMABUK/PENJUDI *-1
I.
II.
1. 2. 3.
Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang *-3 : 4. Jabatan / pekerjaan *-3 : 5. Satuan Organisasi *-3 : 6. Tanggal lahir : 7. Alamat : 1. Nama : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang *-3 : 4. Jabatan / pekerjaan *-3 : 5. Satuan Organisasi *-3 : 6. Tanggal lahir : 7. Alamat : Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa : 1. Nama : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang *-3 : 4. Jabatan / pekerjaan *-3 : 5. Satuan Organisasi *-3 : 6. Alamat : kami kenal sejak tanggal ……………………….. sebagai pemadat/ pemabuk/ penjudi *-1 yang sukar disembuhkan, dengan keterangan sebagai berikut : ……………………………………………………………………………………. ……….…………………………………………………………………………… dan seterusnya.
Demikianlah pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari ternyata pernyataan kami ini tidak benar, kami bersedia menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib. ………………………………….., tanggal …………………….. Kami yang membuat pernyataan :
1. (…………………………….) NIP/Nomor Identitas *-2
2. (………………………………) NIP/Nomor Identitas *-2
Mengetahui :
( …………………………. ) CATATAN : *-1 Coret yang tidak perlu *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
LAMPIRAN IV SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 …………………., tanggal ……………..19… Kepada Yth. …………………………………………… ………………………………………………… di ………………………………………………... SURAT PERMINTAAN IJIN UNTUK MELAKUKAN PERCERAIAN 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang *-3 : d. Jabatan / Pekerjaan *-3 : e. Satuan organisasi : f. Tanggal lahir : g. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : h. Alamat : Dengan ini mengajukan permintaan agar saya diijinkan untuk melakukan perceraian dengan istri / suami *-2 saya : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang *-3 : d. Jabatan / Pekerjaan *-3 : e. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : f. Alamat : 2. Adapun alasan-alasan yang mendasari permintaan ijin untuk melakukan perceraian adalah : a. …………………………………………………………………………………… b. …………………………………………………………………………………… c. dan seterusnya
3. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan : a. …………………………………………………………………………………… b. …………………………………………………………………………………… c. dan seterusnya 4. Demikian surat permintaan ijin ini saya buat dengan sesungguhnya dan agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. ………………………….., tanggal …………….. Yang meminta ijin:
(…………………………….) NIP/Nomor Identitas *-1 CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Coret yang tidak perlu. *-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
LAMPIRAN V SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 KEPUTUSAN PENOLAKAN PERMINTAAN IJIN PERCERAIAN NOMOR : ………………………………. ………………………………………………………… *-1
Membaca
:
Menimbang
:
Surat tanggal ……………………. Yang diajukan oleh : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang : 4. Jabatan / Pekerjaan : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Tentang permintaan ijin untuk melakukan perceraian dengan istri/suaminya *-3 : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang *-4 : 4. Jabatan / Pekerjaan *-4 : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : 7. Alamat : a. bahwa alasan – alasan dan bukti – bukti yang dikemukakan oleh Sdr. …………………………….. tersebut untuk melakukan perceraian itu bertentangan dengan akal sehat dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. dst. * -5 ……… bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan di atas dipandang perlu menolak permintaan ijin perceraian yang diajukan oleh Sdr. ………………………………. tersebut.
Mengingat
:
Memperhatikan :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); 6. dst. *-8 7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250) ; ………………… Surat Keputusan ………………………… Nomor …………………………… tanggal …………………….. tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan ………………. *-9. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983. MEMUTUSKAN
Menetapkan PERTAMA
: :
Menolak permintaan ijin untuk melakukan perceraian yang diajukan pada tanggal …………………. Oleh : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang :
KEDUA KETIGA
: :
4. Jabatan / Pekerjaan : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Pada tanggal …………………………………………. *-1 (…………………………………………….) NIP/Nomor Identitas *-2
TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. ………………………………………………………. 2. dst. CATATAN : *-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan. *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-3 Coret yang tidak perlu. *-4 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil. *-5 Tulislah alasan lain yang menjadi sebab penolakan permintaan ijin perceraian, apabila ada. *-6 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah. *-7 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa *-8 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang dianggap perlu, apabila ada. *-9 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.
LAMPIRAN VI SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 KEPUTUSAN PEMBERIAN IJIN PERCERAIAN NOMOR : ………………………………. ………………………………………………………… *-1
Membaca
:
Menimbang
:
Surat tanggal ……………………. Yang diajukan oleh : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang : 4. Jabatan / Pekerjaan : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Tentang permintaan ijin untuk melakukan perceraian dengan istri/suaminya *-3 : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang *-4 : 4. Jabatan / Pekerjaan *-4 : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : 7. Alamat : a. bahwa alasan – alasan dan bukti – bukti yang dikemukakan oleh Sdr. …………………………….. tersebut untuk melakukan perceraian itu bertentangan dengan akal sehat dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. dst. * -5 ……… bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan di atas dipandang perlu menyetujui permintaan ijin perceraian yang diajukan oleh Sdr. ………………………………. tersebut.
Mengingat
:
Memperhatikan :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); 11. dst. *-8 12. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250) ; ………………… Surat Keputusan ………………………… Nomor …………………………… tanggal …………………….. tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan ………………. *-9. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983. MEMUTUSKAN
Menetapkan PERTAMA
: :
Memberikan ijin kepada: 1. N a m a 2. NIP/Nomor Identitas *-2 3. Pangkat/golongan ruang 4. Jabatan / Pekerjaan
: : : :
KEDUA KETIGA
: :
5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Untuk melakukan perceraian dengan istri / suaminya *-3 : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang : 4. Jabatan / Pekerjaan*-4 : 5. Satuan organisasi*-4 : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : 7. Alamat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Pada tanggal …………………………………………. *-1
(…………………………………………….) NIP/Nomor Identitas *-2 TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. ………………………………………………………. 2. dst. CATATAN : *-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan. *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-3 Coret yang tidak perlu. *-4 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil. *-5 Tulislah alasan lain yang menjadi sebab penolakan permintaan ijin perceraian, apabila ada. *-6 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah.
*-7
*-8 *-9
Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang dianggap perlu, apabila ada. Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.
LAMPIRAN VII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 …………………., tanggal …………………… Kepada Yth. …………………………………………… ………………………………………………… di ………………………………………………... LAPORAN PERCERAIAN 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Dengan ini melaporkan dengan hormat, bahwa sesuai dengan Keputusan ………………………. *-2, Nomor ……………………. Tanggal …………………. Tentang Pemberian Ijin Perceraian dan surat cerai/akta perceraian dari Pengadilan Agama / Pengadilan Negeri *-3 ………………….. Nomor …………………. Tanggal ………………………., saya telah melakukan perceraian dengan istri / suami *-3 saya : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang *-4 : d. Jabatan / Pekerjaan *-4 : e. Satuan organisasi *-4 : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : g. Alamat : 2. Bersama ini saya lampirkan salinan sah surat cerai / akta perceraian dalam rangkap ………………. ( …………………… )
3. Demikian untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya. Hormat saya,
(…………………………….) NIP/Nomor Identitas *-1 CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Tulislah nama jabatan pejabat yang mengeluarkan keputusan. *-3 Coret yang tidak perlu. *-4 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 SURAT JAMINAN BERLAKU ADIL 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas * : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : Agama/kepercayaan terhadap f. Tuhan Yang Maha Esa : Dengan ini menyatakan dengan sungguh-sungguh, bahwa apabila saya diijinkan untuk kawin ke ….. dengan wanita sebagai tersebut di bawah ini : a. Nama : b. Tanggal lahir : c. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : d. Alamat : Saya akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak saya : 2. Demikian surat jaminan berlaku adil ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari ternyata saya tidak memenuhi isi surat jaminan ini maka saya bersedia menerima segala tindakan yang diambil oleh Pejabat yang berwenang. …………………..,tanggal ……………. Yang Membuat Jaminan (…………………………….) NIP/Nomor Identitas * CATATAN : * Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada.
LAMPIRAN IX SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 …………………., tanggal …………………… Kepada Yth. …………………………………………… ………………………………………………… di ………………………………………………... SURAT PERMINTAAN IJIN UNTUK BERISTRI LEBIH DARI SEORANG 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap g. Tuhan Yang Maha Esa : Dengan ini mengajukan permintaan agar saya diijinkan kawin dengan calon istri ke….. sebagai tersebut di bawah ini : a. Nama : b. Tanggal lahir : c. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : d. Alamat : 2. Adapun alasan-alasan untuk beristri lebih dari seorang adalah sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. dan seterusnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan : a. Surat persetujuan dari istri ke …. b. Salinan sah surat keterangan pajak penghasilan. c. Surat jaminan berlaku adil. d. Surat keterangan dari dokter pemerintah yang menyatakan bahwa : (1) Istri saya yang ke …. Mendapat penyakit jasmani / rohani yang sukar disembuhkan sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai istri *-2. (2) Istri saya yang ke …. Mendapat cacat badan / penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan *-2 (3) Istri saya yang ke … tidak dapat melahirkan keturunan walaupun kami telah menikah ….. tahun *-2 e. Surat keterangan dari ………….... *.3 yang menyatakan bahwa tidak akan mengganggu tugas kedinasan, apabila saya kawin dengan istri ke … 4. Demikian surat permintaan ijin ini saya buat dengan sesungguhnya, untuk digunakan sebagaimana mestinya. Yang Meminta ijin
(…………………………….) NIP/Nomor Identitas *-1 CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Lampirkan salah satu surat keterangan atau lebih dari dokter pemerintah sehubungan dengan alasan yang dimaksudkan *-3 Tulislah jabatan dari atasan yang menyatakan bahwa perkawinan yang akan dilangsungkan tidak akan mengganggu tugas kedinasan.
LAMPIRAN X
SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983
SURAT KETERANGAN MENGGANGGU TUGAS KEDINASAN NOMOR : ………………………. 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas * : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Atasan langsung dari : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas * : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Dengan ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa apabila Saudara …………………….. tersebut kawin dengan calon istri ke …. Yaitu : a. Nama : b. Tanggal lahir : c. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : d. Alamat : akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas kedinasannya. 2. Demikian surat keterangan ini saya buat dengan sesungguhnya dengan mengingat sumpah jabatan.
…………………..,tanggal ……………. ……………………………………….
(…………………………….) NIP/Nomor Identitas * CATATAN : * Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada.
LAMPIRAN XI
SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983
SURAT KETERANGAN TIDAK MENGGANGGU TUGAS KEDINASAN NOMOR : ………………………. 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas * : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Atasan langsung dari : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas * : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Dengan ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa apabila Saudara …………………….. tersebut kawin dengan calon istri ke …. Yaitu : a. Nama : b. Tanggal lahir : c. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : d. Alamat : Tidak akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas kedinasannya. 3. Demikian surat keterangan ini saya buat dengan sesungguhnya dengan mengingat sumpah jabatan.
…………………..,tanggal ……………. ……………………………………….
(…………………………….) NIP/Nomor Identitas * CATATAN : * Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada.
LAMPIRAN XII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 KEPUTUSAN PENOLAKAN PERMINTAAN IJIN UNTUK BERISTRI LEBIH DARI SEORANG NOMOR : ………………………………. ………………………………………………………… *-1
Membaca
:
Menimbang
:
Surat tanggal ……………………. Yang diajukan oleh : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang : 4. Jabatan / Pekerjaan : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Tentang permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke…. Sebagai tersebut di bawah ini : 1. N a m a : 2. Tanggal lahir : 3. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : 4. Alamat : a. bahwa alasan – alasan dan bukti – bukti yang dikemukakan oleh Sdr. …………………………….. tersebut untuk kawin dengan istri ke …… bertentangan dengan akal sehat dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. dst. * -3 ……… bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan di atas dipandang perlu menolak permintaan ijin yang diajukan oleh Sdr. ………………………………. tersebut.
Mengingat
:
Memperhatikan :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); 6. dst. *-6 7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250) ; ………………… Surat Keputusan ………………………… Nomor …………………………… tanggal …………………….. tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan ………………. *-7. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983. MEMUTUSKAN
Menetapkan PERTAMA
: :
Menolak permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke ………. yang diajukan oleh : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang :
KEDUA KETIGA
: :
4. Jabatan / Pekerjaan : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Pada tanggal …………………………………………. *-1 (…………………………………………….) NIP/Nomor Identitas *-2
TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. ………………………………………………………. 2. dst. CATATAN : *-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan. *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-3 Tulislah alasan-alasan lain yang menjadi sebab penolakan permintaan ijin beristri lebih dari seorang, apabila ada. *-4 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah. *-5 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa *-6 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang dianggap perlu, apabila ada. *-7 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.
LAMPIRAN XIII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 KEPUTUSAN PEMBERIAN IJIN UNTUK BERISTRI LEBIH DARI SEORANG NOMOR : ………………………………. ………………………………………………………… *-1
Membaca
:
Menimbang
:
Surat tanggal ……………………. Yang diajukan oleh : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang : 4. Jabatan / Pekerjaan : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Tentang permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke…. Sebagai tersebut di bawah ini : 1. N a m a : 2. Tanggal lahir : 3. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : 4. Alamat : a. bahwa alasan – alasan dan bukti – bukti yang dikemukakan oleh Sdr. …………………………….. tersebut untuk kawin dengan istri ke …… tidak bertentangan dengan akal sehat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. dst. * -3 ……… bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan di atas dipandang perlu menyetujui permintaan ijin yang diajukan oleh Sdr. ………………………………. tersebut.
Mengingat
:
Memperhatikan :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); 6. dst. *-6 7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250) ; ………………… Surat Keputusan ………………………… Nomor …………………………… tanggal …………………….. tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan ………………. *-7. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983. MEMUTUSKAN
Menetapkan PERTAMA
: :
Memberikan ijin kepada: 1. N a m a 2. NIP/Nomor Identitas *-2 3. Pangkat/golongan ruang 4. Jabatan / Pekerjaan 5. Satuan organisasi
: : : : :
KEDUA KETIGA
: :
6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Untuk melakukan perkawinan dengan calon istri ke …. Sebagai tersebut di bawah ini : 1. N a m a : 2. Tanggal lahir : 3. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : 4. Alamat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Pada tanggal …………………………………………. *-1
(…………………………………………….) NIP/Nomor Identitas *-2 TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. ………………………………………………………. 2. dst. CATATAN : *-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan. *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-3 Tulislah alasan-alasan lain yang menjadi sebab penolakan permintaan ijin beristri lebih dari seorang, apabila ada. *-4 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah. *-5 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa *-6 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang dianggap perlu, apabila ada. *-7 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.
LAMPIRAN XIV SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 …………………., tanggal …………………… Kepada Yth. …………………………………………… ………………………………………………… di ………………………………………………... LAPORAN BERISTRI LEBIH DARI SEORANG 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Dengan ini melaporkan dengan hormat, bahwa sesuai dengan Keputusan ………………………. *-2, Nomor ……………………. Tanggal …………………. Tentang Pemberian Pemberian Ijin untuk beristri lebih dari seorang, maka : a. pada tanggal ……………………………………………. b. Di ……………………………………………., Saya telah melangsungkan perkawinan dengan istri ke ……. : a. Nama : b. Tanggal lahir : c. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : d. Alamat : 2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan : a. Salinan sah surat / akta perkawinan dalam rangkap …. *-3 b. Pas foto istri saya ukuran 3x4 cm, warna hitam putih sebanyak ….. lembar*-4
3. Berhubung dengan itu maka saya mengharapkan agar : a. Perkawinan tersebut dicatat dalam Daftar Keluarga saya. b. Diselesaikan pemberian KARIS / KARSU bagi istri saya. 4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnay untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. Hormat saya,
(…………………………….) NIP/Nomor Identitas *-1 TEMBUSAN disampaikan dengan hormat kepada : 1. 2. dst.
CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Tulislah nama jabatan pejabat yang mengeluarkan keputusan. *-3 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai mana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu : 1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat 2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat sedang bagi pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk Pejabat. *-4 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai mana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar yaitu : 1. 1 (satu) lembar untuk pejabat 2. 1 (satu) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat sedang bagi pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya 2 (dua) lembar untuk Pejabat.
LAMPIRAN XV SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 SURAT JAMINAN BERLAKU ADIL DARI CALON SUAMI YANG BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. Tanggal lahir : c. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : d. Jabatan / pekerjaan : e. Alamat : Dengan ini menyatakan dengan sungguh-sungguh apabila saya diijinkan kawin dengan Pegawai Negeri Sipil wanita : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang : d. Pekerjaan : e. Satuan Organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Sebagai istri saya ke …… *-2 saya akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak saya. 2. Demikianlah surat jaminan berlaku adil ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari ternyata saya tidak memenuhi isi surat jaminan ini, maka saya bersedia menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib. ………………………….., tanggal …………….. Yang membuat jaminan
(…………………………….) NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Tulislah akan menjadi istri yang ke berapa.
LAMPIRAN XVI SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 SURAT PERMINTAAN IJIN PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA MENJADI ISTRI KEDUA/KETIGA/KEEMPAT 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas : c. Pangkat / Golongan ruang : d. Jabatan / pekerjaan : e. Satuan Organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : g. Alamat : Dengan ini mengajukan permintaan agar saya diijinkan untuk menjadi istri ke….. dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil : a. Nama : b. Tanggal lahir : c. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : d. Pekerjaan : e. Alamat : 2. Adapun alasan-alasan yang mendasari permintaan ijin menjadi istri ke ….. adalah : a. ………………………….. b. ………………………….. c. dst. 3. sebagai bahan pertimbangan bersama ini saya lampirkan : a. Surat persetujuan dari istri calon suami. b. Surat keterangan pajak penghasilan calon suami. c. Surat jaminan berlaku adil dari calon suami.
4. Demikianlah surat permintaan ini saya buat dengan sesungguhnya dan agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Yang meminta ijin,
(…………………………….) NIP/Nomor Identitas * CATATAN : * Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada.
LAMPIRAN XVIII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 KEPUTUSAN PENOLAKAN PERMINTAAN IJIN UNTUK MENJADI ISTRI KE ……… NOMOR : ………………………………. ………………………………………………………… *-1
Membaca
:
Menimbang
:
Surat tanggal ……………………. Yang diajukan oleh : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang : 4. Jabatan / Pekerjaan : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Tentang permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke…. sebagai tersebut di bawah ini : 1. N a m a : 2. Tanggal lahir : 3. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : 4. Alamat : a. bahwa alasan – alasan dan bukti – bukti yang dikemukakan oleh Sdr. …………………………….. untuk menjadi istri ke ………………… Dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, bertentangan dengan akal sehat dan tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yang berlaku. b. dst. * -3 ……… bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan di atas, dipandang perlu menyetujui permintaan ijin yang diajukan oleh Sdr. ………………………………. tersebut.
Mengingat
:
Memperhatikan :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); 6. dst. *-6 7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250) ; ………………… Surat Keputusan ………………………… Nomor …………………………… tanggal …………………….. tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan ………………. *-7. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983. MEMUTUSKAN
Menetapkan PERTAMA
: :
Menolak permintaan ijin yang diajukan pada tanggal ……………………… oleh : 1. N a m a : 2. NIP/Nomor Identitas *-2 : 3. Pangkat/golongan ruang :
KEDUA KETIGA
: :
4. Jabatan / Pekerjaan : 5. Satuan organisasi : 6. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Untuk menjadi istri ke ……. dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut di bawah ini : 1. N a m a : 2. Tanggal lahir : 3. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : 4. Alamat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Pada tanggal …………………………………………. *-1 (…………………………………………….) NIP/Nomor Identitas *-2
TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. ………………………………………………………. 2. dst. CATATAN : *-1 Tulislah jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan. *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-3 Tulislah pertimbangan ijin yang diperlu. *-4 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah. *-5 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa
*-6 *-7
Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang dianggap perlu, apabila ada. Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.
LAMPIRAN XIX SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 LAPORAN PERKAWINAN MANJADI ISTRI 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : a. Nama : b. NIP/Nomor Identitas *-1 : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan / Pekerjaan : e. Satuan organisasi : f. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : Dengan ini memberitahukan dengan hormat, bahwa saya : a. Pada tanggal ………………………………………… b. Di ……………………………………………………………………………… Saya telah melangsungkan perkawinan dengan pria : a. N a m a : b. Tanggal lahir : c. Pekerjaan : d. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa : e. Alamat : 2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan : a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap …. *-3 b. Pas foto suami saya ukuran 3 x 4 cm, warna hitam putih sebanyak …. Lembar *-4. 3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar : a. Perkawinan tersebut dicatat dalam Daftar Keluarga saya. b. Diselesaikan pemberian KARSU bagi suami saya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya,
(…………………………………) NIP/Nomor Identitas *-1 TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. ………………………………………………………. 2. dst.
CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada. *-2 Tulislah nama jabatan pejabat yang mengeluarkan keputusan. *-3 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai mana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu : 1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat 2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat sedang bagi pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk Pejabat. *-4 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar yaitu : 1. 1 (satu) lembar untuk pejabat 2. 1 (satu) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat sedang bagi pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya 2 (dua) lembar untuk Pejabat.
LAMPIRAN XX
SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983
KEPUTUSAN ……………………………………………. *-1 NOMOR : ………………………………. TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG MENGENAI PENOLAKAN/PEMBERIAN IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN ………………………………………………………… *-2 …………………………………………………………………………….. *-1 Menimbang
:
Mengingat
:
a. bahwa dipandang perlu memberikan delegasi wewenang kepada Pejabat dalam lingkungan …………………….*-2 untuk menolak atau memberikan ijin perkawinan atau perceraian yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat golongan ruang II/d ke bawah / yang setingkat dengan itu dalam lingkungannya masingmasing ; b. bahwa para pejabat sebagai tersebut dalam lampiran keputusan ini dipandang cakap untuk menerima pemberian delegasi wewenang tersebut. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058; 7. dst. *-5 8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250) ; Memperhatikan :
Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983. MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
KEPUTUSAN …………………………. *-1 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG MENGENAI PENOLAKAN / PEMBERIAN IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN ……………………………………………………………. *-2. Pasal 1 Memberikan delegasi wewenang kepada pejabat sebagai tersebut dalam lajur 2 lampiran keputusan ini untuk menolak atau memberikan ijin perkawinan dan perceraian yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing yang berpangkat Pengatur Tk. I golongan ruang II/d ke bawah. Pasal 2 Penolakan atau pemberian ijin perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 adalah : a. Perkawinan yang akan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil pria dengan istri kedua/ketiga/keempat. b. Perkawinan yang akan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 3 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Pasal 4 Keputusan ini disampaikan kepada pejabat yang berwenang untuk diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Pada tanggal …………………………………………. *-1 (…………………………………………….) NIP/Nomor Identitas *-6 TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. ………………………………………………………. 2. dst. CATATAN : *-1 Tulislah jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan mengenai pendelegasian wewenang. *-2 Tulislah instansi dalam lingkungan mana keputusan mengenai pendelegasian wewenang berlaku. *-3 Hanya dicantumkan apabila pendelegasian wewenang meliputi wewenang penolakan / pemberian ijin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah. *-4 Hanya dicantumkan apabila pendelegasian wewenang meliputi wewenang penolakan / pemberian ijin perkawinan dan perceraian bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa. *-5 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang dianggap perlu, apabila ada. *-6 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada.
LAMPIRAN
NO
KEPUTUSAN .……………………………………… NOMOR : ………………………………………… TANGGAL : …………………………………………
PEJABAT YANG DIBERI DELEGASI WEWENANG
KETERANGAN
………………………, tgl ………………… …………………………………………….
(……………………………………………)
LAMPIRAN XXI SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 Contoh Buku Induk NIP / Nomor Identitas * 1. NAMA : 2. STATUS : 3. PANGKAT DAN GOL.RUANG : 4. TEMPAT LAHIR : 5. TAHUN LAHIR : 6. JENIS KELAMIN : 7. AGAMA : 8. INSTANSI INDUK : 9. MULAI MASUK MENJADI PNS : TGL. THN. 10. INSTANSI TEMPAT BEKERJA : 11. KABUPATEN / KOTAMADYA : 12. PROPINSI : 13. PENDIDIKAN : a. Pendidikan Umum (Dalam dan Luar Negeri) No. Nama Pendidikan Negeri/Swasta Tahun Ijazah
b. Kursus / Latihan Dalam Negeri No
Nama Kursus / Latihan
Lamanya Tahun
Bulan
b. Kursus / Latihan Luar Negeri No
Nama Kursus / Latihan
Lamanya Tahun
Bulan
14. SUSUNAN KELUARGA : a. Istri / suami ……… orang No. Nama
b. Jumlah anak : ………… orang No. Nama
15. MUTASI KEPEGAWAIAN Pejabat yang mengeluarkan No. Surat Keputusan
16. LAIN-LAIN No.
Hal-Hal
Tgl. Tahun Kawin
Jenis Kelamin
Tgl/ Tahun Lahir
Surat Keputusan Nomor Tanggal
Keterangan
Jenis Mutasi
Keterangan
Catatan : * Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada.
LAMPIRAN XXII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 LAPORAN KELAHIRAN/PERTAMBAHAN ANAK Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama 2. NIP/Nomor Identitas *-1 3. Pangkat/golongan ruang 4. Jabatan / Pekerjaan 5. Satuan organisasi 6. Alamat
: : : : : :
Dengan ini melaporkan kelahiran/pertambahan *-1 anak saya yang ke …. (………..)sebagai tersebut dibawah ini : NO
NAMA
1
2
JENIS KELAMIN 3
TANGGAL LAHIR *-2 4
NAMA AYAH/ IBU *-3 5
KETERANGAN 6
………………………, tgl ………………… Yang melaporkan (……………………………………………) NIP/Nomor Identitas *-1 Mengetahui …………………………………………
(…………………………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 atau Nomor Identitas lainnya, apabila ada. *-2 Lampirkan salinan sah surat keterangan /akta kelahiran *-3 Tulis nama ibu apabila yang melaporkan ayahnya atau tulislah nama ayah apabila yang melaporkan ibunya.
LAMPIRAN XXIII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983
LAPORAN KEMATIAN ANAK Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama 2. NIP/Nomor Identitas *-1 3. Pangkat/golongan ruang 4. Jabatan / Pekerjaan 5. Satuan organisasi 6. Alamat
: : : : : :
Dengan ini melaporkan, bahwa anak saya yang ke …. (………..) sebagai tersebut di bawah ini telah meninggal dunia : NO
NAMA
JENIS KELAMIN
TANGGAL LAHIR
1
2
3
4
TEMPAT DAN TANGGAL KEMATIAN *-2 5
NAMA AYAH/IBU *-3
KETERANGAN
6
7
Mengetahui ……..……………………
…………….., tgl. ………………….. Yang melaporkan
(……………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
(…………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 atau Nomor Identitas lainnya, apabila ada. *-2 Lampirkan salinan sah surat keterangan kematian *-3 Tulislah nama ibu, apabila yang melaporkan kematian anak adalah ayahnya; atau tulislah nama ayah, apabila yang melaporkan kematian anak adalah ibunya.
LAMPIRAN XXIV SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983
LAPORAN KEMATIAN ISTRI / SUAMI Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama 2. NIP/Nomor Identitas *-1 3. Pangkat/golongan ruang 4. Jabatan / Pekerjaan 5. Satuan organisasi 6. Alamat
: : : : : :
Dengan ini melaporkan kematian suami / istri *-2 saya sebagai tersebut di bawah ini: NO
NAMA
TANGGAL LAHIR
TANGAL PERKAWINAN
1
2
3
4
TEMPAT DAN TANGGAL KEMATIAN *-2 5
Mengetahui ……..……………………
…………….., tgl. ………………….. Yang melaporkan
(……………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
(…………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
KETERANGAN 6
CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 atau Nomor Identitas lainnya, apabila ada. *-2 Coret yang tidak perlu *-3 Lampirkan salinan sah surat keterangan kematian.
LAMPIRAN XXVA SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 ……………………………, tanggal …………… Nomor : Kepada Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi Lampiran : Kepegawaian Negara Perihal : Laporan perkawinan pertama Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Pegawai Negeri Sipil. Di JAKARTA
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini telah melangsungkan perkawinan yang pertama, dengan permintaan agar KARIS / KARSU bagi istri/ suami yang bersangkutan dapat hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami. 2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu) b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu) c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masingmasing sebanyak 2 (dua) lembar. 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
………………………………….. *
(……………………………………………) NIP CATATAN : * Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
LAMPIRAN SURAT …………………………………………….. NOMOR : …………………………………….. TANGGAL : …………………………………….. Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan Perkawinan Pertama Kawin Dengan No
Nama
NIP
Jenis Kelamin
Pangkat Gol.Ruang
Nama
1
2
3
4
5
6
Bahan Kelengkapan yang dilampirkan Laporan Salinan sah Tanggal Perkawinan surat nikah/ Pas foto Perkawinan dalam akta sebanyak rangkap perkawinan 7 8 9 10
Ket.
11
………………………. Tgl. ……………………. …………………………………………..
……………………………….. NIP.
LAMPIRAN XXVB SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 ……………………………, tanggal …………… Nomor : Kepada Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi Lampiran : Kepegawaian Negara Perihal : Laporan perkawinan duda/janda Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Pegawai Negeri Sipil. Di JAKARTA
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini telah melangsungkan perkawinan lagi setelah menduda/menjanda beberap lama, dengan permintaan agar KARIS / KARSU bagi istri/ suami yang bersangkutan dapat hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami. 2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu) b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu) c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masingmasing sebanyak 2 (dua) lembar. 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya. ………………………………….. *
(……………………………………………) NIP CATATAN : * Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
LAMPIRAN SURAT …………………………………………….. NOMOR : …………………………………….. TANGGAL : …………………………………….. Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan Perkawinan lagi Kawin Dengan No
Nama
NIP
Jenis Kelamin
Pangkat Gol.Ruang
Nama
1
2
3
4
5
6
Bahan Kelengkapan yang dilampirkan Laporan Salinan sah Tanggal Perkawinan surat nikah/ Pas foto Perkawinan dalam akta sebanyak rangkap perkawinan 7 8 9 10
Ket.
11
………………………. Tgl. ……………………. …………………………………………..
……………………………….. NIP.
LAMPIRAN XXVC SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983
Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : Konfidensil : : Laporan perceraian
……………………………, tanggal …………… Kepada Yth. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Di JAKARTA
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa saya Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini telah melakukan perceraian. 2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Laporan perceraian masing-masing dalam rangkap 1 (satu) b. Salinan sah surat cerai / keputusan perceraian masing-masing dalam rangkap 1 (satu) 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
………………………………….. *
(……………………………………………) NIP CATATAN : * Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
LAMPIRAN SURAT …………………………………………….. NOMOR : …………………………………….. TANGGAL : …………………………………….. Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Perceraian Kawin Dengan No
Nama
NIP
Jenis Kelamin
Pangkat Gol.Ruang
Nama
Tanggal Perceraian
1
2
3
4
5
6
7
Bahan Kelengkapan yang dilampirkan Laporan Salinan sah perceraian surat cerai/ Pas foto dalam keputusan sebanyak rangkap perceraian 8 9 10
Ket.
11
………………………. Tgl. ……………………. …………………………………………..
……………………………….. NIP.
LAMPIRAN XXVD SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 ……………………………, tanggal …………… Nomor : Kepada Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi Lampiran : Kepegawaian Negara Perihal : Laporan Pegawai Negeri Sipil Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Yang beristri lebih dari seorang. Di JAKARTA
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa saya Pegawai Negeri Sipil yang beristri lebih dari seorang sebagai tersebut dalam lampiran surat ini, dengan permintaan agar KARIS / KARSU bagi yang bersangkutan dapat hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami. 2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu) b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu) c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masingmasing sebanyak 2 (dua) lembar. 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
………………………………….. *
(……………………………………………) NIP CATATAN : * Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
LAMPIRAN SURAT …………………………………………….. NOMOR : …………………………………….. TANGGAL : …………………………………….. Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan Perkawinan Pertama Kawin Dengan No
Nama
NIP
Pangkat Gol.Ruang
Nama
Istri ke
1
2
3
4
5
6
Bahan Kelengkapan yang dilampirkan Laporan Salinan sah Tanggal Perkawinan surat nikah/ Pas foto Perkawinan dalam akta sebanyak rangkap perkawinan 7 8 9 10
Ket.
11
………………………. Tgl. ……………………. …………………………………………..
……………………………….. NIP.
LAMPIRAN XXVE SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 ……………………………, tanggal …………… Nomor : Kepada Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi Lampiran : Kepegawaian Negara Perihal : Laporan perkawinan Pegawai Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Negeri Sipil wanita menjadi Di Istri kedua/ketiga/keempat JAKARTA Dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil 1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini, dengan permintaan agar KARSU bagi suami yang bersangkutan dapat hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami. 2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu) b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu) c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masing-masing sebanyak 2 (dua) lembar. 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya. ………………………………….. *
(……………………………………………) NIP CATATAN : * Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
LAMPIRAN SURAT …………………………………………….. NOMOR : …………………………………….. TANGGAL : …………………………………….. Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil Kawin Dengan No
Nam a
NIP
Pangkat Gol.Ruang
Nama
Tanggal perkawinan
Istri ke
1
2
3
4
5
6
7
Bahan Kelengkapan yang dilampirkan Laporan Salinan sah Perkawinan surat nikah/ Pas foto dalam akta sebanyak rangkap perkawinan 8 9 10
Ket.
11
………………………. Tgl. ……………………. …………………………………………..
……………………………….. NIP.
LAMPIRAN XXVF SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 ……………………………, tanggal …………… Nomor : Kepada Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi Lampiran : Kepegawaian Negara Perihal : Laporan kelahiran / Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Pertambahan anak Di Pegawai Negeri Sipil. JAKARTA
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, kelahiran / pertambahan anak dari Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini. 2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Laporan kelahiran / pertambahan anak masing-masing dalam rangkap 1 (satu) b. Salinan sah surat kelahiran / akta kelahiran masing-masing dalam rangkap 1 (satu) 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
………………………………….. *
(……………………………………………) NIP CATATAN : * Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
LAMPIRAN SURAT …………………………………………….. NOMOR : …………………………………….. TANGGAL : …………………………………….. Kelahiran anak Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan No
1
Nama
NIP
2
3
Anak
Pangkat Jenis Gol. Kelamin Ruang 4
5
Nama
Ke
6
7
Bahan Kelengkapan
Tanggal Jenis Lahir Kelamin
8
9
Laporan Pertambah an anak dalam rangkap 10
Salinan sah surat kelahiran / akta kelahiran dalam rangkap 11
Ket.
12
………………………. Tgl. ……………………. …………………………………………..
……………………………….. NIP.
LAMPIRAN XXVG SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 ……………………………, tanggal …………… Nomor : Kepada Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi Lampiran : Kepegawaian Negara Perihal : Laporan kematian Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Anak Pegawai Negeri Sipil. Di JAKARTA
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, kematian anak Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini. 2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Laporan kematian masing-masing dalam rangkap 1 (satu) b. Surat kematian masing-masing dalam rangkap 1 (satu) 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
………………………………….. *
(……………………………………………) NIP CATATAN : * Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
LAMPIRAN SURAT …………………………………………….. NOMOR : …………………………………….. TANGGAL : …………………………………….. Kematian anak Pegawai Negeri Sipil
No
1
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan Pangkat Jenis Nama NIP Gol. Kelamin Ruang 2 3 4 5
Anak
Bahan Kelengkapan
Nama
Ke
Tanggal Kematian
6
7
8
Laporan Kematian 9
Salinan sah surat kematian dalam rangkap 10
Ket.
11
………………………. Tgl. ……………………. …………………………………………..
……………………………….. NIP.
LAMPIRAN XXVH SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 ……………………………, tanggal …………… Nomor : Kepada Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi Lampiran : Kepegawaian Negara Perihal : Laporan kematian Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Istri / suami Pegawai Negeri Sipil. Di JAKARTA
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, Pegawai Negeri Sipil yang istri / suaminya meninggal dunia sebagai tersebut dalam lampiran surat ini. 2. Sebagai kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Laporan kematian istri / suami masing-masing dalam rangkap 1 (satu) b. Surat keterangan kematian masing-masing dalam rangkap 1 (satu) 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
………………………………….. *1
(……………………………………………) NIP CATATAN : *-1 Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini. *-2 Hanya diisi, apabila yang meninggal istri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
LAMPIRAN SURAT …………………………………………….. NOMOR : …………………………………….. TANGGAL : …………………………………….. Kematian anak Pegawai Negeri Sipil
No
1
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan Pangkat Jenis Nama NIP Gol. Kelamin Ruang 2 3 4 5
Anak
Bahan Kelengkapan
Nama
Ke*-2
Tanggal Kematian
Laporan Kematian
6
7
8
9
Salinan sah surat kematian dalam rangkap 10
Ket.
11
………………………. Tgl. ……………………. …………………………………………..
……………………………….. NIP.
LAMPIRAN XXVI SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 DAFTAR KELUARGA PEGAWAI NEGERI SIPIL I.
KETERANGAN PERORANGAN : 1. N a m a 2. NIP/Nomor Identitas *-1 3. Pangkat / Golongan ruang 4. Jabatan / Pekerjaan 5. Satuan Organisasi 6. Tanggal Lahir 7. Jenis Kelamin 8. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 9. Alamat
II.
SUSUNAN KELUARGA
A.
ISTRI / SUAMI *-3
: : : : : : : : : : *-2
NO
NAMA
TANGGAL LAHIR
1
2
3
TANGGAL PERKAWINAN
ALAMAT
4
5
TANDA TANGAN ISTRI/ SUAMI *-3 6
KET.
7
B.
ANAK
NO
NAMA
JENIS KELAMIN
1
2
3
TANGGAL LAHIR 4
NAMA IBU/AYAH *-3 5
KET. 6
………………………………… *-4
…………………… Tgl. ……..…………
(………………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
(………………………………) NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN : *-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 atau Nomor Identitas bagi pegawai lain, apabila ada. *-2 Cantumkan semua istri dan semua anak, bukan hanya anak yang tercantum dalam daftar gaji. *-3 Coret yang tidak perlu. *-4 Disahkan oleh atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya eselon IV atau yang setingkat dengan itu.
LAMPIRAN XXVII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 …………………… tgl ………………………….. Nomor : Sifat : Konfidensial Lampiran: Perihal : Daftar Keluarga Pegawai Negeri Sipil.
Kepada Yth. ……………………………… di ………………………..
1. Dengan ini disampaikan dengan hormat, Daftar Keluarga Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut dalam lampiran surat ini. 2. Sebagai kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Daftar Keluarga, masing-masing-masing-masing dalam rangkap ………………….. b. Pas foto istri / suami ukuran 3 x 4 cm, warna hitam putih masing-masing sebanyak ……….. lembar. 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
…………………………..………… *-1
(………………………………) NIP/Nomor Identitas *-2 CATATAN : *-1 Tulislah jabatan Pejabat yang menanda tangani surat pengantar Daftar Keluarga. *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 atau Nomor Identitas bagi pegawai lain, apabila ada.
LAMPIRAN SURAT …………………………………... NOMOR : ……………………………….. TANGGAL : …………………………….. PENGIRIMAN DAFTAR KELUARGA
No.
Nama
NIP
Jenis Kelamin
1
2
3
4
Pangkat/ Gol. Ruang
5
Bahan Kelengkapan yang dilampirkan Pas foto Daftar Istri/ Keluarga Suami Dalam Rangkap sebanyak 6 7
…………………… tgl. …………… …………………………..………… *-1
(………………………………) NIP/Nomor Identitas *-2
Keterangan
8
LAMPIRAN XXVIII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 …………………… tgl ………………………….. Nomor : Sifat : Konfidensial Lampiran: Perihal : Daftar Keluarga Pegawai Negeri Sipil.
Kepada Yth. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Jl. Letjen Sutoyo No. 12 di JAKARTA
1. Dengan ini disampaikan dengan hormat, Daftar Keluarga Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut dalam lampiran surat ini, dengan permintaan agar KARIS/KARSU bagi istri / suami yang bersangkutan dapat hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami. 2. Sebagai kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini dilampirkan : a. Daftar Keluarga, masing-masing-masing-masing dalam rangkap 1 (satu). b. Pas foto istri / suami ukuran 3 x 4 cm, warna hitam putih masing-masing sebanyak 2 (dua) lembar. 3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya. …………………………..………… *-1 (………………………………) NIP/Nomor Identitas *-2 CATATAN : *-1 Tulislah jabatan Pejabat yang menanda tangani surat pengantar Daftar Keluarga. *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 atau Nomor Identitas bagi pegawai lain, apabila ada.
LAMPIRAN SURAT …………………………………... NOMOR : ……………………………….. TANGGAL : …………………………….. PENGIRIMAN DAFTAR KELUARGA
No.
Nama
NIP
Jenis Kelamin
1
2
3
4
Pangkat/ Gol. Ruang
5
Bahan Kelengkapan yang dilampirkan Pas foto Daftar Istri/ Keluarga Suami Dalam Rangkap sebanyak 6 7
…………………… tgl. …………… …………………………..………… *-1
(………………………………) NIP/Nomor Identitas *-2
Keterangan
8
LAMPIRAN XXIX SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 PENYAMPAIAN KARIS / KARSU *-1 NOMOR : Dengan ini disampaikan kepada : 1. Nama : 2. Alamat : 3. Istri / suami *-1 dari : a. N a m a : b. NIP/Nomor Identitas *-2 : c. Pangkat/golongan ruang : d. Jabatan/pekerjaan : e. Satuan Organisasi : 1 (satu) KARIS/KARSU *-1 a.n. Saudara dengan nomor seri ………………. Dengan permintaan agar dipelihara dengan baik untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. Sesampainya surat ini diminta agar Saudara menandatangani lembaran tersebut di bawah ini dan kemudian mengirimkannya kembali kepada kami. ……………….. tanggal ………………… Kepala Biro/Bagian Kepegawaian *-1 ( ……………………………………… ) NIP/Nomor Identitas *-2 Kepada Yth. Kepala Biro / Bagian Kepegawaian Di __________________ Pada hari ini ………………………. Tanggal ………………………. Telah diterima dari Kepala Biro / Bagian Kepegawaian ……… (satu) KARIS/KARSU *-1 a.n. …………………………….. Nomor Seri ……………………………………. Yagn disampaikan kepada saya dengan Surat Nomor ……………………………………………………. Tanggal …………………………………………….. ………………………, tanggal ………………… Yang menerima ( …………………………………..) Catatan : *-1 Coret yang tidak perlu *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 atau Nomor Identitas bagi pegawai lain, apabila ada.
LAMPIRAN XXX SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 ……………. Tgl. ..………………………. Kepada Yth. Kepala Biro / Bagian Kepegawaian*1 ……………………………….. Di __________________
1. Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : a. Nama : b. Alamat : c. Istri / suami *-1 dari : Nama : NIP/Nomor Identitas *-2 : Pangkat/golongan ruang : Jabatan/pekerjaan : Satuan Organisasi : Dengan ini melaporkan dengan hormat, bahwa saya telah kehilangan KARIS/KARSU *-1 Nomor Seri ………………………… pada tanggal …………………………… 2. Keterangan tentang sebab-sebab hilangnya KARIS/KARSU *-1 saya itu adalah sebagai berikut : a. ……………………………………………………………. b. ……………………………………………………………. c. ……………………………………………………………. d. dan seterusnya. 3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar dapat hendaknya diselesaikan penggantian KARIS/KARSU *-1 yang hilang itu, dan segala resiko yang timbul sebagai akibat hilangnya KARIS/KARSU *-1 itu akan saya tanggung sebagaimana mestinya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnay untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya,
( ………………………….. ) CATATAN PEJABAT : *-3 ……………………….. tgl. …………………… ……………………………………. *-4
( …………………………… ) *-1 Coret yang tidak perlu. *-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 atau Nomor Identitas bagi pegawai lain, apabila ada. *-3 Tulislah hal-hal yang dipandang perlu dalam kolom catatan dan kemudian dibubuhi tanda tangan. *-4 Tulislah nama jabatan Pejabat yang membuat catatan.
LAMPIRAN XXXI SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 08/SE/1983 TANGGAL: 26 APRIL 1983 ……………. Tgl. ..………………………. Nomor : Sifat : Konfidensial Lampiran: Perihal : Permintaan penggantian KARIS/KARSU
Kepada Yth. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Jl. Letjen Sutoyo No. 12 di JAKARTA
1. Bersama ini diberitahukan dengan hormat bahwa KARIS/KARSU *1 Nomor Seri : ………………….. : a. Nama : b. Alamat : c. Istri / suami *-1 dari : (1) N a m a : (2) NIP/Nomor Identitas *-2 : (3) Pangkat/golongan ruang : (4) Jabatan/pekerjaan : (5) Satuan Organisasi : Dengan laporan tanggal …………………………… dilaporkan telah hilang. 2. Setelah diadakan penelitian ternyata hilangnya KARIS/KARSU tersebut adalah di luar / atas kelalaian *-1 istri / suami *-1 Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Untuk jelasnya tembusan dari laporan kehilangan KARIS/KARSU *-1 tersebut dilampirkan pula pada surat ini. 3. Berhubung dengan itu, diminta agar kepada istri / suami *-1 Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat diberikan KARIS/KARSU *-1 pengganti. 4. Demikian atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.
……………………….. tgl. …………………… ……………………………………. *-2
( …………………………… ) NIP. TEMBUSAN disampaikan dengan hormat kepada : 1. ………………………………….. 2. ………………………………….
CATATAN : *-1 Coret yang tidak perlu. *-2 Tulislah jabatan Pejabat yang mengajukan permintaan penggantian KARIS/KARSU.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, dipandang perlu menetapkan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil; b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan dipandang tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II / MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3021);
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : a. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil ; b. pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja; c. hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; d. pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil; e. atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung dari pejabat yang berwenang menghukum; f. perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang berwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan kedinasan; g. peraturan kedinasan adalah peraturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau yang ada hubungannya dengan kedinasan.
BAB II KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 2 Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib :
a. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; b. mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain; c. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil; d. mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya; f. memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum; g. melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; h. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara; i. memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil; j. segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan material; k. mentaati ketentuan jam kerja; l. menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik; m. menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya; n. memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing; o. bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya; p. membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya; q. menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya; r. mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya; s. memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya; t. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan; u. berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan; v. hormat menghormati antara sesama warganegara yang memeluk agama / kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan; w. menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam masyarakat; x. mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku; y. mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang; z. memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin. Pasal 3 (1) Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang: a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil; b. menyalahgunakan wewenangnya; c. tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing; d. menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik Negara; e. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barangbarang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah; f. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara; g. melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya; h. menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
i.
memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan; j. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya; k. melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani; l. menghalangi berjalannya tugas kedinasan; m. membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain; n. bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah; o. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya; p. memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatannya tidak erada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan; q. melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I. r. melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain. (2) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah yang akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf q, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
BAB III HUKUMAN DISIPLIN Bagian Pertama Pelanggaran Disiplin Pasal 4 Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, adalah pelanggaran disiplin. Pasal 5 Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum Bagian Kedua Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin Pasal 6 (1) Tingkat Hukuman disiplin terdiri dari : a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat. (2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. tegoran lisan; b. tegoran tertulis; dan c. pernyataan tidak puas secara tertulis (3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari : a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun (4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari : a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. pembebasan dari jabatan; c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai Negeri Sipil; dan d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Bagian Ketiga Pejabat yang Berwenang Menghukum Pasal 7 (1) Pejabat yang berwenang menghukum adalah : a. Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil yang : 1. berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b keatas, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d; 2. memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b; b. Menteri dan Jaksa Agung bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masingmasing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam : 1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas; 2. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden; c. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masingmasing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam: 1. Pasal 6 ayat (4) huruf d; 2. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas; 3. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada ditangan Presiden; d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam: 1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom; 2. Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah; 3. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas; e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri, dipekerjakan/diperbantukan pada negara sahabat atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b. (2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri/Sekretaris Negara. (3) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Daerah Otonom, hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan Pasal 8 Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b huruf c, dan huruf d dapat mendelegasikan sebagaian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk menjatuhkan hukuman disiplin dalam lingkungannya
masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d, dengan ketentuan sebagai berikut : a. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendahrendahnya eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu; b. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendahrendahnya eselon IV atau pejabat lain yang setingkat dengan itu; c. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) huruf a dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon III atau jabatan lain yang setingkat dengan itu; d. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon II atau jabatan lain yang setingkat dengan itu; e.untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a dan huruf b dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang setingkat dengan itu. Bagian Keempat Tatacara Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin Pasal 9 (1) Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan : a. secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); b. secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4). (3) Pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, dilakukan secara tertutup. Pasal 10 Dalam melakukan pemeriksaan, pejabat yang berwenang menghukum dapat mendengar atau meminta keterangan dari orang lain apabila dipandangnya perlu. Pasal 11 Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dapat memerintahkan pejabat bawahannya untuk memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin. Pasal 12 (1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, pejabat yang berwenang menghukum memutuskan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan dengan mempertimbangkan secara seksama pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Pasal 13 (1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.
(2) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya. Pasal 14 (1) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, dan huruf c, dinyatakan secara tertulis dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (3) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4), ditetapkan dengan surat keputusan dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (4) Penyampaian hukuman disiplin dilakukan secara tertutup. Bagian Kelima Keberatan atas Hukuman Disiplin Pasal 15 (1) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) tidak dapat mengajukan keberatan. (2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4), dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut. Pasal 16 (1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) diajukan secara tertulis melalui saluran hirarki. (2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dimuat alasan-alasan dari keberatan itu. Pasal 17 (1) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden tidak dapat diajukan keberatan. (2) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, tidak dapat diajukan keberatan, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d. Pasal 18 Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas penjatuhan hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu. Pasal 19 (1) Apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, maka pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan wajib memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan secara tertulis dan disampaikan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima suarat keberatan itu. Pasal 20 (1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang menerima surat keberatan tentang penjatuhan hukuman disiplin, wajib mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu. (2) Apabila dipandang perlu, maka atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil dan mendengar keterangan pejabat yang berwenang menghukum yang
bersangkutan, Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, dan atau orang lain yang dianggap perlu. Pasal 21 (1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat atau mengubah hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum. (2) Penguatan atau perubahan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan surat keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum. (3) Terhadap keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tidak dapat diajukan keberatan). Bagian Keenam Berlakunya Keputusan Hukuman Disiplin Pasal 22 (1) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada yang bersangkutan. (2) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) : a. apabila tidak ada keberatan, mulai berlaku pada hari kelima belas terhitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b, b. apabila ada keberatan, mulai berlaku sejak tanggal keputusan atas keberatan itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b; c. jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b, mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum. (3) Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin, maka hukuman disiplin itu berlaku pada hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut. BAB IV BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN Pasal 23 (1) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. (2) Badan Pertimbangan Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibentuk dengan Keputusan Presiden. Pasal 24 (1) Badan Pertimbangan Kepegawaian wajib mengambil keputusan mengenai keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil kepadanya. (2) Keputusan yang diambil oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, adalah mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang bersangkutan.
BAB V KETENTUAN - KETENTUAN LAIN Pasal 25 Apabila ada alasan-alasan yang kuat, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat bawahannya yang berwenang menghukum dalam lingkungannya masing-masing. Pasal 26
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau mencapai batas usia pensiun pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dan b, dan ayat (4) huruf a, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin.
Pasal 27 (1) Ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi : a. Calon Pegawai Negeri Sipil; b. Pegawai bulanan di samping pensiun. (2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat, dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. (3) Hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada pegawai bulanan disamping pensiun, hanyalah jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam.Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b. Pasal 28 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pasal 29 Ketentuan-ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Hukuman jabatan yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap berlaku.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 202) dan segala peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 32 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannnya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1980 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO, SH
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
PENJELASAN UMUM Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan Nasional, diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Untuk membina Pegawai Negeri Sipil yang demikian itu, antara lain diperlukan adanya Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Selain dari pada itu dalam Peraturan Pemerintah diatur pula tentang tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan dan penyampaian hukuman disiplin. serta tata cara pengajuan keberatan apabila Pegawai Negeri Sipil yang diatur hukuman disiplin itu merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya. Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Hukuman, disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat. ceramah, diskusi, melalui telpon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya. Tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar. karikatur, coretan, dari lain-lain yang serupa dengan itu. Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan. Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap perbuatan memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, kecuali apabila hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a
Hukuman disiplin yang berupa tegoran lisan dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Apabila seorang atasan menegor bawahannya tetapi tidak dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, bukan hukuman disiplin Huruf b Hukuman disiplin yang berupa tegoran tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh.pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Huruf c Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Ayat (3) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Huruf a Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Masa penundaan kenaikan gaji berkala tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Huruf b Hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin tersebut selesai, maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok semula. Masa penurunan gaji tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Apabila dalam masa menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat untuk kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala tersebut baru diberikan terhitung mulai bulan berikutnya dari saat berakhirnya masa menjalani hukuman disiplin. Huruf c Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan pangkat ditetapkan untuk masa sekurangkurangnya 6 (enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun, terhitung mulai tanggal kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dipertimbangkan. Ayat (4) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Huruf a Hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat selesai, maka pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan sendirinya kembali pada pangkat yang semula. Masa dalam pangkat terakhir sebelum dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, dihitung sebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat berikutnya. Kenaikan pangkat berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, baru dapat dipertimbangkan setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurangkurangnya 1 (satu) tahun dikembalikan pada pangkat semula. Huruf b Hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan adalah pembebasan dari jabatan organik. Pembebasan dari jabatan berarti pula pencabutan segala wewenang yang melekat pada jabatan itu. Selama pembebasan dari jabatan, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh kecuali, tunjangan jabatan.
Huruf c Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, apabila memenuhi syarat masa kerja dan usia pensiun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersangkutan diberikan hak pensiun. Huruf d Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, diperbantukan/dipekerjakan pada perusahaan milik Negara. badan-badan internasional yang berkedudukan di Indonesia, organisasi profesi, dan badan/instansi lain, adalah pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan. Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang oleh Daerah Otonom yang bersangkutan dipekerjakan / diperbantukan pada perusahaan daerah atau instansi/badan lain, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan. Huruf e Pejabat sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, hanya berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagamana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b. Yang berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf c, dan huruf d, bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah pejabat yang berwenang menghukum dari instansi induk masing-masing. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Ayat 1 Tujuan pemeriksaan sebagimana dimaksud dalam ayat ini, adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan melakukan pelanggaran disiplin itu. Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif,sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang menghukum dapat mempertimbangkan dengan seadil-adilnya tentang jenis hukuman disiplin yang akan djatuhkan. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin tidak memenuhi panggilan, untuk diperiksa tanpa alasan yang sah. maka dibuat panggilan kedua. Panggilan pertama dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, sedang panggilan kedua harus dibuat secara tertulis. Dalam menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya harus pula diperhatikan waktu yang diperlukan
untuk menyampaikan surat panggilan. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak juga memenuhi panggilan kedua maka pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan bahan-bahan yang ada padanya. Ayat (2) Huruf a Pelanggaran disiplin yang mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam huruf ini pada dasarnya bersifat ringan, oleh sebab itu pemeriksaan cukup dilakukan secara lisan. Huruf b Pemeriksaan secara tertulis dibuat dalam bentuk berita acara. dapat digunakan setiap saat apabila diperlukan. Ayat (3) Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin belum tentu bersalah, oleh sebab itu pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Yang dimaksud dengan pemeriksaan secara tertutup adalah bahwa pemeriksaan itu hanya dapat diketahui oleh pejabat yang berkepentingan. Pasal 10 Maksud dari Pasal ini, adalah untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dalam rangka usaha menjamin obyektivitas. Pasal 11 Pada dasarnya pemeriksaan harus dilakukan oleh pejabat yang berwenang menghukum. tetapi untuk mempercepat pemeriksaan, maka pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat memerintahkan pejabat lain untuk melakukan pemeriksaan itu, dengan ketentuan bahwa pejabat yang diperintahkan melakukan pemeriksaan itu tidak boleh berpangkat, atau memangku jabatan yang lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa. Perintah untuk melakukan pemeriksaan itu dapat diberikan secara lisan atau tertulis. Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e dan Pasal 8, harus melakukan sendiri pemeriksaan tersebut Pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin yang untuk menjatuhkan hukuman disiplin terhadapnya menjadi wewenang Presiden, dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Maksud dari pencantuman pelanggaran disiplin yang ditakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam keputusan hukuman disiplin, adalah agar Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengetahui pelanggaran disiplin yang dilakukannya. Pasal 13 Ayat (1) Ada kemungkinan, bahwa pada waktu dilakukan pemeriksaan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan sesuatu pelanggaran disiplin, ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah melakukan beberapa pelanggaran disiplin. Dalam hal yang sedemikian, maka terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin. Hukuman disiplin yang akan dijatuhkan itu, haruslah dipertimbangkan dengan seksama, sehingga setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya dan dapat diterima oleh rasa keadilan. Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Hukuman disiplin disampaikan secara langsung,kepada Pegawai Negeri Sipil yang dihukum oleh pejabat yang berwenang menghukum. Penyampaian hukuman disiplin itu dapat dihadiri oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian dan dapat pula dihadiri oleh pejabat lain asalkan pangkat atau jabatannya tidak lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang dihukum. Pasal 15 Ayat (1) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(2), adalah hukuman disiplin yang ringan dan telah selesai dijalankan segera setelah hukuman disiplin itu dijatuhkan, oleh sebab itu tidak dapat diajukan keberatan. Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum apabila menurut pendapatnya hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya tidak atau kurang setimpal, atau pelanggaran disiplin yang menjadi alasan bagi hukuman disiplin itu tidak atau kurang benar. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut. Keberatan yang diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Alasan-alasan keberatan harus dibuat dengan jelas dan lengkap. Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Keberatan atas hukuman disiplin diajukan melalui saluran hirarki, oleh sebab itu harus melalui pejabat yang berwenang menghukum. Pejabat yang berwenang menghukum wajib mempelajari dengan seksama keberatan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat tanggapan tertulis atas keberatan itu. Ayat (2) Untuk memudahkan pelaksanaan pemeriksaan lebih lanjut, maka pejabat yang berwenang menghukum mengirimkan sekaligus tanggapannya, surat keberatan, dan berita acara pemeriksaan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Tujuan dari ayat ini, adalah untuk mendapatkan bahan-bahan yang lebih lengkap sebagai bahan untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan. Pasal 21 Ayat (1) Apabila atasan pejabat yang berwenang menghukum mempunyai alasan-alasan yang cukup, maka ia dapat mengadakan perubahan terhadap keputusan disiplin yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum baik dalam arti memperingan, memperberat, atau membatalkan hukuman disiplin tersebut. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang dan berat dapat mengajukan keberatan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari itu Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak mengajukan keberatan, maka hal ini berarti ia menerima keputusan hukuman disiplin itu, oleh sebab itu hukuman disiplin tersebut harus dijalankannya mulai hari ke 15 (lima belas). Huruf b Cukup jelas Huruf c Untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini terutama dalam rangka usaha menyelamatkan kekayaan Negara, maka jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b perlu dilaksanakan dengan segera. Pasal 23 sampai dengan Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Dalam rangka usaha melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan sebaik-baiknya, maka para pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d wajib mengikuti dan memperhatikan keadaan yang berlangsung dalam lingkungannya masingmasing dan mengambil tindakan yang diperlukan tepat pada waktunya. Dalam hubungan ini maka para pejabat tersebut dapat meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh para pejabat yang berwenang menghukum dalam lingkungannya masing-masing, apabila ia mempunyai alasan-alasan yang kuat yang didasarkan pada keterangan-keterangan dan atau bukti-bukti yang cukup dan meyakinkan. Pasal 26 sampai dengan Pasal 32 Cukup jelas