EECCIS2012
Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Menggunakan Mikrokontroler Untuk Deteksi Dini Kebakaran Ilham A.E. Zaeni1,2, Agung Darmawansyah1, Mochammad Rif an1 1Pascasarjana Teknik Elektro Universitas Brawijaya 2 Teknik Elektro Universitas Negeri Malang
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstract - Early detection of fire is important in the household and industry to prevent fires that could cause casualties and material loss. Fire detection system that is designed have 3 sensor that is a temperature sensor, CO sensor and light intensity sensor. This fire detection system used the parameters of temperature, light intensity and CO levels for the determination of fire or not. The system first measures the temperature, light intensity and CO levels when the system is turned on. Then every 1 second, the system will read the output of all sensors. Changes in the value of temperature, light intensity and CO levels from the initial value if used by the neural network to determinate the fire that will trigger the fire alarm. Systems using neural network is able to recognize all sources of fire and not the source of fire. Systems that use the NN will activate an alarm when there is no source of fire and activate the alarm when objects are not the source of fire. This indicates that the system can work well. Index Terms—detection of fire, light intensity, CO levels, temperature. Abstrak–- Deteksi dini kebakaran adalah hal yang penting di dalam rumah tangga dan industri untuk mencegah terjadinya kebakaran yang dapat menimbulkan korban jiwa dan kerugian materiil. Sistem deteksi kebakaran yang didesain memiliki 3 sensor yaitu sensor temperatur, sensor kadar CO dan sensor intensitas cahaya. Sistem deteksi kebakaran ini menggunakan parameter suhu, intensitas cahaya dan kadar CO untuk penentuan terjadinya kebakaran atau tidak. Sistem mula-mula mengukur nilai suhu, intensitas cahaya dan kadar CO ketika sistem dihidupkan. Kemudian tiap 1 detik, sistem akan membaca nilai keluaran semua sensor. Perubahan nilai suhu, intensitas cahaya dan kadar CO terhadap nilai awal digunakan oleh jaringan syaraf tiruan untuk penentuan terjadinya kebakaran yang akan memicu alarm kebakaran. Sistem yang menggunakan JST mampu mengenali semua sumber kebakaran maupun bukan sumber kebakaran. Sistem yang menggunakan JST akan mengaktifkan alarm ketika ada sumber kebakaran dan tidak mengaktifkan alarm ketika obyek yang ada bukan merupakan sumber kebakaran. Hal ini menunjukkan bahwa sistem dapat bekerja dengan baik. Kata Kunci—Deteksi kebakaran, intensitas cahaya, kadar CO, temperatur.
I. PENDAHULUAN
D
ETEKSI dini kebakaran adalah hal yang penting di dalam rumah tangga dan industri untuk mencegah terjadinya kebakaran yang dapat menimbulkan korban jiwa dan kerugian materiil. Sistem deteksi kebakaran umumnya menggunakan satu sensor saja yaitu sensor asap. Sistem ini juga mendeteksi asap rokok yang bukan merupakan sumber kebakaran sehingga kurang akurat karena adanya kesalahan deteksi. Di industri, adanya kesalahan deteksi kebakaran akan mengakibatkan berhentinya proses produksi sehingga mengakibatkan kerugian akibat waktu yang terbuang. Kesalahan deteksi pada alarm kebakaran di hotel dan penginapan akan mengakibatkan kepanikan penghuni sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan bagi penghuni. Kesalahan deteksi ini dapat dikurangi jumlahnya dengan menggunakan beberapa sensor dan menambahkan algortima kecerdasan buatan seperti jaringan syaraf tiruan (JST) pada sistem deteksi kebakaran. Menurut referensi [1], kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya. Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan. Untuk kepentingan standar ini, detektor kebakaran otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya yaitu: detektor panas (alat yang mendeteksi temperatur tinggi atau laju kenaikan temperatur yang tidak normal), detektor asap (alat yang mendeteksi partikel yang terlihat atau yang tidak terlihat dari suatu pembakaran), detektor nyala api (alat yang mendeteksi sinar infra merah, ultra violet, atau radiasi yang terlihat yang ditimbulkan oleh suatu kebakaran), detektor gas kebakaran (alat untuk mendeteksi gas-gas yang terbentuk oleh suatu kebakaran), dan detektor kebakaran lainnya (alat yang mendeteksi suatu gejala selain panas, asap, nyala api, atau gas yang ditimbulkan oleh kebakaran). Metode untuk deteksi dini kebakaran dapat dilakukan
EECCIS2012
berdasarkan video kontur api. Proses deteksi kebakaran keseluruhan mencakup tiga bagian, yaitu, seleksi kandidat bingkai api, pemilihan wilayah api dan keputusan kebakaran berbasis kontur api. Pada langkah pertama, frame mencurigakan dideteksi dan frame tidak sesuai akan dihapus didasarkan pada aturan pemilihan bingkai. Langkah kedua mendeteksi piksel api di calon bingkai api dengan aturan seleksi wilayah api. Pada langkah terakhir, empat operasi (yaitu, pelebaran, erosi, penghapusan daerah mini dan deteksi tepi Canny) dilakukan pada semua daerah api untuk mendapatkan kontur yang tepat dan kemudian aturan keputusan nyala api berdasarkan tiga karakteristik (yaitu, area, perimeter dan kontur bulat api) digunakan untuk menentukan apakah api terjadi dalam video atau tidak. Pendekatan yang diusulkan diuji dengan beberapa klip video dalam lingkungan yang berbeda dan hasil eksperimen menunjukkan efektivitas [2]. Penelitian tentang pendeteksian dan pengamanan dini pada kebakaran berbasis personal computer (PC) dengan logika fuzzy dilakukan dengan mendesain peralatan berbasis komputer yang dapat digunakan sebagai pra-deteksi atau keamanan dalam kasus kebakaran. Peralatan yang dibangun terdiri dari sensor suhu dan asap, Programmable Peripheral Interface (PPI) 8255, Analog to Digital Converter (ADC), Digital to Analog Converter (DAC), driver dan semprotan air. Metode yang digunakan dalam mendeteksi dan keselamatan kebakaran menggunakan sistem fuzzy yang terdiri dari fuzzikasi, rule base dan defuzzifikasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa alat semprot otomatis berfungsi berdasarkan hasil dari sensor suhu dan asap dengan aturan fuzzy yang diterapkan dalam sistem [3]. Dengan penggunaan ban berjalan yang sering di tambang batubara, kemungkinan timbulnya api meningkat dan kerugian yang disebabkan oleh kebakaran ban berjalan menjadi lebih sering. Sistem alarm tradisional dengan menggunakan sensor tunggal atau algoritma pemrosesan sinyal api yang relatif sederhana tidak dapat memenuhi kebutuhan deteksi kebakaran ban berjalan di tambang batubara. Sistem deteksi kebakaran multi-sensor merupakan perkembangan penting saat ini dalam teknologi deteksi kebakaran otomatis. Titik penting dalam deteksi adalah menggunakan algoritma yang lebih canggih untuk memproses sinyal api. Dalam penelitian ini, diperkenalkan prinsip algoritma berbasis jaringan adaptive neural fuzzy network yang memiliki empat masukan - suhu (T), laju perubahan suhu (∆T), kerapatan karbon monoksida (CO) dan tingkat perubahan kerapatan CO (∆CO). Hasil percobaan menunjukkan bahwa menggunakan sistem ini dapat meningkatkan kemampuan adaptif dan memperkuat kemampuan melawan gangguan. Pada saat yang sama, dengan menggabungkan inferensi fuzzy dan jaringan saraf yang digunakan dalam pengolahan sinyal kebakaran membuat sistem menjadi lebih cerdas dan mengurangi tingkat alarm palsu [4].
II. DASAR TEORI A. Kebakaran Api adalah satu reaksi kimia yang kompleks dan cepat yang melepaskan energi dalam bentuk panas dan cahaya. Lebih khusus lagi, sebagian besar pelepasan energi terjadi sebagai reaksi oksidasi, diringkas dalam segitiga pembakaran ditunjukkan pada Gambar 1. Masing-masing dari tiga sisi - bahan bakar, oksigen dan panas - diperlukan untuk proses pembakaran [5].
Gambar 1. Segitiga Pembakaran [5]
Generasi sistem deteksi kebakaran saat ini dirancang untuk merespon asap, panas, atau radiasi elektromagnetik yang dihasilkan selama pembakaran membara dan menyala. Asap dideteksi dengan cara mengukur cahaya yang disebarkan oleh asap dari sebuah sumber yang terkontrol menggunakan photodetector, atau perubahan arus ion yang diciptakan oleh asap yang melewati sebuah medan radiasi ion. Panas dapat dengan mudah dirasakan oleh sejumlah perangkat konvensional, seperti termokopel yang terkompensasi dan termistor. Suhu mutlak dan laju kenaikan suhu juga digunakan untuk mendefinisikan kondisi alarm. Bagian ultraviolet dan inframerah dari spektrum elektromagnetik biasanya dideteksi dengan tabung vakum dan dioda, sel fotokonduktif dan photovoltaic, thermopiles dan sel piroelektrik [6]. Terdapat beberapa tipe detektor kebakaran, yaitu: a. Detektor Kebakaran Penginderaan Panas Panas adalah penambahan energi yang menyebabkan bahan temperaturnya naik dan juga energi dihasilkan oleh bahan yang terbakar. b. Detektor Kebakaran Penginderaan Asap Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-layang baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu pembakaran. c. Detektor Kebakaran Penginderaan Nyala Api Nyala dari beberapa bahan (contoh hidrogen) tidak terlihat secara kasat mata manusia. Detektor nyala api adalah suatu alat yang bereaksi terhadap munculnya energi radiasi yang terlihat oleh mata manusia (kira-kira 4.000 ~ 7.700 Angstrom) atau diluar jangkauan penglihatan mata manusia [1]. B. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Backpropagation Kelemahan JST yang terdiri dari layar tunggal membuat perkembangan JST menjadi terhenti pada sekitar tahun 1970-an. Penemuan backpropagation yang terdiri dari beberapa layar membuka kembali cakarawala. Terlebih setelah berhasil ditemukannya
EECCIS2012
berbagai aplikasi yang dapat diselesaikan dengan backpropagation, membuat JST semakin diminati orang. JST dengan layar tunggal memiliki keterbatasan dalam pengenalan pola. Kelemahan ini bisa ditanggulangi dengan menambahkan satu/beberapa layar tersembunyi diantara layar masukan dan keluaran. Meskipun penggunaan lebih dari satu layar tersembunyi memiliki kelebihan manfaat untuk beberapa kasus, tapi pelatihannya memerlukan waktu yang lama. Maka umumnya orang mulai mencoba dengan sebuah layar tersembunyi lebih dahulu. Seperti halnya model JST lain, Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan [7]. C. Mikrokontroler Mikrokontroler AVR memiliki arsitektur RISC 8 bit, di mana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bits word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 (satu) siklus clock, berbeda dengan instruksi MCS-51 yang membutuhkan 12 siklus clock. Tentu saja itu terjadi karena kedua jenis mikrokontroler tersebut memiliki arsitektur yang berbeda. AVR berteknologi RISC {Reduced Instruction Set Computing), sedangkan seri MCS51 berteknologi CISC (Complex Instruction Set Computing). Secara umum, AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega, dan AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka bisa dikatakan hampir sama [8]. AVR memiliki keunggulan dibandingkan dengan mikrokontroler lain, keunggulan mikrokontroler AVR yaitu AVR memiliki kecepatan eksekusi program yang lebih cepat karena sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 siklus clock, lebih cepat dibandingkan dengan mikrokontroler MCS51 yang memiliki arsitektur CISC (Complex Instruction Set Compute) di mana mikrokontroler MCS51 membutuhkan 12 siklus clock untuk mengeksekusi 1 instruksi. Selain itu, mikrokontroler AVR memiliki fitur yang lengkap (ADC internal, EEPROM Internal, Timer/Counter, Watchdog Timer, PWM, Port I/O, komunikasi serial, Komparator, I2C, dll.), sehingga dengan fasilitas yang lengkap ini, programmer dan desainer dapat menggunakannya untuk berbagai aplikasi sistem elektronika seperti robot, otomasi industri, peralatan telekomunikasi, dan berbagai keperluan lain [9]. III. METODOLOGI Sistem deteksi kebakaran yang didesain memiliki 3 sensor yaitu sensor temperatur, sensor kadar CO dan sensor intensitas cahaya. Sensor temperatur yang digunakan adalah sensor temperatur dan kelembaban
SHT11. Sensor CO yang digunakan adalah sensor CO tipe MQ-9. IC pengubah intensitas cahaya menjadi frekuensi TSL230 digunakan sebagai sensor intensitas cahaya. Keluaran dari ketiga sensor ini dibaca oleh mikrokontroler AVR ATMega8535. Rangkaian mikrokontroler yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 2. Adapun penggunaan I/O pada mikrokontroler ditunjukkan pada Tabel 1.
Gambar 2. Rangkaian Mikrokontroler
Tabel 1. Tabel Penggunaan I/O Mikrokontroler No
Nama Pin
Jenis
Nama I/O
Keterangan
1
PB0
Outpu t
MQ-9_ HEATER
2
PB1
Input
TSL230
3
PB2
Outpu t
SHT1X_SCK
4
PB3
Heater sensor CO MQ-9 Output sensor cahaya TSL230 Jalur SCK sensor suhu SHT1X Jalur Data sensor suhu SHT1X
5
PB4
6
PA0
7
Input/ Outpu t Outpu t
SHT1X_DATA ALARM
Alarm
Input
MQ-9_OUT
Keluaran sensor CO MQ-9
PC0..PC 7
Input/ Outpu t
LCD
Display LCD
8
PD0
Input
RXD
9
PD1
Outpu t
TXD
Receive data dari PC Transmit data ke PC
Pin SCK sensor suhu SHT11 dihubungkan ke pin PB2 dan pin Data dihubungkan ke pin PB3 mikrokontroler. Heater sensor suhu MQ-9 diatur agar tegangannya ±1,4 volt. Tegangan ini diperoleh dengan cara menghubungkan catu daya 5 V dengan heater MQ-9 yang dihubungkan seri dengan 5 buah diode sehingga diperoleh jatuh tegangan 5x0,7V=3,5V. Pin B sensor MQ-9 dihubungkan dengan resistor 1 kΩ, sehingga membentuk pembagi tegangan dengan resistansi antara
EECCIS2012
pin A-B dengan resistor beban. Sensor cahaya TSL230 dihubungkan ke pin PB1 (Timer 1) mikrokontroler. Konfigurasi sensor TSL230 yang digunakan adalah sensitivitas 10 kali (S0=0, S1=1) dan fo scaling adalah 1 (S2=0, S3=0). Rangkaian sensor yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 5. Hasil Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan
(a)
(b)
(c) Gambar 3. Rangkaian Sensor.
Sistem deteksi kebakaran ini menggunakan parameter suhu, intensitas cahaya dan kadar CO untuk penentuan terjadinya kebakaran atau tidak. Sistem mula-mula mengukur nilai suhu, intensitas cahaya dan kadar CO ketika sistem dihidupkan. Kemudian tiap 1 detik, sistem akan membaca nilai keluaran semua sensor. Perubahan nilai suhu, intensitas cahaya dan kadar CO terhadap nilai awal digunakan oleh jaringan syaraf tiruan untuk penentuan terjadinya kebakaran yang akan memicu alarm kebakaran. Desain jaringan syaraf tiruan untuk deteksi kebakaran ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Jaringan Syaraf Tiruan untuk Deteksi Kebakaran
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian dilakukan dengan cara mengumpulkan data untuk pelatihan jaringan syaraf tiruan dan untuk uji jaringan syaraf tiruan. Pengumpulan data latih JST dilakukan dengan mengamati hasil pembacaan sensor suhu, intensitas cahaya dan kadar CO melalui komputer yang terhubung ke mikrokontroler melalui komunikasi RS-232. Pengamatan dilakukan ketika sistem diberikan masukan berupa sumber kebakaran seperti kertas dan kain serta bukan sumber kebakaran serperti lilin, kompor, rokok, setrika, dan pengolderan. Data yang diperoleh, sebagian digunakan untuk pelatihan JST dan sebagian untuk pengujian JST. Hasil pelatihan JST ditunjukkan pada Gambar 5.
Hasil pelatihan JST menunjukkan pelatihan JST dihentikan pada epoch ke-137 dari 200 epoch. Performa yang dihasilkan adalah 1,84x10-12. Hal ini menunjukkan bahwa JST sudah mengenali semua data latih yang telah diberikan. Adapun bobot dari JST hasil pelatihan adalah v10= -14.4362; v11=0.0071; v12= 0.2119 ; v13= -0.0378; v20=-11.9460; v21= 0.9265; v22= -0.1759; v23=0.2890; W10= -13.9652; w11=27.5580 dan w12=0.0289. Bobot hasil pelatihan ini diimplementasikan pada JST untuk deteksi kebakaran. JST yang sudah dilatih ini kemudian diuji dengan beberapa masukan lagi dan hasilnya dibandingkan dengan menggunakan deteksi melalui threshold. Dimana threshold ini akan mengaktifkan alarm kebakaran jika perubahan intensitas cahaya >500 dan perubahan kadar CO>25 dan perubahan suhu>100. Hasil pengujian JST deteksi dengan threshold ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengujian No
Sumber
Ket
JST
Threshold
1
normal
0
5
100%
5
100%
2
kertas
1
5
100%
5
100%
3
setrika
0
5
100%
5
100%
4
0
5
100%
5
100%
5
solder kertas berasap
1
5
100%
0
0%
6
lilin
0
5
100%
5
100%
7
kain
1
5
100%
4
80%
8
Kompor
0
5
100%
5
100%
9
rokok
0
5
100%
5
100%
45
100%
39
87%
Ket: 1: Sumber kebakaran 2: Bukan sumber kebakaran Dari hasil pengujian diketahui bahwa sistem yang menggunakan threshold hanya mengenali 39 (87%) dari 45 obyek yang ada. Sistem tidak mampu mengenali kertas yang berasap sebagai sumber kebakaran dan hanya mampu mengenali sebagian dari kain yang terbakar sebagai sumber kebakaran. Sistem yang menggunakan JST mampu mengenali semua sumber kebakaran maupun bukan sumber kebakaran. Sistem yang menggunakan JST akan mengaktifkan alarm ketika ada sumber kebakaran dan tidak mengaktifkan alarm ketika obyek yang ada bukan merupakan sumber kebakaran. Hal ini menunjukkan
EECCIS2012
bahwa sistem dapat bekerja dengan baik. V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa sensor intensitas cahaya, kadar CO dan temperatur dapat digunakan dalam proses deteksi kebakaran Penggunaan parameter perubahan intensitas cahaya, kadar CO dan temperature mampu mengenali semua sumber kebakaran maupun bukan sumber kebakaran. Hal ini menunjukkan bahwa sistem dapat bekerja dengan baik. REFERENSI [1]
[2]
[3]
[4]
[5] [6]
[7]
[8]
[9]
___________. Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi Dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung. SNI 03-3985-2000 Xiao-Lin Zhou, Fa-Xin Yu, Yu-Chun Wen, Zhe- Ming Lu dan Guang-Hua Song, 2010. Early Fire Detection Based on Flame Contours in Video. Information Technology Journal, 9: 899-908. Widyantara, Helmy. 2008. Pendeteksian dan Pengamanan Dini pada Kebakaran Berbasis Personal Computer (PC) dengan Fuzzy Logic. Gematek Jurnal Teknik Komputer, Volume 10 Nomor 1, Maret 2008. Guo Jian, Zhu Jie, Zhao Mingru, Sun Yuan . 2009. Application of Self-Adaptive Neural Fuzzy Network in Early Detection of Conveyor Belt Fire. International Conference on Information Engineering and Computer Science, 2009. (ICIECS 2009). ISBN: 978-1-4244-4994-1. Wuhan Cheney, Phil dan Sullivan, Andrew. 2008. Grassfires: Fuel, Weather And Fire Behaviour. Australia: Csiro Publishing. Grosshandler, William L. 1995. A Review of Measurements and Candidate Signatures for Early Fire Detection. Gaithersburg: Building and Fire Research Laboratory, National Institute of Standards and Technology. Siang, Jong Jek. 2004. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan MATLAB. Yogyakarta: Penerbit Andi. Wardhana, Lingga. 2006. Belajar Sendiri Mikrokontroler AVR seri ATMega8535: Simulasi, Hardware dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Andrianto, Heri. 2008. Pemorgraman Mikrokontroler AVR ATMega16 Menggunakan Bahasa C (CodevisionAVR). Bandung: Penerbit Infromatika