II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Penyuluhan Pengertian penyuluhan dalam artian etimologis, penyuluhan adalah usaha memberikan keterangan, penjelasan, petunjuk, bimbingan, tuntunan, jalan dan arah yang harus ditempuh oleh setiap orang sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dan meningkatkan kualitas hidupnya (Mardikanto, 1982). Penyuluhan sebagai ilmu adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia ke arah yang lebih baik terbentuk, perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantikannya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik (Slamet, 1992). Dalam artian praktis, penyuluhan (pertanian) adalah suatu sitem pendidikan di luar sekolah (non formal) untuk keluarga tani, dimana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi tahu, mau, dan bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi secara baik, dapat menguntungkan dan memuaskan (Wiraatmadja, 1985). Hawkin dan Van den ban (1988) mengemukakan bahwa penyuluhan mencakup usaha secara sadar mengkomunikasikan informasi untuk membantu orang-orang membentuk opini dan keputusan yang baik. Menurut Belli (1982), penyuluhan adalah suatu sistem pendidikan non formal untuk merubah perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap) sasaran agar mampu berperan sesuai dengan kedudukannya dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
9
Saville seperti dikutip Sulama (1983) memberikan pengertian penyuluhan sebagai bentuk pengembangan masyarakat terutama didalam bidang pertanian, yang mempergunakan proses pendidikan sebagai cara pendekatannya untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat. Penyuluhan sebagai suatu bentuk perubahan kontak terarah atau perubahan terencana, karena perubahan yang terjadi adalah perubahan yang disengaja dengan adanya orang luar atau sebagian anggota sistem yang bertindak sebagai agen pembaharu yang secara intensif berusaha memperkenalkan ide-ide baru untuk mecapai tujuan yang telah ditentukan oleh lembaga dari luar (Hanafi, 1987). Berdasarkan
pendapat-pendapat
tersebut
dapat
dikemukakan
bahwa
penyuluhan pada dasarnya adalah upaya perubahan berencana yang dilakukan melalui sistem pendidikan non formal dengan tujuan merubah perilaku (sikap, pengetahuan, keterampilan)
sasaran untuk dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya, sehingga kualitas kehidupannya menjadi meningkat (Yunasaf, 2003). 2.2 Kegiatan Penyuluhan 2.2.1 Perencanaan Program Penyuluhan Perencanaan program penyuluhan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang rasional tentang apa yang akan dilaksakan, yang ingin dicapai. dan mengapa hal itu harus dilakukan ( Slamet dan Suyatna, 1986). Jahi (1986) mengartikan perencanaan program penyuluhan sebagai proses pembuatan keputusan tentang arah dan intensitas kegiatan penyuluhan, yang didasarkan pada prioritas masalah yang hendak dipecahkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
10
Mardikanto (1993) mengemukakan beberapa pokok pikiran dari pengertianpengertian perencanaan program, yaitu : 1.
Perencanaan program, merupakan suatu proses berkelanjutan. Artinya, perencanaan program merupakan suatu rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang tidak pernah berhenti sampai tercapainya tujuan (kebutuhan, keinginan, minat) yang dikehendaki.
2.
Perencanaan program dirumuskan oleh banyak pihak. Artinya, dirumuskan oleh penyuluh bersama-sama masyarakat sasarannya dengan didukung oleh para spesialis, praktisi dan penentu kebijaksanaan yang berkaitan dengan upaya upaya pembangunan masyarakat setempat.
3.
Perencanaan
program,
dirumuskan
berdasarkan
fakta
dan
dengan
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia yang mungkin dapat digunakan. 4.
Perencanaan program, meliputi perumusan tentang keadaan, masalah, tujuan, dan cara (kegiatan) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu.
5.
Perencanaan program, dinyatakan secara tertulis. Artinya, perencanaan program merupakan pernyataan tertulis tentang : keadaan, masalah, tujuan. Selanjutnya mardikanto (1993) juga mengungkapkan beberapa alasan yang
melatar belakangi pentingnya diadakan perencanaan program penyuluhan, yaitu : 1.
Memberikan acuan dalam mempertimbangkan secara seksama tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melaksanakannya.
2.
Tersedianya acuan tertulis yang dapat digunakan oleh masyarakat dengan pernyataan tertulis diharapkan dapat mencegah terjadinya salah pengertian, dan dapat dikaji setiap saat, sebelum dan sesuadah program dilakukan.
11
3.
Sebagai pedoman pengambilan keputusan terhadap adanya usul atau sasaran yang perkembangannya dapat diukur dan dievaluasi.
4.
Memberi pengertian yang jelas terhadap pemilihan tentang kepentingnya dari masalah insidental dan pemantapan dan perubahan-perubahan sementara.
5.
Mencegah kesalah artian tentang tujuan akhir, dan menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan maupun yang tidak dirasakan.
6.
Memberikan kelangsungan dalam diri personal, selama proses perubahan berlangsung.
7.
Membantu perkembangan kepemimpinan, yatiu dalam menggerakan semua pihak yang terlibat dan menggunakan sumber daya yang tersedia dan dapat digunakan untuk tercapainya tujuan yang dikehendaki.
8.
Memantapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan harus dicapai, yang perkembangannya dapat diukur dan dievaluasi
9.
Menghindarkan dari pemborosan sumberdaya (tenaga), biaya, dan waktu dan merangsang efisiensi pada umumnya.
10. Menjamin kelayakan kegiatan yang dilakukan didalam masyarakat dan dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Untuk memenuhi persyaratan prinsip-prinsip perencanaan yang baik, maka setiap penyusunan program perlu memperhatikan filosofi program penyuluhan. Dalam hal ini Dahama dan Bhatnagar (Mardikanto 1993) merumuskan filosofi program penyuluhan sebagai berikut : 1.
Bekerja berdasarkan kebutuhan yang dirasakan (feel need). Artinya program dirumuskan harus bertolak dari kebutuhan yang dirasakan masyarakat, jika
12
ada kebutuhan nyata (real need) harus diupayakan menjadi kebutuhan yang dirasakan. Hal ini dilakukan untuk menjamin adanya partisipasi. 2.
Penyuluhan pertanian tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya semua saling Bekerja dilandasi oleh anggapan bahwa masyarakat ingin dibebaskan dari penderitaan dan kemiskinan. Artinya, setiap program yang dirancang harus diupayakan untuk dapat memperbaiki mutu masyarakat.
3.
Harus dianggap bahwa masyarakat menginginkan “kebebasan”, baik dalam menentukan garis hidupnya sendiri untuk tercapainya perbaikan mutu kehidupan mereka.
4.
Nilai-nilai dalam masyarakat harus dipertimbangkan selayakanya. Artinya, rumusan program harus mencakup dan mempertibangkan nilai-nilai kerjasama, keputusan kelompok, tanggung jawab sosial, kepercayaan masyarakat.
5.
Membantu dirinya sendiri (self help). Artinya secara nyata warga masyarakat harus diarahkan untuk mau dan mampu merencanakan dan melaksanakan sendiri setiap pekerjaan yang diupayakan untuk memecahkan masalah mereka sendiri yang akan dirumuskan dalam program.
6.
Masyarakat adalah sumberdaya yang terbesar. Artinya dalam perumusan program, harus sebesar-besarnya memanfaatkan potensi sumberdaya yang tesedia di masyarakat itu sendiri.
7.
Program mencakup perubahan sikap, kebiasaan dan pola pikir, artinya perumusan program harus mencakup banyak dimensi perilaku manusia.
13
2.2.2 Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Pada pelaksanaanya kegiatan penyuluhan ada beberapa unsur penyuluhan yang turut serta atau diikut sertakan dalam unsur pelaksanaan kegiatan menunjang dalam satu kegiatan (Samsudin, 1987). Adapun yang termasuk dalam unsur-unsur penyuluhan pertanian meliputi : 1) Petugas Penyuluh Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan hanya dikenal satu kriteria penyuluh lapangan yaitu penyuluh pertanian. Tidak ada dikenal siapa penyuluh perikanan, tanaman pangan atau penyuluh peternakan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa petani akan dibuat bingung jika kehadapan mereka berdatangan para petugas penyuluh, yang sebenarnya satu bidang garap yaitu pertanian (Samsudin. 1987). Penyuluh lapangan yang dimaksud adalah penyuluh yang profesional yaitu penyuluh tingkat desa atau penyuluh lapangan yang mempunyai profesionalisme tertentu, artinya penyuluh lapangan harus mempunyai kemampuan untuk melihat suatu masalah yang dihadapi oleh petani/peternak melalui indera mata atau media indera yang lain, dan memiliki kredibilitas tinggi, maka penyuluh lapangan mempunyai pengetahuan, keterampilan, disiplin yang tinggi dan sikap rendah hati (Suhardiyono, 1990). Untuk memperoleh kualitas personel yang baik, maka seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) kemampuan komunikasi dengan petani, b) kemampuan bergaul dengan orang lain, c) antusias terhadap tugasnya, dan d) berpikir logis dan inisiatif (Suhardiyono, 1990).
14
2) Materi penyuluhan Materi penyuluhan merupakan segala sesuatu yang disampaikan dalam proses komunikasi yang menyangkut ilmu dan dan teknologi pertanian atau isi yang terkandung dalam setiap pelaksanaan kegiatan penyuluhan (Samsudin, 1987) Materi penyuluhan berasal dari lembaga-lembaga penelitian, instansi-instansi pelaksana, atau dari petani lainnya. Materi tersebut kemudian diolah penyuluh, dirumuskan, selanjutnya diformulakan sesuai dengan tujuan dan tahapan-tahapan yang dilaksanakan oleh penyuluh. Dalam menyusun materi penyuluhan harus disesuaikan dan dipertimbangkan berdasarkan kebuituhan dan kondisi lapangan, serta budidaya yang dikelola petani, juga yang tidak boleh dilupakan adalah iklim yang ada diwilayah pertanian (Suhardiyono, 1990). 3) Metode penyuluhan Memperoleh
kegiatan
penyuluhan
yang
efektif
diperlukan
untuk
menggunakan metode penyuluhan yang tepat guna, sehingga sasaran dapat mendengar, melihat, merasakan atau melaksanakan contoh-contoh yang diperagakan dengan tujuan untuk memberikan informasi secara teknis dan meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan peternak (Belli, 1981) Menurut Rines dan Dagobert (1989), yang dikutip oleh Belli (1981), dikenal dengan adanya metode mengajar (teaching method). Metode mengajar adalah cara memungkinkan orang yang mengajar bertemu dengan orang yang idajar. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam kegiatan penyuluhan dikenal dengan golongan metode pendekatan, yaitu : a) metode pendekatan perorangan, contohnya berkunjung kerumah (anjang sono), surat menyurat perorangan, kunjungan ketempat kerja perorangan (anjang karya), hubungan telepon, dan lainlain, b) metode pendekat kelompok, contohnya : diskusi kelompok dan temu
15
karya, kursus tani, demonstrasi cara atau hasil, karyawisata atau widyawisata, dan lain-lain, c) metode pendekatan massal, contohnya : rapat, siaran radio/televisi, pemutaran film, penyebaran brosur, pemasangan poster, leaflet, dan lain-lain. 4) Alat bantu penyuluhan Perlengkapan berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan penyuluh dengan petani/peternak sebagai alat untuk melaksanakan komunikasi, sehingga dengan menggunakan dapat menghasilkan keefektifan metode dan mempercepat diterimanya bahan informasi. Alat bantu atau alat peraga dalam penyuluhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu : a.
Alat ilustratif, (illustrative device and visual device) contoh, film, gambar dari pameran.
b.
Alat yang sifatnya untuk memperluas (extension device) contoh : radio dan pengeras suara
c.
Alat yang sifatnya lingkungan ( enviromental device), contoh: tumbuhan sekitar ruangan yang dapat digunakan sebagi alat peraga.
d.
Alat manipulasi ( manipulative device), alat yang sifatnya dapat diatur seperti alat untuk praktek (Samsudin, 1987).
5) Sasaran penyuluhan Sasaran penyuluhan pertanian adalah siapa sebenarnya yang disuluh atau ditujukan kepada siapa penyuluhan pertanian tersebut (Samsudin, 1987). Jadi sasaran dalam penyuluhan adalah masyarakat yang membutuhkan sesuatu informasi/ pesan yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan tersebut. Dalam kegiatan penyuluhan pertanian ditujukan kepada keluarga tani dipedesaan, yang terdiri dari bapak tani, ibu tani, dan pemuda-pemudi tani atau
16
ditujukan untuk masyarakat tani dipedesaan, yang merupakan kesatuan petani dan keluarganya (Samsudin, 1987). 6) Waktu dan tempat penyuluhan Waktu dan tempat penyuluhan pertanian merupakan faktor yang penting karena menyangkut pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dibatasi oleh lokasi dan waktu pelaksanaan, sehingga materi penyuluhan dapat diterima oleh sasaran dengan baik (Samsudin, 1987). Maka diperhitungkan waktu dan lamanya serta lokasi yang akan dilaksanakan, agar informasi/ pesan yang disampaikan dapat diterima oleh sasaran. 2.3 Peternakan Sapi Perah di Indonesia Perkembangan usaha peternakan sapi perah di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, salah satunya akibat peningkatan permintaan susu. Peningkatan permintaan ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap gizi seimbang akan sumber protein hewani. Dilain pihak harus diakui bahwa produksi susu dalam negeri masih rendah jika dibandingkan dengan permintaan nasional. Peternak pada umumnya memelihara sapi perah berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari lingkungan di sekitarnya seperti orang tua atau tetangga. Guna meningkatkan kesejahteraan ternak dan meningkatkan produksi susu telah dicanangkan berbagai program, diantaranya adalah penyuluhan. Penyuluhan diharapkan dapat mengubah peternak dalam memelihara sapi perah dengan menerapkan inovasi dalam memelihara sapi perah agar dapat berproduksi dengan optimal.
17
Lebih dari 95% susu yang diproduksi di Indonesia berasal dari sapi perah. Hanya sebagian kecil saja yang diproduksi oleh ternak lain, seperti kerbau dan kembing perah. Sapi perah yang mula-mula dikembangkan di Indonesia adalah sapi Fries Hollands (FH) (Siregar et al., 1996) Setiap peternak sapi perah menginginkan dan berupaya untuk memelihara sapi perah dengan produksi susu tinggi. Namun, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sapi perah dalam berproduksi susu. Faktor-faktor tersebut diantaranya genetik, pakan (kuantitas dan kualitas) , tata laksana pemeliharan dan lingkungan. Faktor keaadan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap produksi susu, sedangkan komponen iklim berupa sushu udara dan kelembapan dapat mempengaruhi secara langsung terhadap produksi susu (Atmadilaga, 1959). 2.3.1 Pembibitan Sapi perah Seleksi adalah memilih ternak atau sekelompok ternak yang unggul secara genetik untuk menjadi tetua bagi generasi berikutnya dan mengeluarkan ternak yang kurang baik. Semakin besar keragaman suatu populasi, semakin efektif seleksi yang dilakukan. Recording dilakukan untuk memenuhi prasyarat agar seleksi dapat dilakukan ke arah target seleksi yang ingin dicapai. Pada sapi perah, target utama yang ingin dicapai melalui seleksi adalah peningkatan produksi susu, dan dari segi manajemen adalah perbaikan efisiensi produksi secara menyeluruh serta perbaikan kesehatan ternak per satuan waktu tertentu. 2.3.2 Pakan Sapi Perah Keberhasilan usaha sapi perah tidak hanya ditentukan oleh pemasarannya saja, tetapi juga oleh faktor lainnya, terutama ketersediaan pakan yang memadai
18
untuk menghasilkan produksi yang optimal. Biaya pakan dapat mencapai 62,5% dari total biaya usaha sapi perah sehingga keuntungan yang diperoleh peternak juga sangat bergantung pada besaran biaya pakan yang dikeluarkan (Yusdja, 2005). Tujuan utama pemberian pakan pada sapi perah adalah menyediakan ransum yang ekonomis namun dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan hidup pokok, kebuntingan, produksi susu induk, serta kebutuhan untuk pertumbuhan bagi ternak muda. Agar terpenuhi produksi yang optimal maka perlu tersedia cukup pakan, baik kualitas maupun kuantitas. Dalam hal ini, terpenuhinya kecukupan gizi sesuai dengan kebutuhan ternak, tidak kekurangan ataupun berlebihan. Bahan pakan ternak sapi pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yakni pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan ( Grisonta, 1995). Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman atau tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang batang, ranting, dan bunga. Kelompok jenis pakan hijauan adalah rumput, legume dan tumbuh-tumbuhan lain, yang dapat diberikan dalam bentuk segar dan kering (Kusnadi dkk, 1983). Hijauan segar adalah pakan hijauan yang diberikan dalam keadaan segar, dapat berupa rumput segar, batang jagung muda, kacang-kacangan dan lain-lain yang masih segar (Sitorus, 1983). Hijauan kering adalah pakan yang berasal dari hijauan yang dikeringkan misalnya jerami dan hay (Anonimus, 1986). Pakan hijauan dapat diberikan dalam bentuk kering (hay) maupun dalam bentuk basah atau hijauan segar ( dalam bentuk silage). Pembuatan hay biasanya berupa hijauan berbentuk tegak yang dikeringkan, sedangkan pembuatan silage didaerah tropis masih sulit dilakukan karena banyak hijauan yang sudah tua dan
19
sukar mengeluarkan udara dari dalam silo sehingga bersifat anaerob yang dibutuhkan kurang sempurna ( Zainuddin, 1982). Pakan konsentrat adalah bahan pakan yang konsentrasi gizinya tinggi tetapi kandungan serat kasarnya relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan dapat berupa dedak atau bekatul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ketela pohon atau gaplek dan lain-lain. Pada umumnya peternak menyajikan pakan konsentrat ini masih sangat sederhana, yakni hanya membuat susunan pakan/ransum yang terdiri dari dua bahan saja, dan bahkan ada yang hanya satu macam bahan saja (Sudono, 1983). Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin dan mineral. Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif dan hidupnya berada dalam kandang terus-menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak sapi adalah vitamin A, vitamin C, vitamin D, dan vitamin E, sedangkan mineral sebagai bahan pakan tambahan dibutuhkan untuk berproduksi, terutama kalsium dan posfor (Sutardi, 1984). Ukuran pemberian pakan untuk mencapai koefisien cerna tinggi dicapai dengan perbandingan BK hijauan : konsentrat = 60% : 40%. Sapi perah membutuhkan sejumlah serat kasar yang sebagian besar berasal dari hijauan untuk memperoleh pencernaan pakan yang akan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan ( Sutardi, 1995). Pemberian ransum sapi perah yang tumbuh maupun yang sedang berproduksi susu sesering mungkin dilakukan, minimal dua kali dalam sehari semalam. Frekuensi pemberian konsentrat hendaknya disesuaikan pula dengan pemerahan, yaitu dilakukan setiap 1-2 jam sebelum pemerahan (Siregar, 1996).
20
Air minum mutlak dibutuhkan dalam usaha peternakan sapi perah hal ini disebabkan karena susu yang dihasilkan 87% berupa air dan sisanya berupa bahan kering. Seekor sapi perah membutuhkan 3,5-4 liter air minum untuk mendapatkan 1 liter air susu (Sudono et.al, 2003). Perbandingan antara susu yang dihasilkan dan air yang dibutuhkan adalah 1 : 4. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada susu yang dihasilkan, suhu sekitarnya dan macam pakan yang diberikan (Sudono, 1999). 2.3.3 Pemerahan Pemerahan sapi-sapi perah di Indonesia umumnya masih dilakukan secara manual, yakni dengan tangan dan jari tangan. Pemerahan dilaksanakan pada pagi hari pukul 03.30 WIB dan siang hari pukul 12.00 WIB. Sapi yang sedang berproduksi memiliki jadwal pemerahan setiap hari yang pada umumnya dilakukan 2 kali sehari (Anonimous, 1995). Jadwal pemerahan yang teratur dan seimbang akan memberikan produksi susu yang lebih baik daripada pemerahan yang tidak teratur dan seimbang. Sebelum pemerahan dilakukan, ambing dicuci terlebih dahulu agar susu tidak terkontaminasi dengan kotoran. Kemudian peralatan yang digunakan yaitu : ember, minyak kelapa sebagai pelicin dan penyaring susu disiapkan. Menurut Siregar (1995), bahwa sebelum pemerahan, puting diolesi dengan pelicin. Menurut Blakely dan Bade (1992) bahwa proses pelepasan susu akan terganggu bila sapi merasa sakit dan ketakutan. Selain itu tangan pemerah harus bersih, dan kuku tidak boleh panjang, karena dapat melukai puting susu dan juga untuk menghindari terkontaminasinya susu oleh kotoran yang mengandung bakteri. Metode pemerahan yang digunakan sebagai berikut :
21
a.
Whole hand, dengan cara jari memegang puting susu pada pangkal puting diantara ibu jari dan telunjuk dengan tekanan diawali dari atas yang diikuti jari tengah, jari manis dan kelingking seperti memeras. Pemerahan secara whole hand membutuhkan waktu rata-rata 6,64 menit untuk memerah seekor sapi dan cara ini digunakan untuk sapi yang putingnya panjang.
b.
Strippen, dengan cara puting dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk yang digeserkan pada pangkal puting bawah sambil dipijat. Pemerahan secara strippen rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memerah seekor sapi adalah 7,72 menit dan cara ini digunakan untuk sapi yang ukuran putingnya pendek Cara pemerahan tersebut sesuai dengan pendapat Syarief dan Sumoprastowo
(1985) yang menyatakan bahwa whole hand merupakan cara terbaik untuk sapi yang memiliki puting panjang dan produksi susu tinggi sedangkan cara strippen biasa digunakan untuk sapi yang putingnya pendek. 2.3.4 Perkandangan Bangunan kandang sebaiknya diusahakan supaya sinar matahari pagi bisa masuk kedalam kandang. Sebab sinar matahari pagi tidak begitu panas dan banyak mengandung ultraviolet yang berfungsi sebagai disinfektan dan membantu pembentukan vitamin D. Pembuatan kandang sebaiknya jauh dari pemukiman penduduk sehingga tidak menganggu masyarakat baik dari limbah ternak maupun pencemaran udara ( Grisonta, 1980). Sistem perkandangan merupakan aspek penting dalam usaha peternakan sapi perah. Kandang bagi sapi sapi perah bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal saja, akan tetapiharus dapat memberikan perlindungan dari segaa aspek yang mengganggu (Siregar, 1993), seperti untuk menghindari ternak dari terik matahari, hujan, angin, gangguan binatang buas dan pencuri (Sugeng, 2001)
22
Ukuran kandang induk laktasi yaitu lebar 1,75 m dan panjang 1, 25 m serta dilengkapi tempat pakan dan minum, masing-masing dengan ukuran 80 cm x 50 cm dan 50 cm x 40 cm. Kandang yang baik mempunyai persyaratan, seperti lantai yang kuat dan tidak licin, dengan kemiringan 5 derajat dan kemiringan atap 30 derajat serta disesuaikan dengan suhu dan kelembaban lingkungan sehingga ternak akan merasa nyaman berada di dalam kandang serta letak selokan dibuat pada gang tepat dibelakang jajaran sapi (Grisonta, 1995). Menurut konstruksinya, kandang sapi perah dapat dibedakan menjadi dua yaitu kandang tunggal yang terdiri satu baris dan kandang ganda yang terdiri dari dua baris yang saling berhadapan (head to head) atau berlawanan (tail to tail). Tipe kandang head to head dirancang dengan satu gang bertujuan agar mempermudah saat memberi pakan dan efisien waktu sedangkan kandang tail to tail terdapat dua gang dengan tujuan untuk mempermudah saat membersihkan feses (Anonimous, 2002). Untuk bahan atap kandang dapat menggunakan genting, seng, asbes, rumbia, ijuk/alang-alang dan sebaginya. Menurut Grisonta (1980) bahan atap kandang yang ideal di negara tropis adalah genting. Dengan berbagai pertimbangan yakni genting dapat meyerap panas, mudah didapat, tahan lama, antara genting yang satu dengan yang lain terdapat celah sehingga sirkulasi udara cukup baik. 2.3.5 Penyakit Sapi Perah Penyakit yang biasa menyerang sapi perah laktasi dan mempengaruhi produksi susu adalah mastitis, brucellosis, dan milk fever. Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan cara sanitasi kandang, pengobatan, vaksinasi, menjaga kebersihan sapi dan lingkungan (Siregar, 1993)
23
Mastitis adalah penyakit pada ambing akibat dari peradangan kelenjar susu. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri streptococcus cocci dan saphylococcus cocci yang masuk melalui puting dan kemudian berkembang biak dalam kelenjar susu. Hal ini terjadi karena puting yang habis diperah terbuka kemudian kontak dengan lantai atau tangan pemerah yang tekontaminasi bakteri (Djojowidagdo, 1982). Brucellosis adalah penyakit keluron/keguguran menular pada hewan disebabkan oleh brucella abortus yang menyerang sapi, domba, kambing, babi dan hewan ternak lainnya. Brucellosis bersifat zoonosa artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia. Pada sapi, penyakit ini dikenal pula sebagai penyakit keguguran menular, sedangkan pada manusia menyebabkan demam yang bersifat undulasi yang disebut demam malta. Sumber penularan brucellosis dari ternak penderita brucellosis, bahan makanan asal hewan dan bahan asal hewan yang mengandung bakteri brucella. Penularan kepada manusia melalui saluran pencernaan, misalnya minum susu yang tidak dimasak yang berasal dari ternak sapi perah, oleh karena itu ternak sapi perah menjadi objek utama kegiatan pemberantasan brucellosis (Tolihere, 1981) Penyakit milk fever disebabkan karena kekuarangan kalsium (Ca) atau zat kapur dalam darah (hypocalmia) (Sudono et.al, 2003). Milk fever menyerang sapi perah betina dalam 72 jam setelah melahirkan dengan tanda-tanda tubuhnya bergoyang kanan kiri saat berjalan (sempoyongan), bila tidak cepat diobati sapi akan jatuh dan berbaring. Pengobatan dilakukan dengan menyuntikan 250-500 ml kalsium boroglunat secara intravenaous (menyuntikan kedalam pembuluh darah). Jika dalam 8-12 jam tidak berdiri maka penyuntikan dapat dilakukan lagi. Untuk pencegahannya dapat melalui pemberian ransum dengan perbandingan kadar
24
kalsium dan fosfor dalam ransum 2:1 dapat pula dengan pemberian kapur tembok/gamping 3% dari pakan konsentrat (Grisonta, 1995)