II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Hakikat Belajar
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Menurut Gage dalam Sagala (2007 : 13) belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Gagasan ini berarti belajar juga membutuhkan tempat dan waktu. Belajar disimpulkan terjadi bila tampak tanda-tanda bahwa perilaku manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran. Perhatian utama dalam belajar adalah perilaku verbal dari manusia, yaitu kemampuan manusia untuk menangkap informasi mengenai ilmu pengetahuan yang diterimanya dalam belajar.
Menurut Hamalik (2009 : 30) bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah sedangkan unsur motoris adalah unsur jasmaniah.
11
Dalam belajar siswa menggunakan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik terhadap lingkungannya. Banyak ahli yang mempelajari ranah-ranah tersebut dan membaginya dalam kelompok-kelompok diantaranya Bloom.
Bloom dalam Dimyati & Mudjiono (2009 : 26) membagi ranah kognitif pada enam perilaku diantarnya: 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagianbagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
Ranah afektif, Krathwohl & Bloom, dkk (dalam Dimyati & Mudjiono, 2009 : 27) membagi pada beberapa perilaku, diantaranya: 1.
2. 3. 4.
5.
Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut. Misalnya, kemampuan mengakui adanya perbedaan-perbedaan. Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpatisipasi dalam suatu kegiatan. Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya, menempatkan nilai dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara bertanggung jawab. Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan mebentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya, kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang berdisiplin.
12
Ranah psikomotor, Simpson (dalam Dimyati & Mudjiono,2009 : 29) membagi kepada tujuh perilaku: 1.
2.
3. 4. 5. 6.
7.
Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendeskriminasikan) hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini mencakup jasmani dan rohani. Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh. Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh. Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancar, efisien dan tepat. Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku. Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri.
Siswa yang belajar berarti memperbaiki kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. Dengan meningkatnya kemampuan-kemampuan tersebut maka keinginan, kemauan atau perhatian pada lingkungan sekitarnya makin bertambah.
2.1.2 Prinsip Belajar
Prinsip yang berlaku umum dalam proses pembelajaran berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
Perhatian dan motivasi memiliki peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi merupakan tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi
13
merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan nilai-nilai dan keterampilan.
Ada beberapa taktik dan strategi harus diperhatikan prinsip-prinsip umum belajar tersebut. Hamalik, (2009 : 31) menyebutkan beberapa prinsip umum belajar yang dimaksud adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (undergoing), Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu, Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid, Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu, Proses belajar dan hasil usaha belajar disyarati oleh heriditas dan lingkungan Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individu dikalangan murid-murid. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan sesuai dengan kematangan siswa, Proses belajar yang terbaik adalah apabila murid mengetahui status dan kemajuan, Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur, Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satau sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara terpisah, Proses belajar berlangsung secara efektif dibimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan, Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan, Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan kepada kebutuahannya dan berguna serta bermakna baginya, Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalamanpengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik, Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda, Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah (adaptable), jadi tidak sederhana dan statis.
14
2.1.3 Faktor-Faktor Belajar
Prinsip-prinsip belajar yang hanya memberikan petunjuk umum tentang belajar. Tetapi prinsip-prinsip itu tidak dapat dijadikan hukum belajar yang bersifat mutlak, kalau tujuan belajar berbeda maka dengan sendirinya cara belajar juga harus berbeda, contohnya: belajar untuk memperoleh sifat berbeda dengan belajar untuk mengembangkan kebiasaan dan sebagainya. Karena itu, belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada.
Dalam belajar dipengaruhi oleh faktor intern siswa itu sendiri dan pula dari faktor eksternal siswa. Faktor intern ini adalah penentu karena siswa lah yang menentukan terjadi atau tidaknya belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan sekitar siswa yang menentukan seorang siswa dalam proses belajarnya.
Menurut Hamalik (2009 : 32) ada beberapa faktor dalam belajar, diantaranya: 1.
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan, siswa yang belajar diperlukan untuk melakukan banyak kegiatan baik kegiatan neural system, maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan, sikap, kebiasaan dan minat. Belajar memerlukan latihan, dengan jalan: relearning, recalling dan reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali dan pelajaran yang belum dikuasai akan dapat lebih mudah dipahami. Belajar siswa lebih berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil dan mendapatkan kepuasannya. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajarnya. Pengalaman masa lampau (bahan apresiasi) dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki oleh siswa besar peranannya dalam proses belajar. Pengalaman dan pengertian itu menjadi dasar untuk menerima pengalamanpengalaman baru dan pengertian-pengertian baru. Faktor kesiapan belajar. Murid yang telah siapa belajar akan dapat melakukan kegiatan belajar lebih mudahdan lebih berhasil. Faktor minat dan usaha. Belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat.
15
9.
Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lemah, lelah akan menyebabkan perhatian tak mungkin akan melakukan kegiatan belajar yang sempurna. 10. Faktor intelegensi. Murid yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran dan lebih mudah mengingat-ingatnya.
2.2 Penerapan Teori Belajar dan Pembelajaran
Teori belajar yang sering diterapkan dalam proses pembelajaran terpadu antara lain; a) behaviorisme, b) kognitif, c) konstruktivisme. Masing-masing teori memiliki kelemahan dan kelebihan. Pada penelitian ini teori yang mendasari penggunaan cooperatif learning dan motivasi belajar dalam pembelajaran adalah teori belajar behaviorisme.
2.2.1 Teori Belajar Behaviorisme
Menurut teori ini manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya,
yang akan memberikan pengalaman-pengalaman
tertentu
kepadanya. Belajar disini merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (Stimulus-Respons), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap yang datang dari luar.
Proses S-R ini terdiri dari beberapa unsur. Pertama ialah unsur dorongan atau drive. Siswa merasakan adanya kebutuhan akan sesuatu atau terdorong untuk memenuhi kebutuhannya. Kedua adalah rangsangan atau stimulus. Kepada siswa diberikan stimulus yang selanjutnya akan memberikan respons. Unsur ketiga adalah respons. Siswa memberikan suatu reaksi (respons) terhadap stimulus yang diterimanya, dengan jalan melakukan suatu tindakan yang dapat terlihat. Keempat
16
adalah unsur penguatan atau reinforcement, yang pernah diberikan kepada siswa agar ia merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respons lagi.
Behaviorisme menekankan pada apa yang dilihat yaitu tingkah laku, serta tidak memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran karena tidak dapat dilihat, oleh karena itu tidak dianggap ilmiah. Dengan demikian proses belajar menurut behaviorisme lebih dianggap sebagai proses yang bersifat mekanistik dan otomatik tanpa membicarakan apa yang terjadi selama itu di dalam diri siswa yang belajar. Thorndike merupakan orang yang pertama kali menerangkan hubungan S-R, beberapa macam teori behaviorisme yang terkenal adalah:
1.
Calssical conditioning (Pavlov)
Teori ini didasarkan atas reaksi sistem yang tak terkontrol di dalam diri seseorang dan reaksi emosional yang dikontrol oleh sistem urat syaraf otonom serta gerak refleks setelah menerima stimulus dari luar
Stimulus tidak
Respons tidak
Terkontrol (US)
Terkontrol (UR)
Sumber: Toeti Soekamto dan Udin Saripudin (1995:14)
Stimulus tidak terkondisi (US) merupakan stimulus yang secara biologis dapat menyebabkan adanya respons dalam bentuk refleks (UR). Disini respons dapat terbentuk tanpa adanya proses belajar.
Classical conditioning dikenal juga dengan generalisasi stimulus yaitu kecenderungan untuk memberikan respons terkondisi terhadap stimuli yang serupa dengan stimulus yang terkondisi (CS) , meskipun stimuli tersebut belum
17
pernah diberikan bersama-sama dengan stimulus tidak terkontrol. Makin banyak persamaan stimuli baru dengan CS yang pertama makin besar pula generalisasi.
2.
Operant Conditioning (Skinner)
Teori Skinner ini menyatakan bahwa setiap kali memperoleh stimulus maka seseorang akan memberikan respons berdasarkan hubungan S-R. Respons yang diberikan ini dapat sesuai (benar) atau tidak sesuai (salah) dengan apa yang diharapkan. Respons yang benar perlu diberikan penguatan (reinforcement) agar orang ingin melakukannya kembali.
Menurut Hill dalam Toeti Soekamto dan Udin Saripudin (1995 : 16) pemberian penguatan terhadap respons dapat diberikan secara (a) kontinu (contineous reinforcement) dan (b) selang seling (intermittent reinforcement). Pemberian penguatan secara kontinu biasanya diberikan pada permulaan proses belajar yaitu setiap kali orang memberikan respons yang benar atau yang diharapkan. Setelah selang beberapa waktu maka frekuensi pemberian penguatan perlu dikurangi dengan maksud agar setiap orang tetap tekun belajar. Cara yang dipakai dalam intermittent reinforcement dapat dikelompokkan menjadi (a) ratio, apabila pemberian penguatan tergantung pada jumlah respons yang diberikan, dan (b) interval, apabila pemberian penguatan tergantung pada waktu.
Selain itu menurut Leahey & Harris dalam Toeti Soekamto dan Udin Saripudin (1995 : 16) pemberian penguatan dikelompokkan ke dalam beberapa cara, yaitu: 1.
Dengan perbandingan tetap atau fixed ratio; yaitu pemberian penguatan tergantung pada beberapa kali individu memberikan respons. Di sini ditentukan beberapa kali ia harus memberikan respons sebelum memperoleh penguatan.
18
2.
3. 4.
Dengan perbandingan tidak tetap atau variabel ratio; di sini tetap jumlah respons yang menentukan pemberian penguatan, tetapi perbandingan berubah-ubah dari penguatan ke penguatan berikutnya. Perbandingan ini dapat ditentukan secara acak. Dengan interval tetap (fixed interval); pemberian penguatan dengan jarak waktu tertentu. Dengan interval tidak tetap (variable interval); pemberian penguatan dengan jarak waktu antara yang tidak tetap.
2.2.2 Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut pandangan teori konstruktivisme, belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukkan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukkan tersebut secara optimal pada diri siswa. Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya.
Penekanan teori kontruktivisme adalah dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapat penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif perlu di-kembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa, Suparno dalam Nursalam (2007 : 21).
Karakteristik pembelajaran yang dilakukan dalam teori belajar konstruktivistik adalah: (1) membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta
19
lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembankan ide-idenya tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan, (2) menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan di antara ide-ide atau gagasannya, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan, (3) guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, di mana terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interprestasi, dan (4) guru mengakui bahwa proses belajar dan penilaiannya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola. Teori belajar konstruktivistik yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan sumbangan besar dalam membentuk siswa menjadi kreatif, produktif, dan mandiri.
Belajar merupakan proses mengkonstruksi sendiri dari bahan-bahan pelajaran yang bisa berupa teks, dialog, membuktikan rumus dan sebagainya. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide, bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan suatu informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Siswa akan menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berpikir bukan meniru. Konstruktivisme sebagai aliran psikologi kognitif menyatakan manusialah yang membangun makna terhadap sutu realita.
20
Pembelajaran konstruktivis mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut: 1) Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, 2) Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru, 3) Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter), 4) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proporsi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang diterapkan, 5) Manusia mempunyai tingkatan berbeda dalam menyikapi situasi baru, 6) Belajar berarti membentuk makna, makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan serta bersifat alami. Untuk mengkonstruksi hal tersebut akan dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki, 7) Konstruksi adalah suatu proses yang terus menerus setiap kali berhadapan dengan persoalan baru, 8) Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang, dan 9) Belajar berarti memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
2.2.3 Teori Perkembangan Kognitif
Teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget menerangkan bahwa anak berkembang dalam empat tahap, yakni 1) tahap sensori motor, 2) tahap praoperasional, 3) tahap operasi kokret, dan 4) tahap operasi formal. Siswa sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun yang menurut teori tersebut tergolong
21
pada operasi konkret. Pada masa ini anak sangat tergantung pada referensi atau hal-hal yang konkret (Ginn, 2001 : 2).
Piaget (dalam Ginn`s, 2001 : 2) sangat yakin bahwa anak akan belajar secara aktif melalui informasi yang menarik. Ia juga percaya bahwa anak akan membangun pengetahuan mereka sendiri dengan mengabaikan bagaimana suatu informasi itu diperolehnya. Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan suatu tindakan pasif dalam membangun pengetahuan utama yang melibatkan penafsiran dalam hubungan dengan struktur kognitif yang ada, sedangkan akomodasi merupakan upaya mengkonstruksi pengetahuan yang baru dan mengacu pada perubahan struktur kognitif yang disebabkan oleh lingkungan.
Atas dasar teori perkembangan kognitif yang dikemukakan tersebut dapat dikatakan bahwa apabila pembelajaran diberikan secara terpadu dengan memanfaatkan fenomena yang konkret dengan kehidupan nyata siswa akan sangat membantu siswa dalam mempelajari materi tersebut. Dengan demikian, seorang guru harus memiliki kemampuan menghadirkan informasi yang terpadu dan membantu siswa mengendapkan informasi dalam memorinya dengan bersandar pada struktur kognitif yang sebelumnya telah dipelajari akan sangat membantu siswa dalam memahami materi yang diberikan.
22
2.3 Hakikat Pembelajaran 2.3.1 Hakikat pembelajaran IPS Terpadu
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) berusaha memberikan wawasan secara komprehensif tentang peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan intergrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmuilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya). IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi marteri cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.
Geografi, sejarah dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan
berkenaan
dengan
peristiwa-peristiwa
dari
berbagai
periode.
Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spritual, teknologi dan benda-benda budaya dari budayabudaya terpilih, ilmu politik dan ekonomi yang tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan
23
keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial.
IPS merupakan pembelajaran terpadu, penerapan model pembelajaran terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, sarana dan biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat diajarkan sekaligus. Hal tersebut karena adanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi, kompetensi dasar, dan langkah-langkah pembelajaran yang dipandang memiliki kesamaan atau keterkaitan. Meskipun standar kompetensi dan kompetensi dasar Ilmu Pengetahuan Sosial dikembangkan dalam bidang kajian, tetapi pada tingkat pelaksanaannya guru memiliki keleluasaan dalam membelajarkan siswa untuk mencapai kompetensi yang telah dikembangkan tersebut. Hal ini dapat dilaksanakan oleh guru dengan mengidentifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu tema, dan disajikan dalam kegiatan pembelajaran terpadu.
2.3.2 Karakteristik mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
Istilah pendidikan IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat.
Ada 10 konsep social studies dari NCSS National Council for the Social Studies (dalam Trianto,2010; 173), yaitu (1) culture, (2) time, continuity and change, (3) people, places and environments, (4) individual development and identity, (5) individuals, group and indstitutions, (6) power, authority and govermance, (7) production, distribution and consumption, (8) science, technology and society, (9) global connections, (10) civic, ideals and practices.
24
Karakteristik mata pembelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integerasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Rumusan ilmu pengetahuan sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdispliner.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan (Puskur, 2007b:8). Ketiga dimensi tersebut disajikan dalam tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Dimensi IPS dalam kehidupan Manusia Dimensi dalam kehidupan manusia Area dan substansi pembelajaran
Ruang
Waktu
Nilai/Norma
Alam sebagai tempat dan penyedia potensi sumber daya
Alam dan kehidupan yang selalu berproses, masa lalu, saat ini dan yang akan datang Berpikir kronologis, prospektif, antisipatif Sejarah
Kaidah atau aturan yang menjadi perekat dan penjamin keharmonsan kehidupan manusia dan alam
Contoh Adaptasi kompetensi dasar spasial dan yang eksploratif dikembangkan Alternatif Geografi penyajian dalam mata pelajaran Sumber : Sardiman (dalam Trianto, 2010:176)
Konsisten dengan aturan yang disepakati dan kaidah aamiah masingmasing disiplin ilmu Ekonomi, sosiologi/antropologi
Dalam pembelajaran terpadu menggunakan kurikulum terpadu, tujuan dari penggunaan kurikulum terpadu adalah untuk membangun pribadi siswa menjadi pribadi yang integrated, artinya dengan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk keseluruhan dan meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran,
25
diharapkan anak didik dapat hidup secara harmonis dan selaras dengan lingkungannya.
Ada banyak model-model pembelajaran terpadu sebagaimana dikemukakan oleh Fogarty ,R yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah: 1. Fragmented
model
(model
fragmen),
yaitu
model
pembelajaran
konvensional yang terpisah secara mata pelajaran atau model tradisional yang memisahkan secara diskrit masing-masing pelajaran. Keterpaduan model ini harus tercapai ketika satu satuan waktu telah ditempuh, misalnya pada satu catur wulan. 2. The connected model (model terhubung), yaitu dalam setiap mata pelajaran berisi konten yang berkaitan antara topik dengan topik dan konsep dengan konsep dalam satu mata pelajaran. Model ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. 3. The nested model (model tersarang), yaitu model pembelajaran terpadu yang merupakan pengintegrasian kurikulum dalam satu disiplin ilmu dengan memfokuskan pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan oleh guru kepada siswa dalam satu unit pembelajaran ketercapaian materi pelajaran (content) yang meliputi keterampilan berpikir, keterampilan sosial dan keterampilan mengorganisir. 4. The sequenced model (model terurut), yaitu model pembelajaran dimana saat guru mengajarkan suatu mata pelajaran guru dapat menyusun kembali topik mata pelajaran lain dalam urutan pengajaran itu dalam topik yang sama atau relevan.
26
5. The shared model (model terbagi), yaitu suatu model pembelajaran terpadu dimana pengembangan disiplin ilmu yang memayungi kurikulum silang. 6. The webbed model (model jarring laba-laba), yaitu merupakan salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. 7. The threaded model (model pasang benang), yaitu model pembelajaran yang memfokuskan pada meta kurikulum yang menggantikan atau yang berpotongan dengan inti materi subjek. 8. The integrated model (model integrasi), yaitu pembelajaran yang menggabungkan bidang studi dengan cara menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling berhubungan di dalam beberapa bidang studi 9. The immersed model (model terbenam), yaitu model pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran dalam satu proyek. Model ini merupakan satu dari model yang memungkinkan pelajar menyeberang dan atau tetap di dalam mata pelajaran tenggelam dalam minat dan kemauannya untuk belajar. 10. The networked model (model jaringan), model pembelajaran yang berupa kerjasama antara siswa dengan seorang ahli dalam mencari data, keterangan atau lainya sehubungan dengan mata pelajaran yang disukainya atau diminatinya sehingga siswa secara tidak langsung mencari tahu dari berbagai sumber. (Fogarty, R dalam Istanti, 2010:1-2)
27
2.3.3 Tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Tujuan-tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Awan Mutakin, dalam (Trianto, 2010:176-177) a. b.
c.
d.
e.
f. g. h.
i.
Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society” dan mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya. Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau peolakan siswa terhadap materi pembelajaran IPS yang diberikan.
28
Selain itu dalam KTSP Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk dan ditingkat lokal, nasional dan global.
Untuk mencapai tujuan mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar tersebut perlu dikembangkan strategi pembelajaran IPS yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa ( Student centered ) agar siswa terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Untuk memotivasi siswa agar berpartisipasi secara aktif perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan agar kualitas proses pembelajaran IPS lebih memadai.
2.4 Desain Pembelajaran
Dalam teknologi pembelajaran ada lima kawasan diantaranya ada desain. Seels & Richey (1994 : 32) mendefinisikan desain sebagai suatu proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain ialah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro seperti pelajaran dan modul. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa desain pembelajaran adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaian pembelajaran.
29
Reigeluth, 1983 (dalam prawiradilaga, 2007 : 15) mengatakan bahwa desain pembelajaran adalah kisi-kisi dari penerapan teori belajar dan pembelajaran untuk memfasilitasi
proses
belajar
seseorang.
Reigeluth
membedakan
desain
pembelajaran dengan pengembangan. Ia menyatakan bahwa pengembangan adalah penerapkan kisi-kisi desain di lapangan. Kemudian setelah uji coba selesai, maka desain itu diperbaiki atau diperbaharui sesuai dengan masukan yang telah diperoleh. Dick,Carey & Carey, 2005 (dalam Prawiradilaga, 2007 : 16) mengatakan desain pembelajaran mencakup seluruh proses yang dilaksanakan dalam pendekatan sistem. Teori belajar, teori evaluasi dan teori pembelajaran merupakan teori-teori yang melandasi desain pembelajaran. Menurut Kemp, Morrison & Ross (dalam Prawiradilaga, 2007 : 17-18) Esensi desain pembelajaran mengacu pada empat komponen, yaitu: 1.
2.
3. 4.
Peserta didik, berbagai istilah berkembang di Indonesia yang berkaitan dengan peserta didik ini diantaranya siswa, mahasiswa, peserta pelatihan dan seterusnya. Tujuan pembelajaran, setiap rumusan tujuan pembelajaran selalu dikembangkan berdasarkan kompetisi atau kinerja yang harus dimiliki oleh peserta didik jika ia selesai belajar. Metode merupakan cara-cara atau teknik yang dianggap jitu untuk menyampaikan materi ajar. Penilaian, konsep ini menganggap menilai hasil belajar peserta didik sangat penting. Indikator keberhasilan pencapaian suatu tujuan belajar dapat diamati dari penilaian hasil belajar. Seringkali penilaian diukur dengan kemampuan menjawab dengan benar sejumlah soal-soal objektif. Penilaian dapat juga dilakukan dengan format nonsoal, yaitu dengan instrumen pengamatan, wawancara, kuesioner dan sebagainya.
2.4.1 Strategi Pembelajaran
Menurut Wahab (2008 : 83) Pada hakikatnya istilah strategi, model atau metode pembelajaran memiliki batasan-batasan, namun menurut sebagian ahli hal ini merupakan ungkapan yang sama walau berbeda tapi pada akhirnya yang
30
dimaksud adalah metode dan teknik mengajar dengan tujuan yang sama untuk siswa.
Pada awalnya istilah yang paling sering dipakai dalam pembelajaran adalah metode, namun istilah ini memiliki banyak pengertian dan dipakai untuk menunjukkan berbagai macam kegiatan yang maknanya berbeda-beda, hingga dapat menimbulkan kerancuan. Sebagai gantinya dipakai istilah strategi dan teknik pembelajaran. Menurut Miarso, (2007:530) strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan teori tertentu. sedangkan teknik pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran
yang dipilih
dan
dilaksanakan
oleh
guru
dengan
jalan
mengkombinasikan lima komponen sistem pembelajaran, yaitu yang terdiri atas orang, pesan, bahan, alat dan lingkungan agar tercapai tujuan belajar.
Strategi pembelajaran sebagai suatu pendekatan menurut Romiszowki dalam Miarso (2007 : 530) dibedakan menjadi dua strategi dasar, yaitu ekspositori dan diskoveri. Strategi ekspositori didasarkan pada teori pemrosesan infromasi, sedangkan strategi diskoveri didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman.
Reigeluth dalam Richey & Seels (1994 : 34-35) membedakan strategi belajar kedalam strategi mikro dan makro: Variabel strategi mikro adalah metode dasar untuk mengorganisasikan pembelajaran dalam suatu gagasan tunggal (yaitu sebuah konsep, prinsip yang tunggal dan sebagainya). Hal tersebut mencakup komponen strategi seperti definisi, contoh, latihan dan bentuk sajian lain. Strategi makro adalah metoda dasar untuk mengorganisasikan aspek-aspek pembelajaran yang
31
berhubungan dengan gagasan lebih dari satu, seperti mengurutkan, membuat sintesa dan membuat ringkasan (mempreview dan mereview) gagasangagasan yang diajarkan.
2.5 Pembelajaran Kooperatif dan Ekspositori
2.5.1 Cooperative Learning
A. Pengertian Cooperative Learning
Menurut Slavin dalam Solihatin (2007 : 4) cooperative learning adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
Pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan tujuan tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah di mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu. Pembelajaran koperatif merupakan metode pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai
32
tujuan bersama. Kerjasama antar siswa dalam kelompok ini dianggap lebih penting dari prestasi individu.
Menurut Slavin (2005: 11) Ada lima prinsip dalam pembelajaran kelompok (tim) siswa, tiga diantaranya metode yang paling sering digunakan dalam metode pembelajaran kooperatif yaitu, Student Team Achivement Division (STAD), Turnament Game Tim (TGT), dan Jigsaw II (teka-teki II). Dua lainnya digunakan dalam mata pelajaran khusus yaitu, cooperative integrated reading and composition dan team accelerated instruction (TAI). Kelima metode ini melibatkan penghargaan tim, tanggung jawab individual dan kesempatan sukses yang sama tetapi dengan cara yang berbeda.
B. Student Team-Achivement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam metode STAD student team achivement division atau pembagian pencapaian tim siswa, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran,. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendirisendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.
Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor
33
perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. Pembelajaran koperatif model STAD tersebut menekankan pada kerja kelompok dan tanggungjawab bersama dalam mecapai tujuan dan adanya saling interaksi di antara anggota kelompok belajar.
Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin agar timnya mendapat penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya. Mereka harus membantu teman satu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Meski para siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling bantu dalam mengerjakan kuis. Para siswa harus tahu materinya. Tanggung jawab individual seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan denga baik satu sama lain, karena satu-satunya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan membuat semua anggota tim menguasai informasi atau kemampuan yang diajarkan.
STAD lebih merupakan metode umum dalam mengatur kelas ketimbang metode komprehensif dalam mengajarkan mata pelajaran tertentu. Komponen Utama STAD
STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu; persentasi kelas, tim kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi tim.
34
Persentasi kelas. Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Tim. Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnitas. Fungsi dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Kuis. Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua peride praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperkenankan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. Skor Kemajuan Individual. Gagasan dari skor ini adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan didapat apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam system skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha yang terbaik. Rekognisi Tim. Tim akan mendapat sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
35
Fase-fase pembelajaran STAD Persiapan
Materi (membuat lembar kegiatan, lembar jawaban, kuis untuk setiap unit materi yang akan diajarkan)
Pembagian para siswa ke dalam tim Tim terdiri dari empat orang yang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan. Tim harus terdiri dari seorang siswa yang berprestasi tinggi, seorang siswa yang berprestasi rendah dan dua siswa lainnya berprestasi sedang. Dan anggota tim tidak boleh memilih sendiri anggotanya
Menentukan skor awal pertama. Skor awal dapat diambil dari kuiskuis sebelum memulai STAD atau nilai siswa tahun yang lalu.
Membangun tim, sebelum mengawali program pembelajaran model apapun akan sangat baik jika memulai dengan satu atau lebih latihan pembentukan tim untuk sekedar mengakrabkan antar sesamanya.
Pembelajaran
Pembukaan -
Sampaikan pada siswa apa yang akan mereka pelajari dan mengapa hal itu penting. Tumbuhkan rasa ingin tahu siswa dengan cara penyampaian yang berputar-putar, masalah dalam kehidupan nyata, dan sarana-sarana lainnya.
-
Buat agar siswa bekerja dalam tim untuk menemukan konsepkonsep, bangkitkan minat mereka terhadap pelajaran.
36
Ulangi tiap persyaratan atau informasi secara singkat.
Pengembangan -
Fokuskan pada pemaknaan, bukan penghapalan
-
Demonstrasikan secara aktif konsep-konsep menggunakan alat bantu visual
-
Nilailah siswa sesering mungkin dengan memberi banyak pertanyaan
-
Jelaskan mengapa jawaban bisa salah atau benar
-
Berpindahlah konsep jika siswa telah menangkap gagasan utamanya
Pedoman Pelaksanaan -
Buatlah agar para siswa mengerjakan tiap persoalan atau contoh atau mempersiapkan jawaban yang akan diberikan
-
Panggil siswa secara acak.
-
Tidak memberikan tugas yang memakan waktu lama.
Belajar Tim Tes (ujian)
2.5.2 Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori dalam penelitian ini menunjuk pada strategi yang dalam jenjang kontinum Romiszowski disebut "ekspositori deduktif" yaitu strategi pembelajaran yang didasarkan pada proses "meaningful reception learning" sebagaimana yang diteorikan Ausubel. Strategi ini cenderung menekankan penyampaian informasi yang bersumber dari buku teks, referensi
37
atau pengalaman pribadi dengan menggunakan teknik ceramah, demonstrasi, diskusi dan laporan studi.
Dalam pembelajaran dengan strategi ekspositori guru cenderung menggunakan kontrol proses pembelajaran dengan aktif, sementara siswa relatif pasif menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru. Strategi pembelajaran ekspositori ini merupakan proses pembelajaran yang lebih berpusat pada guru ("teacher centered"), guru menjadi sumber dan pemberi informasi utama. Meskipun dalam strategi ekspositori digunakan metode selain ceramah dan dilengkapi atau didukung dengan penggunaan media, penekanannya tetap pada proses penerimaan pengetahuan (materi pelajaran) bukan pada proses pencarian dan konstruksi pengetahuan.
Pembelajaran ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan pembelajaran ini, oleh karena itu sering orang mengidentikan dengan ceramah. a.
Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihapal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.
b.
Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahami dengan benar dan mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.
Miarso (2005 : 530) menyatakan bahwa strategi ekspositori didasarkan pada teori pemrosesan informasi (information processing learning) yang pada garis
38
besarnya: 1) pembelajar menerima informasi mengenai prinsip atau dalil yang dijelaskan dengan memberikan contoh, 2) terjadi pemahaman pada diri pembelajar atas prinsip atau dalil yang diberikan, 3) pembelajar menarik kesimpulan berdasarkan kepentingannya yang khusus, 4) terbentuknya tindakan pada diri pembelajar, yang merupakan hasil pengolahan prinsip atau dalil dalam situasi yang sebenarnya.
Jadi strategi pembelajaran ekspositori dalam kajian ini adalah strategi pembelajaran yang menekankan pada proses deduksi, menunjuk pada pendekatan yang biasa digunakan guru dalam praktek pembelajaran secara aktual dilapangan. Dalam penelitian ini strategi pembelajaran ekspositori merupakan variabel kontrol atas variabel eksperimen yaitu pembelajaran koperatif STAD.
Tahapan pembelajaran dalam strategi pembelajaran ekspositori (Sanjaya, 2010 : 185) adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
4. 5.
Persiapan (Preparation), tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran dengan memberikan hal-hal yang positif dan mengemukakan tujuan yang harus dicapai. Penyajian (Presentation,) adalah tahap penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan, dengan menyampaikan materi pelajaran yang mudah dipahami oleh siswa. Hal yang harus diperhatikan adalah (1) penggunaan bahasa, (2) intonasi suara, (3) menjaga kontak mata dengan siswa. Korelasi (Correlation,) adalah tahap langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pangalaman siswa atau mengaitkan dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Menyimpulkan (Generalization), adalah tahap memahmi inti materi pelajaran. Mengaplikasikan (application), adalah tahap unjuk kemampuan siswa setelah pemberian materi pelajaran.
Dalam hal ini terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran ekspositoris. Kelebihan dari pembelajaran dengan strategi ekspositoris yaitu:
39
1) guru bisa mengendalikan urutan keluasan materi pembelajaran, dengna demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan, 2) dianggap sangat efektif bila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu untuk belajar terbatas, 3) siswa dapat mendengar memlalui penuturan tentang suatu materi pelajaran juga sekaligus siswa melihat atau mengobservasi melalui hasil demonstrasi, 4) bisa digunakan untuk jumlah siswa yang tidak terlalu besar.
Kelemahan dari metode ekspositori antara lain: 1) cenderung terjadi proses satu arah, sehingga mengakibatkan siswa berperan pasif proses pembelajaran, 2) cenderung kearah pembelajaran berdasarkan guru, hal ini ditandai oleh kemajuan belajar yang tergantung kepada kepercayaan penyajian dari guru, 3) menurunnya perhatian siswa dikarenakan kejenuhan siswa terhadap ceramah yang terlalu panjang, 4) metode ekspositori ini hanya mmapu untuk mengakomodasi ingatan jangka pendek siswa, siswa dituntut untuk menghapal bukan untuk mengerti, 5) metode ini merugikan siswa tertentu, misalnya merugikan siswa yang tidak memiliki tipe pengamat auditif dan tidak bisa mencatat dengan baik, dan juga merugikan siswa yang mampu belajar sendiri lebih cepat daripada mendengarkan ceramah secara klasikal, 6) tidak efektif untuk mengajarkan keterampilan psikomotorik dan menanamkan sikap.
2.6 Motivasi Belajar
Salah satu aspek psikologis yang ada pada diri seseorang adalah motivasi. Menurut Egsenck (dalam Slameto, 2003 : 170) motivasi merupakan suatu proses
40
yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsisten, serta arah umum dari tingkah laku manusia. Seseorang termotivasi atau terdorong untuk melakukan sesuatu karena adanya tujuan atau kebutuhan yang hendak dicapai. Tujuan atau kebutuhan tersebut akan mengarahkan perilaku seseorang. Begitu pula perilaku seseorang dalam kegiatan belajar mengajar juga memerlukan motivasi untuk belajar. Donal dalam Hamalik (2001:27) merumuskan, bahwa ”motivasi adalah suatu perbedaan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan”. Dalam rumusan ini ada tiga unsur yang saling terkait yaitu sebagai berikut; 1) motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi; 2) motivasi dimulai dari timbulnya perasaan; 3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Mc.Donald dalam Djamarah (2002: 114) mengatakan bahwa, “motivasion is a energy change within the person characterizedby affective arousal and anticipatory goal reactions”. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif atau perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Sardiman (2005 : 89-90) menggolongkan motivasi menjadi dua bagian: a) Motivasi internal, yaitu motif-motif yang aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi internal merupakan pendorong bagi aktivitas dalam pengajaran dan dalam pemecahan soal. Keinginan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, keinginan untuk memahami sesuatu hal, merupakan faktor internal
41
yang ada pada semua orang . b) Motivasi eksternal, yaitu motif-motif yang aktif atau berfungsinya karena ada rangsangan dari luar. Motivasi eksternal dalam belajar antara lain berupa penghargaan, pujian, hukuman, celaan atau ingin meniru tingkah laku seseorang.
Konteks motivasi yang dimaksud di sini adalah faktor yang mempengaruhi belajar, sehingga motivasi yang dimaksud adalah motivasi berprestasi. Menurut Djaali (2008: 103) “motivasi berprestasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis (kebutuhan untuk berprestasi) yang terdapat di dalam diri siswa yang mendorongnya untuk melakukan aktifitas tertentu guna mencapai suatu tujuan tertentu (berprestasi setinggi mungkin)”.
Menurut Dimyati & Mudjiono (2009:89), unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah:
Cita-cita atau aspirasi siswa Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil. Dari segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi citacita. Kemampuan siswa Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Kondisi siswa Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani sangat mempengaruhi motivasi belajar. Kondisi lingkungan siswa Lingkungan siswa berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, kehidupan kemasyarakatan. Dengan kondisi lingkungan tersebut yang aman, tentram, tertib dan indah maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar. Upaya guru dalam membelajarkan siswa
42
Guru adalah seorang pendidik profesional. Ia bergaul setiap hari dengan puluhan atau ratusan siswa. Sebagai pendidik, guru dapat memilil dan memilah yang baik. Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik tersebut sudah merupakan upaya membelajarkan dan memotivasi siswa. Adapun upaya untuk meningkatkan motivasi belajar menurut Dimyati & Mudjiono (2009 : 89) yaitu: a.
Optimalisasi penerapan prinsip belajar
Kehadiran siswa di kelas merupakan awal dari motivasi belajar. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa merupakan bimbingan tindak pembelajaran bagi guru. Dalam upaya pembelajaran, guru harus berhadapan dengan siswa dan menguasai seluk beluk bahan yang diajarakan kepada siswa. Upaya pembelajaran terkait dengan beberapa prinsip pembelajaran. Beberapa prinsip pembelajaran tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Belajar menjadi bermakna jika siswa memahami tujuan belajar, oleh karena itu guru harus menjelaskan tujuan belajar secara hierarkis. 2. Belajar menjadi bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantangnya, oleh karena itu peletakan urutan masalah yang menantang harus disusun guru dengan baik. 3. Belajar menjadi bermakna bila guru mampu memusatkan segala kemampuan mental siswa dalam program kegiatan tertentu oleh karena itu guru sebaiknya membuat pembelajaran dalam pengajaran unit atau proyek. 4. Kebutuhan bahan belajar siswa semakin bertambah, oleh karena itu guru perlu mengatur bahan dari yang paling sederhana sampai paling menantang. 5. Belajar menjadi menantang bila siswa memahami prinsip penilaian dan faedah nilai belajarnya bagi kehidupan dikemudian hari, oleh karena itu guru perlu memberi tahukan kriteria keberhasilan atau kegagalan belajar.
43
b.
Optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran
Unsur-unsur yang ada di lingkungan maupun dalam diri siswa ada yang mendorong dan ada yang menghambat kegiatan belajar. Oleh karena itu guru yang lebih memahami keterbatasan waktu bagi siswa dapat mengupayakan optimalisasi unsur-unsur dinamis tersebut dengan jalan : 1. Pemberian kesempatan pada siswa untuk mengungkap hambatan belajar yang dialaminya. 2. Memelihara minat, kemauan, dan semangat belajarnya sehingga terwujud tindak belajar. 3. Meminta kesempatan pada orang tua atau wali, agar memberi kesempatan kepada siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar. 4. Memanfaatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar. 5. Menggunakan waktu secara tertib, penguat dan suasana gembira terpusat pada perilaku belajar. 6. Guru merangsang siswa dengan penguat memberi rasa percaya diri.
c.
Optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa
Guru wajib menggunakan pengalaman belajar dan kemampuan siswa dalam mengelola siswa belajar. Upaya optimalisasi pemanfaatan pengalaman siswa tersebut dapat dilakukan sebagai berikut : (1) siswa ditugasi membaca bahan belajar sebelumnya dan bertanya kepada guru apa yang mereka tidak mengerti. (2) guru mempelajari hal-hal yang sukar bagi siswa. (3) guru memecahkan hal-hal yang sukar. (4) guru mengajarkan cara memecahkan kesukaran tersebut dan mendidik kebenaran mengatasi kesukaran. (5) guru mengajak siswa mengalami dan mengatasi kesukaran. (6) guru memberi kesempatan siswa untuk menjadi
44
tutor sebaya. (7) guru memberi penguatan kepada siswa yang berhasil mengatasi kesukaran belajarnya sendiri. (8) guru menghargai pengalaman dan kemampuan siswa agar belajar secara mandiri.
d.
Pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar
Pengembangan cita-cita belajar dilakukan sejak siswa masuk sekolah dasar. Pengembangan cita-cita tersebut ditempuh dengan jalan membuat kegiatan belajar sesuatu. Penguat berupa hadiah diberikan pada setiap siswa yang berhasil. Sebaliknya dorongan keberanian untuk memiliki cita-cita diberikan kepada siswa yang berasal dari semua lapisan masyarakat.
Dalam proses belajar motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan. Motivasi juga ditunjukkan melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu tugas. Motivasi mempunyai peranan yang sangat strategis dalam aktivitas belajar seseorang.”Tidak ada seorangpun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Dengan motivasi belajar yang tinggi akan diperoleh prestasi belajar yang tinggi“ (Djamarah, 2002: 118).
Pada proses pembelajaran agar tercapai tujuannya, hal yang melandasi adalah adanya motivasi. Dengan adanya motivasi belajar siswa akan memiliki kebutuhan atau keinginan untuk menguasai suatu mata pelajaran yang belum dikuasainya, seperti yang diungkapkan sebagai berikut, ”untuk belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Hasil Belajar akan menjadi optimal , kalau ada motivasi. Makin tinggi motivasi yang dimiliki akan semakin berhasil pula pelajarannya” (Sardiman, 2003 : 34).
45
Karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi menurut Djaali (2000 : 109) adalah; 1) menyukai situasi atau tugas yang menurut tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib atau kebetulan; 2) memilih tujua yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang paling mudah dicapai atau terlalu besar resikonya; 3) mencari situasi atau pekerjaan dimana ia meperoleh umpan balik dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hsil pekerjaan; 4) senang bekerja sendiri dan mengungguli orang lain; 5) mampu menagguhkan pemuasaan keinginannya demi masa depan yang lebih baik; 6) tidak tergugah untuk sekedar mendapatkan uang, status, atau keuntungan lainnya, ia akan mencari hal-hal yang merupakan lambang prestasi sebagai suatu ukuran keberhasilan.
Banyak faktor yang dapat menumbuhkan motivasi belajar bagi siswa yaitu: 1) Memberi Angka. Angka dalam hal ini sebagai simbol nilai dari kegiatan belajarnya; 2) Hadiah. Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi selalu demikian, karena hadiah untuk suatu pekerjaan mungkin tidak menarik bagi seseorang yang tidak senang atau tidak berbakat untuk pekerjaan tersebut; 3) Saingan/kompetisi. Saingan atau kompetisi digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa; 4) Ego-involvemen yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasa pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri adalah suatu bentuk motivasi yang sangat penting penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggan dan harga diri; 5) Memberi ulangan. Siswa akan lebih giat belajar atau mengetahui akan ada ulangan; 6) Mengetahui hasil. Dengan mengetahui hasil dari pekerjaan, apalagi bila ada kemajuan akan mendorong siswa lebih giat lagi untuk
46
belajar; 7) Pujian. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus membangkitkan harga diri; 8) Hukuman. Sekaligus reinforcemen yang negatif tetapi bila diberikan secara tepat dan bijak dapat menjadi alat motivasi; 9) Hasrat untuk belajar. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik memang ada motivasi untuk belajar, dengan demikian prestasinya akan lebih baik; 10) Minat. Motivasi muncul karena adanay kebutuhan, begitu juga minat, sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar akan
berjalan dengan lancar kalau
disertai dengan minat; 11) Tujuan yang diakui. Rumusan tujuan yang sangat penting sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai karena sangat berguna dan menguntungkan maka timbul gairah untuk terus belajar.
Selain faktor di atas berikut ini juga merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan motivasi dalam belajar, yaitu: 1) Bahan pelajaran yang dapat dihayati anak; 2) Anak didik menyadai tujuan yang sedang dipelajarinya; 3) bahan yang disajikan sesuai dengan bakat, kecerdasan, atau pengalaman anak; 4) Sistem evaluasi yang teratur dan setiap kesalahan diperbincangkan bersama; 5) Pujian dan perhatian dari pihak guru dan orang tua; 6) Sistem evaluasi yang hanya dititik beratkan kepada hapalan saja akan mengurangi motivasi belajar; 7) Hubungan guru dan murid yang terjalin baik. Menurut Syamsuddin (2000: 40) “motivasi merupakan suatu kekuatan, namun tidak merupakan suatu
substansi yang dapat kita amati”.
Kita dapat
mengidentifikasi beberapa indikatornya dalam term-term tertentu, antara lain:
47
a. Durasi kegiatan: berapa lama kemampuan penggunaan waktu untuk melakukan kegiatan; b. Fekuensi kegiatan: berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu c. Persistensi: ketepatan dan kelekatan pada tujuan kegiatan; d. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan; e. Devosi: pengabdian dan pengorbanan, termasuk uang, tenaga, dan pikiran, bahkan jiwa atau nyawa untuk mencapai tujuan; f. Tingkatan aspirasi: maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; g. Tingkatan
kualifikasi
prestasi
atau produk/output yang dicapai dari
kegiatan: berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak; h. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan (like or dislike); positif atau negatif).
Sardiman (2003 : 75) menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah,merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Seseorang yang memiliki intelegensi cukup tinggi bisa saja gagal karena kurangnya motivasi. Prestasi belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tinggi.
Berdasarkan kajian teori di atas dapat dikatakan bahwa motivasi belajar merupakan dorongan yang berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa untuk
48
melaksanakan aktivitas belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan terdorong untuk berusaha dengan berbagai cara guna mencapai prestasi belajar yang tinggi. Mereka akan masuk sekolah untuk mengikuti pelajaran dengan baik dan bersemangat, akan membaca buku-buku pelajaran dengan baik, menyelasaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru kepadanya dengan sebaikbaiknya untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi jika mengahadapi kesulitan dalam kegiatan belajarnya akan berusaha keras untuk mengatasinya baik melalui belajar sendiri, bertanya kepada orang lain, berdiskusi dengan teman, atau bertanya kepada gurunya. Sebaliknya bagi siswa yang rendah motivasi belajarnya, maka semangat bersaing dan bekerja keras dimungkinkan tidak akan muncul, karena mereka berkencenderungan untuk menyerah kepada nasib atau memang tidak menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya.
2.7 Prestasi Belajar
2.7.1 Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Kata prestasi berasal dari Bahasa Belanda prestatie, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi, diartikan sebagai hasil usaha. Menurut Hengkiriawan (2012:1) Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan, prestasi merupakan kecakapan atau hasil yang kongkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu.
49
Sedangkan Belajar menurut Anderson (2000: 35) belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif menetap terjadi dalam tingkah laku potensial sebagai hasil dari pengalaman. Pendapat senada dikemukakan oleh Wilson (2006 : 34) mendefinisikan: “Learning is the term we use to describe the process involve in changing through experience. It is the process of acquiring relatively permanent change in understanding, attitude, knowledge, information, ability, and skill through experience”. Berdasarkan pendapat tersebut terlihat bahwa belajar melibatkan tiga hal, yaitu (1) adanya perubahan tingkah laku; (2) perubahan terjadi karena sifatnya relative dan permanen/tetap; (3) perubahan disebabkan oleh hasil latihan atau pengalaman bukan oleh proses pertumbuhan atau perubahan kondisi fisik. Menurut Djamarah (2002 : 19), “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok. Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar seseorang tersebut. Menurut Gagne (dalam Djamarah, 2002 : 44), “prestasi belajar dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu : 1) keterampilan intelektual, 2)informasi verbal, 3) strategi kognitif, 4) keterampilan motorik, dan 5) sikap.
50
Pendapat ini diartikan : Pertama, keterampilan intelektual (intellectual skills). Belajar keterampilan intelektual berarti belajar bagaimana melakukan sesuatu secara intelektual. Ada enam jenis keterampilan intelektual, : (1) diskriminasidiskriminasi, yaitu kemampuan membuat respons yang berbeda terhadap stimulus yang
berbeda
pula;
(2)
konsep-konsep
konkret,
yaitu
kemampuan
mengidentifikasi ciri-ciri atau atribut-atribut suatu objek; (3) konsep-konsep terdefinisi, yaitu kemampuan memberikan makna terhadap sekelompok objekobjek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan; (4) aturan-aturan, yaitu kemampuan merespons hubungan-hubungan antara objek-objek dan kejadiankejadian; (5) aturan tingkat tinggi, yaitu kemampuan merespons hubunganhubungan antara objek-objek dan kejadian-kejadian secara lebih kompleks; (6) memecahkan masalah, yaitu kemampuan memecahkan masalah yang biasanya melibatkan aturan-aturan tingkat tinggi.
Kedua, strategi-strategi kognitif (cognitive strategies). Strategi-strategi ini merupakan kemampuan yang mengarahkan prilaku belajar, mengingat, dan berpikir seseorang. Ada lima jenis strategi-strategi kognitif : (1) strategi-strategi menghafal, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan cara menghafal ide-ide dari sebuah teks; (2) strategi-strategi elaborasi, yaitu strategi belajar dengan cara mengaitkan materi yang dipelajari dengan materi lain yang relevan; (3) strategistrategi pengaturan, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan cara mengelompokkan konsep-konsep agar menjadi kategori-kategori yang bermakna; (4) strategi-strategi pemantauan pemahaman, yaitu strategis belajar yang dilakukan dengan cara memantau proses-proses belajar yang sedang dilakukan;
51
(5) strategi –strategi afektif, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan cara memusatkan dan mempertahankan perhatian.
Ketiga, informasi verbal (verbal information). Belajar informasi verbal adalah belajar untuk mengetahui apa yang dipelajari baik yang berbentuk nama-nama objek, fakta-fakta, maupun pengetahuan yang telah disusun dengan baik. Keempat, keterampilan motor (motor skills). Kemahiran ini merupakan kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan mekanisme otot yang dimiliki. Kelima, sikap (attitudes). Sikap merupakan kemampuan mereaksi secara positif atau negatif terhadap orang, sesuatu, dan situasi.
Prestasi belajar Gagne di atas hampir sejalan dengan pemikiran Bloom. Menurut Bloom “prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut pendapat ini aspek kognitif berkaitan dengan perilaku berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ada enam tingkatan aspek kognitif yang bergerak dari yang sederhana sampai yang kompleks : (1) pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya;
(2)
pemahaman
(comprehension,,
understanding),
seperti
menafsirkan, menjelaskan, atau meringkas; (3) penerapan (application), yaitu kemampuan menafsirkan atau menggunakan materi pelajaran yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau konkret; (4) analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponenkomponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti; (5) sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu
52
keseluruhan; (6) evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.
Aspek afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi, dan menyesuaian perasaan sosial. Aspek ini mempunyai lima tingkatan dari yang sederhana ke yang kompleks : (1) penerimaan (receiving), merupakan kepekaan menerima rangsangan (stimulus) baik berupa situasi maupun gejala; (2) penanggapan (responding), berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang; (3) penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang datang; (4) organisasi (organization), yaitu penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai tertentu yang lebih tinggi; (5) karakteristik nilai (characterization by a value complex), merupakan keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual dan motorik. Aspek ini meliputi : (1) persepsi (perception), berkaitan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan; (2) kesiapan melakukan pekerjaan (set), berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan baik secara mental, fisik, maupun emosional; (3) mekanisme (mechanism), berkaitan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari; (4) respon terbimbing (guided respons), yaitu mengikuti atau mengulangi perbuatan yang diperintahkan oleh orang lain; (5) kemahiran (complex overt respons), berkaitan dengan gerakan
53
motorik yang terampil; (6) adaptasi (adaptation), berkaitan dengan keterampilan yang sud ah berkembang di dalam diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola gerakannya; (7) keaslian (origination), merupakan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha secara maksimal bagi seseorang dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari atau kegiatan yang dilakukan. Prestasi belajar Ilmu pengetahuan sosial adalah hasil kegiatan belajar setelah siswa mengikuti pembelajaran secara optimal.
2.7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Djamarah (2002 : 157) secara psikologis terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor-faktor tersebut adalah faktor minat, kecerdasan, bakat motivasi dan faktor-faktor kognitif. a. Minat Minat merupakan kemauan yang timbul dari sikap siswa. Minat belajar yang besar terhadap sesuatu merupakan suatu modal yang besar untuk memperoleh tujuantujuan yang diminati. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tingi, sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasikan prestasi yang rendah.
b. Kecerdasan Secara umum telah mengetahui bahwa intelegensi ikut menentukan keberhasilan belajar seseorang. Menurut Dalyono (dalam Djamarah, 2002:160) secara tegas
54
bahwa seseorang yang memiliki intelegensi baik pada umumnya mudah belajar, dan prestasinyapun cenderung baik. Sebaliknya orang yang memiliki intelegensi rendah cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berfikir dan prestasi belajarnyapun rendah.
c. Motivasi Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dan ikut menentukan intensitas belajar seseorang untuk mencapai prestasi belajar.
d. Kemampuan Kognitif Kemampuan kognitif adalah suatu kemampuan yang dituntut kepada anak didik untuk dikuasai yang meliputi persepsi, mengingat, dan berfikir. Kemampuan ini yang memjadi dasar
penguasaan ilmu pengetahuan, faktor lain yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah sikap. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai persamaan unsur yaitu adanya kesediaan untuk berespon terhadap suatu situasi.
Sikap perlu berkenaan dengan suatu obyek dan sikap terhadap obyek ini disertai dengan perasaan positif dan negatif. Orang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek yang bernilai dalam pandangannya dan ia akan bersikap negatif terhadap obyek yang dianggapnya tidak bernilai dan atau juga merugikan. Sikap ini kemudian mendasari dan mendorong ke arah sejumlah perbuatan yang satu sama lainnya berhubungan. Hal yang menjadi obyek sikap dapat bermacam-
55
macam. Sekalipun demikian, orang hanya dapat mempunyai sikap terhadap halhal yang diketahuinya. Jadi harus ada informasi pada seseorang untuk dapat bersikap terhadap suatu obyek. Informasi merupakan kondisi pertama untuk suatu sikap. Bila berdasarkan informasi itu timbul perasaan positif atau negatif terhadap obyek dan menimbulkan kecenderungan untuk bertingkah laku tertentu, terjadilah sikap.
Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori yang disebut “The domains of learning” yaitu: 1) Keterampilan motoris (motor skill) dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan,misalnya melempar bola,main tennis,mmengemudi mobil,mengetik huruf R.M,dan sebagainya. 2) Informasi verbal, orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar dalam hal ini dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu ini perlu inteligensi. 3) Kemampuan intelektual, manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan symbol-simbol. Kemampuan belajar cara ilmiah yang disebut “kemampuan intelektual” misalnya membedakan huruf
m dan
n,menyebut tanaman yang sejenis. 4) Strategi kognitif, ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual,karena ditujukan ke dunia luar,dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan-perbaikan secara terus-menerus.
56
5) Sikap, kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar,tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.
Menurut Slameto (2003 : 54) salah satu faktor yang mempengaruhi belajar adalah alat pelajaran. Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa karena alat pelajaran yang dipakai oleh pengajar pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan mempelancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan lebih giat dan maju.
2.7.3 Penelitan yang Relevan
Berdasarkan telaah kepustakaan yang peneliti lakukan, ditemukan beberapa hasil penelitian yang relevan dan berkaitan dengan variabel penelitian ini, antara lain:
a. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosilawati (2008) menyimpulkan bahwa prestasi belajar sejarah siswa dengan model pembelajaran kooperatif lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar sejarah dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas X SMAN I Sungkai Utara Lampung Utara. b. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Ema Agustina (2006) menyimpulkan ada perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi penyelidikan kelompok dan yang
57
mengikuti pembelajaran konvensional. Hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan
strategi
penyelidikan
kelompok
lebih
tinggi
dibandingkan yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2.8 Kerangka Berpikir
2.8.1 Interaksi antara pembelajaran dan motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Pembelajaran ekspositori yang cenderung menekankan penyampaian informasi yang bersumber dari buku teks, referensi atau pengalaman pribadi dengan menggunakan teknik ceramah, demonstrasi, diskusi dan laporan studi tidak menjadi masalah bagi siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi untuk terus meningkatkan prestasi belajarnya, karena sudah tertanam pada diri siswa untuk terus belajar. Namun untuk siswa yang memiliki motivasi belajar rendah harus dipacu motivasi nya dari luar agar muncul motivasi dari dalam diri siswa itu sendiri. STAD (Student Teams Achievement Division) diharapkan dapat memecahkan masalah motivasi belajar siswa yang rendah. Dalam strategi
58
pembelajaran ini siswa dilibatkan secara aktif, sehingga terjadi interaksi dua arah, baik itu antara guru dan siswa maupun antara siswa itu sendiri. Dalam kelompok yang dibuat siswa akan saling lebih mengeksplorasi kemampuan mereka dalam berinteraksi antar sesamanya, dan dalam kelompok besar mereka akan terus berusaha menjadi yang terbaik sehingga terjadi persaingan yang sehat sehingga dapat memacu motivasi belajar siswa terhadap pelajaran IPS itu sendiri. Tanggung jawab tim membuat siswa yang memiliki motivasi rendah tidak sendirian karena ada bantuan dari teman satu tim yang dapat membantunya.
Berdasarkan uraian di atas, maka diduga bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif STAD pada siswa yang bermotivasi tinggi dan rendah akan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran ekspositori. Adanya perbedaan prestasi belajar siswa karena menerapkan pembelajaran yang berbeda maka diduga menunjukkan adanya interaksi antara keduanya.
2.8.2 Rata-rata peningkatan prestasi belajar IPS siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD lebih tinggi dari pada pembelajaran ekspositori Pembelajaran adalah suatu pendekatan yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap pilihan terhadap pembelajaran tertentu yang akan digunakan diharapkan untuk mencapai tujuan atau kompetensi pembelajaran tertentu dengan efektif dan efisien. Hal ini berlaku juga dalam pemilihan pembelajaran IPS SD yang dalam penelitian ini ada dua pilihan pembelajaran yang digunakan.
59
Pertama, adalah cooperative learning STAD. Pembelajaran ini menekankan pada proses belajar dengan membentuk kelompok belajar. Dimana setiap individu dalam kelompok memiliki tanggung jawab bersama, jika teman yang lain tertinggal maka yang lainnya harus membantu agar dia dapat menyusul ketinggalannya, karena penskoran dari kelompok belajar dilihat dari kinerja kelompok. Kedua, pembelajaran ekspositori yang berorientasi pada penguasaan materi pelajaran dengan menggunakan pendekatan banyak latihan dalah hal ini menghapal, menggunakan sumber belajar yang terbatas dan tanggung jawab individu. Kedua pembelajaran ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Kelebihan dari pembelajaran kooperatif STAD antara lain: 1) siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, 2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 3) meningkatkan ingatan siswa, dan 4) meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran. Sedangkan kelebihan dari pembelajaran ekspositori 1) guru bisa mengendalikan urutan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan, 2) dianggap sangat efektif bila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu untuk belajar terbatas, 3) siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran juga sekaligus siswa melihat atau mengobservasi melalui hasil demonstrasi, 4) bisa digunakan untuk jumlah siswa yang tidak terlalu besar.
60
Keberhasilan proses pembelajaran IPS dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi dan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep untuk memecahkan masalah. Contohnya siswa mengidentifikasi masalah dengan katakatanya sendiri. Siswa dapat mengungkapkan melalui pertanyaan, soal tes/tugas. Mengacu pada indikator di atas berarti apabila siswa dapat mengerjakan soal dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata dimana siswa akan berhadapan dengan berbagai kelompok sosial maka pembelajaran tersebut berhasil. Dengan demikian apabila siswa terbiasa menjadi individualis tanpa berkelompok dengan teman sekelas dalam menyelesaikan masalah maka akan sulit mengidentifikasi permasalah sebenarnya.
Berdasarkan hal ini maka pembelajaran kooperatif STAD diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.8.3 Perbedaan rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa yang bermotivasi tinggi melalui pembelajaran kooperatif STAD dan pembelajaran ekspositori Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan model belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
61
Siswa yang telah memiliki motivasi belajar tinggi tidak kesulitan dalam mengikuti proses membelajaran dengan metode belajar yang berbeda karena didalam diri mereka telah tertanam tujuan untuk berhasil. Pembelajaran kooperatif yang pada dasarnya berkelompok dan saling membantu semakin menyenangkan bagi mereka yang bermotivasi tinggi untuk tidak dikejar oleh teman satu timnya dan ia selalu berusaha untuk menjadi pemimpin didalam timnya, sehingga motivasinya semakin meningkat dan tentu saja meningkatkan prestasi belajarnya. Demikian pula dalam pembelajaran ekspositori siswa yang sudah memiliki motivasi tinggi sudah terbiasa dengan berbagai macam metode pembelajaran yang diterapkan, namun pada metode ini siswa cenderung stagnan karena tidak ada tantangan yang mengasah kemampuan berpikir mereka dalam memecahkan masalah. Berdasarkan analisa di atas maka prestasi belajar siswa yang bermotivasi belajar tinggi melalui pembelajaran kooperatif akan lebih tinggi dari siswa yang belajar dengan pembelajaran ekspositori.
2.8.4 Perbedaan rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa yang bermotivasi rendah melalui pembelajaran kooperatif STAD dan ekspositori Dalam cooperative learning siswa dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan dan dituntut untuk berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi terhadap pelajaran IPS akan dengan mudah mengikutinya, sehingga akan meningkatkan prestasi belajar sejarahnya, demikian sebaliknya siswa yang memiliki motivasi rendah akan lebih cocok untuk mengikuti pelajaran dengan strategi pembelajaran ekspositori.
62
Ada beberapa kekurangan cooperative learning, antara lain membutuhkan waktu yang lama sehingga sulit mencapai target kurikulum, membutuhkan kemampuan khusus sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau menggunakannya, menuntut sifat tertentu dari siswa seperti suka bekerjasama dengan orang lain, dan menuntut penguasaan materi secara individual anggota kelompok yang mana bagi siswa dengan motivasi rendah mungkin akan mengalami kesulitan dalam memberikan perannya dalam kelompok.
Siswa yang motivasi belajar rendah cenderung bermalas-malasan dalam belajar, mengantuk pada jam mata pelajaran, mengobrol atau melakukan aktifitas lain pada saat jam pelajaran IPS. Siswa dengan motivasi belajar rendah cenderung akan memiliki nilai prestasi belajar yang rendah pula. Namun, jika ada siswa yang memiliki nilai yang tinggi dengan motivasi belajar rendah adalah faktor keberuntungan dan hal ini termasuk dalam siswa yang jenius.
Dengan pembelajaran kooperatif, siswa yang memiliki motivasi belajar IPS yang rendah mungkin dapat membantu untuk meningkatkan nilai prestasi belajar IPS mereka menjadi lebih baik. Karena motivasi merupakan perhatian yang mengandung unsur perasaan, yakni perasaan senang (liking) dan tertarik (interest) pada mata pelajaran IPS. Jika siswa sudah tidak senang dan tidak tertarik pada mata pelajaran tertentu, semakin cepat jam mata pelajaran berlalu ia akan semakin senang. Bekerja dalam kelompok memberi kebebasan. Kebebasan dimaksud adalah kebebasan untuk tidak memperhatikan pelajaran IPS, tetapi keharusan ia bekerja dalam kelompok akan memaksanya untuk terlibat memberikan sumbangan dalam kelompok kecilnya.
63
2.9
Hipotesis
Pengujian akan dilakukan secara emipiris hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Hipotesis 1 : H1 :
Ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa.
b. Hipotesis 2 : H1:
Rerata peningkatan prestasi belajar IPS yang menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD lebih tinggi dari strategi pembelajaran ekspositori
c. Hipotesis 3 : H1:
Rerata peningkatan prestasi belajar IPS siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD lebih tinggi dari strategi pembelajaran ekspositori pada motivasi belajar tinggi
d. Hipotesis 4: H1:
Rerata peningkatan prestasi belajar IPS siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD lebih tinggi dari strategi pembelajaran ekspositori pada siswa yang bermotivasi belajar rendah