II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1.
Sejarah Perkembangan Puyuh Bangsa-bangsa puyuh terdapat di seluruh dunia yaitu di benua Amerika,
Eropa, Asia, dan Australia. Sebagian besar puyuh tersebut hidupnya masih liar dan hanya sebagian besar puyuh sudah dijinakkan dan dimanfaatkan oleh manusia (Woodard dkk, 1973). Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, memiliki ukuran tubuh relatif kecil, dengan potongan kaki yang pendek, puyuhjuga memiliki karakter yang unik sehingga menyebabkan dapat diadu satu dengan yang lain (Suprapto Agus,dkk., 1993). Puyuh merupakan bangsa atau jenis burung liar yang untuk pertama kalinya berhasil diternakan di Amerika Serikat, yaitu disekitar kisaran Tahun 1870. Kemudian terus dikembangkan dan menyebar sebagai unggas peternakan ke penjuru dunia. Sedangkan di wilayah Indonesia sendiri puyuh baru mulai dikenal dan dijadikan unggas peternakan semenjak penghujung tahun 1979 yang mana dalam perjalanannya sampai sekarang puyuh telah menjadi unggas peternakan yang mudah dijumpai di seluruh Indonesia. Sentra puyuh di Indonesia adalah di wilayah Sumatera, kemudian Jawa barat, Jawa timur, dan Jawa tengah (Marhiyanto, dkk., 1999). 2.2
Jenis-Jenis Puyuh Secara ilmiah burung puyuh dikelompokan dalam kelas dan taksonomi
sebagai berikut Nugroho dan Mayun (1986) : Kingdom : Animalia Filum
: Chordata
Class
: Aves
7
Familia
: Phanasianidae
Ordo
: Galliformes
Genus
: Coturnix
Spesies
: Coturnix – coturnix japonica Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah mengalami
domestikasi.
Puyuh terdiri atas beberapa jenis diantaranya adalah Coturnix
coturnix japonica (Cooper,1976). Jenis puyuh ini yang paling popular diternakkan oleh masyarakat sebagai penghasil telur dan daging. Kemampuan tumbuh dan berkembang biak puyuh sangat cepat, dalam waktu sekitar 42 hari puyuh telah mampu berproduksi dan dalam waktu satu tahun dapat menghasilkan tiga sampai empat keturunan. Dalam setahun puyuh mampu menghasilkan 250 – 300 butir telur per ekorper tahun. Konsumsi pakan puyuh relatif sedikit (sekitar 20 gram per ekor per hari). Hal ini sangat menguntungkan peternak karena dapat menghemat biaya pakan (Listiyowati dan Roospitasari, 2009). Menurut (Lerner,1937) disitasi (Mansjoer,1985), panjang shank merupakan sifat yang menurun bagi setiap bangsa ayam dan saat digunakan sebagai penduga bobot badan. Pernyataan yang telah diperkuat dengan pertumbuhan metatarsus akan lambat, maka kakinya akan berbentuk ramping (Mansjoer, 1985). 2.2.1. Coturnix-Coturnix Japonica Puyuh
jenis
ini
dapat
menghasilkan
telur
sebanyak
250-300
butir/ekor/tahun. Kelebihan lainnya adalah suaranya yang cukup keras dan agak berirama, karena itu dulu unggas ini dipelihara sebagai song bird (burung kelangenan). Hidupnya sering berpindah-pindah tempat (Rospitasari,dkk.,1992). Kemampuannya yang dapat menghasilkan 3-4 generasi pertahun, membuat unggas ini menarik perhatian sebagai ternak percobaan dalam penelitian. Telurnya
8
berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru (Rasyaf,dkk., 1985). 2.2.2. Coturnix Chinensis (Blue Brested Quail) Bertubuh sangat mungil, panjangnya hanya 15 cm (Rospitasari,dkk.,1992). Biasa dijumpai di padang rumput terbuka, sawah yang baru dipanen, semak alangalang, dan tanah pertanian yang belum ditanami. Hidupnya dalam kelompokkelompok kecildi areal dataran rendah. Makanannya berupa biji-bijian kecil dan serangga. Telurnya berwarna kuning tua mengkilap dan bertotol-totol hitam (Rasyaf, dkk., 1985). 2.2.3. Arborophila Javanica (Chesnut Bellied Partridge) Di Indonesia disebut puyuh gonggong Jawa. Puyuh ini berukuran sedang, panjang badan mencapai 25 cm. Ciri-cirinya mempunyai bulu kemerah-merahan, pada kepalanya terdapat tanda berbentuk cincin yang berwarna hitam.Ekornya melengkung kebawah berwarna keabu-abuan.Sayapnyaberwarna kecoklatan dengan totol-totol hitam (Roospitasari, 2009). 2.2.4. Puyuh Mahkota (Rollulus Roulroul) Badannya bulat dengan panjang mencapai 25 cm. Puyuh ini bentuknya paling indah jika dibandingkan dengan puyuh lainnya. Sehingga puyuh ini dapat di pelihara sebagai burung hias. Puyuh ini hidup di hutan-hutan dan hanya terdapat di daerah seperti Kalimantan, Sumatera, Malaysia dan Thailand. Unggas ini dapat hidup pada ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut (Nugroho, 1986). 2.2.5. Turnix Syvatica Panjang tubuh Turnix syvatica sekitar 14 cm sehingga terlihat mungil.Puyuh ini masuk kedalam family Turnicidae dan ordo Gruiformes. Di alamTurnix ditemukan di tanah lapang terbuka dan semak-semak serta tersebar di beberapa
9
daerah seperrti Spanyol bagian selatan, Afrika Selatan, dan Asia. Makanan Turnix berupa serangga dan biji-bijian. Bersarang diatas tanah ditengahtengah lembah. Jumlah telurnya kira-kira 4 butir. Betina aktif bermain-main dan telur-telur dierami oleh puyuh jantan setelah 18-19 hari dierami telur-telur pun menetas (Listyowati dan Roospitasari, 2009). 2.2.6. Turnix Suscitator (Puyuh Tegalan Loreng) Turnix succiator di kenal puyuh tegalan loreng. Tersebar di India, Cina, Jepangdan Asia Tenggara. Sementara di Indonesia terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Dengan karakteristik berukuran kecil, panjang 16 cm, Bertelur sebanyak 3 - 4 butir, betina gemar berpoliandri, warna bulu keseluruhan burung puyuh Tegalan Loreng betina bertotol kuning hitam, warna bulu bagian kepala pada betina berbintik putih dan hitam, betina berwarna kuning, warna bulu bagian leher pada betina bertotol hitam, warna bulu pada bagian dada baik jantan maupun betina bertotol cokelat dan hitam, warna bulu betina berwarna kuning, warna bulu bagian sayap betina bertotol kuning dan hitam, warna bulu bagian ekor betina cokelat tua, shank pada betina berwarna kuning (Chrisna, 2015).
2.3.
Sifat Kualitatif Sifat kualitatif adalah suatu sifat individu yang dapat di klasifikasikan ke
dalam satu dari dua kelompok atau lebih dan pengelompokkan itu berbeda jelas satu sama lain. Sifat kualitatif juga dapat diartikan sebagai sifat luar yang tampak dengan sedikit atau bahkan tak ada hubungannya dengan kemampuan produksi. Sifat sifat seperti warna, bentuk ekor, warna bulu, bentuk paruh, dan sebagainya ini digunakan trademarks yang menjadi pertimbangan dalam setiap program pemuliaan dilapangan (Warwick dkk., 1995). Sifat kualitatif biasanya hanya dikontrol oleh
10
sepasang gen dan bersifat tidak aditif, pada populasi yang cukup besar variasi sifat kualitatif bersifat tidak kontinu ( Noor, 2000). 2.3.1
Warna Paruh Mulut puyuh tidak memiliki bibir dan gigi. Peranan gigi dan bibir pada
ayam digantikan oleh rahang yang menanduk dan membentuk paruh. Paruh pada unggas darat terdapat lidah yang runcing yang digunakan untuk mendorong pakan menuju esophagus (Rasyaf,2008). Menurut Tanudimadja (1974) paruh merupakan salah satu penutup badan atau exoskeleton yang berfungsi untuk mematuk makanan. 2.3.2
Warna Bulu Bulu merupakan pelindung tubuh bangsa unggas dari luka fisik dan
membantu dalam menjaga kehangatannya(Winter dan Funk, 1960). Hutt (1949) menyatakan variasi warna bulu pada unggas dibagi menjadi dua kelompok yaitu warna yang dihasilkan oleh pigmen dengan ukuran granul yang menyusunnya dan warna struktural pola warna bulu pada unggas dibagi menjadi dua kelompok yaitu warna yang dihasilkan oleh pigmen dengan ukuran granul yang menyusunnya dan warna struktural. Pola warna bulu ditentukan oleh gen dalam sel bulu yang kemudian dimodifikasi oleh kelenjar endokrin. Wallence (1977) menyatakan bahwa pewarisan warna bulu dapat digunakan sebagai indikator produksi daging dan penentuan jenis kelamin. Menurut Tanudimadja (1974) bentuk dan warna bulu dipergunakan untuk menentukan suatu bangsa (breed). 2.3.3
Warna Shank Warna shank mengindikasikan kehadiran beberapa pigmen tertentu pada
lapisan epidermis dan dermis. Warna kuning pada shank, pada ayam bangsa Amerika dan bangsa-bangsa yang lain adalah karena adanya lemak atau pigmen
11
lipokrom (lypocrome) pada lapisan epidermis dan pigmen hitam atau melanin tidak terdapat pada epidermis dan dermis. Shank yang berwarna hitam disebabkan oleh adanya pigmen melanin pada epidermis. Shank berwarna putih pada beberapa ayam bangsa inggris muncul karena tidak adanya kedua pigmen pada epidermis dan dermis. Shank biru pada bangsa ayam kulit putih terdapat karena adanya pigmen melanin pada dermis tetapi melanin dan lipokrom tidak terdapat pada epidermis. Adanya pigmen lipokrom pada epidermis dan pigmen melanin pada dermis menyebabkan shank berwarna hijau (Jull,1951). 2.4.
Sifat Kuantitatif Sifat kuantitatif sangat dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan dalam
bidang peternakan unggas. Sifat-sifat yang penting adalah yang ada hubungan dengan produksi misalnya bobot badan, bobot tetas, produksi telur dan umur bertelur pertama sifat-sifat kuantitatif selain dipengaruhi oleh genotipnya juga dipengaruhi oleh lingkungan. Beberapa sifat kuantitatif yang bernilai ekonomis adalah bobot badan, panjang paha(femur), panjang betis (tibia), panjang ceker(shank dan tarsometatarsus) dan lingkar kaki (shank) (Mansjoer, 1985). Pengukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternaksebagai sifat kuantitatif untuk mengetahui perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi. Penggunaan ukurantubuh selain untuk menaksir bobot badan dan karkas, dapat digunakan juga dalam memberi gambaran bentuk tubuh ternak sebagai ciri khas bangsa ternak tertentu (Diwyanto dan Inounu, 2001). Pertumbuhan puyuh dapat diukur dengan menimbang berat badan. Kecepatan pertumbuhan puyuh jantan dan betina dari umur 1 hari sampai 5 minggu tidak berbeda. Pertumbuhan dari 5 – 6 minggu menunjukkan perbedaan yang nyata pada puyuh jantan dan betina. Rataan berat badan puyuh betina relatif lebih besar
12
dari jantan dan dapat dilihat secara nyata pada umur 6 minggu (Woodard, dkk., 1973).Burung puyuh mencapai masak kelamin (dewasa kelamin) pada umur 41-42 hari atau enam minggu, dimana pada Coturnix coturnix japonica bobot tubuh betina dewasa mencapai 143 gram per ekor lebih besar dibandingkan bobot tubuh puyuh jantan yang hanya mencapai 117 gram per ekor (Evitadewi, 2001). Mulyono dan Pangestu (1996) menyatakan bahwa keragaman fisik unggas dapat dijelaskan berdasarkan perbedaan-perbedaan ukuran tubuhnya.