DATABASE GOOD PRACTICE Initiatives for Governance Innovation merupakan wujud kepedulian civitas akademika terhadap upaya mewujudkan tata pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih baik. Saat ini terdapat lima institusi yang tergabung yakni FISIPOL UGM, FISIP UNSYIAH, FISIP UNTAN, FISIP UNAIR, DAN FISIP UNHAS. Sekretariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Jl. Sosio-Justisia Bulaksumur Yogyakarta 55281 email:
[email protected]
igi.fisipol.ugm.ac.id
911 ala Bantaeng: Eksistensi Brigade Siaga Bencana dalam Pelayanan Kesehatan Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan Sektor
Kesehatan
Sub-sektor
Persalinan Aman
Provinsi
Sulawesi Selatan
Kota/Kabupaten Institusi Pelaksana Kategori Institusi
Bantaeng Emergency Service Center Pemerintah Kabupaten
Penghargaan
Fajar Institute Pro Otonomi Award Kategori: Grand Award Pelayanan Publik Tahun: 2011
Kontak
dr Ichsan Koordinator BSB JL Pahlawan No. 55 Bantaeng Telepon: 113 (hunting) dan (0413) 22724 email: website: -
Mitra Peneliti dan Penulis
Toyota Foundation, Jepang Atiyatul Izzah dan Lutfi Atmansyah
Mengapa program/kebijakan tersebut muncul? Daerah pegunungan dan minimnya akses transportasi untuk menjangkau fasilitas kesehatan. Apa tujuan program/kebijakan tersebut? Mendekatkan dan mempercepat penanganan kesehatan kepada masyarakat Bagaimana gagasan tersebut bekerja? Penanganan dasar kesehatan gratis antar-jemput 24 jam, melalui satgas khusus dan terampil yang diorganisir oleh kantor satu atap.
Siapa inisiatornya? Siapa saja pihak-pihak utama yang terlibat? Bupati Nurdin Abdullah dengan pelaksana tim gabungan dari berbagai instansi: dinas kesehatan, Bapedalda, Dinas Sosial Apa perubahan utama yang dihasilkan? Banyaknya angka pelayanan langsung kepada masyarakat, 2009-2011 3.523 penanganan. Angka kematian ibu menurun dari 10 orang pada 2010, menjadi 3 orang pada 2011. Siapa yang paling memperoleh manfaat? Seluruh masyarakat Bantaeng
Ringkasan Brigade Siaga Bencana (BSB) merupakan konsep menangani situasi krisis dengan basis emergency dan komunitas. Sifat emergency berarti konsep layanan tersebut mengutamakan cepat siaga. Sedangkan komunitas untuk memberi arti bahwa layanan tersebut diperuntukkan bagi masyarakat. Keistimewaan dari brigade siaga bencana adalah mekanisme untuk mendekatkan pelayanan dasar kesehatan kepada seluruh masyarakat Bantaeng. Terbentuk pada 7 Desember 2009 yang bertepatan dengan hari ulang tahun Kabupaten Bantaeng ke755, BSB bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang terdepan dan tercepat atas setiap bencana/musibah yang menimpa masyarakat. Keberadaan BSB diperlukan sebagai upaya kesiapsiagaan dalam penanggulangan setiap bencana/musibah terutama bagi korban yang membutuhkan pertolongan cepat namun jauh dari jangkauan dokter maupun terkendala sarana transportasi karena tidak memiliki kendaraan. Dalam pengertian umum Brigade Siaga Bencana untuk merespon kejadian bencana di suatu wilayah. Keberadaannya terdapat di berbagai daerah sebagai crisis center terutama dalam menghadapi bencana. Yang berbeda dari penerapan brigade siaga bencana di Bantaeng adalah kondisi krisis tidak diterjemahkan dalam kondisi bencana saja. Tetapi saat kondisi sakit dan musibah bisa dianggap sebagai keadaan darurat. Misalnya, persalinan, kebakaran, kecelakaan dan kondisi darurat lain. Sehingga fungsi BSB masuk dalam isu-isu pelayanan dasar kesehatan masyarakat.
Pertamakali inisiasi sebelum tanggal 7 Desember 2009, belum ada dukungan pihak legislatif dalam penganggaran. Kebutuhan operasional BSB masih terbatas dalam anggran operasional dinas kesehatan. Pihak dinas sosial dan Bapedalda adalah unit pemerintah yang dilibatkan dalam memulai inisiasi. Seperti ide awalnya mengenai pembentukan Emergency Service, pelayanan tersebut perlu melibatkan banyak elemen unit pemerintah. Dalam Emergency Service tersebut membawahi beberapa wilayah kerja dari tiga unit satuan kerja. Bibawah pelayanan Emergency Service terdapat BSB, tagana(taruna siaga bencana), SAR, PMI, Orari dan damkar(pemadam kebakaran). Dalam hal ini, BSB hanya menjadi salah satu bagian dari Tim emergency Services(TES). Dengan banyak wilayah kerja yang dilayani, kinerja Emergency service disuplai dari manejemen dinas kesehatan, dinas sosial dan Bapedalda. Lokasi yang menunjang pelayanan satu atap kemudian disediakan dengan menggusur dinas perhubungan. Pada tahun 2010 layanan tersebut dianggarkan dalam APBD. Sekaligus keluarlah surat keputusan Bupati yang menjadikan unit layanan satu atap emergency service sebagai Satuan Kerja Pemerintah daerah (SKPD). Selanjutnya, tim BSB menjalin kerjasama dengan CSO perempuan dengan kelompok sasaran usia produktif, Fatayat NU, untuk menjalankan dukungan sosialisai persalinan aman dan promosi kesehatan komunitas.
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
2
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Profil Good Practice A. Latar Belakang: Minimnya Akses Transportasi di Wilayah Pegunungan dan Pesisir Bantaeng merupakan daerah dengan wilayah pesisir menghadap laut flores dan dataran tinggi di perbukitan sekitar gunung Lompobattang. Kabupaten Bantaeng dengan ketinggian antara 100500 M dari permukaan laut merupakan wilayah yang terluas atau 29,6 persen dari luas wilayah seluruhnya. Walaupun wilayah kabupaten bantaeng tidak terlalu luas 395,83 Km2, karakter wilayah Bantaeng yang berbukit tersebut menyebabkan warga kesulitan dalam menjangkau akses-akses pelayanan publik. Apalagi bagi yang berdomisili di pelosok desa, di ketinggian bukit-bukit, atau pun di pesisir pantai yang jauh dari pusat layanan kesehatan dan dokter. Kondisi wilayah tersebut sering menyebabkan keterlambatan penanganan kesehatan masyarakat. Keterlambatan dalam pertolongan kesehatan menyebabkan kematian. Sedangkan kondisi sarana prasarana fasilitas kesehatan kabupaten bantaeng sedikit baik diatas provinsi. Rasio per 10.000 penduduk antara Kabupaten Bantaeng dan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010 adalah 2,66: 2,54. Sedangkan ketersediaan tenaga kesehatan kabupaten Bantaeng masih di bawah provinsi Sulawesi selatan. Tampak terlihat dalam rasio tenaga kesehatan per 10.000 penduduk 2010 antara Kabupaten Bantaeng dan Sulawesi Selatan adalah 10,47:16,47. Dengan keadaan geografis yang telah dijelaskan di paragraf sebelumnya, Kabupaten Bantaeng memiliki tantangan untuk mendekatkan layanan sarana dan petugas kesehatan kepada masyarakat. Belum lagi tingkat kesadaran warga terhadap pertolongan kesehatan belum mencapai angka optimum. Kesadaran masyarakat dalam mengenali suatu gejala penyakit juga menyebabkan sebuah keterlambatan penanganan. Mengingat tingkat pendidikan penduduk di kabupaten dengan ciri khas agraris tersebut masih sangat minim. Kaitan tingkat pendidikan dengan peningkatan kesadaran terhadap kesehatan berbanding lurus. Pada tahun 2010, Kabupaten Bantaeng memiliki indeks pendidikan1 yang jauh dari angka indeks provinsi 1
Indeks pendidikan terdiri dari dua unsur yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah penduduk yang berumur diatas 15 tahun. Data diperoleh dari Laporan BPS mengenai IPM Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010
yaitu 65,92: 75,92. Padahal indeks provinsi Sulawesi selatan masih dibawah dengan indeks nasional, 79,53. Posisi Bantaeng secara sosio kultural masih bertahan dalam sistem-sistem tradisional dan paternalistik. Sistem tersebut mempengaruhi kesadaran penduduk terhadap penanganan kesehatan dan kunjungan terhadap pelayanan medis. Dengan karakteristik tersebut stakeholder masih sangat kuat berperan dalam menciptakan sistem pelayanan. Tindakan darurat selalu dibutuhkan untuk pertolongan persalinan. Sehingga harus dipersiapkan sarana prasarana siaga. Mekanisme ambulan desa pernah coba dilakukan pelaksanaannya oleh komunitas desa. Sayangnya, program tersebut mendapat banyak kendala dalam masyarakat. Karena secara kultural, terutama di pedesaan, warga masyarakat cenderung menganggap mobil yang ditumpangi orang sakit hingga meninggal akan membawa sial. Sehingga penyediaan mobil yang siaga bagi si sakit menuju pusat pelayanan kesehatan menjadi terhambat. Belum lagi persoalan internal dikalangan manajemen desa dalam menjaga kesepakatan insentif dengan pemilik mobil yang dijadikan ambulans. Persoalan-persoalan tersebut menuntut agar segera dicari solusinya, mengingat pertolongan persalinan membutuhkan fasilitas darurat siaga. Hingga kemudian kendala-kendala masyarakat dengan kultur tradisional, keadaan geografis yang susah terjangkau, dan keterbatasan pelayanan kesehatan dapat dirumuskan. Perumusan kebutuhan masyarakat tersebut diwujudkan dalam inisiasi Tim Emergency Services dengan pelayanan unggulan Brigade Siaga Bencana.
B. Inisiasi: Berbasis Kebutuhan Faktor alam dan kondisi sosial budaya kabupaten Bantaeng memerlukan inisiatif pelayanan prima dari pihak pemerintah. Kondisi alam bisa menjelaskan faktor kesulitan geografis dalam melakukan pelayanan, sedangkan kondisi budaya(indeks pendidikan rendah) menyebabkan kurangnya kesadaran medis masysrakat. Dua hal tersebut cukup memberi alasan kenapa pelayanan kesehatan mengalami dua keterlambatan sekaligus. Terlambat menyadari/meng-identifikasi gejala penyakit sekaligus terlambat mendapatkan pelayanan.
pendidikan S2 dan S3 di Jepang, Jaringan yang dimiliki Nurdin Abdullah dilatar belakangi hubungan mitra kerja PT Maruki International yang menjadi eksportir ke Jepang.
Gbr. 1. Kantor Satu Atap Emergency Service
Melihat kondisi sosial masyarakat yang masih tradisional dan mekanisme pelayanan kesehatan yang tidak efektif, Bupati Bantaeng 2009-2013, Nurdin Abdullah menginisiasi pusat penanganan darurat. Kemunculan figur kepala daerah yang kuat di masyarakat tradisional paternalistik seperti di Bantaeng tampaknya sangat diperlukan. Latar belakang Nurdin Abdullah adalah seorang pengusaha dan Guru Besar Universitas Hasanuddin. Kemampuan memimpinnya dibuktikan saat menjadi direktur PT Maruki International Indonesia2. Sedangkan kemampuan menerjemahkan ide-ide abstrak pemerintahan dikolaborasikan dengan latar belakangnya sebagai akademisi. Penjelmaan kebutuhan masyarakat dalam inisiasi kebijakan di Kabupaten Bantaeng tampak salah satunya dari BSB. Selain mendapat penghargaan Kabupaten sehat oleh menteri kesehatan 2011, Kabupaten Bantaeng juga diganjar grand award dari FIPO 2011 atas inovasi pelayanan publik. Dengan dua latar belakang pekerjaan sebagai pengusaha dan akademisi, kepala daerah memiliki modal sosial, ekonomi dan budaya yang strategis. Dan yang paling penting, mobilisasi modal yang dimiliki tersebut memberi manfaat dalam berbagai kebijakannya di Bantaeng. Salah satu jaringan mitra di Jepang dapat mendukung pengadaan bantuan sarana prasarana untuk BSB. Misalnya, bantuan pengadaan ambulans dan mobil pemadam kebakaran dari Toyota Foundation. Selain karena 2
Produk utamanya adalah furniture untuk budaya masyarakat Jepang yang disebut Butsudan. Butsudan berfungsi sebagai tempat untuk menghormati dan berkomunikasi dengan para leluhur yang telah wafat. Hasil produksi Butsudan hanya di ekspor ke Jepang, karena sifatnya sebagai produk budaya jepang. Ini juga yang akan memberi banyak penjelasan, bagaimana jaringan sosial kepala daerah terbentuk kuat di negeri sakura tersebut.
Terbentuk pada 7 Desember 2009 yang bertepatan dengan hari ulang tahun Kabupaten Bantaeng ke755, BSB bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang terdepan dan tercepat atas setiap bencana/musibah yang menimpa masyarakat. Keberadaan BSB diperlukan sebagai upaya kesiapsiagaan dalam penanggulangan setiap bencana/musibah terutama bagi korban yang membutuhkan pertolongan cepat namun jauh dari jangkauan dokter maupun terkendala sarana transportasi karena tidak memiliki kendaraan. Dalam pengertian umum Brigade Siaga Bencana dimaksudkan untuk merespon kejadian bencana di suatu wilayah. Keberadaan unit pelayanan tersebut banyak terdapat di berbagai daerah sebagai crisis center terutama dalam menghadapi bencana. Yang berbeda dari penerapan brigade siaga bencana(BSB) di Bantaeng adalah kondisi krisis tidak diterjemahkan dalam kondisi bencana saja. Tetapi saat kondisi sakit dan musibah bisa dianggap sebagai keadaan darurat. Misalnya, persalinan, kebakaran, kecelakaan dan musibah lain. Sehingga fungsi BSB masuk dalam isu-isu pelayanan dasar kesehatan masyarakat. Pertamakali inisiasi sebelum tanggal 7 Desember 2009, belum ada dukungan pihak legislatif dalam penganggaran. Kebutuhan operasional BSB masih terbatas pada anggran operasional dinas kesehatan. Pihak dinas sosial dan Bapedalda adalah unit pemerintah yang dilibatkan dalam memulai inisiasi. Seperti ide awalnya mengenai pembentukan Emergency Service, pelayanan tersebut perlu melibatkan banyak elemen unit pemerintah. Emergency Service membawahi beberapa wilayah kerja dari tiga unit satuan kerja. Bibawah pelayanan Emergency Service terdapat BSB, tagana(taruna siaga bencana), SAR, PMI, Orari dan damkar (pemadam kebakaran). Dalam hal ini, BSB hanya menjadi salah satu bagian dari Tim emergency Services(TES). Dengan banyak wilayah kerja yang dilayani, kinerja Emergency service disuplai dari manejemen Dinas Kesehatan, DISNAKER dan Bapedalda. Lokasi yang menunjang pelayanan satu atap kemudian disediakan agar memperlancar pelayanan. Akhir tahun 2009 layanan tersebut dijalankan belum disertai dukungan anggaran Pemerintah, hingga akhirnya pada tahun 2010 layanan tersebut dianggarkan dalam APBD. Sekaligus keluarlah surat keputusan Bupati yang
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
4
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
menjadikan unit layanan satu atap emergency service sebagai kantor pelayanan satu pintu. Selanjutnya, tim BSB menjalin kerjasama dengan CSO perempuan dengan kelompok sasaran usia produktif, Fatayat NU, untuk menjalankan dukungan sosialisasi persalinan aman dan promosi kesehatan komunitas saat forum-forum rutin pengajian. C.
Implementasi: Koordinasi Satu Atap dari beberapa Instansi Pemerintah
Pada dasarnya, Brigade siaga bencana merupakan konsep menangani situasi krisis dengan basis emergency dan komunitas. Sifat emergency berarti konsep layanan tersebut mengutamakan cepat siaga. Sedangkan komunitas untuk memberi arti bahwa layanan tersebut diperuntukkan bagi komunitas masyarakat. Keistimewaan dari brigade siaga bencana adalah mekanisme untuk mendekatkan pelayanan dasar kesehatan kepada seluruh masyarakat Bantaeng. Dalam memulai pembentukan BSB terdapat dua tahapan persiapan untuk melaksanakan proses pengoperasian yaitu:
monitor pemeriksaan jantung dan peralatan medis yang memadai. Selain itu terdapat dua unit speedboat milik tim SAR yang sewaktu-waktu dapat digunakan tim BSB bila ada korban atau pasien di laut. Kedua, persiapan sumberdaya manusia yang memadai. Dengan cara melakukan pelatihanpelatihan ketanggapdaruratan. Pelatihan bagi dokter adalah pelatihan general emergency life support dan bagi perawat adalah pelatihan basic trauma cardiac life support. Kedua jenis pelatihan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pengenalan dan pengetahuan bagi tenaga medis dalam hal penanganan tindak darurat. Pelayanan BSB adalah layanan medis gratis selama dua puluh empat jam dengan total staf sebanyak dua puluh dokter umum, delapan perawat dan empat pengemudi. Para dokter berasal dari puskesmas se-Kabupaten Bantaeng. Setiap puskesmas mengirimkan dua dokter dan akan bertugas selama satu tahun. Setelah masa tugas satu tahun kedua orang dokter tersebut akan digantikan dokter lainnya dari puskesmas yang sama.
Pertama, pengadaan infrastruktur sarana prasarana seperti peralatan kesehatan dan kendaraan operasional atau ambulans. Saat ini BSB memiliki lima unit ambulans yang berasal dari Dinas Kesehatan Bantaeng (satu unit); bantuan dari Asuransi Kesehatan-Askes (satu unit); dan bantuan Pemerintah Jepang (tiga unit). Satu dari tiga unit ambulans bantuan Jepang tersebut difasilitasi alat
Keseluruhan staf BSB ini menjalankan tugas harian secara bergantian. Setiap hari jadwal tugas dibagi dalam tiga shift jaga yakni pagi (07.00 wita-14.30 wita); siang (14.30 wita-21.30 wita); dan malam (21.30 wita-07.00 wita). Setiap jadwal tugas/shift jaga BSB terdiri satu regu yang bersiaga yaitu 1 dokter, 2 perawat, dan 2 pengemudi.
Gbr. 2. Beberapa Ambulans bantuan Jepang
Standar operasional BSB berdasarkan laporan dari masyarakat melalui call center 113 dan 0413-22724 serta melalui frekuensi radio 145.490 MHz. Setelah laporan diterima, sesegera mungkin ditindaklanjuti oleh tim BSB dengan langsung menuju lokasi. Tim BSB segera meluncur ke lokasi pasien/korban di mana pun lokasi tersebut, baik di kota, pelosok desa, di laut maupun di daerah pegunungan. Di lokasi, tim melakukan diagnosa pasien/korban untuk menentukan tindakan perawatan selanjutnya, apakah pasien/korban hanya perlu dirawat di lokasi/rumah, dibawa ke ruang perawatan BSB, ataukah harus dirujuk ke puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Lihat chart 1.
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
5
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
Chart 1. Standar Pelayanan Brigade Siaga Bencana Kab. Bantaeng
STANDAR PELAYANAN EMERGENCY DASAR BRIGADE SIAGA BENCANA KABUPATEN BANTAENG Informasi Masyarakat
113 atau (0413) 22724
TANGGAP INFORMASI
EMERGENCY SERVICE
CALL CENTER
MENUJU LOKASI (TKP)
ANAMNASE Pemeriksaan Fisik
Tindakan di Lokasi Obat/Pertolongan di Rumah
Tindakan di Lokasi Observasi Rujuk ke PKM/BSB
Ada lima macam jenis pelayanan yang biasanya diminta oleh masyarakat, yaitu Demam disertai batuk pilek, Diare, Kecelakaan3, pendarahan pada ibu hamil, dan kebakaran. Khusus untuk kasus kebakaran mobil pemadam kebakaran keluar beriringan dengan ambulans dari tim BSB. Di Bantaeng, setiap ada laporan kebakaran maka dua unit ambulans wajib mengiringi mobil pemadam kebakaran untuk mengantisipasi adanya korban luka bakar. Kerjasama yang baik antara Tim BSB dan regu pemadam kebakaran dimungkinkan karena kantor BSB berada pada satu atap dengan layanan dengan pemadam kebakaran. Jadi tim pemadam kebakaran juga menyertakan tim BSB saat bertugas mengatasi kebakaran.
3
Sewaktu peneliti di lokasi, ada kecelakaan warga sewaktu menggali sumur. Tanah yang telah tergali longsor menimpa si penggali sumur, maka tim BSB bersama tim Tagana menuju lokasi. Tim BSB menolong si korban secara medis, setelah tim Tagana membantu mengeluarkan dari kedalaman tanah yang telah digali korban.
Tindakan di Lokasi Observasi Rujuk RSUD
Dalam pelayanan kesehatan dasar, BSB menyertakan pertolongan persalinan diluar normal4 sebagai salah satu pelayanan kepada kelompok sasaran utama. Gerakan KIA lewat posyandu telah dilakukan bahkan sebelum reformasi. Akantetapi program tersebut seolah-olah jalan ditempat, karena setiap wilayah memiliki karakteristik masyarakat terkait sensitifitas dalam partisipasi. Misalnya, saat terjadi persalinan resiko tinggi diperlukan tindakan siaga dari berbagai pihak. Seringkali persoalan transportasi menjadi kendala serius di pedesaan. Sehingga diperlukan strategi alternatif berkaitan dengan program KIA. Karenanya 5 januari 2011, pihak dinas kesehatan diwakili BSB menggandeng Fatayat NU dalam melakukan promosi kesehatan. Terutama sosialisasi pelayanan BSB menyangkut persalinan aman dan kesehatan gratis di Bantaeng. 4
Persalinan normal sudah difasilitasi di desa sehingga bisa ditolong oleh bidan desa setempat. Walaupun BSB bisa memberikan pertolongan kepada persalinan normal, akan tetapi lebih diprioritaskan kepada persalinan ibu hamil beresiko tinggi karena riwayat pendarahan, darah tinggi dll
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
6
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
Kedua pihak, BSB dan Fatayat NU, bertemu dalam satu isu kesehatan ibu dan anak. Fatayat NU dipilih karena memiliki struktur organisasi di setiap wilayah dan karakter keanggotaannya merupakan kelompok sasaran yaitu perempuan pada usia produktif terutama di pedesaan. Setelah terjadi MOU, pihak Fatayat NU bekerjasama dengan Bidan Desa mengorganisir ibu hamil dalam proses sosialisasi BSB dan persalinan aman. Di setiap pengajian majlis taklim yang diselenggarakan Fatayat NU, kru BSB datang untuk ikut melakukan penyuluhan kesehatan. Pihak Fatayat dibantu bidan desa bertugas juga mendatangkan ibu-ibu hamil di wilayah jamaah pengajian setempat. Selain diberi ceramah keagamaan juga ada kelas penyuluhan dan konseling bagi ibu hamil. Rencana kedepannya5, pihak dinas kesehatan akan menggandeng Nasyiatul „Aisyiyah untuk menjangkau kelompok perempuan usia produktif di perkotaan.
Gbr. 3. Kelas ibu hamil kerjasama Fatayat dan BSB
Walaupun saat ini layanan BSB bisa dirasakan oleh masyarakat Bantaeng, bukan berarti tidak pernah mendapatkan hambatan. Diawal BSB beroperasi ada reaksi dari masyarakat, terdapat pihak-pihak yang ingin menghentikan BSB karena terganggu bunyi ambulan terus menerus. Belum lagi telepon iseng membombardir ke call center 113. Sehingga untuk pelayanan malam hari pada enam bulan pertama, BSB hanya menerima telepon dari Bidan desa dan kepala desa. Tapi setelah enam bulan, mekanisme layanan berlangsung normal, karena BSB sudah mendapat kepercayaan masyarakat. Sedangkan di kalangan internal paramedis, implementasi ini menuai banyak pro dan kontra. Awal BSB beroperasi para tim yang terlibat belum mendapatkan insentif, sehingga sempat ditolak oleh paramedis terkait karena bisa mengurangi 5
Wawancara dengan Kadis Kesehatan, 4 Februari 2012.
pemasukan. Bahkan ketika BSB beroperasi para dokter yang berjaga hanya mendapat insentif Rp. 35.000,- setiap kali shift. Pendapatan tersebut jauh dibawah pendapatan normal ketika mereka melakukan praktek mandiri. Secara umum, pandangan politik di Bantaeng masih tradisional dan pragmatis. Bahkan dikalangan para elitnya. Sedangkan pandangan politik Bupati cenderung terbuka dan modern. Dengan keadaan tersebut, terdapat kendala komunikasi politik antara legislatif dan eksekutif. Seringkali kebijakan menjadi sebuah keputusan yang tidak didialogkan. Karena sistem komunikasi yang kurang berjalan baik.6 Seringkali hubungan dengan parlemen menjadi komunikasi politik yang tidak tergarap. Parlemen Kabupaten Bantaeng berisi 25 orang dengan komposisi Golkar 4 orang, PAN 4 orang, Demokrat 3 orang, Barnas 2 orang, PKNU 2 orang, PKB 2 orang, PPP 1 orang, Patriot Pancasila 1 orang, Matahari Bangsa 1 orang, PKS 1 orang. Sedangkan partai pengusung bupati terpilih saat Pilkada adalah PKS dan PBB yang tidak memiliki kursi di parlemen. Jadi hanya 5% dari kursi di parlemen yang mencalonkannya. Menurut Bupati, orang-orang parlemen adalah orang yang digerakkan oleh kepentingan politik yang bukan berlandaskan kepentingan rakyat. Baginya kekuasaan harus digunakan sebagai media untuk menerapkan kebijakan yang bersifat populis dan bermanfaat.7 Dari sudut pandang tersebut, bupati sering menetapkan kebijakannya tanpa mengandalkan mandat “kepentingan politik tertentu” dari para anggota legislatif. Bagaimanapun peran Bupati menjadi sentral bagi lahirnya kebijakan 3 tahun ini, termasuk mengenai Emergency Service di Bantaeng yang memberikan jemputan pelayanan kesehatan dasar secara gratis bagi warga. Termasuk inisiasinya menganggarkan di APBD khusus untuk program BSB terkait dengan operasional manajemen. Kenaikan APBD ditingkatan eksekutif sempat mendapat pertentangan dari legislatif. Apalagi program nasional sudah sangat banyak, malah ditambah program-program lain dari pak Bupati. Selain itu yang berperan besar adalah Dinas Kesehatan, bersama Bupati, membidani lahirnya BSB. Dinas kesehatan sebagai tonggak ditataran 6
Wawancara pada 5 Februari 2012 dengan DPRD komisi 1, mengenai kesejahteraan masyarakat, pendidikan dan kesehatan. Pernyataan tersebut terkonfirmasi saat wawancara 6 februari 2012 dengan fasilitator PNPM Bantaeng.
7
Wawancara pada pada 5 Februari dengan Bupati Bantaeng.
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
7
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
implementasi, yang juga bertugas mengorganisir instansi lain dalam mengoperasionalkan Tim Emergency Service di Bantaeng. Apalagi sebelum memiliki kantor satu atap, BSB banyak digerakkan oleh dinas kesehatan. Dinas sosial dan tenaga kerja(DISNAKER), digandeng juga dalam mensukseskan implementasi tim emergency service(TES). Dalam kondisi normal taruna siaga bencana(Tagana) merupakan kelompok pendukung di bawah dinas Sosial dan Tenaga Kerja. Sehingga perannya dalam implementasi cukup penting, terutama terkait dengan sharing cost operational TES. Bapedalda. Bapedalda menyediakan ruangan atau markas bagi kinerja-kinerja TES. Kru dan sarana prasarana BSB berada dalam satu area, untuk dijadikan pos sentral pelayanan. Koordinator BSB. Pada tahun 10 juli 2010 lahir SK bupati terkait dengan kelembagaan TES. BSB berada pada salah satu bagiannya. Koordinator BSB merupakan pelaksana operasional yang mengorganisir kegiatan pelayanan agar berlangsung.
D. Sistem Evaluasi Sistem evaluasi berjalan setiap bulan sekali lewat pertemuan rutin antar instansi terkait yaitu, Dinas Kesehatan, DISNAKER dan Bapedalda dibawah koordinator Dinas Kesehatan. Walaupun sudah keluar SK terkait dengan kelembagaan TES, akan tetapi ditingkatan manajemen masih bergantung pada ketiga dinas tersebut. Evaluasi terutama membahas mengenai pembiyaan operasional dalam menunjang penyelenggaraan emergency service. Evaluasi masih mengacu pada capaian out put yang menjadi landasan program dijalankan. Misalnya, seberapa besar cakupan layanan dari unit ini. BSB dianggap sebagai inovasi yang memberi manfaat masyarakat banyak, agar terus mendapat perhatian dari dana APBD. Evaluasi8 pertama ditingkatan kebijakan. Bagaimana proses kebijakan tim emergency service itu mampu dikomunikasikan di level instansi yang terkait dengan program. Seringkali komunikasi antar instansi menjadi permasalahan khusus sewaktu mengimplementasikan kebijakan. Terkait dengan penganggaran, menjadi perhatian evaluasi ditingkatan manajemen. Karena dengan adanya BSB pekerjaan paramedis menjadi bertambah, akan tetapi tidak diikuti dengan kesejahteraannya. Sehingga menjadi kasak-kusuk pada level pelaksana. Sumber daya manusia yang menjadi motor kegiatan menjadi perhatian utama. Tidak hanya karena urusan insentif tapi kemampuan dalam pelayanan medis yang dibutuhkan dalam BSB. Sehingga pelatihan terkait dengan keterampilan yang dibutuhkan perlu dilaksanakan.
Gbr. 4. Sosialisasi BSB kepada Fatayat NU
Kelompok komunitas masyarakat, dalam hal ini Fatayat NU dilibatkan dalam proses sosialisasi program terkait isu-isu kesehaatan komunitas dan KIA. Peran kelompok-kelompok tersebut sangat penting terutama dalam menyampaikan sosialisasi BSB kepada masyarakat. Selain para elit di atas, yang tidak kalah penting dalam melaksanakan program BSB adalah Dokter terampil, perawat, sopir juga TES lainnya. Mereka menjadi ujung tombak bagi terlaksananya kegiatan BSB.
E.
Dampak Substantif: Tingginya Kesehatan di Bantaeng
Indeks
Salah satu aspek penting dalam kesejahteraan penduduk adalah kualitas fisik. Hal tersebut dapat digambarkan dengan beberapa indikator kesehatan. Dalam pendekatan makro indikator kesehatan suatu wilayah bisa dilihat dengan harapan hidup, adanya ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan. Indeks Kesehatan tidak hanya bisa mencerminkan secara kasar mengenai kondisi kesehatan penduduk sekaligus dapat juga mencerminkan bagaimana pelayanan kesehatan dijalankan dalam sebuah daerah.
8
Wawancara dengan Kadis Kesehatan kab. Bantaeng
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
8
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
Perbaikan Indeks Pembangunan Manusia telah menjadi tren dunia juga di Indonesia. Karena proses pembangunan manusia semakin diarahkan pada tiga sektor indikator yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat. Tren positif tersebut juga berlaku pada indeks kesehatan di Kabupaten
171 orang, Myalgia 155 orang, hipertensi dan stroke 77 orang, ISK 23 orang, Diabetes 5 orang dan Kehamilan/partus 319 orang. Bahkan BSB pernah melakukan pertolongan darurat kebakaran di dua kabupaten terdekat, seperti Bulukumba dan Jeneponto.
Tabel 1. Perbandingan Indeks Pembangaun Manusia Kabupaten Bantaeng terhadap Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2006-2010
Sumber: BPS Sulawesi Selatan 2010
Bantaeng. Bahkan sejak 2006-2010 menunjukkan bahwa tren Indeks Kesehatan Kabupaten Bantaeng selalu berada diatas standar Provinsi Sulawesi Selatan bahkan nasional (74,5). Walaupun IPM Kabupaten Bantaeng masih di bawah standar Provinsi, akan tetapi sektor kesehatan menyokong peran paling besar dalam keseluruhan penghitungan. Ironisnya, kenyataan ini berbanding terbalik dengan sektor pendidikan yang jauh dibawah standar provinsi. Indeks Pendidikan hanya satu tingkat diatas rangking terendah, Jeneponto, atau ranking 23 dari 24 Kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Lihat tabel 1. Sebagai kebijakan, BSB jelas sebuah capaian positif bagi terselenggaranya pelayanan publik. Bagaimanapun mekanisme pelayanan kesehatan dengan mendekatkan fasilitas sampai ke si sakit/korban merupakan inovasi bagi pelayanan publik. Dari data yang diperoleh, selama rentang waktu 2009-2011 satgas BSB telah melakukan pelayanan kepada 3.523 orang. Kebanyakan pertolongan karena trauma kapitis9 akibat kecelakaan lalu lintas. Sedangkan pada tahun 20102011, 10 jenis pertolongan yang telah dilayani oleh BSB adalah kecelakaan lalu lintas 497 orang, ISPA dan asma 113 orang, Diare 114 orang, Gastritis dan kolik Abdomen 24 orang, suspek typoid dan DBD 9
Suatu trauma mekanik(benturan) yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang bisa mengakibatkan gangguan fungsi neurologis
Keberadaan BSB yang mendukung pertolongan persalinan darurat telah menunjukkan hasil signifikan terhadap penurunan kematian ibu. Hal tersebut dibuktikan setelah pertolongan akibat kecelakaan lalu lintas, angka terbanyak pertolongan BSB berkaitan dengan persalinan. Jumlah kematian ibu pada tahun 2010 sejumlah 11 orang, sedangkan pada tahun 2011 menurun drastis menjadi 3 orang10. Selain karena mekanisme dan prasarana kesiapsiagaan, Tim BSB juga menjalin sinergitas dengan CSO terkait(Fatayat) dalam melakukan promosi kesehatan dan sosialisasi persalinan aman. Kecenderungan masyarakat Bantaeng yang tradisional dan religius, sangat strategis jika melibatkan kelompok masyarakat dengan isu tersebut yaitu Fatayat NU. Dengan jangkauan komunitasnya dikalangan pedesaan, Fatayat NU menjadi media strategis dalam meyampaikan pesan-pesan kesehatan diselingi dengan keagamaan. Dampak lain dari keberhasilan BSB dalam mendukung persalinan aman juga tampak dari semakin banyaknya persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan. Terutama dalam kurun waktu beroperasinya BSB dari akhir tahun 2009 ke 2010 terlihat sangat signifikan kenaikan persalinan yang
10
Data dari Laporan Pertanggungjawaban Dinas Kesehatan 2011.
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
9
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
ditolong oleh tenaga kesehatan yaitu 76,% menjadi 88,44%. Lihat tabel 2. Pada tahun 2009, 869 persalinan dari 3667 ditolong oleh non tenaga kesehatan. Pada tahun 2010, persalinan yang ditolong oleh non tenaga kesehatan berkurang drastis 356 persalinan dari 3080 keseluruhan persalinan. Berkurangnya pertolongan
Walaupun masih dalam koordinasi dinas Kesehatan, TES sudah memiliki kantor satu atap untuk melakukan operasional tugasnya. Pada tanggal 1 Desember lewat SK Bupati no 430/595/XII/2009 menyatakan terbentuknya unit terpadu satu atap Tim Emergency Services. Secara seremonial TES diresmikan pada hari ulang tahun Kabupaten, 7 Desember 2009.
Tabel 2. Banyaknya Persalinan Menurut Penolong Kelahiran 2007-2010
Sumber: Bantaeng dalam angka 2011
persalinan oleh non tenaga kesehatan, mengindikasikan bahwa membaiknya pelayanan dan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan medis.
F. Institusionalisasi dan Tantangan Untuk mengimplementasikan BSB, musti bersinergi dengan instansi lain. Faktanya Emergency Service bukanlah merupakan hal baru. Biasanya tanggap darurat berada di rumah sakit yang melayani darurat penanganan pasien. Kabupaten Bantaeng menjadi menarik tidak hanya karena mendekatkan pelayanan dasar kesehatan selama 24 jam gratis, tetapi pelembagaannya menjadi satu atap pelayanan. BSB sebagai salah satu Satuan Tugas (Satgas) pelayanan kesehatan berada di bawah Tim Emergency Service (TES) Kabupaten Bantaeng. Sebuah pelayanan bencana menyeluruh satu atap dengan melibatkan tiga instansi terkait, yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah(Bapedalda). Selain BSB satgas lainnya yang dibawahi dan satu atap dalam TES adalah Satgas Pemadam Kebakaran, Satgas Bantuan Sosial, Perlengkapan dan Logistik, serta Satgas Operasi, Rehabilitasi dan Pemulihan. Konsep TES yang memadukan beberapa jenis layanan publik seperti pemadam kebakaran(damkar), taruna siaga bencana(tagana) dan layanan medis (BSB) dalam satu atap merupakan inisiatif yang belum dilakukan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, atau boleh jadi pertama di Indonesia.
Awal operasi berlangsung, BSB belum mendapatkan dukungan11. Belum ada kesepakatan insentif untuk para dokter yang menjalankan operasional BSB. Dukungan penganggaran dibuktikan lewat APBD yang memberi porsi anggaran khusus untuk BSB. Karena ketika operasional BSB berjalan, berarti juga melibatkan banyak elemen pelaksana. Misalnya, insentif bagi satgas yang sedang berjaga. Sehingga diperlukan perhatian pemerintah dalam operasional kegiatan. Selain itu, pembangunan sistem12 ditingkat pelaksana dan kelompok sasaran merupakan strategi untuk melanggengkan BSB. BSB sebagai pelayanan Deliveri kepada masyarakat menciptakan kebutuhan resiprokal dari pihak pemberi layanan dan penerima layanan. Sistem ditingkat pelaksana meciptakan kemandirian dan kesadaran pelayanan. Pelayanan yang bersifat mendekatkan dianggap sebagai hal baru dan inovatif. Sehingga sistem dikalangan kelompok pelaksana tidak hanya bersifat instrumentalis berkaitan dengan kebutuhan operasional, tapi spirit moral berkaitan dengan kebanggaan pelayanan. Dikalangan kelompok sasaran atau masyarakat, sistem terbentuk dari intensifnya sosialisasi dan pembuktian dengan pelayanan prima. Dengan sistem tersebut, mendorong adanya (demand) permintaan terkait dengan pelayanan kesehatan dasar pada mereka. Dua sistem berkaitan dengan infrastruktur manusia tersebut menjadi faktor penting penggerak BSB secara umum. 11 12
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan 4 Februari 2012 Wawancara dengan Bupati tanggal 5 Februari 2012
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
10
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
Sarana dan prasarana berkaitan dengan kesiap siagaan perlu terus dijaga perawatannya. Tidak hanya ada orang yang harus bisa mengoperasikan kinerja alat tapi juga kemampuan merawat sarana. TES, lebih khusus lagi BSB, merupakan kebijakan yang mahal. Terutama penyediaan alat-alatnya yang canggih dan modern perlu kesinambungan sistem yang siap untuk mengantisipasi kendala sarana prasarana. Kesinambungan juga perlu dipikirkan apalagi setiap mesin/ alat berlaku surut hingga pada akhirnya tidak berfungsi lagi. Tantangan terbesar dari BSB adalah kesinambungan. Walaupun sistem dipersiapkan, tapi saat ini kinerja masih bertumpu pada kebijakan elit. Termasuk figur bupati yang sangat kuat dalam memaksimalkan modal-modal yang tersedia. BSB merupakan pelayanan yang “mahal” tidak hanya dalam persiapan sarana-prasarana dan infrastruktur manusia, tapi juga dalam isu-isu kebijakan di kalangan elitnya. Bahkan salah satu ambulan BSB dipinjam13 oleh Syahrul Yasin Limpo untuk kampanye pemilihan Gubernur 2013. Saranaprasarana tersebut bisa menjadi transaksi politik ditingkatan elit. Sistem deliveri seperti BSB akan menciptakan permintaan dari kelompok sasaran terutama sesuai tujuan awal melayani kesehatan dasar warga. Sayangnya sifat dari pelayanan BSB yang kuratif dianggap bukan sebuah kebijakan yang menciptakan partisipasi sehingga memiliki tantangan mendasar mengenai keberlanjutan. G. Lesson Learned Leadership: kemampuan memobilisasi modal sosial, ekonomi dan budaya. Kemampuan Nurdin Abdullah dalam memobilisasi modal yang dimiikinya menjadi pelajaran bagi setiap kepala daerah. Terutama dalam proses pengambilan kebijakan dan implementasi. BSB banyak mendapatkan bantuan dari Jepang karena kemampuan kepala daerah memobilisasi modalnya. Selain mampu meyakinkan kepada pendonor, kepala daerah juga telah memiliki jaringan tersebut sebelumnya. Sehingga perwujudan ide BSb bisa dilaksanakan di Bantaeng. Memangkas birokrasi. Hal yang dilakukan saat inisiasi berlangsung adalah meminimalisir pelibatan pihak-pihak yang tidak terkait dengan program. Sehingga konsolidasi internal berlangsung lebih efisien dan efektif. Terbukti bupati mewujudkan program terlebih dahulu tahun 2009, baru kemudian 13
Wawancara dengan Koordinator pemadam kebakaran pada 4 Februari 2012.
tahun 2010 muncul SK Bupati terkait dengan institusionalisasi program BSB sebagai satuan unit kerja dalam unit pelayanan satu atap TES. Dalam proses implementasi, BSB dibawah Tim Emergency Service merupakan contoh pelayanan satu atap yang efisien karena sistem kerjanya memangkas birokrasi. Mekanisme satu atap tersebut memudahkan dalam koordinasi pelayanan terhadap masyarakat. Konsep Tim emergency Service yang memadukan beberapa jenis layanan publik seperti layanan pemadam kebakaran dan layanan medis, serta layanan sosial dalam satu atap merupakan inisiatif Pemda Bantaeng yang belum dilakukan Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi Selatan, atau bisa jadi pertama juga di Indonesia. Konsep ini bisa menjadi model pemangkasan birokrasi pada pelayanan publik. Berbasis kebutuhan masyarakat: mendekatkan layanan. Mendekatakan layanan dalam BSB bisa diartikan dua hal: 1) Dekat karena pelayanan menjemput langsung menuju ke si sakit/ si korban. 2) Layanan kesehatan dasar dari BSB bersifat gratis. Seperti yang dijelaskan di awal bahwa kondisi daerah Bantaeng yang berbukit-bukit menyebabkan kendala transportasi bagi masyarakatnya. Belum lagi kendala malam hari saat membutuhkan pertolongan darurat, tidak ada transportasi umum yang tersedia di daerah tersebut. Sehingga persoalan transportasi merupakan sarana penting yang harus difasilitasi oleh pemerintah terutama ketika kondisi tanggap darurat. Menurut BPS, pada tahun 2009 masih ada 9,96% warga Bantaeng berada di bawah garis kemiskinan. Pelayanan gratis dari pemerintah terkait dengan kebutuhan dasar sangat bermanfaat bagi warga. Apalagi pelayanan kesehatan yang terkenal menjadi momok masyarakat karena biayanya. Dengan adanya pelayanan berbasis kebutuhan, memunculkan inspirasi bagi lahirnya inovasi-inovasi pelayanan yang tepat sasaran pada masyarakat. Sinergitas dengan CSO. Salah satu bentuk good governance adalah terbentuknya sinergitas antara pemerintah dan CSO. Hal tersebut dipraktekkan di Kabupaten Bantaeng terkait dengan sosialisasi kesehatan kehamilan dan persalinan aman pada ibu-ibu hamil. Fatayat sudah memiliki forum dan jaringan di kalangan kelompok sasaran, perempuan usia produktif 20-40 tahun di pedesaan, dijadikan mitra BSB dalam promosi kesehatan terutama sosialisasi persalinan aman. H. Peluang Replikasi Peluang replikasi sangat mungkin walaupun banyak kendala. Penyediaan prasarana pendukung yang
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
11
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
tidak mudah dan murah. Penyediaan infrastruktur BSB sangat mahal selain juga perlu ditunjang oleh sinergitas antar dinas. Bagaimanapun kesiapan jaringan sosial kepala daerah untuk kasus Bantaeng menjadi signifikan untuk dijelaskan. Diperlukan seorang kepala daerah yang tidak hanya memiliki kemampuan dalam mengkonsolidasikan ide, tetapi kemampuan dalam memobilisasi modal-modal sosial strategis pendukung lahirnya BSB. Untuk mewujudkan BSB, telah tercatat banyak bantuan dari pemerintah Jepang berupa sarana prasarana emergency service. Misalnya, ambulans siaga dan ambulans paramedic. Selain itu perlu yang disiapkan, jika BSB akan direplikasi adalah: Leadership. Selain dibutuhkan kemampuan leadership juga kecerdasan dalam menangkap persoalan. Penentu kebijakan juga dituntut memiliki kemampuan terkait dengan bagaimana proses kebijakan dikomunikasikan di level instansi yang terkait dengan program. Misalnya, dinas kesehatan, dinas sosial dan tenaga kerja serta Bapedalda. Seringkali komunikasi elit antar instansi menjadi permasalahan khusus sewaktu mengimplementasikan kebijakan karena misinterpretasi dalam koordinasi. Terkait dengan penganggaran, menjadi perhatian evaluasi ditingkatan manajemen. Karena dengan adanya BSB penganggaran di APBD harus ditambah. Komitmen pemerintah atas keberhasilan program bisa dilihat dari bagaimana dan seberapa banyak penganggaran dikucurkan. Pengangkatan staf-staf operasional akan menjadi perhatian penganggran, selain perawatan sistem BSB secara keseluruhan. Walaupun bukan satu-satunya bentuk dukungan, bagaimanapun BSB akan berkesinambungan jangka panjang dengan dukungan anggaran dari pemerintah. Sumber daya manusia yang menjadi motor kegiatan menjadi perhatian utama. Tidak hanya karena urusan insentif tapi kemampuan dalam pelayanan medis yang dibutuhkan dalam BSB. Sehingga pelatihan terkait dengan keterampilan yang dibutuhkan perlu dilaksanakan. Tim yang terlibat dalam BSB merupakan dokter-dokter terlatih siaga, yang telah mendapatkan kemampuan dalam menangani darurat medis atau general emergency life support . Belum lagi tim-tim yang terlibat selain BSB. Peralatan pemadam kebakaran yang didatangkan langsung dari Jepang(berupa sumbangan hibah dari negara tersebut), sehingga butuh keahlian khusus dalam mengoperasikannya. Pemerintah Bantaeng mendatangkan tim ahli dari
Jepang14 untuk melatih satgas pemadam kebakaran dalam mengoperasikan mobil canggih tersebut. Sosialisasi kepada kelompok sasaran. Sebuah implementasi kebijakan tidak akan berhasil jika tidak tepat pada kelompok sasaran. Sehingga sosialisasi diperlukan terkait dengan fungsi BSB dan promosi kesehatan masyarakat. Maka dari itu, tim BSB menggandeng elemen komunitas masyarakat untuk membantu sosialisasi isu-isu kesehatan dan eksistensi BSB. Selain itu, Kabupaten Bantaeng telah menyiapkan tim pelatih emergency service dan media terkait dengan pengenalan BSB. Termasuk diantara CDCD panduan BSB dan dokumentasi kegiatan BSB dengan massyarakat. Dari kesiapan tersebut, Bantaeng siap menerima proses transfer pengetahuan kepada daerah lain. Pada tahun 2011 Kabupaten bantaeng dirujuk sebagai emergency service percontohan di Sulawesi Selatan, hal yang sama kemudian oleh kementrian kesehatan di tingkat nasional. Daftar Pustaka Indeks pembangunan Manusia Sulawesi Selatan, 2011. BPS Laporan Pertanggungjawaban Dinkes Kab. Bantaeng 2011 Daftar Narasumber 1. Kepala Dinas Kesehatan, 2. Koordinator BSB, 3. Sekretaris Bappeda 4. Bupati 5. Anggota DPRD Komisi 1 6. Aktivis Fatayat NU 7. Aktivis PNPM 8. Koordinator Damkar 9. FIPO (Fajar Institute Pro Otonomi)
14
Wawancara dengan Koordinator Damkar kab Bantaeng, tanggal 4 februari 2012. Selain 3 ambulans sebelumnya, pada 23 November 2011 ada lagi bantuan mobil 1 pemadam kebakaran modern dan 2 mobil ambulan paramedic tanggap darurat dengan standar peralatan medis yang memadai.
Mendekatkan Pelayanan Kesehatan Melalui Brigade Siaga Bencana
12
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id