DATABASE GOOD PRACTICE Initiatives for Governance Innovation merupakan wujud kepedulian civitas akademika terhadap upaya mewujudkan tata pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih baik. Saat ini terdapat lima institusi yang tergabung yakni FISIPOL UGM, FISIP UNSYIAH, FISIP UNTAN, FISIP UNAIR, DAN FISIP UNHAS.
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat Sektor Sub-sektor Provinsi Kota/Kabupaten
Sekretriat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Jl. Sosio-Justisia Bulaksumur Yogyakarta 55281 email:
[email protected]
Institusi Pelaksana Kategori Institusi Penghargaan
igi.fisipol.ugm.ac.id Kontak
Mitra Peneliti
Ekonomi Penyederhanaan Perizinan Sumatera Barat Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Pemerintah Provinsi BKPM Invesment Award Kategori: Tujuh Provinsi Terbaik Tahun: 2011 Ollyandes (Kepala Bidang Perencanaan) BKPMP Sumatera Barat Jl. Jenderal Sudirman No. 51 Kota Padang. website: http://bkpmp.sumbarprov.go.id Malse Yulivestra, S.Sos, MAP Institusi: Prodi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Andalas Email:
[email protected]
Mengapa program/kebijakan tersebut muncul? Adapun pelaksanaan PTSP di bidang penanaman modal ini dilatar belakangi oleh kondisi pelayanan perizinan penanaman modal khususnya di Provinsi Sumatera Barat yang tidak efektif, tidak efisien, dan rentan dengan praktek KKN. Kondisi pelayanan yang buruk ini mempengaruhi iklim investasi di Sumatera Barat sehingga mengakibatkan minimnya investasi. Apa tujuan program/kebijakan tersebut? Tujuan dari diterapkannya mekanisme pelayanan terpadu satu pintu ini adalah sebagai salah satu usaha pemerintah provinsi dalam memperbaiki iklim investasi di Provinsi Sumatera Barat melalui pembenahan mekanisme pelayanan perizinan penanaman modal yang lebih berkualitas. Sehingga dapat meningkatkan jumlah investor yang masuk dan membuka usahanya
di Sumatera Barat. Lebih jauh dengan semakin banyaknya investor yang masuk dan membuka usahnya maka akan dapat menyerap tenaga kerja local lebih banyak serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan daya saing masyarakat. Bagaimana gagasan tersebut bekerja? Adanya regulasi di level nasional terkait dengan penerapan mekanisme pelayanan dengan menggunakan skema pelayanan terpadu satu pintu PTSP di bidang penanaman modal. Kemudian ditindaklanjuti oleh daerah dengan Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera Barat. Siapa inisiatornya? Siapa saja pihak-pihak utama yang terlibat? Gubernur Provinsi Sumatera Barat Bpk. Irwan Prayitno/semua SKPD yang terkait dengan penanamn modal Apa perubahan utama yang dihasilkan? Terciptanya pelayanan perizinan penanaman modal yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan jumlah pelaku usaha/investor yang datang mengurus perizinan Siapa yang paling memperoleh manfaat? Para pelaku usaha/investor
Deskripsi Ringkas Sebagai salah satu Provinsi yang ada di Indonesia Sumatera Barat memprioritaskan kegiatan pertumbuhan dan perkembangan investasi dalam meningkatkan perekonomian daerahnya. Kondisi perekonomian biila dilihat dari iklim investasi di Sumatera Barat masih belum cukup kondusif terutama tiga tahun terakhir ini. Disamping masalah bencana alam gempa bumi yang menimpa wilayah Sumatera Barat pada akhir tahun 2009 yang lalu terdapat rentetan permasalahan yang masih perlu dibenahi seperti masalah sarana dan prasarana umum yang masih belum memadai, serta masalah pelayanan birokrasi yang masih belum sesuai dengan semangat reformasi dalam menghadirkan pelayanan yang berkualitas kepada pelaku usaha dan masyarakat. Terkait dengan usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan investasi di daerah maka salah satunya dilakukan pembenahan sistem birokrasi pelayanan perizinan investasi. Adapun dasar dari perbaikan birokrasi pelayanan perizinan ini didasari dari keluarnya Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. untuk
menindak lanjuti Perpres tersebut maka Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Gubernur mengeluarkan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 49 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang mana dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menunjuk Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi yang selanjutnya disingkat dengan BKPMP sebagai instansi yang berwewenang untuk melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu ini. Adapun mekanisme pelayanan terpadu satu pintu ini merupakan sebuah terobosan dan inovasi dalam memperbaiki sistem pelayanan penanaman modal yang lama. Dalam sistem pelayanan perizinanan penanaman modal yang lama itu dipandang sangat tidak efektif dan efisien, serta rentan dengan praktek-praktek KKN. Ini dikarenakan sistem tersebut masih belum terintegrasi kedalam satu lembaga atau dengan kata lain kewenangan dalam mengeluarkan perizinan prinsip penanaman modal masih terkonsentrasi pada pemerintah pusat, sementara kewenangan untuk perizinan teknis penanaman modal masih terpecah-pecah pada
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
2
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
masing-masing sektor/instansi yang terkait. Dengan adanya pelimpahan kewenangan dalam pengurusan perizinan penanaman modal ini dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah maka akan dapat memotong rantai birokrasi pelayanan sehingga bisa lebih efektif dan efisien. Dengan adanya inovasi yang dilakukan dalam pelayanan perizinanan penanaman modal ini maka pada tahun 2011 yang lalu ini menjadikan salah satu kriteria bagi Provinsi Sumatera Barat dalam mendapatkan Penghargaan berupa “ Regional Champion” dari BKPM RI sebagai salah satu dari tujuh Provinsi terbaik bidang penanaman modal untuk tahun 2011. Adapaun kriteria penetapan Provinsi yang dianugrahi Regional Champion ini adalah diantaranya: kondisi perekonomian disuatu daerah, potensi investasi, SDM, Kebijakan, dan Implementasi Sistem Pelayanan Informasi
Perizinanan Investasi Secara Elektronik atau SPIPISE, serta komitmen daerah dalam meningkatkan pelayanan perizinan dan non perizinan. Lebih jauh dengan adanya usaha yang sungguhsungguh dan berkesinambungan dari Pemerintah Provinsi dalam melakukan inovasi terutama terkait dengan sistem dan prosedur pelayanan perizinan penanaman modal dengan menggunakan sistem pelayanan terpadu satu pintu ini terbukti mampu memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelaku usaha sehingga semakin banyaknya investor yang tertarik dan menanamkan modalnya di Sumatera Barat. Kondisi ini juga mampu memperbaiki iklim investasi di daerah serta mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat.
Rincian Inovasi I.
Latar Belakang
Buruknya kondisi pelayanan birokrasi di Indonesia memberikan dampak negatif terhadap laju pertumbuhan investasi di level nasional dan daerah. Di Sumatera Barat sendiri iklim investasi masih belum kondusif, masih banyaknya permasalahanpermasalahan yang menjadi titik lemah dalam memajukan iklim inveatasi diantaranya: Pertama, minimnya kualitas sumber daya manusia terkait dengan masalah pengelolaan, pelaksanaan kebijakan, dan penyelesaian masalah atau sengketa yang terkait dengan masalah investasi dilevel mikro atau pemerintahan daerah kabupaten dan kota.1 Kedua, perbaikan sistem pelayanan melalui pelayanan satu pintu (one stop service) belum maksimal.2 Ketiga, ketersediaan infrastruktur seperti: jalan, air, listrik, telpon yang berkaitan dengan kelancaran proses produksi yang masih kurang memadai.3 Keempat, regulasi daerah yang
1
Sekdaprov: Mendatangkan Investor untuk Kesejahteraan Masyarakat http://www.sumbarprov.go.id/detail_news.php?id=3945 2 Iklim Investasi Belum Kondusif, Syarizal: Pungutan Liar Masih Banyak http://www.kadinsumbar.or.id/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&arti d=622 3 Iklim Investasi di Sumbar Belum Kondusif, http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&v iew=article&id=6037:iklim-investasi-di-sumbar-belumkondusif&catid=5:ekbis&Itemid=77
membebankan pelaku Usaha.4 Sementara itu terkait dengan pelayanan perizinan investasi ini khususnya di Sumatera Barat sendiri kewenangannya masih sepenuhnya berada pada pemerintah pusat sementara itu pemerintah daerah hanya menerima rekomendasi saja. Mekanisme pelayanan seperti ini sangat memberatkan bagi pelaku usaha dimana disamping pelayanan yang dilakukan harus melalui prosedur yang panjang, berbelit-belit, juga membutuhkan biaya yang banyak. Kondisi pelayanan birokrasi seperti ini terutama pelayanan yang terkait dengan perizinan investasi bukan hanya berdampak pada buruknya citra pemerintah dimasyarakat namun parahnya lagi secara umum dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi terutama pertumbuhan iklim investasi di Sumatera Barat. Bila dirinci lebih jauh iklim investasi di Sumatera Barat yang masih belum kondusif ini berpengaruh terhadap aktivitas investasi yang ada seperti: rendahnya jumlah persetujuan investasi, minimnya investor yang datang dan menanamkan sahamnya, serta rendahnya nilai realisasi investasi baik itu PMDN maupun PMA di Sumatera Barat. Dari data sekunder yang diperoleh terlihat bahwa pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 jumlah persetujuan investasi mengalami penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam grafik 1.
4
Ibid.
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
3
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Grafik. 1 Persetujuan Investasi di Sumatera Barat Tahun 2007-2010 70 60 50 40 30 20 10 0
Persetujuan Investasi
64 43
35 18
2007
2008
2009
2010
Sumber: LAKIP BKPMP SUMBAR 2011 diolah tahun 2012 Grafik. 2 Jumlah Calon Investor di Sumatera Barat Tahun 2007-2010 49 48 47 46 45 44 43 42 41 40
48
47
Jumlah calon Investor
46
43 2007
2008
2009
2010
Sumber: LAKIP BKPMP SUMBAR 2011 diolah tahun 2012 Grafik. 3 Realisasi PMDN di Sumatera Barat Tahun 2007-2010 80000000
76161790
70000000 60891789
60000000 50000000 40000000
39826906
30000000
Realisasi PMDN
20000000 10000000
5851110
0 2007
2008
2009
2010
Sumber: LAKIP BKPMP SUMBAR 2011 diolah tahun 2012 Dari grafik diatas terlihat bahwa trend perkembangan jumlah persetujuan investasi di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan yang sangat signifikan. Terlepas dari faktor-faktor yang menyebabkan penurunan angka persetujuan
investasi ini, pemerintah Provinsi Sumatera Barat harus segera malakukan tindakan-tindakan yang konstruktif dan menunjang iklim investasi di Sumatera Barat.
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
4
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Lebih jauh ketidakkondusifan iklim investasi ini juga membuat jumlah calon investor yang masuk ke Sumatera Barat mengalami stagnan dan tidak ada peningkatan yang signifikan. Ditahun 2007 misalnya jumlah calon investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di Sumatera Barat berjumlah 48 orang, sementara pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 43 orang calon investor. Sementara itu untuk tahun 2009 dan 2010 jumlah calon investor yang tertarik hanya sebanyak 47 orang ditahun 2009 dan 46 di tahun 2010. Seperti yang digambarkan dalam grafik 2. Bukan hanya jumlah calon investor yang mengalami penurunan hal yang sama juga terlihat pada realisasi PMDN di Sumatera Barat. Bila dilihat dari data pada tahun 2007 sampai 2009 terdapat peningkatan jumlah realisasi PMDN dari Rp.58.511.10 Juta pada tahun 2007 ke Rp.608.917,89 Juta pada tahun 2008 dan Rp.761.617,90 Juta pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2010 nilai realisasi PMDN ini mengalami penurunan yang sangat drastis yakni menjadi Rp.398.269,06 Juta. Adapun untuk lebih jelasnya akan disajikan dalam grafik 3. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa masalah investasi adalah masalah yang harus mendapatkan perhatian yang lebih oleh pemerintah, ini sangat terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian masyarakat yang tentunya akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah. Maka dari itu maka pemerintah daerah perlu melakukan usaha-usaha dalam rangka membenahi iklim investasi khususnya di Sumatera Barat. Penyederhanaan mekanisme pelayanan perizinan investasi dengan menggunakan skema Pelayanan terpadu Satu Pintu atau PTSP adalah merupakan suatu inovasi dan terobosan yang cukup bagus dalam menjawab persoalan-persoalan terkait dengan buruknya kualitas pelayanan birokrasi yang diberikan selama ini. II.
Inisiasi
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Provinsi telah melakukan langkah-langkah yang inovatif terutama terkait dengan penyederhanaan pelayanan perizinan di bidang penanaman modal. Adapun strategi yang dilakukan untuk membuat pelayanan ini semakin efektif adalah dengan menciptakan suatu bentuk pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal atau yang disingkat dengan PTSP. Adapun inisiasi pendirian PTSP ini adalah diawali dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu
Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, dalam Perpres tersebut dijelaskan bahwa penyelengaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh Pemerintah Provinsi dilaksanakan oleh PDPPM (Perangkat Daerah Provinsi Bidang Penanaman Modal). Terkait dengan itu pada tingkat daerah provinsi khususnya di Provinsi Sumatera Barat inisiasi untuk menindak lanjuti Perpres tersebut adalah Gubernur selaku kepala daerah di provinsi. Melalui Gubernur Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menegaskan dasar hukum pendirian pelayanan satu pintu ini dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 49 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. Di dalam penyusunan kebijakan yang menjadi dasar hukum pendirian PTSP ini Gubernur juga melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD di tingkat provinsi terutama yang terkait dengan penamaman modal seperti; Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi atau BKPMP yang nantinya ditunjuk sebagai leading sector, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Pariwisata, Perkebunan, dan SKPDSKPD lainnya yang terkait. Meskipun melalui suatu koordinasi yang panjang dikarenakan adanya indikasi ketidaksiapan dan kegamangan dari masing-masing SKPD untuk mendelegasikan kewenangannya ke PTSP namun kebijakan ini pun tetap dilaksanakan oleh Gubernur secara bertahap dengan terus melakukan koordinasi dengan SKPDSKPD yang terkait dengan penanaman modal. Selanjutnya, dengan kewenangan dan amanat yang diberikan kepada Pemerintah Provinsi untuk menyelenggarakan PTSP ini maka pada tahun 2011 yang lalu Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat telah melakukan langkah-langkah inovatif dalam hal pembenahan iklim investasi di Sumatera Barat diantaranya adalah dengan harmonisasi kebijakan dan penyederhanaan perizinan investasi yang didukung oleh tiga kegiatan prioritas. Prioritas itu masing-masing, peningkatan kualitas pelayanan investasi, pengkajian potensi penanaman modal di daerah, dan peningkatan pengawasan atas persetujuan investasi. Kemudian juga Pemerintah Provinsi melalui BKPMP melakukan peningkatan fasilitas investasi yang didukung oleh kegiatan prioritas yakni percepatan implementasi sistem pelayanan informasi dan perizinan investasi secara elektronik (SPIPISE). Prioritas lainnya adalah melalui peningkatan pelayanan dan bantuan hukum penanaman modal, dan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) penanaman modal.5
5
Dikutip dari berita Antara, Sumbar Tetapkan Tiga
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
5
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Adapun strategi itu diarahkan untuk peningkatan penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) selama 2011-2015. Salah satunya Untuk menindaklanjuti strategi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam meningkatkan iklim investasi khusus terkait dengan penyederhanaan pelayanan perizinan penanaman modal maka pada tanggal 28-29 April 2011 yang lalu Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah meresmikan pembentukan Pelayanan terpadu Satu Pintu atau (PTSP) di tingkat Provinsi.6 Pembentukan PTSP ini juga mendapat dukungan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal di tingkat Pusat (BKPM-Pusat) dan (BKPMD). Melalui PTSP elektronik ini calon investor baik itu investor luar maupun nasional dan lokal bisa langsung mendapatkan informasi mengenai potensi wilayah yang ada di Sumatera Barat tanpa harus datang ke lokasi. Disamping itu juga tersedia data-data yang berkaitan dengan kondisi atau status lahan, potensi berbagai sektor (pertambangan, perkebunan, perikanan dan pertanian). PTSP di bidang Penanaman Modal ini bertujuan untuk membantu Penanaman Modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi meneganai Penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan Perizinan dan Non Perizinan. Lebih jauh dengan didirikannya PTSP ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dalam bidang investasi, melalui penyederhanaan perizinan dan percepatan waktu penyelesaian. PTSP merupakan salah satu upaya daerah untuk dapat memberikan kemudahan dalam mengadakan investasi. Dengan diresmikannya PTSP yang berbasis sistem informasi dan perizinan elektronik ini diharapkan akan dapat meningkatkan iklim investasi di daerah dan dapat menarik calon investor untuk menanamkan modalnya karena dengan adanya PTSP ini pelayanan perizinan terutama perizinan investasi akan semakin maksimal, mudah, cepat, dan transparan.
III.
Implementasi
Pada
prinsipnya
perubahan
sistem
pelayanan
penanaman modal ini merupakan respon yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini pemerintah pusat terhadap buruknya iklim investasi di Indonesia. Sehingga pemerintah dirasa perlu untuk membuat suatu kebijakan yaitu UU no 25 Tahun 2007 itu untuk memperbaiki keadaan atau iklim investasi tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan juga ditegaskan bahwa kebijakan dasar pemerintah di bidang penanaman modal ini adalah UU No 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.7 Kemudian dijelaskan bahwa kebijakan ini menjadi titik tolak untuk melakukan inovasi dan perubahan sistem pelayanan di bidang penanaman modal ini. Adapun tujuan didirikannya PTSP ini adalah untuk memberikan kemudahan, mempercepat pelayanan dan proses pengurusan perizinan penanaman modal. dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa atas dasar kedua produk hukum tersebut diatas inilah pemerintah daerah khususnya di Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat melalui Gubernur telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu ini. Dalam PERGUB tersebut dimana salah satu pasalnya menjelaskan bahwa BKPMP Sumatera Barat adalah lembaga yang ditugasi untuk menyelenggarakan PTSP bidang penanaman modal di tingkat provinsi. Selanjutnya dalam rangka menindak lanjuti PERGUB no 49 itu Gubernur Sumatera Barat juga mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 10 tahun 2011 tentang Pendelegasian Kewenangan Pemberian Perizinan kepada Kepala BKPMP Sumatera Barat. Dengan dikeluarkannya kedua Peraturan Gubernur Sumatera Barat ini maka BKPMP Sumatera Barat berwewenang untuk membentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu bidang penanaman modal. Kewenangan dalam pendirian dan pelaksanaan PTSP oleh BKPMP Sumatera Barat ini juga diikuti dengan kewenangan mengurus izin-izin prinsip yang mana selama ini izin prinsip tersebut menjadi kewenangan Pemerintah pusat melalui BKPM Pusat sementara BKPM Provinsi hanya memberikan rekomendasi. Dengan adanya perubahan ini maka izin-izin yang selama ini menjadi kewenangan pemerintah atau BKPM Pusat sudah dilimpahkan kepada BKPM Provinsi. Adapun izin-izin prinsip tersebut adalah: 1) Pendaftaraan penanaman modal 2) Izin prinsip penanaman modal
Strategi Peningkatan Iklim Investasi dalam http://www.sumbarprov.go.id/detail_news.php?id=3639 6 Antara, Sumbar Siap Layani Investor Maksimal Melalui PTSP, dalam http://www.sumbarprov.go.id/detail_news.php?id=3144
3) Izin prinsip perluasan penanaman modal
7
Wawancara dengan Bpk. Delmi selaku Kepala Sub Bidang Pelayanan dan Pengendalian BKPMP SUMBAR
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
6
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Tabel.1 Jenis Pelayanan Penanaman Modal di PTSP BKPMP Sumatera Barat
JENIS PELAYANAN PENANAMAN MODAL
A.PELAYANAN PERIZINAN
A. Pelayanan Izin Prinsip Penanaman Modal a. Pendaftaran Penanaman Modal b. Izin Prinsip Penanaman Modal c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal d. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal e. Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan, Izin Usaha Perubahan dan Izin Usaha Penggabungan Perusahaan (Merger)
B. Pelayanan Izin Teknis Penanaman Modal a. Izin lokasi b. Izin Mendirikan Bangunan c. Izin Gangguan (HO) d. Hak Atas Tanah e. Izin-izin lain dalam rangka pelaksanaan Penanaman Modal.
B.PELAYANAN NON PERIZINAN
a. Fasilitas Bea Masuk Atas Impor Mesin b. Fasilitas Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Baku c. Usulan Untuk Mendapatkan Fasilitas PPh Badan d. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) e. Rencana Penggunan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) f. Rekomendasi Visa Untuk Bekerja (TA.01) g. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTKA) h. Insentif Daerah i. Layanan Informasi dan Layanan Pengaduan
Sumber: Peraturan Gubernur SUMBAR No 49 Th 2010 4) Izin prinsip perubahan penanaman modal 5) Iziin usaha penanaman modal 6) Izin usaha perluasan penanaman modal 7) Izin usaha perubahan penanaman modal
Pelimpahan urusan kedelapan jenis perizinan terkait penanaman modal dari pemerintah pusat ke daerah ini pun sesuai dengan hasil wawancara dimana dengan dikeluarkannya PP No. 38 tentang pembagian kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah maka perizinan yang delapan itu telah
8) Izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
7
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Bagan. 1 Mekanisme Pelayanan Perizinan Teknis/Sektor Terkait Dengan penanaman Modal
BKPM-Provinsi
PTSP (Front Office) Memeriksa kelengkapan Tanda Terima Permohonan lengkap Meneruskan Berkas Permohonan ke SKPD Terkait (Tim teknis) Menerima Dokumen (Telah ditanda tangani Ka. SKPD) Menyerahkan Dokumen ke Pemohon
SKPD Terkait
Keputusan/Dokumen/Izin /Non Izin yang telah ditanda tangani
Pemilik Wewenang Perizinan/Non Perizinan
Tim Teknis
PROSES
Berkas Pemohon
-
-
Sesuai SOP
-
Dokumen
Pemohon
Menetapkan Jadwal Rapat (bila diperlukan) Membuat Naskah Keputusan Menanda Tangani keputusan Menyampaikan keputusan/Dokumen izin/Non Izin yang sudah ditanda tangani
Sumber: Peraturan Gubernur SUMBAR No 49 Th 2010 menjadi kewenangan pemerintah daerah.8 Untuk urusan izin prinsip Penanaman Modal Dalam Negeri atau PMDN sudah menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah sehingga dengan demikian maka investor sudah bisa mengurus perizinan PMDN di daerah saja yaitu di Provinsi. Sementara itu untuk izin prinsip Penenaman Modal Luar Negeri atau PMA kewenangannya masih di pegang oleh pemerintahan pusat. Sedangkan untuk perizinan teknis atau operasional dikembalikan kepada sektor masing-masing di daerah dimana investasi itu berlangsung. Untuk lebih jelasnya terkait dengan jenis perizinan yang ada di PTSP BKPMP Sumatera Barat maka akan disajikan dalam tabel 1. Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa disamping berwewenang dalam mengurus pelayanan perizinan yang terdiri dari delapan izin prinsip penanaman modal, BKPMP juga memiliki kewenangan dalam mengurus pelayanan non perizinan seperti masalah fasilitas-fasilitas dan rekomendasi terkait dengan penanaman modal. Sementara itu yang tergolong ke dalam izin operasional, teknis, sektor atau izin 8
lanjutan ini adalah izin yang diurus setelah izin prinsip penanaman modal disetujui dan untuk memulai aktivitas investasi selanjutnya maka diperlukan izin teknis ini. Yang termasuk kedalam izin teknis ini diantaranya adalah: Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Ganngguan (HO), Izin Analisa mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), kemudian izin sektor seperti; izin perkebunan, izin pariwisata, izin pertambangan dll. Adapun kewenangan untuk mengeluarkan izin teknis atau sektor ini dikembalikan kepada SKPD masing-masing di daerah. BKPMP Sumatera Barat melalui PTSP nya juga membuat Standar Operasional Preosedur atau SOP khusus untuk pengurusan perizinan teknis yang terkait dengan penanaman modal ini. Adapun mekanisme pelayanan perizinan teknis ini yang dibuat berdasarkan SOP PTSP di BKPMP Sumatera Barat akan dijelaskan melalui bagan 1. Dari bagan diatas dapat dilihat bagaimana mekanisme pelayanan izin teknis ini berjalan. Calon investor hanya perlu memasukkan dokumen beserta persyaratan yang sudah lengkap yang sesuai
Ibid…
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
8
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
dengan yang disyaratkan oleh SKPD atau sektor yang terkait dan menunggu sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh SKPD terkait sesuai dengan SOPnya. Kemudian berkas atau dokumen calon investor itu akan dicek dan akan dibawa ke SKPD yang terkait oleh petugas BKPMP yang memang ditugaskan untuk itu. Hal ini juga ditegaskan dalam hasil wawancara yang dilakukan dimana dijelaskan bahwa pola pelayanan satu pintu yang diterapkan di BKPMP ini memang tidak sama dengan pola pelayanan perizinan satu pintu yang biasa kita temui di instansi atau pemerintah daerah lainnya.9 Seharusnya memang pola pelayanan satu pintu ini terintegrasi didalam satu tempat atau gedung dimana instansi atau SKPD yang terkait berada di satu gedung melalui perwakilannya yang sudah diberikan kewenangan untuk menanda tangani dan mengeluarkan suatu perizinan, namun pola pelayanan terpadu satu pintu yang diterapkan di BKPMP Sumatera Barat ini berbeda dimana dalam hal pengurusan izin sektor ini BKPMP hanya sebagai pintu masuk dan pintu keluar dari perizinan sektor tersebut. Adapaun dalam menjalankan tugas dan fungsinya BKPMP Sumatera Barat ini dibiayai dari anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD Provinsi Sumatera Barat dan juga anggaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional atau APBN. Adapaun besaran anggaran yang diperuntukkan untuk BKPMP ini biasanya tergantung dengan usulan kegiatan tiap tahunnya namun sebagai gambaran untuk tahun 2011 besarnya anggaran yang diperuntukkan untuk BKPMP ini sebesar Rp.2.086.645.000,-. Adapun dana ini nantinya akan didistribusikan pada masingmasing bidang yang ada sesuai dengan program yang sudah diusulkan. Sementara itu khusus untuk anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan PTSP ini adalah sekitar 100-150 juta rupiah setiap tahunnya yang mana anggaran ini bersumber dari APBD Provinsi. Sedangkan terkait dengan ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana serta SDM dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya ini BKPMP Sumatera Barat ini sudah cukup memadai meskipun masih ada pembenahan dan penambahan yang perlu dilakukan kedepannya. Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa terkait dengan sarana dan prasaran yang ada yang perlu di tingkatkan dan dibenahi seperti: Gedung yang digunakan sebagai kantor masih sering berpindah-pindah atau masih belum permanen serta perangkat komputer dan jaringan internet yang masih terbatas. Sementara itu terkait dengan SDM yang ada dalam menjalankan tugas pokok dan 9
ibid
fungsinya ini BKPMP Sumatera Barat sudah memiliki sumber daya manusia yang cukup memadai, namun hal yang perlu dimaksimalkan adalah terkait dengan manajemen pengembangan sumber daya manusia yang ada dimana dalam meningkatkan kinerja dan pelayanan maka manajemen pengembangan sumber daya manusia penting untuk dilakukan. Manajemen SDM harus dilakukan dengan profesional dan sesuai dengan kompetensi sehingga akan dapat mengoptimalkan potensi pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan organiasasi. Sementara itu terkait dengan mekanisme monitoring dan evaluasi dari kinerja yang dilakukan oleh BKPMP ini sama halnya dengan mekanisme monitoring dan evaluasi yang ada di SKPD lain yang ada di Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat ini dimana proses monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Gubernur atau Wakil Gubernur secara periodik. Dalam penelitian ini khusus di Pemerintah Provinsi Sumatera Barat proses monitoring ini dilakukan setiap dua bulan sekali. Dalam proses Monitoring ini akan di hadiri oleh seluruh SKPD yang ada di dilingkup Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang dipimpin langsung oleh Gubernur atau Wakil Gubernur. Sementara itu terkait dengan mekanisme evaluasi sendiri disampaikan kepada Gubernur melalui Biro Pembangunan Provinsi Sumatera Barat setiap tahunnya. IV.
Dampak Substantif
Secara umum penerapan PTSP penanaman modal ini terbukti telah memberi dampak positif bagi perkembangan investasi di daerah. Semakin mudah, murah dan cepatnya perizinan menumbuhkan keberanian untuk berwirausaha, terbukti dengan adanya peningkatan yang menonjol pada investasi. Kenaikan investasi sebagai dampak penerapan PTSP pada akhirnya membawa multiplier effects meningkatnya kesempatan kerja dan meningkatnya pendapatan daerah. Berdasarkan uraian di atas terkait dengan dampak positif yang muncul dengan diterapkannya PTSP ini maka dapat dipilah menjadi tiga dampak, yakni; dampak langsung, kelembagaan, dan sistemik atau lingkungan. Untuk lebih jelasnya maka akan dijelaskan sebagai berikut: a. Dampak Langsung Terkait dengan dampak langsung yang ditimbulkan dari inovasi yang dilakukan ini diantaranya adalah dampak yang dirasakan langsung oleh para investor yang merupakan kelompok sasaran dari pelaksanaan PTSP ini. Dari data hasil wawancara terlihat bahwa penerapan PTSP di BKPMP Sumatera Barat ini telah dapat memberikan
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
9
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Grafik. 4 Persetujuan Investasi Tahun 2008-2011 di Sumatera Barat 70 60 50 40 Persetujuan Investasi Th.2008-2011
64
30 20
40
35
10
18
0 2008
2009
2010
2011
Sumber: LAKIP BKPMP SUMBAR 2012 diolah tahun 2012 Grafik. 5 Realisasi PMDN Tahun 2008-2011 di Sumatera Barat 18000000 167838430
16000000 14000000 12000000 10000000 80000000 60000000
Realisasi PMDN
76161790 60891789
40000000
39826906
20000000 0 2008
2009
2010
2011
Sumber: LAKIP BKPMP SUMBAR 2012 diolah tahun 2012 pelayanan perizinan yang lebih baik, transparan, cepat dan murah, serta dapat menghilangkan pungutan liar. Lebih jauh terlihat bahwa dengan adanya inovasi dalam pemberian pelayanan dengan menggunakan skema pelayanan satu pintu atau PTSP di BKPMP Sumatera Barat ini juga berpengaruh terhadap peningkatan persetujuan investasi yang mana pada tahun 2011 yang lalu dari data yang diperoleh terlihat adanya peningkatan jumlah persetujuan investasi dari 18 pada tahun
2010 menjadi 40 buah persetujuan investasi pada tahun 2011. Adapun untuk lebih jelasnya akan disajikan dalam grafik 4. Sementara itu dampak langsung lainnya yang terjadi dengan adanya penerapan inovasi pelayanan ini juga dapat dilihat dari peningkatan perkembangan realisasi PMDN. Adapun terkait dengan perkembangan realisasi PMDN ini selama tahun 2010 dan 2011 ini juga mengalami
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
10
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
peningkatan yang signifikan. Dari data sekunder yang diperoleh menunjukkan bahwa pada tahun 2010 yang lalu realisasi PMDN hanya sebesar Rp.398.269,06 Juta yang sempat mengalami penurunan dari Rp.761.617,90 Juta pada tahun 2009. Namun pada tahun 2011 ini terjadi peningkatan jumlah realisasi PMDN yakni menjadi Rp.1.678.384,30 Juta. Hal ini tentu merupakan suatu perkembangan yang sangat positif terkait dengan usaha-usaha pemerintah Provinsi dalam meningkatkan iklim investasi di Sumatera Barat. Adapun untuk lebih jelasnya terkait dengan perkembangan realisasi PMDN ini akan disajikan dalam garfik 5. b. Dampak Kelembagaan Sedangkan terkait dengan dampak kelembagaan yang dapat ditemukan adalah dimana dalam pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu ini PTSP yang ada di BKPMP ini sudah memiliki Standar Operasional Prosedur atau SOP yang baku yang sudah di tetapkan. Dengan diterapkannya sistem pelayanan terpadu satu pintu ini maka apapun yang terkait dengan pelayanan terutama pelayanan perizinan penanaman modal sudah diatur secara rinci baik itu terkait dengan masalah prosedur, waktu, biaya, persyaratan, dan lain-lain yang terkait dengan pelayanan. Meskipun masih belum optimal dalam kewenangan dalam memberikan perizinan teknis dimana kewenangan dalam pemberian izin teknis ini masih berada pada masing-masing SKPD terkait namun BKPMP tetap berusaha menghadirkan suatu pelayanan yang berkualitas kepada pelaku usaha.
Dengan adanya penerapan SOP yang baku dalam pemberian pelayanan perizinan investasi ini maka BKPMP dapat menghadirkan suatu pelayanan yang berkualitas kemasyarakat yang mana ini dapat memperbaiki citra pemerintah yang bebas KKN dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan pelaku usaha sehingga dengan demikian diharapkan terciptanya tatanan pemerintahan yang lebih baik, meningkatnya semangat berwirausaha yang pada akhirnya akan memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan masyarakat luas dimana meningkatnya pertumbuhan perekonomian di daerah. Tingkat perekonomian daerah tentunya berkolerasi dengan daya saing daerah, baik di tingkat regional maupun di tingkat nasional.
c.
Dampak Sistemik/Lingkungan
Sedangkan terkait dengan dampak sistemik atau lingkungan dari inovasi ini secara langsung maupun tidak telah memberikan dampak yang positif bagi peningkatan investasi di Provinsi Sumatera Barat ini. Ini dapat dilihat dari data yang peneliti sajikan berikut ini bahwa ditahun 2011 ini kinerja organisasi BKPMP Sumatera Barat bisa mencapai target yang direncanakan misalnya terdapat peningkatan indikator penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja dan bahkan melebihi target dari 1.000 orang terealisasi sebanyak 3.168 orang tenaga kerja. Perkembangan penyerapan tenaga kerja dari tahun 2008-2011 dapat dilihat pada grafik 6. Dari data yang telah disajikan diatas maka dapat ditegaskan bahwa dari inovasi dalam pelayanan
Grafik. 6 Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2008-2011 di Sumatera Barat 3500 3000 2500 2000 3168
1500 1000 500
1763 1104
1112
2008
2009
0 2010
2011
Sumber: LAKIP BKPMP SUMBAR 2012 diolah tahun 2012 Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
11
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
perzinan yang dilakukan oleh BKPMP Sumatera Barat semenjak tahun 2011 yang lalu dimana dengan menggunakan PTSP dan SPIPISE sejak 2011 yang lalu secara tidak langsung sudah memberikan efek yang positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan dan peningkatan nilai dan realisasi investasi di Provinsi Sumatera Barat setelah pada tahun sebelumnya yakni tahun 2009 Sumatera Barat sempat terkena bencana gempa bumi yang sedikit banyaknya berdampak pada iklim investasi di daerah. Dengan adanya usaha-usaha dari pemerintah daerah untuk bangkit dari bencana kemudian menata kembali sarana dan prasaran yang rusak serta kembali melakukan langkah-langkah strategis melalui kebijakan-kebijakan yang memudahkan investor dalam melakukan investasi di Sumatera Barat yang termasuk salah satunya kebijakan untuk mendirikan Pelayanan Satu Pintu penanaman modal ini. Selanjutnya terkait dengan investasi dari data yang ada terlihat adanya peningkatan yang signifikan dari nilai realisasi investasi di Sumatera Barat, ini membuktikan bahwa ada dampak positif dari salah satu usaha perbaikan sistem pelayanan melalui reformasi birokrasi pelayanan perizinan dan penanaman modal terhadap iklim investasi di Sumatera Barat.
V. Institusionalisasi dan Tantangan Melihat hasil penelitian yang dilakukan maka penerapan inovasi dalam pelayanan perizinan investasi ini sudah memiliki dasar hukum yang kuat dimana bila kita runut dari atas maka UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal menjadi dasar diterapkannya Inovasi dalam pelayanan penanaman modal ini. Kemudian Undang-Undang ini juga diperkuat dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, dalam Perpres tersebut dijelaskan bahwa penyelengaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh Pemerintah Provinsi dilaksanakan oleh PDPPM (Perangkat Daerah Provinsi Bidang Penanaman Modal). Untuk menindak lanjuti Perpres tersebut maka Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menegaskan dasar hukum pendirian pelayanan satu pintu ini melalui Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 49 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. Atas dasar kebijakan-kebijakan inilah BKPMP Sumatera Barat berwewenang mendirikan PTSP dan melakukan pelayanan penanaman modal. Sementara
itu
untuk
menjamin
terlaksananya
pemberian pelayanan yang sesuai standar kepada pelaku ekonomi dan usaha maka Pemerintah Provinsi dan BKPMP Sumatera Barat juga sudah membuat dan menetapkan Standar Operasional Prosedur atau SOP yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan penanaman modal di PTSP BKPMP Sumatera Barat ini. Dengan diterapkannya sistem pelayanan terpadu satu pintu ini maka apapun yang terkait dengan pelayanan terutama pelayanan perizinan penanaman modal sudah diatur secara rinci dan dapat dijalankan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Disamping keberhasilan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu penaaman modal ini juga terdapat faktor-faktor yang masih menjadi kendala dan penghambat untuk terciptanya suatu pelayanan yang benar-benar sesuai dengan standar kualitas pelayanan serta dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif ini diantarnya adalah:
1) Pendelegasian kewenangan dari SKPD terkait penanaman modal Adapun faktor yang dimaksud adalah dimana terkait dengan perizinan sektor atau teknis masih berada di masing-masing sektor yang terkait dengan investasi misalnya: sektor petanian, perkebunan, perdagangan, pariwisata dll. Dengan kondisi perizinan sektor yang masih belum terintegrasi pada BKPMP ini membuat pelayanan perizinan penanaman modal menjadi kurang efektif dan efisien. Dalam wawancara yang dilakukan dengan Bapak Delmi dijelaskan bahwa dengan belum diserahkannya kewenangan dalam pemberian perizinan sektor ini ke BKPMP maka ini mengakibatkan pelayanan yang diberikan oleh BKPMP melalui PTSP menjadi kurang optimal. Ini dikarenakan pelayanan teknis ini masih terpecahpecah di sektor masing-masing sehingga ini tidak sesuai dengan semangat pelayanan satu pintu dimana dalam pelayanan satu pintu itu segala urusan terintegrasi di dalam satu institusi atau organisasi. Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala BKPMP Sumatera Barat Bapak Masrul Zein menjelaskan bahwa masalah ini kemudian berdampak pada kualitas pelayanan yang kita berikan melalui PTSP ini. Beliau menambahkan belum optimalnya pelayanan perizinan dalam rangka PTSP bidang penanaman modal ini juga dikarenakan persepsi tentang penyelenggaraan PTSP bidang penanaman modal oleh SKPD terkait masih belum sama, sehingga dalam implementasinya dukungan sebagian SKPD/Instansi terkait terhadap penyelenggaraan PTSP khususnya dalam pelayanan perizinan dan non perizinan teknis belum maksimal.
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
12
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Dengan uraian diatas terlihat bahwa dalam menerapkan pelayanan dengan menggunakan skema pelayanan terpadu satu pintu terkait dengan penanaman modal ini belum bisa dilaksanakan secara maksimal. Ini masih mengalami kendala terkait dengan prosedur pengurusan perizinan sektor atau teknis yang mana kewenanganya masih dipegang oleh kepala SKPD yang terkait.
2) Koordinasi antara Pemerintahan dengan Kabupaten dan Kota
Provinsi
Sejek dilaksanakannya otonomi daerah membuat hubungan antara pemerintah di tingkat provinsi dengan pemerintah di tingkat kabupaten/kota menjadi berubah. Berdasarkan azaz desentralisasi maka kewenangan daerah berada pada pemerintah kabupaten/kota. Kondisi ini juga memberikan banyak konsekuensi logis seperti minimnya kewenangan pemerintahan di tingkat provinsi terkait dengan hubungannya dengan pemerintahan di tingkat kabupaten dan kota. Salah satunya dalah hubungan terkait dengan masalah investasi dimana masalah yang muncul adalah minimnya koordinasi yang terjadi antara pemerintahan kabupaten dan kota dengan pemerintahan provinsi terkait dengan masalah investasi ini. Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Zaimar sebagai Kepala Bagian Dinas Sarana Perekonomian Provinsi Sumatera Barat, Kondisi ini menurut beliau perlu diperbaiki, minimal dalam kontek kordinasi harus ada kesepahaman dan kesesuaian antara satu daerah dengan daerah lain sehingga kita tidak terkesan berjalan sendiri-sendiri. Masalah investasi bukanlah masalah yang bisa diatasi dengan satu tindakan dan satu sektor saja. Masalah investasi adalah masalah yang komplek dan membutuhkan multi sektor dalam kegiatannya. Kemudian hal yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya data tentang potensi dan data-data yang terkait dengan investasi kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Lebih lanjut dalam wawancara terpisah Bapak Rumazar selaku penasehat KADIN Sumbar juga menjelaskan bahwa kondisi Ini juga mengakibatkan sulitnya membuat sebuah grand design atau blue print dari investasi di skala provinsi. Sehingga pemerintah provinsi kesulitan dalam melakukan perencanaan dan pengembangan investasi kedepannya. Kalau kita cermati lebih jauh Kondisi ini tentu membawa pengaruh terhadap iklim investasi di Sumatera Barat. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Yuliandre selaku Sekretaris HIPMI SUmbar mengatakan bahwa dengan tidak adanya koordinasi yang berjalan dengan baik ini juga mengakibatkan sering terjadinya tumpang tindih perizinan, kemudian tidak singkronnya antara kebijakan satu
daerah kabupaten atau kota dengan kabupaten atau kota yang lain. Ini tentu sangat menyulitkan investor sekaligus membingungkan. Terkait dengan masalah ini sebagai Kepala Bidang perencanaan di BKPMP Sumatera Barat ini Bapak Ollyandes sudah membuat suatu program kegiatan terkait dengan penjaringan dan pengumpulan data yang terkait dengan investasi di daerah-daerah yang nantinya akan dijadikan buku panduan dalam membuat grand design pengembangan investasi di daerah. Dari paparan diatas terkait dengan minimnya koordinasi antara pemerintah di tingkat provinsi dengan pemerintah di tingkat kabupaten dan kota ini menjadi salah satu penghambat dan kendala dalam menyembangkan iklim investasi yang kondusif di daerah. Perbedaan persepsi dan tujuan yang terdapat pada tingkatan daerah kabupaten kota terkadang menghasilkan perbedaan-perbedaan antara satu daerah dengan yang lainnya sehingga rencana dan kegiatan yang dilakukan sering tidak sejalan. Begitu juga dengan tidak adanya koordinasi yang bagus antara pemerintahan di tingkat provinsi dan kabupaten kota ini juga sering menimbulkan tumpang tindih kegiatan dan kebijakan dimana terkadang antara satu pemerintahan dengan yang lain sama-sama ingin memajukan potensi yang juga dimiliki oleh daerah lain sehingga ini dipandang kurang efektif dalam mengembangakan iklim investasi di daerah.
VI. Lesson Learned Catatan Kritis Dari uraian hasil penelitian diatas maka dapat dikatakan bahwa inovasi yang dilakukan oleh BKPMP Sumatera Barat dalam penerapan mekanisme pelayanan terpadu satu pintu ini sukses dan mampu memperbaiki iklim investasi di Sumatera Barat. Pembenahan pada aspek birokrasi terutama aspek pelayanan merupakan starting point yang tepat dalam usaha menciptakan iklim investasi yang kondusif. pemilihan skema pelayanan terpadu satu pintu adalah sangat tepat karena akan mampu menghadirkan suatu mekanisme pelayanan yang bermutu, efektif dan efisien. Adapun berdasarkan hasil kajian yang dilakukan maka menurut hemat penulis ada beberapa hal yang menjadi aspek pertimbangan dalam menerapkan best practice dalam pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal ini. Adapaun aspek yang dimaksud adalah: 1. Aspek kewenangan 2. Aspek hukum 3. Aspek politik
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
13
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Terkait dengan penerapan pelayanan tepadu satu pintu ini terutama pelayanan yang terkait dengan penanaman modal ini akan bisa berjalan lebih maksimal dan berhasil bila terdapat aspek pelimpahan kewenangan yang utuh serta terdapat payung hukum yang tegas dalam mengatur kewenangan tersebut. Kebijakan pemerintah pusat untuk memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan pelayanan terpadu ini harus dipertegas lagi sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk menunda pelaksanaannya. Pada level pemerintah daerah dimana ditingkat Provinsi misalnya Gubernur harus memberikan payung hukum yang jelas dan tegas terkait dengan pelaksanaan pelayanan terpadu penanaman modal ini. Peraturan daerah yang dirancang harus mampu mengakomodir segala keperluan dan keleluasaan kepada lembaga yang dipercaya untuk melaksanakan pelayanan terpadu dibidang penanaman modal ini. Pemberian kewenangan kepala daerah harus utuh dan begitu juga dengan kewenangan-kewenangan terkait dengan perizinan sektor atau teknis yang masih diberada di dinas/instasi yang terkait. Bila tidak ditemukan jalan tengahnya maka akan sangat mengganggu kelancaran dalam memberikan pelayanan kepada pelaku usaha dalam menghadirkan pelayanan terpadu satu pintu bidang penanaman modal yang berkualitas. Sementara itu kedua aspek di atas tidak akan mudah terwujud bila tidak di topang dengan aspek yang ketiga ini yakni aspek politik. Aspek politik ini nantinya yang akan menentukan besar kecilnya kewenangan yang akan diberikan serta cakupan kewenangan itu sendiri kepada lembaga yang bertugas untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu ini yang dalam hal ini BKPMP. Besar kecilnya kewenangan yang diberikan kepada BKPMP akan menentukan kelancaran pelayanan yang diberikan, semakin besar kewenangan yang diberikan maka akan semakin leluasa BKPMP dalam mendesain dan melakukan inovasi-inovasi dalam pelayanan.
VII
Peluang Replikasi
Adapun terkait dengan peluang inovasi ini untuk dapat diterapkan pada tempat lain maka ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian. Hal yang paling mendasar yang harus dilihat adalah faktor landasan hukum berupa peraturan daerah atau PERDA yang mendasari pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu ini. Keberadaan dasar aturan ini sangat bergantung dari adanya political will dari kepala daerah sebagai orang yang memiliki kewenangan tertinggi di daerah. Ini menjadi penting karena tanpa adanya niat baik dari pimpinan maka dasar hukum dan proses pendirian pelayanan terpadu satu pintu ini akan tidak maksimal. Kemudian disamping itu dukungan lain baik itu secara politik, finansial, maupun sarana dan prasarana akan sangat berarti dalam mensukseskan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu bidang penanaman modal ini. Kemudian disamping itu hal yang juga harus diperhatikan adalah ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih, professional, dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan dibidang pelayanan nantinya. Manajemen pengembangan sumber daya manusia harus dilakukan dengan professional dan berdasarkan merit sistem. Ini bisa di mulai dengan tahap perekrutan staf, penempatan, serta pengembangan kompetensi pegawai berupa pendidikan dan pelatihan yang di dasarkan pada kompetensi dan kebutuhan jabatannya. Lebih jauh yang harus menjadi fokus dalam mempersiapkan pelaksanaan Pelayanan terpadu satu pintu ini adalah adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai terkait dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Fasilitas gedung yang memadai kemudian kelengkapan sarana computer dan akses internet menjadi sangat penting untuk kelancaran pemberian pelayanan yang menggunakan SPIPISE.
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
14
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Foto. 1 Gedung BKPMP Sumatera Barat (Tampak depan)
Foto. 2 Ruangan SPIPISE di PTSP BKPMP Sumatera Barat (Seorang petugas front office PTSP sedang mengimput data melalui sistim SPIPISE)
Foto. 3 Front Office PTSP di BKPMP Sumatera Barat (Petugas front office yang siap melayani masyarakat)
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
15
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Foto.4 Ruang Tunggu di BKPMP Sumatera Barat ( Ruang tunggu juga dilengkapi dengan fasilitas TV)
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
16
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Foto.5 Ruang Tunggu di BKPMP Sumatera Barat (ruang tunggu yang dilengkapi dengan informasi seperti booklet, brosur, dan buku)
Foto.6 Ruang Tunggu di BKPMP Sumatera Barat (Ruang tunggu yang dilengkapi dengan informasi terkait dengan mekanisme pelayanan di PTSP)
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
17
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Narasumber 1. Masrul Zein, Kepala BKPMP Sumatera Barat (Wawancara pukul 10:30 WIB, Tanggal 20 Maret 2012) 2. Erisnal, Sekretaris BKPMP Sumatera Barat ( Wawancara pukul 08:00 WIB, Tanggal 6 Februari 2012) 3. Rizaldi Algamar, Kepala Bidang Pelayanan dan Pengendalian BKPMP Sumatera Barat (Wawancara pukul 08:00 WIB, Tanggal 19 Maret 2012) 4. Delmi, Kepala Sub Bidang Pelayanan PTSP di BKPMP Sumatera Barat (Wawancara pukul 09:00 WIB, Tanggal 7 Februari 2012) 5. Ollyandes, Kepala Bidang Perencanaan BKPMP Sumatera Barat (Wawancara pukul 09:30 WIB, Tanggal 8 Februari 2012) 6. Zaimar, Kepala Bagian Dinas Sarana Perekonomian Provinsi Sumatera Barat (Wawancara pukul 11:00 WIB, Tanggal 8 Maret 2012) 7. Rumazar Ruzuar, Penasehat kamar Dagang Dan Industri Provinsi Sumatera Barat (Wawancara pukul, 10:30 WIB, Tanggal 23 februari 2012) 8. Yuliandre Darwis, Sekretaris Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Provinsi Sumatera Barat sekaligus pengusaha (Wawancara pukul, 11:00 WIB, Tanggal 14 Maret 2012)
Referensi Hartley, Jean, 2006, Institute of Governance and Public Management, Warwick Business School, Department of Communities and Local Governance, London Kekalih, Westri.MG, Impelmentasi One Stop Service Dalam Upaya Peningkatan Investasi, Jurnal Riptek, Vol.2,No.1, 2008,hlm 15. Musritama,Tirta Nugraha dkk, 2010, Reformasi Perizinan dan Pembangunan Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia, Yakarta Musyafak, Akhmad dan Ibrahin, M. Tatang, Strategi Percepatan Adopsi dan Inovasi Pertanian Mendukung Prima Tani, Jurnal Analisa Kebijakan Pertanian, Volume 3 No. 1, Maret 2005: 20-37 Novitasari, Hariatni dkk,2005, Perizinan Satu Atap Arus Investasi Lancar, CESS&JPIP, Jakarta Sinambela, Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan
Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi, Bumi Aksara. Jakarta. Suharno, 2008, Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, ITB Sumarwan, Ujang, 2008, Inovasi Produk, Kepuasan Konsumen dan Loyalitas Konsumen Sebagai Penentu Pertumbuhan Perusahaan, AGRIMEDIA, Volume 3, No. 1 Juni 2008, Jakarta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan pelayanan Umum Terpadu Satu Pintu. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 49 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 10 Tahun 2011 Tentang pendelegasian Kewenangan Pemberian Perizinan Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 36 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional prosedur (SOP) Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, 2011 Potensi Dan Peluang Investasi Sumatera Barat, Badan Koordinasi penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat, 2011 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat, 2011 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Koordinasi Penanaman Modal
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
18
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Provinsi Sumatera Barat, 2010 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat, 2009 Rencana Strategis, Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat, 2010-2015 Rencana Strategis, Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat, 2006-2010 Sekdaprov: Mendatangkan Investor untuk Kesejahteraan Masyarakat http://www.sumbarprov.go.id/detail_news.php?id=39 45 Iklim Investasi Belum Kondusif, Syarizal: Pungutan Liar Masih Banyak http://www.kadinsumbar.or.id/mod.php?mod=publisher&op=print
article&artid=622 Iklim Investasi di Sumbar Belum Kondusif, http://harianhaluan.com/index.php?option=com _content&view=article&id=6037:iklim-investasidi-sumbar-belumkondusif&catid=5:ekbis&Itemid=77 Antara, Sumbar Tetapkan Tiga Strategi Peningkatan Iklim Investasi dalam http://www.sumbarprov.go.id/detail_news.php?i d=3639 Antara, Sumbar Siap Layani Investor Maksimal Melalui PTSP, dalam http://www.sumbarprov.go.id/detail_news.php?i d=3144
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat
19
http://igi.fisipol.ugm.ac.id