DATABASE GOOD PRACTICE Initiatives for Governance Innovation (IGI) merupakan wujud kepedulian civitas akademika terhadap upaya mewujudkan tata pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih baik. Saat ini terdapat lima institusi yang tergabung yakni FISIPOL UGM, FISIP UNSYIAH, FISIP UNTAN, FISIP UNAIR, DAN FISIP UNHAS.
Penyederhanaan Layanan Perijinan Melalui Model One Stop Services: Belajar dari KPPTSP di Kota Banda Aceh Sektor Sub-sektor Provinsi Kota/Kabupaten
Sekretariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Jl. Sosio-Justisia Bulaksumur Yogyakarta 55281 email:
[email protected]
igi.fisipol.ugm.ac.id
Institusi Pelaksana Kategori Institusi Penghargaan
Kontak
Mitra Peneliti dan Penulis
Ekonomi Penyederhanaan Perijinan NAD Kota Banda Aceh Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Pemerintah Kota Innovation Government Award (IGA) Tahun 2010 Dra. Emila Sovayana, Kepala BPMPT Banda Aceh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Banda Aceh, Komplek Kantor Walikota, Jalan Tgk. Abu Lam U No. 7, Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh telepon: 0651 – 32874 website: http://kpptsp.bandaacehkota.go.id Asia Foundation Widodo. AS dan Kairulyadi
Mengapa program/kebijakan tersebut muncul? Buruknya pelayanan di sektor publik khususnya dalam masalah pengurusan perizinan Apa tujuan program/kebijakan tersebut? Memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal layanan perizinan yang efektif dan efisien melalui prinsip-prinsip pelayanan yang transparan dan akuntabel Bagaimana gagasan tersebut bekerja? Pelayanan perizinan terpadu satu pintu diatur melalui Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 378 Tahun 2006 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Banda Aceh dan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan
Siapa inisiatornya? Siapa saja pihak-pihak utama yang terlibat? Walikota Banda Aceh(2006-2007), Razali Yussuf Apa perubahan utama yang dihasilkan? Dampak positif ini terutama dapat dilihat pada empat ranah berbeda tapi saling mempengaruhi yaitu tertibnya birokrasi dan administrasi kelembangaan terkait perijinan, terciptanya iklim dan lingkungan businessenabling yang sangat mendukung usaha, mulai adanya perubahan perilaku pengguna dan masyarakat secara umum terhadap birokrasi terkait perijinan. Siapa yang paling memperoleh manfaat? Masyarakat Kota Banda Aceh dan Masyarakat
Ringkasan Buruknya pelayanan di sektor publik khususnya dalam masalah pengurusan perizinan membuat pemerintah kota Banda Aceh melalui Pejabat Sementara (PJs) Walikota pada tahun 2005/2006 menginisiasi konsep model Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Tujuannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal layanan perizinan yang efektif dan efisien melalui prinsipprinsip pelayanan yang transparan dan akuntabel. Proses inisiasi dilakukan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat. Mekanismenya dilakukan melalui forum-forum pertemuan langsung dengan publik, dan juga melalui media massa. Dengan menggunakan informasi di media lokal misalnya, masyarakat dapat memberikan respon terhadap inisiasi yang disampaikan baik melalui opini atau surat pembaca, maupun melalui umpan balik langsung kepada pemerintah. Proses inisiasi PTSP ini mendapatkan dukungan masyarakat karena sejalan dengan kebutuhan dan aspirasi. Dalam waktu satu tahun KPPTSP telah berhasil mengembangkan pelayanannya sehingga mendapatkan berbagai macam penghargaan. Penghargaan-penghargaan yang diperoleh diantaranya dari Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) berupa piagam “Citra Pelayanan Prima” kepada KPPTSP Banda Aceh tahun 2008; penghargaan “Unit Pelayanan Publik” terbaik dari pemerintah Provinsi Aceh tahun 2009-2010, penghargaan sebagai “PTSP Terbaik dan sebagai Daerah Percontohan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)” di wilayah Aceh tahun 2010, dan “Piala Citra Pelayanan Prima” dari
Menpan tahun 2010. Selain berbagai macam penghargaan tersebut, keberhasilan pembenahan pelayanan perizinan yang dilakukan oleh KPPTSP juga berdampak pada perubahan budaya birokrasi maupun perilaku pengguna layanan secara umum. Perubahan tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah pengurusan perizinan oleh masyarakat dan tingginya indeks kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan oleh KPPTSP. Perubahan tersebut pada akhirnya membawa dampak positif bagi pengembangan iklim usaha dan ekonomi masyarakat. Berkat keberhasilannya, PTSP Kota Banda Aceh menjadi model bagi pengembangan PTSP di daerah lainnya. Hampir seluruh kabupaten/kota se provinsi Aceh pernah berkunjung dan sharing informasi dengan KPPTSP Banda Aceh. Ada juga beberapa kabupaten/kota yang mencoba mendalami untuk tujuan replikasi seperti kabupaten Pidie Jaya. Aceh Utara, Aceh Selatan, Nagan Raya dan Bener Meriah. Beberapa daerah lain dalam provinsi Aceh sekarang mulai menerapkan sistem penyelenggaraan pelayanan perizinan seperti kota Banda Aceh walaupun belum berjalan secara baik. KPPTSP kota Banda Aceh juga pernah dikunjungi beberapa tim dari luar provinsi baik untuk studi banding atau keperluan lainya seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Cimahi, DPRD Palembang dan PTSP Lombok dan juga dari kalangan pengusaha. Hal ini berarti pelayanan perijinan di Banda Aceh bisa dianggap sebagai good paractice yang grafiknya kemajuannya bisa dikatakan masih terus meningkat.
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Banda Aceh
2
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Profil Good Practice
I. Latar Belakang Pemerintahan Kota Banda Aceh, pada masa belum diberlakukannya PTSP dalam pelayanan publik, sama halnya dengan kebanyakan pemerintahan di daerah lainnya di Indonesia, memiliki masalah yang akut dalam hal pelayanan publik. Masalah tersebut meliputi lamanya waktu pengurusan, pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparannya proses pengurusan, tidak ada kepastian waktu penyelesaian, birokrasi lintas sektoral yang rumit, praktek pungutan liar melalui birokrasi bawah meja (KKN), percaloan, tidak adanya kepastian biaya, mahalnya biaya pengurusan dan sebagainya.1 Praktek birokrasi yang demikian ini tidak hanya merugikan masyarakat yang berkepentingan terhadap pelayanan publik secara keseluruhan, akan tetapi juga merugikan pemerintah secara umum.
Gambar 1: Kantor KPPTSP Kota Banda Aceh Kerugian yang dialami masyarakat bukan hanya 1
Wawancara dengan Bapak Ir. Muhammad Nasir Arfan (Ketua Komisi C DPRK Banda Aceh dari Partai Aceh) di Kantor Komisi C tanggal 1 Februari 2012; Dra. Emila Sovayana (Kepala Kantor KPPTSP) di Kantor KPPTSP tanggal 2 Februari 2012; Bapak Sulaiman Badai (Wakil Ketua Kadin Aceh) di kantor Kadin Aceh tanggal 2 Februari 2012; Bapak Indra Azmi,SE (pelaku usaha) tanggal 2 Februari 2012; dan Ibu Hj. Illiza Sa‟aduddin Djamal,SE (Wakil Wali Kota Banda Aceh) di Balai Inong Kutaraja tanggal 3 Februari 2012.
pada waktu yang terbuang dan menjadi tidak produktif untuk mengurus satu urusan administrasi kependudukan atau suatu perizinan, namun juga besaran biaya yang tidak jelas dalam pengurusan perizinan dan administrasi kependudukan tersebut. Situasi semacam ini pada akhirnya melahirkan calo jasa pengurusan perijinan yang biayanya seringkali cukup besar. Bahkan pada saat sudah diberlakukan sistem PTSP untuk pengurusan perijinan, masih ada pengusaha yang belum tahu tentang prosedur pelayanan perijinan yang baru. Pengusaha bersangkutan ingin mengurus Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) untuk usaha jasa event organizer yang hendak dibukanya. Melalui jasa calo, pengusaha tersebut dikenai biaya pengurusan perijinan sebesar dua juta rupiah. Karena merasa keberatan, pengusaha tersebut akhirnya menghadap kepada Kepala Tata Usaha KPPTSP. Akhirnya, pengusaha tersebut mendapat penjelasan mengenai proses pengurusan perijinan disertai daftar biaya yang harus dikeluarkan, yang ternyata hanya sebesar seratus ribu rupiah.2 Dampak negatif dari pengurusan ijin yang berbelit dan lama menyebabkan banyak pengusaha mengurungkan niatnya untuk membuka usaha. Kalaupun ada yang tetap berusaha biasanya dilakukan dengan biaya pengurusan perizinan yang cukup tinggi, atau apabila memungkinkan, berusaha tanpa dilengkapi kelengkapan ijin yang disyaratkan. Implikasi pada pemerintah adalah tidak terdatanya secara baik kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat, menghambat perkembangan investasi/perkembangan ekonomi daerah, serta hilangnya potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Keluhan yang disuarakan masyarakat seringkali hanya berhenti sebatas keluhan terhadap pelayanan yang buruk dari aparat birokrasi, sedangkan tindak lanjut terhadap berbagai keluhan masyarakat seringkali tidak dapat direalisasikan karena kuatnya ego sektoral dari dinas-dinas terkait yang membawahi masalah-masalah dari aspekaspek perijinan tertentu. II. Inisiasi Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Walikota Mawardi Nurdin (2005-2006) merasa perlu untuk 2
Wawancara dengan Ibu Cut Maisyarah (Kepala Tata Usaha K,PPTSP) di Kantor KPPTSP tanggal 1 Februari 2012.
melakukan inisiasi terhadap pelayanan pengurusan perijinan dengan dikeluarkannya Keputusan Walikota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2005 tentang Tata Cara dan Syarat-Syarat Pengurusan Izin Tempat Usaha. Walikota berikutnya Razali Yussuf (2006-2007) melakukan inisiasi penyederhanaan terhadap pelayanan publik melalui pelayanan perijinan satu pintu (PTSP). Penyederhanaan tersebut diatur dalam Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 378 Tahun 2006 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Banda Aceh, yang dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan pelayanan publik di bidang perizinan.3 Hal ini didasarkan pada kenyataan kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang cepat pada berbagai urusan administrasi dan perijinan. Inisiasi yang dilakukan oleh PJs Walikota baik oleh Mawardi Nurdin maupun Razali Yussuf mendapatkan sambutan yang baik dari segenap komponen masyarakat. Lembaga donor dan LSM yang beroperasi di Banda Aceh juga turut mendorong percepatan terhadap proses inisiasi pembentukan pelayanan publik yang baik khususnya untuk mewujudkan pelayanan terpadu satu pintu dalam pelayanan publik.4 Diresmikannya kantor KPPTSP pada tanggal 19 Februari 2007 menandai dimulainya proses pelayanan perizinan terpadu satu pintu. Dalam waktu satu tahun KPPTSP telah berhasil mengembangkan pelayanannya sehingga mendapatkan penghargaan. Penghargaan-penghargaan yang diperoleh di antaranya dari Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) berupa piagam “Citra Pelayanan Prima” tahun 2008; penghargaan “Unit Pelayanan Publik Terbaik” dari pemerintah Provinsi Aceh tahun 2009-2010, penghargaan sebagai “PTSP Terbaik” dan sebagai “Daerah Percontohan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)” di wilayah Aceh tahun 2010, dan “Piala Citra Pelayanan Prima” dari Menpan tahun 2010.5 3
Wawancara dengan Ibu Cut Maisyarah (Kepala Tata Usaha KPPTSP) di Kantor KPPTSP tanggal 1 Februari 2012, dan Ibu Hj. Illiza Sa‟aduddin Djamal,SE (Wakil Wali Kota Banda Aceh) di Balai Inong Kutaraja tanggal 3 Februari 2012. 4 Berdasarkan keterangan Asqolani dari LSM Gerak, peran LSM sangat signifikan dalam mendorong pemerintahan daerah menerapkan sistim pelayanan terpadu satu pintu bagi pelayanan publik. Hingga tahun 2009 setidaknya sudah lima kabupaten dan satu kota yang didorong oleh LSM-LSM di Aceh untuk segera menerapkan sistim pelayanan terpadu satu pintu. 5 Wawancara dengan Ibu Cut Maisyarah (Kepala Tata Usaha KPPTSP) di Kantor KPPTSP tanggal 1 Februari 2012. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Gbr 2. Ruang layananan perizinan KPPTSP
Keberhasilan pelaksanaan PTSP di kota Banda Aceh tidak terlepas dari faktor kepemimpinan yang kreatif, visioner, kapabel dan berani dalam mengambil keputusan. Secara kebetulan implementator dari kebijakan PTSP ini adalah sang inisiator sendiri yakni Ir. Mawardi Nurdin, yang kemudian inisiasi tersebut dilanjutkan oleh Drs. Razali Yussuf. Pada tahun 2007, Ir. Mawardi Nurdin terpilih sebagai Walikota Banda Aceh sehingga dapat mengawal pelaksanaan PTSP yang diinisiasinya pada tahun 2005. Setelah inisiasi berjalan pada masa PJs. Razali Yussuf tahun 2007, baru program PTSP mendapat dukungan sumber daya khususnya modal material dalam bentuk sarana dan prasarana serta SDM dari Asia Foundation. Sarana dan prasarana serta SDM yang didukung Asia Foundation inilah yang sekarang menjadi tulang punggung suksesnya pelaksanaan PPTSP di bawah kepala kantor yang juga memiliki kapabilitas dan integritas yang tinggi yakni Ibu Dra. Emila Sovayana III. Implementasi Proses inisiasi dilakukan melalui serangkaian dialog dari berbagai komponen masyarakat. Mekanismenya dilakukan melalui forum-forum langsung pertemuan dengan publik, dan juga melalui media massa. Melalui informasi surat kabar di daerah misalnya, masyarakat dapat memberikan respon terhadap inisiasi yang disampaikan baik melalui opini atau surat pembaca, maupun melalui (KPPTSP) Kota Banda Aceh menerima penghargaan Citra Pelayanan Prima tingkat nasional tahun 2010. Citra Pelayanan Prima merupakan penghargaan atas pelayanan publik dengan penilaian dari Kemenpan RI. Penghargaan itu berhasil diraih karena KPPTSP Banda Aceh dinilai telah mampu menciptakan inovasi perbaikan dan upaya meningkatkan kinerja penyelenggaraan pelayanan publik.
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Banda Aceh
4
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
umpan balik langsung kepada pemerintah. Implementasi berikutnya adalah merumuskan dalam sebuah kebijakan daerah melalui regulasi. Regulasi pertama yang dikeluarkan adalah Keputusan Walikota Banda Aceh Nomor 2 tahun 2005 tentang Tata Cara dan Syarat-Syarat Pengurusan Izin Tempat Usaha. Seiring dengan keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, maka pemerintah kota Banda Aceh mengeluarkan Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 378 Tahun 2006 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Banda Aceh. Pada tahun 2009 dikeluarkan Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 64 tahun 2009 tentang Pedoman Standard Operating Procedure (SOP) pada kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Banda Aceh. Dan pada tanggal 13 Desember 2010 ditetapkan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan.
Gambar 3: Komputer sentuh untuk informasi perizinan
Sebagaimana telah disinggung di muka, peran Asia Foundation dalam menginisiasi peningkatan kualitas dan mutu pelayanan SDM KPPTSP sangatlah besar, demikian pula dengan penambahan perangkat komputer sebagai kelengkapan atau sarana dalam pelayanan pemrosesan pengurusan perizinan. Namun upaya untuk meningkatkan kualitas SDM dalam bidang pelayanan bukan hanya diinisiasi oleh Asia Foundation, prakarsa peningkatan kualitas SDM juga dilakukan oleh kepala KPPTSP dengan mengirimkan stafnya ke berbagai kursus dan pelatihan baik yang dilakukan
oleh Depdagri, Menpan ataupun lembaga swadaya masyarakat lainnya. Penambahan komputer sebagai kelengkapan sarana pelayanan juga diupayakan dari pihak pendonor lainnya. 6 Permasalahan yang dihadapi KPPTSP adalah minimnya dana operasional bagi pelaksanaan kegiatan khususnya yang menyangkut hal-hal teknis lapangan yang melibatkan dinas terkait. Upaya meminta penambahan dana kepada pemerintah provinsi bagi Pemerintah Kota Banda Aceh telah diupayakan oleh pemerintah kota dan DPRDK Banda Aceh. Namun sejauh ini tidak pernah ada tindak lanjut terhadap permohonan penambahan dana yang diajukan. Manajemen yang baik dan motivasi yang selalu ditanamkan setidaknya mampu menjaga soliditas dan integritas dalam pelayanan terhadap masyarakat. Manajemen yang terbuka membuat para staf di Kantor KPPTSP memiliki pengertian tentang keterbatasan dana, dan menerima seberapapun dana operasional yang diberikan. Sampai saat ini, pendistribusian yang merata semacam inilah yang dilakukan dalam menyiasati keterbatasan dana operasional. Melalui kepemimpinan yang baik, manajemen yang terbuka, sikap pelayanan yang solid, dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan PTSP setidaknya telah menjadikan sistem PTSP yang dilakukan oleh pemerintah kota Banda Aceh melalui KPPTSP nya dapat berhasil lebih baik. Indikasinya dapat dilihat dari terus meningkatnya permohonan pengurusan perizinan dari masyarakat, berbagai penghargaan yang diterima, serta banyaknya daerah yang melakukan studi banding ke KPPTSP kota Banda Aceh. Adapun faktor yang menghambat terhadap pelaksanaan sistem PTSP lebih pada terbatasnya jumlah SDM yang melayani pada saat permintaan pelayanan pengurusan perizinan meningkat, terbatasnya dana operasional, dan juga sebagian anggota masyarakat yang ingin jalan pintas tanpa mau mengikuti prosedur dalam pengurusan perizinan. Jalan pintas ini kadang dilakukan dengan iming-iming imbalan kepada staf yang melayani ataupun intimidasi dengan menggunakan nama orang-orang berpengaruh sebagai “garansi” terhadap pengurusan yang dilakukan. Intimidasi tersebut bukan hanya kepada staf, akan tetapi juga kepada kepala KPPTSP.7 6
Keterangan Ibu Emila Sovayana (Kepala KTTPSP) dalam wawancara tanggal 2 Februari 2012 dan wawancara dengan Ibu Cut Maisyarah (Kepala Tata Usaha KPPTSP) tanggal 1 Februari 2012. 7 Keterangan dari Ibu Cut Maisyarah kepala tata usaha KPPTSP dan Ibu Emila Sovayana, kepala KPPTSP.
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Banda Aceh
5
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
IV. Sistem Evaluasi Sistim evaluasi KPPTSP dilakukan dengan memberikan laporan berkala kepada Walikota/Wakil Walikota, pemerintah provinsi Aceh dan DPRK Banda Aceh. Laporan berkala ini merupakan laporan bulanan dan triwulanan sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja yang telah dilakukan oleh KPPTSP. Sementara dari pemerintah pusat dalam hal ini Depdagri dan Menpan melakukan kunjungan ke KPPTSP Banda Aceh setidaknya pada setiap satu semester untuk melihat atau melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PTSP kota Banda Aceh. Sejauh evaluasi yang dilakukan, KPPTSP kota Banda Aceh dinyatakan baik dalam pelaksanaan pelayanan pengurusan perizinan. Hasil evaluasi inilah yang mengantarkan KPPTSP Kota Banda Aceh mendapatkan penghargaan, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Mekanisme pengawasan dan evaluasi oleh DPRDK Kota Banda Aceh dilakukan dengan cara inspeksi mendadak ke KPPTSP atau memanggil kepala KPPTSP ke DPRDK untuk memberikan laporannya. Bapak Ir. Muhammad Nasir Arfan, Ketua Komisi C DPRK Banda Aceh dari Partai Aceh dalam kerangka pengawasan, pernah menghubungi salah satu LSM untuk melakukan pengamatan dan pengawasan tehadap praktek pelayanan di KPPTSP. Kebetulan salah seorang staf LSM tersebut hendak mengurus akta kelahiran anaknya. Karena merasa kenal dengan Kepala Tata Usaha Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, staf LSM tersebut menemui kapala tata usaha dimaksud untuk menitipkan pengurusan akta kelahiran anaknya. Namun oleh kepala tata usaha disarankan untuk tetap mengikuti prosedur yang ada. Upaya memberikan imbalan untuk staf yang melayani juga tidak membuahkan hasil.8 Dalam kerangka mendapatkan input masyarakat atas pelayanan pengurusan perizinan di KPPTSP, kantor KPPTSP membuat kotak layanan pengaduan masyarakat atas pelayanan pengurusan perizinan KPPTSP. Selain itu KPPTSP juga menyebarkan
kuesioner kepada masyarakat yang memerlukan pelayanan pengurusan perizinan yang dipilih secara acak yang ditentukan sesuai dengan cakupan masing-masing perizinan. Hasil yang diperoleh berdasarkan indeks kepuasan masyarakat terhadap KPPTSP dapat dikatakan sangat baik dengan mendapatkan point rata-rata sebesar 81,50 point. Mekanisme lain yang digunakan sebagai sarana dalam mengawasi dan mengevaluasi kinerja dari KPPTSP adalah adanya SMS Gateway yang dikembangkan oleh pemerintah kota Banda Aceh. SMS Gateway dapat dikatakan sebagai saluran langsung (hotline) pengaduan keluhan masyarakat kepada Pemerintah Kota Banda Aceh. Prinsipnya setiap keluhan masyarakat terhadap praktek pemerintahan ataupun pelayanan aparatur pemerintah terhadap masyarakat dapat diadukan langsung melalui SMS Gateway ini. Setiap pengaduan masyarakat melalui SMS Gateway oleh sistem yang mengoperasikannya secara otomatis akan masuk ke handphone Walikota, Wakil Walikota dan Sekretaris Daerah. Dengan demikian tiga petinggi pemerintahan kota Banda Aceh ini akan mengetahui secara langsung apa yang menjadi keluhan masyarakat terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Banda Aceh ataupun kantor-kantor di bawahnya. Dengan sistim SMS Gateway ini KPPTSP tidak luput dari pengawasan masyarakat yang dapat diadukan secara langsung kinerja pelayanannya kepada pimpinan daerah (Walikota, Wakil Walikota dan Sekretaris Daerah)9. Berbagai informasi maupun evaluasi yang diperoleh dari berbagai pihak sepanjang berada di bawah kewenangan KPPTSP jika dapat ditindaklanjuti maka akan langsung ditindaklanjuti. Namun terkait dengan kewenangan yang melibatkan instansi atau dinas lainnya, seringkali memerlukan waktu, karena untuk menindaklanjuti pengaduan tersebut diperlukan koordinasi lintas sektor dengan instansi atau dinas lainnya. Ini mungkin menjadi satu permasalahan sebagaimana dikeluhkan oleh Ibu Emila Sovayana, bahwa kesulitan KPPTSP adalah menyangkut badan KPPTSP itu sendiri yang hanya setingkat kantor. Sementara mitra kerja yang berada
8
Wawancara dengan Bapak Ir. Muhammad Nasir Arfan, Ketua Komisi C DPRK Banda Aceh dari Partai Aceh tanggal 1 Februari 2012, dan wawancara dengan Asqolani dari LSM Gerak tanggal 2 Februari 2012. Permintaan Bapak Ir. Muhammad Nasir Arfan dibenarkan oleh Asqolani. Tetapi ini kasus di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang kebetulan ruangannya bersebelahan dengan ruangan Pelayanan Pengurusan Perizinan. Namun untuk taat pada prosedur dalam pengurusan izin dan tidak adanya pungli di lingkungan KPPTSP dinyatakan juga oleh Bapak Sulaiman Badai, Wakil kepala Kadin Aceh.
9
Wawancara dengan Ibu Emila Sovayana, Kepala KPPTSP dan Ibu Hj. Illiza Sa‟aduddin Djamal,SE, Wakil Walikota Banda Aceh, serta Bapak Asqolani dari LSM Gerak. Pada saat berdiskusi dengan 3 LSM di Aceh bertempat di Kafe Three in One, parkir mobil pengunjung kafe di tepi jalan sangat tidak beraturan sehingga mengganggu lalulintas jalan. Oleh Asqolani masalah ini langsung diadukan melalui SMS Gateway, esok harinya ada petugas yang datang dari Dinas Perhubungan melakukan peninjauan dan penertiban parkir yang mengganggu lalulintas.
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Banda Aceh
6
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
di bawah koordinasinya adalah pada tingkat Dinas. Akan lebih ideal apabila selaku pengelola PPTSP yang harus bermitra atau berkoordinasi dengan dinas-dinas lainnya meningkatkan badan PPTSP dari kantor menjadi dinas10.
Bagan I: Jumlah Izin yang Dikeluarkan selama 2007-2009
10.304
11.811
7.750 V. Dampak Substantif Ada beberapa dampak substantif yang muncul karena pelaksanaan pelayanan perijinan di kota Banda Aceh. Dampak positif ini terutama dapat dilihat dari tiga katagori, yakni dampak langsung, dampak kelembagaan, dan dampak sistemik. Adapun uraian mengenai ketiga dampak ini sebagaimana dijelaskan dibwah ini. a. Dampak Langsung: Mendorong Iklim Usaha Proses pemberian izin setelah adanya KPPTSP menjadi lebih tertib, efektif dan efisien. Masyarakat dan pelaku usaha tidak lagi harus melalui proses dan prosedur berbelit dengan menghabiskan waktu lama dari satu dinas ke dinas lainnya. Proses perijinan dilayani dengan mengunakan Sistem Manejemen Satu Pintu (SIMSATU), mulai tahapan permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen dilakukan pada satu tempat tanpa harus berhubungan dengan dinas-dinas. Biaya pengurusan perijinan langsung di setorkan ke Bank Aceh yang berada dekat dan dalam lingkungan yang sama dengan KPPTSP. Artinya, kantor perijinan telah steril dari peredaran uang (antara birokrasi dan pengguna layanan) karena semuanya dilakukan di bank. Tertib birokrasi ini menutup ruang terhadap kemungkinan terjadi praktik KKN dan juga membekukan praktik pecaloan.
2007
2008
2009
KPPTSP juga berkontribusi positif terhadap muncul nya iklim usaha terutama di kota Banda Aceh. Dari jumlah perijinan yang paling banyak adalah Surat Ijin Tempat Usaha (SITU) yang mengindikasikan sambutan positif dunia usaha. Keinginan KPPTSP untuk semakin memperkuat iklim berusaha ini misalnya dapat juga dilihat dari kebijakan untuk mengratiskan semua izin kecuali IMB sejak Januari 2012. Kondisi ini juga didukung oleh semakin baiknya kepercayaan perbankan terhadap pengusaha melalui penguncuran kredit terutama terhadap usaha kecil masyarakat. Sedangkan gairah positif iklim investasi bisa dilhat dari kenaikan jumlah ijin yang dikeluarkan dari tahun ke tahun yang selalu meningkat. Pada tahun 2007 ijin yang dikeluarkan berjumlah 7.750, kemudian meningkat menjadi 10.304 ijin pada 2008, dan meningkat lagi menjadi 11.811 ijin pada 2009 (lihat Bagan I). Sedangkan jenis ijin yang paling banyak
Bagan II: Perbandingan Jumlah Layanan Perijinan KPPTSP Tahun 2007-2009
10
Wawancara dengan Ibu Emila Sovayana, kepala KPPTSP.
dikeluarkan adalah SITU, TDP, dan SIUP Bagan II).
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Banda Aceh
7
(lihat
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
b. Dampak Perijinan
Kelembagaan:
Penataan
Birokrasi
juga ikut mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat terutama di kalangan pengusaha. Para pengusaha misalnya sekarang lebih memilih langsung mengurus izin usahanya sendiri tidak melalui calo. Prosedur yang mudah, transparan dan cepat juga disambut positif pelaku usaha.
Untuk menghindari tumpah tindihnya peran dan fungsi, dinas-dinas yang terkait dengan pelaksanaan dilibatkan sebagai tim teknis. Tim teknis ini berperan mensurvey dan Bagan III: PDRB per Kapita Kota Banda Aceh Tahun 2008memastikan kelayakan lapangan terhadap 2010 izin yang akan dikeluarkan. Selain itu, adanya kantor KPPTSP juga merapikan arsip data-data perijinan. Semua data perizinan dan non perizinan juga jenis usaha masyarakat terkelola dan terdata dengan baik dalam satu sistem manajemen. Dampak lainnya dapat dilihat pada kepuasan masyarakat. Survey Internal untuk melihat Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) misalnya menunjukkan tingkat keyakinan dan kepuasan masyarakat terhadapap KPPTSP. Indek Kepuasan Masyarakat terhadap KPPTSP Banda Aceh adalah 81.50 yang menunjukkan kepercayaan dan kepuasaan yang tinggi terhadap penyelenggaraan PPTSP kota Banda Aceh. Dari wawancara dengan penguna usaha, KADIN dan DPRK Banda Aceh didapati bahwa masyarakat merasa nyaman dan puas terhadap penyelenggaraan pelayanan yang diberikan. Menurut Kepala bagian pembagunan, yang mengurus layanan pengaduan masyarakat, SMS Gateway, juga berpendapat bahwa hampir tidak ada keluhan diterima terkait dengan penyelenggaraan KPPTSP. Asqalani, ketua LSM Gerak, Provinsi Aceh yang dikenal kritis terhadap kebijakan publik pemerintahan juga sependapat terkait dengan kepuasan masyarakat: “Standard modern yang transparan yang digunakan dimana semua tahapan proses diketahui oleh orang banyak, prosedurnya jelas, semua proses masuk melalui satu pintu kemudian ada Bank yang berada dekat dengan KPPTSP untuk setoran biaya. Apalagi sejak Januari 2012, semua biaya kecuali IMB digratiskan. Ini kan semakin memudahkan dan menambah kepercayaan masyarakat. Jadi secara umum masyarakat puas dan hampir tidak ada keluhan sejauh pengetahuan kami” c. Dampak Sistemik: Mendorong Laju Ekonomi Daerah Penyelenggaraan pelayanan perijinan yang mendorong Business Enabling Environment (BEE)
17,24
17,12 16,31
2008
2009
2010
Keseluruhan proses ini sangat membantu KADIN dalam upaya membangkitkan semangat berusaha di Aceh melalui program Sejuta Saudagar Aceh dan juga memudahkan proses pendataan dan sertifikasi sehingga ini juga semakin meningkatkan kepercayaan perbankan. Selain adanya perubahan perilaku masyarakat dalam melakukan perijinan, penyederhanaan perijinan secara tidak langsung juga mendorong laju ekonomi darah. Dilihat dari data PDRB per kapita, meskipun terjadi penurunan pada 2009, namun naik kembali pada 2010 (lihat Bagan III). Kondisi tersebut mencerminkan adanya peningkatan positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah. VI. Institusionalisasi Pelaksanaan penyederhanaan perijinan harus dilembagakan secara baik agar dikemudian hari tetap bisa bertahan bahkan jika bisa meningkat kualitasnya. Untuk melakukan institusionalisasi itu diperlukan beberapa langkah, yakni menata mekanisme kerja, meningkatkan kualitas SDM, dan memetakan tantangan ke depan. a. Menata Mekanisme Kerja KPPTSP berdiri dan menjadi sebuah Kantor atas dasar peraturan walikota Banda Aceh Nomor 378 tahun 2006 tentang pembentukan organisasi dan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Banda Aceh
8
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
tata kerja Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Banda Aceh. KPPTSP kemudian mendapat dukungan DPRK dengan Qanun Kota Banda Aceh Nomor. 2 tahun 2008 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja perangkat Daerah Kota Banda Aceh dan Qanun Nomor 4 tahun 2010 tentang penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan NonPerizinan. Lahirnya qanun-qanun ini tidak terlepas dari dorongan dan partisipasi berbagai pihak seperti universitas Syiah Kuala, LSM dan juga KADIN. Untuk menguatkan fungsi dan proses institutionalisasi, DPRK juga sedang dalam proses merampungkan qanun IMB, HO dan juga Qanun pendukung lainnya. Pembentukan KPPTSP ini juga didasarkan pada upaya meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat terutama di sektor perijinan dan diharapakan dapat juga mendorong terciptanya lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. KPPTSP adalah Kantor yang menjadi pusat administrasi proses pelayanan yang sebelumnya dijalankan oleh dinas-dinas kota. Untuk menghindari tumpah tindih peran dan fungsi, dinasdinas terkait dilibatkan sebagai tim tekhnis dalam proses perijinan. Tim teknis ini berperan mensurvey dan memastikan kelayakan lapangan terhadap izin yang akan dikeluarkan. Staff dari dinas-dinas ini ditempatkan di kantor KPPTSP sebagai tim teknis dan secara administratif berada di bawah KPPTSP. b. Meningkatkan Kualitas SDM Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu strategi penting sekaligus tantangan dalam meningkatkan kinerja KPPTSP (LAKIP: 14). Sekarang ini KPPTSP mempunyai 38 orang staff, 35 PNS, 1 honorer dan 2 tenaga kontrak. KPPTSP sekarang telah mengunakan SIMSATU. Sistem yang mengintergasikan front office dengan back office untuk mempercepat proses penyelesain izin. Walaupun SDM staff KPPTSP sudah dianggap cukup memadai, tetapi upaya peningkatan kapasitas dan pengembangan terus dilakukan. Staff KPPTSP telah mengikuti berbagai pelatihan kapasitas seperti yang dilakukan The Asian Foundation (TAF), pelatihan BKPN dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Tehnologi) Jakarta. Prakarsa peningkatan kualitas SDM juga dilakukan oleh kepala KPPTSP dengan mengirimkan stafnya ke berbagai kursus dan pelatihan baik yang dilakukan oleh Depdagri, Menpan ataupun lembaga swadaya masyarakat lainnya. Staff KPPTSP tiap tahunnya juga mengikuti pelatihan yang dilakukan Banda Aceh Akademi,
studi banding ke berbagai institusi lainnya dengan track record pelayanan yang baik seperti Bank, dan Telkom juga dilakukan. Peningkatan sumber daya ini merupakan tantangan yang harus dijawab terutama jika dikaitkan dengan tujuan KPPTSP dalam kurun waktu 1 sampai lima tahun kedepan untuk terus berusaha mewujudkan pelayanan prima dan mempersiapkan diri untuk mendapat standardisasi ISO. c. Tantangan Keberlanjutan Ada banyak tantangan dalam melakukan penyederhanaan perijinan. Salah satu tantangan itu terkait dengan koordinasi KPPTSP dengan dinas tertentu yang dimintakan ijin. KPPTSP akan sedikit kesulitan dalam mengkomunikasikan semua persoalan dan proses perijinan vis a vis dinas yang secara strukutral lebih tinggi. Persoalan ini terlihat misalnya pada awal pembentukannya. Terdapat resistensi dinas-dinas yang sebelumnya menangani pengurusan administrasi perizinan dan non perizinan yang merasa kehilangan tupoksinya. Dinas sekarang berfungsi sebagai tim teknis lapangan yang merasa „diperintah‟ oleh kantor yang notabene berada di bawah dinas secara struktural dan eseloning. Walaupun selama ini sinergitas komunikasi dan koordinasi yang dilakukan cukup baik dan mampu mereduksi persoalan ini, tetapi untuk kedepannya bisa jadi akan memantik persolaan ego-sektoral kembali terutama ketika terjadi perubahan kepemimpinan politis. Ini kemudian mendorong munculnya wacana menguatkan proses institutionalisasi internal KPPTSP dari kantor menjadi dinas sehingga memudahkan proses penyelenggaraan dan koordinasi. Penggiat LSM, kelompok pegusaha yang dalam hal ini diwakili oleh KADIN dan juga DPRK Kota ikut mendorong wacana ini. Kepemimpinan juga menyimpan tantangan tersendiri. Diperlukan visi pemimpin yang punya keinginan dan political will yang kuat untuk mampu menjalankan fungsi pemerintah dalam melayani masyarakat. Ada kehawatiran bahwa perubahan struktur kepemimpinan pada jabatan-jabatan politis akan ikut menganggu proses yang selama ini telah berjalan secara baik. Visi kepemimpinan baru tentunya akan sangat menentukan perjalanan KPPTSP untuk kedepannya, bisa jadi akan menjadi lebih baik atau sebaliknya. Walaupun Ibu Walikota sendiri merasa yakin bahwa adanya sistem pelembagaan KPPTSP yang telah terbentuk selama ini tidak akan mudah dan perlu waktu paling tidak tiga tahun untuk kembali berubah.11 11
Wawancara dengan Illiza Saaduddin Jamal pada
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Banda Aceh
9
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Tantangan lain yang dihadapi adalah persoalan anggaran. Sedikitnya anggaran yang dialokasikan untuk KPPTSP menjadi „riak‟ kecil internal. Diakui atau tidak, ini juga berpengaruh pada kinerja KPPTS walaupun tidak secara substantif. Pengaruh nya misalnya bisa dilihat dari proses kerja tim tekhnis lapangan dan tim pengawasan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SatPol PP). Demikian juga, KPPTSP sampai sekarang belum memiliki ruang arsip yang memadai. Sedikitnya anggaran ini juga berpengaruh pada sumber daya dan kapasitas staff dan dalam menunjang pelayanan perijinan secara keseluruhan. Walaupun persoalan ini sudah bisa dikelola secara baik dan tidak mengangu substansi kerja KPPTSP, tetapi wacana ini perlu diangkat dan dicarikan solusi. Walikota/Wakil Walikota dan juga DPRK misalnya ikut mendorong alokasi anggaran yang lebih besar kepada Kota Banda Aceh sebagai etalase Provinsi Nangroe Aceh Darusalam melalui dana dan anggaran otonomi khusus propinsi. VII. Lesson Learned Berhasilnya penyelengaraan KPPTSP tidak terlepas dari komitmen dan keinginan yang begitu kuat dari pemimpin dan aktor yang terlibat lainnya. Political will dan keseriusan pemimpin dalam menjalankan fungsi utama pemerintahan dalam memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat menjadi modal dasar dari kesemua proses penyelenggaraan pelayanan perizinan ini. Pemimpin pada semua level, seperti walikota dan wakil walikota, ketua KPPTSP dan semua tim tekhnis dan tim pengawas harus tetap menunjukkan komitmen yang sama dan memegang teguh semua prosedur dan aturan kerja yang telah ditetapkan dalam SOP dan renstra. Komitmen ini akan memberikan trickle down effect kepada staff dan bawahan di semua lini sehingga kemungkinan terjadinya malpraktik dalam pengurusan surat izin dapat dihindari. Dukungan dari DPRK perlu disebut juga secara khusus di sini. Kebijakan eksekutif harus didukung oleh adanya peraturan daerah (qanun) yang memberikan kekuatan legal formal dan payung hukum terhadap pelaksanaan perizinan sehingga secara pelembagaan prosesnya bisa berjalan secara baik dan kuat. Hal penting lainnya adalah koordinasi dan komunikasi yang baik harus terus dijaga pada semua jenjang pelaksanaannya. Ini penting untuk memastikan bahwa semua masalah dapat dikelola secara baik. Misalnya ketika terjadinya resistensi tanggal 3 Februari 2012.
terhadap KPPTSK oleh dinas yang terbiasa dengan pola lama dan kemudian berada di bawah kantor/SKPD. Persoalan seperti ini bisa dikelola secara baik ketika komunikasi, koordinasi dan pendekatan musyawarah dikedepankan. Dengan proses ini, ego sektoral bisa diredam dan dihilangkan dan sinergitas kerja dan kesamaan ide dapat tercipta. Partisipasi semua stakeholder seperti DPRK, CSO, pelaku usaha dan masyarakat secara umum harus terlibat sejak dari awal pembentukan. Ini akan sangat berpengaruh pada pemetaan kebutuhan dan masalah yang kemungkinan muncul di kemudian hari bisa diproyeksi dan diantisipasi sejak dari awal. Evaluasi dan pengawasan yang transparan juga harus secara periodik dilakukan baik oleh DPRK, CSO atau dilakukan secara internal oleh KPPTSP sendiri. Penelitian, survey dan berbagai external assessment lainnya juga perlu dilakukan untuk memastikan proses penyelenggaraan pelayanan yang diberikan dapat terus diperbaiki dan ditingkatkan.
VIII. Peluang Replikasi Hampir seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Nangroe Aceh Darusalam pernah berkunjung dan sharing informasi dengan KPPTSP Banda Aceh. Ada juga beberapa kabupaten/kota yang mencoba mendalami untuk tujuan replikasi seperti Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Utara, Aceh Selatan, Nagan Raya dan Bener Meriah. Beberapa daerah lain dalam provinsi Aceh sekarang mulai menerapkan sistem penyelenggaraan pelayanan perizinan seperti kota Banda Aceh walaupun belum berjalan secara baik. KPPTSP kota Banda Aceh juga pernah dikunjungi beberapa tim dari luar provinsi baik untuk studi banding atau keperluan lainya seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Cimahi, DPRD Palembang dan PTSP Lombok dan juga dari kalangan pengusaha. KPPTSP Kota Banda Aceh membuka ruang untuk dan sangat suportif terhadap proses belajar yang dilakukan daerah lain. baik untuk mendukung proses pembelajaran ini, misalnya, KPPTSP telah menyiapkan berbagai instrumen dan referensi sebagai sumber pembelajaran seperti buku pedoman/SOP, leaflet, website, brosur, peraturan walikota, surat keputusan, rencana strategi, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi, Indeks Kepuasan Masyarakat dan dokumen pendukung lainnya dan juga tenaga pelatih walaupun belum dilengkapi dan memiliki modul khusus untuk tujuan replikasi.
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Banda Aceh
10
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Dokumen ini sengaja dicetak dan diperbanyak untuk memudahkan proses desiminasi dan penyebaran infromasi ke daerah lain. Untuk tujuan yang sama, KPPTSP kota Banda Aceh sendiri juga melakukan studi banding dan sharing informasi seperti ke Sragen, Yogyakarta dan beberapa institusi lain seperti Bank dan Telkom.
Narasumber: 1) Ir. Muhammad Nasir Arfan selaku Ketua Komisi C DPRK Banda Aceh dari Partai Aceh (Tanggal 1 Februari 2012) 2) Dra. Emila Sovayana selaku Kepala Kantor KPPTSP (Tanggal 2 Februari 2012) 3) Sulaiman Badai selaku Wakil Ketua Kadin Aceh (Tanggal 2 Februari 2012) 4) Indra Azmi,SE selaku pelaku usaha (Tanggal 2 Februari 2012) 5) Hj. Illiza Sa‟aduddin Djamal,SE selaku Wakil Wali Kota Banda Aceh (Tanggal 3 Februari 2012) 6) Asqolani selaku aktivis LSM Gerak (Tanggal 2 Februari 2012)
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Banda Aceh
11
http://igi.fisipol.ugm.ac.id