DATABASE GOOD PRACTICE Initiatives for Governance Innovation (IGI) merupakan wujud kepedulian civitas akademika terhadap upaya mewujudkan tata pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih baik. Saat ini terdapat lima institusi yang tergabung yakni FISIPOL UGM, FISIP UNSYIAH, FISIP UNTAN, FISIP UNAIR, DAN FISIP UNHAS. Sekretariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Jl. Sosio-Justisia Bulaksumur Yogyakarta 55281 email:
[email protected]
igi.fisipol.ugm.ac.id
Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT Kabupaten Kubu Raya Sektor Sub-sektor Provinsi Kota/Kabupaten Institusi Pelaksana Kategori Institusi Penghargaan
Kontak
Mitra Peneliti dan Penulis
Ekonomi Penyederhanaan Perijinan Kalimantan Barat Kubu Raya Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT). Pemerintah Kabupaten KPPOD Award Kategori: Kualitas Peraturan Daerah yang berpihak kepada Dunia Usaha/Investasi Tahun 2010 Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Jl. Arteri Supadio Komplek kantor Bupati Kubu Raya Sungai Raya 78391 Telepon/ Fax: (0561) 724456 – 724457 / (0561) 724456 website: http://bpmpt.kuburayakab.go.id Hendra Try Ardianto, Nanang Indra Kurniawan, Erdi Abidin, dan Ahmad Tohardi
Mengapa program/kebijakan tersebut muncul? Karena lambat dan tidak pastinya prosedur administrasi perijinan yang menghambat laju investasi daerah. Apa tujuan program/kebijakan tersebut? Meningkatkan iklim investasi di daerah melalui penyederhanaan prosedur perijinan dan peningkatan kualitas layanan. Bagaimana gagasan tersebut bekerja? Adanya kerangka regulasi dan dirumuskan paket kebijakan perbaikan investasi melalui Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PPTSP) dengan One Stop Service (OSS) yang berupaya memberikan pelayanan perizininan sebaik mungkin. Siapa inisiatornya? Siapa saja pihak-pihak utama yang terlibat? Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan,S.H. Apa perubahan utama yang dihasilkan? Kemudahan dan kepastian waktu perizinan, dengan semakin meningkatnya masyarakat yang melakukan perizinan. Siapa yang paling memperoleh manfaat? Masyarakat dan Pelaku Usaha.
Ringkasan Problem daerah baru (hasil pemekaran) tentu berkisar pada bagaimana meningkatkan pembangunan daerah. Hal itulah yang dihadapi Kabupaten Kubu Raya (KKR) pasca pemekaran dari Kabupaten Pontianak pada tahun 2009. Sebagai kabupaten baru, KKR tentu membutuhkan banyak investasi untuk menggerakkan roda ekonomi sekaligus memacu pembangunan secara menyeluruh. Untuk itu, cara yang ditempuh KKR adalah dengan membuat Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) dengan pola One Stop Service (OSS) yang dikelola di bawah Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT). BPMPT KKR telah memperoleh banyak penghargaan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah menobatkan BPMPT KKR sebagai Unit Pelayanan Publik Berprestasi Tingkat Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 dengan predikat “Terbaik”. Tidak hanya itu, BPMPT KKR juga mendapat penghargaan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan dianugerahi “Bintang 3”. Sebagai kabupaten baru, kualifikasi “Bintang 3” cukup prestisius nyaris setara dengan PTSP Kabupaten Sragen yang dikenal sangat baik. Selain itu, BPMPT juga pernah mendapatkan KPPOD Award untuk kategori Kualitas Peraturan Daerah yang berpihak kepada dunia usaha/investasi. Inisiasi pengembangan PPTSP BPMPT tidak lepas dari usaha Bupati KKR, Muda Mahendrawan,S.H yang mendorong terbentuknya layanan PTSP di
KKR. Hal itu bisa dilakukan karena sosok Muda Mahendrawan memiliki kapasitas leadership sekaligus legitimasi yang kuat. Sebagai tokoh penggerak pemekaran yang melahirkan KKR, Muda Mahendrawan mendapatkan momen yang tepat untuk melakukan inovasi-inovasi dalam praktik pemerintahan di daerah yang masih berusia muda itu. Apalagi dirinya adalah bupati pertama KKR. Keberhasilan mendirikan BPMPT telah membawa kemudahan bagi masyarakat untuk mengajukan surat permohonan ijin. Jika sebelumnya masyarakat pemohon ijin harus mengurus ijin di SKPD terkait dengan ketentuan, syarat dan prosedur masingmasing SKPD, maka setelah adanya PPTSP semua jenis ijin dilayani di satu tempat, dengan prosedur yang jelas. Keberhasilan pengembangan PTSP KKR juga tercermin dalam peningkatan jumlah ijin yang masuk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, jumlah pemohon ijin sebanyak 1.484, sedang 2011 meningkat tajam menjadi 2.791. Peningkatan jumlah ijin yang hampir dua kali lipat ini menunjukkan BPMPT berhasil untuk mendorong warga untuk menguruskan izin bagi usaha yang mereka lakukan. Namun demikian, dalam implementasinya, tidak semua jenis perijinan dianggap bagus. Kasus perijinan IMB memberi gambaran yang berbeda. Adanya “kesengajaan” untuk membiarkan “pengutan liar” dalam pengurusan teknis IMB mebuat pelayanan perijianan tidak maksimal.
Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
2
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Profil Good Practice I. Latar Belakang Salah satu tantangan mendasar bagi daerah otonom baru adalah membangun kapasitas untuk menggerakkan pembangunan ekonomi yang didasarkan pada pengelolaan investasi. Hadirnya iklim investasi yang sehat menjadi salah satu kunci penting dalam persoalan ini. Kebutuhan inilah yang mendorong pemerintah Kabupaten Kubu Raya (KKR) melakukan terobosan-terobosan dalam pengembangan investasi di daerah.
nama Kantor Pelayanan Terpadu. Selanjutnya, sejak tahun 2009, kantor ini berubah menjadi badan yaitu Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT). Dalam proses pengembangannya BPMPT KKR lebih banyak mengandalkan potensi internal. Ini berbeda dengan
Sejak tahun 2007 wilayah Kubu Raya dimekarkan dari Kabupaten Pontianak, menjadi KKR dengan ibukota kabupaten di Sungai Raya. Pada awal terbentuknya kabupaten baru tersebut, pelayanan perijinan belum mampu bekerja secara optimal. Proses perijinan di KKR bahkan dianggap tidak responsif terhadap investor karena proses yang lambat, serta prosedur dan biaya yang tidak jelas. Selain itu tingkat diskriminasi pelayanan dianggap juga masih tinggi. Peluang untuk menata persoalan iklim investasi ini sebenarnya telah disediakan secara legal dengan diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007, Tentang Penanaman Modal dan Keputusan Presiden Keputusan Presiden Nomor 27 Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Regulasi ini secara makro diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah. Untuk itu regulasi yang ada juga menekankan pentingnya upaya pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap investor/penanam modal. Hal lain yang tak kalah penting adalah penyederhanaan syarat perizinan, percepatan proses perijinan, kepastian biaya, kejelasan prosedur dan transparansi informasi pelayanan. Sebagai implikasi lanjut dari kerangka regulasi tersebut maka dirumuskan paket kebijakan perbaikan investasi melalui Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) dengan One Stop Service (OSS) yang diberlakukan di seluruh kabupaten/kota se Indonesia.
Gambar 1 : Salah satu Front Office di BPMPT KKR daerah lain seperti Kabupaten Sragen, Kabupaten Cimahi, Kota Palembang yang dibantu oleh pihak ketiga seperti The Asian Foundation. Meski demikian, BPMPT KKR banyak belajar dari daerah lain yang sudah lebih dulu berhasil mengembangkan sistem perijinan, salah satunya adalah kerjasama dengan Kabupaten Sragen.
Upaya untuk memperbaiki iklim investasi di daerah melalui penyederhanaan prosedur perijinan dan peningkatan kualitas layanan menjadi tidak mudah, karena tidak jarang terjadi perbedaan persepsi dan tarik-menarik kewenangan, baik dengan SKPD lain maupun dengan DPRD. Selain itu, perubahan BPMT KKR pada awalnya adalah Kantor pelayanan struktur organisasi dari Kantor ke Badan juga perijinan yang didirikan pada tahun 2007 dengan menghadapi berbagai masalah, seperti kompetensi Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT 3 http://igi.fisipol.ugm.ac.id Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
Sumber Daya Manusia (aparatur) dan jumlah aparatur yang masih sangat terbatas. Padahal organisasi yang baru ini yaitu BPMPT, sangat memerlukan SDM dengan jumlah dan kompetensi yang dapat menunjang kualitas pelayanan perijinan dan investasi. Lepas dari itu, terbentuknya BPMPT KKR dianggap menjadi peluang penting untuk mengatasi masalah iklim investasi di daerah KKR. Karena itulah, kemudian dilakukan berbagai macam terobosan untuk mengembangkan SKPD tersebut agar dapat berperan secara maksimal. Terobosan-trobosan yang dilakukan antara lain merupakan inspirasi yang didapatkan dari daerah lain. II. Inisiasi: Peran Penting Bupati Proses inisiasi BPMPT terutama dipelopori oleh Bupati KKR, Muda Mahendrawan,S.H bersama dengan beberapa birokrat yang dianggap punya kemampuan dalam bidang ini. Dari berbagai wawancara yang dilakukan tim peneliti ke berbagai pemangku kepentingan, muncul secara kuat bahwa inisiasi dan dukungan politik yang kuat dari Bupati KKR, Muda Mahendrawan,S.H. menjadi salah satu kunci penting dalam pengembangan BPMPT. Skema regulasi di tingkat nasional di tangkap oleh Bupati sebagai peluang bagi pengembangan daerah. Dari beragam informasi yang dihimpun tim peneliti menemukan kesan bahwa Bupati gencar mendorong upaya meningkatkan kinerja pelayanan publik. Dengan konsep tersebut, Visi “Kubu Raya terdepan dan berkualitas” atau “Berlari-lari lebih kencang” dianggap akan bisa diwujudkan melalui kinerja aparatur. Antusiasme bupati dalam mendorong pengembangan iklim usaha di KKR sangat terkait dengan latar belakang pribadi Bupati Muda Mahendrawan. Pada awalnya beliau adalah seorang notaris yang bekerja di wilayah KKR. Sekitar tahun 2004, Muda Mahendrawan menjadi salah seorang penggagas berdirinya KKR yang didukung oleh Forum Kepala Desa di wilayah Kubu Raya. Pada Pilkada pertama KKR, Muda Mahendrawan, S.H maju menjadi kandidat Bupati melalui jalur independen dan akhirnya terpilih menjadi Bupati KKR Periode 2008-2013. Dalam rumusan visi misinya, amat jelas bahwa peningkatan kinerja pemerintahan dan pengembangan iklim investasi menjadi prioritas Bupati. Ini bisa dilihat dari berbagai program dasar yang dilakukan di awal kepemimpinannya, misalnya program peningkatan disiplin aparatur, kapasitas
sumber daya, pelayanan administrasi perkantoran, sarana dan prasarana, sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan, teknologi informasi, iklim investasi dan realisasi investasi, promosi dan kerjasama investasi, penyiapan potensi sumber daya, sarana dan prasarana daerah serta pelayanan administrasi perijinan. Terkait dengan pengembangan iklim investasi, proses konsolidasi gagasan dilakukan dengan mengintegrasikan pelayanan perizinan kedalam konsep satu pintu (one stop service). Selanjutnya dibangun sebuah sistem perijinan yang melibatkan perijinan teknis terlebih dahulu baru setelah itu perijinan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Proses perijinan yang dilakukan oleh pemerintah daerah ditetapkan tidak lebih dari 14 hari kerja, hal itu untuk memberikan kepastian kepada masyarakat dalam pengurusan ijin-ijin tersebut. Proses konsolidasi gagasan ini juga memperoleh dukungan kuat dari DPRD KKR. Hal ini kemudian diinisiasi adanya kantor perijinan pada 2008, kemudian berubah status menjadi Badan pada 2009. Langkah berikutnya yang dilakukan oleh BPMPT KKR adalah melakukan restrukturisasi pengelolaan SDM guna membangun tim yang solid. Salah satu caranya adalah dengan membangun mekanisme kerja bersama antar pimpinan badan dengan bawahan dalam upaya memberikan pelayanan yang prima. Selain itu juga mulai dikembangkan jaringan kerjasama untuk belajar dari pengalaman daerah lain. Di antaranya dengan melakukan studi banding dan training di Kabupaten Sragen, yang memiliki PTSP terbaik di tingkat nasional pada saat itu. Pada fase inisiasi ini terdapat beberapa kendala utama yang dihadapi oleh BPMPT KKR, yaitu: 1. Keterbatasan fasilitas terutama terkait dengan infrastruktur gedung dan tata ruang yang masih jauh dari memadai. 2. Keterbatasan SDM, baik dari sisi jumlah maupun kualitas, banyak aparat yang tidak memiliki kompetensi yang sesuai. 3. Sistem informasi yang masih kurang memadai. 4. Tarik menarik kewenangan dengan SKPD lain. Di samping keempat masalah di atas, masalah kelima yang juga muncul dari proses perijinan di KKR ini adalah munculnya para calo-calo perijinan. Kemunculan para calo, agen atau biro perijinan tersebut tentu akan berpotensi menghambat keberlanjutan dalam pelayanan perijinan. Namun demikian persoalan calo, agen atau biro jasa tersebut coba diatasi dengan cara memberikan kuasa hanya kepada calo, agen atau biro perijinan
Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
4
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
yang memiliki badan hukum atau berbadan usaha.
masa sebelumnya.
III. Implementasi
Faktor kepemimpinan kepala daerah dianggap menjadi penting untuk menyatukan persepsi tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu, sehingga anggota DPRD akhirnya juga memberikan dukungan yang nyata di bidang anggaran untuk membangun kantor BPMPT KKR yang lebih berkualitas.2 Bupati yang merupakan Ketua Partai Amanan Nasional (PAN) 2005-2010 non-aktif, namun maju dalam pilkada dengan jalur independen tersebut, berhasil meyakinkan birokrasi dan DPRD untuk mendorong pengintegrasian layanan perijinan.
Badan ini dibentuk dua tahun setelah KKR dimekarkan dari Kabupaten Induk yaitu Kabupaten Pontianak, tepatnya pada tahun 2009. Pembentukan BPMPT KKR tersebut dipayungi dengan Perda No 14 tahun 2009 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah (SOPD). Pembentukan BPMPT KKR ini diharapkan dapat memaksimalkan potensi perijinan melalui penyederhanaan pelayanan perijinan usaha. Pengembangan sistem perijinan terpadu ini didukung kuat oleh pimpinan daerah KKR yang Tabel 1: Gambaran Lama Proses Beberapa Jenis Perijinan No.
Jenis Perijinan
Lama Proses (Hari Kerja)
1.
Ijin Gangguan (HO)
12
2.
Ijin Pengolahan Limbah Cair
12
3.
Ijin Pengolahan Limbah Berbahaya
14
4.
Ijin Reklame
7
5.
Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)
5
6.
Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
5
7.
Surat Ijin Tanda Daftar Gudang (TDG)
7
8.
Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
9.
Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI)
10
10.
Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIPKI) Baru Perpanjangan
14 7
11.
Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP)
12.
Ijin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)
5
ditunjukkan dengan dukungan Sumber Daya Manusia yang lebih banyak dari sebelumnya, yaitu dengan mengalokasikan sebanyak 14 staf baru yang disesuaikan dengan kompetensi dan kebutuhan BPMPT KKR. Meskipun dukungan pendanaan juga dianggap masih belum maksimal, tetapi pemerintah daerah mulai memberikan dukungan infrastruktur dengan menata kantor BPMPT menjadi lebih nyaman dan aman dengan tata ruang yang lebih memadai dibandingkan masa-
Penguatan kelembagaan juga dilakukan dengan memperbesar cakupan perijinan. Jika pada tahun 2010, jenis layanan perizinan hanya 14 jenis izin saja, maka sejak 2011 meningkat menjadi 77 jenis, yang terdiri dari 61 pelayanan perizinan dan 16 pelayanan non-perizinan. Beberapa jenis perijinan seperti ijin pertambangan dan perkebunan masih dikelola oleh SKPD teknis. Penambahan cakupan pelayanan perizinan tersebut kemudian dikukuhkan dengan Peraturan Bupati Kubu Raya Nomor 22 Tahun 2011 Tanggal 20 Mei 2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Perijinan di KKR. Dalam SOP tersebut mengatur tentang syarat, prosedur, dan lama proses pelayanan perijinan. Gambaran mengenai lama proses perijinan bisa dilihat di tabel 1. IV. Sistem Evaluasi: Deteksi Persoalan Internal & Eksternal Untuk menangani berbagai keluhan dan persoalan yang muncul dalam proses pelayanan perijinan, BMPT membangun sistem evaluasi.3 Proses ini dilakukan melalui mekanisme kontrol yang dilaksanakan setiap dua mingguan, tiga bulanan dan enam bulanan. Dari hasil evaluasi tersebut biasanya ditemukan beberapa persoalan-persoalan baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Selanjutnya, kendala-kendala yang ditemukan tersebut coba dicarikan jalan keluarnya. Apabila bersifat internal maka umumnya pemecahan akan dilakukan lewat mekaniskme forum internal. Namun bila bercorak eksternal maka proses koordinasi dan konsultasi akan dilakukan dengan pimpinan daerah atau SKPD lain. 2
Wawancara dengan Gandhi Satyagraha, Kepala Bappeda Kabupaten Kubu Raya. Wawancara tanggal 1 Ferbruari 2012. 3 Wawancara dengan Maria Agustina, Kepala BPMPT Kabupaten Kubu Raya. Wawancara tanggal 1 Februari 2012. Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT 5 http://igi.fisipol.ugm.ac.id Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
Kontrol terhadap kelembagaan bisa dilakukan dari mekanisme hierarki atau masukan dari masyarakat. Pimpinan BPMPT KKR selalu melakukan kontrol secara langsung terhadap hasil kerja bawahannya, sehingga apabila ada masalah, akan segera ditangani atau dipecahkan. Kontrol juga dilakukan lewat mekanisme Survey Kepuasan Masyarakat (IKM). IKM ini akan menjadi evaluasi internal bagi para pegawai BPMPT karena bisa menjadi rujukan bagaiamana masyarakat menilai lembaga BPMPT. Selain itu evaluasi secara non formal juga dilakukan oleh pimpinan daerah baik bupati, maupun Ketua dan anggota DPRD, khususnya komisi A dan komisi B yang membidangi kepemerintahan dan anggaran. Langkah ini dianggap sebagai cara penting untuk mengevaluasi kinerja BPMPT. Dalam prosesnya Bupati selalu berkomunikasi dengan Kepala-Kepala Bidang yang ada di BPMPT. Misalnya, pengelola badan dipanggil oleh pimpinan daerah, misalnya ada hal-hal yang perlu dibicarakan menyangkut kelemahan-kelemahan yang muncul di BPMPT. Semua itu merupakan bagian dari evaluasi non formal di BPMPT KKR. Selain evaluasi internal juga dilakukan evaluasi eksternal. Evaluasi eksternal dilakukan oleh inspektorat, khususnya menyangkut tugas pokok dan fungsi (Tupoksi), penyelenggaraan keuangan, mekanisme dan sebagainya. Evaluasi eksternal juga dilakukan oleh Sektretaris Daerah (Sekda) dan pemerintah pusat seperti yang dilakukan oleh
Demikian juga dari BKPM pusat yang terus memantau dan melakukan evaluasi perkembangan di BKPMT KKR. Biasanya evaluasi tersebut akan ditindaklanjuti oleh pimpinan Badan dengan melakukan penataan-penataan kelembagaan. V. Dampak: Meningkatkan Kabupaten Baru
Investasi
di
Keberhasilan pengembangan BPMPT KKR dapat dipilah menjadi tiga kategori, yaitu berdasarkan: dampak langsung terhadap kelompok sasaran, dampak terhadap kelembagaan, dan dampak sistemik (lingkungan) yang bersifat jangka panjang. a. Dampak langsung: Perbaikan Iklim Usaha Dampak yang secara langsung dirasakan masyarakat di KKR dengan adanya PTSP BPMPT adalah semakin mudahnya pengurusan perijinan. Semua pengurusan perijinan di BPMPT KKR dilaksanakan tanpa pungutan dan prosedur pelayanan menjadi lebih sederhana. Cara ini berhasil merangsang minat masyarakat untuk mengurus perizinan serta berinvestasi di KKR. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah pemohon perijinan antara tahun 2010-2011 yang meningkat hampir 100%. Pada tahun 2010 pemohon ijin tercatat sebanyak 1.484 orang melonjak menjadi 2.791 orang di tahun 2011 (lihat tabel 1). Selain dirasakan oleh masyarakat lokal, inisiasi
Bagan I: Jenis Izin Terbanyak di BPMPT KKR Selama 2010-2011 2010
2011 890 583 409
137
222
274
159
223
379
282
0 HO
SIUP
SIUP Mikro
Direktur Penataan daerah dan Otonomi Khusus Kementerian Dalam Negeri RI Dr. Sumarsono dan rombongan pada hari selasa 6 Juli 2010 yang meninjau secara langsung penyelengaraan pemerintahan dan pelayanan perijinan di KKR.
0 TDP
IMB
SITU
tersebut juga berdampak positif terhadap meningkatnya arus investasi yang masuk ke KKR. Hal ini tergambar dalam jenis-jenis ijin terbanyak yang diakses oleh masyarakat. Dalam dua tahun terakhir, enam jenis perijinan yang paling banyak
Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
6
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
diakses oleh masyarakat berturut-turut adalah: 1. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 2. Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) 3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 4. Ijin Gangguan (HO) 5. Ijin Tempat Usaha (SITU), dan 6. Ijin Usaha Mikro (SIUP Mikro). Tabel 2: Jumlah Izin yang Masuk dan Keluar pada 2010 & 2011
Tahun
Izin yang Masuk
Izin yang Keluar
2010
1.484
1.177
2011
2.791
2.427
Data juga menunjukkan hampir setiap ijin tersebut mengalami peningkatan sangat signifikan antara tahun 2010 dan 2011. Pengurusan IMB misalnya, melonjak hampir 300% dari 282 menjadi 890 pengajuan. Demikian pula dengan SIUP, melonjak lebih dari 200%. Hal tersebut mengindikasikan iklim usaha di KKR memang menunjukkan perbaikan signifikan. b. Dampak Kelembagaan: Lembaga
Meningkatkan
Citra
Menurut hasil IKM 2010 dan 2011 atas kinerja BPMPT KKR yang dilaksanakan oleh CV. Avista Planotama, menunjukan bahwa tingkat kepuasan masyarakat ada di level “puas” atau setara dengan kualitas layanan dengan nilai “B”. Masih menurut IKM 2010 &2011, unsur yang paling tinggi skornya adalah kenyamanan lingkungan dan keamanan pelayanan. Sedangkan unsur yang paling rendah skornya adalah kecepatan layanan. Sehingga, secara kelembagaan masyarakat sudah memberikan kepercayaan positif terhadap BPMPT dalam memberikan layanan perijinan. Selanjutnya, pengembangan yang dilakukan oleh BPMPT KKR juga telah berhasil meningkatkan citra KKR sebagai daerah dengan iklim investasi yang kondusif. Meskipun merupakan kabupaten baru, KKR mampu menunjukkan prestasi tidak hanya pada level provinsi namun juga pada tingkat nasional. Prestasi ini juga akan mendongkrak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga. Sederet
prestasi
yang ditorehkan antara
lain
penghargaan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sebagai Unit Pelayanan Publik Berprestasi Tingkat Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 dengan predikat “Terbaik”. Di tingkat nasional BPMPT KKR diakui dengan kualifikasi “Bintang 3”, Sebagai kabupaten baru, kualifikasi tersebut cukup prestisius karena hampir setara dengan PTSP Kabupaten Sragen yang dikenal sangat baik. Selain itu, BPMPT juga pernah mendapatkan KPPOD Award untuk kategori Kualitas Peraturan Daerah yang berpihak kepada dunia usaha/investasi. Dengan prestasi yang diperoleh tersebut, BPMPT menjadi acuan atau referensi pengelolaan Pelayananan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Indonesia, sehingga tidak mengherankan bila belakangan ini BPMPT KKR sering dikunjungi oleh daerah-derah lain, seperti Kabupaten Tanggerang Selatan Provinsi Banten, Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, dan dari beberapa kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat sendiri seperti dari Kabupaten Landak, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas. Kunjungan-kunjungan tersebut, ada yang bertujuan studi banding dan ada juga yang bertujuan untuk mempelajari apa dan bagaimana pelayanan perijinan dengan pola PTSP dengan sistem OSS. Selain berbagai kunjungan tersebut diatas, Tim dari pemerintah pusat seperti BKPM-RI dan Kemendagri elah memantau secara langsung proses pelayanan publik yang dilakukan oleh BPMPT KKR. Selanjutnya sebagai apresiasi pemerintah pusat melalui BKPM-RI telah menghibahkan tiga unit lengkap perangkat komputer untuk sarana Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) yang merupakan perangkat sistem elektronik yang menggunakan piranti lunak berbasis internet (website). Meskipun sudah memperoleh berbagai penghargaan, BPMPT KKR terus melakukan berbagai perbaikan. Banyak inovasi-inovasi yang akan dikembangkan dimasa yang akan datang, seperti dalam bidang IT, infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia, serta mengembangkan jumlah perijinan yang sementara ini masih belum ditangani, seperti perijinan di bidang perkebunan dan pertambangan. c. Dampak Sistemik: Meningkatkan Laju Ekonomi Daerah Selain dampak langsung dan dampak kelembagaan, pengembangan BPMPT juga membawa dampak sistemik jangka panjang.
Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
7
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
VI. Institusionalisasi dan Tantangan Bagan II: Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kubu Raya Tahun 2008-2010 (%)
5,02
2008
5,87
2009
a. Penguatan Kelembagaan Penataan kelembagaan yang paling mendasar adalah perubahan status organisasi dari Kantor menjadi Badan dengan tujuan memberikan kewenangan yang lebih besar. Namun langkah ini tentunya memiliki dampak politis yang cukup kuat karena akan memangkas kewenangan perizinan yang selama ini melekat di SKPD-SKPD teknis. Untuk mengatasi persoalan tersebut, Bupati menginisasi pembentukan kesepakatan kerjasama antar SKPD.
6,23
2010
Bagan III: Perkembangan PDRB per Kapita Kabupaten Kuburaya 2008-2010 (per juta rupiah)
15,14
17,56
9,17
2008
2009
Proses institusionalisasi BPMPT KKR dilakukan dalam beberapa tahapan yang mencakup dimensi kelembagaan, manajemen dan dimensi proses atau sistem kerja.
2010
Meningkatnya iklim investasi di KKR telah mendorong semakin banyak investor yang masuk dan menanamkan modalnya. Hal ini tentu saja berimbas pada terbukanya lapangan kerja, meningkatnya pendapatan per capita masyarakat, dan menekan angka kemiskinan di KKR. Tabel 1: Jumlah Izin yang Masuk dan Keluar pada 2010 Hingga kini, jumlah investasi di Kubu Raya terus & 2011 meningkat dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2008, PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) Kabupaten Kubu Raya tercatat sebesar 1,84 triliun, kemudian naik menjadi 1,94 triliun pada 2009, dan naik lagi menjadi 2,12 triliun pada 2010 (BPS KKR, 2010). Itu artinya investasi KRR selalu naik setiap tahunnya. Tidak hanya itu, dilihat laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita, Kabupaten Kubu Raya terlihat ada peningkatan signifikan tiap tahunnya. Angka-angka tersebut mengindikasikan adanya perbaikan disektor ekonomi daerah. (Lihat Bagan II dan III).
Beberapa langkah ditempuh untuk melakukan penguatan kelembagaan tersebut. Langkah pertama adalah membentuk tim asistensi, yang terlibat dalam tim tersebut termasuk bagian organisasi, hukum dan keuangan. Pertama, sebagai langkah awal, tim hanya merumuskan bagaimana proses perijinan yang ada di SKPDSKPD, syaratnya seperti apa, SOP-nya juga seperti apa, artinya mengapa selalu memerlukan waktu yang lama dalam mengurus sebuah perijinan. Kedua, mengumpul semua SKPD yang ada di KKR untuk mendapatkan sosialisasi atau penjelasan tentang pelimpahan kewenangan perijinan dari SKPD ke BPMPT dalam bentuk coffee morning dengan Bupati Kubu Raya. Dalam acara itu dijelaskan bahwa ijin pada SKPD dianggap kurang efisien dan membutuhkan waktu yang relative lama sehingga perlu dilimpahkan ke BPMPT. Dengan berbagai argumentasi dan rujukan payung hukum, mulai dari UU, Permendagri hingga Keputusan BKPMN. Intinya adalah teknis perijinan tetap dilakukan oleh SKPD, sehingga proses pelimpahan wewenang tersebut tidak terasa dicabut semuanya, hanya berpindah tempat (menjadi terpadu atau satu pintu). Tahapan pemindahan ini sebenarnya untuk memberi kesan kewenagan SKPD tidak diambil seluruhnya oleh BPMPT, karena dalam konteks ini SKPD masih tetap terlibat dalam sistem pengurusan ijin. Setelah sosialisasi, selanjutnya dilakukan pelimpahan kewenangan khusus dalam pengurusan ijin, dari SKPD ke BPMPT dilakukan dengan sedikit memaksa dari bupati, karena pada dasarnya semua SKPD belum bisa legowo atau ihklas untuk menyerahkannya. Setelah semua tahapan selesai dilakukan maka pada bulan Mei 2010 sudah
Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
8
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
dilakukan launching awal sistem OSS. Di titik inilah secara tidak langsung BPMPT hadir dengan kelembagaan yang cukup mapan. b. Penataan Sistem Manajemen Secara internal, pimpinan badan mencoba memperkuat pelayanan di badan, salah satunya adalah melalui kebijakan rolling kepada seluruh staf agar semua staf dapat melakukan tugas dengan baik pada semua tempat di BPMPT KKR. Model rolling personel ini bertujuan untuk memperkuat sistem apabila terjadi mutasi, promosi dan sebagainya sehingga perubahan struktur tidak akan mempengaruhi kinerja badan secara keseluruhan karena semua staf telah siap dan dapat bekerja dengan baik pada posisi apapun. Selanjutnya, di tingkat pegawai BPMPT sendiri dilakukan Pakta Integritas guna meminimalisir seluruh praktik korupsi. Hal ini akan selaras dengan mekanisme rolling yang dilakukan sebelumnya. Pakta integritas ini akan menjadi pengikat bagi para pegawai agar tidak melanggengkan praktik “bawah meja” yang biasa dilakukan dengan para calo. Sedangkan untuk mengantisipasi konflik internal birokrasi terkait dengan perebutan kewenangan, dikembangkan mekanisme kerjasama antar SKPD. Dalam proses perijinan, staf yang ada di dinas-dinas teknis terkait juga dilibatkan dalam proses perijinan sebagai “Tim Teknis” di BPMPT. Melalui cara ini, anggota tim pada SKPD teknis tidak kehilangan kewenangan secara penuh. Mereka justru terbantu dengan keberadaan BPMPT KKR yang mengkoordinasikan berbagai perijinan yang terkadang bersifat lintas SKPD. c. Tantangan Ke Depan Tantangan paling pokok adalah pada upaya untuk menguatkan keterpaduan antara BPMPT dengan instansi atau SKPD lain. Karena inisiatif sektor ini didorong pertama kali oleh Bupati, maka tantangan jangka panjang adalah memastikan bahwa kepemimpinan daerah selanjutnya juga berpijak pada cara pandang yang serupa seperti Bupati Muda Mahendrawan saat ini untuk memajukan iklim investasi daerah. Jika pimpinan daerah berikutnya tidak perduli dengan BPMPT ini, maka dikhawatirkan dapat merenggangkan kembali sistem pelayanan terpadu tersebut. Ini bermakna bahwa dinas-dinas (SKPD) yang sekarang telah menyerahkan sebagian kewenangannya, terutama kewenangan perijinan kepada BPMTP, tidak mustahil ditarik kembali ke dinas-dinas yang bersangkutan, artinya semua jenis perijinan dinas
teknis harus dilakukan di dinas yang bersangkutan. Tarik menarik tersebut bukanlah hal yang mustahil, sebab dalam kewenangan tersebut terdapat “insentif” yang menarik bagi dinas-dinas teknis yang terkait, yang saat ini dengan rela dilepaskan ke BPMPT. Ke depan, BPMPT diharapkan dapat mengembangkan berbagai perijinan yang terkait dengan perijinan yang lain. Sebagai contoh kasus dari situs milik Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan,S.H pengungkapkan bahwa ijin usaha untuk membuka restoran, atau ijin usaha untuk produk Heiking (makanan khas Tionghoa dari olahan udang) terkait dengan perolehan label halal untuk menjual produk makanannya belum dapat diurus di BPMPT. Permasalahan label halal belum dapat diperoleh di BPMPT, karena Majelis Ulama Indonesia di KKR sendiri sampai saat ini belum dibentuk. Sedangkan apabila mengajukan ke MUI Kalbar prosesnya menjadi semakin rumit dan biayanya juga menjadi semakin mahal, sebagai contoh untuk satu produk dapat menelan biaya sampai Rp. 7.500.000,-. Padahal pemerintah mewajibkan label halal untuk semua produk yang dipasarkan. Selanjutnya tantangan internal adalah belum terciptanya sistem informasi yang kuat yang didukung sumberdaya manusia di BPMPT yang memadai, baik dari segi jumlah maupun dari segi kompetensinya. Demikian juga sistem perijinan berbasis web belum mampu berjalan, hal itu disebabkan limitasi pembiayaan dan ketersediaan sumber daya manusia yang mumpuni. VII. Lesson Learned Inovasi daerah khususnya inovasi masalah perijinan terpadu di BPMPT KKR terlihat sangat dipengaruhi oleh kepempimpinan daerah, khususnya Bupati KKR yang pada dasarnya menginginkan adanya iklim investasi yang lebih baik di KKR. Karenanya, keberlanjutan ke depan (masa depan BPMPT KKR) sangat ditentukan oleh visi dan gagasan dari pimpinan daerah yang baru terhadap perijinan dan investasi. Untuk itulah, penting adanya pemimpin daerah yang secara politik dan manjerial memiliki leadership yang bagus. Selanjutnya pada kasus percaloan yang menggunakan sistem Surat Kuasa untuk mengeliminir penipuan yang mengatasnamakan aparat BPMPT atau aparat lainnya yang berkompeten dapat menimbulkan biaya tambahan bagi pengusaha, padahal pengurusan perijinan tersebut sesuai dengan kebijakan Bupati Kubu Raya, sudah tidak dikenai biaya.
Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
9
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Di tengah berbagai terobosan perijinan di Kubu Raya, pada prakteknya masih ada berbagai persoalan yang terkait dengan pelayanan. Selama ini, persoalan perijinan hanya dilihat dari segi proses izin yang ada di kantor, yakni saat semua syarat terpenuhi kemudian diajukan ke kantor BPMPT. Padahal, proses memenuhi prasyarat itulah yang menentukan lama tidaknya sebuah ijin akan dikeluarkan, khususnya hal-hal yang mesti diselesaikan lebih dahulu dengan tim teknis.
atau kemandegkan karena tuntutan-tuntutan politik yang menginginkan proses perijinan tetap berteletele dan berbiaya tinggi. Seperti kasus pengembang perumahan dan percaloan. Pada kasus pengembang, para pengembang diwajibkan untuk mendapat surat ijin dari RT, Kelurahan/Desa dan Kecamatan, padahal didaerah lain ijin seperti itu sudah tidak ada. Secara politis adanya perijinan dari tingkat RT sampai kecamatan tersebut sengaja diberlakukan agar supaya ketua RT, Lurah atau Kepala Desa serta Camat memperoleh penghasilan dari ijin yang dikelurkannya. Kondisi tersebut tentu lebih “menyenangkan” dibanding dengan penghasil ketua RT, Lurah atau Kepala Desa serta Camat di kabupaten lain yang cenderung hilang. Dari kondisi yang diciptakan seperti itu diharapkan ada balas jasa (politik balas jasa), pertama balas jasa atas kemenangan Bupati terpilih terhadap ketua RT, Lurah atau Kepala Desa serta Camat yang telah memenangkannya, kedua sebaliknya balas jasa dari ketua RT, Lurah atau Kepala Desa serta Camat
Hasil diskusi dengan beberapa pelaku usaha terutama pengembang perumahan di Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia (DPD REI) Cabang Pontianak,8 menunjukkan bahwa proses perijinan ternyata masih lama dan berbiaya tinggi. Ini akibat adanya pungutan liar yang harus dibayarkan oleh pengembang mulai dari tingkat RT, desa, kecamatan dan lain lain. Biayanya seringkali tinggi dan tidak memiliki standar yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen. Sebagai pengembang tentu Tabel 3: Gambaran Besar Retribusi per jenis Izin Tahun 2011 tidak ingin kehilangan keuntungan, sehingga berbagai pungutan di No. Jenis Perijinan Besar Retribusi luar BPMPT ini diakomodir ke dalam 1. Ijin Gangguan (HO) Rp 449.527.821,50 harga jual perumahan per unitnya. Pembiaran 2. Ijin Pengolahan Limbah Cair Rp 1.950.000,00 pungutan-pungutan ini bagi beberapa pihak 3. Ijin Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dilihat sangat terkait dengan upaya untuk 4. Ijin Reklame Rp 172.845.500,00 merawat dukungan politik dari bawah 5. Surat Ijin Tempat Usaha (SITU) Rp 12.145.550,00 dalam kaitannya 6. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Rp 9.840.000,00 dengan kepemimpinan daerah. Kasus ini 7. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Rp 11.965.000,00 menunjukkan bahwa terobosan dalam 8. Surat Ijin Tanda Daftar Gudang (TDG) Rp 750.000,00 pelayanan perijinan ternyata menghadapi 9. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Rp 3.838.001.250,00 dilema antara upaya mengembangkan iklim 10. Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) Rp 2.125.000,00 investasi daerah dengan kebutuhan 11. Surat Ijin Kapal Pengangkutan Ikan (SIPKI) Rp 175.000,00 politik praktis. Komplain juga masih muncul dari 12. Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) Rp 1.500.000,00 pemohon perijinan usaha. 13. Ijin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) Rp 20.350.000,00 Inovasi perijinan bisa mengalami kegagalan 8
Total
TOTAL
Wawancara dengan Pengurus DPD Real Estat Indonesia (REI) Kalimantan Barat. (1 Februari 2012)
Rp 4.521.176.121,50 berikutnya adalah mengamankan Pilbup untuk periode kedua dimasa yang akan datang.
Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
10
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Para investor perumahan ini menuturkan bahwa pengurusan IMB masih membutuhkan waktu yang lama dan bertele-tele, khususnya bila dibandingkan dengan pengurusan IMB di Kota Pontianak yang sudah tidak lagi membutuhkan rekomendasi dari pihak RT, Kelurahan dan Camat, melainkan hanya ijin dari dinas teknis seperti dari Cipta Karya. Dengan demikian, perijinan IMB di Kota Pontianak dianggap masih lebih ringkas karena tidak lagi membutuhkan rekomendasi RT, Kelurahan dan Camat. Dengan birokrasi yang terpangkas ini, pengembang di Kota Pontianak dapat menghemat sekitar Rp. 1.000.000,00 per unit rumah. Padahal, ijin IMB adalah jenis perijinan yang paling banyak menyerap retribusi (lihat Tabel 3). Di Kota Pontianak, pihak RT hanya meminta beberapa warganya untuk dilibatkan dalam pekerjaan di proyek, mulai dari bekerja sebagai penjaga malam atau tukang hingga menjadi sub kontraktor. Persyaratan atau permintaan itu sangat tidak memberatkan karena jika mengupah orang lain di luar RT tersebut, biaya yang harus dikeluarkan pengembang juga relative sama, tetapi melibatkan penduduk setempat ke dalam proyek perumahan member multiflier effect yang cukup berarti bagi perekonomian masyarakat serta terdapat jaminan keamanan proyek selama dan setelah masa pembangunan. Soal paling mendasar yang terjadi hingga hari ini dalam pelayanan perijinan termasuk di daerahdaerah lain adalah keterpaduan dengan SKPD yang menangani teknis perizinan. Dokumen yang masuk ke kantor/badan perizinan tidak dapat langsung diproses bilamana terdapat dokumen lain yang belum terselesaikan di tingkat SKPD. Selama urusan teknis perijinan masih belum tuntas di tingkat SKPD, maka perijinan belum dapat diterbitkan. Maka, disinilah titik kritisnya bahwa proses perijinan seharusnya tidak sekedar dilihat dari sisi “dalam kantor”, namun juga sisi “luar kantor” dimana proses diluarlah yang kental dengan praktik korupsi.
dikerjakan yaitu di daerah Kabupaten Landak. Permintaan pihak kedua (kabupaten lain) untuk mendesain sistem pelayanan terpadu tersebut menunjukkan adanya kepercayaan kepada BPMPT atas kinerja yang selama ini telah ditunjukkan sebagai sebuah prestasi institusi BPMPT KKR. Namun persyaratan utama yang harus dipenuhi daerah lain agar inisiasi tersebut dapat direplikasi adalah adanya komitmen yang kuat dari Bupati dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Bupati sebagai kepala daerah harus mampu menekan SKPD yang enggan membagi kekuasaannya untuk bergabung ke BPMPT, jika tidak demikian maka SKPD tidak akan mau membagi kewenangannya kepada BPMPT. Jika SKPD tetap ngotot “merumahkan” urusan perijinan tetap di SKPD, maka pelayanan terpadu tidak akan maksimal. Demikian juga komitmen anggota DPRD, terutama Komisi Anggaran, sangat dibutuhkan dalam menganggarkan dana untuk mengembangkan infrastruktur, sumber daya manusia dan dalam membangun teknologi informasi perijinan. Jika komitmen Bupati tidak didukung oleh DPRD, maka sudah dapat dipastikan BPMPT tidak akan dapat melakukan replikasi secara sempurna.Instrumen untuk melakukan replikasi ini sudah ada. Misalnya Standar Operasiinal Prosedur (SOP) dan tenaga konsultan yang sudah terlatih dari BPMPT KKR.(***) Narasumber 1) Maria Agustina, SE. M.Si, Kepala BPMPT Kabupaten Kubu Raya. Wawancara tanggal 1 Februari 2012. 2) Pengurus DPD Real Estat Indonesia (REI) Kalimantan Barat. Wawancara tanggal 1 Februari 2012. 3) Ir. Gandhi Satyagraha, MT, Kepala Bappeda Kabupaten Kubu Raya. Wawancara tanggal 1 Ferbruari 2012.
VIII. Peluang Replikasi Peluang untuk melakukan replikasi gagasan di bidang perijinan di KKR, relatif terbuka untuk direplikasikan di daerah kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat pada khususnya dan ke seluruh wilayah Indonesia pada umumnya. Peluang tersebut dapat dibuktikan dengan dijadikannya BPMPT KKR sebagai tempat untuk melaksanakan training oleh berbagai daerah di Provinsi Kalimantan Barat, atau diminta menjadi „konsultan‟ perijinan di beberapa daerah di Kalimantan Barat, seperti yang sekarang sedang Upaya Kabupaten Baru Menarik Investasi Melalui Penyederhanaan Perizinan: Belajar dari BPMPT Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
11
http://igi.fisipol.ugm.ac.id