IDENTIFIKASI TANAMAN OBAT MENGGUNAKAN TAPIS GABOR 2-D DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) R. Rizal Isnanto*, Ajub Ajulian Z.**, dan Aditya Indra B.*** *
Jurusan Sistem Komputer, **Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Email: *)
[email protected]
Abstrak Dewasa ini, obat-obatan herbal kembali menjadi populer di Indonesia. Masyarakat mulai menggunakan bahan-bahan tersebut sebagai alternatif pilihan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Namun pada saat ini, kemampuan masyarakat Indonesia dalam mengenali tumbuhan terutama tanaman obat sangatlah kurang. Hal tersebut dapat membuat tanaman obat yang penuh khasiat hanya terlihat seperti tumbuhan biasa. Oleh karena itu, pada Penelitian ini dirancang sebuah sistem yang dapat mengenali berbagai jenis tanaman obat berdasarkan tekstur daun tanaman obat. Pada sistem ini, proses identifikasi citra daun tanaman obat diawali dengan proses pra-pengolahan yang berisi pemotongan ukuran citra dan peningkatan kualitas citra. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi ciri dari citra daun tanaman obat menggunakan Tapis Gabor 2-D. Tahap terakhir adalah proses klasifikasi dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization (LVQ).Dari pengujian yang telah dilakukan, dihasilkan persentase pengenalan sistem sebesar 81,6% dengan tingkat pengenalan terendah sebesar 50% untuk daun Dandang Gelis. Untuk daun Beluntas, daun Mangkokan, daun Katuk, daun Soka, daun Sirih Hijau, daun Lobelia dan daun Sirih Merah memiliki tingkat pengenalan sebesar 75%. Sementara daun Dolar, daun Keji Beling, daun Nusa Indah, daun Sambang Darah, daun Jeruk Purut, dan daun Salam memiliki tingkat pengenalan tertinggi yaitu sebesar 100%. Kata kunci--pemotongan citra; peningkatan kualitas citra; tapis gabor 2-d; jaringan syaraf tiruan lvq.
1. Pendahuluan Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia sangat mengandalkan lingkungan di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan. Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan tanaman obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pada saat ini, kemampuan masyarakat Indonesia dalam mengenali tumbuhan terutama tanaman obat sangatlah kurang sehingga banyak tanaman obat yang penuh khasiat hanya terlihat seperti tumbuhan biasa[1]. Oleh karena itu diperlukan sebuah perangkat lunak yang dapat mengenali tanaman obat sehingga dapat mempermudah dalam mengenali tanaman obat yang ada di sekitar. Tulang daun adalah bagian dari daun yang memiliki fungsi sebagai penopang helai daun sehingga daun dapat memiliki bentuk yang berbeda-beda[3][4]. Berdasarkan hal tersebut, pola tulang daun dan bentuk dari daun dapat digunakan sebagai dasar pengenalan tanaman obat. Pengolahan citra digital memiliki beberapa manfaat, salah satunya adalah adanya pengenalan sebuah citra (identifikasi citra digital)[5]. Tahapan dari identifikasi citra digital yaitu ekstraksi ciri dan klasifikasi. Metode
yang digunakan pada Penelitian ini adalah ekstraksi ciri menggunakan Tapis Gabor 2-D dan klasifikasi menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Learning Vector Quantization (LVQ)[2]. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan identifikasi citra iris mata untuk indentifikasi individu menggunakan tapis Gabor 2-D dan algoritma Jaringan Syaraf Tiruan LVQ[2]. Mengacu pada penelitian tersebut, pada Penelitian ini akan dibuat sebuah perangkat lunak yang dapat mengidentifikasi tumbuhan berdasarkan citra dari tekstur daun tanaman obat dengan menggunakan tapis Gabor 2-D untuk ekstraksi ciri dan Jaringan Syaraf Tiruan LVQ untuk klasifikasi.
2. Metode Penelitian Perancangan Sistem Perancangan sistem merupakan tahap yang penting dalam mengaplikasikan suatu konsep, baik dalam bentuk program ataupun alat agar dalam pembuatannya dapat berjalan secara sistematis, terstruktur, dan rapi sehingga hasil program dapat berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Secara umum pembuatan program ini mengikuti alur sesuai yang ditunjukan dalam Gambar 1.
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.121 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
Peningkatan kualitas citra dapat dilakukan dengan meningkatkan kontras citra menggunakan Ekualisasi Histogram Adaptif (Adaptive Histogram Equalization) atau pada program Matlab disebut dengan CLAHE (Contrast- Limited Adaptive Histogram Equalization). CLAHE bertujuan untuk meningkatkan kualitas citra dengan cara mendapatkan citra dengan kontras yang baik namun tidak merusak kualitas informasi dari citra.
Gambar 1. Diagram Alir Perancangan Program Pada Gambar 1 terlihat bahwa terdapat 2 tahap dalam perancangan sistem ini. Tahap pertama yaitu tahap pelatihan, dalam tahap pelatihan ini terdapat beberapa proses yaitu proses pra pengolahan citra, proses ekstraksi ciri, serta proses pelatihan JST. Dalam proses pelatihan JST akan diperoleh basis data berupa nilai bobot atau vektor ciri. Vektor ciri ini akan digunakan untuk proses identifikasi dalam tahap pengenalan. Pada tahap pengenalan ini terdapat beberapa proses yang akan dilalui oleh sebuah citra daun agar citra ini dapat teridentifikasi. Proses–proses tersebut yaitu proses prapengolahan, proses ekstraksi ciri, serta proses identifikasi. Untuk tahap proses identifikasi ini akan menggunakan nilai bobot yang telah didapatkan dari proses pelatihan JST dalam tahap pelatihan sebelumnya. Pra Pengolahan Pra pengolahan merupakan proses pengolahan citra sebelum citra tersebut masuk ke dalam proses ekstraksi ciri dan klasifikasi. Tujuan dari proses pra pengolahan adalah meningkatkan informasi pada citra dan membuang bagian citra yang tidak penting. Perubahan citra warna atau RGB menjadi citra aras keabuan akan mengurangi perhitungan yang dilakukan, karena ukuran matriks citra yang seharusnya m kolom x n baris x 3 piksel menyusut menjadi m kolom x n baris x 1 piksel. Hal tersebut dapat terjadi karena citra berwarna memiliki 3 buah matriks yaitu R(merah), G(hijau) dan B(biru), sedangkan citra aras keabuan hanya memiliki 1 buah matriks saja. Persamaan (1) merupakan persamaan yang digunakan untuk melakukan konversi citra berwarna atau RGB menjadi citra aras keabuan pada perangkat lunak Matlab[6]. Aras Keabuan = 0.2899*R + 0.5870*G + 0.1140*B Keterangan: Aras Keabuan : nilai aras keabuan R : nilai pada komponen matriks Red G : nilai pada komponen matriks Green B: nilai pada komponen matriks Blue
(1)
Peningkatan kontras dengan cara Ekualisasi Histogram Adaptif mengubah distribusi nilai derajat keabuan pada sebuah citra menjadi seragam. Tujuannya untuk memperoleh sebaran histogram dengan intensitas merata, sehingga setiap derajat keabuan memiliki jumlah piksel yang relatif sama. Persamaan (2) digunakan untuk menghitung ekualisasi histogram pada citra dengan skala keabuan k bit adalah[7]:
(2) Keterangan: Ci Ko w h round
= = = = =
distribusi kumulatif nilai keabuan hasil ekualisasi histogram lebar citra tinggi citra fungsi pembulatan
Binerisasi citra merupakan proses mengubah citra ke dalam bentuk biner (0 dan 1). Citra yang telah diubah menjadi citra biner, hanya memiliki 2 warna yaitu hitam dan putih. Proses binerisasi juga akan mengubah matriks penyusun citra yang semula 3 buah menjadi 1 buah. Proses binerisasi dilakukan dengan membulatkan ke atas atau ke bawah untuk setiap nilai keabuan dari piksel yang berada di atas atau di bawah harga ambang. Citra biner hanya memliki 2 warna, yaitu warna putih (bit 1) untuk objek dan warna hitam (bit 0) untuk latar belakang. Proses pemotongan atau cropping bertujuan untuk membuat citra baru dengan resolusi piksel sekecil mungkin sehingga dapat mereduksi perhitungan dan mempermudah proses ekstraksi ciri. Pemotongan citra pada penelitian ini bersifat adaptif atau selalu berubahubah mengikuti bentuk kotak pembatas dari daun[12]. Kotak Pembatas atau Bounding Box adalah persegi panjang yang memuat semua wilayah dari citra digital. Kotak pembatas akan membantu proses pemotongan dalam menentukan batas ukuran citra baru karena Kotak Pembatas digunakan untuk mendapatkan seberapa besar luas citra digital yang tidak akan dipotong. Luas dari kotak pembatas didapatkan dari perkalian sumbu mayor (sumbu horizontal) dengan sumbu minor (sumbu vertikal). Untuk mendapatkan luas area
ISBN 978-979-097-420-3
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.122 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
Kotak Pembatas didapat dari persamaan (3)[13], lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. (3)
Gambar 2. Sumbu Mayor dan Sumbu Minor [13]
C. Ekstraksi Ciri Menggunakan Tapis Gabor 2-D Ektraksi ciri bertujuan untuk mendapatkan informasiinformasi penting dari tekstur daun tanaman obat. Hasil dari ekstraksi ciri adalah bobot atau vektor ciri. Teknik ekstraksi ciri yang sederhana yaitu menggunakan fungsi Tapis Gabor 2- D yang digunakan untuk mengekstraksi ciri dari citra yang ternormalisasi[8][9]. Tapis Gabor 2-D bekerja sebagai tapis pelewat bidang untuk distribusi frekuensi spasial lokal, mencapai resolusi optimal dalam domain baik spasial dan frekuensi. Tapis Gabor 2-D dapat direpresentasikan sebagai sinyal sinusoidal kompleks dimodulasi oleh fungsi kernel Gaussian. Fungsi dasar Tapis Gabor 2-D dalam domain spasial didefinisikan pada persamaan (4) [10].
(4) Dengan, i u
= = frekuensi dari gelombang sinusoidal = kontrol terhadap orientasi dari fungsi Gabor = standar deviasi dari Gausian Envelope = koordinat dari Tapis Gabor
(7) (8) Pada persamaan (4) di atas, merupakan varian dari distribusi Gaussian baik pada arah x maupun arah y dimana u merupakan frekuensi sinusoidal dan merupakan arah sinusoidal. Sebenarnya fungsi dasar Tapis Gabor 2-D adalah 2D Gaussian Envelope yang dimodulasi dedngan frekuensi u dan orientasi . Pada penelitian kali ini, fungsi Tapis Gabor 2- D yang dipergunakan didefinisikan sebagai berikut[2].
(9) dengan : a =
dan u = 0, 1, 2,….
Pemilihan frekuensi u dan orientasi yang berbedabeda akan membentuk sebuah tapis. Jika frekuensi sinusoidal berubah, ukuran jendela akan berubah. Fungsi dasar Tapis Gabor 2-D digunakan untuk membentuk tapis kawasan spasial. Setiap tapis dibuat dari pasangan tapis yang merupakan bagian riil dan imajiner dari sinusoidal kompleks. Untuk kombinasi satu level frekuensi dan orientasi, keluaran penapisan modulasi dari rata – rata keluaran konvolusi dari tapis kedok (mask) nyata dan imajiner pada semua piksel yang dihitung dapat dilihat pada persamaan (10) [10][11].
Rave merupakan hasil konvolusi dari citra daun dengan tapis kedok nyata sedangkan Iave merupakan basil konvolusi dari citra masukan dengan tapis kedok imajiner. Persamaan ini berarti setiap pasangan tapis kompleks untuk satu level frekuensi digunakan untuk mengambil satu ciri (feature) dari tekstur daun tanaman obat. Kesuksesan dari Tapis Gabor 2-D bergantung dari pemilihan parameter dan u untuk tapis tersebut[5].
Persamaan (4) tersebut dibentuk dari dua komponen yaitu Gaussian envelope dan gelombang sinusoidal dalam bentuk komplek. Fungsi Gaussian dari persamaan (4) ditunjukan oleh persamaan (5).
D. Klasifikasi Menggunakan Jaringan Tiruan Learning Vector Quantization (LVQ)
(5) Sedangkan gelombang sinusoidal pada persamaan di atas ditunjukan oleh persamaan (6). (6) Berdasarkan fungsi gelombang sinusoidal tersebut maka diperoleh dua fungsi terpisah yang dinyatakan dengan bagian real dan imajiner dari fungsi kompleks yang dapat dilihat pada persamaan (7) dan (8).
Setelah melalui proses ekstraksi ciri, selanjutnya nilainilai yang dihasilkan dimasukan ke dalam Jaringan Syaraf Tiruan. Jaringan Syaraf Tiruan ini nantinya akan melakukan proses pembuatan jaringan untuk pembelajaran maupun pengujian vektor ciri[14]. Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan LVQ bertujuan akhir mencari nilai bobot yang sesuai untuk mengelompokkan vektor-vektor masukan ke dalam kelas tujuan yang telah diinisialisasi[15].
Syaraf
ISBN 978-979-097-420-3
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.123 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan LVQ[16][17]: 1. Tetapkan : a. Bobot awal variabel input ke-j menuju ke kelas (cluster) ke-i: Wij, dengan i = 1, 2, …, kelas (K) dan j = 1, 2, …, variabel (m). b. Jumlah maksimum iterasi : epoh (MaxEpoh) c. Parameter laju pembelajaran : learning rate (α) = 0,01 (default) 1. Nilai terkecil laju pembelajaran yang diperbolehkan : min α 2. Masukan : a. Data masukan : xij dengan i = 1, 2, …, jumlah data (n) dan j = 1, 2, …, variabel (m) b. Target berupa kelas : Tk, dengan k = 1, 2, …, kelas 3. Tetapkan kondisi awal a. Epoh (iterasi) = 0 4. Kerjakan jika : iterasi kurang dari atau sama dengan jumlah maksimum iterasi (Epoh ≤ MaxEpoh) dan mean square error lebih kecil dari goal (mse < goal) a. Iterasi = iterasi + 1 b. Kerjakan untuk i = 1 sampai n 1. Hitung nilai J sedemikian hingga minimum (sebut sebagai Cj) 2. Perbaiki bobot Wij dengan ketentuan : a. Jika T = Cj maka : Wij(baru) = Wij(lama) + α (Xij - Wij(lama)) b. Jika T ≠ Cj maka : Wij(baru) = Wij(lama) - α (Xij - Wij(lama)) c. Mengurangi nilai laju pembelajaran α
3. Hasil dan Analisis A. Ekstraksi Ciri Tapis Gabor 2-D Teknik ekstraksi ciri Tapis Gabor 2-D digunakan untuk mengekstraksi ciri citra yang ternormalisasi hasil proses pra-pengolahan. Hasil ekstraksi ciri Tapis Gabor 2-D adalah vektor ciri dengan ukuran 16 x 1 (setiap elemen vektor ciri diperoleh dari level frekuensi u yang terdiri atas 4 macam yaitu 2, 3, 4 dan 5 dengan dengan orientasi θ yang digunakan adalah 45°, 90°, 135° dan 180°) sehingga variasi vektor ciri yang akan diperoleh adalah 16 x 1 variasi. Vektor ciri citra uji dapat dikenali jika vektor ciri tersebut memiliki vektor yang mendekati vektor ciri citra latih dan memiliki pola yang hampir menyerupai vektor citra latih. Pada Penelitian ini citra daun tanaman obat diambil dari 15 jenis tanaman obat dengan citra latih diambil sebanyak 4 citra dari tiap jenis tanaman sehingga total citra latih yang diambil adalah sebanyak 60 buah citra. Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil vektor ciri citra latih dari daun tanaman Beluntas.
Tabel 1. Nilai Vektor Ciri Citra latih tanaman beluntas
Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa nilai vektor ciri citra latih bernilai antara 0 hingga 1. Dapat dilihat berdasarkan Tabel 1 vektor ciri pada vektor ke-n memiliki kemiripan dengan citra latih yang lain asalkan memiliki nomor vektor yang sama. Tabel vektor ciri untuk tanaman obat selain tanaman Beluntas dapat dilihat pada lampiran. Vektor ciri atau bobot merupakan angka unik yang dimiliki setiap citra yang telah melalui proses ekstraksi ciri. B. Klasifikasi Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization (LVQ) Jaringan Syaraf Tiruan LVQ digunakan untuk mengklasifikasikan setiap vektor ciri daun tanaman obat yang dimasukkan pada sistem. Hasil dari klasifikasi vektor ciri jika diklasifikasikan dengan benar kemudian akan dikenali sebagai sebuah jenis tanaman obat dengan tepat. Citra daun tanaman obat yang digunakan untuk pelatihan yaitu citra latih yang disimpan dalam basis data dan akan dibuat sebuah basis data jaringan baru menggunakan hasil dari pelatihan. Pada saat pengujian tidaklah selalu menghasilkan pengenalan yang benar, sehingga untuk menghitung persentase tingkat keberhasilan pengenalan dapat menggunakan persamaan (11).
(11) Pengaruh Jumlah Iterasi dan Neuron Tersembunyi Pengujian dilakukan untuk mencari nilai kinerja (performance) jaringan yang paling baik (nilai MSE (Mean Squared Error) terkecil). Laju pembelajaran yang digunakan pada pelatihan Penelitian kali ini adalah 0,01 atau default. Jaringan ini nantinya akan diambil yang terbaik untuk proses klasifikasi. Dari pengujian jaringan yang dilakukan, kinerja jaringan yang memiliki kinerja terbaik dalam proses pelatihan akan digunakan dalam proses klasifikasi dan pengenalan. Pelatihan jaringan akan berhenti jika sudah mencapai nilai target yang diharapkan (goal) atau iterasi sudah
ISBN 978-979-097-420-3
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.124 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
mencapai nilai maksimum iterasi yang diharapkan. Hasil dari pelatihan citra latih dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Tabel Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan LVQ
Pada Tabel 2 dapat dilihat pelatihan jaringan dengan nilai kinerja terbaik untuk pembuatan jaringan dengan basis data vektor ciri 15 jenis tanaman obat adalah net4 dengan MSE 0,0089 dan durasi pelatihan 393 detik atau 6 menit 33 detik. Pada pelatihan menggunakan net4 iterasi dilakukan sebanyak 500 perulangan dan neuron tersembunyi yang digunakan sebanyak 200 neuron. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 mengenai perbandingan jumlah iterasi dan neuron tersembunyi terhadap durasi pelatihan dan Gambar 4 mengenai perbandingan jumlah iterasi dan neuron tersembunyi terhadap kinerja jaringan atau MSE[18]..
Gambar 4. Grafik Perbandingan Jumlah Iterasi dan Neuron Tersembunyi Terhadap MSE Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa perbandingan jumlah iterasi dan neuron tersembunyi terhadap performa jaringan atau MSE tidak memiliki pola yang tetap. Hal tersebut terjadi karena Jaringan Syaraf Tiruan tidak memiliki teori yang pasti untuk menghitung dan mencari jumlah iterasi dan neuron tersembunyi sehingga perlu dilakukan percobaan secara acak dalam memasukan parameter iterasi dan neuron tersembunyi. Pengenalan Citra Latih Pengenalan citra latih adalah pengenalan yang dilakukan terhadap citra yang sebelumnya sudah ada di dalam basis data. Sebelum melakukan pengujian terhadap citra uji maka perlu dilakukan verifikasi hasil jaringan dengan citra latih itu sendiri. Verifikasi perlu dilakukan karena pada saat melakukan pelatihan jaringan net4, proses pelatihan berhenti karena telah mencapai batas iterasi bukan karena pelatihan telah selesai.
Gambar 3. Grafik Perbandingan Jumlah Iterasi dan Neuron Tersembunyi Terhadap Durasi Pelatihan Berdasarkan Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa semakin besar jumlah iterasi dan neuron tersembunyi yang digunakan maka durasi pelatihan juga akan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan semakin lama karena iterasi yang besar dan neuron tersembunyi yang banyak akan membuat perhitungan juga semakin rumit sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
Pada pengujian citra latih daun tanaman obat yang dapat dikenali kembali secara sempurna hanya 11 dari total 15 tanaman obat yang terdiri dari 4 citra latih setiap tanamannya. Sebanyak 4 tanaman obat hanya dikenali sebesar 75% atau 3 dari 4 masing-masing citra latihnya. Kesalahan dalam mengklasifikasikan kelas vektor ciri disebabkan oleh peoses pelatihan yang belum selesai namun terhenti karena sudah dibatasi oleh jumlah iterasi. Dari hasil pengujian pengenalan citra latih, dapat dilihat bahwa jaringan net4 dapat mengenali dengan baik setiap citra latih yaitu sebanyak 15 dari 15 jenis tanaman obat dapat dikenali. Sehingga jaringan net4 cocok digunakan untuk melakukan pengujian terhadap citra uji.
ISBN 978-979-097-420-3
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.125 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
Pengenalan Citra Uji
Referensi
Pengenalan citra uji daun tanaman obat dilakukan untuk mencari persentase keberhasilan pengenalan dari 15 jenis daun tanaman obat. Tiap jenis daun diambil 4 citra sebagai citra uji yang tidak melalui tahap pelatihan. Berikut adalah persentasei hasil pengujian pada citra uji dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase pengenalan vektor ciri citra uji. Nomor
Nama Daun
Pengenalan
1
Beluntas
75%
2
Mangkokan
75%
3
Dandang Gelis
50%
4
Dolar
100%
5
Katuk
75%
6
Pecut Kuda
25%
7
Soka
75%
8
Keji Beling
100%
9
Nusa Indah
100%
10
Sambang Darah
100%
11
Jeruk Purut
100%
12 13
Sirih Hijau Lobelia
75% 75%
14
Salam
100%
15
Sirih Merah
75%
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pengenalan terburuk pada citra uji yaitu pada tanaman Pecut Kuda dengan tidak terbacanya 3 dari 4 citra uji. Disusul oleh tanaman Dandang Gelis yang hanya dapat mengenali 2 dari 4
4. Kesimpulan Untuk identifikasi tekstur daun tanaman obat salah satu metode yang dapat digunakan adalah ekstraksi ciri menggunakan Tapis Gabor 2-D dan klasifikasi menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization (LVQ). Pengujian citra uji menggunakan citra uji sebanyak 60 citra dari 15 macam tanaman obat dengan masing-masing 4 citra uji dengan hasil pengujian adalah dikenalinya 49 dari 60 citra uji dan tidak dikenalinya 11 dari 60 citra uji dengan persentase pengenalan sebesar 81,6%. Sedangkan pengujian citra luar menggunakan 10 buah citra yang tidak terdapat pada basis data menghasilkan persentase pengenalan bahwa citra tersebut tidak dikenali sebesar 80%.
[1] Thomas, A.N.S., Tanaman Obat Tradisional 1, Kanisius, Yogyakarta, 1989
[2] Isnanto, R.R., 2009. “Identifikasi Iris Mata Menggunakan Tapis Gabor Wavelet Dan Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization ( LVQ )" , Artikel Ilmiah Terpublikasi, Jurusan Sistem Komputer, Universitas Diponegoro, Semarang. [3] Niswati, Z., Pengenalan Pola Tekstur Brodatz dengan Metode Jarak Euclidean, Skripsi S-1, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Indraprasta PGRI, 2012. [4] Setiaji, A., Identifikasi Jenis Tumbuhan Berdasarkan Tulang Daun Menggunakan Alihragan Wavelet, Skripsi S-1, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, Semarang, 2015. [5] Darma, P., Pengolahan Citra Digital, Andi, Yogyakarta, 2010. [6] Kadir, A., dan Susanto, A., Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra Digital, Andi, Yogyakarta, 2013. [7] Marques. O., Practical Image and Video Processing using Matlab, John Wiley and Sons, Inc., Kanada, 2011. [8] Khisan, I., Ekstraksi Ciri Citra Telapak Tangan Dengan Alihragam Gelombang Singkat Haar Menggunakan Pengenalan Jarak Euclidean, Skripsi S-1, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, Semarang, 2014 [9] Mauliyani, D., Pengenalan Ciri Garis Utama Telapak Tangan Menggunakan Alihragam Gelombang Singkat Daubechies dengan Jarak Euclidean, Skripsi S-1, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, Semarang, 2015. [10] Kurniawan, Dwi E., Adi, Kusworo, dan Rohim, Adian F., 2012, “Sistem Identifikasi Biometrika Wajah Menggunakan Metode Gabor KPCA dan Mahalanobis Distance”. Jurnal Sistem Informasi Bisnis, Nomor 01, halaman 6-10. [11] Setiawan, R.A., Identifikasi Diri Berdasarkan Biometrika Telapak Tangan Menggunakan Metode Tapis Gabor 2-D dan Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization (LVQ), Skripsi S-1, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, Semarang, 2013 [12] [12] Kurniawan, Andre L., Perancangan Sistem Pegenalan Wajah Menggunakan Metode Ekstraksi Ciri Susunan Tapis Wavelet Gabor 2D dengan Jarak Euclidean, Skripsi S-1, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, Semarang, 2014. [13] Saraswati, N.W., Transformasi Wavelet dan Thresholding pada Citra menggunakan MATLAB, Skripsi S-1, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Udayana, Bali, 2012. [14] Eskanesiari, Sistem Identifikasi Jenis Tanaman Obat-Obatan Berdasar Pola Daun Menggunakan Tujuh Invarian Momen Hu dan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik, Skripsi S1, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, Semarang, 2014. [15] Budisanjaya, I.P.G. dan Kumara, I.N.S., “Perangkat Lunak Pengolahan Citra Untuk Segmentasi dan Cropping Daun Sawi Hijau”, Prosiding Conference on Smart-Green Technology in Electrical and Information Systems, Bali, 2013. [16] Puspitaningrum, D., Pengantar Jaringan Syaraf Tiruan, Andi, Yogyakarta, 2006. [17] Kusumadewi, S., Membangun Jaringan Syaraf Tiruan (Menggunakan MATLAB & Excel Link), Graha Ilmu, Yogyakarta, 2004. [18] Arifah A. L., Sistem Prediksi Kista Ovarium Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Learning Vector Quantization (LVQ), Skripsi S-1, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Diponegoro, Semarang, 2016.
ISBN 978-979-097-420-3