Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
Identifikasi Kerusakan Sel Melalui Pengamatan Perubahan Distribusi Impedansi Elektris R Edy Purwanto1, Agus Sujatmiko2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno Hatta 9, Malang 1
[email protected],
ABSTRAK Electrical Impedance Tomography (EIT) merupakan teknik non invasive untuk pencitraan irisan melintang suatu bahan melalui pengukuran distribusi impedansi, dimana pengukuran elektris dilakukan pada permukaan disekeliling volume konduktor. Hasil pengukuran distribusi impedansi elektris direkonstruksi berdasarkan perbedaan nilai impedansi dari setiap organ-jaringan biologi, sehingga dapat dilihat karakteristik distribusi impedansi dan dapat untuk melakukan monitor kejadian fisiologisnya. Dalam penelitian ini digunakan suatu rangkaian elektronik sistem electrical impedance dengan sumber arus 5mA, 12V, 50kHz, teknik rekonstruksi pencitraan adalah iterative algorithm, 16 elektrode dengan metode neighboring. Perubahan warna hasil pencitraan komputer menunjukkan bahwa dengan berjalannya waktu, maka terjadi penurunan sifat konduktansi material yang dari yang semula bersifat konduktor (ditunjukkan dengan hasil pencitraan berwarna merah) bergeser kearah kuning, putih, biru muda, menuju ke sifat isolator (ditunjukkan dengan hasil pencitraan berwarna biru), hal ini seiring dengan makin meningkatnya tingkat kerusakan sel. Keywords: Electrical Impedance, Kerusakan sel, Degradasi warna, Pencitraan komputer. Arus sinus yang diinjeksikan pada permukaan obyek dengan melalui elektrode akan menghasilkan perubahan voltase dari elektrode ukur pada permukaan obyek. Distribusi impedansi obyek tertutup tersebut diformulasikan dengan persamaan Laplace: .( ) = 0. Pencitraan secara in vivo diproduksi secara linier, dengan teknik pendekatan untuk mengatasi perubahan resistivitas yang kecil dari nilai awal (Holder, 2005; Kevine, 2002).
1. Pendahuluan Electrical Impedance Tomography (EIT) is a non- invasive technique for cross sectional imaging of material through the impedance distribution measurement, where an electric measurement conducted at a surface around conductor volume. The measurement result of distribution on an electric impedance is reconstructed by the difference of impedance assess from each organbiological tissue so that the distribution characteristic of impedance can be seen and conducted a monitoring on its physiological occurrence (Krestel, 1990; Rigaud, 1993; Webb, 1992). Organ biologi dapat diumpamakan sebagai suatu volume konduktor yang terdiri dari kelompok susunan jaringan biologi yang mempunyai sifat elektris yang berbeda-beda. Variasi impedansi berada dalam rentang antara 0,65 m untuk cairan cerebrospinal sampai dengan 150 m untuk tulang. Sifat konduksi pada jaringan biologi merupakan gerakan ionic, sifatnya tidak sama dengan konduktor metal yang merupakan perpindahan muatan elektris (Meeson, 1997; Plonsey, 1984; Webster, 1990 ). Besarnya arus konduksi didalam medan listrik diidentikkan dengan suatu pergerakan ion didalam medium biologi, dimana arus listrik mempunyai korelasi terhadap kandungan ion dan pergerakan ion pada suatu jaringan biologi (Duck, 1990). Hubungan antara konduktivitas jaringan (σ) dan medan listrik dinyatakan sebagai Ic=V σ.
2. Dasar Teori Model sirkuit elektrik untuk organ/jaringan, dimana impedansi elektrik dari suatu jaringan dalam bentuk resistivitas dan permitivitas. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada impedansi jaringan, antara lain: frekuensi, waktu, temperatur, dan arah penempatan (Pethig, 1997; Petterson, 1999). Model Sirkuit Elektrik Impedansi, model circuit elektrik merupakan jaringan terdiri dari sel dan fluida, dimana setiap sel dikelilingi oleh membran yang terbungkus fluida intraselular. Membran adalah layer yang sangat tipis (6 nm) dengan resistivitas layer yang lebih tinggi yang dapat dibuat model elektrik sebagai capasitansi (Cm) yang paralel dengan resistansi (Rm), (Webster, 1990).
A- 2
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
Kapasitansi tidak tergantung pada frekuensi dan secara tidak langsung menggambarkan volume membran sel. Kapasitor terdiri dari dua atau lebih plat konduktor yang terpisah satu sama lain oleh suatu isolator, material yang bukan merupakan konduktor elektris. Kapasitor akan menyimpan muatan elektron untuk jangka waktu tertentu tergantung pada resistansi elektriknya. Di dalam tubuh yang sehat, membran sel terdiri dari suatu lapisan material lipid yang tidak bersifat konduktor yang berada diantara dua lapisan molekul protein yang bersifat konduktor. Struktur membran sel membuat elemen reaktif kapasitip yang mempunyai sifat sebagai kapasitor manakala dilalui suatu arus listrik bolak-balik. Secara biologis, membran sel berfungsi sebagai penghalang permeabel yang selektif yang memisahkan fluida intracellular dan extracellular. Melindungi bagian dalam sel yang merupakan lintasan material yang bersifat permeabel. Membran sel menjaga tekanan osmosis dan penurunan konsentrasi ion antara intracellular dan extracellular. Gradien ini menciptakan suatu bedapotensial elektrik dalam dan luar membran yang sangat penting untuk resistansi hidup dari sel. Kerusakan pada membran sel, dan fungsinya menyebabkan kematian sel langsung kerusakan pada inti selnya. Secara teoritis, reaktan merupakan ukuran volume kapasitansi membran sel dan secara tidak langsung merupakan ukuran volume intrasellular atau massa sel. Sedangkan, pada tubuh yang gemuk, jumlah air dalam tubuh dan extracellular memberikan resistansi arus listrik, hanya membran sel yang memberikan reaktansi kapasitip. Karena jaringan lemak sel tidak dikeliling membran sel, reaktan tidak terpengaruh oleh kegemukan (Lazano, 1995; Epsten, 1983; Kanai, 1997; Pethig, 1997).
Cm Rm
Re
R1
Rm Cm
Gambar 1. Model sirkuit elektrik dari sel Webster JG, 1990, Electrical Impedance Tomography, The Adam Hilgers Series on Biomedical Enggineering IOP Publishing Ltd, New York.
Fluida intra selular dapat dimodelkan sebagai resistansi (Ri). Fluida ekstra selular dapat juga dimodelkan sebagai resistansi (Re). Di dalam tubuh yang terdiri dari jaringan, yang sebagian besar mengandung air dan elektrolit, memberikan resistansi elektrik yang rendah. Lemak dan tulang merupakan konduktor yang jelek dan memberikan resistansi elektrik yang tinggi karena jumlah fluida dan mengandung elektrolit yang rendah. Reaktansi juga dikenal sebagai reaktansi kapasitip ketika menembus jaringan biologis, terbalik terhadap arus elektrisnya yang disebabkan oleh kapasitansi. Persamaan diatas menampilkan reaktan sebagai kebalikan dari kapasitansi dan frekuensi, oleh karena itu reaktan berkurang ketika frekuensi meningkat. Pada saat frekuensi rendah, reaktan hampir tanpa batas. Kapasitor terdiri dari dua plat yang terpisah oleh air wafer sebagai isolator plat, reaktan akan rendah jika platnya lebih luas permukaannya.
3. Pembahasan Perubahan warna hasil pengukuran dari rancangan alat ini berupa distribusi impedansi elektris yang direkonstruksi menjadi pencitraan komputer. Distribusi impedansi dari suatu organjaringan biologi dicitrakan dalam bentuk perubahan degradasi warna, hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya perbedaan impedansi dari setiap organjaringan biologi. Berdasarkan hal tersebut dimungkinkan untuk melihat karakteristik organjaringan biologi berdasarkan perubahan degradasi warna hasil pencitraan.
Gambar 2. Membran sel dan eqivalen capasitor Sumber : Principles of Bioelectrical Impedance Analysis Rudolph J. Liedtke (1-Apr-1997)
Sebagai tambahan, jika plat dipisahkan lebih jauh oleh air wafer maka reaktan akan meningkat. Dalam konduktor biologis sebagai contoh: semakin kecil volume membran semi-permeabel atau semakin kecil kuantitas membran, reaktannya akan semakin besar. Hal ini kebalikan dengan apa yang diharapkan. Biasanya, nilai reaktan tinggi dari suatu pengukuran impedansi bioelektrik yang mengindikasikan integritas membran sel dan kesehatan sel yang lebih baik. A-3
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
hal ini akan mempengaruhi kondisi intra selular maupun ekstra selular. Perubahan kondisi sel tersebut akan berdampak pada perubahan distribusi impedansi dari sel tersebut.
Colour changing
Bio Aspect
Frequency
Current
Capacitance
Membrane resistance
Intracellular resistance
Extracellular resistance
Cell adaptation
Subcellular alterations
Cell injury
Revercsible cell injury
Necrosis
Apoptosis
Normal cell (homeostasis)
Eng. Aspect
b. Kelistrikan organ-jaringan Daya tahan hidup sel tergantung pada kemamapuan mempertahankan komposisi komponen didalam sel yang berupa ion (K, Na, Ca dan Mg, Cl) dan enzim yang mengendalikan seluruh proses kimia dalam sel yang berbeda dengan diluar sel. Didalam sel banyak terdapat ion K, sedang diluar banyak ion Na. Enzim merupakan protein dan jumlahnya sangat banyak didalam sel, serta umumnya bermuatan negatip, sehingga merupakan komponen anion (A-) didalam sel. Perbedaan komposisi ion di dalam dan luar sel dipertahankan oleh membrane sel (Adi, 2002; Nurhadi, 2005). Perbedaan ion-ion menimbulkan selisih potensial antara intra dan antar sel sebesar -70mV (potensial keseimbangan ion K), +58mV (potensial kesimbangan ion Na). Tanda minus menunjukkan didalam sel lebih negatip, pada kondisi sel dalam keadaan istirahat (resting membrane potential). Polarisasi terjadi karena adanya perbedaan potensial. Perubahan selisih potensial antara intra dan antar sel akan berdampak pada perubahan kemampuan kelistrikan organ-jaringan dari sel tersebut. Kerusakan sel akan mengganggu polaritas sel, yang akhirnya akan berimbas pada perubahan distribusi impedansi dari sel tersebut.
Impedance distributions
Gambar 3. Alur tinjauan dari bio aspect dan engineering aspect terkait degradasi warna hasil pencitraan komputer 3.1 Bio Aspect Analisa kerusakan sel ditinjau untuk satu sel saja, karena dengan semakin banyak jumlah sel yang rusak dari suatu kumpulan sel dapat dikatakan (dapat mewakili) bahwa kelompok sel tersebut rusak, walaupun untuk satu potong daging terdiri dari beribu-ribu sel. a. Impedansi organ-jaringan Distribusi impedansi dari suatu organ-jaringan bisa berubah, dikarenakan adanya perubahan dari sel itu sendiri. Cell injury terjadi ketika suatu stimulus yang menggangu proses perbaikan sel secara alami dalam kondisi homeostasis yang seimbang pada metabolisma sel. Stimulus berlangsung berkelanjutan atau besarnya cukup signifikan, hal ini mengakibatkan kegagalan proses perbaikan sel, sedangkan faktor lain adalah karakteristik serta tingkat kerentanan sel itu sendiri. Kematian sel terjadi apabila proses perbaikan sel yang gagal semakin banyak, yang berakibat pada hilangnya fungsi sel tersebut. Proses kematian sel (necrosis) yang sering terjadi adalah merupakan suatu proses pasif karena adanya tekanan kondisi lingkungan yang buruk yang berakibat gangguan pada mekanisme homeostasis normal. Gangguan secara fisik antara lain: trauma secara mekanis, tekanan atmosfir (barotraumas), dingin/beku, panas, terbakar, sinar UV, radiasi ionisasi, tersetrum listrik. Necrosis adalah perubahan morfologi yang diikuti dengan proses kematian sel dari suatu jaringan hidup. Kematian sel karena necrosis ditandai dengan terjadinya edema sel (swelling) dan perubahan mitokondria yang semula masih reversibel, lalu menjadi ireversibel dan selanjutnya terjadi pemecahan membran sel, sehingga seluruh isi sel berhamburan keluar dari sel. Sel necrosis akan mengalami beberapa perubahan antara lain: pembengkaan sel, pengkerutan sel, ataupun kerusakan membran sel,
3.2 Engineering Aspect Model circuit elektrik merupakan jaringan terdiri dari sel dan fluida, dimana setiap sel dikelilingi oleh membran yang membungkus fluida intraselular. Membran adalah layer yang sangat tipis (6 nm) dengan resistivitas layer yang lebih tinggi yang dapat dibuat model elektrik sebagai capasitansi (Cm) yang paralel dengan resistansi (Rm). Fluida intra selular dapat dimodelkan sebagai resistansi (Ri). Fluida ekstra selular dapat juga dimodelkan sebagai resistansi (Re). Model tersebut dapat disimplifikasi menjadi model empat elemen dan lebih lanjut dapat disimplifikasi mejadi model tiga elemen. Arus dapat berjalan melalui membran sel dan juga melalui resistansi intra selular serta resistansi ekstra selular antar sel. Besarnya nilai reaktansi Xc sangat tergantung dari besarnya nilai frekuensi f dari arus yang mengalir pada rangkaian tersebut, dapat dituliskan dalam persamaan matematika: Xc =1/2πfC. Jika frekuensi merupakan ketetapan yang telah ditentukan nilainya (50 kHz) maka total impendasi Zt pada rangkaian diatas hádala: Zt = Re // (Rs + Rp // Xc). Jika reaktansi Xc sangat besar A- 4
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
atau nilai kapasitansi C sangat kecil atau dengan asumsi komponen C identik dengan rangkaian terbuka (open circuit), digambarkan dalam rangkaian elektronik (a):
menuju ke sifat isolator (ditunjukkan dengan hasil pencitraan berwarna biru), hal ini seiring dengan makin meningkatnya tingkat kerusakan sel. Konduktor
DAGING
1. Cairan 5 menit 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 180 menit 210 menit 240 menit 300 menit
2. Daging
Rs
Rs
Re
Re
Rp
C
Reaktansi (Xc) besar dan Capasitansi (C) kecil (a)
Rp
C
Reaktansi (Xc) kecil dan Capasitansi (C) besar (b)
3. Jantung 8 jam 4. Lemak
18 jam
5. Tulang
28 jam Isolator
Gambar 4. Penggambaran rangkaian elektronik sel
Gambar 5. Perubahan degradasi warna karena material berbeda dan karena peningkatan kerusakan sel
Maka impedansi total menjadi: Zr = Re // (Rs + Rp), sehingga jika nilai kapasitansi C mengecil menyebabkan Zr > Zt, yang menyebabkan impendansi total akan bertambah besar. Sebaliknya, jika nilai Xc sangat kecil atau nilai kapasitansi C sangat besar atau komponen C identik dengan rangkaian hubung singkat (short circuit), digambarkan dalam rangkaian elektronik (b), maka impedansi total menjadi: Zc = Re // Rs. Sehingga jika nilai kapasitansi C membesar menyebabkan Zc < Zt, yang menyebabkan impendansi total akan bertambah kecil. Nilai kapasitansi C merupakan komponen yang berbanding terbalik dengan nilai impendansi total, sedangkan komponen R merupakan komponen yang berbanding lurus terhadap nilai impedansi.
Berdasarkan hasil foto mikroskop dengan pewarnaan HE (Hematoxylin untuk warna biru dan Eosin untuk warna merah) menunjukkan bahwa semakin lama, semakin banyak atau semakin luas jaringan otot yang rusak, ditandai dengan sel otot nekrotik (tampak warnanya memudar) inti sel menghilang, seran otot lintang menghilang, jarak antar sel semakin jauh ditunjukkan area putih diantara sel. Hal ini menunjukkan bahwa dengan berjalannya waktu semakin banyak sel yang mulai mengalami kerusakan, karena sudah terputusnya supply makanan, setelah dilakukan pemotongan. Konsekuensi logis dari semakin lebarnya jarak antar sel impedansinya akan semakin besar. Berdasarkan pengamatan secara optik belum kelihatan adanya perubahan secara fisik, akan tetapi sudah terjadi perubahan sifat materialnya, yang dapat dideteksi lebih awal melalui perubahan impedansinya.
4. Kesimpulan Hasil pencitraan komputer dari rangkaian elektronik sistem electrical impedance dengan sumber arus AC 5mA, 12V, 50kHz, dengan jumlah 16 elektrode, metode neighboring, menunjukkan bahwa: Hasil pencitraan komputer mampu mendeteksi perubahan degradasi warna dari organ-jaringan biologi berdasarkan perubahan tingkat kerusakan sel, dari yang bersifat konduktor bergeser kearah sifat isolator akibat berjalannya waktu, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah kerusakan sel. Perubahan warna hasil pencitraan komputer menunjukkan bahwa dengan berjalannya waktu, maka terjadi penurunan sifat konduktansi material yang dari yang semula bersifat konduktor (ditunjukkan dengan hasil pencitraan berwarna merah) bergeser kearah kuning, putih, biru muda,
5. Pustaka [1].
[2].
[3].
[4]. A-5
Adi G, Mekanisme Penghantaran Dalam Neuron (Neurotransmisi), Integral, Vol. 7 No. 1, 2002, p. 38-43. Bragos R, Wide Band AC Coupled Current source For Electrical impedance Tomography, proceeding of the CAIT, 1993, p. 46-47. Duck FA. Physical Properties of Tissue- A Coprehensive Reference Book, Academic Press, London, 1990, p.167 – 223. Holder DS (ed.), Electrical Impedance Tomography-method, history and
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
[5].
[6].
[7].
[8].
[9].
Applications, Institut of Physics Publishing Bristol and Philadelphia, 2005, p.1-7 Kevine B, Electrical Impedance Tomography, Department of Clinical Neurophysiology, Middlesex Hospital, 2002, p. 1 Krestel E (ed.) Imaging Systems for Medical Diagnostics, Siemens Aktiengesellschaft, Berlin and Munich, 1990, p. 636 Meeson S. An investigation of optimal performance criteria in Electrical Impedance Tomography. PhD Thesis, University of Southampton, 1997, Abstract Nurhadi I, 2005, Fisiologi Komunikasi Antar dan Intra Sel, Departemen Ilmu Faal UI, Jakarta, p.1-10 Plonsey R, 1984, Quantitative Formulations of Electro-physiological Sources of Potensial Field in Volume Conductors. IEEE Trans. Biomed Eng. 31: 868-872.
[10]. Rigaud B, Shi Y, chauveau N, dan Morucci JP, Experimental acquisition system for impedance tomography with active electrode approach, Med Biol Compute, 1993, 31:593599. [11]. Webb S (ed.) The Physics of Medical Imaging, 2nd ed., IOP Publishing Ltd, Bristol, 1992, p. 632-633. [12]. Webster JG (ed.), Electrical Impedance Tomography, The Adam Hilgers Series on Biomedical Engineering IOP Publishing Ltd, New York, 1990, p. l 10 – 107
A- 6
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
A-7