IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR (Studi Kasus Jalan Soekarno – Hatta Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh VIDYA ANNISAH PUTRI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR (STUDI KASUS JALAN SOEKARNO-HATTA BANDAR LAMPUNG)
OLEH VIDYA ANNISAH PUTRI
Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung merupakan jalan nasional dengan fungsi sebagai jalan arteri primer. Jalan ini memiliki lebar 2 x 7,75 m dengan tipe jalan 4/2 D. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perkerasan jalan SoekarnoHatta Bandar Lampung saat ini. Metode yang digunakan untuk penilaian adalah Pavement Condition Index (PCI). Berdasarkan hasil studi, diketahui kondisi perkerasan jalan pada ruas SoekarnoHatta Bandar Lampung adalah sempurna 64,3 %; sangat baik 21,4 % dan baik 14,3 %. Meskipun secara keseluruhan kondisi jalan ini masih masuk ke dalam kategori baik bahkan sempurna, namun pada beberapa lokasi jalan sudah mengalami kerusakan. Saat dilakukan survei terdapat 3 unit sampel pada segmen 10 yang mengalami rusak parah dan sedang dilakukan perbaikan (rekonstruksi), sehingga unit sampel tersebut tidak dimasukkan ke dalam perhitungan PCI secara keseluruhan. Adapun jenis kerusakan yang terdapat pada jalan ini di antaranya retak kulit buaya 12,64 %; retak blok 4,66 %; tonjolan 3,35 %; amblas 2,96 %; retak tepi 4,05 %; penurunan bahu jalan 4,14 %; retak memanjang 8,81 %; tambalan 24,61 %; pengausan 17,18 %; lubang 3,35 %; alur 8,76 %; retak selip 2,58 % dan pelepasan butir 2,92 %. Kata kunci : jenis kerusakan jalan, tingkat kerusakan jalan, PCI
ABSTRACT IDENTIFICATION OF DISTRESS TYPES IN FLEXIBLE PAVEMENT (CASE STUDY OF SOEKARNO-HATTA ROAD BANDAR LAMPUNG)
By VIDYA ANNISAH PUTRI
Soekarno-Hatta Bandar Lampung road is a national road which has function as a primary arterial road. This road having wide 2 x 7,75 m with 4/2 D type of road. This research aims to determine the pavement condition of Soekarno-Hatta road. The method used to assessment is Pavement Condition Index (PCI). Based on the result of the study, it is known that the pavement condition of Soekarno-Hatta Bandar lampung road is excellent 64,3 %; very good 21,4 % and good 14,3 %. Despite the overall condition of the road was still in good even perfect category, but at some location the road has been damaged. When doing a survey there were 3 unit sample of segment 10 that suffered damaged and were having repair (reconstruction), so that unit samples were not included into PCI calculation. Types of damage that found in this road consist of alligator cracking 12,64 %; block cracking 4,66%; bugs 3,35 %; depressions 2,96 %; edge cracking 4,05 %; shoulder drop off 4,14 %; longitudinal cracking 8,81 %; patching 24,61 %; polished aggregate 17,18 %, potholes 3,35 %; rutting 8,76 %; slippage cracking 2,58 % and raveling 2,92 %. Keywords : pavement distress types, severity level, PCI
IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR (STUDI KASUS JALAN SOEKARNO-HATTA BANDAR LAMPUNG)
Oleh VIDYA ANNISAH PUTRI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 5 Maret 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Sulbani dan Ibu Elvinina.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 2 Sukajawa Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada tahun 2009 di SMP Negeri 18 Kota Bengkulu dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Persada Bandar Lampung pada tahun 2012. Penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis.
Penulis telah melakukan Kerja Praktek (KP) pada Proyek Pembangunan Hotel Whiz Prime Lampung selama 3 bulan. Penulis juga telah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Goras Jaya, Kecamatan Bekri, Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari pada periode Januari-Februari 2015. Penulis mengambil tugas akhir dengan judul Identifikasi Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HIMATEKS) sebagai anggota Bidang Penelitian dan Pengembangan pada
periode tahun 2013-2014 dan sebagai sekretaris divisi pengembangan Bidang Penelitian dan Pengembangan pada periode tahun 2014-2015.
Persembahan Untuk Papa dan Mama yang selalu mendoakan dan memberi motivasi.
Untuk nenekku tersayang Yuni Sasniar (Alm).
Untuk kakakku Viola Violina dan adikku Maulana Azis.
Untuk semua guru-guru dan dosen-dosen yang telah mengajarkan banyak hal. Terima kasih untuk ilmu, pengetahuan dan pelajaran hidup yang sudah diberikan.
Untuk teman-teman spesialku, keluarga baruku, rekan seperjuanganku, Teknik Sipil Universitas Lampung Angkatan 2012. Sukses untuk kita semua.
MOTTO Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyirah: 5-6) Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-Ra’d: 11) Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S. Al-Baqarah: 286) There is no limit of struggling. (Anonim) Every action has a reaction, every act has a consequence and every kindness has kind reward. (Anonim) Don’t lose the faith, keep praying, keep trying. (Anonim) Kesuksesan berbanding lurus pada tindakan yang dilakukan. (Anonim)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Identifikasi Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung). Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T.) pada Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Atas terselesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung. 2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung. 3. Bapak Drs. I Wayan Diana, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing 1 skripsi saya yang telah membimbing dalam proses penyusunan skripsi. 4. Bapak Sasana Putra, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing 2 skripsi saya yang telah membimbing dalam proses penyusunan skripsi. 5. Bapak Ir. Hadi Ali, M.T., selaku Dosen Penguji skripsi saya yang telah membimbing selama seminar penelitian. 6. Ibu Dr. Dyah Indriana K, S.T.,M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung atas ilmu dan pembelajaran yang telah diberikan selama masa perkuliahan. 8. Keluarga tercinta, papa Sulbani dan mama Elvinina, nenekku Yuni Sasniar (Alm), kakakku Viola Violina, adikku Maulana Azis, om dan tante serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa. 9. Rekan seperjuanganku, Teknik Sipil Universitas Lampung Angkatan 2012, Susi, Laras, Danu, Mutiara, Ratna, Bagus, Eddy, Sherli, Florince, Restu, Pras, Andriansyah, Risqon, Lexono, Santo, Tasia, Aini, Rahmat, Lidya, Della, Rahmi, Mutya, Hasna, Ana, Arra, Vera, Meri, Oktario, Wahyuddin, Tiffany, Febrian, Martha, Dea, Ikko, Icha, Fita, Windy, Rizca, Milen, Meutia, Respa, Selvia, Lutfi, Robby, Giwa, Kevin, Arya, Amor, Feby, Tyka, Zaina, Hermawan, Faizin, Yota, Hedi, Rio, Anca, Yogi, Firdaus, George, Philipus, Naufal, Adit, Taha, Arga, Yance, Ical, Ari, Sholeh, Yudi, Datra, Edwin, Fadli, Fajar, Indrawan, Rinaldi, Afif, Fazri, Aryodi, Wiwid, Tristia, Yuda, seluruh kakak-kakak dan adik-adik yang telah mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bandar Lampung, Mei 2016 Penulis
Vidya Annisah Putri
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iii DAFTAR GRAFIK ............................................................................................ vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... x I.
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. B. C. D. E.
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 A. B. C. D. E. F.
III.
Perkerasan Jalan ................................................................................... 5 Lapis Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)...................................... 6 Struktur Perkerasan Jalan Soekarno-Hatta ......................................... 11 Kerusakan Perkerasan Jalan ............................................................... 12 Pavement Condition Index (PCI)........................................................ 22 Penelitian Terdahulu........................................................................... 38
METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 40 A. B. C. D. E.
IV.
Latar Belakang...................................................................................... 1 Rumusan Masalah ................................................................................ 3 Batasan Masalah ................................................................................... 3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 4 Manfaat Penelitian................................................................................ 4
Lokasi Penelitian ................................................................................ 40 Data Yang Digunakan ........................................................................ 41 Peralatan Penelitian ............................................................................ 42 Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 42 Bagan Alir Penelitian ......................................................................... 44
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 45 A. Lokasi Penelitian................................................................................... 45 B. Penilaian Indeks Kondisi Jalan ............................................................. 48 C. Kondisi Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung................................ 133
ii V.
PENUTUP .............................................................................................. 136 A. Kesimpulan ......................................................................................... 136 B. Saran ................................................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA Lampiran A (Kartu Asistensi) Lampiran B (Data Hasil Survei) Lampiran C (Dokumentasi) Lampiran D (Surat-Surat)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Susunan Lapis Perkerasan Lentur ............................................................... 11 2. Profil Melintang Jalan Soekarno-Hatta....................................................... 12 3. Retak Kulit Buaya ....................................................................................... 14 4. Kegemukan ................................................................................................. 14 5. Retak Blok................................................................................................... 15 6. Tonjolan dan Lengkungan........................................................................... 15 7. Keriting ....................................................................................................... 15 8. Amblas ........................................................................................................ 16 9. Retak Tepi ................................................................................................... 16 10. Retak Refleksi Sambungan ........................................................................ 17 11. Penurunan Bahu Jalan ................................................................................ 17 12. Retak Memanjang/Melintang..................................................................... 18 13. Tambalan.................................................................................................... 18 14. Pengausan.................................................................................................. .18 15. Lubang…………………………….………………………………………19 16. Persilangan Jalan Rel ................................................................................. 19 17. Alur ............................................................................................................ 20 18. Sungkur ...................................................................................................... 20
iv 19. Retak Selip ................................................................................................. 21 20. Pengembangan ........................................................................................... 21 21. Pelapukan dan Pelepasan Butir .................................................................. 22 22. Ratting Kondisi Jalan Berdasarkan Metode PCI........................................ 38 23. Lokasi Penelitian........................................................................................ 40 24. Titik Awal dan Titik Akhir Penelitian ....................................................... 41 25. Bagan Alir Penelitian ................................................................................. 44 26. Lokasi Penelitian........................................................................................ 46 27. Potongan Melintang Segmen 1-12 ............................................................. 47 28. Potongan Melintang Segmen 13-14 ........................................................... 47 29. Jenis Kerusakan pada STA 00+450 s/d 00+500 ........................................ 48 30. Nilai Kondisi Jalan pada STA 00+450 s/d 00+500.................................... 52 31. Jenis Kerusakan pada STA 02+100 s/d 02+150 ........................................ 56 32. Tonjolan pada STA 03+850 s/d 03+900 .................................................... 65 33. Lubang pada STA 05+300 s/d 05+350 ...................................................... 70 34. Jenis Kerusakan pada STA 06+800 S/D 06+850....................................... 75 35. Jenis Kerusakan pada STA 08+000 s/d 08+050 ........................................ 82 36. Jenis Kerusakan pada STA 08+850 s/d 08+900 ........................................ 89 37. Jenis Kerusakan pada STA 11+450 s/d 11+500 ........................................ 94 38. Retak Kulit Buaya pada STA 13+650 s/d 13+700................................... 103 39. Pengausan pada STA 15+200 s/d 15+250 ............................................... 107 40. Jenis Kerusakan pada STA 16+100 s/d 16+150 ...................................... 113 41. Jenis Kerusakan pada STA 16+350 s/d 16+400 ...................................... 119 42. Pelepasan Butir Agregat pada STA 16+500 s/d 16+550 ......................... 124
v 43. Jenis Kerusakan pada STA 17+800 s/d 17+900 ...................................... 128 44. Persentase Kondisi Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung ................... 133 45. Persentase Masing-Masing Jenis Kerusakan ........................................... 134
DAFTAR GRAFIK
Grafik
Halaman
1. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Retak Kulit Buaya ...................................................................................... 29 2. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Kegemukan ................................................................................................ 30 3. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Retak Blok .................................................................................................. 30 4. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Tonjolan dan Lengkungan .......................................................................... 30 5. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Keriting ...................................................................................................... 31 6. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Amblas ....................................................................................................... 31 7. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Retak Tepi .................................................................................................. 31 8. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Retak Refleksi Sambungan Jalan ............................................................... 32 9. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Penurunan Bahu Jalan ................................................................................ 32
vii
10. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Retak Memanjang/Melintang .................................................................... 32 11. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Tambalan dan Galian Utilitas .................................................................... 33 12. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Pada Perlintasan Kereta ............................................................................. 33 13. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Pengembangan .......................................................................................... 33 14. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Pengausan .................................................................................................. 34 15. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Lubang ...................................................................................................... 34 16. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Alur ........................................................................................................... 34 17. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Sungkur ..................................................................................................... 35 18. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Retak Selip ................................................................................................ 35 19. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Pelapukan dan Pelepasan Butir .......................................................................................... 35 20. Hubungan CDV dan TDV Untuk Perkerasan Lentur ................................ 37 21. Deduct Value Retak Kulit Buaya pada STA 00+450 S/D 00+500............ 49 22. Deduct Value Tambalan pada STA 00+450 S/D 00+500.......................... 49 23. Nilai CDV pada STA 00+450 s/d 00+500................................................. 51
viii
24. Deduct Value Retak Blok pada STA 02+100 s/d 02+150 .......................... 57 25. Deduct Value Retak Tepi pada STA 02+100 s/d 02+150........................... 58 26. Deduct Value Alur pada STA 02+100 s/d 02+150..................................... 58 27. Nilai CDV pada STA 02+100 s/d 02+150.................................................. 59 28. Deduct Value Tonjolan pada STA 03+850 s/d 03+900.............................. 66 29. Nilai CDV pada STA 03+850 s/d 03+900.................................................. 67 30. Deduct Value Lubang pada STA 05+300 s/d 05+350 ................................ 71 31. Nilai CDV pada STA 05+300 s/d 05+350.................................................. 71 32. Deduct Value Retak Kulit Buaya pada STA 06+800 s/d 06+850 .............. 76 33. Deduct Value Amblas pada STA 06+800 s/d 06+850................................ 77 34. Deduct Value Retak Memanjang pada STA STA 06+800 s/d 06+850 ...... 77 35. Nilai CDV pada STA 06+800 s/d 06+850.................................................. 78 36. Deduct Value Retak Memanjang pada STA 08+000 s/d 08+050............... 83 37. Deduct Value Retak Selip pada STA 08+000 s/d 08+050.......................... 84 38. Nilai CDV pada STA 08+000 s/d 08+050.................................................. 85 39. Deduct Value Amblas pada STA 08+850 s/d 08+900................................ 90 40. Deduct Value Tambalan pada STA 08+850 s/d 08+900 ........................... 90 41. Nilai CDV pada STA 08+850 s/d 08+900.................................................. 91 42. Deduct Value Tambalan pada STA 11+450 s/d 11+500 ............................ 95 43. Deduct Value Lubang pada STA 11+450 s/d 11+500 ................................ 95 44. Nilai CDV pada STA 11+450 s/d 11+500.................................................. 96 45. Deduct Value Retak Kulit Buaya pada STA 13+650 s/d 13+700 ............ 104 46. Nilai CDV pada STA 13+650 s/d 13+700............................................... 104 47. Deduct Value Pengausan pada STA 15+200 s/d 15+250 ......................... 108
ix
48. Nilai CDV pada STA 15+200 s/d 15+250................................................ 109 49. Deduct Value Penurunan Bahu Jalan pada STA 16+100 s/d 16+150 ...... 114 50. Deduct Value Retak Memanjang pada STA 16+100 s/d 16+150............. 115 51. Deduct Value Lubang pada STA 16+100 s/d 16+150 .............................. 115 52. Nilai CDV pada STA 16+100 s/d 16+150................................................ 116 53. Deduct Value Tonjolan pada STA 16+350 s/d 16+400............................ 120 54. Deduct Value Retak Memanjang pada STA 16+350 s/d 16+400............. 120 55. Deduct Value Lubang pada STA 16+350 s/d 16+400 .............................. 121 56. Nilai CDV pada STA 16+350 s/d 16+400................................................ 122 57. Deduct Value Pelepasan Butir Agregat pada STA 16+500 s/d 16+550 ... 125 58. Nilai CDV pada STA 16+500 s/d 16+550................................................ 126 59. Deduct Value Retak Kulit Buaya pada STA 17+800 s/d 17+900 ............ 129 60. Deduct Value Lubang pada STA 17+800 s/d 17+900 .............................. 129 61. Nilai CDV pada STA 17+800 s/d 17+900................................................ 130
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Tingkat Kerusakan Retak Kulit Buaya ....................................................... 23 2. Tingkat Kerusakan Kegemukan.................................................................. 23 3. Tingkat Kerusakan Tonjolan dan Lengkungan ........................................... 23 4. Tingkat Kerusakan Retak Blok ................................................................... 24 5. Tingkat Kerusakan Amblas......................................................................... 24 6. Tingkat Kerusakan Keriting............................................................... …….24 7. Tingkat Kerusakan Retak Tepi ................................................................... 24 8. Tingkat Kerusakan Penurunan Bahu Jalan ........................................ …….25 9. Tingkat Kerusakan Retak Refleksi Sambungan.................................. …….25 10. Tingkat Kerusakan Retak Memanjang/Melintang ............................ …….25 11. Tingkat Kerusakan Tambalan dan Galian Utilitas ............................ …….26 12. Tingkat Kerusakan Lubang............................................................... …….26 13. Tingkat Kerusakan Alur.................................................................... …….26 14. Tingkat Kerusakan Sungkur.............................................................. …….27 15. Tingkat Kerusakan Pengembangan .................................................. …….27 16. Tingkat Kerusakan Persilangan Jalan Rel ........................................ …….27 17. Tingkat Kerusakan Retak Selip ........................................................ …….27 18. Tingkat Kerusakan Pelapukan dan Pelepasan Butir ......................... …….28
xi
19. Panjang Tiap Segmen Perkerasan Lentur .......................................... …….45 20. Nilai TDV pada STA 00+450 s/d 00+500......................................... …….50 21. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 1 Jalur Kiri................................... …….53 22. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 1 Jalur Kanan............................... …….54 23. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 2 Jalur Kiri................................... …….60 24. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 2 Jalur Kanan............................... …….62 25. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 3 Jalur Kiri................................... …….68 26. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 3 Jalur Kanan............................... …….68 27. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 4 Jalur Kiri................................... …….72 28. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 4 Jalur Kanan............................... …….73 29. Nilai TDV pada STA 06+800 s/d 06+850......................................... …….78 30. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 5 Jalur Kiri................................... …….80 31. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 5 Jalur Kanan............................... …….81 32. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 6 Jalur Kiri................................... …….86 33. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 6 Jalur Kanan............................... …….87 34. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 7 Jalur Kiri................................... …….92 35. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 7 Jalur Kanan............................... …….92 36. Nilai TDV pada STA 11+450 s/d 11+500......................................... …….96 37. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 8 Jalur Kiri................................... …….98 38. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 8 Jalur Kanan............................. …….100 39. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 9 Jalur Kiri................................. …….105 40. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 9 Jalur Kanan............................. …….106 41. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 10 Jalur Kiri............................... …….110 42. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 10 Jalur Kanan........................... …….111
xii
43. Nilai TDV pada STA 16+100 s/d 16+150....................................... …….116 44. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 11 ............................................... …….117 45. Nilai TDV pada STA 16+350 s/d 16+400....................................... …….121 46. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 12 ............................................... …….123 47. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 13 ............................................... …….127 48. Nilai TDV pada STA 17+800 s/d 17+900....................................... …….130 49. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 14 ............................................... …….131 50. Rekapitulasi Nilai Indeks Kondisi Jalan Soekarno-Hatta................ …….134
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi
segala
bagian
jalan
termasuk
bangunan
pelengkap
dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas (UU Jalan No.13/1980). Jalan merupakan
prasarana penting dalam transportasi yang dapat
berpengaruh terhadap kemajuan bidang ekonomi, sosial, budaya maupun politik di suatu wilayah.
Untuk kenyamanan dan keamanan bagi pengemudi, jalan harus didukung oleh perkerasan yang baik. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Perkerasan jalan dibagi atas dua kategori yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat sedangkan perkerasan kaku adalah jenis perkerasan jalan yang menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasan tersebut.
Lapisan perkerasan jalan terdiri dari lapis permukaan (surface course), lapis pondasi atas (base course), lapis pondasi bawah (subbase course) dan tanah dasar (subgrade). Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima dan
2
menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut.
Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung merupakan jalan nasional dengan fungsi sebagai jalan arteri primer. Sebelum dilakukan pelebaran, jalan ini memiliki lebar perkerasan 2 x 3,5 m dengan tipe perkerasan aspal laston dan tipe jalan masih 2 lajur 2 arah tanpa median (2/2 UD). Pada tahun 2013 jalan ini telah dilakukan pelebaran yaitu lebar perkerasan menjadi 2 x 7,75 m dengan tipe jalan 4 lajur 2 arah dan dilengkapi median selebar 1 m (4/2 D). Kondisi jalan yang sebelumnya rusak, pada tahun 2013 telah diperbaiki sehingga meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam berkendara.
Namun umur jalan yang sudah direncanakan pada kenyataannya tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Seringkali kondisi jalan sudah mengalami kerusakan sebelum masa layan jalan tersebut habis.
Hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pertumbuhan lalu lintas yang tidak sesuai prediksi, beban lalu lintas yang melampaui batas (overloading), kondisi tanah dasar yang buruk, tidak sesuainya material yang digunakan, faktor lingkungan serta pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Terdapat berbagai jenis kerusakan yang dapat terjadi pada perkerasan lentur, oleh sebab itu dibutuhkan penelitian untuk mengetahui kondisi permukaan jalan dengan melakukan pengamatan secara visual.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis kerusakan, mengetahui persentase kerusakan serta
3
mengetahui nilai indeks kondisi permukaan perkerasan lentur ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung, dimana jalan tersebut baru diperbaiki pada tahun 2013 lalu.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa saja jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada lapis permukaan perkerasan lentur ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung ? 2. Berapakah nilai indeks kondisi perkerasan lentur pada ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung ?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lokasi yang digunakan pada penelitian ini adalah ruas jalan SoekarnoHatta, Bandar Lampung. 2. Perhitungan nilai indeks kondisi jalan dilakukan menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI). 3. Data primer berupa hasil pengamatan secara visual serta hasil pengukuran yang terdiri dari panjang, lebar dan kedalaman dari tiap jenis kerusakan yang terjadi. 4. Identifikasi kerusakan dilakukan pada perkerasan lentur (flexible pavement).
4
5. Kerusakan yang diidentifikasi hanya pada lapisan permukaan (surface course).
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada lapis permukaan perkerasan lentur ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung. 2. Untuk mengetahui nilai indeks kondisi perkerasan lentur pada ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung.
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain : 1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur (flexible pavement). 2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan, pemahaman dan referensi tentang penggunaan metode Pavement Condition Index (PCI) dalam mengidentifikasi kerusakan pada perkerasan lentur (flexible pavement).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai : 1. Batu pecah 2. Batu belah 3. Batu kali 4. Hasil samping peleburan baja Bahan ikat yang dipakai : 1. Aspal 2. Semen 3. Tanah liat
Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada si pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaan perlulah dipertimbangkan seluruh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan jalan seperti : 1. Fungsi jalan
6
2. Kinerja perkerasan (pavement performance) 3. Umur rencana 4. Lalu lintas 5. Sifat tanah dasar 6. Kondisi lingkungan 7. Sifat dan banyak material tersedia di lokasi yang akan digunakan sebagai bahan lapisan perkerasan 8. Bentuk geometrik lapisan perkerasan
Berdasarkan bahan ikat, lapis perkerasan jalan dibagi atas dua kategori yaitu lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) dan lapisan perkerasan kaku (rigid pavement).
B. Lapis Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan, maka konstruksi perkerasan jalan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. Syarat-syarat berlalu lintas Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu lintas harus memenuhi syarat-syarat berikut : a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidaak berlubang. b. Permukaan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja di atasnya.
7
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip. d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari. 2. Syarat-syarat struktural Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, harus memenuhi syarat-syarat berikut : a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar. b. Kedap terhadap air sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahya. c. Permukaan mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat cepat dialirkan. d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.
Untuk dapat memenuhi hal-hal tersebut di atas, perencanaan dan pelaksanaan konstruksi perkerasan lentur jalan harus mencakup : 1. Perencanaan tebal masing-masing lapisan perkerasan Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang akan dipikulnya, keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih, dapatlah ditentukan tebal masing-masing lapisan berdasarkan beberapa metode yang ada.
8
2. Analisa campuran bahan Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang tersedia, direcanakanlah suatu susunan campuran tertentu sehingga terpenuhi spesifikasi dari jenis lapisan yang dipilih. 3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan Perencanaan tebal perkerasan yang baik, susunan campuran yang memenuhi syarat, belumlah dapat menjamin dihasilkannya lapisan perkerasan yang memenuhi apa yang diinginkan jika tidak dilakukan pengawasan pelakasanaan yang cermat mulai dari tahap penyiapan lokasi dan material sampai tahap pencampuran atau penghamparan dan akhirnya pada tahap pemadatan dan pemeliharaan.
Lapisan-lapisan dari perkerasan lentur bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan.
Lapisan-lapisan
tersebut adalah : 1. Lapisan permukaan (surface coarse) Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling atas. Lapisan tersebut berfungsi sebagai berikut : a. Lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan. b. Lapisan kedap air, air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan bawah dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut. c. Lapis aus, lapisan ulang yang langsung menderita gesekan akibat roda kendaraan.
9
d. Lapis-lapis yang menyebabkan beban ke lapisan di bawahnya sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daa dukung yang lebih jelek. 2. Lapisan pondasi atas (base coarse) Lapisan pondasi atas adalah bagian lapis perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah). Karena terletak tepat di bawah permukaan perkerasan, maka lapisan ini menerima pembebanan yang berat dan paling menderita akibat muatan, oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas sangat tinggi dan pelaksanaan konstruksi harus dilakukan dengan cermat. Fungsi lapis pondasi atas adalah : a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya. b. Lapis peresapan untuk pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Bahan untuk lapis pondasi atas cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda.
Sebelum menentukan suatu bahan untuk
digunakan sebagai bahan pondasi hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknis. Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR > 50 %, PI < 4 %) dapat digunakan sebagai bahan lapisan pondasi atas, antara lain batu merah, kerikil dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
10
3. Lapisan pondasi bawah (sub-base coarse) Lapisan pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Fungsi lapis pondasi bawah adalah : a. Menyebarkan beban roda ke tanah dasar. b. Efisieni penggunaan material. Material pondasi bawah lebih murah daripada lapisan di atasnya. c. Lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi. d. Lapisan partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.
Bahannya dari bermacam-macam bahan setempat (CBR > 20 %, PI < 10 %) yang relatif jauh lebih baik dengan tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
Campuran-campuran tanah setempat
dengan kapur atau semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar didapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan. 4. Lapisan tanah dasar (subgrade) Tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan tergantung dari sifatsifat daya dukung tanah dasar. Persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah : a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
11
b. Sifat kembang susut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. c. Daya dukung tanah yang tidak merata, sukar ditentukan secara pasti ragam tanah yang sangat berbeda sifat dan kelembabannya. d. Lendutan atau lendutan balik.
Gambar 1. Susunan lapis perkerasan lentur
C. Struktur Perkerasan Jalan Soekarno-Hatta
Jalan Soekarno-Hatta memiliki lebar perkerasan 2 x 7,75 m yang terdiri dari 4 lajur 2 arah dengan lebar median 1 m (4/2 D). Lebar bahu jalan sebesar 2 m dengan kondisi tanpa perkerasan. Saluran samping jalan memiliki kedalaman 1,4 m dengan lebar saluran bagian atas 1,3 m dan bagian bawah 0,8 m. Jalan Soekarno-Hatta terdiri dari perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). 1. Lapis tanah dasar (subgrade) CBR rencana subgrade adalah 8 %. 2. Lapis pondasi bawah (base class B ) Subbase memiliki ketebalan 20 cm dan material yang dipakai adalah batu pecah kelas B.
12
3. Lapis pondasi atas (base class A) Lapis pondasi atas terbagi menjadi 2 jenis yaitu CTRB (Cemen Treated Recycling Base) dengan lebar 2 x 3,75 m dan CTB (Cemen Treated Base) dengan lebar 2 x 4 m. Masing-masing jenis memiliki ketebalan 30 cm. Lapis pondasi atas merupakan campuran dari batu pecah kelas A dan semen. 4. Lapis permukaan terdiri dari 2 lapisan yaitu : Lapis permukaan jalan ini menggunakan campuran aspal panas dengan laston, dengan ketebalan : Lapisan AC-WC setebal 5 cm Lapisan AC-BC setebal 7 cm 5. Perkerasan rigid Perkerasan rigid terdapat pada daerah jalan yang mempunyai kelandaian dan keramaian tingkat kendaraan yang cukup besar atau di setiap inter section. Perkerasan rigid ini memiliki ketebalan 30 cm.
Gambar 2. Profil melintang jalan Soekarno-Hatta
D. Kerusakan Perkerasan Jalan
Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan dapat disebabkan oleh : 1. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban. 2. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, naiknya air akibat sifat kapilaritas.
13
3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan bahan yang tidak baik. 4. Iklim, Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan. 5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasarnya yang memang jelek. 6. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.
Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan : 1. Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya 2. Tingkat kerusakan (distress severity) 3. Jumlah kerusakan (distress amount)
Khusus untuk keperluan dalam perhitungan nilai kondisi jalan menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI), jenis-jenis kerusakan pada perkerasan lentur diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Retak kulit buaya (alligator cracking) Retak kulit buaya adalah serangkaian retak memanjang paralel yang membentuk banyak sisi menyerupai kulit buaya.
14
Gambar 3. Retak kulit buaya
2. Kegemukan (bleeding) Kegemukan adalah hasil dari aspal pengikat yang berlebihan, yang bermigrasi ke atas permukaan perkerasan. Kelebihan kadar aspal atau terlalu rendahnya kadar udara dalam campuran, dapat mengakibatkan kegemukan.
Gambar 4. Kegemukan
3. Retak blok (block cracking) Retak blok ini berbentuk blok-blok besar yang saling bersambungan, dengan ukuran sisi blok 0,3 sampai 3 m dan dapat membentuk sudut atau pojok yang tajam.
15
Gambar 5. Retak blok
4. Tonjolan dan lengkungan (bump and sags) Tonjolan adalah gerakan atau perpindahan ke atas, bersifat lokal dan kecil dari permukaan perkerasan aspal.
Gambar 6. Tonjolan dan lengkungan
5. Keriting (corrugation) Keriting atau bergelombang adalah kerusakan akibat terjadinya deformasi plastis yang menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak lurus arah perkerasan.
Gambar 7. Keriting
16
6. Amblas (depressions) Amblas adalah penurunan perkerasan yang terjadi pada area terbatas yang mungkin dapat diikuti dengan retakan.
Gambar 8. Amblas
7. Retak tepi (edge cracking) Retak tepi biasanya terjadi sejajar dengan tepi perkerasan dan berjarak sekitar 0,3-0,5 m dari tepi luar.
Gambar 9. Retak tepi
8. Retak refleksi sambungan (joint reflection cracking) Kerusakan ini umumnya terjadi pada permukaan perkerasan aspal yang telah dihamparkan di atas perkerasan beton.
17
Gambar 10. Retak refleksi sambungan
9. Penurunan bahu jalan (lane/shoulder drop off) Penurunan bahu jalan adalah beda elevasi antara tepi perkerasan dan bahu jalan.
Gambar 11. Penurunan bahu jalan
10. Retak memanjang/melintang (longitudinal/transverse cracking) Retak berbentuk memanjang pada perkerasan jalan, dapat terjadi dalam bentuk tunggal atau berderet yang sejajar dan kadang-kadang sedikit bercabang.
Retak
melintang
merupakan
retak
bersambungan satu sama lain) yang melintang perkerasan.
tunggal
(tidak
18
Gambar 12. Retak memanjang/melintang
11. Tambalan dan galian utilitas (patching and utility cut patching) Tambalan adalah penutupan bagian perkerasan yang mengalami perbaikan.
Gambar 13. Tambalan
12. Pengausan (polished aggregate) Pengausan adalah licinnya bagian perkerasan, akibat ausnya agregat di permukaan.
Gambar 14. Pengausan
19
13. Lubang (potholes) Lubang adalah lekukan permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan aus dan material lapis pondasi.
Kerusakan berbentuk lubang kecil
biasanya berdiameter kurang dari 0,9 m dan berbentuk mangkuk yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan permukaan lainnya. Lubang biasanya terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan yang telah ada.
Gambar 15. Lubang
14. Persilangan jalan rel (railroad crossing) Kerusakan pada persilangan jalan rel dapat berupa amblas atau tonjolan di sekitar dan atau antara lintasan rel.
Gambar 16. Persilangan jalan rel
20
15. Alur (rutting) Alur adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya perkerasan ke arah memanjang pada lintasan roda kendaraan.
Gambar 17. Alur
16. Sungkur (shoving) Sungkur adalah perpindahan permanen secara lokal dan memanjang dari permukaan perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu lintas.
Gambar 18. Sungkur
17. Retak selip (slippage cracking) Retak selip atau retak yang berbentuk bulan sabit yang diakibatkan oleh gaya-gaya horizontal yang berasal dari kendaraan.
21
Gambar 19. Retak selip
18. Pengembangan (swell) Pengembangan adalah gerakan lokal ke atas dari perkerasan akibat pengembangan (pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian struktur perkerasan.
Gambar 20. Pengembangan
19. Pelapukan dan pelepasan butir (weathering and raveling) Pelapukan dan pelepasan butir adalah disintegrasi permukaan perkerasan aspal melalui pelepasan partikel agregat yang berkelanjutan, berawal dari permukaan perkerasan menuju ke bawah atau dari tepi ke dalam.
22
Gambar 21. Pelapukan dan pelepasan butir
E. Pavement Condition Index (PCI)
Penilaian kondisi kerusakan perkerasan ini dikembangkan oleh U.S. Army Corp of Engineer (Shahin, 1994) dinyatakan dalam Indeks Kondisi Perkerasan (Pavement Condition Index, PCI).
Penggunaan PCI untuk
perkerasan bandara, jalan dan tempat parkir telah dipakai secara luas di Amerika. Metode survei dari PCI mengacu pada ASTM D6433 (Standard Practice for Roads and Parking Lots Pavement Condition Surveys).
Pavement Condition Index (PCI) adalah sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki rentang 0 sampai 100 dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor) dan gagal (failed). 1. Tingkat kerusakan (Severity level) Severity level adalah tingkat kerusakan pada tiap-tiap jenis kerusakan. Tingkat kerusakan yang digunakan dalam perhitungan PCI adalah low severity level (L), medium severity level (M) dan high severity level (H).
23
Tabel 1. Tingkat kerusakan retak kulit buaya Tingkat Kerusakan
Keterangan
Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak mengalami gompal*. Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam pola atau M jaringan retakan yang diikuti dengan gompal ringan. Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga pecahanpecahan dapat diketahui dengan mudah, dan terjadi gompal di H pinggir. Beberapa pecahan mengalami rocking akibat beban lalu lintas. *Retak gompal adalah pecahan material di sepanjang sisi retakan. Sumber : Shahin (1994) L
Tabel 2. Tingkat kerusakan kegemukan Tingkat Kerusakan
Keterangan
Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan Nampak hanya beberapa hari dalam setahun. Aspal tidak melekat pada sepatu atau roda kendaraan. Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat pada sepatu atau M roda kendaraan, paling tidak beberapa minggu dalam setahun. Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal melekat pada H sepatu dan roda kendaraan, paling tidak lebih dari beberapa minggu dalam setahun. Sumber : Shahin (1994) L
Tabel 3. Tingkat kerusakan tonjolan dan lengkungan Tingkat Kerusakan
Keterangan
Tonjolan dan lengkungan mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan. Tonjolan dan lengkungan mengakibatkan agak banyak M mengganggu kenyamanan kendaraan. Tonjolan dan lengkungan mengakibatkan banyak gangguan H kenyamanan kendaraan. Sumber : Shahin (1994) L
24
Tabel 4. Tingkat kerusakan retak blok Tingkat Keterangan Kerusakan Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan rendah. L M Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan sedang. H Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan tinggi. Sumber : Shahin (1994)
Tabel 5. Tingkat kerusakan amblas Tingkat Keterangan Kerusakan Kedalaman maksimum amblas 13-25 mm (1/2 – 1 inci). L M Kedalaman maksimum amblas 25-50 mm (1 – 2 inci). H Kedalaman maksimum amblas > 50 mm ( 2 inci). Sumber : Shahin (1994)
Tabel 6. Tingkat kerusakan keriting Tingkat Kerusakan
Keterangan
Keriting mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan. Keriting mengakibatkan agak banyak mengganggu kenyamanan M kendaraan. Keriting mengakibatkan banyak gangguan kenyamanan H kendaraan. Sumber : Shahin (1994) L
Tabel 7. Tingkat kerusakan retak tepi Tingkat Kerusakan
Keterangan
Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan atau butiran lepas. M Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran lepas. H Banyak pecahan atau butiran lepas di sepanjang tepi perkerasan. Sumber : Shahin (1994) L
25
Tabel 8. Tingkat kerusakan penurunan bahu jalan Tingkat Kerusakan
Keterangan
Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu > 25 mm (1 inci) dan < 50 mm (2 inci) Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu > 50 mm (2 inci) dan M < 100 mm (4 inci) H Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu > 100 mm (4 inci) Sumber : Shahin (1994) L
Tabel 9. Tingkat kerusakan retak refleksi sambungan Tingkat Kerusakan
Keterangan
Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar < 10 mm (3/8 inci) 2. Retak terisi sembarang lebar (pengsi kondisi bagus) Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar ≥ 10 mm (3/8 inci) dan ≤ 75 mm (3 inci) M 2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 75 mm (3 inci) dikelilingi retak acak ringan. 3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan. Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak, kerusakan sedang atau tinggi. H 2. Retak tak terisi > 75 mm (3 inci) 3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di sekitar retakan, pecah (retak berat menjadi pecahan). Sumber : Shahin (1994) L
Tabel 10. Tingkat kerusakan retak memanjang/melintang Tingkat Kerusakan L
M
Keterangan Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar < 10 mm (3/8 inci) 2. Retak terisi sembarang lebar (pengsi kondisi bagus) Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar ≥ 10 mm (3/8 inci) dan ≤ 75 mm (3 inci) 2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 75 mm (3 inci) dikelilingi retak acak ringan. 3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak
26
ringan. Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak, kerusakan sedang atau tinggi. 2. Retak tak terisi > 75 mm (3 inci) 3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di sekitar retakan, pecah. Sumber : Shahin (1994) H
Tabel 11. Tingkat kerusakan tambalan dan galian utilitas Tingkat Kerusakan
Keterangan
Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik. Tambalan sedikit rusak dan atau kenyamanan kendaraan agak M terganggu. Tambalan sangat rusak dan atau kenyamanan kendaraan sangat H terganggu. Sumber : Shahin (1994) L
Tabel 12. Tingkat kerusakan lubang
Kedalaman maksimum 13 mm - ≤25 mm (1/2 – 1 inci) >25 mm - ≤50 mm (1 – 2 inci) >50 mm (2 inci)
Diamater rata-rata (mm) (inci) 100 – 200 mm 200 – 450 mm 450 – 750 mm (4 – 8 inci) (8 – 18 inci) (18 – 30 inci) L
L
M
L
M
H
M
M
H
Sumber : Shahin (1994)
Tabel 13. Tingkat kerusakan alur Tingkat Keterangan Kerusakan Kedalaman alur rata-rata 6-13 mm (1/4-1/2 inci). L M Kedalaman alur rata-rata > 13 mm – 25 mm (1/2-1 inci). H Kedalaman alur rata-rata > 25 mm (1 inci). Sumber : Shahin (1994)
27
Tabel 14. Tingkat kerusakan sungkur Tingkat Kerusakan L M
Keterangan
Sungkur menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan. Sungkur menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan. Sungkur menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan H kendaraan. Sumber : Shahin (1994)
Tabel 15. Tingkat kerusakan pengembangan Tingkat Kerusakan
Keterangan
Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan. Kerusakan ini sulit dilihat, tapi dapat dideteksi L dengan berkendaraan cepat. Gerakan ke atas terjadi bila ada pengembangan. Pengembangan menyebabkan cukup gangguan kenyamanan M kendaraan. Pengembangan menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan H kendaraan. Sumber : Shahin (1994)
Tabel 16. Tingkat kerusakan persilangan jalan rel Tingkat Kerusakan
Keterangan
Persilangan jalan rel menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan. Persilangan jalan rel menyebabkan cukup gangguan kenyamanan M kendaraan. Persilangan jalan rel menyebabkan gangguan besar pada H kenyamanan kendaraan. Sumber : Shahin (1994) L
Tabel 17. Tingkat kerusakan retak selip Tingkat Keterangan Kerusakan Lebar retak rata-rata < 10 mm (3/8 inci). L Satu dari kondisi berikut yang terjadi : M 1. Lebar retak rata-rata > 10 mm (3/8 inci) dan < 40 mm (1 ½ inci).
28
2. Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan-pecahan terikat. Satu dari kondisi berikut yang terjadi : 1. Lebar retak rata-rata > 40 mm (1 ½ inci) H
2. Area di sekitar retakan pecah ke dalam pecahan-pecahan mudah terbongkar.
Sumber : Shahin (1994)
Tabel 18. Tingkat kerusakan pelapukan dan pelepasan butir Tingkat Kerusakan
Keterangan
Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Di beberapa tempat, permukaan mulai berlubang. Jika ada tumpahan oli, genangan oli L dapat terlihat, tapi permukaannya keras, tak dapat ditembus mata uang logam. Agregat atau bahan pengikat telah lepas. Tekstur permukaan agak kasar dan berlubang. Jika ada tumpahan oli permukaannya M* lunak, dan dapat ditembus mata uang logam. Agregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak lubang. Diameter luasan lubang < 10 mm (4 inci) dan kedalaman 13 mm (1/2 inci). Luas H* lubang lebih besar dari ukuran ini, dihitung sebagai kerusakan lubang (pothole). Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, pengikat aspal telah hilang ikatannya sehingga agregat menjadi longgar. *Bila lokal, yaitu akibat tumpahan oli, maka ditambal secara parsial. Sumber : Shahin (1994)
Untuk jenis kerusakan pengausan (polished aggregate), tidak ada definisi derajat kerusakan.
Tetapi derajat kelicinan harus tampak signifikan
sebelum dinilai sebagai kerusakan. 2. Density (kadar kerusakan) Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter persegi atau meter panjang. Nilai density suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat kerusakannya.
29
Rumus mencari nilai density : Density =
100 % atau Density =
100 %
Untuk jenis kerusakan lubang, density dihitung dengan rumus : Density = dengan :
100 %
Ad
: luas total jenis kerusakan unntuk tiap tingkat kerusakan (m2)
As
: luas total unit segmen (m2)
Ld
: panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)
n
: jumlah lubang untuk tiap tingkat kerusakan
3. Deduct value (nilai pengurangan) Deduct value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct value juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap-tiap jenis kerusakan.
Grafik 1. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak kulit buaya
30
Grafik 2. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan kegemukan
Grafik 3. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak blok
Grafik 4. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan tonjolan dan lengkungan
31
Grafik 5. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan keriting
Grafik 6. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan amblas
Grafik 7. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak tepi
32
Grafik 8. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak refleksi sambungan jalan
Grafik 9. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan penurunan bahu jalan
Grafik 10. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak memanjang/melintang
33
Grafik 11. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan tambalan dan galian utilitas
Grafik 12. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pada perlintasan kereta
Grafik 13. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pengembangan
34
Grafik 14. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pengausan
Grafik 15. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan lubang
Grafik 16. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan alur
35
Grafik 17. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan sungkur
Grafik 18. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak selip
Grafik 19. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pelapukan dan pelepasan butir
36
4. Total deduct value (TDV) Total deduct value adalah nilai total dari individual deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian. 5. Nilai alowable maximum deduct value (m) Sebelum ditentukan nilai TDV dan CDV nilai deduct value perlu di cek apakah nilai deduct value individual dapat digunakan dalam perhitungan selanjutnya atau tidak dengan melakukan perhitungan nilai alowable maximum deduct value (m). m= 1+ 9/98 (100 – HDVi) dengan : m
: nilai koreksi untuk deduct value
HDVi : nilai terbesar deduct value dalam satu sampel unit 6. Corrected deduct value (CDV) Corrected deduct value (CDV) diperoleh dari kurva hubungan antara nilai TDV dengan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva sesuai dengan jumlah nilai individual deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2 (dua) yang disebut juga dengan nilai (q). Menurut (Shahin, 1994) sebelum ditentukan nilai CDV harus ditentukan terlebih dahulu nilai CDV maksimum yang telah terkoreksi dapat diperoleh dari hasil pendekatan deduct value dari yang terkecil nilainya dijadikan = 2 sehingga nilai q akan berkurang sampai diperoleh nilai q= 1 setelah itu nilai deduct value di totalkan (TDV) kemudian hubungkan TDV dengan nilai q.
37
Grafik 20. Hubungan CDV dan TDV untuk perkerasan lentur
Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui dengan rumus : PCI(s) = 100 – CDV dengan : PCI(s) : nilai PCI untuk tiap unit CDV : nilai CDV untuk tiap unit Untuk nilai PCI secara keseluruhan : PCI =
∑
( )
dengan : PCI
: nilai PCI perkerasan keseluruhan
PCI(s)
: nilai PCI untuk tiap unit
N
: jumlah unit
Dari nilai PCI untuk masing-masing unit penelitian dapat diketahui kualitas lapis perkerasan unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu
38
sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor) dan gagal (failed).
Gambar 22. Ratting kondisi jalan berdasarkan metode PCI
F. Penelitian Terdahulu
1. Irzami (2010), dengan penelitian tentang penilaian kondisi perkerasan menggunakan metode indeks kondisi perkerasan. Penelitian dilakukan pada ruas jalan simpang kulim-simpang batang.
Survei dilakukan
sepanjang 13,29 km yang dibagi dalam beberapa segmen dengan ukuran 100 x 6 m. Dari hasil analisis diperoleh nilai indeks kondisi perkerasan (PCI) 0-10 (gagal) sebesar 3,76 %; 11-25(sangat buruk) sebesar 4,51 %; 26-40 (buruk) sebesar 5,26 %; 41-55 (sedang) sebesar 7,52 %; 56-70 (baik) sebesar 9,77 %; 71-85 (sangat baik) sebesar 8,27 %; 86-100 (sempurna) sebesar 60,9 %. Nilai PCI rata-rata ruas jalan Simpang kulimSimpang batang sebesar 80,28 % (sangat baik). 2. Amin Khairi (2012), dengan penelitian tentang evaluasi jenis dan tingkat kerusakan menggunakan metode pavement condition index (PCI).
39
Penelitian dilakukan pada ruas jalan Soekarno-Hatta, Dumai 05+00010+000. Dari hasil analisis data, diperoleh nilai PCI pada jalan SoekarnoHatta Dumai sebesar 24,07 (sangat buruk). 3. Agus Suswandi (2008), dengan penelitian tentang evaluasi tingkat kerusakan jalan menggunakan metode pavement condition index (PCI) untuk menunjang pengambilan keputusan. Penelitian dilakukan pada ruas jalan Lingkar Selatan Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kerusakan yang terdapat pada jalan Lingkar Selatan Yogyakarta adalah retak kulit buaya, retak blok, amblas, retak memanjang, tambalan, pengausan, sungkur, retak selip dan pelepasan butir. Nilai PCI rata-rata pada jalur 1 dan 2 adalah 92,26 dan 94,58 dengan ratting excellent.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi ruas jalan Soekarno - Hatta, Bandar Lampung. Ruas jalan ini memiliki panjang ± 24 km. Pengumpulan data penelitian dimulai dari Tugu Raden Intan sampai dengan gapura perbatasan Bandar Lampung-Lampung Selatan.
Gambar 23. Lokasi penelitian Sumber : Google map
41
(a) Tugu raden intan rajabasa
(b) Gapura Lampung Selatan
Gambar 24. Titik awal dan titik akhir penelitian
B. Data Yang Digunakan
1. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara pengamatan dan pengukuran secara langsung di lokasi penelitian. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya : a. Data berupa gambar jenis-jenis kerusakan b. Data dimensi (panjang, lebar, kedalaman) masing-masing jenis kerusakan 2. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui sumber data yang telah ada, dari instansi terkait, buku, laporan, jurnal atau sumber lain yang relevan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya : a. Data panjang dan lebar jalan b. Data struktur perkerasan jalan
42
C. Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Form survei 2. Manual kerusakan berdasarkan metode PCI 3. Alat ukur meteran 4. Penggaris 5. Kamera
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara survei visual dan dibagi menjadi dua tahap yaitu : Tahap 1 : Survei pendahuluan, yaitu untuk mengetahui lokasi dan panjang tiap segmen perkerasan lentur. Tahap 2 : Survei kerusakan, yaitu untuk mengetahui jenis-jenis kerusakan, dimensi kerusakan dan mendokumentasikan segala jenis kerusakan pada masing-masing unit sampel.
Adapun langkah-langkah untuk pelaksanaan survei kerusakan adalah sebagai berikut : a. Membagi tiap segmen menjadi beberapa unit sampel, pada penelitian ini unit sampel dibagi setiap jarak 50-100 meter. b. Mendokumentasikan tiap kerusakan yang ada. c. Menentukan tingkat kerusakan (severity level).
43
d. Mengukur dimensi kerusakan pada tiap unit sampel. e. Mencatat hasil pengukuran ke dalam form survei. 2. Analisis kondisi jalan menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI) a. Menghitung density (kadar kerusakan). b. Menentukan nilai deduct value tiap jenis kerusakan. c. Menghitung alowable maximum deduct value (m). d. Menghitung nilai total deduct value (TDV). e. Menentukan nilai corrected deduct value (CDV). f. Menghitung nilai PCI (Pavement Condition Index).
44
E. Bagan Alir Penelitian Mulai
Identifikasi masalah Studi literatur
Pengumpulan Data
Data Primer :
Data Sekunder :
Gambar kerusakan
Panjang, lebar jalan
Dimensi kerusakan
Struktur perkerasan
Analisis Data Menghitung kadar kerusakan (density) Menentukan deduct value Menghitung nilai m Menghitung nilai TDV Menentukan nilai CDV Menghitung nilai PCI Nilai Kondisi Jalan Kesimpulan Selesai Gambar 25. Bagan alir penelitian
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan secara visual serta perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat 13 jenis kerusakan pada perkerasan lentur ruas jalan SoekarnoHatta Bandar Lampung yaitu retak kulit buaya (12,64 %), retak blok (4,66 %), tonjolan (3,35 %), amblas (2,96 %), retak tepi (4,05 %), penurunan bahu jalan (4,14 %), retak memanjang (8,81 %), tambalan (24,61 %), pengausan (17,18 %), lubang (3,35 %), alur (8,76 %), retak selip (2,58 %) dan pelepasan butir (2,92 %). 2. Nilai kondisi perkerasan lentur ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung pada masing-masing segmen adalah segmen 1 = 78,91 (sangat baik), segmen 2 = 90,45 (sempurna), segmen 3 = 88,10 (sempurna), segmen 4 = 93,04 (sempurna), segmen 5 = 83,04 (sangat baik), segmen 6 = 92,47 (sempurna), segmen 7 = 92,83 (sempurna), segmen 8 = 93,69 (sempurna), segmen 10 = 88,80 (sempurna), segmen 11 = 78,50 (sangat baik), segmen 12 = 66,25 (baik), segmen 13 = 61,00 (baik) dan segmen 14 = 98,43 (sempurna). 3. Meskipun secara keseluruhan kondisi jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung masih masuk ke dalam kategori kondisi baik bahkan sempurna,
137 namun pada beberapa lokasi di jalan ini harus segera dilakukan perbaikan akibat kerusakan yang sangat parah yaitu pada STA 06+600 s/d 06+650, 07+200 s/d 07+250, 07+250 s/d 07+300, 13+400 s/d 13+450, 13+450 s/d 13+500, 13+500 s/d 13+550, 14+200 s/d 14+250, 14+500 s/d 14+550, 15+750 s/d 15+800 untuk jalur kiri dan STA 14+250 s/d 14+300, 15+500 s/d 15+550, 15+850 s/d 15+900, 16+350 s/d 16+400 untuk jalur kanan. B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dengan membandingkan hasil perhitungan nilai kondisi lapis permukaan perkerasan lentur dengan menggunakan metode pavement condition index (PCI) serta dengan metode surface distress index (SDI). 2. Perlu dilakukan penelitian untuk memprediksi umur layan jalan berdasarkan hasil survei kondisi jalan. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penanganan terhadap kerusakan jalan yang terjadi. 4. Pengetahuan dan pemahaman akan jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur sangat berpengaruh terhadap keakuratan data.
DAFTAR PUSTAKA
__________ . 1980. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 Tentang Jalan. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. 23 hlm. ASTM D6433. 2007. Standard Practice for Roads and Parking Lots Pavement Condition Index Surveys. 48 pp. Bolla, Margareth Evelyn. 2010. Perbandingan Metode Bina Marga dan Metode PCI (Pavement Condition Index) Dalam Penilaian Kondisi Perkerasan Jalan (Studi Kasus Ruas Jalan Kaliurang, Kota Malang). Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana. Nusa Tenggara Timur. Irzami. 2010. Penilaian Kondisi Perkerasan dengan Menggunakan Metode Indeks Kondisi Perkerasan Pada Ruas Jalan Simpang Kulim – Simpang Batang. (Tesis). Magister Teknik Sipil, Universitas Islam Riau. Pekanbaru. Kahiri, Amin. 2012. Evaluasi Jenis dan Tingkat Kerusakan dengan Menggunakan Metode Pavement Conditon Index (PCI) Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta, Dumai 05+000-10+000. Fakultas Teknik, Politeknik Negeri Bengkalis. Dumai. Putri, Selvia Eka. 2014. Pengaruh Pelebaran Ruas Jalan Terhadap Peningkatan Kinerja Lalu Lintas (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta/Bypass Bandar Lampung). Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Bandar Lampung. Septiawan, Catur Budi. 2013. Laporan Kerja Praktik Proyek Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan dan Jembatan Nasional Sp. Tanjung Karang-Batas Kota Sukamaju-Kalianda dan Sekitarnya, Paket : Bandar Lampung-Bypass A (Soekarno-Hatta). Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Bandar Lampung. Shahin, M.Y., Walther, J.A. 1994. Pavement Maintenance Management for Roads and Streets Using The PAVER System. US Army Corps of Engineer. New York. 282 pp.
Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova. Bandung. 243 hlm.
Suswandi, Agus., Sartono, W., Christiady, H. 2008. Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) Untuk Menunjang Pengambilan Keputusan (Studi Kasus Jalan Lingkar Selatan, Yogyakarta). Forum Teknik Sipil No. XVIII. Yogyakarta. Universitas Lampung. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Unila Offset. Bandar Lampung.