IDENTIFIKASI DAUN SHOREA MENGGUNAKAN KNN BERDASARKAN KOMPONEN WARNA DENGAN PRAPROSES DISCRETE WAVELET TRANSFORM
SEPTY KURNIAWATI MASYHUD
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Daun Shorea menggunakan KNN berdasarkan Komponen Warna dengan Praproses Discrete Wavelet Transform adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2013 Septy Kurniawati Masyhud NIM G64104070
ABSTRAK SEPTY KURNIAWATI MASYHUD. Identifikasi Daun Shorea dengan KNN berdasarkan Komponen Warna dengan Praproses Discrete Wavelet Transform. Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO. Shorea adalah salah satu dari famili Dipterocarpacea yang menghasilkan kayu bernilai ekonomi tinggi. Shorea sulit diidentifikasi karena memiliki kemiripan dan memiliki banyak jenis. Pada penelitian ini dikembangkan sistem identifikasi daun Shorea menggunakan K-Nearest Neighbour (KNN) berdasarkan komponen warna dengan praproses Discrete Wavelet Transform. Setiap komponen G dan V menghasilkan rata-rata akurasi terbaik sebesar 80% dengan dekomposisi delapan level. Kata kunci: Discrete Wavelet Transform, HSV, K-Nearest Neighbour, RGB, Shorea
ABSTRACT SEPTY KURNIAWATI MASYHUD. Shorea Leaves Identification using KNN based on colour components with Discrete Wavelet Transform Preprocessing. Supervised by AZIZ KUSTIYO. A member of the Dipterocarpaceae family, Shorea, is the most commercially valuable timber. Shorea is difficult to be identified because of their similarity and hundreds of Shorea genus. This research developed a system to identify Shorea leaves using K-Nearest Neighbour (KNN) based on colour components. Discrete Wavelet Transform (DWT) is used as the preprocessing technique. Each component of G and V gave the best average accuracy of 80% by using eight level decomposition of DWT. Keywords: Discrete Wavelet Transform, HSV, K-Nearest Neighbour, RGB, Shorea
IDENTIFIKASI DAUN SHOREA MENGGUNAKAN KNN BERDASARKAN KOMPONEN WARNA DENGAN PRAPROSES DISCRETE WAVELET TRANSFORM
SEPTY KURNIAWATI MASYHUD
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Identifikasi Daun Shorea menggunakan KNN berdasarkan Komponen Warna dengan Praproses Discrete Wavelet Transform Nama : Septy Kurniawati Masyhud NIM : G64104070
Disetujui oleh
Aziz Kustiyo, SSi, MKom Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1 Kedua orang tua dan kakak yang telah memberikan dukungan, perhatian, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 2 Bapak Aziz Kustiyo, SSi, MKom selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan ide. 3 Dosen penguji, Bapak Sony Hartono Wijaya, SKom, MKom dan Bapak Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi, MKom atas saran dan bimbingannya. 4 Pihak Kebun Raya Bogor atas sampel daun Shorea. 5 Pihak Biotrop atas literatur tentang Shorea. 6 Teman-teman satu bimbingan, Erni, Mba Sri, Ayu, Cory, Ilvi, Bang Asep, dan Bangkit, terima kasih atas kerjasamanya. 7 Teman-teman Alih Jenis Ilkom angkatan 5, atas kerjasamanya selama penelitian. 8 Teman-teman kos M24 yang telah memberikan dukungan dan perhatian. 9 Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan di atas. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2013 Septy Kurniawati Masyhud
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Shorea
2
Analisis Tekstur
3
Discrete Wavelet Transform
3
Wavelet Haar
4
Pengolahan Citra Berwarna Model RGB
5
Pengolahan Citra Berwarna Model HSV
5
K-Fold Cross Validation
6
K-Nearest Neighbour
6
METODE
7
Pengumpulan Data Citra
7
Citra Daun
7
Ekstraksi Warna RGB
7
Ekstraksi Warna HSV
9
Ekstraksi Fitur Wavelet Haar
9
Pembagian Data
10
Klasifikasi K-NN
10
Perhitungan Akurasi
10
Lingkungan Pengembangan
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Percobaan 1: Dekomposisi 3 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 12
Percobaan 2: Dekomposisi 4 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 14 Percobaan 3: Dekomposisi 5 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 15 Percobaan 4: Dekomposisi 6 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 17 Percobaan 5: Dekomposisi 7 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 19 Percobaan 6: Dekomposisi 8 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 20 Percobaan 7: Dekomposisi 9 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 22 Perbandingan Akurasi antara Citra Berwarna Model RGB dan HSV
24
Analisis Kesalahan pada Citra Berwarna Model RGB
25
Analisis Kesalahan pada Citra Berwarna Model HSV
28
Penggabungan Komponen Warna
31
Perbandingan dengan Penelitian Terkait
31
SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
57
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bentuk 5-fold cross validation dengan • = data uji, × = data latih Rancangan percobaan Ukuran citra hasil dekomposisi untuk masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 3 level Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 4 level Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 5 level Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 6 level Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 7 level Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 8 level Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 9 level Hasil akurasi citra model RGB dan HSV di setiap dekomposisi level Rata-rata akurasi pada penggabungan komponen warna dekomposisi 8 level Perbandingan hasil akurasi dengan penelitian sebelumnya pada citra model RGB, HSV, dan grayscale
10 11 12 12 14 16 17 19 21 22 25 31 32
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Citra hasil dekomposisi RGB dalam bentuk koordinat kartesian Model warna HSV Metodologi penelitian (a) Contoh citra asli Shorea seminis, (b) komponen warna R, (c) komponen warna G, (d) komponen warna B 6 (a) Contoh citra berwarna model HSV, (b) komponen warna H, (c) komponen warna S, (d) komponen warna V 7 Contoh citra daun Shorea dekomposisi 3 level 8 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 3 level 9 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 3 level 10 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 4 level 11 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 4 level
4 5 6 8 8 9 9 13 13 15 15
12 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 5 level 13 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 5 level 14 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 6 level 15 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 6 level 16 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G dan B dengan dekomposisi 7 level 17 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 7 level 18 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G dan B dengan dekomposisi 8 level 19 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 8 level 20 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 9 level 21 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 9 level 22 Hasil rata-rata akurasi tertinggi dari komponen R, G, dan B pada setiap dekomposisi level 23 Hasil rata-rata akurasi tertinggi dari komponen H, S, dan V pada setiap level dekomposisi 24 (a) marcoptera 5 (b) leprosula 3 25 (a) seminis 5 (b) lepida 1 26 (a) seminis 8 (b) materialis 4 27 Citra materialis yang sering teridentifikasi sebagai javanica (a) materialis 3, (b) materialis 4, (c) materialis 5, (d) materialis 7, (e) materialis 8 (f) materialis 9 28 Citra javanica (a) javanica 4, (b) javanica 5, (c) javanica 7, (d) javanica 8, (e) javanica 9, (f) javanica 10 29 (a) javanica, (b) lepida, (c) platycados 30 (a) johorensis, (b) leprosula, (c) marcoptera, (d) seminis, (d) materialis, (e) palembanica, (f) pinanga 31 Citra materialis (a) materialis 1, (b) materialis 2, (c) materialis 3, (d) materialis 4, (e) materialis 5, (f) materialis 6, (g) materialis 7, (h) materialis 8, (i) materialis 9, (j) materialis 10 32 Citra pinanga (a) pinanga 2, (b) pinanga 3, (c) pinanga 4, (d) pinanga 7, (e) pinanga 9, (f) pinanga 10 33 Citra johorensis yang sering salah diklasifikasikan (a) johorensis 1, (b) johorensis 2, (c) johorensis 5, (d) johorensis 7, (e) johorensis 8, (f) johorensis 9, (g) johorensis 10
16 17 18 18 19 20 21 22 23 23 24 24 25 26 26
27 27 28 28
29 29
30
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Confusion nilai k=7 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=7 Confusion nilai k=3 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=7 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=3 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=3 Confusion nilai k=7 Confusion nilai k=3 Confusion nilai k=7 Confusion nilai k=3 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=3 Confusion nilai k=7 Confusion nilai k=5 Confusion nilai k=5
matrix pada komponen R dekomposisi 3 level dengan 34 matrix pada komponen G dekomposisi 3 level dengan 34 matrix pada komponen B dekomposisi 3 level dengan 35 matrix pada komponen H dekomposisi 3 level dengan 35 matrix pada komponen S dekomposisi 3 level dengan 35 matrix pada komponen V dekomposisi 3 level dengan 36 matrix pada komponen R dekomposisi 4 level dengan 36 matrix pada komponen G dekomposisi 4 level dengan 36 matrix pada komponen B dekomposisi 4 level dengan 37 matrix pada komponen H dekomposisi 4 level dengan 37 matrix pada komponen S dekomposisi 4 level dengan 37 matrix pada komponen V dekomposisi 4 level dengan 38 matrix pada komponen R dekomposisi 5 level dengan 38 matrix pada komponen G dekomposisi 5 level dengan 38 matrix pada komponen B dekomposisi 5 level dengan 39 matrix pada komponen H dekomposisi 5 level dengan 39 matrix pada komponen S dekomposisi 5 level dengan 39 matrix pada komponen V dekomposisi 5 level dengan 40 matrix pada komponen R dekomposisi 6 level dengan 40 matrix pada komponen G dekomposisi 6 level dengan 40 matrix pada komponen B dekomposisi 6 level dengan 41 matrix pada komponen H dekomposisi 6 level dengan 41 matrix pada komponen S dekomposisi 6 level dengan 41
24 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 6 level nilai k=3 25 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 7 level nilai k=5 26 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 7 level nilai k=3 27 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 7 level nilai k=5 28 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 7 level nilai k=3 29 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 7 level nilai k=7 30 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 7 level nilai k=5 31 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 8 level nilai k=3 32 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 8 level nilai k=3 33 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 8 level nilai k=5 34 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 8 level nilai k=3 35 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 8 level nilai k=7 36 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 8 level nilai k=3 37 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 9 level nilai k=3 38 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 9 level nilai k=5 39 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 9 level nilai k=3 40 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 9 level nilai k=5 41 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 9 level nilai k=3 42 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 9 level nilai k=5 43 Confusion matrix pada penggabungan komponen R dekomposisi 8 level dengan nilai k=1 44 Confusion matrix pada penggabungan komponen R dekomposisi 8 level dengan nilai k=5 45 Confusion matrix pada penggabungan komponen G dekomposisi 8 level dengan nilai k=7 46 Confusion matrix pada penggabungan komponen H dekomposisi 8 level dengan nilai k=1 47 Confusion matrix pada penggabungan komponen H dekomposisi 8 level dengan nilai k=7
dengan 42 dengan 42 dengan 42 dengan 43 dengan 43 dengan 43 dengan 44 dengan 44 dengan 44 dengan 45 dengan 45 dengan 45 dengan 46 dengan 46 dengan 46 dengan 47 dengan 47 dengan 47 dengan 48 dan G 48 dan B 48 dan B 49 dan S 49 dan V 49
48 Confusion matrix pada penggabungan komponen S dan V dekomposisi 8 level dengan nilai k=1 49 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 3 level 50 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 4 level 51 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 5 level 52 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 6 level 53 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 7 level 54 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 8 level 55 Akurasi penggabungan komponen warna di setiap fold dengan dekomposisi 8 level
50 50 51 52 53 54 55 56
PENDAHULUAN Latar Belakang Dipterocarpaceae merupakan salah satu famili dari keanekaragaman hayati hutan hujan tropis di Indonesia. Salah satu genus terbesar dalam Dipterocarpaceae adalah Shorea yang dikenal sebagai Meranti. Daerah tropis merupakan tempat penyebaran tumbuhan Shorea dan pusat distribusinya adalah Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. Di Indonesia sebagian besar Shorea terdapat di Kalimantan sebanyak 140 spesies dan Sumatera sebanyak 53 spesies (Noviany et al. 2003). Dipterocarpaceae sulit untuk diidentifikasi terutama di Kalimantan yang memiliki jenis terbanyak. Ketidakmampuan untuk mengenal individu Dipterocarpaceae di hutan memperbesar terjadinya eksploitasi Dipterocarpaceae khususnya jenis Shorea (Newman et al. 1999). Salah satu penyebab terjadinya eksploitasi pada Shorea adalah Shorea sebagai penghasil kayu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Untuk mencegah eksploitasi yang dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pemilihan kayu yang tidak tepat, akan dilakukan identifikasi Shorea melalui sistem yang dapat mengidentifikasi Shorea dengan tepat. Identifikasi tumbuhan biasanya dilakukan menggunakan batang, daun, buah, dan bunga. Jika menggunakan batang, batang pohon akan cepat berubah warna atau kedalaman alurnya sejalan dengan bertambahnya umur pohon. Identifikasi menggunakan buah dan bunga sulit dilakukan karena buah dan bunga tumbuh secara musiman sehingga sulit untuk didapatkan. Untuk memudahkan identifikasi Shorea, maka daun dipilih sebagai obyek identifikasi. Daun dipilih karena mudah digunakan sebagai obyek pengamatan khususnya berupa citra daun dan daun tersedia sepanjang waktu. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini antara lain dilakukan oleh Ramadhan (2012) dan Aminudin (2010). Ramadhan (2012) telah melakukan penelitian menggunakan DWT Haar, histogram warna HSV, dan Backpropagation Neural Network sebagai teknik klasifikasi yang menghasilkan akurasi 90%. Aminudin (2010) menggunakan histogram warna HSV dan RGB dalam ekstraksi pelatihan citra belimbing. Penelitian tersebut menghasilkan akurasi terbaik sebesar 63.44% untuk histogram R dan 78.87% untuk histogram H. Pada penelitian ini akan digunakan data citra daun Shorea dengan ekstraksi tekstur discrete wavelet transform dari komponen warna RGB dan HSV dengan K-Nearest Neighbour sebagai teknik klasifikasinya. . Perumusan Masalah Perumusan masalah yang ada pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1 Bagaimana penerapan metode ekstraksi warna RGB dan HSV dengan mengambil masing-masing komponen warna dari kedua model warna tersebut.
2 2 3
Bagaimana penerapan metode ekstraksi tekstur discrete wavelet transform dari komponen warna RGB dan HSV. Bagaimana penerapan teknik klasifikasi K-Nearest Neighbour untuk hasil dari metode ekstraksi tekstur discrete wavelet transform.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menerapkan metode ekstraksi tekstur menggunakan discrete wavelet transform dari komponen warna RGB dan HSV, serta teknik klasifikasi menggunakan K-Nearest Neighbour untuk mengidentifikasi citra daun Shorea.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah membantu identifikasi Shorea berdasarkan citra daun sehingga mudah untuk mengklasifikasikan jenisnya.
Ruang Lingkup Penelitian 1
2 3 4
Ruang lingkup penelitian ini meliputi: Data citra daun Shorea yang digunakan 10 spesies Shorea. Setiap spesies terdiri atas 10 citra daun. Total citra daun yang digunakan sebanyak 100 citra daun. Citra yang digunakan berukuran 2736 × 3648 piksel. Posisi citra daun melintang (pangkal daun di sebelah kiri dan ujung daun di sebelah kanan). Metode ekstraksi warna yang digunakan adalah RGB dan HSV dengan mengambil masing-masing komponen warnanya. Metode ekstraksi tekstur yang digunakan adalah discrete wavelet transform 2 dimensi famili Haar. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah K-Nearest Neighbour.
TINJAUAN PUSTAKA Shorea Shorea merupakan salah satu jenis dari famili tumbuhan Dipterocarpaceae. Shorea merupakan tumbuhan hujan hutan tropis dan penghasil kayu terbaik. Di Indonesia sebagian besar Shorea terdapat di Kalimantan sebanyak 140 spesies dan Sumatera sebanyak 53 spesies (Noviany et al. 2003). Ekologi dari pohon Shorea adalah bisa tumbuh dari batas permukaan laut sampai ketinggian 1750 m. Ciri-ciri diagnostik utama pohon Shorea adalah pohon sangat besar dengan pepagan dalam berlapis-lapis atau coklat merah gelap. Daun menjangat, tidak berlipatan, tidak berbentuk perisai, tidak berlukup, berukuran 418 × 2-8 cm, pangkal daun biasanya simetris, permukaan bawah daun ketika
3 kering menjadi pudar, pertulangan sekunder bersirip, 7-25 pasang, terpisah permanen, pada permukaan bawah daun bila mengering warnanya sama seperti helai daun, atau lebih gelap pada Shorea javanica (Newman et al. 1999).
Analisis Tekstur Tekstur adalah gambaran visual dari sebuah permukaan atau bahan. Dalam computer vision, tekstur dicirikan dengan variasi intensitas pada citra. Variasi intensitas dapat disebabkan oleh kekasaran atau perbedaan warna pada suatu permukaan. Penampilan tekstur dipengaruhi oleh skala dan arah pandangan lingkungan dan kondisi pencahayaan (Mäenpää 2003). Tekstur dapat diartikan sebagai sekumpulan koefisien nilai piksel yang merepresentasikan penskalaan pada citra. Discrete wavelet transform dapat digunakan untuk menganalisis tekstur karena menghasilkan koefisien-koefisien wavelet yang dapat digunakan untuk proses penskalaan (Kara dan Watsuji 2003).
Discrete Wavelet Transform Wavelet diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat. Transformasi wavelet akan mengkonversi suatu sinyal ke dalam sederetan wavelet. Gelombang singkat tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu berbeda. Wavelet berasal dari fungsi penskalaan (scaling function). Wavelet disebut juga mother wavelet karena wavelet yang lainnya lahir dari hasil penskalaan, dilasi, dan memiliki pergeseran mother wavelet (Putra 2010). Fungsi penskalaan persamaan: t =2
h0 k
(2t-k)
(1)
k
h0 menyatakan koefisien penskalaan atau koefisien dari filter sedangkan k menyatakan indeks dari koefisien penskalaan. Angka 0 pada h0 hanya menunjukkan jenis koefisien (filter), yang menyatakan pasangan dari jenis koefisien (filter) yang lainnya. Pasangan tersebut didefinisikan dalam fungsi wavelet berikut ini: (2) φ t =2 h1 k (2t-k) k
h0 dan h1 adalah koefisien transformasi yang berpasangan. h0 disebut juga sebagai low pass filter, sedangkan h1 disebut sebagai high pass filter. h0 berkaitan dengan proses perataan (averages), sedangkan h1 berkaitan dengan proses pengurangan (differences). Perataan dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dua pasang data dengan persamaan: x+y (3) p= 2
4 sedangkan pengurangan dilakukan dengan persamaan: x-y p= 2 Koefisien h0 dan h1dapat ditulis sebagai berikut: h0 =(h0 0 , h0 1 ) =( 1 2 , 1 2 )
(4) (5)
(6) h1 =(h1 0 , h0 (1) )=( 1 2 ,- 1 2 ) Persamaan (5) berkaitan dengan persamaan (3) dan persamaan (6) berkaitan dengan persamaan (4). Dengan kata lain, h0 adalah koefisien penskalaan karena menghasilkan skala yang berbeda dari citra aslinya, sedangkan h1 adalah wavelet yang menyimpan informasi penting untuk proses rekontruksi. Transformasi wavelet melakukan dekomposisi pada proses pemfilteran. Proses pemfilteran dibagi menjadi dua, yaitu low pass yang digunakan pada low frequency berupa komponen aproksimasi dan high pass yang digunakan pada high frequency berupa koefisien wavelet. Dekomposisi pada wavelet akan mengekstraksi fitur dan mereduksi ukuran citra menjadi lebih kecil. Citra hasil dekomposisi discrete wavelet transform 2 dimensi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Citra hasil dekomposisi
Wavelet Haar Haar adalah wavelet paling tua dan paling sederhana, diperkenalkan oleh Alfred Haar pada tahun 1909. Wavelet Haar dilakukan dengan proses perataan (averages) untuk mendapatkan bagian dari gambar yang berfrekuensi rendah dan dilakukan proses pengurangan (differences) untuk mendapatkan bagian dari gambar yang berfrekuensi tinggi (Putra 2010). Koefisien h0=( h0(0), h0(1))= ( 1 2 , 1 2 ) (low pass filter) dan h1=(h0(0), h1(1))= ( 1 2 ,- 1 2 ) (high pass filter) merupakan fungsi basis wavelet Haar. Dekomposisi perataan dan pengurangan sama halnya dengan melakukan dekomposisi citra dengan wavelet Haar. Kedua filter tersebut bersifat ortogonal namun tidak ortonormal. Filter Haar yang bersifat ortogonal dan juga ortonormal adalah: h0 (7) , h1
1
√
√
,-1 √2 √2
(8)
5 Fungsi penskalaan Haar diperoleh dari subsitusi h0 ke dalam persamaan (1), sehingga dihasilkan persamaan sebagai berikut: t = 2t + (2t-1) dimana: 1, bila t [0,1) t x, untuk kondisi lainnya Substitusi h1 ke dalam persamaan (2) akan menghasilkan: φ t = 2t - (2t-1) yang merupakan fungsi wavelet Haar dengan: 1, bila t [0, 1 2 ) φ t = -1, bila t [ 1 2 ,1) 0, untuk kondisi lainnya
Pengolahan Citra Berwarna Model RGB Setiap warna pada model warna RGB memperlihatkan komponen spectral primary (red, green, dan blue). Model warna ini didasarkan pada sistem koordinat kartesian (Gonzales dan Woods 2002). Koordinat kartesian terlihat seperti sebuah kubus yang setiap sudutnya merepresentasikan warna primer dan warna sekunder hasil kombinasi warna primer. RGB dalam bentuk koordinat kartesian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 RGB dalam bentuk koordinat kartesian Citra yang direpresentasikan dalam model warna RGB terdiri atas tiga komponen citra, masing-masing untuk setiap warna primer (R, G, B). Warna primer dapat ditambahkan untuk menghasilkan warna sekunder dari cahaya. Warna sekunder tersebut adalah magenta (merah dengan biru), cyan (hijau dengan biru), kuning (merah dengan hijau). Warna merah, hijau, dan biru jika digabungkan akan menjadi warna putih.
Pengolahan Citra Berwarna Model HSV Model warna HSV terdiri atas hue, saturation, dan value. Hue merepresentasikan panjang gelombang dominan dalam campuran gelombang cahaya. Saturation mengindikasikan selang keabuan atau tingkat intensitas dalam
6 ruang warna. Value menunjukkan tingkat kecerahan sehingga HSV juga bisa disebut hue saturation brightness (HSB) (Georgieva et al. 2005). Model warna HSV secara konsep dapat digambarkan dalam bentuk kerucut terbalik. Hue direpresentasikan dalam bentuk sudut dari tiap warna. Bagian kerucut yang melebar menggambarkan saturation, sedangkan value digambarkan dengan tinggi kerucut. Model warna HSV dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Model warna HSV
Transformasi RGB menjadi HSV diperoleh menggunakan formula di bawah ini (Gonzales dan Woods 2002): θ if B ≤G H= 360-θ if B >G 1
θ= cos-1
S=1-
2
R-G + R-B
R-G 2 + R-G G-B
1 2
3 [ min (R,G,B)] R+G+B V=
1 R+G+B 3
K-Fold Cross Validation Metode k-fold cross validation membagi sebuah himpunan contoh secara acak menjadi k himpunan bagian lain (subset) yang saling bebas. Metode ini melakukan perulangan sebanyak k kali untuk pelatihan dan pengujian. Pada setiap perulangan disisipkan setiap subset untuk pengujian dan subset lainnya untuk pelatihan (Weis dan Kulikowski 1991 diacu dalam Sarle 2004).
K-Nearest Neighbour K-Nearest Neighbour adalah salah satu teknik klasifikasi dengan cara membandingkan data uji yang diberikan dengan data latih yang sama. Setiap data merepresentasikan sebuah titik dalam kelas. Data latih disimpan dalam kelas yang
7 telah ditentukan. K-NN akan mencari pola sebanyak k data latih yang dekat dengan data yang belum memiliki kelas jika data yang diberikan tidak diketahui kelasnya (Han et al. 2011). Kedekatan biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi jarak antara dua data. Fungsi jarak yang umumnya digunakan adalah jarak Euclidean. Misalkan terdapat dua data X x11, x12 … x1n menyatakan data uji dan X2 = x21, x22 … x2n menyatakan data latih, jarak Euclidean-nya sebagai berikut: dist X1 , X2
n
(x1i -x2i )2 i=1
METODE Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap. Mulai dari pengumpulan data citra hingga mendapatkan nilai akurasi. Tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Pengumpulan Data Citra Data citra daun Shorea diakuisisi menggunakan kamera digital. Pengambilan citra dilakukan pada siang hari di dalam ruangan. Proses pengambilan citra dilakukan dengan memberikan latar belakang kertas putih. Sampel citra daun Shorea diambil dari Kebun Raya Bogor.
Citra Daun Citra daun yang digunakan pada penelitian ini adalah citra daun Shorea dengan 10 spesies. Data citra asli daun Shorea berukuran 2736 × 3648 piksel. Data citra daun Shorea tersebut dijadikan percobaan baik untuk pelatihan atau pun pengujian.
Ekstraksi Warna RGB Tahap ekstraksi warna pada penelitian ini adalah dengan memecah komponen warna pada setiap model citra berwarna. Citra asli daun Shorea merupakan citra berwarna model RGB yang akan dipecah menjadi komponen warna R, G, dan B. Setiap komponen warna tersebut akan digunakan untuk ekstraksi fitur selanjutnya yaitu wavelet Haar. Contoh salah satu jenis Shorea yang berukuran asli dapat dilihat pada Gambar 5(a). Komponen warna R, G, dan B dari citra tersebut dapat dilihat pada Gambar 5(b), 5(c), dan 5(d).
8
Gambar 4 Metodologi penelitian
(a)
(b) (c) (d) Gambar 5 (a) Contoh citra asli Shorea seminis, (b) komponen warna R, (c) komponen warna G, (d) komponen warna B
9 Ekstraksi Warna HSV Citra berwarna model HSV didapat dengan mentransformasi citra berwarna model RGB. Citra berwarna model HSV akan dipecah menjadi komponen warna H, S, dan V. Setiap komponen warna tersebut akan digunakan untuk ekstraksi fitur selanjutnya, yaitu Wavelet Haar. Salah satu contoh citra berwarna model HSV dapat dilihat pada Gambar 6(a). Komponen warna H, S, dan V dari citra tersebut dapat dilihat pada Gambar 6(b), 6(c), dan 6(d).
(a)
(b) (c) (d) Gambar 6 (a) Contoh citra berwarna model HSV, (b) komponen warna H, (c) komponen warna S, (d) komponen warna V
Ekstraksi Fitur Wavelet Haar Setiap komponen warna R, G, B, H, S, V akan diekstraksi menggunakan DWT 2D famili Haar. Proses ini bertujuan menghasilkan koefisien aproksimasi dan koefisien detail. Koefisien aproksimasi merupakan komponen-komponen yang mewakili citra asli yang telah difilter menggunakan low pass filter. Koefisien aproksimasi level 1 akan diproses untuk koefisien aproksimasi level 2 dan seterusnya. Pada penelitian ini, dekomposisi level yang digunakan adalah 3 level hingga 9 level. Hal ini bertujuan memperoleh akurasi yang terbaik pada setiap dekomposisi level. Salah satu contoh citra daun Shorea dekomposisi 3 level dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Contoh citra daun Shorea dekomposisi 3 level
10 Pembagian Data Data citra daun Shorea dibagi menjadi 2 bagian, yaitu data latih dan data uji. Data latih digunakan untuk melakukan klasifikasi menggunakan K-Nearest Neighbour, sedangkan data uji digunakan untuk melakukan pengujian klasifikasi. Penelitian ini menggunakan 10 spesies citra daun Shorea, masing-masing terdiri atas 10 data citra. Dari total 100 citra daun Shorea, 80 data digunakan sebagai data latih dan 20 data digunakan sebagai data uji. Setiap kelas terdiri atas 8 citra data latih dan 2 citra data uji. Selanjutnya, data latih dan data uji akan disusun menggunakan k-fold cross validation. Keseratus data yang diperoleh disusun menjadi 5 fold. Bentuk 5-fold cross validation dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Bentuk 5-fold cross validation dengan • = data uji, × = data latih Fold 1 2 3 4 5
1 • × × × ×
2 • × × × ×
3 × • × × ×
Citra daun setiap jenis 4 5 6 7 × × × × × × × • × × • • × × × • × × × ×
8 × × × • ×
9 × × × × •
10 × × × × •
Klasifikasi K-NN Setelah melakukan pembagian data, citra tersebut akan diklasifikasikan menggunakan K-NN. Konsep dasar dari K-NN adalah mencari jarak terdekat antara data yang akan dievaluasi dengan k tetangga terdekatnya dalam data pelatihan. Berikut algoritme dari K-NN (Song et al. 2007): 1 Menentukan nilai k. 2 Menghitung jarak data uji pada setiap data latih dengan menggunakan jarak Euclidean . 3 Urutkan jarak tersebut dari yang terkecil hingga yang terbesar. 4 Mendapatkan k data yang memiliki jarak terdekat. 5 Menentukan kelas untuk data uji.
Perhitungan Akurasi Kinerja K-NN dapat ditentukan dengan menghitung besaran akurasi yang berhasil diperoleh. Akurasi dapat dihitung dengan persamaan berikut: Akurasi=
∑ data uji benar diklasifikasikan x 100% ∑ data uji
11 Lingkungan Pengembangan Sistem ini akan dikembangkan dan diimplementasikan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak sebagai berikut: 1 Perangkat Keras • Intel(R) Core(TM)2 CPU T5300 @1.73GHz (2CPUs) • Memori 2 GB • Harddisk kapasitas 120 GB 2 Perangkat Lunak • Windows XP Profesional sebagai sistem operasi • Matlab 7.7 (R2008b)
dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan 10 spesies citra daun Shorea, yaitu Shorea javanica, Shorea johorensis, Shorea lepida, Shorea leprosula, Shorea marcopetra, Shorea materialis, Shorea palembanica, Shorea pinanga, Shorea platycados, dan Shorea seminis. Setiap spesies Shorea memiliki 10 data citra yang akan dibagi menjadi 8 data latih dan 2 data uji. Total data latih sebanyak 80 data dan data uji sebanyak 20 data. Penelitian sebelumnya menggunakan data yang sama dilakukan oleh Ramadhan (2012). Penelitian tersebut menggunakan citra grayscale dan histogram warna dari citra berwarna model HSV dalam pengklasifikasian jenis Shorea. Penelitian ini tidak menggunakan citra grayscale dan tidak menggunakan histogram warna, tetapi menggunakan komponen warna dari citra berwarna model RGB dan HSV. Citra yang direperesentasikan dalam model warna RGB akan dipecah menjadi komponen warna R, G, dan B. Citra berwarna model HSV diperoleh dengan mentransformasi citra RGB sehingga diperoleh komponen warna H, S, dan V. Setiap komponen warna tersebut dilakukan dekomposisi dari 3 level hingga 9 level. Penelitian ini terdiri atas 7 percobaan. Pada setiap percobaan dilakukan terhadap komponen warna R, G, B, H, S, dan V berdasarkan dekomposisi level yang digunakan. Tabel rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Rancangan percobaan Percobaan 1 2 3 4 5 6 7
Dekomposisi 3 level 4 level 5 level 6 level 7 level 8 level 9 level
Komponen Warna R, G, B, H, S, V R, G, B, H, S, V R, G, B, H, S, V R, G, B, H, S, V R, G, B, H, S, V R, G, B, H, S, V R, G, B, H, S, V
12 Citra awal berukuran 2736 × 3648 piksel. Ukuran citra untuk masingmasing komponen warna R, G, B, H, S, dan V setelah didekomposisi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Ukuran citra hasil dekomposisi untuk masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V Dekomposisi 3 level 4 level 5 level 6 level 7 level 8 level 9 level
Ukuran citra Ukuran vektor citra hasil dekomposisi (piksel) (piksel) 342 × 456 1 × 155952 171 × 228 1 × 38988 86 × 114 1 × 9804 43 × 57 1 × 2451 22 × 29 1 × 638 11 × 15 1 × 165 6×8 1 × 48
Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah K-NN sehingga ukuran citra hasil dekomposisi akan dijadikan vektor terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai masukan pada proses klasifikasi K-NN. Ukuran citra setelah dijadikan vektor dapat dilihat pada Tabel 3.
Percobaan 1: Dekomposisi 3 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V Pada percobaan ini, masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V didekomposisi 3 level sehingga setiap komponen warna berukuran 342 × 456 piksel. Tabel 4 menunjukkan rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 3 level. Komponen warna G memiliki rata-rata akurasi tertinggi dibanding dengan komponen warna R dan B. Rata-rata akurasi tertinggi pada komponen warna G mencapai 76% dengan nilai k=5. Komponen warna V memiliki rata-rata akurasi tertinggi dibandingkan komponen warna H dan S. Ratarata akurasi tertinggi pada komponen warna V mencapai 75% dengan nilai k=5. Tabel 4 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 3 level Komponen Warna R G B H S V Rata-rata
Rata-rata akurasi pada nilai k (%) 1 3 5 7 62.00 67.00 69.00 71.00 72.00 75.00 76.00 67.00 55.00 56.00 63.00 64.00 48.00 54.00 50.00 51.00 66.00 62.00 67.00 66.00 72.00 75.00 75.00 68.00 62.50 64.83 66.67 64.50
Rata-rata (%) 67.25 72.50 59.50 50.75 65.25 72.50
Pada Gambar 8 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen warna R, G, B dengan dekomposisi 3 level. Shorea yang memiliki akurasi tertinggi sebesar 100% di komponen warna R, G, dan B adalah platycados. Selain
13 platycados, Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik oleh ketiga komponen warna tersebut adalah javanica dan lepida dengan akurasi mencapai 90%.
Gambar 8 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 3 level Shorea pinanga dapat diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna R dan B dengan akurasi mencapai 90%. Shorea marcoptera memperoleh akurasi terendah pada komponen G, yaitu sebesar 40%. Shorea materialis memperoleh akurasi terendah pada komponen R dan B. Tidak ada satu pun materialis yang dapat diklasifikasikan dengan benar pada komponen B. Pada komponen R, materialis hanya memperoleh akurasi 10%. Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai leprosula, sedangkan materialis sering teridentifikasi sebagai javanica. Hal ini disebabkan adanya kemiripan tekstur pada jenis Shorea tersebut. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Gambar 9 menunjukkan bahwa lepida dan platycados dapat diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna H, S, dan V. Shorea lepida memperoleh akurasi 100% pada komponen warna H dan 90% pada komponen warna S dan V. Shorea platycados memperoleh akurasi 90% pada komponen H dan 100% pada komponen warna S dan V.
Gambar 9 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 3 level
14 Javanica memperoleh akurasi terendah pada komponen H. Tidak ada satu pun javanica yang dapat diklasifikasikan dengan benar pada komponen H. Javanica sering teridentifikasi sebagai materialis. Johorensis, marcoptera, dan seminis memperoleh akurasi terendah pada komponen S, yaitu masing-masing sebesar 40%. Johorensis sering teridentifikasi sebagai materialis dan pinanga. Marcoptera sering teridentifikasi sebagai javanica dan pinanga. Seminis sering teridentifikasi sebagai materialis. Kesalahan identifikasi dapat disebabkan oleh kemiripan tekstur atau ukuran atau warna. Marcoptera dan materialis memperoleh akurasi terendah pada komponen V, yaitu masing-masing sebesar 40%. Pada komponen V, marcoptera dan materialis sering teridentifikasi sebagai leprosula. Confusion matrix pada komponen warna H, S, dan V tersaji pada Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran 6.
Percobaan 2: Dekomposisi 4 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V Pada percobaan ini, masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V didekomposisi 4 level sehingga setiap komponen warna berukuran 171 × 228 piksel. Tabel 5 menunjukkan bahwa komponen warna G memiliki rata-rata akurasi paling tinggi dibanding komponen warna R dan B, yaitu sebesar 76% dengan nilai k=5. Komponen warna V memiliki rata-rata akurasi tertinggi dibanding komponen warna H dan S. Rata-rata akurasi tertinggi pada komponen warna V mencapai 75% dengan nilai k=5. Tabel 5 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 4 level Komponen Warna R G B H S V Rata-rata
Rata-rata akurasi pada nilai k (%) 1 3 5 7 62.00 67.00 70.00 71.00 72.00 76.00 76.00 68.00 60.00 57.00 66.00 65.00 52.00 58.00 54.00 49.00 66.00 66.00 62.00 67.00 72.00 75.00 75.00 68.00 64.00 65.83 68.00 64.50
Rata-rata (%) 67.50 73.00 62.00 53.25 65.25 72.50
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa javanica, lepida, dan platycados dapat diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna R, G, dan B. Pada ketiga komponen warna tersebut, platycados memperoleh akurasi 100%, sedangkan javanica dan lepida memperoleh akurasi 90%. Hasil akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R dan G di percobaan kedua sama dengan hasil akurasi pada percobaan pertama. Materialis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen B, yaitu sebesar 0%. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai javanica. Hal ini disebabkan oleh adanya kemiripan tekstur pada kedua jenis Shorea tersebut. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 4 level dapat dilihat pada Lampiran 7, Lampiran 8, dan Lampiran 9.
15
Gambar 10 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 4 level Pada Gambar 11 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 4 level. Hasil akurasi setiap jenis Shorea pada komponen warna S dan V sama dengan hasil pada percobaan pertama. Pada komponen H, lepida memperoleh akurasi tertinggi sebesar 100%. Shorea materialis dan platycados dapat diklasifikasikan dengan baik oleh komponen H dengan akurasi mencapai 90%. Pinanga memperoleh akurasi terendah pada komponen H. Tidak ada satu pun pinanga yang dapat diklasifikasikan dengan benar. Confusion matrix pada komponen H, S, dan V dapat dilihat pada Lampiran 10, Lampiran 11, dan Lampiran 12.
Gambar 11 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 4 level
Percobaan 3: Dekomposisi 5 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V Pada percobaan ini, masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V didekomposisi 5 level sehingga setiap komponen warna berukuran 86 × 114 piksel. Pada Tabel 6 dapat dilihat rata-rata akurasi pada percobaan ketiga. Komponen warna G memberikan rata-rata akurasi paling tinggi sebesar 76% dengan nilai k=3. Komponen warna V memberikan nilai rata-rata akurasi tertinggi sebesar 75% dengan nilai k=3.
16 Tabel 6 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 5 level Komponen Warna R G B H S V Rata-rata
Rata-rata akurasi pada nilai k (%) 1 3 5 7 63.00 69.00 71.00 70.00 71.00 76.00 75.00 68.00 61.00 59.00 66.00 67.00 54.00 58.00 55.00 52.00 68.00 66.00 63.00 68.00 71.00 75.00 74.00 68.00 64.33 66.67 68.17 65.50
Rata-rata (%) 68.25 72.50 63.25 54.75 66.25 72.00
Gambar 12 menunjukkan akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 5 level. Jenis Shorea yang memperoleh akurasi paling tinggi pada komponen warna R, G, dan B adalah platycados dengan akurasi mencapai 100%. Selain platycados, jenis Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik adalah javanica dan lepida dengan akurasi mencapai 90%.
Gambar 12 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 5 level Jenis Shorea yang memiliki akurasi paling rendah di ketiga komponen tersebut adalah materialis. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai javanica. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B tersaji pada Lampiran 13, Lampiran 14, dan Lampiran 15. Pada Gambar 13 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen warna H, S, dan V dengan dekomposisi 5 level. Jenis Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna H, S, dan V adalah lepida dan platycados. Shorea lepida memperoleh akurasi 100% pada komponen warna H dan 90% pada komponen warna S dan V. Shorea platycados memperoleh akurasi 100% pada komponen warna S dan V. Platycados memperoleh akurasi sebesar 90% pada komponen warna H.
17
Gambar 13 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 5 level Pinanga memperoleh akurasi paling rendah pada komponen H, yaitu sebesar 10%. Pinanga sering teridentifikasi sebagai platycados. Marcoptera dan seminis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen S, yaitu masingmasing sebesar 40%. Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai javanica, sedangkan seminis sering teridentifikasi sebagai materialis. Materialis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen V, yaitu sebesar 40%. Confusion matrix pada komponen H, S, dan V dapat dilihat pada Lampiran 16, Lampiran 17, Lampiran 18.
Percobaan 4: Dekomposisi 6 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V Percobaan keempat menggunakan masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V yang telah didekomposisi hingga 6 level sehingga ukuran setiap komponen warna menjadi 43 × 57 piksel. Pada Tabel 7 terlihat bahwa komponen warna G memiliki rata-rata akurasi paling tinggi dibanding dengan komponen warna R dan B. Rata-rata akurasi tertinggi komponen warna G mencapai 77% dengan nilai k=3. Komponen warna V juga memiliki rata-rata akurasi paling tinggi dibanding komponen warna H dan S. Rata-rata akurasi tertinggi komponen warna V mencapai 75% dengan nilai k=3. Tabel 7 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 6 level Komponen Warna R G B H S V Rata-rata
Rata-rata akurasi pada nilai k (%) 1 3 5 7 64.00 70.00 71.00 70.00 70.00 77.00 75.00 68.00 62.00 63.00 67.00 67.00 55.00 56.00 56.00 54.00 69.00 66.00 71.00 69.00 68.00 72.00 75.00 74.00 65.33 67.83 69.00 66.00
Rata-rata (%) 68.75 72.50 64.75 55.25 68.75 72.25
18 Gambar 14 menunjukkan akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 6 level. Jenis Shorea yang memperoleh akurasi tertinggi sebesar 100% di komponen warna R, G, dan B terdapat pada kelas platycados. Selain platycados, jenis Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik pada ketiga komponen warna tersebut adalah javanica dan lepida dengan masing-masing akurasi sebesar 90%. Jenis Shorea yang memiliki akurasi paling rendah di ketiga komponen tersebut adalah materialis. Selain materialis, johorensis dan marcoptera memiliki akurasi rendah pada komponen R, G, dan B. Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai johorensis dan leprosula. Hal ini disebabkan oleh kemiripan tekstur dan ukuran pada ketiga jenis Shorea tersebut. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 6 level dapat dilihat pada Lampiran 19, Lampiran 20, dan Lampiran 21. Shorea pinanga mengalami peningkatan akurasi sebesar 10% pada komponen R sehingga akurasinya menjadi 90%.
Gambar 14 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 6 level Pada Gambar 15 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen warna H, S, dan V dengan dekomposisi 6 level. Jenis Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna H, S, dan V adalah platycados dan lepida. Shorea platycados memperoleh akurasi 100% pada komponen warna H, S, dan V. Shorea lepida memperoleh akurasi 100% pada komponen warna H, sedangkan pada komponen warna S dan V, lepida memperoleh akurasi sebesar 90%.
Gambar 15 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 6 level
19 Pinanga memperoleh akurasi paling rendah pada komponen warna H, yaitu sebesar 0%. Pinanga sering teridentifikasi sebagai platycados. Marcoptera dan materialis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen S, yaitu masingmasing sebesar 40%. Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai pinanga dan javanica. Materialis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen V, yaitu sebesar 40%. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai javanica dan pinanga. Kesalahan identifikasi pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 6 level dapat dilihat pada Lampiran 22, Lampiran 23, dan Lampiran 24.
Percobaan 5: Dekomposisi 7 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V Pada percobaan kelima, masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V didekomposisi 7 level sehingga setiap komponen warna berukuran 22 × 29 piksel. Tabel 8 menunjukkan bahwa komponen warna G memiliki akurasi tertinggi dibanding dengan komponen R dan B. Rata-rata akurasi tertinggi pada komponen warna G mencapai 74% dengan nilai k=3. Komponen warna V memiliki rata-rata akurasi tertinggi dibanding dengan komponen warna H dan S. Rata-rata akurasi tertinggi pada komponen V mencapai 75% dengan nilai k=5. Tabel 8 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 7 level Komponen Warna R G B H S V Rata-rata
Rata-rata akurasi pada nilai k (%) 1 3 5 7 66.00 68.00 72.00 69.00 71.00 74.00 73.00 70.00 64.00 66.00 71.00 66.00 52.00 52.00 54.00 52.00 70.00 70.00 72.00 72.00 69.00 70.00 75.00 75.00 65.50 67.83 69.17 66.33
Rata-rata (%) 68.75 72.00 66.75 52.50 71.00 72.25
Gambar 16 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G dan B dengan dekomposisi 7 level Gambar 16 menunjukkan platycados memiliki akurasi paling tinggi sebesar 100% di komponen warna R, G, dan B. Shorea lepida dapat diklasifikasikan
20 dengan baik pada ketiga komponen tersebut dengan akurasi sebesar 90%. Shorea yang memiliki akurasi paling rendah pada komponen R, G, dan B adalah materialis. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B dapat dilihat pada Lampiran 25, Lampiran 26, dan Lampiran 27.
Gambar 17 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 7 level Pada Gambar 17 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen warna H, S, dan V dengan dekomposisi 7 level. Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik adalah lepida dan platycados. Platycados memperoleh akurasi paling tinggi pada komponen H, S, dan V, yaitu sebesar 100%. Lepida memperoleh akurasi sebesar 100% pada komponen H dan memperoleh akurasi 90% pada komponen S dan V. Javanica dapat diklasifikasikan dengan baik pada komponen warna S dan V. Javanica memperoleh akurasi sebesar 100% pada komponen S dan 90% pada komponen V. Pinanga memperoleh akurasi terendah pada komponen H, yaitu sebesar 0%. Shorea pinanga sering teridentifikasi sebagai platycados. Materialis memperoleh akurasi terendah pada komponen S, yaitu sebesar 40%. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai javanica, leprosula, dan pinanga. Marcoptera dan materialis memperoleh akurasi terendah pada komponen V. Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai leprosula. Kesalahan identifikasi pada komponen H, S, dan V dapat dilihat pada Lampiran 28, Lampiran 29, dan Lampiran 30.
Percobaan 6: Dekomposisi 8 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V Percobaan keenam menggunakan masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V yang telah didekomposisi 8 level sehingga setiap komponen warna berukuran 11 × 15 piksel. Hasil pada percobaan ini tersaji pada Tabel 9. Komponen warna G memiliki rata-rata akurasi paling tinggi dibanding dengan komponen warna R dan B. Komponen warna V memiliki akurasi paling tinggi dibanding komponen warna H dan S. Rata-rata akurasi tertinggi pada komponen warna G dan V mencapai 80% dengan nilai k=3.
21 Tabel 9 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 8 level Komponen Warna R G B H S V Rata-rata
Rata-rata akurasi pada nilai k (%) 1 3 5 7 68.00 71.00 70.00 69.00 73.00 80.00 77.00 73.00 68.00 69.00 69.00 65.00 50.00 54.00 53.00 53.00 74.00 71.00 70.00 71.00 72.00 80.00 77.00 73.00 67.00 70.67 69.50 67.83
Rata-rata (%) 69.50 75.75 67.75 52.50 71.50 75.50
Gambar 18 menunjukkan bahwa platycados memiliki akurasi tertinggi sebesar 100% di komponen warna R, G, dan B. Shorea javanica, lepida, dan seminis dapat diklasifikasikan dengan baik di komponen warna R, G, dan B. Seminis memperoleh akurasi 100% pada komponen warna G dan B dan 90% pada komponen R. Shorea javanica memiliki akurasi 100% pada komponen warna G dan 90% pada komponen warna R dan B.
Gambar 18 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G dan B dengan dekomposisi 8 level Shorea yang memiliki akurasi paling rendah di komponen warna R dan B adalah materialis. Shorea materialis memiliki akurasi 10% pada komponen R. Pada komponen B, tidak ada satu pun materialis yang dapat diklasifikasikan dengan benar. Marcoptera dan materialis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen G. Kesalahan identifikasi pada komponen warna R, G, dan B dapat dilihat pada Lampiran 31, Lampiran 32, dan Lampiran 33. Pada Gambar 19 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen warna H, S, dan V dengan dekomposisi 8 level. Shorea platycados memperoleh akurasi paling tinggi sebesar 100% di komponen warna H, S, dan V. Komponen H dapat mengklasifikasikan lepida dengan baik dengan akurasi mencapai 100%. Komponen warna S dan V dapat mengklasifikasikan dengan baik jenis Shorea pada kelas javanica, lepida dan seminis. Shorea javanica memperoleh akurasi 100% pada komponen warna S dan V. Shorea lepida memperoleh akurasi 90% pada komponen warna S dan V. Shorea seminis memperoleh akurasi 100% pada komponen V dan 90% pada komponen warna S.
22
Gambar 19 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 8 level Shorea pinanga memperoleh akurasi paling rendah sebesar 0% pada komponen warna H. Shorea pinanga sering teridentifikasi sebagai paltycados. Shorea materialis memperoleh akurasi paling rendah sebesar 40% pada komponen warna S. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai pinanga dan marcoptera. Marcoptera dan materialis memperoleh akurasi terendah terdapat pada komponen warna V, yaitu masing-masing sebesar 60%. Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai johorensis. Kesalahan identifikasi pada percobaan ini dapat dilihat pada Lampiran 34, Lampiran 35, dan Lampiran 36.
Percobaan 7: Dekomposisi 9 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V Percobaan keenam menggunakan masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V yang telah didekomposisi 9 level sehingga setiap komponen warna berukuran 6 × 8 piksel. Hasil pada percobaan ini tersaji pada Tabel 10. Komponen G memiliki rata-rata akurasi paling tinggi dibanding dengan komponen warna R dan B. Komponen warna V memiliki akurasi paling tinggi dibanding komponen warna H dan S. Rata-rata akurasi tertinggi pada komponen warna G dan V mencapai 77% dengan nilai k=5. Tabel 10 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan dekomposisi 9 level Komponen Warna R G B H S V Rata-rata
Rata-rata akurasi pada nilai k (%) 1 3 5 7 68.00 76.00 71.00 69.00 72.00 76.00 77.00 68.00 69.00 71.00 69.00 66.00 54.00 52.00 54.00 53.00 68.00 69.00 65.00 66.00 72.00 76.00 77.00 70.00 67.17 70.00 68.83 65.33
Rata-rata (%) 71.00 73.25 69.75 53.25 67.00 73.75
23
Gambar 20 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 9 level Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 9 level dapat dilihat pada Gambar 20. Shorea javanica, platycados dan seminis memperoleh akurasi paling tinggi sebesar 100% di komponen warna R, G, dan B. Lepida dapat diklasifikasikan dengan baik pada ketiga komponen tersebut dengan akurasi sebesar 90%. Materialis memperoleh akurasi paling rendah sebesar 30% pada komponen R. Johorensis dan marcoptera memperoleh akurasi paling rendah sebesar 50% pada komponen G. Johorensis dan materialis memperoleh akurasi paling rendah sebesar 20% pada komponen B. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 9 level dapat dilihat pada Lampiran 37, Lampiran 38, dan Lampiran 39. Pada Gambar 21 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen warna H, S, dan V dengan dekomposisi 9 level. Shorea platycados memperoleh akurasi tertinggi sebesar 100% pada komponen warna H, S, dan V. Pinanga memperoleh akurasi paling rendah pada komponen warna H. Tidak ada satu pun pinanga yang dapat diklasifikasikan dengan benar. Leprosula dan materialis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen S. Kedua jenis Shorea tersebut memperoleh akurasi sebesar 40%. Johorensis dan marcoptera memperoleh akurasi paling rendah sebesar 50% pada komponen warna V. Kesalahan identifikasi pada komponen warna H, S, dan V dengan dekomposisi 9 level dapat dilihat pada Lampiran 40, Lampiran 41, dan Lampiran 42.
Gambar 21 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi 9 level
24 Perbandingan Akurasi antara Citra Berwarna Model RGB dan HSV Grafik hasil rata-rata akurasi tertinggi dari komponen R, G, dan B pada setiap dekomposisi level dapat dilihat pada Gambar 22. Grafik tersebut menunjukkan bahwa komponen warna G selalu memiliki akurasi paling tinggi dibanding komponen warna R dan B dari dekomposisi 3 level hingga 9 level. Peningkatan akurasi yang signifikan pada komponen G terjadi pada dekomposisi 8 level, sedangkan penurunan akurasi terjadi pada dekomposisi 9 level.
Gambar 22 Hasil rata-rata akurasi tertinggi dari komponen R, G, dan B pada setiap dekomposisi level Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa komponen warna G merupakan komponen warna yang berpengaruh dalam menghasilkan akurasi tertinggi dari dekomposisi 3 level hingga dekomposisi 9 level. Hal ini disebabkan oleh data citra yang digunakan adalah daun dan warna hijau merupakan penciri dari citra daun tersebut. Percobaan pada citra berwarna model RGB menghasilkan rata-rata akurasi terbaik sebesar 80% pada komponen warna G dengan dekomposisi 8 level dan nilai k=3.
Gambar 23 Hasil rata-rata akurasi tertinggi dari komponen H, S, dan V pada setiap level dekomposisi Gambar 23 dapat dilihat grafik hasil rata-rata akurasi tertinggi dari komponen H, S, dan V pada setiap dekomposisi level. Grafik tersebut menunjukkan bahwa komponen warna V selalu memiliki akurasi paling tinggi dibanding komponen warna H dan S dari dekomposisi 3 level hingga 9 level.
25 Komponen warna V mengalami peningkatan akurasi yang signifikan pada dekomposisi 8 level sedangkan penurunan akurasi terjadi pada dekomposisi 9 level. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa komponen warna V merupakan komponen warna yang berpengaruh dalam menghasilkan akurasi tertinggi. Percobaan pada citra berwarna model HSV menghasilkan rata-rata akurasi terbaik sebesar 80% pada komponen warna V dengan dekomposisi 8 level dan nilai k=3. Berdasarkan hasil rata-rata akurasi yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa pemilihan komponen warna pada citra, dekomposisi level, dan nilai k dapat mempengaruhi akurasi pada identifikasi jenis Shorea. Penggunaan parameter yang tepat pada data uji dan data latih yang dipakai akan menghasilkan akurasi yang baik. Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil akurasi komponen warna dari citra model RGB dan HSV dari dekomposisi 3 level hingga 9 level. Rata-rata akurasi dari keenam komponen warna tersebut mengalami peningkatan dari dekomposisi 3 level hingga 8 level. Rata-rata akurasi tertinggi seluruh komponen warna mencapai 71.33% pada dekomposisi 8 level. Tabel 11 Hasil akurasi citra model RGB dan HSV di setiap dekomposisi level Komponen warna R G B H S V Rata-rata
3 71.00 76.00 64.00 54.00 67.00 75.00 67.83
Akurasi pada dekomposisi level (%) 4 5 6 7 8 71.00 71.00 71.00 72.00 71.00 76.00 76.00 77.00 74.00 80.00 66.00 67.00 67.00 71.00 69.00 58.00 58.00 56.00 54.00 54.00 67.00 68.00 71.00 72.00 74.00 75.00 75.00 75.00 75.00 80.00 68.83 69.17 69.5 69.67 71.33
9 76.00 77.00 71.00 54.00 69.00 77.00 70.67
Rata-rata (%) 71.86 76.57 67.86 55.43 69.71 76.00
Analisis Kesalahan pada Citra Berwarna Model RGB Pada komponen warna yang sama dan dekomposisi level yang berbeda, sebagian besar letak kesalahan identifikasi cenderung sama. Salah satu contohnya adalah kesalahan identifikasi Shorea marcoptera pada komponen warna G.
(a) (b) Gambar 24 (a) marcoptera 5 (b) leprosula 3 Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai Shorea leprosula dari dekomposisi 3 level hingga dekomposisi 9 level. Salah satu dari 10 data citra
26 Shorea marcoptera yang sering teridentifikasi sebagai Shorea leprosula yaitu marcoptera 5. Pada Gambar 24 dapat dilihat kemiripan citra marcoptera 5 dengan salah satu citra leprosula. Kesalahan identifikasi disebabkan adanya kemiripan ukuran, tekstur, dan warna pada kedua jenis Shorea tersebut. Letak kesalahan identifikasi pada komponen warna yang berbeda dan dekomposisi level yang sama tidak semuanya sama. Berikut ini akan diuraikan contoh kesalahan identifikasi yang terjadi pada setiap komponen warna R, G, dan B dengan dekomposisi 3 level.
(a) (b) Gambar 25 (a) seminis 5 (b) lepida 1 Pada komponen R, Shorea seminis sering teridentifikasi sebagai Shorea lepida. Kesalahan identifikasi dapat disebabkan adanya pengaruh background dan bayangan pada citra tersebut serta kemiripan tekstur antara seminis dengan lepida. Pada Gambar 25 dapat dilihat kemiripan citra seminis dengan salah satu citra lepida.
(a) (b) Gambar 26 (a) seminis 8 (b) materialis 4 Pada komponen B, Shorea seminis sering teridentifikasi sebagai Shorea materialis. Kesalahan identifikasi disebabkan adanya kemiripan struktur tulang daun pada kedua jenis Shorea tersebut. Selain kemiripan, pengaruh background dan bayangan pada citra dapat menyebabkan kesalahan identifikasi. Pada Gambar 26 dapat dilihat kemiripan citra seminis dengan salah satu citra materialis. Pada komponen G, tidak ada satu pun Shorea seminis yang salah diklasifikasikan. Hal ini disebabkan oleh seminis memiliki tekstur komponen warna G yang berbeda dengan jenis Shorea yang lain sehingga komponen warna G merupakan komponen yang berpengaruh dalam menghasilkan akurasi terbaik pada seminis. Shorea yang memiliki akurasi paling rendah pada komponen R, G, dan B dari dekomposisi 3 level hingga 9 level yaitu Shorea materialis. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai Shorea javanica. Dari 10 data citra Shorea materialis terdapat 6 data citra yang sering teridentifikasi sebagai javanica. Pada Gambar 27 dapat dilihat citra materialis yang sering teridentifikasi sebagai javanica. Pada Gambar 28 dapat dilihat 6 data citra javanica.
27
(a)
(b)
(c)
(d) (e) (f) Gambar 27 Citra materialis yang sering teridentifikasi sebagai javanica (a) materialis 3, (b) materialis 4, (c) materialis 5, (d) materialis 7, (e) materialis 8 (f) materialis 9
(a)
(b)
(c)
(d) (e) (f) Gambar 28 Citra javanica (a) javanica 4, (b) javanica 5, (c) javanica 7, (d) javanica 8, (e) javanica 9, (f) javanica 10 Pada Gambar 27 dan Gambar 28 terlihat adanya kemiripan antara Shorea materialis dengan Shorea javanica. Kesalahan identifikasi pada Shorea materialis dapat disebabkan adanya kemiripan tekstur dan warna serta pengaruh background dan bayangan pada citra tersebut. Jenis Shorea yang sering tepat diklasifikasikan pada komponen R, G, dan B yaitu javanica, lepida, dan platycados. Hal ini dikarenakan ketiga jenis Shorea tersebut memiliki ukuran atau tekstur yang berbeda dengan jenis Shorea yang lain. Jenis Shorea yang sering salah diklasifikasikan adalah johorensis, leprosula, marcoptera, materialis, palembanica, pinanga, dan seminis. Kesalahan identifikasi disebabkan adanya kemiripan dengan jenis Shorea yang lain atau pengaruh background dan bayangan pada citra Shorea atau adanya cacat pada daun tersebut. Pada Gambar 29 dapat dilihat citra Shorea yang sering tepat diklasifikasikan sedangkan Gambar 30 citra jenis Shorea yang sering salah diklasifikasikan.
28
(a) (b) (c) Gambar 29 (a) javanica, (b) lepida, (c) platycados
(a)
(b)
(e)
(c)
(f)
(d)
(g)
Gambar 30 (a) johorensis, (b) leprosula, (c) marcoptera, (d) seminis, (d) materialis, (e) palembanica, (f) pinanga
Analisis Kesalahan pada Citra Berwarna Model HSV Pada percobaan citra berwarna model HSV, letak kesalahan pada komponen warna yang sama dan dekomposisi level yang berbeda cenderung sama. Salah satu contohnya adalah kesalahan idenifikasi pada Shorea materialis pada komponen V. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai Shorea pinanga dari dekomposisi 3 level hingga dekomposisi 9 level. Data citra materialis yang sering teridentifikasi sebagai pinanga adalah materialis 1 dan materialis 6. Pada Gambar 31 dapat dilihat citra Shorea materialis sedangkan Gambar 32 citra pinanga. Berdasarkan Gambar 31 dan 32 terlihat bahwa materialis 1 mirip dengan pinanga 7 dan pinanga 10 sedangkan materialis 6 mirip dengan pinanga 3, pinanga 4, dan pinanga 9. Kesalahan identifikasi pada materialis dapat disebabkan adanya kemiripan tekstur, ukuran, dan kecerahan warna dengan pinanga.
29
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
Gambar 31 Citra materialis (a) materialis 1, (b) materialis 2, (c) materialis 3, (d) materialis 4, (e) materialis 5, (f) materialis 6, (g) materialis 7, (h) materialis 8, (i) materialis 9, (j) materialis 10
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 32 Citra pinanga (a) pinanga 2, (b) pinanga 3, (c) pinanga 4, (d) pinanga 7, (e) pinanga 9, (f) pinanga 10 Letak kesalahan identifikasi pada komponen warna yang berbeda dan dekomposisi level yang sama tidak semuanya sama. Berikut ini akan diuraikan contoh kesalahan identifikasi yang terjadi pada setiap komponen warna H, S, dan V dengan dekomposisi 8 level.
30
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) (g) Gambar 33 Citra johorensis yang sering salah diklasifikasikan (a) johorensis 1, (b) johorensis 2, (c) johorensis 5, (d) johorensis 7, (e) johorensis 8, (f) johorensis 9, (g) johorensis 10 Pada komponen H, Shorea johorensis sering teridentifikasi sebagai marcoptera. Pada komponen S, johorensis sering teridentifikasi sebagai materialis dan pinanga. Pada komponen V, johorensis sering teridentifikasi sebagai marcoptera, palembanica dan pinanga. Data citra johorensis yang sering salah teridentifikasi adalah johorensis 1, johorensis 2, johorensis 5, johorensis 7, johorensis 8, johorensis 9, dan johorensis 10. Citra johorensis yang sering salah diklasifikasikan dapat dilihat pada Gambar 33. Kesalahan identifikasi pada johorensis dapat disebabkan adanya kemiripan ukuran, tekstur, dan warna dengan jenis Shorea yang lain. Adanya cacat pada tekstur seperti daun berlubang dan kusut dapat menyebabkan kesalahan identifikasi. Meskipun secara visual tidak mirip, namun kedekatan ciri atau pola informasi bisa terjadi karena adanya cacat pada tekstur. Cacat dapat mengubah ciri suatu tekstur sehingga mirip dengan ciri tekstur lain. Shorea yang memiliki akurasi paling rendah pada komponen H, S, dan V dari dekomposisi 3 level hingga dekomposisi 9 level adalah Shorea pinanga. Shorea pinanga sering teridentifikasi sebagai Shorea materialis. Dari 10 data citra Shorea pinanga terdapat 5 citra yang sering teridentifikasi sebagai Shorea materialis diantaranya adalah pinanga 2, pinanga 3, pinanga 7, pinanga 9, pinanga 10. Kelima citra pinanga tersebut dapat dilihat pada Gambar 32. Jenis Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna H, S, dan V yaitu lepida dan platycados. Hal ini dikarenakan kedua jenis Shorea tersebut memiliki ukuran atau tekstur atau kecerahan warna yang berbeda dengan jenis Shorea yang lain. Jenis Shorea yang sering salah diklasifikasikan adalah javanica, johorensis, leprosula, marcoptera, materialis, palembanica, pinanga, dan seminis. Kesalahan identifikasi disebabkan adanya kemiripan dengan jenis Shorea yang lain atau pengaruh background dan bayangan pada citra atau cacat pada daun tersebut.
31 Penggabungan Komponen Warna Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan penggabungan komponen warna pada dekomposisi 8 level. Penggabungan komponen warna hanya dilakukan pada dekomposisi 8 level karena pada percobaan sebelumnya dekomposisi 8 level menghasilkan akurasi tertinggi. Pada Tabel 12 dapat dilihat akurasi yang dihasilkan pada penggabungan komponen warna di setiap pemodelan citra berwarna. Tabel 12 Rata-rata akurasi pada penggabungan komponen warna dekomposisi 8 level Penggabungan komponen warna R dan G R dan B G dan B H dan S H dan V S dan V Rata-rata
Rata-rata akurasi pada nilai k (%) 1 3 5 7 72.00 75.00 74.00 71.00 68.00 69.00 70.00 66.00 68.00 70.00 70.00 71.00 80.00 72.00 74.00 71.00 52.00 56.00 57.00 57.00 73.00 70.00 66.00 65.00 68.83 68.67 68.50 66.83
Rata-rata (%) 73.00 68.25 69.75 74.25 55.50 68.50
Pada percobaan citra berwarna model RGB, penggabungan komponen warna R dan G menghasilkan akurasi tertinggi sebesar 75% dengan nilai k=3. Percobaan sebelumnya tanpa penggabungan komponen warna menghasilkan akurasi tertinggi sebesar 80% pada komponen warna G dengan nilai k=3. Dapat disimpulkan bahwa penggabungan komponen warna R dan G pada dekomposisi 8 level dapat meningkatkan akurasi yang diperoleh. Pada percobaan citra berwarna model HSV, akurasi tertinggi sebesar 80% dengan nilai k=1 pada penggabungan komponen warna H dan S. Percobaan sebelumnya tanpa penggabungan komponen warna menghasilkan akurasi tertinggi sebesar 80% pada komponen warna V dengan nilai k=3.
Perbandingan dengan Penelitian Terkait Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Aminudin (2010) dan Ramadhan (2012). Aminudin (2010) menggunakan histogram warna dari masing-masing komponen warna pada citra berwarna model RGB dan HSV. Hasil dari penelitian tersebut adalah histogram warna R dan H memberikan nilai rata-rata akurasi paling tinggi. Pada penelitian Aminudin (2010) dinyatakan bahwa histogram warna R dan H berkorelasi secara nyata dengan tingkat kematangan pada buah belimbing. Penelitian Ramadhan (2012) menggunakan data yang sama yaitu citra daun Shorea dengan penggabungan fitur wavelet dan histogram warna HSV serta citra grayscale untuk melakukan klasifikasi citra daun Shorea. Perbandingan hasil akurasi dengan penelitian sebelumnya pada citra model RGB, HSV, dan grayscale dapat dilihat pada Tabel 11.
32 Tabel 13 Perbandingan hasil akurasi dengan penelitian sebelumnya pada citra model RGB, HSV, dan grayscale Obyek penelitian Buah Belimbing (Aminudin 2010)
Daun Shorea (Ramadhan 2012)
Daun Shorea
Ekstraksi fitur Histogram R Histogram G Histogram B Histogram H Histogram S Histogram V Histogram HSV Histogram HSV+Haar Histogram HSV+DB2 Histogram HSV+Haar+DB2 Grayscale+Haar Grayscale+DB2 Komponen R+Haar Komponen G+Haar Komponen B+Haar Komponen H+Haar Komponen S+Haar Komponen V+Haar Komponen R+G+Haar Komponen R+B+Haar Komponen G+B+Haar Komponen H+S+Haar Komponen H+V+Haar Komponen S+V+Haar
Classifier VFI5
JST
K-NN
Akurasi (%) 63.44 48.31 55.47 78.87 66.33 49.40 93.33 90.00 90.00 93.33 73.33 73.33 72.00 80.00 69.00 58.00 74.00 80.00 75.00 70.00 71.00 80.00 57.00 73.00
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan metode klasifikasi K-NN berdasarkan komponen warna dengan praproses discrete wavelet transform famili Haar dapat diterapkan untuk melakukan identifikasi Shorea. Masing-masing komponen warna G dan V memberikan akurasi terbaik sebesar 80% pada dekomposisi 8 level.
Saran Penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan yang dapat diperbaiki pada penelitian selanjutnya. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah menambahkan jumlah data untuk setiap jenis Shorea agar data yang digunakan bervariasi, menggunakan ekstraksi tekstur yang lain dan menggunakan ekstraksi
33 warna yang lain seperti YCbCr. Perlu dipertimbangkan juga terhadap pemberian bobot Genetic Algorithm (GA) untuk masing-masing komponen RGB.
DAFTAR PUSTAKA Aminudin P. 2010. Pemutuan belimbing manis dengan citra pelatihan tunggal menggunakan algoritme VFI5 berbasis histogram warna [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Georgieva L, Dimitrova T, Angelov N. 2005. RGB and HSV colour models in colour identification of digital traumas image. CompSysTech [internet]. [diunduh 2013 Feb 12]. Tersedia pada: http://ecet.ecs.ru.acad.bg/cst05/Docs/cp/sV/V.12.pdf Gonzalez RC, Woods RE. 2002. Digital Image Processing. 2nd Edition. New Jersey (US) : Prentice Hall. Han J, Kamber M, Pei J. 2011. Data Mining Concepts and Techniques. 3rd Edition. Massachusetts (US): Morgan Kaufmann Publishers. Kara B, Watsuji N. 2003. Using wavelet for texture classification. IJCI Proceedings of International Conference on Signal Processing [internet]. [diunduh 2013 Maret 15]. Tersedia pada: http://www.wseas.us/elibrary/conferences/digest2003/papers/463-228.pdf Mäenpää T. 2003. The Local Binary Pattern Approach to Texture Analysis. Oulu (FI): Oulu University Press. Newman MF, Burgess PF, Whitmore TC. 1999. Pedoman Identifikasi Pohonpohon Dipterocarpaceae Jawa sampai Nugini. Bogor (ID): Prosea Indonesia. Noviany, Hakim EH, Achmad SA, Syah YM, Juliawaty LD, Aimi N, Ghisalberti EL, Choudhary IM. 2003. Beberapa oligomer stilbenoid dari tumbuhan Shorea multiflora Bruck. Jurnal Matematika dan Sains [internet]. [diunduh 2013 Feb 18]; 8(2):125-132. Tersedia pada: http: //isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/8303125132.pdf Putra D. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Ramadhan IA. 2012 Identifikasi daun Shorea dengan backpropagation neural network menggunakan ekstraksi fitur discrete wavelet transform dan ekstraksi warna HSV [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sarle W. 2004. What are cross validation and bootstrapping? [internet]. [diacu pada 2012 Des 15]. Tersedia pada: http://www.faqs.org/ai-faq/neuralnets/part3/section-12.html. Song Y, Huang J, Zhou D, Zha H, Giles CL. 2007. IKNN : Informative K-Nearest Neighbor Pattern Classification. LNAI. Springer-Verlag Berlin Heidelberg : 248-264. Weiss SM, Kulikowski CA. 1991. Computer Systems That Learn. Massachusetts (US): Morgan Kaufmann.
34 Lampiran 1 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 3 level dengan nilai k=7 Keterangan : • Java • Joho • Lepid • Lepro • Marco • Mate • Palem • Pinan • Platy • Semin
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
= = = = = = = = = =
Java 9 0 0 0 0 5 1 0 0 0
Shorea javanica Shorea johorensis Shorea lepida Shorea leprosula Shorea marcoptera Shorea materialis Shorea palembanica Shorea pinanga Shorea platycados Shorea seminis
Joho 0 6 0 0 1 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 2
Lepro 0 0 0 8 2 1 1 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 1 0 0 0 7 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 2 0 1 1 3 0 9 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 1 0 1 0 1 0 0 7
Lampiran 2 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 3 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 1 1 0 0 0
Joho 0 7 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 2 0 8 3 1 1 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 5 0 7 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 0 0 1 1 3 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 1 0 0 0 1 0 0 10
35 Lampiran 3 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 3 level dengan nilai k=7
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 1 0 5 1 0 0 0
Joho 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1
Lepro 0 0 0 7 0 2 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 6 1 1 0 0 0 7 0 2 1 0 0 0 0 0 0 3 0
Pinan 0 7 0 1 2 3 0 9 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
Lampiran 4 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 3 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Joho 0 6 0 0 1 0 0 2 0 0
Lepid 0 0 10 0 0 0 3 0 0 1
Lepro 0 0 0 5 0 0 0 0 0 5
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 10 0 4 0 0 0 0 0 2 1 0 9 0 0 0 8 1 0 3 3 0 4 0 0 1 0 0 1 0
Pinan 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0
Platy 0 0 0 0 0 1 0 3 9 0
Semin 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3
Lampiran 5 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 3 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 1 1 0 3 1 0 1 0 0
Joho 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 6 0 0 1 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 3 0 0 0 0 1 3 0 4 0 0 1 6 0 0 2 7 1 1 0 0 0 0 0 5 0
Pinan 0 2 0 0 3 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
36 Lampiran 6 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 3 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 1 1 0 0 0
Joho 0 7 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 2 0 8 3 3 1 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 4 0 7 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 0 0 1 1 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 2 1 0 0 0 1 0 0 10
Lampiran 7 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 4 level dengan nilai k=7
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 5 1 0 0 0
Joho 0 6 0 0 1 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 2
Lepro 0 0 0 8 2 1 1 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 1 0 0 0 7 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 2 0 1 1 3 0 9 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 1 0 1 0 1 0 0 7
Lampiran 8 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 4 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 1 1 0 0 0
Joho 0 7 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 2 0 8 3 1 1 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 5 0 0 0 7 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 0 0 1 1 3 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 1 0 0 0 1 0 0 10
37 Lampiran 9 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 4 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 6 1 0 0 0
Joho 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 1
Lepro 0 0 0 8 0 1 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 5 1 1 0 0 0 8 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3 0
Pinan 0 6 0 1 2 3 0 9 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6
Lampiran 10 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 4 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Joho 0 6 0 0 2 0 0 2 0 0
Lepid 0 0 10 1 0 0 1 0 0 1
Lepro 0 0 0 5 0 0 2 0 0 3
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 7 0 4 0 0 0 0 0 1 1 0 8 0 0 0 9 0 0 3 3 0 1 0 0 1 0 0 1 0
Pinan 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0
Platy 0 0 0 0 0 1 0 7 9 0
Semin 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5
Lampiran 11 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 4 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 1 1 0 3 1 0 1 0 0
Joho 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 6 0 0 1 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 3 0 0 0 0 1 3 0 4 0 0 1 6 0 0 2 7 1 1 0 0 0 0 0 5 0
Pinan 0 2 0 0 3 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
38 Lampiran 12 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 4 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 1 1 0 0 0
Joho 0 7 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 2 0 8 2 2 1 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 0 0 4 0 0 0 0 7 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 0 0 1 2 3 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 1 0 0 0 1 0 0 10
Lampiran 13 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 5 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 5 1 1 0 0
Joho 0 5 0 0 1 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 2
Lepro 0 0 0 8 2 1 0 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 6 0 0 0 1 0 0 0 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 2 0 1 0 3 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 1 0 0 0 1 0 0 7
Lampiran 14 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 5 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Joho 0 7 0 0 2 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 8 1 1 1 1 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 6 0 0 0 4 0 0 1 7 1 2 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 1 0 1 0 2 0 6 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 0 0 0 1 1 0 0 10
39 Lampiran 15 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 5 level dengan nilai k=7
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 5 1 0 0 0
Joho 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1
Lepro 0 0 0 8 0 2 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 6 1 1 0 0 0 0 0 8 1 1 0 0 0 0 0 1 0
Pinan 0 7 0 1 2 3 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 1 0 0 8
Lampiran 16 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 5 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 5 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Joho 0 6 0 0 2 0 0 2 0 1
Lepid 0 0 10 0 0 0 1 0 0 1
Lepro 0 0 0 6 0 0 2 0 0 3
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 5 0 4 0 0 0 0 0 1 1 0 8 0 0 0 7 0 0 3 2 0 2 0 0 1 0 0 1 0
Pinan 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0
Platy 0 0 0 0 0 1 0 5 9 0
Semin 0 0 0 1 0 0 1 0 0 4
Lampiran 17 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 5 level dengan nilai k=7
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 1 1 0 3 2 0 1 0 0
Joho 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 7 0 1 1 0 0 2
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2 1 4 0 1 0 5 0 0 2 7 1 1 0 0 0 0 0 4 0
Pinan 0 2 0 0 1 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
40 Lampiran 18 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 5 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Joho 0 7 0 0 2 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 8 1 1 1 1 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 6 0 0 4 0 0 0 1 7 1 3 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 1 0 1 0 2 0 5 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 0 0 0 1 1 0 0 10
Lampiran 19 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 6 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 5 1 0 0 0
Joho 0 5 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 1
Lepro 0 0 0 7 2 1 0 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 6 0 0 0 1 0 0 0 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 2 0 1 0 3 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 1 1 0 0 1 0 0 8
Lampiran 20 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 6 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Joho 0 7 0 0 2 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 8 1 1 1 1 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 6 0 0 0 4 0 0 1 7 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 1 0 1 0 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 0 0 0 1 1 0 0 10
41 Lampiran 21 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 6 level dengan nilai k=7
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 5 1 0 0 0
Joho 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1
Lepro 0 0 0 7 0 2 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 6 1 1 0 0 0 0 0 8 1 0 0 0 0 0 0 1 0
Pinan 0 7 0 1 2 3 0 9 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 1 0 0 1 0 0 8
Lampiran 22 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 6 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 6 0 0 1 0 4 1 1 0 0
Joho 0 6 0 0 2 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 10 0 0 0 1 0 0 2
Lepro 0 0 0 6 0 0 1 0 0 3
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 4 0 4 0 0 0 0 0 1 2 0 8 0 0 0 5 0 0 4 1 0 2 0 0 0 0 0 1 0
Pinan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Platy 0 0 0 0 0 1 1 6 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 1 0 0 4
Lampiran 23 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 6 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 1 1 0 3 2 0 0 0 0
Joho 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 7 0 1 1 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 3 0 4 0 0 1 4 0 1 1 7 1 1 0 0 0 0 0 2 0
Pinan 0 1 0 0 3 2 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7
42 Lampiran 24 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 6 level dengan nilai k=3 Shorea
Kelas Asal
Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Joho 0 7 0 0 2 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 8 1 1 2 1 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 6 0 0 4 0 0 0 0 7 1 3 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 1 0 1 0 2 0 5 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 0 0 0 1 1 0 0 10
Lampiran 25 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 7 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 5 1 0 0 0
Joho 0 5 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 2
Lepro 0 0 0 8 2 1 1 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 6 0 0 0 2 0 0 0 7 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 2 0 1 0 2 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 1 0 0 0 1 0 0 8
Lampiran 26 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 7 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 8 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Joho 0 7 0 0 2 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 6 1 1 1 1 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 2 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 6 0 0 4 0 0 0 1 7 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 1 0 1 0 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 0 1 0 1 1 0 0 10
43 Lampiran 27 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 7 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 4 1 0 0 0
Joho 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 8 1 1 0 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 6 1 0 1 0 0 0 0 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 6 0 1 1 3 0 9 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 1 1 0 0 9
Lampiran 28 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 7 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 5 0 0 0 0 5 0 1 0 0
Joho 0 6 0 0 2 0 0 1 0 1
Lepid 0 0 10 0 0 0 1 0 0 1
Lepro 0 0 0 6 0 0 1 0 0 3
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 5 0 4 0 0 0 0 0 1 1 0 8 0 0 0 3 0 0 3 2 0 2 0 0 0 0 0 1 0
Pinan 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 6 10 0
Semin 0 0 0 1 0 0 2 0 0 4
Lampiran 29 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 7 level dengan nilai k=7
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 1 1 0 3 2 0 1 0 0
Joho 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 7 0 2 1 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2 1 5 0 0 0 4 0 0 1 7 1 1 0 0 0 0 0 1 0
Pinan 0 2 0 0 2 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 1 0 0 8
44 Lampiran 30 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 7 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 1 1 1 0 0 0
Joho 0 6 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 3 0 7 2 1 1 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 5 0 0 0 0 7 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 0 0 1 0 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 1 1 1 0 1 1 0 0 10
Lampiran 31 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 8 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 6 1 0 0 0
Joho 0 6 1 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 1
Lepro 0 0 0 7 1 1 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 6 0 0 0 1 0 0 0 8 1 2 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 2 0 1 0 2 0 6 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 1 1 0 1 0 0 9
Lampiran 32 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 8 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Joho 0 7 0 0 2 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 7 1 1 1 1 1 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 6 0 0 0 6 0 0 0 7 1 0 0 1 0 0 0 0 0
Pinan 0 1 0 1 0 1 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 1 0 0 2 0 0 10
45 Lampiran 33 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 8 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 5 1 0 0 0
Joho 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 7 1 2 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 5 0 1 0 0 0 0 0 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 6 0 1 2 2 0 9 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 1 0 1 1 0 0 10
Lampiran 34 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 8 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 5 0 0 0 0 4 0 1 0 0
Joho 0 6 0 0 2 0 0 1 0 1
Lepid 0 0 10 0 0 0 1 0 0 1
Lepro 0 0 0 6 0 0 1 0 0 4
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 5 0 4 0 0 0 0 0 1 1 0 8 0 0 0 4 0 0 3 2 0 2 0 0 0 0 0 1 0
Pinan 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0
Platy 0 0 0 0 0 1 1 6 10 0
Semin 0 0 0 1 0 0 1 0 0 3
Lampiran 35 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 8 level dengan nilai k=7
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 0 1 0 1 1 0 2 0 0
Joho 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 7 0 2 1 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 1 1 8 0 0 1 4 0 7 0 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 2 0 0 1 2 0 5 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9
46 Lampiran 36 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 8 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Joho 0 7 0 0 2 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 7 1 1 2 1 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 6 0 0 6 0 0 0 0 7 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 1 0 1 0 2 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 1 0 0 1 0 0 10
Lampiran 37 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 9 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 0 0 0 0 4 1 1 0 0
Joho 0 6 0 0 1 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 6 2 1 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 6 0 0 0 3 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 2 0 1 0 2 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 1 2 0 0 1 1 0 10
Lampiran 38 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 9 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Joho 0 5 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 2 0 0 0 0 0
Lepro 0 4 0 6 2 1 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 5 0 0 0 6 0 0 0 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 0 0 1 0 1 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 2 0 0 2 0 0 10
47 Lampiran 39 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 9 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 0 0 0 0 4 1 0 0 0
Joho 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 7 1 0 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 6 0 0 2 1 0 0 0 8 2 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 6 0 1 0 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 1 1 1 0 0 10
Lampiran 40 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 9 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 6 0 0 0 0 4 1 2 0 1
Joho 0 6 0 0 2 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 10 1 0 0 1 0 0 2
Lepro 0 0 0 5 0 0 1 0 0 4
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 4 0 4 0 0 0 0 0 1 2 0 8 0 0 0 5 0 0 3 2 0 2 0 0 0 0 0 0 1
Pinan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Platy 0 0 0 0 0 1 1 5 10 0
Semin 0 0 0 1 0 0 1 0 0 2
Lampiran 41 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 9 level dengan nilai k=3
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 0 1 0 2 1 0 0 0 0
Joho 0 6 0 0 0 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 4 0 2 1 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 4 1 5 1 0 2 4 0 0 1 7 3 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 1 0 1 2 1 0 5 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 1 0 0 9
48 Lampiran 42 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 9 level dengan nilai k=5 Shorea
Kelas Asal
Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Joho 0 5 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 2 0 0 0 0 0
Lepro 0 4 0 6 2 1 1 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 5 0 0 6 0 0 0 0 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 0 0 1 0 1 0 8 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 2 0 0 1 0 0 10
Lampiran 43 Confusion matrix pada penggabungan komponen R dan G dekomposisi 8 level dengan nilai k=1
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Joho 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0
Lepro 0 0 0 10 0 0 0 0 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 9 0 0 1 9 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 0 0 0 0 1 0 9 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 1 0 0 0 0 0 0 9
Lampiran 44 Confusion matrix pada penggabungan komponen R dan B dekomposisi 8 level dengan nilai k=5
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 4 1 0 0 0
Joho 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0
Lepid 0 0 9 0 1 0 0 0 0 1
Lepro 0 0 0 7 1 1 0 0 0 0
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 7 0 0 0 2 0 8 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 6 0 1 0 2 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 1 1 1 1 0 0 9
49 Lampiran 45 Confusion matrix pada penggabungan komponen G dan B dekomposisi 8 level dengan nilai k=7
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 3 1 0 0 0
Joho 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1
Lepro 0 1 0 8 2 1 1 1 0 1
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 7 0 0 2 0 0 0 0 7 0 2 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 4 0 1 0 3 0 7 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 1 1 1 0 0 8
Lampiran 46 Confusion matrix pada penggabungan komponen H dan S dekomposisi 8 level dengan nilai k=1
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 2 0 1 0 0
Joho 0 7 0 0 1 0 0 1 0 0
Lepid 0 0 9 0 0 0 1 0 0 0
Lepro 0 0 0 10 0 0 2 0 0 2
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 8 0 0 1 5 1 2 0 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 1 0 0 0 0 0 5 0 0
Platy 0 0 1 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 0 0 0 1 0 0 8
Lampiran 47 Confusion matrix pada penggabungan komponen H dan V dekomposisi 8 level dengan nilai k=7
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 3 0 1 0 0
Joho 0 5 0 0 3 1 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 2 0 0 1 0 0 3
Lepro 0 0 0 4 0 0 1 1 0 2
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 1 0 5 0 0 1 0 0 1 2 0 7 0 0 0 5 0 0 2 4 3 5 0 0 0 0 1 0 0
Pinan 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0
Platy 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 1 0 0 1 0 0 4
50 Lampiran 48 Confusion matrix pada penggabungan komponen S dan V dekomposisi 8 level dengan nilai k=1
Kelas Asal
Shorea Java Joho Lepid Lepro Marco Mate Palem Pinan Platy Semin
Java 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Joho 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0
Lepid 0 0 9 0 2 0 0 2 0 0
Lepro 0 0 0 7 0 0 3 0 0 3
Kelas prediksi Marco Mate Palem 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 7 0 0 7 3 0 0 2 4 1 1 1 0 0 0 0 0 0
Pinan 0 0 0 0 1 0 0 5 0 0
Platy 1 0 0 0 0 0 0 0 10 0
Semin 0 0 0 1 0 0 1 0 0 7
Lampiran 49 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 3 level Komponen warna
Fold
R
1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata
G
B
H
S
V
1 65 65 65 65 50 62 80 80 75 70 55 72 60 60 50 55 50 55 55 50 45 45 45 48 65 75 65 60 65 66 80 80 75 70 55 72
Akurasi pada nilai k (%) 3 5 7 70 75 75 65 65 75 65 60 60 70 75 75 65 70 70 67 69 71 75 70 65 80 85 70 75 75 70 75 80 75 70 70 55 75 76 67 50 55 60 60 70 70 50 55 55 55 65 70 65 70 65 56 63 64 50 40 45 60 50 65 55 55 45 50 50 50 55 55 50 54 50 51 55 60 75 70 75 65 55 60 50 65 70 70 65 70 70 62 67 66 75 70 65 80 85 75 75 70 70 75 80 75 70 70 55 75 75 68
51 Lampiran 50 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 4 level Komponen warna
Fold
R
1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata
G
B
H
S
V
1 65 65 65 65 50 62 80 80 75 70 55 72 70 65 55 55 55 60 60 50 45 55 50 52 65 75 65 60 65 60 80 80 75 70 55 72
Akurasi pada nilai k (%) 3 5 7 70 80 75 65 65 75 65 60 60 70 75 75 65 70 70 67 70 71 80 70 65 80 85 75 75 75 70 75 80 75 70 70 55 76 76 68 55 70 70 60 70 65 50 55 55 55 65 70 65 70 65 57 66 65 55 45 45 55 55 55 65 60 50 55 55 45 60 55 50 58 54 49 55 60 75 70 75 65 55 60 50 65 70 70 65 70 70 62 67 66 75 70 65 80 85 75 75 70 70 75 80 75 70 70 55 75 75 68
52 Lampiran 51 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 5 level Komponen warna
Fold
R
1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata
G
B
H
S
V
1 70 70 60 65 50 63 80 75 75 70 55 71 70 65 55 60 55 61 60 45 55 60 50 54 65 75 65 60 65 66 80 75 75 70 55 71
Akurasi pada nilai k (%) 3 5 7 75 80 75 70 70 75 65 60 60 70 75 75 65 70 65 69 71 70 85 70 65 75 80 75 75 75 70 75 80 75 70 70 55 76 75 68 55 70 70 60 70 65 55 55 55 60 65 75 65 70 70 59 66 67 50 50 45 55 50 55 65 60 55 60 60 55 60 55 50 58 55 52 55 70 75 70 75 70 60 60 55 65 65 70 65 70 70 63 68 68 80 70 65 75 80 75 75 70 70 75 80 75 70 70 55 75 74 68
53 Lampiran 52 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 6 level Komponen warna
Fold
R
1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata
G
B
H
S
V
1 75 70 60 65 50 64 80 75 70 70 55 70 70 70 55 60 55 62 55 50 55 65 50 55 70 75 65 65 70 69 80 75 75 70 60 72
Akurasi pada nilai k (%) 3 5 7 80 75 75 70 75 75 70 60 60 65 75 75 65 70 65 70 71 70 90 70 65 75 80 75 75 75 70 75 80 75 70 70 55 77 75 68 60 70 65 65 70 70 55 55 55 65 70 70 70 70 70 63 67 67 55 55 50 50 45 50 60 60 60 60 60 50 55 60 60 56 56 54 60 75 70 70 70 75 60 65 55 70 75 75 70 70 70 66 71 69 80 70 65 75 80 75 75 70 70 75 80 75 70 70 55 75 74 68
54 Lampiran 53 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 7 level Komponen warna
Fold
R
1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata
G
B
H
S
V
1 80 70 60 65 55 66 80 75 70 70 60 71 75 70 55 65 55 64 55 55 50 55 45 52 70 75 70 65 70 70 75 75 70 70 60 70
Akurasi pada nilai k (%) 3 5 7 80 80 75 70 75 75 65 60 60 60 75 70 65 70 65 68 72 69 90 70 65 75 80 75 70 70 70 75 80 75 60 65 65 74 73 70 75 75 65 65 75 70 55 60 55 65 75 75 70 70 65 66 71 66 50 55 50 50 45 45 60 55 55 60 55 45 50 50 65 54 52 52 70 70 70 75 75 80 65 65 60 65 80 80 75 70 70 70 72 72 85 75 65 75 80 75 75 75 70 75 80 75 65 65 60 75 75 69
55 Lampiran 54 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan dekomposisi 8 level Komponen warna
Fold
R
1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata
G
B
H
S
V
1 80 70 55 70 65 68 85 85 65 70 60 73 75 75 65 65 60 68 50 50 50 45 55 50 75 75 70 65 70 71 80 85 65 70 60 72
Akurasi pada nilai k (%) 3 5 7 75 80 75 75 75 75 65 60 60 70 70 70 70 65 65 71 70 69 90 85 70 85 80 85 75 70 75 80 80 75 70 70 60 80 77 73 75 70 60 65 70 70 65 60 60 70 70 70 70 75 65 69 69 65 50 55 55 50 45 45 50 60 55 60 55 55 50 60 55 54 53 53 70 75 80 70 75 80 65 65 65 65 70 75 80 70 79 70 71 74 90 85 70 85 80 85 75 70 75 80 80 75 70 70 60 80 77 73
56 Lampiran 55 Akurasi penggabungan komponen warna di setiap fold dengan dekomposisi 8 level Penggabungan komponen warna R dan G
R dan B
G dan B
H dan S
H dan V
V dan S
Fold 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata
1 85 95 95 100 100 95 75 75 55 70 65 68 75 75 50 75 65 68 80 90 80 75 75 80 50 55 55 55 45 52 65 80 90 75 55 73
Akurasi pada nilai k (%) 3 5 7 80 80 70 90 90 85 90 95 90 100 100 100 95 95 90 91 92 87 70 75 70 70 80 75 55 50 55 70 70 65 80 75 65 69 70 66 70 80 75 75 65 85 50 60 55 75 75 75 80 70 65 70 70 71 65 70 70 85 80 75 75 75 65 75 75 75 60 70 70 72 74 71 55 60 60 55 50 50 60 55 55 60 60 65 50 60 55 56 57 57 75 70 70 75 80 75 80 65 70 65 65 60 55 50 50 70 66 65
57
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1988 di Klaten. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Masyhudi dan Ibu Winarsih. Pada tahun 2006, penulis lulus dari SMA Negeri 4 Surakarta. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di UGM. Pada tahun 2010, penulis lulus dari program Diploma Jurusan Komputer dan Sistem Informasi Universitas Gajah Mada. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan program studi Sarjana di Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Komputer.