PENGABDIAN MASYARAKAT- IbM
LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT
IbM PELATIHAN KADER KESEHATAN DALAM PENCEGAHAN DBD DI KELURAHAN BULU LOR KOTA SEMARANG
Oleh : KRISWIHARSI KUN SAPTORINI, SKM, M.KES (EPID) AGUS PERRY KUSUMA, SKG, M.KES
Dibiayai oleh Universitas Dian Nuswantoro dengan No. Kontrak : 004/ A.35-02/UDN-09/I/2012 Tahun Anggaran : 2011/ 2012
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG AGUSTUS, 2012
1
HALAMAN PENGESAHAN Judul IbM :
IbM Pelatihan Kader Kesehatan dalam Pencegahan DBD di Kelurahan Bulu Lor Kota Semarang
1. Mitra Program IbM 2. Ketua Tim Pengusul a. Nama b. NIP c. Jabatan/Golongan d. Jurusan/Fakultas e. Perguruan Tinggi f. Bidang Keahlian g. Alamat Kantor/Telp/Faks/E-mail h. Alamat Rumah/Telp/Faks/E-mail 3. Anggota Tim Pengusul a. Jumlah Anggota b. Nama Anggota I/bidang keahlian c. Mahasiswa yang terlibat 4. Lokasi Kegiatan/Mitra a. Wilayah Mitra (Desa/Kecamatan) b. Kabupaten/Kota c. Propinsi d. Jarak PT ke lokasi mitra (km) 5. Luaran yang dihasilkan 5. Jangka waktu Pelaksanaan 7. Biaya Total 8. - Dikti - Sumber lain (LP2M UDINUS)
: Kelurahan Bulu Lor Kota Semarang : : : : : : : :
Kriswiharsi K.S., SKM, M.Kes (Epid) 0686.11.2000.292 Dosen tetap Kesehatan Masyarakat/ Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Kesehatan Jl. Nakula I No. 5-11 Jl. Ngablak RT 8 RW 4 Semarang
: Dosen 1 orang, : Agus Perry K, SKG, M.Kes /Kesehatan : 2 orang : : : : :
Kelurahan Bulu Lor Kota Semarang Jawa Tengah 3 Km Peningkatan pengetahuan 4 Bulan : Rp. 2.500.000 ,: ---: Rp. 2.500.000 ,-
Mengetahui, Dekan
Semarang, 16 Agustus 2012 Ketua Tim Pengusul
Dr.dr. Sri Andarini I, M.Kes NPP : 0686.20.2007.346
Kriswiharsi K.S, SKM, M.Kes Npp : 0686.11.2000.292 Mengetahui Ketua LP2M Udinus
Tyas Catur Pramudi. S.Si, M.Kom NPP. 0686.11.1993.041
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kegiatan pengabdian masyarakat dengan judul ” IbM Pelatihan Kader Kesehatan dalam Pencegahan DBD di Kelurahan Bulu Lor Kota Semarang” dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi Universitas Dian Nuswantoro bagi masyarakat. Dengan berlangsungnya kegiatan ini, penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu berlangsungnya kegiatan pengabdian masyarakat ini, yaitu kepada Lurah Bulu Lor, Tim Penggerak PKK Kelurahan Bulu Lor serta Rektor Universitas Dian Nuswantoro yang telah berkenan memberikan dana penyelenggaraan kegiatan ini. Semoga kegiatan ini dapat memberi manfaat seperti yang diharapkan dan mendukung kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi selanjutnya.
Semarang, Agustus 2012 Penyusun
3
RINGKASAN
Insidensi demam berdarah dengue (DBD) meningkat pada musim hujan dan menurun pada saat akhir musim hujan. Upaya yang telah dilakukan pemerintah
terhadap
pencegahan
dan
penanggulangan
DBD
selalu
ditingkatkan, salah satu diantaranya adalah penyuluhan. Dalam kegiatan survei rumah tangga yang dilakukan peneliti pada RW 1-5 Kelurahan Bulu Lor sejumlah 91 KK diperoleh 3,3% responden menyatakan bahwa DBD muncul karena tidak dilakukannya foging secara rutin, padahal ada wilayah Bulu Lor yang dinyatakan secagai daerah endemis DBD. Pencegahan DBD dilakukan dengan tujuan memutus siklus hidup nyamuk dengan menekankan pada pembersihan sumber larva. Hal ini membutuhkan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat. Penyadaran masyarakat melalui penyuluhan langsung mungkin akan lebih efektif jika dilakukan oleh kader kesehatan. Pengetahuan dan ketrampilan yang perlu dimiliki berkaitan dengan penyakit DBD ini adalah mengenai konsep-konsep penyakit DBD, penatalaksanaan penderita secara sederhana, upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan terutama yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan sekitar tempat tinggal sehingga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memperbaiki perilakunya terhadap keadaan lingkungan agar penyakit DBD dapat ditekan dan dicegah secara lebih dini. Sasaran kegiatan ini adalah kader kesehatan di wilayah Kelurahan Bulu Lor dengan jumlah target sasaran 26 orang. Persentase kehadiran kader dalam kegiatan ini sebesar 88%. Hal ini menunjukkan bahwa antusisme terhadap kegiatan ini sudah mencapai target yaitu 85%. Hasil pretest dan post test menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan kader kesehatan dinilai dari peningkatan nilai rata-rata skor pretest yaitu 54 menjadi 85 pada post test. Semua kader kesehatan (100%) mengalami peningkatan nilai skor sebelum penyuluhan dibandingkan sesudah penyuluhan.
4
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Peta Lokasi Kelurahan Bulu Lor
Lampiran 2
Surat Keterangan Kegiatan Pengabdian
Lampiran 3
Dokumentasi Kegiatan
Lampiran 4
Materi Kegiatan
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Skema metode penerapan ……………………………..
6
20
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Laporan ....................................................................
ii
Ringkasan ..................................................................................................
iii
Kata Pengantar ..........................................................................................
iv
Daftar Isi ....................................................................................................
v
Daftar Gambar ...........................................................................................
vi
Daftar lampiran .........................................................................................
vii
Bab I Pendahuluan ....................................................................................
1
Bab II Tinjauan Pustaka ..........................................................................
5
Bab III Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................
19
Bab IV Metode Penerapan .......................................................................
20
Bab V Hasil dan Pembahasan .................................................................
22
Bab VI Kesimpulan dan Saran ................................................................
27
Daftar Pustaka Lampiran
7
BAB I PENDAHULUAN
A. Analisis Situasi Insidensi demam berdarah dengue (DBD) meningkat pada musim hujan dan menurun pada saat akhir musim hujan. Angka kematian (case fatality rate) cenderung menurun, hal ini karena tingkat pelayanan kesehatan makin baik.(1-4) Vektor utama DBD adalah nyamuk Aedes aegypti, selain itu yang dapat menularkan DBD adalah Aedes albopictus dan Aedes scuyellaris.(2,4) Dalam usaha pengendalian DBD adalah dengan pengendalian vektor penyakit. Usaha tersebut adalah dengan mendalami perilaku vektor, siklus hidup, ekologi, bionomi vektor. (2) Masalah DBD erat kaitannya dengan masalah perilaku, dimana tingkat pengetahuan masyarakat memegang peranan penting. Upaya yang telah dilakukan pemerintah terhadap pencegahan dan penanggulangan DBD selalu ditingkatkan, salah satu diantaranya adalah penyuluhan. Namun demikian masih saja terjadi salah persepsi oleh sebagian besar masyarakat dimana masyarakat masih “fogging mania”, sehingga kalau wilayahnya belum disemprot (fogging) rasanya belum puas. Padahal fogging atau pengasapan dengan insektisida tersebut hanya dapat membunuh nyamuk dewasa dan memerlukan biaya yang cukup tinggi. (5) Kasus DBD Kota Semarang pada Tahun 2010 sebanyak 5.556 kasus dengan 47 kematian. Jumlah tersebut mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari Tahun 2009 yang mencapai 3.883 kasus atau naik 43%. Kasus DBD Tahun 2010 juga merupakan kasus tertinggi 3 tahun terakhir dan tertinggi selama ada DBD di Kota Semarang. Kasus DBD bulan Maret, April, Agustus, Oktober dan Nopember 2010 merupakan bulan dengan kasus DBD tertinggi 3 tahun terakhir. (6) Data IR DBD menunjukkan hampir seluruh kelurahan di Kota Semarang di atas target nasional (< 55/100.000 penduduk) dan target Kota
8
Semarang (< 260/100.000 penduduk). IR DBD Puskesmas Bulu Lor bahkan mencapai 368,78/ 100.000 penduduk. Angka kematian (CFR) DBD di Bulu Lor mencapai 1,04% diatas Kota Semarang 0,85%. (6) Hasil wawancara dengan kepala kelurahan menyatakan bahwa demam berdarah masih merupakan masalah kesehatan yang meresahkan karena dapat menyebabkan kematian penderita dan wilayah Kelurahan Bulu Lor (RW 2,3, 6,8 dan 10) adalah daerah endemis DBD karena pemukimannya relatif padat. Hasil wawancara dengan ketua FKD merangkap koordinator kader di kelurahan Bulu Lor menyatakan bahwa kegiatan posyandu berjalan dengan baik pada 11 posyandu dengan 131 kader yang aktif, selain itu Kelurahan Bulu Lor juga ditetapkan oleh Dinkes Kota Semarang sebagai daerah endemis demam berdarah sehingga dilakukan pemantauan jentik berkala oleh kader maupun masyarakat sebagai sukarelawan juru pantau jentik. Namun selama ini pelatihan tentang pencegahan DBD untuk meningkatkan pengetahuan kader belum pernah dilakukan. Wawancara dengan Kepala Puskesmas menyatakan bahwa peran serta masyarakat di wilayah pelayanan Puskesmas Bulu Lor sampai saat ini menunjukkan situasi yang kondusif, yang makin mendorong kinerja puskesmas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jenis dan jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas Bulu Lor yang terdiri dari Kader Posyandu maupunTokoh Masyarakat. Dalam kegiatan survei rumah tangga yang dilakukan peneliti pada RW 1-5 Kelurahan Bulu Lor sejumlah 91 KK diperoleh 3,3% responden menyatakan bahwa DBD muncul karena tidak dilakukannya foging secara rutin, padahal ada wilayah Bulu Lor yang dinyatakan secagai daerah endemis DBD. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Kelurahan Bulu Lor masih mempunyai ketergantungan terhadap program foging, kemungkinan hal ini muncul karena kurangnya pengetahuan tentang penyebab DBD. Bahkan pada komponen pencegahan DBD, secara keseluruhan perilaku pencegahan DBD belum cukup baik yang ditunjukkan 30,8% frekuensi membersihkan tempat penampungan air tidak teratur, 50,5 % tidak menutup TPA, 17,6%
9
membersihkan TPA hanya dengan dibilas kemudian diisi air, 58,2% tidak melakukan upaya perkembangbiakan nyamuk, 12,1% tidak melakukan upaya menghindari gigitan nyamuk. Pencegahan DBD dilakukan dengan tujuan memutus siklus hidup nyamuk dengan menekankan pada pembersihan sumber larva. Hal ini membutuhkan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat agar pemberantasan nyamuk dapat bersifat lebih panjang dan berkesinambungan. Penyadaran masyarakat melalui penyuluhan langsung mungkin akan lebih efektif jika dilakukan oleh kader kesehatan atau tokoh masyarakat sebagai panutan yang terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan. Kader kesehatan merupakan pembawa misi pembangunan kesehatan ditingkat paling bawah yang merupakan kepanjangan tangan dari puskesmas atau Dinas Kesehatan. Kader kesehatan adalah sukarelawan yang berasal dari masyarakat yang peduli terhadap kesehatan warga sekitarnya. Sampai saat ini kader kesehatan terkadang menjadi sumber rujukan bagi penanganan berbagai masalah kesehatan, termasuk DBD. Oleh karena itu kader harus dibekali pengetahuan dan keterampilan yang cukup yang diperoleh melalui kegiatan pelatihan sehingga timbul kepercayaan diri untuk dapat melaksanakan tugas sebagai kader dalam melayani masyarakat terutama segala sesuatu yang berkaitan dengan DBD sehingga timbul kepercayaan diri untuk dapat melaksanakan tugas sebagai kader dalam melayani masyarakat terutama dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan DBD. Pengetahuan dan ketrampilan yang perlu dimiliki berkaitan dengan penyakit DBD ini adalah mengenai konsep-konsep penyakit DBD, penatalaksanaan penderita secara sederhana, upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan terutama yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan sekitar tempat tinggal sehingga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memperbaiki perilakunya terhadap keadaan lingkungan agar penyakit DBD dapat ditekan dan dicegah secara lebih dini.
10
B. Permasalahan Mitra Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah adalah sebagai berikut : 1. Kelurahan Bulu Lor adalah daerah endemis DBD 2. Penyakit DBD merupakan penyakit yang masih meresahkan warga Kelurahan Bulu Lor 3. Kelurahan Bulu Lor mempunyai potensi partisipasi masyarakat yang aktif, salah satunya adalah kader kesehatan 4. Kegiatan pelatihan kader kesehatan selama ini belum banyak dilakukan khususnya tentang DBD Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka diperlukan upaya peningkatan pengetahuan kader kesehatan mengenai penyakit DBD dan pencegahannya serta motivasi para kader kesehatan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di lingkungan sekitarnya dalam hal pemeliharaan lingkungan untuk mencegah DBD.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang terutama menyerang anak – anak usia di bawah 15 Tahun, dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan syok yang dapat menimbulkan kematian. Gejala utamanya adalah demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue. Ada empat tipe virus Dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. virus dengue ini termasuk dalam grup B Arthropod bome viruses. Vektor utama penyakit DBD ialah nyamuk Aedes aegypti. Keberadaan vektor atau nyamuk tersebut erat kaitannya dengan pola prilaku masyarakat itu sendiri. (3,5)
B.
Patogenesis Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antiobodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi
virus
dengue
terjadi
juga
dalam
limfosit
yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.
12
Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus antibodi
yang
selanjutnya
akan
komplek antigen -
mengakibatkan
aktivasi
system
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 - 48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakhir fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. (3,5)
C. Derajat DBD (3,5) Derajat Penyakit (WHO) Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat : 1.
Derajat I
: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet. 2.
Derajat II : Seperti derajad I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lainnya.
3.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun ( 20 mmHg atau kurang ) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan tampak gelisah.
4.
Derajat IV : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
D. Penatalaksanaan (3,5) Berdasarkan kenyataan dimasyarakat penatalaksanaan kasus DBD dibagi sebagai berikut : 1. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan
13
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keinginan makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan memberikan obat panas Paracetamol 10-15mg/kgBB setiap 3-4 jam diulang jika symptom panas masih nyata diatas 38,5 oC . Obat panas salisilat tidak dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis. Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas pada hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan penyulit lainnya. Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan untuk dirawat inap. 2. Kasus DBD derajat I dan II Pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai resiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut, penderita ini disarankan diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan 7,5,3. Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih dari 20% dari harga normal merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat diruang observasi dipusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam. Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama seperti pada kasus diare dengan dehidrasi sedang ( 6 – 10 % kekurangan cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan dalam kurun waktu 2-3 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi. 3. Penatalaksanaan DBD (derajat III dan derajat IV) Dengue Shock Syndrome termasuk kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan pengganti secara cepat.
Biasanya
dijumpai
kelainan
asam
basa
dan
elektrolit
(hiponatremi). Dalam hal ini perlu dipikirkan kemungkinan dapat terjadi
14
DIC. Terkumpulnya asam dalam darah mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi. Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan garam isotonik dengan jumlah 10 - 20 ml/ kg/ 1jam. 4. Terapi Oksigen Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen. 5. Transfusi Darah Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat berguna mengganti volume massa sel darah merah agar menjadi normal. 6. Koreksi Elektrolit dan Kelainan Metabolik Kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara teratur terutama pada kasus renjatan yang berulang. 7. Obat Penenang. Digunakan terutama pada kasus yang sangat gelisah. Di RSU Dr. Soetomo digunakan valium 0,3 - 0,5 mg/ kg/ kali ( bila tidak terjadi gangguan sistem pernafasan) atau Largactil 1 mg/ kg/ hari. 8. Monitoring Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah sebagai berikut. a.
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperature harus dicatat setiap
b. 15 - 30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi. c. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4 - 6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil. d. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi. e. Jumlah dan frekuensi diuresis. 9. Kriteria memulangkan pasien. Pasien dapat dipulangkan apabila :
15
a. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik b. Nafsu makan membaik c. Tampak perbaikan secara klinis d. Hematokrit stabil e. Tiga hari setelah syok teratasi f. Jumlah trombosit > 50.000/ml g. Tidak dijumpai distress pernafasan.
E. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti (3,5) Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata- rata nyamuk yang lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam dengan bintik – bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu Telur – Jentik – kepompong – Nyamuk. 1. Stadium Telur Telur Aedes aegypti berwarna hitam. sepintas lalu tampak bulat panjang dan berbentuk oval menyerupai torpedo dengan ukuran ± 0.08 mm. Dibawah mikroskop dinding luar telur ( exochorion ) nyamuk tampak garis – garis yang membentuk gambar seperti sarang lebah. Di alam bebas telur ini diletakan satu persatu menempel pada dinding atau tempat perindukan pada tempat yang lembab atau sedikit mengandung air. Didalam laboratorium terlihat jelas telur- telur ini diletakan menempel pada kertas sering yang tidak terendam air. Telur nyamuk ini di laboratorium menetes dalam waktu 1 -2 hari, demikian halnya di alam bebas kurang lebih sama atau dapat lebih lama bergantung pada keadaan air di wadah atau di perindukan. Nyamuk Aedes Aegyti betina dapat mengeluarkan 100 – 300 butir telur. Nyamuk dewasa dapat bertelur 10 – 100 kali dalam jangka 4 -5 hari dan menghasilkan telur antara 300 – 700 butir.
16
2. Stadium jentik Setelah kontak dengan air, telur akan menetas menjadi jentik yang disebut jentik instar I dalam waktu ± 2 hari, seteleh itu jentik akan mengalami 3 kali pergantian kulit berturut-turt menjadi jentik instar II, III dan instar IV, berukuran ± 7 X 4 mm. Mempunyai bulu sifon 1 pasang dan gigi sisir yang berduri lateral. stadium jenik biasanya berlangsung 6- 8 hari. Jentik Aedes Aegypti tampak bergerak aktif dan lincah dengan memperhatikan gerakan naik turun berulang - ulang dalam air. Pada saat jentik mengambil oksigen dari udara jentik menempatkan sifonnya di atas permukaan air, posisi jentik membentuk sudut dengan permukaan air. 3. Stadium pupa (kepompong) Pupa Aedes Aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu memiliki tabung atau terompet pernafasan (respiratory terompet) yang berbentuk segitiga (three angular). Jika pupa tersebut akan bergerak cepat menyelam ke dalam air selama beberapa detik dan muncul kembali ke permukaan serta akan menggantungkan badannya di permukan air wadah / tempat perindukan menggunakan tabung pernafasan. Setelah berumur 1-2 hari pupa tumbuh menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. 4. Stadium Nyamuk Dewasa Nyamuk Aedes aegypti jantan setelah berumur 1 hari siap melakukan kopulasi dengan nyamuk betina. Setelah kopulasi nyamuk betina mencari makan berupa darah manusia atau hewan yang di gunakan untuk memasakan telur. Nyamuk Aedes aegypti dewasa mempunyai ciri – ciri morfologi yang khas yaitu berukuran lebih kecil dari nyamuk rumah
( culex quinquefasciatus ). Ujung abdomen
runcing berwarna dasar hitam dengan bercak – bercak putih di seluruh tubuhnya, termasuk kaki dan sayapnya.
17
F.
Bionomik Nyamuk Nyamuk Aedes aegypti mula – mula banyak di temukan di kota – kota, pelabuahan, dan dataran rendah, lalu menyebar ke pedalaman. Penyabaran nyamuk ini terutama dengan bantuan manusia meningkatkan jarak terbangnya yang tidak jauh, hanya sekitar 100 – 200 m dari lokasi kemunculannya ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor
termasuk
ketersediaan tempat bertelur dan darah. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur, mulai nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan antara 3-4 hari, jangka waktu tersebut disebut siklus gonortropik. Nyamuk Aedes aegypti betina mampu menggigit berulang-ulang dan umumnya bersifat antropofilik. Pada umumnya nyamuk Aedes aegypti menggigit pada waktu pagi hari antara pukul 08.00-11.00 dan sore hari pukul 15.00-17.00. Umur nyamuk Aedes aegypti betina dan jantan dapat mencapai 2030 hari.1) Berdasarkan beberapa penelitian nyamuk Aedes aegypti lebih suka hinggap atau beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi didalam rumah atau bangunan, termasuk dikamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, atau dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, ditumbuhan, atau ditempat terlindung lainnya. Didalam ruangan tempat istirahat yang disukai adalah dibawah furnitur benda yang tergantung seperti baju dan korden, serta dinding.
G.
Ukuran Kepadatan Populasi Nyamuk Aedes aegypti Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi dapat di akukan berbagai survei rumah yang dipillih secara acak, yaitu 1.
Survei Nyamuk Survei nyamuk dapat dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk dengan umpan badan orang didalam dan diluar rumah masing – masing 20 menit per rumah dan menangkap nyamuk didinding dalam rumah
18
yang sama. Penangkap nyamuk biasanya menggunakan aspirator. Indek – indek nyamuk yang digunakan adalah biting / landing rate dan resting per rumah. Apabila ingin diketahui rata- rata umur nyamuk disuatu wilayah, dapat dilakukan dengan cara melihat dilatasi melalui pembedaan ovarium nyamuk yang ditangkap. Untuk memeriksa parisitas ovarium dapat dilakukan dengan pembedahan indung telur dan melihatnya dibawah mikroskop. Jika ujung – ujung pipa udara ( trakheolus ) pada ovarium masih menggulung berarti nyamuk ini belum pernah bertelur ( nulliparous ) dan jika ujung-ujung pipa sudah terurai / terlepas gulungannya, berarti nyamuk ini telah bertelur / sudah pernah bertelur ( parpous ). 2.
Survei Jentik ( kepadatan jentik ) Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut : a.
Semua tempat atau bejana yang dapat dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa ( dengan mata telanjang ) untuk mengetahui ada / tidaknya jentik nyamuk Aedes aegypti.
b.
Untuk memeriksa Tempat Penampungan Air ( TPA ) yang berukuran besar seperti : bak mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya, jika pada pengamatan pertama tidak ditemukan jentik, tunggu kira – kira 30 – 60 detik untuk memastikan benar – benar tidak ada jentik.
c.
Untuk memeriksa tempat – tempat perkembangbiakan yang kecil seperti vas bungga / pot tanaman air / botol yang airnya keruh, airnya dipindah ke tempat lain.
d.
Untuk memeriksa jentik ditempat yang gelap atau airnya keruh biasanya digunakan baterai atau senter.
19
Ada 2 cara survei jentik : a. Survei Single jentik Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik / jentik disetiap genangan air yang ditemukan ada jentiknya. Selanjutnya dilakukan identifikasi jenis jentik. b. Survei Visual surve Ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Dalam program pemberantasan penyakit Demam Derdarah Dengue (DBD) survei jentik yang dilakukan adalah survei visual. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti adalah : a. House Indeks (HI) Jumlah rumah yang ditemukan jentik
x 100 %
Jumlah rumah yang diperiksa House
indek
lebih
menggambarkan
penyebarkan
penyebaran nyamuk di suatu wilayah b. Container indeks (CI) Jumlah kontainer dengan jentik x 100 % Jumlah kontainer yang diperiksa Container : tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti c. Breteau indeks Jumlah kontainer dengan jentik dalam 100 rumah. d. Kepadatan jentik Kepadatan jentik =
jumlah jentik Volume air
20
3.
Survei perangkap telur ( Ovitrap ) Survei ini dilakukan dengan cara ovitrap yaitu berupa bejana misalnya potongan bambu, kaleng, ( kaleng bekas susu / gelas plastik ) yang didinding sebelah dalamnya dicat warna hitam yang diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan ”padle” yang berupa potongan bilah bambu atau kain yang ditenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakan telur bagi nyamuk. Ovitrap diletakkan didalam dan diluar rumah ditempat yang gelap dan lembab. Setelah satu minggu dilakukan pemeriksaan ada tidaknya nyamuk di padle. a. ”ovitrap indeks” Jumlah padle dengan telur x 100% Jumlah padle diperiksa Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk lebih tepat telur – telur pada pedle tersebut dikumpulkan dan dihitung b. ” Kepadatan populasi nyamuk” Jumlah telur
=
..... telur per ovitrap
Jumlah ovitrap yang terpasang
H.
Kader juru pemantau jentik DBD ( jumantik ) (3,5) 1.
Pengertian Kader juru pemantau jentik adalah kelompok kerja kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue ditingkat desa dalam wilayah lembaga ketahanan masyarakat desa.
2.
Tujuan Menggerakkan
peran
serta
masyarakat
dalam
usaha
pemberantasan penyakit DBD, terutama dalam pemberantasan jentik nyamuk, sehingga penularan penyakit demam berdarah dengue ditingkat desa dapat di cegah atau diatasi. Peran kader kesehatan dalam menanggulanggi DBD adalah: a.
Sebagai anggota PJB di rumah – rumah dan tempat umum
21
b.
Memberikan penyuluhan terhadap keluarga dan masyarakat
c.
Mencatat dan melaporkan hasil PJB kepala Dusun atau Puskesmas secara rutin minimal setiap minggu dan bulan
d.
Mencatat dan melaporkan kasus kejadian DBD kepada RW atau kepala Dusun atau puskesmas
3.
Susunan organisasi kader jumantik a.
Kader
jumantik
merupakan
kelompok
kerja
kegiatan
pemberantasan penyakit demam berdarah dengue b.
Kepala desa selaku ketua umum
c.
Susunan organisasi kader jumantik disesuaikan dengan kondisi dan situasi kebutuhan setempat
d.
Berdasarkan ketentuan yang ada, bahwa didalam organisasi LKMD dapat dibentuk pokja yang hanya melaksanakan jenis kegiatan dari seksi yang sesuai dengan bidang dan tugas serta fungsinya.
4.
Uraian tugas dan fungsi kader jumantik DBD a.
Mengkoordinir kegiatan – kegiatan jumantik.
b.
Memimpin dan menyelenggarakan pertemuan..
c.
Menetapkan jadwal waktu pertemuan berkala.
d.
Menetapkan langkah – langkah pemecahan masalah.
e.
Melaporkan hasil kegiatan.
f.
Menyiapkan penyelenggaraan pertemuan.
g.
Menyiapkan laporan berkala kegiatan pokja kepada ketua LKMD.
h.
Menyiapkan bahan pertemuan misalnya data hasil PJB.
i.
Memberikan bimbingan teknik pelaksanaan pemeriksaan jentik.
j.
Memberikan penyuluhan dan memberikan bimbingan teknik penyuluhan kepada para penyuluh.
k.
Mencatat kegiatan penyuluhan dan lain – lain.
22
l.
Melaksanakan pemeriksaan jentik di 30 rumah secara acak di tiap RW sekurang – kurangnya 3 bulan dan menyampaikan hasilnya kepada ketua LKMD.
m. Membantu pelatihan kader pemeriksa jentik. n.
Merencanakan kegiatan masyarakat secara bersama – sama untuk melaksanakan PSN.
o.
Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan penanggulangan penyakit DBD.
I.
Partisipasi Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah masyarakat tersebut. Partisipasi dibidang kesehatan berarti keikut sertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Dalam hal ini memecahkan, melaksanakan dan mengevaluasikan program kesehatan. Institusi kesehatan hanya sekedar memotofasi dan membimbingnya. Didalam partisipasi setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja tapi dapat berbentuk dalam tenaga ( daya ) dan pemikiran ( ide). Dalam hal ini dapat diwujudkan dalam 4 M yakni : Manpower ( tenaga ), Money ( uang ), Material ( benda ) dan Mind ( ide ) Hubungan dengan fasilitas dan tenaga kesehatan, partisipasi masyarakat dapat diarahkan untuk mencukupi kelengkapan tersebut. Dengan kata lain partisipasi masyarakat dapat menciptakan fasilitas dan tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diciptakan dengan adanya partisipasi masyarakat didasarkan kepada idealisme : 1. Community fell need ( pengertian dari masyarakat ) Pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat itu sendiri, ini berarti bahwa masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut. Sehingga pelayanan kesehatan bukan karena dibutuhkan dari atas, yang dalam
23
dirasakan perlunya, tetapi tumbuh dari bawah yang diperlukan masyarakat dan untuk masyarakat 2. Organisasi pelayanan masyarakat kesehatan yang berdasarkan partisipasi masyarakat. Hal ini berarti bahwa fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri 3. Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Artinya tenaga dan penyelenggaraanya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang berdasarkan sukarela. Uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa filosofis partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan untuk masyarakat, dari masyarakat dan oleh masyarakat Cara yang dapat dilakukan untuk mengajak dan menumbuhkan partisipasi masyarakat pada pokoknya ada 3 cara yaitu : a. Partisipasi dengan pelaksanaan Artinya memaksa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang –undangan maupun dengan perintah lisan saja, cara ini akan lebih cepat hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat merasa dipaksa dan kaget karena dasarnya bukan kesadaran tetapi ketakutan. Akibatnya masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program yang ada. b. Partisipasi dengan persuasi ( kesadaran ) Artinya suatu partisipasi yang didasarkan pada kesadaran. Sukar tetapi bila tercapai hasilnya akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara c. Partisipasi dengan edukasi ( pendidikan ) Partisipasi ini dimulai dengan menerangkan, pendidikan dan sebagainya baik secara langsung maupun tidak langsung Elemen – elemen partisipasi masyarakat diantaranya sebagai berikut
24
1) Motivasi Persyaratan utama masyarakat berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat sulit berpartisipasi pada segala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luarnya hanya merangsang saja. Untuk itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi dalam suatu masyarakat. 2) Komunikasi Suatu
komunikasi
yang
baik
adalah
yang
dapat
menyampaikan pesan, ide dan informasi pada masyarakat. Media masa, seperti TV, radio, poster, film dan sebagainya. Semua itu sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan partisipasi. 3) Kooperasi Kerja sama dengan instansi – instansi diluar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Adanya team work (kerja sama tim) antara mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi 4) Mobilisasi 5) Hal ini berarti partisipasi itu bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat dapat dimulai seawal mungkin sampai akhir mungkin, dari identifikasi masalah, menentukan prioritas masalah, perencanaan program, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi program.
25
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT KEGIATAN
A. Tujuan 1. Meningkatkan pengetahuan kader mengenai penyakit DBD dan pencegahannya 2. Memotivasi para kader kesehatan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di lingkungan sekitarnya dalam hal pemeliharaan lingkungan untuk mencegah DBD
B. Manfaat 1. Bagi kader kesehatan a. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kader kesehatan tentang penyakit DBD dan pencegahannya b. Meningkatkan motivasi kader kesehatan sebagai pengerak warga masyarakat di lingkungannya dalam hal pemeliharaan lingkungan untuk mencegah DBD 2. Bagi pelaksana Meningkatkan kompetensi dosen dalam mengaplikasikan ilmunya di bidang penanggulangan penyakit menular yaitu DBD 3. Bagi Universitas Dian Nuswantoro Meningkatkan kualitas pendidikan dan misi pengabdian masyarakat sebagai bukti kepedulian terhadap masyarakat
26
BAB IV METODE PENERAPAN
Alternatif pemecahan masalah yang dihadapi oleh mitra dilakukan pemecahan masalah dengan skema sebagai berikut : Hasil yang diharapkan
Pemecahan masalah
Masalah mitra
Peningkatan pengetahuan & pemahaman kader kesehatan & masy
Bulu Lor sebagai daerah endemis DBD
Pendidikan & pengetahuan masy ttg DBD kurang
Peningkatan praktik pemeliharaan kesehatan lingkungan
Pelatihan Kader Kesehatan ttg DBD, penanganan dan pencegahannya
Belum pernah dilakukan pelatihan ttg DBD
Peningkatan motivasi
KADER KESEHATAN Faktor risiko penyakit DBD berkaitan dengan perilaku kesehatan yang mencakup
domain
pengetahuan,
sikap
dan
praktik.
Dalam
rangka
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, praktik dan motivasi kader kesehatan dalam pencegahan penyakit DBD maka program intervensi yang dapat ditempuh adalah peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam bentuk kegiatan pelatihan agar kader termotivasi untuk menggerakkan masyarakat di lingkungannya dalam pencegahan DBD. Terlebih lagi selama ini, pelatihan DBD hanya diberikan secara terbatas, sehingga dirasakan kebutuhan pelatihan kader yang lebih intensif bagi kader aktif.
Kader
kesehatan seringkali menjadi sumber rujukan bagi penanganan berbagai
27
masalah kesehatan, termasuk DBD. Oleh karena itu kader harus dibekali pengetahuan dan keterampilan yang cukup yang diperoleh melalui kegiatan pelatihan sehingga timbul kepercayaan diri untuk dapat melaksanakan tugasnya. Kegiatan pelatihan ini dilakukan pada kader aktif di wilayah Kelurahan Bulu Lor berupa ceramah dan tanya jawab tentang materi-materi penyuluhan dilanjutkan dan praktik pemantauan jentik. Sasaran dari kegiatan ini adalah kader kesehatan aktif yang terdistribusi pada 11 RW di Kelurahan Bulu Lor. Dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan, Kelurahan Bulu Lor berperan dalam menggerakkan kader kesehatan di wilayah kerjanya dan menjadi tempat dilangsungkannya kegiatan pelatihan tersebut. Luaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan kader kesehatan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan DBD, pencegahan dan pemberantasannya, sehingga angka kasus dapat ditekan serendah-rendahnya. Kegiatan pelatihan ini dinilai relevan bagi upaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman kader ebagai kontribusi terhadap penelitian yang pernah dilakukan diwilayah tersebut. Sehingga luaran yang diharapkan adalah dalam hal akseptabilitas kader kesehatan yang tinggi terhadap kegiatan ini dengan adanya 1) Partisipasi peserta dibandingkan dengan sasaran kegiatan mencapai 85% 2) Keaktifan peserta dalam bertanya selama kegiatan berlangsung mencapai 50% peserta 3) Masukan dari kader kesehatan terhadap kemungkinan dilakukannya kegiatan lanjutan
28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan kegiatan 1. Persiapan kegiatan Berkoordinasi dengan kader kesehatan Kelurahan Bulu Lor untuk menentukan tanggal pelaksanaan kegiatan dan jumlah peserta yang menjadi sasaran kegiatan. Dalam kegiatan ini menemui kendala dalam penentuan tanggal kegiatan dikarenakan dalam bulan yang bersamaan, Kelurahan Bulu Lor sedang dalam kegiatan persiapan lomba PKK di tingkat Kota Semarang. Namun dengan adanya kegiatan pelatihan ini juga membawa manfaat yang mendukung lomba tersebut, sehingga kegiatan ini disambut secara antusias oleh Ketua PKK maupun Koordinator Pokja IV Kelurahan Bulu Lor. Dari hasil koordinasi ini, disepakati bahwa pelaksanaan kegiatan akan diselenggarakan pada hari Rabu, 20 Juni 2012. Sasaran kader kesehatan kegiatan ini berjumlah 25 orang. Persiapan juga mencakup materi yang akan diberikan dalam kegiatan tersebut. Karena kegiatan sudah didahului dengan penelitian, maka materi yang disampaikan terkait penyakit DBD, pencegahannya dan pemberian motivasi bagi para kader, tidak menemui kesulitan yang berarti mengingat materi tersebut merupakan bidang keahlian yang ditekuni oleh tim pelaksana. 2. Pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan dibantu oleh 2 orang mahasiswa peminatan Epidemiologi yang sejak awal juga sudah dilibatkan dalam kegiatan penelitian sebelumnya.
29
B. Hasil kegiatan Kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan oleh tim dosen Fakultas Kesehatan UDINUS dengan strategi kegiatan sbb : 1. Penyuluhan berupa ceramah mengenai : •
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
•
Pencegahan dan Penatalaksanaan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
•
Peran Kader Jumantik dalam pencegahan DBF
•
Instrumen pemantauan jentik
2. Diskusi/ tanya jawab mengenai penyakit DBD dan pencegahannya 3. Pembagian materi dan sertifikat Lokasi kegiatan dilaksanakan di Balai Kelurahan Bulu Lor Kota Semarang. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 20 Juni 2012 dengan jadwal seperti tertera pada tabel berikut : Tabel 1 Jadwal Kegiatan Waktu 14. 45 – 15.00 15.00-15.15
Materi
Pelaksana
Pretest
UDINUS
Pembukaan dan sambutan
•
Sambutan ketua tim penggerak PKK Bulu Lor
•
Sambutan perwakilan F.Kes UDINUS
15.15 – 16.00
Ceramah tentang penyakit DBD, penatalaksanaan dan pencegahannya
30
UDINUS
Waktu 16.00 – 16.45
Materi
Pelaksana
Ceramah tentang peran kader
UDINUS
jumantik dalam pencegahan DBD, instrument pemantauan jentik berkala 16.45 – 17.15
Diskusi/ Tanya jawab
UDINUS
17.15 – 17.30
Post test
UDINUS
17.30 – 17.40
Penutup
UDINUS
Sasaran kegiatan ini adalah kader kesehatan di wilayah Kelurahan Bulu Lor dengan jumlah target sasaran 26 orang. Dalam pelaksanaanya dihadiri oleh 23 orang kader kesehatan. Persentase kehadiran kader dalam kegiatan ini sebesar 88%. Hal ini menunjukkan bahwa antusisme terhadap kegiatan ini sudah mencapai target yaitu 85%. Hasil evaluasi kegiatan penyuluhan, ditinjau dari hasil pre test dan post test yang diselenggarakan sebelum penyuluhan dan setelah penyuluhan. Hasil pretest dan post test adalah sebagai berikut : No
Nama kader
Pretest
Postest
1.
Ny. Alfiani
86
93
2.
Ny. Utami
93
93
3.
Ny. Kiswanto
29
86
4.
Ny. Wisnu
86
93
5.
Ny. Imam S.
64
93
6.
Ny. Suhadi
50
86
7.
Ny. Rifan
43
93
8.
Ny. Bakoh
71
93
9.
Ny. Slamet W
71
71
10. Ny. Agus
36
86
11. Ny. Sapari
21
86
31
No
Nama kader
Pretest
Postest
12. Ny. Indah
57
93
13. Ny. Junaidi
29
93
14. Ny. Agung
57
86
15. Ny. Joko Susilo
64
93
16. Ny. Santosa
36
93
17. Ny. Siti Bayati
29
64
18. Ny. Afrida S.
71
93
19. Ny. Tamin
36
71
20. Ny. Joni
29
71
21. Ny. Supardi
50
71
22. Ny. Sukiman
57
64
23. Ny. Sumanto
71
86
Jumlah
1236
1951
Rata-rata
54
85
Hasil pretest dan post test menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan kader kesehatan tentang penyakit DBD, pencegahan DBD, penatalaksanaan DBD, pemantauan jentik berkala oleh kader yang dinilai dari peningkatan nilai rata-rata skor pretest yaitu 54 menjadi 85 pada post test. Besarnya peningkatan sebesar 31 point. Berdasarkan hasil tersebut, semua kader kesehatan (100%) mengalami peningkatan nilai skor sebelum penyuluhan dibandingkan sesudah penyuluhan. Hal tersebut menunjukkan adanya kesungguhan dan perhatian kader selama kegiatan berlangsung dengan ditunjukan oleh keseriusan mendengarkan ceramah dan diskusi sebagai umpan balik kegiatan. Dalam kegiatan tanya jawab menunjukkan, antusiasme bertanya kader kesehatan terutama pada saat penjelasan mengenai penatalaksanaan penderita DBD secara tradisional. Namun keaktifan bertanya belum memenuhi target yang diharapkan, karena hanya sebesar 35%.
32
Berbagai faktor yang mendukung terlaksananya kegiatan ini antara lain 1. Dukungan dari pihak Kelurahan Bulu Lor dan PKK Bulu Lor dalam mendukung kegiatan ini 2. Dukungan dari pengurus Pokja IV Kelurahan Bulu Lor 3. Lokasi kegiatan mudah dijangkau dan pelaksanaannya bersamaan dengan kegiatan rutin Tim penggerak PKK Kelurahan Bulu Lor sehingga kegiatan dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan 4. Kader kesehatan mendapatkan sertifikat dari Fakultas Kesehatan UDINUS yang dapat mendukung persiapan lomba-lomba yang diikuti oleh PKK Kelurahan Bulu Lor.
C. Keterlibatan mahasiswa Kegiatan ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut penelitian yang sudah dilakukan tentang pengetahuan, sikap, dan praktek warga Kelurahan Bulu Lor dalam pencegahan DBD. Keterlibatan mahasiswa mencakup kegiatan penelitian terdahulu dan dalam pelaksanaan penyuluhan. Jumlah mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan ini adalah 2 orang.
D. Kendala yang ditemui Kendala dalam kegiatan ini adalah dalam penentuan waktu pelaksanaan kegiatan yang mundur dari kegiatan yang direncanakan. Hal ini karena Kelurahan Bulu Lor sedang dalam persiapan lomba PKK pada saat yang hampir bersamaan.
33
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Kegiatan pengabdian masyarakat tentang pelatihan kader kesehatan dalam pencegahan DBD di Kelurahan Bulu Lor sudah berjalan dengan baik dan lancar. 2. Persentase kehadiran kader dalam kegiatan ini adalah 88% dan sudah mencapai target. 3. Minat dan antusiasme bertanya mencapai 35% dan belum mencapai target. 4. Peningkatan pengetahuan kader tentang penyakit DBD, pencegahan DBD dan pemantauan jentik yang ditunjukkan peningkatan nilai rata-rata skor pretest yaitu 54 menjadi 85 pada post test. Besarnya peningkatan sebesar 31 point.
B. SARAN 1. Bagi Kelurahan Bulu Lor Perlu adanya kegiatan lanjutan mencakup materi kesehatan lainnya secara periodic dan berkelanjutan dengan mengikutsertakan instansi yang berwenang yaitu Puskesmas Bulu Lor 2. Bagi kegiatan pengabdian selanjutnya Perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam rangka menurunkan insidensi DBD di Kelurahan Bulu Lor.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadisaputro S. Aspek klinik demam berdarah dengue dewasa. In: Tropical Disease Update. Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 1991 2. Chin J. Control of communicable disease manual. 17thed. Washington DC: American Public Health Association;2000 3. Departemen Kesehatan RI. Survailans penyakit demam berdarah dengue. In: Kumpulan Makalah Pelatihan Pengelolaan Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Tingkat Dinas Kesehatan Dati I dan II, BLKM Ciloto. Jakarta: Ditjen PPM dan PLP Depkes Ri; 1991 4. Bres P. Tindakan darurat kesehatan masyarakat pada kejadian luar biasa petunjuk praktis. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press; 1995 5. Depkes RI. 2000. Pedoman Penanggulangan Demam Berdarah Dengue. Depkes RI, Jakarta 6. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang 2010
35
PETA LOKASI MITRA
36
DOKUMENTASI KEGIATAN
37