Edu-Math; Vol. 4, Tahun 2013
IAIN MEMASUKI MILENIUM KETIGA (Tinjauan dari Sudut Manajemen Pemberdayaan Alumni) Oleh : Habib Muhammad Abstraksi Sejak awal berdiri hingga memasuki milenium ketiga ini, IAIN telah berhasil mencetak sejumlah besar sarjana muslim yang telah mengabdikan dirinya di berbagai lapangan kerja. Namun pada penghujung abad ke 20 dan memasuki milenium ketiga ini, peluang kerja mereka mulai terisi penuh. Sempitnya wawasan keilmuan alumni IAIN yang terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan juga menyebabkan lemahnya kompetisi mereka untuk memasuki pasar kerja. Hal ini akan berdampak serius pada eksistensi alumni IAIN di abad 21 mendatang. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebagai saran dalam hal pemberdayaan alumni IAIN kemasa depan yakni, dimensi kebijakan, dimensi kepemimpinan, dimensi kurikulum, dimensi proses pembelajaran dan dimensi penelitian. Pembaharuan khususnya dibidang pendidikan dan pengajaran adalah hal yang mutlak harus dilakukan dalam membangun IAIN yang lebih baik kedepan. Kata Kunci : IAIN, Alumni, Manajemen Pemberdayaan A.
Pendahuluan Konstribusi IAIN dalam membangun bangsa khususnya di bidang agama, merupakan fakta yang tidak dapat diragukan lagi. Sejak awal berdiri hingga memasuki milenium ketiga ini, IAIN telah berhasil mencetak sejumlah besar sarjana muslim yang telah mengabdikan dirinya di berbagai lapangan kerja, baik di instansi pemerintah, swasta, maupun di masyarakat luas. Pada beberapa dekade yang lalu, alumni IAIN kelihatannya tidak banyak menemukan kesulitan untuk memasuki pasar kerja. Selain sambutan masyarakat yang begitu hangat, kebutuhan instansi pemerintah dan swasta terhadap alumni IAIN juga menyebabkan luasnya lapangan kerja bagi mereka. Namun pada penghujung abad ke 20 dan memasuki milenium ketiga ini, peluang kerja mereka mulai terisi penuh. Sempitnya wawasan keilimuan alumni IAIN yang terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan juga menyebabkan lemahnya kompetisi mereka untuk memasuki pasar kerja. Hal ini akan berdampak serius pada eksistensi alumni IAIN di abad 21 mendatang. Sebab abad 21 adalah zaman yang penuh dengan aplikasi tekhnologi, globalisasi dan leberalisasi 13
Habib Muhammad, IAIN …
kehidupan dalam berbagai aspeknya serta zaman yang penuh dengan kompetisi.1 Menghadapi kenyataan ini, maka sudah selayaknyalah IAIN berbenah diri. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya pemberdayaan, khususnya pemberdayaan alumni memasuki melenium ketiga. B.
1
2
3
4
14
Gambaran Umum Mengenai IAIN : Perlunya Pemberdayaan Alumni Sesuai dengan namanya, Institut Agama Islam negeri, maka IAIN merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan profesional dalam satu disiplin ilmu-ilmu tertentu.2 Karena jenis kelembagaannya adalah bersifat keagamnaan, maka bidang ilmu yang dikembangkan IAIN adalah ilmu-ilmu agama, yakni ilmu-ilmu keislaman.3 Sementara sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi Islam, maka secara institusional tujuan IAIN adalah untuk menciptakan sarjana muslim yang memiliki kualifikasi dalam bidang ilmu pengetahuan keislaman, berakhlak kharimah, mampu menetapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu yang diperolehnya serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaaan. Dilihat dari latar histories, kelahiran IAIN teidak terlepas dari kebutuhan akan “pejabat agama” untuk menempati posisi sebagai guru dan dosen agama Islam di Perguruan Tinggi Agama dan Umum serta Hakim di Pengadilan Agama.4 Karena itu tidaklah mengherankan jika sejak awal berdirinya, bahkan hingga saat ini, kajian-kajian keilmuan yang dikembangkan IAIN adalah ilmu-ilmu keislaman. Sebab IAIN diharapkan meproduk “ahli-ahli” agama untuk dapat memenuhi kebutuhan birokrasi pemerintah, khususnya di lingkungan Departemen Agama. Dalam perjalanan historisnya IAIN memang berhasil menjalankan tugas yang dibebankan pemerintah tersebut. Di IAIN secara umum terdapat 5 Fakultas yaitu : Fakultas Syari’ah, Tarbiyah, Ushuluddin, Adab dan Dakwah. Kesemua Fakultas ini mengajarkan ilmu-ilmu keislaman dalam penyelenggaraan pendidikannya. Secara general, ilmu-ilmu keislaman yang selama ini diselenggarakan di IAIN dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) bidang kajian, yaitu ilmu-ilmu Ulasan sederhana untuk hal in, lihat H.A.R.. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Magelang, Tera Indonesia, 2008, hlm. 289-291. Lihat Anonim, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jogjakarta: Cemerlang Publisher : 2007. pasal 16 ayat 6. Dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 pasal 11 ayat 6 disebutkan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Untuk uraian singkat tentang berdirinya IAIN, lihat Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Hidakarya Agung, 1998, hlm. 396-411.
Edu-Math; Vol. 4, Tahun 2013
kewahyuan (devine words),5 pemikiran Islam (Islamic thught),6 dan sejumlah ilmu terapan (applied sciens)7 yang berhubungan dan relevan dengan fakultas dan jurusan ayang ada di IAIN. Selain itu, turut pula dikaji ilmu-ilmu alat, seperti bahasa dan metodologi, sebagai instrumen untuk mempelajari dan mendalami ketiga bidang keilmuan di atas. Seluruh ilmuilmu itulah yang diharapkan dapat menjadi bekal alumni IAIN untuk mengabdikan dirinya di masyarakat. Selain penguasaannya terhadap sejumlah ilmu-ilmu keislaman, maka salah satu nilai tambah yang dimiliki alumni IAIN adalah akhlaq alkarimah yang dimilikinya. Dengan modal pengetahuan keislaman dan akhlaq al-karimah itulah para alumni IAIN selama ini behasil mengabdikan diri ditengah masyarakat dan mensosialisakan program-program pembangunan nasional dalam berbagai aspeknya. Dari sejak berdiri hingga dewasa ini, bagaimanapun juga IAIN merupakan salah satu human resource institution yang telah berhasil memproduk sejumlah besar sarjana muslim. Dengan demikian kiprah alumninya telah tersebar luas di masyarakat, instansi pemerintah dan swasta. Umumnya alumni tersebut banyak tersebar di pasar kerja sebagai pendidik, (baik dilingkungan Departemen Agama maupun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Hakim di Pengadilan Agama, pegawai adminstrasi dan pencatat nikah di Departemen Agama, da’i dan muballiqh, di masyarakat. Praktis semua posisi “pejabat agama” diberbagai lapangan pengabdian dapat diisi oleh para alumni yang berasal dari IAIN. Seiring dengan perkembangan zaman, maka berbagai posisi yang selama ini merupakanm “kapling” alumni IAIN ternyata mulai penuh terisi. Kondisi ini menyebabkan terbatasnya lapangan kerja dan “nilai jual” alumni IAIN yang pada gilirannya menciptakan educated unemploymen. Setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan terjadinya hal itu. Pertama, dalam kurun waktu yang panjang, IAIN telah berhasil memproduk sarjana muslim dengan kualifikasi yang sama dalam jumlah besar. Jumlah sarjana dengan kualifikasi seperti itu juga diproduksi oleh saudara kembarnya (STAIN) dan sejumlah besar PTAIS. Konsekwensinya lapangan kerja alumni IAIN semakin terbatas dan mulai terisi penuh. 5
6
7
Ilmu Kewahyuan adalah ilmu yang menyangkut dan berhubungan langsung dengan sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Hadis. Pemikiran Islam adalah ilmu yang secara esensial dikembangkan dari dua sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan Hadis, baik yang merupakan penjabaran dari keduanya maupun dari realitas alam dan kehidupan umat Islam yang telah mengalami Islamisasi. Ilmu terapan adalah ilmu tentang realitas peradaban dan kebudayaan yang berkembang, baik yang dikembangkan umat Islam dalam pelajaran sejarahnya dari masa lalu sampai masa kini, maupun oleh umat non muslim.
15
Habib Muhammad, IAIN …
Kompetisi dengan pesaingnya dari STAIN dan PTAIS pun tidak dapat dielakkan dan terjadi semakin tajam. Akhirnya terjadilah over production sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan antara supply dan demand.8 Kedua, perkembangan iptek telah menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam kehidupan masyarakat dan dunia kerja. Perubahan itu menghendaki “substansi” yang lebih luas, baik dalam pengetahuan dan keterampilan maupun sikap mental. Sedangkan alumni IAIN umumnya hanya dibekali dengan pengetahuan keagamaan yang merupakan warisan kejayaan Islam masa lalu, tanpa dibekali pengetahuan modern terutama tentang iptek, yang amat dibutuhkan masyarakat masa kini dan masa depan. Ketiga, Pada awal pertama tahun 1990, pemerintah mulai menerapkan kebijakan zero grouth dalam penerimaan pegawai dilingkungan instansi pemerintah. Kebijakan ini dengan sendirinya menyebabkan tidak terbukanya kesempatan untuk menjadi PNS kecuali pengangkatan yang berdasarkan pergantian dan pensiunan. Padahal selama ini bekerja sebagai PNS, terutama di Departemen Agama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta beberapa Departemen lainnya adalah diantara profesi yang juga banyak dimasuki alumni IAIN. Keempat, Dengan diberlakukannya UUSPN Nomor 2 Tahun 1989 yang diikuti dengan PP Nomor 28 dan 29 tentang pendidikan dasar dan menengah, maka dengan sendirinya kurikulum madrasah mengalami perubahan yang radikal. Perubahan itu telah membawa dampak serius terhadap penyediaan lapangan kerja bagi alumni IAIN khususnya dari Fakultas Tarbiyah. Sebagaimana dimaklumi muatan kurikulum madrasah tahun 1994 sama dengan kurikulum SD, SMTP dan SMU ditambah sedikit ilmu-ilmu agama. Hal ini bermakna bahwa seluruh madrasah lebih banyak membutuhkan guru-guru untuk bidang studi umum bukan agama. Keempat faktor di atas diperburuk lagi oleh kekurang mampuan alumni IAIN melirik dan memasuki bidang pekerjaan lain yang cukup prospektif, seperti wiraswasta karena pendidikan IAIN memang tidak dirancang untuk menanamkan dan mengembangkan jiwa wiraswasta kepada peserta didiknya.9 Akibatnya alumni IAIN lebih banyak yang 8
9
16
Analisis tentang kesenjangan antara suplay dan demand pada perguruan tinggi di Indonesia, Lihat H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional; Kajian Pendidikan Masa Depan, Bandung, Remaja Rosda Karya, Cet.II, 2004 : hlm. 191-197. Kalangan yang tidak sepakat dengan persyaratan ini selalu beragumentasi bahwa sebenarnya terdapat relevansi positif antara spirit Islam dengan relevansi jiwa swasta. Titik temu antara keduanya terletak pada ajaranIslam yang menyuruh umatnya untuk berikhtiar dan berusaha. Dalam tataran normative konsep ini benar, namun pada level praktikal pelaksanaan pendidikan di IAIN aktualisasi konsep ini masih perlu dipetanyakan.
Edu-Math; Vol. 4, Tahun 2013
menjadi pencari kerja dari pada pencipta lapangan kerja. Sementara untuk mencari kerja umumnya nilai jual alumni IAIN lebih rendah bila dibandingkan dengan alumni Perguruan Tinggi Umum {PTU). Sebab sesuai dengan perkembangan pasar kerja beberapa tahun belakangan ini, pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan dunia kerja tidak lagi relevan dengan kualifikasi yang dimilki sarjana IAIN. Kondisi ini tentu tidak koindusif bagi IAIN dalam mempersiapkan alumninya menghadapi milenium ketiga, abad 21. Karenanya, perlu dilakukan pemberdayaan, agar alumni yang dihasilkan alumni IAIN dapat eksis pada zaman dimana mereka harus hidup dan mengambil peran. Untuk itu perlu beberapa inovasi terhadap manajemen pendidikan IAIN dalam rangka pemberdayaan alumninya ke masa depan. C.
Masalah yang Dihadapi IAIN Bagaimanapun juga, lemahnya daya saing dan nilai jual alumni IAIN di pasar kerja, secara langsung ataupun tidak, punya kaitan dengan manajemen pendidikan yang selama ini diterapkan di IAIN. Sebagai institut pendidikan tinggi Islam, adalah wajar jika IAIN dituntut mampu “memanage” mahasiswanya dengan berbagai pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya dunia kerja, agar mereka nantinnya dapat eksis dan mampu mengambil peran dalam kehidupannya. Namun kemampuan memanage itu kelihatannya kurang adaptif dan prospektif dengan dinamika zaman yang terus berubah. Hal itu sebenarnya merupakan rentetatan dari beberapa masalah pokok antara lain : 1. Kebijakan Pendidikan Nasional. a. Sesuai dengan asas sentralisasi, maka penyelenggaraan pendidikan umumnya menuruti garis petunjuk dari atas (top down). Hal itu telah menyebabkan para dicision maker di IAIN tidak memiliki keberanian dan kemampuan mengambil inisiatif dan prakarsa dalam pengelolaan dan pengembangan IAIN. b. Kebijakan pembinaan perguruan tinggi Islam di Indonesia ternyata amat menekankan conformity dengan pendekatan godfather. Dalam perspektif ini, standar, mutu, aturan dan kurikulum pendidikan di setiap IAIN harus seragam dengan IAIN lain, dengan menjadikan Jakarta atau Yogyakarta sebagai godfather. c. Karena IAIN adalah institut, maka Undang-Undang pendidikan menggariskan bahwa IAIN hanya boleh mengembangkan kelompok disiplin ilmu yang sejenis, yaitu ilmu-ilmu keislaman. Selain menyuburkan paradigma keilmuan yang dikhotomis, pemahaman yang ketat terhadap hal itu juga menyebabkan sempitnya wawasan keilmuan alumni IAIN. 17
Habib Muhammad, IAIN …
d. Peraturan yang ada pada prinsipnya membenarkan setiap dosen untuk menjadi menejer IAIN, Dekan atau Rektor, tanpa ada pendidikan atau pelatihan khusus. Padahal menejer pendidikan diharuskan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memenage program akademik, administrasi, mahasiswa dan semua unsur yang terkait dalam proses pendidikan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zaman yang terus maju dan berkembang. 2. Kepemimpinan a. Umumnya pola kepemimpinan IAIN masih bersifat personal yang diwarisi dengan unsur-unsur kolegial, peremodial dan nepotis. Hal ini merupakan warisan “kebijakan” rezim orde baru yang terkenal dengan praktek KKN-nya itu.10 b. Kepemimpinan IAIN masih kurang profesional. Disatu sisi, masih didapati manejer yang diangkat dan menduduki suatu jabatan tertentu sementara ia tidak memiliki keahlian dalam bidang tersebut.11 Disisi lain, profesionalitas masih selalu dimaknai dengan akumulasi dan penguasaan ilmu pengetahuan yang banyak dalam diri seorang pemimpin.12 Padahal profesionalitas lebih dari sekedar itu, yakni sikap mental yang didalamnya terhimpun kapasitas untuk mampu bertanggung jawab, berinisiatif, partisipatif, jujur, terbuka, loyal, peka dan aspiratif serta terus menerus mengembangkan diri. c. Masih terjadinya hubungan yang “semu“ dan kurang harmonis antara pimpinan dengan pejabat akademik dan administrasi di satu sisi, serta antara pimpinan dengan para dosen dan pegawai bawahan antara lain. 3. Kurikulum a. Kurikulum IAIN terlalu didominasi ilmu-ilmu agama. Dalam hal inipun ternyata lebih bersifat melestarikan warisan umat Islam masa lalu dari pada pengayaan dan pengembangan, apalagi penemuan baru.13
10
11
12
13
18
Kondisi seperti ini sebenarnya tidak hanya terjadi dilingkungan IAIN, melainkan terjadi juga pada berbagai Institusi pendidikan lainnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh H.AR. Tilaar bahwa praktek korupsi, kolusi, nepotisme dan koncoisme telah meracuni system pendidikan nasional dalam pelaksanaannya. Karena ia mengusulkan agar reformasi pendidikan diawali dengan mengikis semua bentuk KKN itu. Lebih lanjut lihat H.AR. Tilaar, Beberapa Agenda…, Op.Cit., hlm.37. Karenanya tidak mengherankan jika di IAIN masih terdapat menejer yang berlatar belakang non kependidikan untuk memanage bidang pengajaran dan kurikulum. Itulah satu penyebabnya mengapa masih banyak kampus IAIN yang dikelola oleh para akdemisi, bukan para menejer pendidikan. Bandingkan N.A.Fadhil Lubis, “Perguruan Tinggi Islam Dalam Menyongsong Milenium Ketiga. Peluang Dan Tantangan Di Tengah Makin Berkiprahnya Perguruan Tinggi Asing Di
Edu-Math; Vol. 4, Tahun 2013
b. Sebagai konsekwensi hal di atas, maka beban mata kuliah yang harus dipikul mahasiswa menjadi “tidak manusiawi dan recehan”. Mereka memang mengenal banyak produk sejarah keilmuan Islam, tetapi sifatnya dangkal, sehingga tidak satupun disiplin keilmuan tersebut yang benar-benar dikuasainya secara utuh. 14 c. Masih terjadi over lapping dalam penyusunan mata kuliah yang sebenarnya masih dapat dirampingkan.15 Sebagai contoh, terdapat sejumlah mata kuliah yang pembahasannya berulang-ulang dan tumpang tindih, seperti mata kuliah Administrasi Pendidikan, Suverpisi Pendidikan, Perencanaan Pengajaran, Strategi Belajar Mengajar, yang sebenarnya dapat dirampingkan menjadi satu yaitu Manajemen Pendidikan. d. Terjadi mismatch antara KURNAS dan KURLOK, di IAIN, KURNAS merupakan kurikulum inti (KURTI) yang amat dipentingkan, sementara KURLOK hanya sekedar lapisan pembungkus atau plasma dari KURNAS. Padahal KURLOK adalah kurikulum yang dirancang agar : a) sesuai dengan spesifikasi kebutuhan daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, dimana IAIN tersebut berada. Hal ini dimaksudkan agar alumni yang baru menyelesaikan studi dari satu IAIN dapat dipakai di daerahnya sendiri disebabkan relevansi ilmu yang dipelajari dengan kehidupan empirik. b) memberi ciri beda atau spesifikasi kajian yang lebih dominan dikembangkan antara satu IAIN dengan IAIN lainnya. Sebagai contoh, IAIN Jambi mungkin menjadikan ilmu-ilmu Pendidikan Islam sebagai spesifikasi kajian, sementara 0IAIN Yogyakarta mengambil kajian-kajian dalam bidang Pemikiran Islam. Demikian seterusnya, sehingga masing-masing IAIN memiliki pusat keunggulan dalam suatu disiplin ilmu keislaman tertentu. 4. Proses Belajar Mengajar a. Manajemen pembelajaran di IAIN masih sering terjebak dengan metodologi dan teknologi yang statis yang dapat ditandai dengan : a) text book and lecturer oriented. b) Kajian keislaman yang
14 15
Indonesia” Dalam Syahrin Harahap (ed.), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, IAIN SU dan Tiara Wacana, 2008, hlm. 34. Ibid. Selain itu ada lagi kasus yang cukup menarik dari penampilan kurikulum IAIN tahun 1997 untuk Fakultas Tarbiyah jurusan Kependidikan Islamdalam mata kuliah Pemikiran Pendidikan Islam. Dalam silabus mata kuliah tersebut dicantumkan referensi primer dan sekunder mata kuliah ini. Anehnya, yang menjadi referensi primer justru sama sekali tidak menyentuh dan tidak berhubungan dengan mata kuliah Pemikran Pendidikan Islam, tetapi berhubungan dengan mata kuliah Administrasi atau Manajemen Pendidikan. Lihat Departemen Agama RI. Topik Inti Kurikulum Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam Fakultas Tarbiyah, Jakarta, Drjen Binbaga Islam, Ditbinpertais, 2004, hlm. 141-143.
19
Habib Muhammad, IAIN …
diajarkan masih dalam upaya melestarikan khazanah keilmuan Islam masa lalu, belum smpai pada level pengayaan dan pengembangan. c) Sistem perkuliahan masih bersifat sit to see and listen dari mahasiswa. d) Sistem evaluasi PBM lebih menekankan evaluasi hasil dari pada evaluasi proses dan keberhasilan siswa dalam study banyak diukur lewat penguasaannya terhadap materi pelajaran tanpa mengetahui urgensinya untuk dunia empirik. e) Transfer of knowledge masih merupakan hal yang paling diutamakan dari pada menumbuh-kembangkan learning capacity dikalangan mahasiswa. f) Mahasiswa kurang dilatih untuk belajar berfikir kritis (hou to think).16 Mereka lebih banyak disuguhi dengan berbagai kesimpulan pendapat ahli tanpa menguasai proses berfikir ilmiah atau langkah-langkah sistematis untuk sampai pada kesimpulan itu. b. Minimnya jumlah tenaga pendidik dengan kualifikasi pendidikan yang memadai (S-2 dan S-3) untuk mengelola PBM. Tidak jarang tenaga pengajar IAIN ialah alumni S.1 yang baru saja diwisuda dari IAIN yang bersangkutan. Hal ini diperburuk lagi oleh system rekrutmen tenaga pendidik yang masih berbau KKN. Kemudian tidak sedikit tenaga pendidik yang dianggap sudah mapan (Guru Besar, dan Doktor ternyata lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengajar di PTIS atau bertabligh di masyarakat. Gaji yang rendah, yang dinilai bukan saja tidak cukup untuk membiayai peningkatan dan pengembangan karir intelektualnya, tetapi juga tidak cukup untuk membiayai biaya hidup keluarga secara layak, adalah merupakan faktor utama penyebab terjdinya hal tersebut. c. Pendidikan akhlak yang selama ini diajarkan lebih bersifat indoktrinasi seakan-akan ajaran moral Islam bersifat statis dan dokmatis serta asing dari zaman yang yang senantiasa bekembang. Hal inilah yang menyebabkan IAIN belum mampu, andaikan tidak dikatakan gagal memenuhi fungsinya dalam mengarahkan kehidupan masyarakat kearah nilai-nilai moralitas unggulan. Padahal kepribadian utama IAIN terletak pada aspek ini, yaitu dengan nilai-nilai religilitas mengarahkan masyarakat untuk berani hidup sebagai manusia yang berkahlaq al-karimah. Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi pada penghujung abad 20 ini dapat ditafsirkan sebagai repsentasi dari kekurang mampuan tersebut.
16
20
Bandingkan Soejatmoko, “Manusia Indonesia Menjelang Abad ke 21 Dan Perispannya” dalam Said Tuhuleley (ed). PERMASALAHAN ABAD XXI : Sebuah Agenda, Yogyakarta, SI Press, 2003, hlm.36.
Edu-Math; Vol. 4, Tahun 2013
d. IAIN, kecuali beberapa saja diantaranya, belum diperlengkapi dengan sarana dan fasilitas yang memadai bagi penciptaan suasana kondusif dalam menumbuh-kembangkan keterampilan dan budaya akademis dikalangan pendidik dan mahasiswa. Persoalan klasik ini merupakan rentetan dari keterbatasan sumber dana dan kekurang mampuan memanage sumber-sumber dana yang ada. Ketergantungan yang kuat pada subsidi pemerintah, menyebabkan IAIN tidak dapat berbuat banyak untuk mengembangkan dirinya. 5. Peneltian Selama ini IAIN masih lemah dalam bidang riset. Hal ini dapat ditandai dengan minimnya jumlah penelitian, lemahnya metodologi dan kurang aplicablenya penelitian yang dilakukan dengan program-program pembangunan nasional, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan Islam dan rekayasa masa depan umat. 6. Kemitraan Apa yang disebut dengan simbiosisme mutualistis antara IAIN, masyarakat dan pasar kerja tampaknya belum merupakan kenyataan bagi IAIN. Kebanyakan hubungan ataupun kerja-sama yang terjadi selama ini umumnya baru sampai pada level memorandum of understanding. D.
17
Agenda Pemberdayaan ke Masa Depan Pendidikan pada prinsipnya adalah proses rekayasa dan menejemen mengenai kehidupan masa depan. Arah dan tujuannya adalah ke depan.17 Bagaimana mempersiapkan generasi terdidik yang siap pakai dan berkemampuan mengambil peran dimasa depan adalah merupakan tugas terpenting yang harus diemban dunia pendidikan. Karena itu IAIN sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi Islam di negeri ini harus dirancang kemasa depan, bila tidak maka IAIN tidak punya hak moral untuk hidup dimasa depan. Filosofi yang menganggap IAIN sebagai Institution of linear production, tampaknya harus dirubah kearah Institution of factual future orientation. Berbagai kelemahan yang selama ini perlu diatasi dan digantikan dengan praktek-praktek baru yang kondusif bagi pembinaan peserta didik agar mampu mengambil peran dalam kehidupan masa depan. Dalam perspektif itu, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebagai saran dalam hal pemberdayaan alumni IAIN kemasa depan.
Bandingkan Winarno Surakhmat, Menilai Kembali Pengertian Pendidikan Untuk Pembangunan, Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia III, Ujung Pandang 2006.
21
Habib Muhammad, IAIN …
1. Dimensi Kebijakan Pada dimensi ini, kebijakan nasional dibidang pendidikan harus memberikan kemungkinan kearah : a. Desentralisasi system pendidikan atau paling tidak memberikan otonomi luas bagi setiap lembaga pendidikan utnuk mengelola dan mengembangkan dirinya. Dalam konteks ini, IAIN perlu belajar dari pengalaman dari sejumlah perguruan tinggi barat yang telah menerapkan konsep land grant college atau sea grant college untuk mendukung pelaksanaan otonomisasi perguruan tinggi. b. Reformasi paradigma lama yang mendasari berdirinya IAIN sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi Islam. IAIN didirikan sesuai dengan tuntutan zaman atau kebutuhan yang relevan dengan kondisi ketika ia didirikan. Sekarang zaman telah berubah dan sarjana agama Islam sesuai dengan kualifikasi yang selama ini disyaratkan telah dihasilkan dalam jumlah yang besar. Karena itu, perlu reformulasi paradigma untuk menjawab perubahanperubahan dunia yang berubah dengan cepat.18 c. Transformasi IAIN menjadi unversitas.19 Hal ini dilakukan dengan tujuan a). Memperluas bidang kajian keilmuan IAIN. b). Menjadikan seluruh ilmu pengetahuan terintegrasi, apakah itu ilmu-ilmu umum atau ilmu-ilmu agama Islam. c). Memungkinkan dilakukan diversifikasi program pendidikan. d). Memungkinkan setiap mahsiswa memilih lebih dari satu kajian yang relevan dengan minat, cita-cita dan kebutuhan pasar kerja. e). Menghasilkan alumni yang berwawasan luas dan berkepribadian utuh. f). Memungkinkan setiap alumni bersaing dipasar kerja. Kesemuanya itu pada gilirannya akan menjadikan IAIN tetap survive dan para alumninya dapat hidup dan mengambil peran pada zaman yang terus maju dan berkembang. d. Restrukturisasi kelembagaan menyangkut pengurangan jumlah fakultas ataupun jurusan yang kurang atau relevan untuk masa depan. Termasuk dalam hal ini adalah membuka ataupun menambah fakultas ataupun jumlah jurusan yang prospektif bagi kepentingan masyarakat masa depan.20
18 19
20
22
Lihat H.AR. Tilaar, op.cit., hlm. 208-209. Gagasan agar IAIN ditransformasikan menjadi Universitas telah dilontarkan oleh sejumlah tokoh dan pakar pendidikan. Lihat antara lain dialog dengan Atho’ Muzhar dalam Tarbiyah, No. 42. Tahun XIII, April – Juni 2006, hlm. 7-8 dan dengan Harun Nasution dalam Miqot, November-Desember 2001, hlm. 78-80. Dalam konteks ini, menurut hemat penulis, IAIN tidak perlu melaksanakan apa yang disebut oleh sebagian kalangan sebagai combine degree, yakni melakukan kerjasama dengan sebuah
Edu-Math; Vol. 4, Tahun 2013
e. Penerarapan kebijakan land grant college dan sea granrt college perlu segera direalisasikan untuk mendukung otonomisasi dalam mendanai proses pelaksanaan dan pengembangan pendidikan IAIN.21 Penerapan kebijakan tersebut harus diikuti kemampuan para manager IAIN dalam mengelola dan menjalankan konsep tersebut. Sebab bila tidak, land grant dan sea grant college tersebut tidak akan banyak membantu, bahkan mungkin sia-sia. 2. Dimensi Kepemimpinan a. Meneger pendidikan IAIN haruslah seorang professional yang ahli dibidangnya. Hal ini berarti meneger yang masih bersifat amatiran dalam melaksanakan tugasnya harus segera “dipangkas” atau paling tidak diberi short courses dalam bidang kepemimpinan. b. Merubah pola kepemipinan personal kearah kepemipinan team worker yang jauh dari praktek-praktek primodialisme, kolegialisme dan nepotisme. c. Bagaimanapun juga, dimasa depan IAIN membutuhkan maneger yang memiliki kualifikasi pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang sesuai dengan etika al-Qur’an yang termanisfetasikan dalam perilaku kepemimpinannya. 3. Dimensi Kurikulum a. Kurikulum harus dirancang agar bersifat kontekstual dan futuristic, sebab IAIN akan kehilangan hak moral untuk tampil mempersiapkan alumninya menghadapi masa depan, sementara ia sendiri hidup dimasa lalu. b. Penyusunan kurikulum jangan terjebak pada tantangan dan kebutuhan sesaat, sebab bila demikian, pada saat tantangan tersebut telah tersahuti, maka produk kurikulum tersebut sudah tidak laku lagi dapat untuk dipasarkan. c. Perlu, paling tidak persentase yang berimbang antara KURNAS dan KURLOK, untuk fakultas dan jurusan yang ada di IAIN. KURLOK tidak harus sama, tetapi harus menunjukkan spesifikasi sesuai dengan
21
atau beberapa PTU utnuk mencangkokkan mahasiswa IAIN pada satu fakultas tertentu di PTU dengan tujuan agar seorang alumni IAIN memiliki gelar sarjana S.1 ganda. Land grant dan sea grant college merupakan kebijakan yang memberikan wewenang kepada sebuah Perguruan tInggi untuk mengelola dan mengusahakan sejumlah area, hutan atau laut misalnya, gunan membiayai seluruh kegiatan yang tercakup dalam Tri Darma perguruan tinggi. Dengan cara ini, sebuah perguruan tinggi akan mampu mandiri dan memiliki keberanian dalam melakukan kontrol terhadap berbagai kebijakan pemerintah, disebabkan perguiruan tinggi tersebut tidak lagi menggantungkan dirinya pada subsidi pemerintah. Lebih lanjut mengenai Land grant dan sea grant college beserta manfaatnya, Lihat Chairuddin P. Lubis, Land Granrt College, Makalah Seminar Sehari, Peranan Perguruan Tinggi Dalam Menyongsong Indonesia Baru, Medan, 28 Agustus 2009.
23
Habib Muhammad, IAIN …
lingkungan dan kebutuhan setempat. Hal ini tentunya amat berguna bagi pemerataan dan akselerasi pembangunan daerah. d. Dalam perubahan dan pembaharuan kurikulum perlu dibentuk dan difungsikan konsorsium bidang ilmu dan komite penasehat kurikulum yang terdiri dari berbagai kalangan, seperti pakar pendidikan, tekhnologi, ekonomi, politikus, pengusaha dan lain-lain. 4. Dimensi PBM PBM harus ditekankan ke arah penciptaan situasi dan kondisi yang kondusif untuk : a. Menumbuh-kembangkan learning capacity dikalangan mahasiswa. b. Melatih mahasiswa untuk belajar berfikir kritis (how to think) dalam setiap PBM. c. Menciptakan dan mengembangkan iklim intelektual yang bebas dan demokratis dalam setiap PBM. Sebab vitalitas kerja intelektual sangat bergantung pada millieu dan pemikiran yang merdeka. Orang tidak bisa mengharapkan bahwa pemikiran akan hidup dan berkembang tanpa kebebasan, dimana perbedaan pendapat, konfrontasi pandangan dan perdebatan antara berbagai gagasan dapat dijamin. d. Lebih menekankan dimensi praktis dan nilai dari setiap materi pelajaran yang diajarkan. e. Menanamkan kemandirian dikalangan mahasiswa dalam arti berani mencoba, mampu menentukan pilihan dan menanggung resiko secara bertanggung jawab. f. Untuk meringankan kualitas PBM, maka rekrutmen tenaga pengajar perlu diperbaiki. Disatu sisi tenaga pengajar yang diangkat minimal S-2 dan disisi lain tenaga pengajar yang ada didorong untuk melanjutkan studinya ke jenjang S-2 dan S-3. g. Agar terciptanya PBM y0ang kondusif, maka berbagai sarana dan fasilitas yang dibutuhkan perlu dan harus disediakan secara memadai. 5. Dimensi Penelitian a. Mengangkat tenaga peneliti khusus yang bertugas bagi pengkajian dan pengembangan IAIN ke masa depan. b. Memberikan waktu dan sarana yang cukup bagi para dosen untuk melakukan penelitian sehubungan dengan tanggung jawab pengembangan profesi dan karir intelektualnya. c. Meningkatkan kualitas riset, baik yang dilakukan dosen maupun mahasiswa. Penelitian yang dilakukan hendaknya dikembangkan kearah kebermanfaatannya secara riil dengan program-program pembangunan nasional dan perkembangan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya. Untuk itu perlu ditingkan kemapuan dan 24
Edu-Math; Vol. 4, Tahun 2013
pengetahuan untuk melakuklan penelitian, baik dikalangan dosen maupun mahsiswa IAIN. d. Menerbitkan hasil riset terbaik dan memberikan penghargaan serta intensif yang mengembirakan bagi penciptaan kompetisi untuk melakukan riset. 6. Dimensi Kemitraan a. Menjalin kemitraan dengan PTI dan PTU yang lebih maju dalam pengembagan suatu disiplin ilmu dan riset, baik dengan PT maupun di luar negeri. b. Menjalin networking antara IAIN dengan berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta, untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek, antara das sain dan das sollen yang terjadi selama ini. c. Membangun Biro Jasa Pemasaran Alumni (BJPA), khususnya dalam penyediaan tenaga kerja dibidang pendidikan, hakim, pengacara, maupun penasehat hukum, Islam, pelatihan keagamaan dan tabliqh, informasi BJPA tersebut disebar ke berbagai instansi, baik di dalam mapupun luar negeri. Untuk melaksanakan sejumlah agenda pemberdayaan di atas tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selain membutuhkan kerjasama dan komitmen yang kuat dari tingkat bawah sampai tingkat atas, kesiapan mahasiswa sebagai subjek dan objek pendidikan adalah diantara prasyarat mutlak bagi meluncurkan program perubahan tersebut. E.
Penutup Bila IAIN dilihat dari sudut institution of human investment, maka investasi yang ditanam haruslah dikembangkan untuk menghasilkan produk yang berguna bagi masa depan. IAIN harus “berubah” ---tentu saja tidak harus meninggalkan identitas kelembagaannya--- sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Pendidikan IAIN ke masa depan harus ditata lebih dari sekedar berasaskan keterikatan dengan paradigma dan kebutuhan masa depan, sebab investasi yang ditanamkan di IAIN sebenarnya adalah untuk persiapan dimasa depan. Selamat memasuki millennium ke tiga IAIN.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, Departemen Agama RI. Topik Inti Kurikulum Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam Fakultas Tarbiyah, Jakarta, Drjen Binbaga Islam, Ditbinpertais, 2004. 25
Habib Muhammad, IAIN …
Anonim, UUSPN Nomor 20 Tahun 2003. Atho’ Muzhar dalam Tarbiyah, No. 42. Tahun XIII, April – Juni 2006, hlm. 7-8 dan dengan Harun Nasution dalam Miqot, November-Desember 2001. Chairuddin P. Lubis, Land Granrt College, Makalah Seminar Sehari, Peranan Perguruan Tinggi Dalam Menyongsong Indonesia Baru, Medan, 28 Agustus 2009. H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional; Kajian Pendidikan Masa Depan, Bandung, Remaja Rosda Karya, Cet.II, 2004. -------. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Magelang, Tera Indonesia, 2008. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Hidakarya Agung, 1998. Nur
Ahmad Fadhil Lubis, “Perguruan Tinggi Islam Dalam MenyongsongMilenium Ketiga. Peluang Dan Tantangan Di Tengah Makin Berkiprahnya Perguruan Tinggi Asing Di Indonesia” Dalam Syahrin Harahap (ed.), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, IAIN SU dan Tiara Wacana, 2008.
Soejatmoko, “Manusia Indonesia Menjelang Abad ke 21 Dan Perispannya” dalam Said Tuhuleley (ed). PERMASALAHAN ABAD XXI : Sebuah Agenda, Yogyakarta, SI Press, 2003. Winarno Surakhmat, Menilai Kembali Pengertian Pendidikan Untuk Pembangunan, Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia III, Ujung Pandang 2006.
26
Edu-Math; Vol. 4, Tahun 2013
pengetahuan untuk melakuklan penelitian, baik dikalangan dosen maupun mahsiswa IAIN. b. Menerbitkan hasil riset terbaik dan memberikan penghargaan serta intensif yang mengembirakan bagi penciptaan kompetisi untuk melakukan riset. 6. Dimensi Kemitraan a. Menjalin kemitraan dengan PTI dan PTU yang lebih maju dalam pengembagan suatu disiplin ilmu dan riset, baik dengan PT maupun di luar negeri. b. Menjalin networking antara IAIN dengan berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta, untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek, antara das sain dan das sollen yang terjadi selama ini. c. Membangun Biro Jasa Pemasaran Alumni (BJPA), khususnya dalam penyediaan tenaga kerja dibidang pendidikan, hakim, pengacara, maupun penasehat hukum, Islam, pelatihan keagamaan dan tabliqh, informasi BJPA tersebut disebar ke berbagai instansi, baik di dalam mapupun luar negeri. Untuk melaksanakan sejumlah agenda pemberdayaan di atas tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selain membutuhkan kerjasama dan komitmen yang kuat dari tingkat bawah sampai tingkat atas, kesiapan mahasiswa sebagai subjek dan objek pendidikan adalah diantara prasyarat mutlak bagi meluncurkan program perubahan tersebut. E.
Penutup Bila IAIN dilihat dari sudut institution of human investment, maka investasi yang ditanam haruslah dikembangkan untuk menghasilkan produk yang berguna bagi masa depan. IAIN harus “berubah” ---tentu saja tidak harus meninggalkan identitas kelembagaannya--- sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Pendidikan IAIN ke masa depan harus ditata lebih dari sekedar berasaskan keterikatan dengan paradigma dan kebutuhan masa depan, sebab investasi yang ditanamkan di IAIN sebenarnya adalah untuk persiapan dimasa depan. Selamat memasuki millennium ke tiga IAIN.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, Departemen Agama RI. Topik Inti Kurikulum Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam Fakultas Tarbiyah, Jakarta, Drjen Binbaga Islam, Ditbinpertais, 2004. 25
Habib Rini Warti, Muhammad, Kecerdasan IAIN……
Anonim, UUSPN Nomor 20 Tahun 2003. Atho’ Muzhar dalam Tarbiyah, No. 42. Tahun XIII, April – Juni 2006, hlm. 7-8 dan dengan Harun Nasution dalam Miqot, November-Desember 2001. Chairuddin P. Lubis, Land Granrt College, Makalah Seminar Sehari, Peranan Perguruan Tinggi Dalam Menyongsong Indonesia Baru, Medan, 28 Agustus 2009. H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional; Kajian Pendidikan Masa Depan, Bandung, Remaja Rosda Karya, Cet.II, 2004. -------. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Magelang, Tera Indonesia, 2008. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Hidakarya Agung, 1998. Nur
Ahmad Fadhil Lubis, “Perguruan Tinggi Islam Dalam MenyongsongMilenium Ketiga. Peluang Dan Tantangan Di Tengah Makin Berkiprahnya Perguruan Tinggi Asing Di Indonesia” Dalam Syahrin Harahap (ed.), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, IAIN SU dan Tiara Wacana, 2008.
Soejatmoko, “Manusia Indonesia Menjelang Abad ke 21 Dan Perispannya” dalam Said Tuhuleley (ed). PERMASALAHAN ABAD XXI : Sebuah Agenda, Yogyakarta, SI Press, 2003. Winarno Surakhmat, Menilai Kembali Pengertian Pendidikan Untuk Pembangunan, Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia III, Ujung Pandang 2006.
26