ANALISIS KEBUTUHAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN PENYUSUNAN TARIF LISTRIK REGIONAL DI DAERAH PROVINSI BALI GUNA MEMENUHI PASOKAN ENERGI LISTRIK 10 TAHUN MENDATANG I Putu Surya Atmaja Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya – 60111 Email :
[email protected] ABSTRAK Dalam penelitian ini dilakukan suatu analisis peramalan beban sistem ketenagalistrikan Provinsi Bali dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2019 dan berkaitan dengan UU Ketenagalistrikan No.30 tahun 2009 dilakukan pula perhitungan tarif regional provinsi Bali menggunakan metode Cost of Service - Rate of Return dan Long Run Marginal Cost sebagai acuan keekonomian tarif serta pengkajian tarif dengan mempertimbangkan aspek kemampuan bayar masyarakat. Berdasarkan hasil analisis diperoleh besarnya kebutuhan energi listrik total untuk provinsi Bali sampai tahun 2019 mencapai 9996,33 GWh dengan beban puncak mencapai 1893,87 MW. Sedangkan kaitannya dengan penyusunan tarif listrik secara regional di daerah provinsi Bali diperoleh suatu tarif listrik regional yang lebih tinggi dari kemampuan beli masyarakat terhadap energi listrik sehingga penetapan tarif listrik secara regional yang mengacu pada UU Ketenagalistrikan No.30 tahun 2009 masih dirasa akan membebani masyarakat Bali dan masih perlu ditinjau ulang. Kata kunci: Krisis Energi Listrik, Peramalan Beban, Tarif Listrik Regional
1 . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ketersediaan listrik kini telah menjadi bahasan utama di masyarakat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat itu sendiri. Tenaga listrik yang handal dan ekonomis diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga diperlukan ketersediaan listrik yang cukup memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk menghindari terjadinya krisis energi listrik, maka diperlukan suatu usaha pengembangan sistem ketenagalistrikan itu sendiri. Sebagai langkah awal dalam usaha pengembangan sistem ketenagalistrikan tersebut adalah dengan melakukan suatu prakiraan mengenai besarnya kebutuhan energi listrik pada tahun-tahun mendatang. Selain itu, untuk meniadakan defisit
operasi pada PT.PLN dapat dilakukan melalui penyusunan tarif dasar listrik secara regional sehingga kelangsungan suplai energi listrik dapat terjaga. Adapun tujuan penetapan tarif dasar listrik adalah untuk memperoleh pendapatan yang dapat digunakan untuk membiayai sebagian besar atau seluruh biaya pengusahaan energi listrik, yang meliputi biaya – biaya pembangkitan, transmisi, distribusi, operasional dan pengelolaan , modal, perawatan dan pemeliharaan, serta pengembangan dan pertumbuhan di masa depan. Di sisi lain, tarif dasar listrik tidak boleh menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, serta pemerataan penggunaan energi listrik kepada seluruh lapisan masyarakat. Sehingga selanjutnya dapat diketahui mengenai besar tambahan pasokan energi listrik yang diperlukan, dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan penambahan jumlah pasokan energi listrik. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi penyimpangan yang mungkin terjadi dalam proses pengembangan sistem ketenagalistrikan itu sendiri. 2.TEORI PENUNJANG ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK DAN PENYUSUNAN TARIF REGIONAL 2.1 Prakiraan Beban Tenaga Listrik Salah satu faktor yang sangat menentukan dalam membuat rencana operasi sistem tenaga listrik adalah peramalan atau prakiraan beban yang akan dialami oleh sistem tenaga listrik bersangkutan. 2.2 Metode Peramalan Kebutuhan Energi Listrik 2.2.1 Metode DKL 3.02. PT PLN Model DKL merupakan model yang disusun secara sederhana dengan mempertimbangkan ketersedian data yang ada, digunakan PLN untuk menyusun prakiraan kebutuhan listrik. Model yang dibangun dengan menggabungkan beberapa model (ekonometri, kecenderungan dan analitis) dan menggunakan pendekatan sektoral serta mengelompokkan
1 Proceeding Seminar Tugas Akhir
pelanggan menjadi 4 sektor : Rumah tangga Komersil Publik Industri 2..2.1.1 Kebutuhan Konsumsi Energi Prakiraan total kebutuhan konsumsi energi atau energi terjual (Est) diperoleh dengan menjumlahkan konsumsi energi sektor rumah tangga, bisnis, publik, dan sektor industri, dengan rumus: ESt = ERt + EKt + EPt + EIt dengan : ESt ERt EKt EPt EIt
: total kebutuhan konsumsi energi pada tahun t : konsumsi energi sektor rumah tangga pada tahun t : konsumsi energi sektor komersial pada tahun t : konsumsi energi sektor publik pada tahun t : konsumsi energi sektor industri pada tahun t
2.3 Metode Perhitungan Tarif Dalam dunia kelistrikan, perhitungan tarif listrik umumnya menggunakan dua metode perhitungan yang biasa digunakan yaitu : 1. Metode Biaya Pokok Penyediaan (COS/RoR) yang memperhitungkan keuntungan dalam penentuan BPP. 2. Metode Long Run Marginal Cost, sebagai perhitungan ekonomis yang dipergunakan dalam desain tarif. Metode cost of service rate of return (embedded cost) menggunakan data-data yang sudah ada (historical data), dalam bentuk laporan keuangan tahunan, sedangkan pada metode Marginal Cost menggunakan data perencanaan. Adapun tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut : 1.
2.
Menentukan revenue requirement – yaitu tingkat penerimaan yang : a. Dapat menutupi biaya operasi listrik perusahaan b. Tingkat keuntungan yang wajar dari nilai investasinya (return) Menentukan struktur tarif – yaitu menentukan tingkat dan pola pembebanan kepada kelas konsumen akibat penggunaan jasa pelaku Usaha listrik melalui : a. Alokasi biaya (cost) b. Desain tarif, menggunakan Long Run Marginal Cost.
Gambar 1 Tahapan Penentuan Tarif 3 . SISTEM KETENAGALISTRIKAN KABUPATEN PROVINSI BALI 3.1 Sekilas Bali Berdasarkan hasil registrasi penduduk (BPS Provinsi Bali) pada tahun 2008 jumlah penduduk Bali sebanyak 3.409.845 jiwa yang terdiri dari 1.709.894 jiwa (50,15%) penduduk lakilaki dan 1.699.951 jiwa (49,85%) penduduk perempuan Kinerja ekonomi Bali sepanjang tahun 2008 hanya sedikit mengalami peningkatan hal ini tak lain akibat dari krisis finansial yang melanda dunia di penghujung tahun 2008 lalu. Alhasil, laju pertumbuhan ekonomi Bali yang sebelumnya 5,92 persen pada tahun 2007 mengalami peningkatan tipis menjadi 5,97 persen di tahun 2008. Perhitungan pertumbuhan PDRB ini mulai digunakan atas dasar harga konstan 2000. Pertumbuhan PDRB tertinggi selama tahun 2008 terjadi di sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 8,98 persen. Sebaliknya, pertumbuhan terendah terjadi pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yaitu 0,61 persen. Tabel 1 Laju Pertumbuhan PDRB Bali atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004 – 2008 (%)
2 Proceeding Seminar Tugas Akhir
Tabel 2 PDRB Per sektor atas dasar harga konstan tahun 2000
Tabel 4 Pemakaian Listrik Persektor pada Tahun 2004-2008
3.2 Sistem Ketenagalistrikan Bali Sistem ketenagalistrikan di Provinsi Bali merupakan bagian dari sistem interkoneksi Jawa Madura Bali (JAMALI), yang meliputi tujuh provinsi di Jawa dan Bali, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Sistem interkoneksi Pulau Bali dengan Pulau Jawa menggunakan kabel laut 150 kV. Pasokan energi listrik untuk sistem Bali sebesar 568,5 MW yang dipasok dari kabel laut Jawa Bali 190 MW (34%) dan pembangkit di Bali sebesar 378,5 MW (66%). Unit terbesar adalah PLTG Gilimanuk sebesar 130 MW. 3.2.1 Perkembangan Jumlah Pelanggan PT.PLN Distribusi Bali
3.2.3 Neraca Daya Sistem Kelistrikan di Bali sampai Tahun 2008 Secara umum, sistem kelistrikan di Bali sampai dengan tahun 2008 memiliki kapasitas terpasang sebesar 662.27 MW, Daya Mampu sebesar 563 MW dan Beban puncak mencapai 486 MW. Untuk mengetahui lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5 Neraca Daya (MW)
Total pelanggan PLN Distribusi Bali sampai dengan tahun 2008 berjumlah 735.939 pelanggan yang terdiri dari pelanggan sektor rumah tangga sebesar 645.356 pelanggan , bisnis/komersial 63.590 pelanggan , sosial/publik 26.330 pelanggan, dan sektor industri sebesar 663 pelanggan . Perumbuhan pelanggan dari tahun 2004-2008 dapat dilihat pada tabel 3 Tabel 3 Jumlah Pelanggan Per Kelompok Pelanggan Tahun 2004-2008
3.2.4 Harga Jual Rata-Rata (Rp/kwh) PT.PLN (Persero) Distribusi Bali tahun 2004-2008 harga jual rata-rata (Rp/kwh) di propinsi Bali sendiri terus mengalami peningkatan samapi dengan pada tahun 2008 mencapai Rp 758.07/ kwh dengan pembagian harga jual rata-rata berbeda pada tiap sektor tarif yaitu terdiri dari sektor rumah tangga, bisnis,industri, publik, sosial dan multiguna. Tabel 6 Harga Jual rata-rata (Rp/Kwh) PLN Dist. Bali tahun 2004 s/d 2008
3.2.2
Pemakaian / penjualan tenaga listrik per sektor (GWh) PT.PLN Distribusi Bali
Rata-rata pertumbuhan pemakaian / penjualan tenaga listrik dalam kurun waktu tahun 2004-2008 adalah sebesar 6.48 %.
3 Proceeding Seminar Tugas Akhir
4. ANALISIS KEBUTUHAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN PENYUSUNAN TARIF LISTRIK REGIONAL DI PROVINSI BALI 4.1 Kondisi Eksisting Ketenagalistrikan di Bali Saat Ini
Gambar 3 Grafik Prakiraan Konsumsi Energi Listrik per sektor Diprediksi bahwa pertumbuhan rata – rata konsumsi tenaga listrik total di provinsi Bali selama 10 tahun mendatang adalah sebesar 14,5 % setiap tahunnya. Tabel 8 Neraca Daya Gambar 2 Peta Kelistrikan Subsistem Bali tahun 2008 (Eksisting dan Planning) Pada saat ini 66% (PLTD sebesar 10% dan PLTG sebesar 56% ) pasokan listrik di Sistem Bali dipasok dari pembangkit menggunakan bahan bakar minyak solar (HSD) dan 34 % bahan bakar campuran (mixed) dari sistem Jawa melalui Kabel Laut. Ketika salah satu unit terbesar keluar dari sistem maka akan terjadi defisit energi listrik yang kemudian berdampak terhadap pelayanan listrik ke konsumen. Untuk itu perlu adanya penambahan unit pembangkit baru yang diharapkan mampu mengatasi masalah kelistrikan di Bali kedepannya. 4.2 Peramalan dengan Metode DKL 3.02 4.2.1 Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik Daerah Bali sampai tahun 2019 Tabel 7 Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan (GWh) Bali
Dari tabel 8 didapatkan bahwa pada tahun 2010 telah mulai terjadi krisis energi listrik di Bali dimana nilai beban puncak sudah melebihi nilai dari daya mampu pembangkit dan kondisi ini harus dapat diatasi dengan penambahan pembangkit sebesar 46,21 MW agar daya mampu jauh melebihi beban puncak. 4.3 Analisis Perhitungan Biaya Pokok Penyediaan Berdasarkan Revenue Requirement Komponen terbesar dari biaya operasional adalah pembelian listrik yang mencapai 82,09 % dari biaya total. Biaya tersebut memiliki ketentuan bahwa sebagian pembelian tersebut bersifat tetap (fixed) artinya ada atau tidak ada pembelian jumlah tertentu tersebut harus tetap dibayarkan. Komponen biaya lainnya yang juga cukup besar dan sensitif terhadap produksi dan penjualan adalah biaya bahan bakar.
4 Proceeding Seminar Tugas Akhir
Setelah didapatkan rate base sebesar Rp. 1,78 triliun dan dengan tingkat keuntungan (rate of return) sebesar 9 %, maka diperoleh pengembalian modal investasi (return on investment) sebagai berikut : Return on investment belum termasuk pajak = rate base x rate of return = 1.777.891.250.000 x 9% = Rp. 160.010.212.500,Return on investment termasuk pajak 30% : = ROI (belum pajak) / 0,7 = 160.010.212.500 / 0,7 = Rp. 228.586.017.900,Sehingga diperoleh : Total revenue requirement = biaya operasi + ROI termasuk pajak = 2.575.750.000.000+ 228.586.017.900 = Rp. 2.804.336.018.000,Tabel 9 Perhitungan Biaya Pokok Penyediaan Bali tahun 2008(dalam jutaan Rupiah)
dijadikan acuan untuk mengetahui seberapa besar daya beli energi listrik masyarakat di daerah provinsi Bali . Dengan input data sebagai berikut : Pendapatan perkapita setiap bulan = Rp 1.183.200 Dengan mengasumsikan dalam 1 rumah tangga terdapat 4 anggota keluarga sehingga didapat : Pendapatan rumah tangga = Rp 1.183.200 x 4 = Rp 4.732.800 Sedangkan pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi energi listrik rata-rata berkisar 6% - 10%. Dengan diasumsikan pengeluaran rumah tangga untuk energi listrik rata-rata adalah 6%, maka pengeluarannya sebesar Rp. 283.968,Dengan sambungan daya pelanggan pada 900 VA maka dengan asumsi power faktor 0,8 didapat sambungan daya dalam watt sebesar : 900 VA 0,8 0,72 kW Maka konsumsi listrik dalam 1 bulan didapat kWh 1 Bulan 0,72 kW 30 24 Load Factor
Dengan faktor beban sebesar 63,93% maka : kWh 1 Bulan 0,72 kW 30 24 0,6393 kWh 1 Bulan 331,41kWh/Bulan
Dengan bea beban sebesar Rp. 17.000 (sesuai Keppres no. 103 tahun 2003 mengenai Tarif Dasar Listrik), sedangkan dalam penyambungan konsumen 900 VA terdiri dari 3 golongan, yaitu I. 0 - 20 kWh II. 20 - 60 kWh dengan rata - rata TDL Rp. 630,00 III. diatas 60 kWh
Perbandingan antara tarif rata-rata hasil perhitungan biaya pokok penyediaan dengan tarif rata-rata PLN menunjukkan bahwa tarif rata-rata hasil perhitungan biaya pokok penyediaan akan lebih tinggi daripada tarif rata-rata PLN. Yaitu dimana perhitungan BPP rata-rata PLN Bali sekitar Rp 1043.34/kWh sedangkan tarif dasar saat ini sekitar Rp 758.07/kWh artinya ada selisih sekitar 285.27 Rp/kWh. 4.4 Kemampuan Daya Beli Energi Listrik Masyarakat Untuk mengetahui apakah penentuan tarif itu layak, maka kita harus mengetahui kemampuan masyarakat Bali dalam membeli listrik / kWh. Data kelistrikan dan pendapatan per kapita Bali
Sehingga diperoleh biaya sebesar : 331,41 kWh Rp.630 Rp. 208.790,Maka dengan penjumlahan bea beban sebesar Rp. 17.000 didapat total biaya sebesar Rp. 225.790 Daya beli listrik rumah tangga diperoleh dari perbandingan antara pengeluaran untuk energi listrik dengan total biaya energi listrik, kemudian dikalikan dengan rata-rata tarif dasar listrik di Bali, maka : Rp. 283.968 Rp.630 Rp.792,33 /kWh Rp.225.790 Sebagai acuan, harga jual listrik yang digunakan pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp.758,07/kWh. Harga jual ini lebih rendah dari kemampuan daya beli masyarakat Bali yaitu Rp. 792,33/ kWh, sehingga harga jual Rp.758,07/kWh masih dapat dijangkau oleh masyarakat Bali.
5 Proceeding Seminar Tugas Akhir
4.5 Desain Tarif Berdasarkan Long Run Marginal Cost Mendesain tarif berdasarkan Long Run Marginal Cost adalah salah satu metode yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menentukan tarif. Tanpa metode ini maka penentuan tarif akan mengarah kepada tarif yang tidak ekonomis. Tabel 10 Perhitungan Tarif Rata-Rata Berdasarkan LRMC Bali tahun 2008
Perbandingan antara tarif rata-rata hasil perhitungan berdasarkan LRMC dengan tarif ratarata hasil perhitungan Biaya Pokok Penyediaan menunjukkan bahwa tarif rata-rata hasil perhitungan berdasarkan LRMC jauh lebih besar darpada tarif rata-rata dari hasil perhitungan Biaya Pokok Penyediaan dengan selisih sekitar 3564.76Rp/kWh. 4.6 Pengkajian Penyusunan Tarif Perbedaan dalam hal tarif listrik sesuai dengan UU Ketenagalistrikan No.15 tahun 1985 dan UU Ketenagalistrikan No.30 tahun 2009 dapat dijelaskan sebagai berikut : Berdasarkan undang undang ketenagalistrikan No.15 tahun 1985 ditetapkan bahwa tarif dasar listrik di kawasan JAMALI (Jawa-Madura-Bali) masih mengacu kepada tarif dasar listrik secara nasional, Dimana JAMALI merupakan satu sistem kelistrikan yang saling terkait satu sama lain.
BPP rata-rata 1070,03 Rp/kWh Gambar 4 Sistem Kelistrikan JAMALI dan Biaya Pokok Produksi
Dapat diketahui bahwa sistem kelistrikan JAMALI yang merupakan satu sistem kesatuan yang terinterkoneksikan dengan besar Biaya Pokok Penyediaan Rata-Rata 1070,03 Rp/kWh.
Sedangkan jika ditinjau dari UU No 30 tahun 2009 yang baru saja disahkan, dimana tarif dasar listrik direncanakan akan ditetapkan per daerah (regional). Sehingga dalam penelitian ini dicoba melakukan perhitungan tarif secara regional dengan membandingkan metode Revenue requirement untuk perhitungan biaya pokok penyediaan dan metode long run marginal cost untuk mengetahui berapa besar biaya yang perlu disisihkan (biaya margin) sehingga diperoleh tarif rata-rata yang efisien dan sesuai dengan sisi keekonomisannya.
Revenue Requirement – BPP Tarif rata-rata 1043.34 Rp/kWh Long Run Marginal Cost Tarif rata-rata 4608.10 Rp/kWh
Gambar 5 Sistem Kelistrikan Bali ditinjau dari biaya pokok penyediaan dan marginal Cost
Gambar 5 menunjukkan perbandingan tarif dasar listrik melalui perhitungan biaya pokok penyediaan dengan metode revenue requirement dan perhitungan biaya marginal jangka panjang dengan metode LRMC menunjukkan selisih nominal yang cukup tinggi. Berdasarkan pengkajian tentang tujuan formulasi tarif Regional provinsi Bali, maka formulasi tarif regional pada masing-masing golongan ditunjukkan sebagai berikut: Untuk pelanggan social golongan tarif S-2 dan S-3, formulasi tarif ditujukan untuk pendidikan Untuk pelanggan rumah tangga golongan tarif R-1 dan R-2, formulasi tarif ditujukan berdasarkan kemampuan bayar masyarakat (affordable) serta mendorong penghematan pemakaian listrik (konservasi energi). Sedangkan untuk golongan R-3 Ditujukan untuk konservasi energi dan mendorong pemakaian listrik yang produktif. Untuk pelanggan bisnis golongan tarif B1 dan B-2, formulasi tarif ditujukan untuk mendorong usaha kecil dan menengah
6 Proceeding Seminar Tugas Akhir
Untuk pelanggan industri golongan tarif I1, I-2 dan I3, formulasi tarif ditujukan sebagai perlindungan terhadap industry Untuk pelanggan publik golongan tarif P1, P-2 dan P-3 , formulasi tarif ditujukan untuk mendorong penghematan pemakaian listrik (konservasi energi)
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : 1.
Tabel 11 Perhitungan Penyusunan Tarif Regional
2.
3.
Dari tabel di atas diperoleh total revenue tarif secara keseluruhan adalah sebesar Rp. 3,1 triliun atau 1023,93 Rp/kWh, jika dibandingkan dengan tarif rata-rata margin cost yang sebesar 4608,10 Rp/kWh maka terlihat bahwa tarif rata-rata marginal cost menghasilkan nilai yang jauh lebih tinggi dari tarif ini, hal ini memberikan pengertian bahwa hasil penyusunan tarif ini jauh lebih efisien daripada metode LRMC. Sedangkan jika dilihat dari total revenue requirement atau kebutuhan biaya pokok penyediaan dan mengacu kepada tujuan tarif maka terlihat perlu adanya tambahan subsidi sebesar Rp 19,41 / kWh atau sekitar 49,5 milyar rupiah.
4.
5. 4.7 Pengkajian Tentang Potensi Energi Primer di Bali Guna Memenuhi Kebutuhan Listrik Daerah Untuk menjamin ketersediaan sumber energi primer untuk pembangkitan tenaga listrik di Bali maka diprioritaskan penggunaan sumber energi setempat, dengan kewajiban menggunakan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Potensi energi primer untuk pembangkit tenaga listrik yang terdapat di wilayah provinsi Bali diantaranya yaitu potensi energi panas bumi, potensi energi surya, dan potensi biomassa.
Sistem ketenagalistrikan di Bali sampai dengan tahun 2008 terdiri dari total daya terpasang yaitu sebesar 662,30 MW dengan daya mampu 568,50MW, dipasok dari kabel laut Jawa Bali sebesar 190MW (34%) dan pembangkit di Bali sebesar 378,5 MW (66%). Unit terbesar adalah PLTG Gilimanuk sebesar 130 MW. Kebutuhan listrik di daerah provinsi Bali sampai dengan tahun 2019 diprediksi yaitu sektor rumah tangga sebesar 4936.67 GWh, sektor komersial sebesar 4317.12 GWh, sektor publik sebesar 486.91 GWh, dan sektor Industri sebesar 255,63 Gwh. Adapun total kebutuhan energi listrik di Bali pada tahun 2019 mencapai 9996.33 GWh. Dimana pertumbuhan konsumsi energi rata-rata sebesar 13.22% per tahun, sedangkan untuk pertumbuhan beban puncak sebesar 13.17% per tahun. Total revenue tarif regional tahun 2008 secara keseluruhan adalah sebesar Rp. 3,1 triliun atau Rp 1023,93 /kWh, jika dibandingkan dengan tarif rata-rata margin cost yang sebesar Rp 4608,10 /kWh maka diperoleh bahwa tarif rata-rata marginal cost menghasilkan nilai yang jauh lebih tinggi dari tarif regional yang disusun, hal ini memberikan pengertian bahwa hasil penyusunan tarif yang dilakukan jauh lebih efisien daripada metode LRMC. Struktur TDL Bali tahun 2008 yang mengacu pada UU Ketenagalistrikan No.30 tahun 2009 diperoleh bahwa pemberlakukan Tarif dasar listrik secara regional sebesar Rp 1023,93/ kWh masih dirasa membebani masyarakat dan masih perlu ditinjau ulang karena melebihi kemampuan daya beli rata-rata masyarakat Bali terhadap listrik yang hanya mampu sebesar Rp 792,33 / kWh. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Bali sampai dengan tahun 2019, diperlukan pembangunan pembangkit Baru yang mengutamakan pemanfaatan energi primer yang ada. Bali mempunyai potensi energi primer seperti panas bumi (PLTP), air (PLTA), angin (PLTAngin), Tenaga Surya (PLTS) dan biomassa. Namun dengan keterbatasan potensi energi primer di Bali, tidak menutup kemungkinan penggunaan PLTD, PLTU (Batubara) dan PLTG.
7 Proceeding Seminar Tugas Akhir
8.
5.2 Saran 1.
2.
3.
4.
Mengingat tingginya kebutuhan akan tenaga listrik di Provinsi Bali maka budaya hemat energi perlu ditingkatkan di masyarakat, terutama untuk menekan beban puncak. Karena beban puncak di Bali umumnya terjadi pada malam hari, kira-kira pukul 18.00 sampai pukul 22.00, maka disarankan pada waktu tersebut mengurangi jumlah pemakaian listrik. Hal tersebut sangat perlu dilakukan untuk menghindari kelebihan beban(over load). Apabila over load terjadi, maka pemadaman bergilirpun terpaksa dilakukan, mengingat pasokan listrik yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik yang ada. Strategi pembangunan ketenagalistrikan di Bali haruslah mengutamakan sumber energi primer setempat dan pemanfaatan energi terbarukan yang ramah lingkungan dalam suasana kondusif bagi pengusahaan ketenagalistrikan daerah serta memberi peluang lapangan kerja seluas-luasnya bagi putra daerah. Untuk sistem yang terinterkoneksi dengan sistem JAMALI perlunya TDL pada tahuntahun mendatang lebih disederhanakan dimana TDL Tersebut harus disusun berdasarkan kemampuan beli masyarakat dan mencerminkan kondisi keekonomiannya. Jika penetapan tarif listrik secara regional berdasarkan UU Ketenagalistrikan No.30 tahun 2009 jadi diberlakukan di Provinsi Bali, maka perlu ditinjau lagi dari sisi kemampuan beli masyarakat Bali terhadap energi listri DAFTAR PUSTAKA
1.
2. 3.
4.
5.
6.
7.
BAPPEDA Provinsi Bali. 2004. Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Provinsi Bali. BAPPEDA Provinsi Bali : Denpasar. BPS Tk.I Bali.2008. Bali Dalam Angka 2007/2008. BPS Tk.I Bali: Denpasar. Marsudi,Djiteng.1990. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Balai Penerbit & Humas ISTN : Jakarta. Hermawan, Karnoto.2008. Perencanaan Pengembangan Sistem Tenaga Listrik. Badan penerbit Universitas Diponogoro : Semarang. PT.PLN (persero) Sub Region Bali.2008. Rencana Penyediaan Tenaga Listrik (RPTL) Tahun 2009-2019. PT.PLN (persero) Sub Region Bali : Denpasar. PT.PLN (persero) Unit Distribusi Bali. 2008. Statistik PLN Distribusi Bali 2008. Denpasar. PT.PLN (persero). 2008. Statistik PLN 2008. Jakarta.
Charismata Kualita (CK), Juni 2005. “Workshop Pelatihan Perhitungan Biaya Pokok Penyediaan dan Desain Tarif Regional di Povinsi Jawa Timur”. Surabaya. 9. Moh. Sadli dan Purnomo Yusgiantoro. Agustus 1990. Penetapan Harga Energi Primer Untuk Menunjang Diversifikasi Pembangkit Tenaga Listrik. Lokakarya Energi KNI-WEC,Jakarta. 10. Mahmudsyah Syarifuddin,Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)- ITS Staf Ahli Bidang Energi dan ketenagalistrikan. “UU No.30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Masa Depan Ketenagalistrikan Indonesia PLN dan anak perusahaannya”, Seminar sehari Mubes IV SP PJB. Hotel Dana Solo, Rabu 18 Nopember 2009. 11. Stephen, Aue Davy. Agustus 2004. “Analisa Penyusunan Tarif Dasar Listrik Regional di Propinsi Jawa Timur Menuju era Otonomi Daerah”, Tugas Akhir,Surabaya. 12. Departemen Hukum dan Ham, Direktorat Jendral Peraturan Perundang-undangan.2009. Undang-Undang Republik Indonesia No.30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan. Jakarta. RIWAYAT HIDUP I Putu Surya Atmaja dilahirkan di kota Ende, 9 Januari 1987. Penulis adalah putra sulung dari dua bersaudara pasangan I Ketut Mindiawan dan Ni MadeRustini. Penulis memulai karir akademisnya di TK Cipta Dharma dan SD Cipta Dharma Denpasar hingga lulus tahun 1999. Setelah itu penulis melanjutkan studinya di SLTP Negeri 1 Denpasar. Tahun 2002, penulis diterima sebagai murid SMU Negeri 1 Denpasar hingga lulus tahun 2005. Setelah menamatkan SMU, penulis melanjutkan studi sarjananya di Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya melalui jalur PMDK pada tahun itu juga. Mulai tahun 2008 penulis aktif sebagai asisten di laboratorium Konversi Energi Teknik Elektronika ITS. Pada bulan Juli 2009 penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS Surabaya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro.
8 Proceeding Seminar Tugas Akhir