Hubungan Perilaku dan Status Refraksi Keluarga dengan Kejadian Miopia pada Anak Usia Sekolah di Rumah Sakit Mata Solo Mega Aristyana1, Wahyu Rima Agustin2, GalihSetia Adi3 1)
Mahasiswa Program Studi S 1 Keperawatan STKes Kusuma Husada Surakarta Staf pengajar Program Studi S 1 Keperawatan STKes Kusuma Husada Surakarta 3) Staf pengajar Program Studi S 1 Keperawatan STKes Kusuma Husada Surakarta 2)
Abstrak Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan mata dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga akan dibiaskan di depan retina. Faktor resiko yang paling nyata adalah berhubungan dengan aktifitas jarak dekat, seperti membaca, menulis, menggunakan komputer dan bermain video game. Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Mata Solo, kejadian miopi pada tahun 2015¬-2016 diambil dari catatan rekam medis tiga bulan terakhir dari bulan desember 2015 sampai Februari 2016 didapatkan hasil sebanyak 360 pasien anak usia sekolah yang menderita myopia. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku dan status refraksi keluarga dengan kejadian miopia pada anak usia sekolah di Rumah Sakit Mata Solo. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi kuantitatifPendekatanCross sectional. Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah poli umum Rumah sakit mata solo dilaksanakan bulan Juni – Agustus 2016. Populasi penelitian ada 360 pasien, teknik purposive sampling sampel penelitian sebanyak 47 responden. Instrumen pengukuran dilihat dari hasil jawaban dari kuesioner. Analisis data Chi Square untuk mengetahui hubungan perilaku dengan kejadian miopisedangkan untuk mengetahui hubungan status refraksi dengan kejadian miopi digunakan uji analisis kendall tau. Hasil penelitian mayoritas responden dari 47 respoden usia 6 – 9 yaitu sebanyak 24 responden (51,1%), jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 responden (53,2%). Mayoritas perilaku cukup sebanyak 30 responden (63,1%).status refraksi mayoritas responden yaitu sebanyak 25 responden (53,2%) menjawab ya.Mayoritas responden miopi sedang sebanyak 30 responden (63,8%).Ada hubungan yang perilaku dengan kejadian miopia pada anak usia sekolah di Rumah Sakit Mata Solo dengan signifikan 0,000 < 0,05. Ada hubungan yang kuat status refraksi dengan kejadian miopia pada anak usia sekolah di Rumah Sakit Mata Solo dengan signifikan 0,006 < 0,05..
Kata Kunci
: perilaku, status refraksi, miopia
1
The behavior and the relationship with Genesis Family Status Refraction Myopia in SchoolAge Eye Hospital in Solo Abstract Myopia or nearsightedness is a disorder of the eye in which parallel rays coming from infinite distance will be refracted in front of the retina. The most obvious risk factor is associated with a close-range activities, such as reading, writing, using computers and playing video games. Based on preliminary studies in Solo Eye Hospital, the incidence of myopia in the year 2016 2015¬ taken from medical record the last three months of the month of December 2015 through February 2016 showed as many as 360 patients of school age children who suffer from myopia. The general objective of this study was to determine the relationship of behavior and refractive status of families with incidence of myopia in children of school age in Solo Eye Hospital. This research is a quantitative correlation study cross sectional approach. The location was used as a place of research is common poly solo eye hospital was conducted in JuneAugust 2016. The study population there are 360 patients, using purposive sampling samples are 47 respondents. Research instruments were questionnaires. Chi square analysis of the data to determine the relationship with the incidence of myopia behavior while to determine the relationship of refractive status with the incidence of myopia used kendall tau analysis test. The results of the study the majority of respondents from 47 respondents ages 6-9 that as many as 24 respondents (51.1%), male gender as much as 25 respondents (53.2%). The majority of behavior is quite as much as 30 respondents (63.1%). refractive status of the majority of respondents as many as 25 respondents (53.2%) answered yes. The majority of respondents were myopia by 30 respondents (63.8%). No relationship behavior with the incidence of myopia in children of school age in Solo Eye Hospital with significant 0,000 <0,05. There is a strong relationship status refraction by the incidence of myopia in children of school age in Solo Eye Hospital with significant 0.006 <0.05. Keyword: behavior , refractive status , myopia
orang tua miopia adalah 32,9%, sedangkan
PENDAHULUAN World health organization (WHO, 2014) menyatakan ada 285 juta orang di dunia terkena gangguan penglihatan dan 39 juta diantaranya mengalami kebutaan serta 246 juta memiliki gangguan penglihatan. Di dunia ini 90 % ternyata pemahaman tentang kesehatan mata kategori rendah. 82 % orang yang hidup di dunia ini mengalami kebutaan saat berumur di atas 50 tahun. Secara umum gangguan penglihatan dimulai dari adanya refraksi yang tidak diperhatikan, sedangkan kebutaan kebanyakan diakibatkan karena
Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan mata dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga akan dibiaskan di depan retina. Etiologi miopia belum diketahui secara pasti.ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan timbulnya miopia seperti, gangguan endokrin, herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia seperti kekurangan kalsium dan vitamin.
(Desvianita,
2007).Faktor resiko yang paling nyata adalah berhubungan dengan aktifitas jarak dekat, seperti membaca, menulis, menggunakan komputer dan bermain video game. Selain aktifitas, miopia juga berhubungan dengan keturunan. Anak dengan orang tua yang miopia
yang miopia dan kurang dari 6,3% pada anak dengan orang tua tanpa miopia (Arianti, 2013). Berdasarkan penelitian di negara cina, 83.1% anak-anak dengan rata-rata umur 14,6 tahun mempunyai miopi -0.5 D
atau
kurang(Bei
satu
dkk,
2001)di
swedia,
penelitian menunjukkan anak-anak 12-13 tahun menderita miopi dan 23% dari populasi tersebut membutuhkan kacamata (Gerando dkk,2000) dari satu penelitian dilakukan di sebuah sekolah dijakarta, enam puluh anak
adanya katarak.
kekurangan
18,2% pada anak dengan salah satu orang tua
cenderung
mengalami
miopia.
Prevalensi miopia pada anak dengan kedua
(47%) menderita miopi dan sisanya (22%) mengalami
kelainan
refraksi
nonmiopi
maupun kelainan organik yang memang tidak dinilai pada penelitian(Ferry dkk,2006) Proporsi low vision di Indonesia adalah sebesar 4,8%dengan kisaran antara 1,7% (di Provinsi Papua) hingga 10,1% (di Provinsi Bengkulu).Rendahnya proporsi low vision di Papua berkaitan dengan responrateindividu yang rendah, sehingga proporsi tersebut mungkin tidak mewakili keadaan wilayah provinsiterkait secara keseluruhan, sedangkan di Jawa tengah proporsi low visionsebanyak 5,9 % dan kebutaan 1 % (Riskesdas, 2007).Dari data rekam medis di Rumah sakit Mata Solo,Gangguan penglihatan yang paling sering dialami adalah rabun, dapat berupa rabun melihat benda jauh, rabun melihat benda pada jarak dekat. Semua jenis rabun
mata pada intinya merupakan gangguan
usia sekolah perlu untuk dilakukan padapasien
memfokuskan bayangan benda yang dilihat
di Rumah Sakit Mata Solo.
atau kelainan refraksi (Ametropia). Mata adalah salah satu indera tubuh manusia yang berfungsi
untuk
METODOLOGI
penglihatan.meskipun
Jenis penelitian ini adalah penelitian
fungsinya bagi kehidupan manusia sangat
korelasi kuantitatifPendekatanCross sectional.
penting,
kurang
Lokasi yang dijadikan tempat penelitian
diperhatikan, sehingga banyak penyakit yang
adalah poli umum Rumah sakit mata solo
menyerang mata. jika tidak diobati dengan
dilaksanakan bulan Juni – Agustus 2016.
baik maka dapat menyebabkan gangguan
Populasi penelitian ada 360 pasien, teknik
penglihatan sampai kebutaan.
purposive
sampling
sebanyak
47
namun
sering
kali
Anak sekolah adalah anak yang berusia 6-12
tahun,
memiliki
fisik
lebih
sampel
responden.
penelitian Instrumen
kuat
pengukuran dilihat dari hasil jawaban dari
mempunyai sifat individual serta aktif dan
kuesioner. Analisis data Chi Square untuk
tidak bergantung dengan orang tua.banyak
mengetahui
ahli menganggap masa ini sebagai masa
kejadian miopisedangkan untuk mengetahui
tenang atau masa latent, dimana apa yang
hubungan status refraksi dengan kejadian
telah terjadi dan di pupuk pada masa-masa
miopi digunakan uji analisis kendall tau.
hubungan
perilaku
dengan
sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya (Gunarsa, 2006).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah
Karakteristik Responden
Sakit Mata Solo, kejadian miopi padatahun 2015-2016 diambil dari catatan rekam medis
Usia responden
tiga bulan terakhir dari bulan desember 2015
Hasil karakteristik umur responden dapat
sampai
dilihat pada tabel di bawah ini:
Februari
2016
didapatkan
hasil
sebanyak360 pasien anak usia sekolah yang menderita miopia. dari 1200 pasien atau 30% dari total pasien yang memeriksakan diri di Rumah Sakit Mata Solo. Hasil ini didapat dari data rekam medis pasien di Rumah Sakit Mata Solo
Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan usia (n = 47) No Usia f % 1 6 – 9 tahun 24 51,1 2 10 – 12 tahun 23 48,9 Total 47 100 Berdasarkan tabel 4.1 di atas dari 47 responden mayoritas responden usia 6 – 9
Melihat uraian tersebut maka penelitian
yaitu sebanyak 24 responden (51,1%).
tentanghubunganperilaku dan status refraksi keluarga dengan kejadian miopia pada anak
Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin (n = 47) No Jenis Kelamin F % 1 Laki-laki 25 53,2 2 Perempuan 22 46,3 Total 47 100 Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat
Berdasarkan tabel 4.6 mayoritas responden miopi
sedang
sebanyak
30
responden
(63,8%).
diketahui dari 47 respoden jenis kelamin lakilaki sebanyak 25 responden (53,2%). Perilaku dan status refraksi keluarga
Hubungan perilaku dan status refraksi
dengan kejadian miopia pada anak usia
keluarga dengan kejadian miopia pada
sekolah di Rumah Sakit Mata Solo
anak usia sekolah di Rumah Sakit Mata
Perilaku
Solo Analisis bivariat Hubungan perilaku
Tabel 4.4 Perilaku (n = 47) No Perilaku F % 1 Baik 10 21,3 2 Cukup 30 63,8 3 Kurang 7 14,9 Total 47 100 Berdasarkan tabel 4.4 mayoritas perilaku
cukup
sebanyak
30
dengan kejadian miopia pada anak usia sekolah di Rumah Sakit Mata Solo. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji chi-squaredengan program SPSS dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
responden
(63,1%).
Tabel 4.7 Crosstabulasi perilaku dan Kejadian Miopi Miopi
Status Refraksi Tabel 4.5 Status Refraksi (n = 47) Status No F % Refraksi 1 Ya 22 46,8 2 Tidak 25 53,2 Total 47 100 Berdasarkan tabel 4.5 status refraksi mayoritas responden yaitu sebanyak
Ringan 10 21.3% 1 2.1% 1 2.1% 12 25.5%
Perilaku Baik Cukup Kurang Total
25
Sedang 0 .0% 29 61.7% 1 2.1% 30 63.8%
Berat 0 .0% 0 .0% 5 10.6% 5 10.6%
responden (53,2%) menjawab ya. Berdasarkan
crosstabulasi
diatas didapatkan perilaku baik dengan
Kejadian Miopi Tabel 4.6 Kejadian Miopi Tingkat No Pengetahuan 1 Ringan 2 Sedang 3 Berat Total
tabel
kejadian
(n = 47) F
%
12 30 5 47
25,5 63,8 10,6 100
miopi
ringan
sebanyak
10
responden (21,3%), perilaku cukup kejadian miopi (61,7%)
sedang dan
sebanyak
29
responden
kejadian
miopi
Ringan
sebanyak 1 responden (2,1%) dan perilaku kurang
terdapat
kejadian
miopi
berat
Total 10 21.3% 30 63.8% 7 14.9% 47 100.0%
sebanyak 5 responden (11,5%), miopi
Berdasarkan hasil analisis didapatkan
sedang sebanyak 1 responden (2,1%) dan
nilai signifikan sebesar 0,016 < 0,05 dengan
miopi ringan sebanyak 1 responden (2,1%).
kekuatan korelasi sebesar 0,613, sehingga dikatakan ada hubungan yang kuat status refraksi dengan kejadian miopia pada anak usia sekolah di Rumah Sakit Mata Solo
Tabel 4.8 Uji Analisis Chi-Square Asymp. Sig. df (2-sided)
Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
70.571 62.193
4 4
.000 .000
31.503
1
.000
47
Berdasarkan
Value Approx. Sig. .775 .000
analisi
Analisis Univariat Usia responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 47 responden mayoritas responden usia pra remaja yaitu sebanyak 24 responden (51,1%)
Tabel 4.9 Koefisien Kontingensi Contingency Coefficient
PEMBAHASAN
merupakan usia sekolah. Menurut Adile (2015), anak-anak sering tidak menyadari visusnya
menurun
dan
mungkin
tidak
chi-square
mengeluh bahkan ketika mereka menderita
didapatkan signifikan sebensar 0,000 < 0,05,
mata lelah atau kebutaan.5 Sepuluh persen
dengan koefisien kontigensi sebesar 0,775
dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) di
sehingga dikatakan ada hubungan yang
Indonesia mengalami kelainan refraksi dan
perilaku dengan kejadian miopia pada anak
angka pemakaian kacamata koreksi sampai
usia sekolah di Rumah Sakit Mata Solo.
saat ini masih rendah yaitu 12,5% dari
Analisisyang digunakan untuk untuk
kebutuhan. Anak-anak usia sekolah umumnya
mengetahui hubungan status refraksi dengan
setiap
hari
menghabiskan
seperempat
kejadian miopia pada anak usia sekolah di
waktunya di sekolah, demikian halnya akan
Rumah Sakit Mata Solo, digunakan uji
berpengaruh pada pola makan anak. Anak
analisis kendall tau, hasil dapat dilihat pada
sekolah mempunyai banyak aktivitas sehingga
tabel di bawah ini:
sering melupakan waktu makan.
Tabel 4.10 Uji Analis Kendall Tau Kendall's Status tau_b Refraksi Miopi
Status Refraksi 1.000 . 47 613* .006 47
Miopi .613* .016 47 1.000 . 47
Jenis kelamin Berdasarkan hasil penelitian mayoritas dari 47 respoden jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 responden (53,2%). Menurut Adile (2015), penelitian yang dilakukan dimana laki-laki lebih tinggi dibandingkan
perempuan
dengan
persentase
sebanyak
65,9%.
mengalami
kontraksi
atau
penegangan.
Apabila kontraksi otot mata berlangsung terus-menerus, maka bola mata bisa semakin
Perilaku Responden
memanjang sehingga hal itu dapat beresiko
Hasil penelitian didapatkan responden mayoritas
perilaku
cukup
sebanyak
menimbulkan masalah penglihatan miopi.
30
responden (63,1%). Sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2007), perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat di
Status refraksi Berdasarkan
hasil
penelitian
status
amati dan bahkan dapat dipelajari. Umum,
refraksi mayoritas responden yaitu sebanyak
perilaku manusia pada hakekatnya adalah
25 responden (53,2%) menjawab ya ada
proses
dengan
faktor genetik. Adapun faktor resiko penyebab
lingkungannya sebagai manifestasi hayati
miopia itu sendiri diantaranya adalah faktor
bahwa dia adalah mahluk hidup. Menurut
keturunan, ras/etnis, dan perilaku.
interaksi
individu
penulis yang disebut perilaku manusia adalah
Menurut
Optiknisna,
2008
dalam
aktifitas yang timbul karena adanya stimulus
Lenawati (2012), faktor-faktor yang dapat
dan respon serta
mempengaruhi terjadinya myopia antara lain
dapat
diamati secara
langsung maupun tidak langsung.
yaitu faktor keturunan / genetic, dimana
Berdasarkan analisa kuesioner dari 28 pernyataan
cukup
memiliki ukuran sumbu bola mata panjang
berarti
atau menderita myopia maka sangat mungkin
responden menjawab menjawab pernyataan
atau berisiko tinggi orang tersebut akan
dengan benar antara 17 – 22 pernyataan yang
mengalami miopia. Kemudian yang kedua
meliputi pertanyaan perilaku membaca buku,
adalah factor ras / etnis dimana berdasarkan
menggunakan computer, menonton televisi.
hasil penelitian dinyatakan bahwa orang
Menurut Lenawati (2012), perilaku yang
dengan ras Asia memiliki kecenderungan
dimaksudkan ini adalah berhubungan dengan
mengalami myopia lebih besar dari pada
perilaku perawatan penglihatan saat belajar
orang dengan ras Amerika ataupun ras Eropa.
yang tidak baik seperti membaca dengan jarak
Serta yang terakhir adalah factor perilaku,
terlalu dekat, pencahayaan lampu belajar yang
dalam hal ini perilaku yang dimaksudkan
kurang baik, kebiasaan membaca sambil
adalah berkaitan dengan perilaku perawatan
tiduran. Dimana hal-hal ataupun kebiasaan
mata atau penglihatan yang tidak baik.
sebanyak
mayoritas 57
perilaku
seseorang yang lahir dari orang tua yang
responden
yang
tersebut apa bila sering dilakukan diyakini
Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dapat menimbulkan atau menyebabkan otot-
dilakukan oleh Melita Perty Arianti dimana
otot disekitar mata akan terkondisikan untuk
dari 44 responden yang mengalami miopia,
didapatkan 18 responden memiliki riwayat
retina dan menimbulkan miopia (Suryanto B.,
miopia di keluarga, sedangkan dari 26
2006)
responden yang tidak mengalami miopia, 3
Menggunakan computer semakin lama
orang memiliki riwayat miopia di keluarga
orang melihat dekat, akan semakin besar
dan didapatkan nilai p 0,010.
kemungkinannya menderita miopia. Miopia akan mulai timbul bila mengoperasikan komputer minimal 4 jam sehari, dan paling
Kejadian miopia
banyak
Berdasarkan responden
penelitian
miopi
sedang
mayoritas
sebanyak
diderita
oleh
orang-orang
yang
bekerja dengan melihat dekat selama 8-10 jam
30
sehari. Dengan posisi duduk di depan
responden (63,8%). Menurut Sidarta (2006),
komputer untuk jangka waktu beberapa jam
miopia adalah ketidakmampuan untuk melihat
dapat memperberat kerja otot mata untuk
objek pada jarak jauh dengan jelas pada orang
mengatur fokus dan menimbulkan ketegangan
dengan miopia, bola mata akan lebih panjang
mata. Disamping itu, penggunaan komputer
dari normal sehingga sinar yang datang dari
berlebihan dapat mempercepat angka kejadian
objek yang jauh difokuskan di depan retina.
miopia (Ilyas, Sidarta, 2006).
Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam:
miopia ringan, dimana miopia
Analisis Bivariat
antara1-3 dioptri, miopia sedang, dimana
Analisis bivariat Hubungan perilaku
miopia antara 3-6 dioptri, miopia tinggi,
dengan kejadian miopia pada anak usia
dimana miopia 6-10 dioptri
sekolah
Menurut
Sidarta
Rumah
Sakit
Mata
Solo.
seseorang
Berdasarkan analisi chi-square didapatkan
dengan miopia yang tinggi membaca lebih
signifikan sebensar 0,000 < 0,05, dengan
sering dibanding dengan seseorang dengan
koefisien kontigensi sebesar 0,775 sehingga
miopia rendah ataupun yang tidak miopia
dikatakan ada hubungan yang perilaku dengan
yaitu lebih dari 2 buku dalam seminggu.
kejadian miopia pada anak usia sekolah di
Pekerjaan jarak dekat seperti jarak membaca
Rumah Sakit Mata Solo. Berdasarkan tabel
yang terlalu dekat (< 30 cm) dan lama
crosstabulasi diatas didapatkan perilaku baik
membaca
dapat
dengan kejadian miopi ringan sebanyak 10
meningkatkan terjadinya miopia pada anak.
responden (21,3%), perilaku cukup kejadian
Kebiasaan membaca dalam waktu lama dapat
miopi sedang sebanyak 29 responden (61,7%)
menyebabkan tonus ototsiliaris menjadi tinggi
dan kejadian miopi Ringan sebanyak 1
sehingga
responden
(>
lensa
30
(2005),
di
menit)
menjadi
juga
cembung
yang
mengakibatkan bayangan objek jatuh di depan
(2,1%)
dan
perilaku
kurang
terdapat kejadian miopi berat sebanyak 5 responden (11,5%), miopi sedang sebanyak 1
responden (2,1%) dan miopi ringan sebanyak
kejadian miopia pada anak usia sekolah di
1 responden (2,1%).
Rumah Sakit Mata Solo, digunakan uji
Menurut Ridwan dalam Lenawati (2012),
analisis
kendall
tau,
didapatkan
nilai
semakin banyak indera yang dipakai dalam
signifikan sebesar 0,006 < 0,05 dengan
belajar akan semakin efisien anak belajar.
kekuatan korelasi sebesar 0,613, sehingga
Siswa akan memperoleh pengalaman belajar
dikatakan ada hubungan yang kuat status
yang lebih banyak bila ia dapat mengikuti
refraksi dengan kejadian miopia pada anak
pelajaran dengan tertib, penuh perhatian, dan
usia sekolah di Rumah Sakit Mata Solo.
dapat mencatat dengan baik. Dan belajar
Menurut
Hasibuan
(2010),
faktor
memang tidak lepas dari kegiatan membaca,
keturunan berhubungan dengan miopia. Hal
dan kesulitan seseorang dalam belajar banyak
ini mengikuti pola dose response pantera,
ditentukan
membaca.
dimana anak yang kedua orang tuanya
Dalam hal ini tentunya indera penglihatan
mengalami mipopia memiliki kemungkinan
atau mata memiliki peran penting. Dan hal
hampir
pertama kali yang harus diperhatikan saat
dibandingkan hanya salah satu orang tua yang
belajar adalah mempertahankan jarak mata
mengalami miopia (78,9%) dan keduanya
dengan buku atau tulisan yang dibaca jangan
tidak mengalami miopia (63%).
oleh
keterampilan
terlalu dekat. 8)
mengalami
miopia
Menurut Usman (2014), faktor resiko
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
100%
terdapat
menyebabkan miopia. Orang tua yang miopia
hubungan positif antara perilaku belajar
cenderung memiliki anak miopia. Penelitian
dengan kejadian myopia (rabun jauh), dengan
Goss menyebutkan, prevalensi miopia 33-
koefisien
uji
60% pada anak dengan kedua orangtua
signifikasnsi (ρ) = 0,000 dan taraf kesalahan α
miopia, pada anak yang memiliki salah satu
= 0,05 sehingga didapatkan ρ < α maka H1
orang tua miopia prevalensinya 23-40% dan
diterima. Dan terdapat hubungan positif yang
hanya 6-15% anak yang mengalami miopia
menunjukkan bahwa semakin baik perilaku
yang tidak memiliki orang tua miopia.11
belajar mahasiswa maka semakin kecil resiko
Sesuai dengan hasil penelitian tersebut, ada
untuk menderita atau mengalami kejadian
faktor keturunan yang mendasari seseorang
myopia.
mengalami miopia, dan hal ini cenderung
5.2.2
Lenawati
korelasi
(2012),
keturunan adalah faktor terpenting yang
0,707
Hubungan
dengan
status
refraksi
mengikuti pola dose respons pattern. Dalam
dengan kejadian miopia pada anak usia
penelitian
ini,
anak
yang
orangtuanya
sekolah di Rumah Sakit Mata Solo
mengalami miopia memiliki kemungkinan
Analisis yang digunakan untuk untuk
menjadi miopia sebesar 22,34%. Penelitian
mengetahui hubungan status refraksi dengan
secara genetik juga pernah dilakukan untuk
mengidentifikasi berhubungan
lokus
dengan
genetik kejadian
yang miopia,
terutama miopia ekstrim. Penelitian secara genetik, telah mengidentifikasikan lokus gen untuk
miopia
(2q,
4q,
7q,
12q,
15q,17q,18p,22q, dan Xq), dan gen 7p15,
DAFTAR PUSTAKA A. Mukisha Anma dan Achamd Jaelani, 2014. Kebiasaan yang Menyebabkan kejadian Rabun Jauh di Poli Mata RSUD Kota Baubau. Jorunal of medical surgical nursing Vol. 1 No. 1 Juni 2014, ISSN : 2356-1092pp. 11-14.
7q36 dan 22q11 dilaporkan ikut mengatur kejadian miopia Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arianti dimana dari 44 responden
yang
mengalami
miopia,
didapatkan 18 responden memiliki riwayat miopia di keluarga, sedangkan dari 26 responden yang tidak mengalami miopia, 3
Arianti Melita, 2013. Hubungan antara Riwayat Miopia di Keluarga dan Lama Aktifitas Jarak Dekat dengan Miopia pada Mahasiswa Pspd Untan. http. http://www.jurnal.untan.ac.id/index.php /jfk/article/view/3768/3770. diunduh 13 Oktober 2014, 15.35 WIB. Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praskripsik Edisi V, Jakarta: Reneka Cipra.
orang memiliki riwayat miopia di keluarga dan didapatkan nilai p 0,010.
SIMPULAN Mayoritas responden dari 47 respoden usia 6 – 9 yaitu sebanyak 24 responden (51,1%), jenis kelamin laki-laki sebanyak 25
Fatika Sari Hasibuan 2009. Hubungan Faktor Keturunan, Lamanya Bekerja Jarak Dekat dengan Miopa pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Fakultas Keokteran Universitas Sumatera Utara. Gondhowiardjo, dan Simanjuntak 2006 Panduan Manajemen Klinis Perdami. Jakarta : PP Perdami.
responden (53,2%). Mayoritas perilaku cukup sebanyak 30 responden (63,1%). Berdasarkan tabel 4.5 status refraksi mayoritas responden yaitu sebanyak
25 responden (53,2%)
Hartono, Yudono RH, Utomo PT, dan Hernowo AS., 2007. Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo Hartono (eds). Yogyakarta : bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM.
menjawab ya. Mayoritas responden miopi sedang sebanyak 30 responden (63,8%). Ada hubungan yang perilaku dengan
Hildayanti, 2012. Genetika (Materi Genetik). http://hildabio.blogspot.com/2012/09/ge netika-materi-genetik.html
kejadian miopia pada anak usia sekolah di Rumah Sakit Mata Solo dengan signifikan 0,000 < 0,05. Ada hubungan yang kuat status refraksi dengan kejadian miopia pada anak usia sekolah di Rumah Sakit Mata Solo dengan signifikan 0,006 < 0,05.
Sidarta, Ilyas 2006, Kelainan Refraksi dan Kacamata, Edisi ke-2, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jakarta Indah Nurkasih, Astrid B. Sulistomo dan Tri Rahayu, 2004. Hubungan antara Kerja Jarak Dekat dengan Miopia pada Penjahit Wanita Departemen Stitching
Atletik II Pabrik Sepatu ”X” Tahun 2004. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 60, Nomor 3, Maret 2010. Mutti D.O., Mitchell G.L.,. Moeschberger M. L, Jones L. A., Zadnik K., 2002. Parental Myopia, Near Work, School Achievement, and Children’s Refractive Error. Investigative Ophthalmology & Visual Science, 2002. 43(12), pp.363340. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prelaku. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Riskesdas, 2007. Riset Kesehatan Dasar, Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia, Desember 2008. Sugiyono, 2010. Statitiska Untuk Penelitian. Bandung; Al Fabeta WHO, 2014. Visual impairment and blindness in 2011. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factshe ets/fs282/en/ [Accesed 2015 Februari 1]