HUBUNGAN KONTAK DENGAN PENDERITA DEWASA DAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BALITA DI POLI ANAK RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2012
Skripsi
Oleh : MISWAN EFENDI NPM : 102426082 SP
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DEHASEN BENGKULU 2012
HUBUNGAN KONTAK DENGAN PENDERITA DEWASA DAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BALITA DI POLI ANAK RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2012
Skiripsi Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Keperawatan Stikes Dehasen Bengkulu
Oleh : MISWAN EFENDI NPM : 072426053
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DEHASEN BENGKULU 2010 i
PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi S1 Keperawatan STIKES Dehasen Bengkulu
Bengkulu,
Agustus 2012
Pembimbing I
Ns. Septiyanti, S Kep, MPd
Pembimbing II
Dessy Sundari, SKp, MPd
ii
PANITIA UJIAN SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DEHASEN
Bengkulu,
Agustus 2012 Ketua
Ns. Septiyanti, S Kep, MPd Sekretaris
Dessy Sundari, SKp, MPd Anggota
S. Pardosi, SKp, MPSi Anggota
Ns. Mardiani, S Kep, MM
iii
Motto dan Persembahan Motto : “Ridho Allah mengikuti ridho kedua Orang Tuamu. Dan kemurkaan Allah yang mengikuti kemurkaan kedua Orang Tuamu” “Langkahkan kakimu diatas cucuran keringat Orang Tuamu, dan ayunkan tanganmu seiring dengan tetesan air mata Orang Tuamu, lenturkan katamu selembut mereka meninabobokkanmu dan semangati cita-sitamu sekeras perjuangan mereka menyelesaikan pendidikanmu” “Kejujuran adalah awal dari keberhasilan dan sebaliknya kecurangan adalah awal dari kehancuran.” “Tanpa kegigihan, proses perjuangan hidup akan terputus ditengah jalan, karena tantangan lebih banyak menawarkan untuk menghentikan keberhasilan.” “Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan karena hidup berawal dari mimpi, serta jadilah seperti apa yang kamu inginkan karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan halhal yang ingin kamu lakukan.” “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia akan mendapatkan pahala dari kebajikan diusahakanya dan ia akan mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakanya” (QS. Al-Baqarah : 286). “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. Ath-Thalaq : 2-3).
iv
Persembahan Karya tulis ini Kupersembahkan kepada : Subhaanallaah, Ibadahku, hidup dan matiku, aku persembahkan untuk Allah dan Rosulullah penerangku. My Parent’s : Amak qu (Neti Herawati) dan Apak qu (Ali Madani) tercinta yang selalu mendukung, memberi semanggat do’a dan atas segala pengorbanan, yang diberikan kepadaqu, terima kasih atas semuanya. My Sister and Young Brother : (Noni Eliati) n (Kiffatul Anhar). Thank’s to semangat dan motivasi kalian selama ini. My Lovely : Terimakasih atas semua cinta yang dapat membuatku tertawa,bahagia, terharu, dan menangis. Terimakasih atas dukungan dan doa yang telah menjadi cahaya dan penyemangat untukku. Tetaplah menjadi sumber cinta dan semangatku. My Big Family : Thank’s to Mamak, Away, Enet, Nenek, Kakek, K’2 dan Adek2 sepupuku. (Semuanya) thank’s atas motivasinya selama ini. My Best Friend’s : Untuk teman-teman kosan, dan untuk teman-temanku yang tidak dapat qu sebutkan satu per satu,terima kasih telah menemaniku selama dua tahun di Stikes Dehasen Bengkulu ini dan menjadi teman-teman qu yang baik. My Friend’s : Untuk semua teman-teman Mahasiswa/i Program Studi S I Keperawatan Stikes Dehasen Bengkulu terima kasih atas motivasi kalian selama ini, terus berjuang dan tetap semangat teman… My Teacher : Kepada semua Dosen Pengajar dan Staf Stikes Dehasen Bengkulu, terima kasih atas bimbingan dan motivasi yang kalian berikan selama ini. Agama, Bangsa, Negara dan Almamaterku. Kupersembahkan pula untuk dunia yang menanti karya nyataku. Selain keimanan, maka kalian adalah karunia Allah yang terbesar bagiku.
v
ABSTRAK Di Indonesia diperkirakan insiden angka insidensi semua tipe TB 450.000 kasus atau 189 per 100.000 penduduk, di Bengkulu menempati posisi Lima tertinggi dengan jumlah kasus 1.300 per 100.000 penduduk. Berdasarkan data yang didapat dari laporan tahunan sepuluh penyakit terbanyak di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2010 terdapat 995 (17,39) orang anak terinfeksi TB paru. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adakah hubungan kontak dengan penderita dewasa dan imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012. Desain penelitian ini menggunakan deskritif analitik, dengan menggunakan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua semua pasien anak yang berobat di Poli Anak RSUD dr. M. Yunus Bengkulu pada tahun 2011 sebanyak 4788 orang, dengan jumlah sampel sebanyak 67 dengan tehnik pengambilan sampel accidental sampling. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer, data Sekunder yang diambil dengan menggunakan lembar format pengumpulan data (Chek list) dan data Primer diambil dari cara pengisian, konsistensi setiap jawaban yang ada dalam kuesioner. Data yang didapat dianalisa dengan univariat menggunakan tabel distribusi frekuensi dan bivariat menggunakan uji chi scuare. Hasil penelitian ini menunjukkan 15 (22,4%) mengalami kontak langsung dengan penderita dewasa, 6 (9,0%) yang tidak Imunisasi BCG, 28 (41,8%) mengalami tuberculosis paru dan ada hubungan yang bermakna antara kontak dengan penderita dewasa dengan kejadian tuberkulosis paru balita (p = 0,002). Dimana balita yang mengalami kontak dengan penderita dewasa memiliki risiko 9,000 kali untuk menderita tuberkulosis paru dibanding dengan balita yang tidak kontak dengan penderita dewasa. Dan Tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru balita (p = 0,227). Bagi pihak rumah sakit untuk dapat mengadakan penyuluhan dan konseling untuk meningkatkan pengetahuan orang tua balita yang ada di Bengkulu tentang penyakit tuberkulosis paru, dan dapat melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan dan penyakit pengiringnya, dengan cara penyuluhan langsung maupun dengan menempelkan poster-poster, atau membagikan liflet tentang penyakit tuberkulosis paru.
Kata Kunci : Kontak dengan penderita dewasa, Imunisasi BCG, Tuberkulosis paru.
vi
ABSTRACT In Indonesia an estimated incidence of TB incidence rate of all types 450 000 or 189 cases per 100,000 inhabitants, in Bengkulu five positions highest with a number of 1300 cases per 100,000 population. Based on data obtained from annual reports the ten most diseases in poly Children Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu in 2010 there were 995 (17.39) children infected with pulmonary TB. The purpose of this study to find out is there a relationship contact with adult patients, BCG immunization with pulmonary TB incidence in infants in poly Children Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu in 2012. The design of this study using analytic deskritif, using cross sectional design. The population in this study were all children of all patients who seek treatment in poly Children Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu in 2011 as many as 4788 people, with a total sample size of 67 by accidental sampling technique of sampling. In this study the type of data used are secondary data and primary data, secondary the data taken using a data collection sheet format (Chek list) and Primary Data taken from the manner of charging, the consistency of each answer in a questionnaire. The data obtained were analyzed using univariate and bivariate frequency distribution table using the chi scuare. The results showed 15 (22.4%) had direct contact with adult patients, 6 (9.0%) were not BCG immunization, 28 (41.8%) had pulmonary tuberculosis and There was a significant association between contact with adult patients with the incidence of pulmonary tuberculosis under five (p = 0.002). Where children who have contact with adult patients have 9.000 times the risk of developing pulmonary tuberculosis compared with infants who are not in contact with adult patients. And There was no significant association between BCG immunization with the incidence of pulmonary tuberculosis under five (p = 0.227). For the hospital to be able to conduct outreach and counseling to increase knowledge of parents who have children in Bengkulu on pulmonary tuberculosis disease, and can do Educate the public about hygiene and disease retinue, by way of direct extension or by putting up posters, or distributing liflet of pulmonary tuberculosis.
Key words: Contact with adult patients, BCG immunization, Pulmonary tuberculosis.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi yang merupakan tugas akhir dalam penyelesaian Program S1 Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dehasen Propinsi Bengkulu yang berjudul “Hubungan Kontak dengan Penderita Dewasa dan Imunisasi BCG dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu” tepat pada waktunya. Pada saat penulisan Skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Dra. Hj Ice Rakizah, M. Kes selaku ketua Stikes Dehasen Bengkulu yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan di Stikes Dehasen jurusan D III Keperawatan Bengkulu. 2. Ibu Desi Sundari, Skp selaku Puket I yang telah membiri masukan dan kemudahan pada peneliti. 3. Ibu Ns. Septiyanti, S Kep, MPd dan Ibu Dessy Sundari, SKp, MPd. Sebagai Pembimbing I dan II, dengan kesibukan beliau masih bersedia memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing saya secara telaten dan penuh kesabaran dalam menyelesaikan Skripsi ini. 4. Bapak S. Pardosi, SKp, MPSi dan Ibu Ns. Mardiani, S Kep, MM. Sebagai penguji I dan II yang telah menyediakan waktu dan arahan beserta kritik dan saran dalam penyelesaian Skripsi ini.
viii
5. Bapak Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Bengkulu, yang telah memberikan izin rekomendasi diadakannya penelitian. 6. Bapak Direktur RS Dr. M. Yunus Bengkulu telah memberikan izin kepada saya dalam melakukan penelitian. 7. Kepada kedua Orang Tua dan adik-adik saya yang telah memberikan dorongan, semangat, do’a dan restunya untuk suksesnya pendidikan saya. 8. Rekan-rekan mahasiswa STIKES DEHASEN prodi S1 keperawatan yang telah memberi masukan dan dukungan dalam penulisan Skripsi ini. 9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian Skrisi ini. Kepada semua pihak yang teleh membantu dalam proses penyelesaian Skripsi ini, semoga ALLAH SWT, melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan membalas kebaikan yang telah diberikan dengan pahala yang setimpal. Penulis menyadari dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak kekurangan hal ini disebabkan keterbatan dari penulis, waktu dan referensi. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang bersipat membangun demi kesempurnaan dalam penyusunan Skripsi dimasa yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi
ini bermamfaat bagi kita
semua. Bengkulu, Agustus 2012
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………………..... ABSRAK ………………………………………………………………………... KATA PENGANTAR ....................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................. DAFTAR BAGAN ............................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
i ii iii iv iv vi viii xi xii xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................
6
C. Tujuan Penilitian ......................................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................
7
BAB II TINJAUAN TEORI A. Tuberkulosis Paru 1. Pengertian ..........................................................................................
8
2. Klasifikasi ..........................................................................................
8
3. Etiologi ...............................................................................................
12
4. Patofisiologi .......................................................................................
14
5. Cara Penularan ...................................................................................
16
6. Manifestasi Klinis ...............................................................................
17
7. Komplikasi ....................................................................................
20
8. Pencegahan Tuberkulosis Paru ………………………………………
21
x
9. Pencegahan Tuberkulosis paru Anak ………………………………..
21
10. Faktor Resiko Terjadinya Tuberkulosis Paru Anak …………………
22
B. Hubungan Kontak dengan Penderita Dewasa dengan TB Paru ...............
32
C. Hubungan Imunisasi BCG dengan TB Paru ..........................................
33
D. Kerangka Konsep ....................................................................................
34
E. Hipotesis ..................................................................................................
34
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian .....................................................................................
35
B. Definisi Operasional ................................................................................
36
C. Populasi dan Sampel ...............................................................................
36
D. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................
38
E. Pengumpulan dan Pengolahan Data .........................................................
38
F. Analisis Data ............................................................................................
39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………………………………………………………….. 41 1. Jalannya penelitian …………………………………………………..
41
2. Hasil Penelitian ……………………………………………………… 42
B. Pembahasan ……………………………………………………………… 45 1. Kejadian Tuberkulosis paru balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012 ……………………...................... 45
xi
2. Hubungan kontak dengan penderita dewasa dengan kejadian tuberkulosis paru …………………………………………………….. 46 3. Hubungan imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru ……….. 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpilan ………………………………………………………………. 51 B. Saran …………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... LAMPIRAN
xii
52 53
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
Tabel 1.1
Lima Peringkat Negara Dengan Kasus Baru TB Terbanyak pada Tahun 2010
2
Tabel 2.1
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
25
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kontak dengan Penderita Dewasa di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012
42
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Imunisasi BCG Balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012
42
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi berdasarkan Kejadian Tuberkulosis Paru Balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012
43
Tabel 4.4
Hubungan Kontak dengan Penderita Dewasa Kejadian Tuberkulosis Paru Balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012
43
Tabel 4.
Hubungan Imunisasi BCG dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012
44
xiii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Judul Bagan
Bagan 2.1
Patofisiologi tuberkulosis tuberkulosis paru
Bagan 2.2
Kerangka Konsep
34
Bagan 3.1
Desain Penelitian (Kejadian TB paru)
35
xiv
paru
Halaman
Patofisiologi
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Nama Lampiran
Lampiran 1
Lembar Kuesioner
Lampiran 2
Lembar Hasil Pengolahan Data
Lampiran 3
Lembar Chek List
Lampiran 4
Tabulasi Data Penelitian
Lampiran 5
Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 6
Surat Rekomendasi
Lampiran 7
Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 8
Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 9
Riwayat Hidup Penulis
xv
6
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 2005 – 2025 disebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusia untuk terwujudnya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif dan masyarakat yang semakin sejahtera (Bappenas, 2005). Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai adalah masyarakat yang antara lain hidup dalam lingkungan yang sehat dan mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan yang sehat termasuk didalamnya bebas dari penyakit menular. Salah satu penyakit menular yaitu tuberkulosis paru. Tuberkulosis ( TB ) merupakan masalah yang serius bagi dunia, karena menjadi penyebab kematian terbanyak dibanding dengan penyakit infeksi lain. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9.000.000 pasien TB Paru dan 3.000.000 kematian akibat TB Paru diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB Paru dan 98% kematian akibat TB Paru didunia, terjadi pada negara-negara berkembang (Depkes RI 2007). Secara global, terdapat 8.800.000 kasus baru TB di dunia pada tahun 2010 dengan People Living with TB 12.000.000 kasus, New TB Cases per 100.000 Population 128 kasus, TB Deaths 1,100,000 kasus, TB Deaths per 100,000 population 15 kasus (Hendry J, WHO, Global Tuberculosis Control 2011). Adapun Lima peringkat negara dengan proporsi kasus baru TB terbanyak pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini: 1
2 Tabel 1.1 Lima Peringkat Negara dengan Kasus Baru TB Terbanyak pada Tahun 2010 Peringkat 1 2 3 4 5
Negara Global India Cina Afrika Selatan Indonesia Pakistan
Jumlah Kasus 8.800.000 2.300.000 1.000.000 490.000 450.000 400.000
6
% 26,13 % 11,36 % 5,57 % 5,11 % 4,56 %
(Hendry J, WHO, Global Tuberculosis Control 2011).
Dari tabel 1.1 terlihat bahwa pada tahun 2010, angka insiden kasus baru TB Indonesia merupakan negara dengan proporsi TB tertinggi nomor 4 (empat) setelah India (26,13 %) Cina (11,36 %) Afrika Selatan (5,57 %) yaitu sebesar (5,11 %). Di Indonesia, penyakit TB Paru masih menjadi momok karena negara ini termasuk daerah endemis TBC. Pada tahun 2010, angka insidensi semua tipe TB 450.000 kasus atau 189 per 100.000 penduduk, dengan angka prevalensi semua tipe TB 690.000 atau 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian TB 64.000 atau 27 per 100.000 penduduk atau 175 orang per hari (Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di Indonesia Januari – Juni 2011). Adapun angka penjaringan penjaringan suspek TB (per 100.000) per Provinsi tahun 2011, menunjukkan capaian 330 sampai dengan 2.018 per 100.000 penduduk, dan angka tertinggi di Sulawesi Utara dan terendah di Kepulauan Riau, sedangkan Bengkulu menempati posisi Lima tertinggi dengan jumlah kasus 1.300 per 100.000 penduduk (Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di Indonesia Januari – Juni 2011). Banyaknya TBC pada anak di Indonesia menunjukkan bahwa persoalan ini tidak hanya menyangkut masalah kesehatan, tetapi juga sosial. Masalah ini perlu
3 penanganan menyeluruh serta kepedulian petugas kesehatan, pemerintah serta 6
masyarakat secara keseluruhan (Wahyu, 2008). Berdasarkan data yang didapat dari laporan tahunan sepuluh penyakit terbanyak di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2010 terdapat 995 (17,39) orang anak terinfeksi TB paru dari 5720 kunjungan menepati kasus terbanyak nomor dua. Sedangkan pada tahun 2011 terdapat 578 (12,07%) orang anak yang terinfeksi TB paru dari 4788 kunjungan di Poli Anak tahun 2011, dan menepati kasus terbanyak nomor dua. (SUBBAG Rekam Medik RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, 2011). Dari tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi penurunan kasus TB paru pada anak namun masih menempati nomor dua kasus terbanyak, hal ini masih merupakan masalah yang serius bagi kesehatan anak di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Menurut Depkes RI (2002) anak merupakan penerus cita-cita bangsa. Oleh karena itu, anak harus mendapat perhatian yang sempurna dalam memenuhi perkembangan dan pertumbuhan baik fisik maupun mental sejak dini. Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi berbagai faktor yang satu sama lain saling berhubungan seperti faktor kebudayaan, nutrisi dan kesehatan anak itu sendiri. Pada masa anak-anak ini mereka cenderung lebih rentan untuk tertular suatu penyakit karena daya tahan tubuh mereka belum bekerja secara optimal dan sempurna, serta keadaan fisik mereka tidak sekuat orang dewasa. Pada usia anak-anak penyakit TBC mudah menyebar ke bagian tubuh lain. Mula-mula kuman bersarang di paru-paru melalui aliran darah kuman dapat menyebar kebagian tubuh lainnya, terutama otak, jantung, ginjal dan tulang.
4 keterlambatan membuat diagnosa dapat menyebabkan komplikasi yang serius seprti 6
meningitis dan
perikarditis. Sehingga dapat menyebabkan kematian dan jika
hiduppun akan menimbulkan kecacatan (Jurnal Respirologi, 2000). Berdasarkan hasil teori beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya TB paru pada anak antara lain: sistem imunitas yang belum sempurna, kontak erat dengan orang dewasa penderita TBC disekitarnya (orang tua, kerabat dekat, dan pengasuh), kurangnya kesadaran orang tua untuk segera melakukan vaksinasi BCG pada bayi baru lahir (Wahyu, 2008). Sistem imunitas yang belum sempurna ditambah adanya kontak erat dengan penderita dewasa menjadi salah satu penyebab balita menderita TB paru, balita yang menderita TB paru kebanyakan karena penularan dari penderita dewasa. Penularan penyakit tuberkulosis dari udara yang tercemar oleh micobakterium tuberculosa yang dilepaskan atau dikeluarkan oleh penderita saat batuk dalam bentuk droplet (percikan dahak), balita dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran penafasan lalu menyebar dari paru – paru kebagian tubuh vital lainnya (Depkes RI, 2005). Hasil penelitian Islamiati, 2009 di Poliklinik Anak RSU A. Yani Metro Lampung, terdapat hubungan antara kontak dengan penderita dengan kejadian tuberkolusis dengan hasil analisis chi-square hitung 5,39 > chi-square tabel 3,81. Salah satu usaha untuk mencegah terjadinya penyakit TB paru perlu dilakukan imunisasi, imunisasi ialah tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak. Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. itulah sebabnya, pada beberapa jenis
5 penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. 6
Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal. Tapi tidak semua penyakit dapat dicegah dengan vaksinasi, termasuk vaksinasi BCG untuk mencegah infeksi tuberkulosis. Menurunnya perlindungan BCG serta meningkatnya kerentanan akan daya tahan tubuh yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk lingkungan yang tidak bersih, keadaan sosial ekonomi yang rendah dan pola hidup yang tidak sehat. Berkurangnya perlindungan oleh BCG dimungkinkan terjadi karena banyak faktor misalnya prosedur pemberian BCG yang tidak efektif dan efisien (Islamiati, 2009). Dari survey awal yang dilakukan di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu didapatkan 10 anak yang menderita TB paru, dari 10 anak diketahui 3 keluarga anak mengatakan bahwa ada kontak dengan penderita dewasa, 3 keluarga anak mengatakan tidak imunisasi BCG dibawah usia 2 bulan dan 4 anak keluarganya mengatakan tidak ada kontak dengan penderita dewasa, status gizi baik dan melakukan imunisasi BCG dibawah usia 2 bulan. Berdasarkan dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna mengetahui “Hubungan kontak dengan penderita dewasa, dan imnisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada balita yang berkunjung di ruang poli anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu”.
6 B. Rumusan Masalah
6
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Masih tingginya angka kejadian tuberkulosis paru pada balita di poli anak RSUD Dr. M Yunus Bengkulu”. Dengan pernyataan penelitian apakah ada hubungan kontak dengan penderita dewasa dan imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada balita di ruang poli anak RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kontak dengan penderita dewasa dan imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada balita. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian TB paru pada balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kontak dengan penderita dewasa di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi imunisasi BCG balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. d. Untuk mengetahui hubungan kontak dengan penderita dewasa dengan kejadian TB paru pada balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
7 e. Untuk mengetahui hubungan imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada 6
balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi (RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu) Dapat digunakan sebagai masukan bagi petugas kesehatan, penangulangan penyakit menular khususnya TB. Paru pada balita dan petugas penyuluhan rumah sakit
(PKMRS) untuk lebih meningkatkan
penyuluhan kepada
masyarakat terutama pada ibu-ibu yang mempunyai balita tentang bahaya dari penyakit Tuberkulosis (TBC), sehingga masyarakat dan ibu-ibu yang mempunyai balita mengerti gejalah dan bahaya dari penyakit Tuberkulosis itu sendiri. 2. Bagi Akademi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat dalam materi pembelajaran dan sebagai sumber pustaka yang berhubungan dengan TB paru pada balita 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian serupa yang akan dikembangkan lebih lanjut.
6
BAB II TINJAUAN TEORI A. Tuberkulosis Paru 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi akibat kuman Myobacterium Tuberculosis sistemis. Sehingga dapat mengenai semua organ tubuh yang lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000). Tuberkolosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium). Mycobacterium tubeculosis di temukan oleh Robert Kocl dalam tahun 1882 (Hassan, 2005). Tuberulosis
(TB) adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang paremkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe (Brunner and Sudart, 2002). Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh terutama paru-paru dan masih merupakan persoalan penting di bidang kesehatan masyarakat. 2. Klasifikasi Menurut (Sudoyo, 2006). Sampai sekarang belum ada kesepakatan antara klinikus, ahli radiologi, ahli patologi, ahli mikrobiogi dan ahli kesehatan
8
9 masyarakat tentang keseragaman klasifikasi tubekulosis. Dari sistem lama 6
diketahui beberapa klasifikasi seperti: a. Pembagian secara patologis 1) Tuberkulosis Primer (chilhood tuberculosis) 2) Tubekulosis Post-primer (adult tuberculosis) b. Pembagian secara aktivita radiologi tuberkulosis paru (Koch Pulmonal) aktif, non aktif dan quiescen (bentuk aktif yang mulai menyembuh). c. Pembagian secara radiologis (luas lesi). 1) Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. 2) Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru. 3) Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately adpanced tuberculosis. Pada tahun 1974 American Thorarcic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat. a. Kategori O : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif. b. Katagori I : Terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negaif. c. Katagori II : Terinfeksi tuberkulosis, tapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologi dan sputum negatif.
10 d. Katagori III : Terinfeksi tuberkulosis, dan sakit.
6
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologi, dan mikrobiologis : a. Tuberkulosis paru b. Bekas tuberkulosis paru c. Tuberkulosis paru tersangka, yang terdiri dalam : 1) Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. 2) Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain meragukan. Dalam 2 – 3 bulan. TB tersangka ini harus dipastikan apakah termasu TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : a. Status bakteriologi. b. Mikroskopik sputum BTA (langsung). c. Biakan sputum BTA. d. Status radiologis, kelainan yang relepan untuk tuberkulosis paru. e. Status kemotrapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis. WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 katagori yakni : Katagori I. Ditujukan terhadap: a. Kasus baru dengan sputum positif. b. Kasus baru dengan bentuk TB berat. Katagogi II. Ditujukan terhadap : a. Kasus kambuh b. Kasus gagal denga sputum BTA positif
11 Katagori III. Ditujukan tehadap :
6
a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas. b. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam katagori I. Katagori IV. Ditujukan tehadap : a. TB kronik Menurut Departermen Kesehatan Republik Indonesia 2002, klasifikasi dari penyakit Tuberkulosis dibagi atas 2 bagian, yaitu: a. Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC dibagi dalam: 1) Tuberkulosis paru BTA positif Sekurang-kurang 2 dari 3 spesimen dahak SPS (siang, pagi, sore) hasil BTA positif dan 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif serta foto rontgent dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menujukan gambar tuberkulosis aktif. b. Tuberkulosis Ekstra-Paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
12 usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain, TB ekstra-paru 6
disebabkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu : 1) TB ekstra paru ringan TB yang menyerang kelenjar limfe, tulang ( kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal. 2) TB ekstra paru berat TB yang menyerang tulang belakang, usus, saluran kening, alat kelamin, meningitis, mlilier, perikarditis, perotonitis, pleuritis eksudativa dan duplex. 3. Etiologi Basil tuberkulosis temasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili
Mycobacteriaceae
dan
masuk
kedalam
ordo
Actinomycetales.
Micobacterium tuberculosis mengakibatkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi tersering. Tetapi, masih terdapat mikobakterium lain misalnya, Micobacterium bovis, Micobacterium Leprae, Micobacterium Paratuberculosis, dan bermacam lainnya, seperti Micobacterium Ulcerans, Micobacterium Kansasii, dan Micobacterium Balnei (marinum) yang sering dianggap sebagai Mikobakterium non tuberkulosis, atipik, tidak terklasifikasikan atau anonim. Basil-basil tuberkel dalam jaringan, tampak sebagai mikroorganisme berbentuk batang, dengan panjang bervariasi antara 1 – 4 mikro dan diameter dari 0,3 – 0,6 mikron. Bentuknya sering agak melengkung
13 dan kelihatan seperti manik-manik atau bersegmen. Jika tumbuh in vitro, maka 6
organisme tersebut berbentuk kokoid atau filamentosa (Nelson, 2002). Sedangkan menurut (Suriadi, Yulianni, 2006). Penyebab tuberkulosis adalah: a. Micobacterium tuberculosa. b. Micobacterium bovis. c. Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh micobacterium tuberculosis. d. Herediter : Resistensi seseorang tehadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik. e. Jenis kelamin : Pada masa akhir kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan. f. Usia : Pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi, pada masa puber dan remaja dimana terjadi masa pertumbuhan yang sangat cepat, kemungkinan infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat. g. Keadaan stress : Situasi yang penuh stress (injuri atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik). h. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi iflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi. i. Anak yang mendapat terafi kartikosteroid kemungkinan infeksi lebih mudah. j. Nutrisi : Status nutrisi yang kurang. k. Infeksi berulang : HIV, measles, Pertusis. l. Tidak mematuhi aturan pengobatan.
14 4. Patofisiologi
6
Menurut (Suriadi, Yulianni, 2006). Patofisiologi tuberkulosis adalah sebagai berikut : a. Masuknya kuman tuberkulosis kedalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia. b. Segera setelah menghirup basil tuberkulosis hidup kedalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan konsilidasi yang terbatas disebut fokus primer. Basil tuberkulosis akan menyebar, histosit mulai mengakut orgnisme tersebut ke kelenjar limpe regional melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional sehingga tebentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2 - 10 minggu (6 – 8 minggu) pasca infesi. c. Bersamaan terbentuknya komplek primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberkulin. Masa terjadi infeksi sampai terbentuknya komplek primer disebut masa inkubasi. d. Pada anak yang mengalami lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama diperifer dekat pleura, tetapi lebih banyak terjadi dilapangan bawah paru dari pada dibanding dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhanya mengarah ke klasifikasi dan penyebarannya lebih banyak terjadi melalui hematogen. e. Pada reaksi radang dimana leokosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar ke limfe dan sikulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitif terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah
15 makrofag atau mengaktifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan 6
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumoni seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel-sel. Makrofag yang menadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral memberikan gambaran yang relatif padat pada paru dan disebut nekrosis keseosa. Dan dijelakan dalam bagan. 1 berikut ini :
Bagan 2.1 Patofisiologi tuberkulosis paru Sumber : (Suriadi, Yulianni, 2006).
M. Tuberculosis terhirup dari udara M. Bovis masuk ke paru-paru Menempel pada bronhciole atau alveolus Memperbanyak setiap, 18 -24 jam Proliperasi sel epitel disekeliling basil dan membentuk dinding ntara basil dan organ yang terinfeksi (tuberkel). Basil menyebar ke kelenjar getah bening, menuju kelenjar regional dan menimbulkan reaksi eksudasi Lesi primer menyebabkan kerusakan jaringan Meluas ke seluruh paru-paru (bronchi dan pleura) Erosi pembuluh darah Basil menyebar ke daerah yang dekat dan jauh (TB milier)
Otak
ginjal
Tulang
16 Terdapat 3 macam penyebaran patogen pada tuberkulosis anak menurut 6
(Ngastiyah, 1995). 1) Penyebaran hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin timbul gejala atau tanpa gejala klinis. 2) Penyebaran hematogen umum, penyebaran milier, biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis. 3) Penyebaran hematogen berulang-ulang 5. Cara Penularan Menurut (Crofton, 2002). Terdapat cara penularan penyakit TBC yaitu : a. Dari batuk orang dewasa Saat seseorang dewasa batuk sejumlah tetesan cairan (ludah) tersembul ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis paru, banyak tetesan tersebut mengandung kuman, tetesan yang paling besar jatuh ke tanah. Namun yang terkecil, yang tidak dapat dilihat, akan tetap berada dan ikut terbawa udara. Baik diluar rumah maupun di dalam ruangan dengan pentilasi yang baik, tetesan terkecil tersebut akan terbawa dengan aliran udara. Dan bila dalam gubuk dan ruangan yang sempit tetesan itu akan terus bertambah setiap kali orang tersebut batuk. Setiap orang yang berada dalam satu ruangan tersebut akan menghirup udara yang sama, berisiko menghirup kuman tuberkulosis. b. Makanan atau susu Anak-anak bisa mendapat TB dari susu dan makanan, dan infeksi bisa mulai pada usus dan mulut. Susu dapat mengandung TB dari sapi (bovin), bila sapi-sapi didaerah tersebut menderita TB dan susu tersebut tidak direbus
17 sebelum diminum. Bila hal ini terjadi, infeksi primer terjadi pada usus dan 6
amandel. c. Melalui kulit Kulit yang utuh rupanya tahan terhadap TB yang jatuh diatas permukaannya. Namun bila terdapat kula atau goresan baru, TB dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa dengan yang ditemukan pada TB Paru. Seperti yang dapat diperkirakan, infesi kulit terutama timbul pada permukaan yang paling terpajan separti wajah, tungkai atau kaki. Lebih jarang pada lengan atau tangan. Lesi-lesi primer seperti ini tidak bisa terjadi. Namun kemungkinan adanya tuberkulosis mudah terlupakan, sekalipun ada getah bening yang membesar.
6. Manifestasi Klinis Menurut (Sudoyo, 2006). Terdapat beberapa keluhan yang dirasakan pada pesien TB Paru dapat bermacam-macam atau malah bayak pasien ditemukan TB Paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah: a. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40 - 41 0C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hingga timbul demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah
18 terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh 6
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tubercolosis yang masuk. b. Batuk lebih dari 4 minggu atau batuk berdahak Gejala ini banyak ditemui. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (Non-produtif) kemudian setelah timbul perang menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjutan adalah berupa batuk darah karena terdapat permbuluh darah yang pecah. Kabanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkulus dinding bronkus. c. Sesak Napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltasnya meliputi setengah bagian paru-paru. d. Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuratis. Terjadi gesekan kadua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.
19 e. Malaise
6
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala,meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak. f. Gejala umum tuberkulosis pada anak Menurut (Nurhidayah, 2007). Terdapat beberapa gejala umum TB paru pada anak yaitu : 1) Berat badan tidak naik atau turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebap tidak jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi yang baik. 2) Nafsu makan tidak ada dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat. 3) Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan malaria, tipus, ispa). Dapat disertai keringat malam. 4) Pembesaran kelenjar limpe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple, paling sering didaerah leher, ketiak, dan lipatan paha. 5) Batuk lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada, nyeri dada. 6) Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare, benjolan atau masa di abdomen, tanda-tanda cairan dalam abdomen.
20 7) Pembekakan pada sendi-sendi yang tidak disebabkan cidera.
6
8) Sinus yang mengluarkan sekret dekat persendian tulang.
7. Komplikasi Menurut (Manurung, 2009) Komplikasi yang mungkin timbul disebabkan oleh TB paru dapat berupa: a. Malnutrisi Malnutrisi dapat terjadi oleh karena kekurangan gizi (undernutrisi) maupun karena
kelebihan
gizi
(overnutrisi).Keduanya
disebabkan
oleh
ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh dan asupan zat gizi esensial. b. Efusi pleura Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura.Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada.Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan pleura.Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. c. Hepatitis Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab.Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis kronis.
21 8. Pencegahan Tuberkulosis Paru
6
Menurut (Depkes, 2002) untuk mencegah tuberkulosis dilakukan upayaupaya sebagai berikut : a. Upaya memcegah penularan penyakit tuberkulosis paru : 1) Mengobati pasien tuberkulosis dengan BTA (Basil Tahan Asam) positif sampai sembuh. 2) Menganjurkan kepada penderita agar mampu menutup mulut dengan sapu tangan saat batuk atau bersin, tidak meludah dilantai atau sembarangan tempat. 3) Peningkatan social ekonomi misalnya pembenahan perumahan dan lingkungan, peningkatan status gizi dan pelayanan kesehatan.
9. Pencegahan Tuberkulosis Paru Anak Menurut (Depkes, 2002) Faktor lingkungan disekitar anak berpengaruh untuk mengakibatkan kejadian tuberkulosis pada anak, Infeksi pada anak ini dapat berkelanjutan. Semua anak yang tinggal serumah atau kontak langsung dengan penderita tuberkulosis paru berisiko lebih besar untuk terinfeksi, infeksi pada anak ini dapat berkelanjutan menjadi penyakit tuberkulosis paru. Anak yang yang kontak erat dengan penderita tuberkulosis paru diperlukan pemeriksaan : a. Bila anak mempunyai gejala-gejala seperti tuberkulosis paru harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan alur deteksi dini tuberkulosis paru anak. b. Bila anak sudah mempunyai gejala-gejala seperti tuberkulosis paru harus diberikan pengobatan dengan inoniasid (INH) dengan dosis 5 mg per Kg BB
22 selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum mendapakan iminisasi BCG, bila 6
perlu berikan BCG setelah pengobatan.
10. Faktor Resiko Terjadinya Tuberkulosis Paru Pada Balita a. Kontak dengan penderita dewasa Penderita tuberkulosis merupakan sumber utama penularan basillus tuberkel. Orang-orang yang kontak dengan penderita secara mikroskopis sputumnya positif mikobakteri dan 20-25 % nya telah terinfeksi. Penyebaran basillus tuberkel dapat dicegah dengan mempertahankan pengendalian udara yang cukup atau penyinaran ultraviolet, atau meminta penderita menutup hidung dan mulutnya bila batuk atau memakai masker sampai pulasan sputumnya dikonversi menjadi negatif dengan pengobatan (Shulman dalam Firtiatun, 2002). Sumber penularan adalah penderita TBC dengan BTA positif pada waktu bersin atau batuk, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet atau percikan dahak. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kumam yang dikeluarkan dari parunya (Depkes, 2002). Menurut Esnest Jawest dalam Fitriatun, 2002 mengatakan kontak yang rapat (misalnya dengan keluarga) dan kontak secara masif (misalnya tenaga kesehatan) menyebabkan penularan melalui inti droplet sering terjadi. Kuman yang masuk kedalam tubuh melalui pernafasan dapat menyebar dari paru kebagian lainnya, melalui sistem peredaran darah,sistem saluran life, saluran nafas atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh
23 lainya. Kemungkinan seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh 6
konsentrasi droplet per volume udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Kontak yang terus menerus dengan penderita tuberkulosis akan menyebabkan anak terinfeksi kuman mycobacterium tuberculosis, walaupun kuman tersebut bersifat dormant (Ralph Feigin dalam Fitriatun, 2002). Anak-anak sering kali terinfeksi melalui orang dewasa, para remaja di lingkungan terdekatnya, orang tua, kakek nenek, saudaranya, orang-orang inthekos atau pembantu rumah tangga. Dalam rumah tangga yang orang dewasanya terinfeksi, hampir semua bayi-bayi dan balitanya tertular. Juga risiko tinggi terdapat pada anak perempuan yang lebih tua dan remaja yang menunggui orang dewasa yang sakit. Orang dewasa dengan penyakit aktif kemoterafi jarang menginfeksi anak-anak, namun
yang lebih berbahaya
adalah orang-orang dengan penyakit tuberkulosis kronis yang tidak dapat dikenali, pengobatan yang kurang atau kambuh akibat daya tahan tubuh meturun (Ralph Feigin dalam Fitriatun, 2002). Didukung dengan hasil penelitian Ajis, 2009 di kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau, balita yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita BTA positif, risiko terkena Tb meningkat 2,629 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang tidak ada riwayat kontak dengan penderita BTA positif dan secara statistik bermakna dengan p value 0,01. b. Status gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara tubuh manusia, zat-zat gizi dan makanan.Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari
24 nutriture dalam bentuk variable tertentu. Faktor yang mempengaruhi 6
kemungkinan seseorang menjadi penderita tuberkulosis paru adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk (Depkes, 2002). Sedangkan menurut Gibson (1990) menyatakan status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya. Pada anak-anak dengan gizi buruk dapat menderita penyakit paru pada usia dini. Selama hidup tubuh hanya dapat melawan infeksi tubuh dengan baik jika dicukupi dengan makanan yang bergizi dengan jumlah memadai.Pada usia berapapun, kurangnya makanan yang menyebabkan kurang nutrisi mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan penyakit secara optimal, selain akan menyebabkan penyakit yang lebih parah hal ini juga dapat menyebabkan kematian (Crofton, 2002). Anak yang keadaan gizi kurang baik biasanya tubuh lemah sehingga mudah terinfeksi dan diserang penyakit terutama kuman TBC. Malnutrisi sering tejadi pada penderita TB paru yang lama sekitar 70 %. Kasus ini disertai penurunan berat badan dan mengambarkan kehilangan masa otot dan lemas. Batasan-batasan status gizi dan indeks status gizi berdasarkan antropometri disajikan pada tabel berikut ini.
25 Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Indeks
Kategori Status gizi
6
Ambang batas
Berat badan
- gizi baik
-2 SD sampai dengan 2 SD
menurut
- gizi kurang
-2 SD sampai dengan <-2 SD
BB/U
- gizi buruk
< -3 SD
- gizi lebih
>2 SD
Berat badan
- normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
menurut
- pendek
< -3 SD sampai dengan <- 2 SD
TB/U
- Sangat pendek
<-3 SD
- Tinggi
> 2 SD
Berat badan
- Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
menurut
- Kurus
-3SD sampai dengan <-2 SD
BB/TB
- Sangat Kurus
<-3 SD
- Gemuk
>2 SD
Sumber: Depkes, 2011
Secara umum Antropometri adalah ukuran tubuh manusia ditinjau dari sudut pandang gizi. Maka antropometeri berhubungan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dan yang umum digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat dari pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air bersih. Antropometri sebagai indikator gizi yang dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter yaitu ukuran dari tubuh antara lain: umur, berat badan, tinggi badan lingkar lengan atas dan lingkar kepala (Supriasa, 2002).
26 1) Umur
6
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi, kesalahan dalam penentuan umur akan menyebabkan interprestasi status gizi jadi salah. Menurut Publitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0 – 2 digunakan bulan usia penuh (Completed Month). 2) Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang penting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (Neonatus). Berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Berat badan mengambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cendrung meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur, maka berat badan seseorang mengambarkan status gizi seseorang saat ini. 3) Tinggi Badan Tinggi badan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang. Tinggi badan merupakan keadaan pertumbuhan
27 skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan 6
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif tehadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan tinggi badan disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. 4) Lingkar Lengan Atas Lingkar lengan atas mengambarkan tentang keadaan jaringan otot lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan berat badan dan tinggi badan. Lingkar lengan atas merupakan parameter sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga bukan profesional. Lingkar lengan atas sebagai mana dengan berat badan merupakan parameter labil, dapat berubah dengan cepat. Perkembangan lingkar lengan atas yang besarnya hanya terlihat pada tahun pertama kehidupanya (5,4 cm), sedangkan pada umur 2 tahun sampai 5 tahun sangat kecil kurang lebih 1,5 cm per tahun dan kurang sensitif untuk usia selanjutnya. 5) Lingkar Kepala Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis yang biasa untuk memeriksa keadaan fatologi dan besarnya kepala. Dalam antropometri gizi lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dan menentukan KEP pada anak. Biasanya dilakukan pada anak berumur 2 – 3 tahun karena ratio LK dan LD sama pada umur 6 bulan. Umur antara 6 bulan – 5 tahun, ratio LK dan LD dalah kurang
28 dari satu, hal ini dikarenakan akibat dari kegagalan perkembangan dan 6
pertumbuhan atau kelemahan otot lemak pada dinding dada. Indeks antropometri yang sering di gunakan dalam menilai status gizi antara lain adalah berat badan menurut umur (Supriasa, 2002). c. Imunisasi BCG Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulakn kekebalan anak terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), vaksin BCG mengndung kuman BCG (Bacillus Calmette Guerin) yang masih hidup, jenis kuman TBC ini telah dilemahkan. Pemberian imunisasi BCG cukup satu kali saja (Mansjoer, 2000). Menurut (Vina, 2008) imunisasi adalah: 1) Pengertian Imunisasi BCG Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan tubuh bayi dan anak terhadap penyakit tertentu, sedangkan vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi atau anak yang disebut antigen. (Depkes, 1993 : 47). Menurut (Dirjen PPM dan PLP, 1989 : 71) imunisasi BCG adalah vaksinasi hidup yang diberikan pada bayi untuk mencegah terjadinya penyakit TBC (Al-bahsein, 2008).
2) Jumlah Pemberian Imunisasi BCG Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, sehingga memerlukan pengulangan.
29
3) Usia Pemberian Imunisasi BCG
6
Dibawah usia 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycrobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasikan BCG.
4) Lokasi Penyuntikan Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang melakukan penyuntikan di paha.
5) Efek Samping Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.
6) Tanda Keberhasilan Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tidak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut. Jika bisul tak muncul, jangan cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara penyuntikan perlu kehlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses
30 menyuntiknya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha 6
umumnya lebih tebal. Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi BCG pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah. 7) Indikasi Kontra Tak dapat diberikan pada anak berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif (Vina, 2008). d. Ventilasi Umumnya penularan TB terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Depkes RI, 2007). e. Kepadatan Hunian Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni didalamnya, artinya luas lantai bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan (overcrowded), hal ini tidak sehat sebab disampingmenyebabkan kurang konsumsi O2 ,juga jika ada anggota keluarga yang lain, luas kamar tidur disesuaikan dengan standar minimal yaitu 9 m2 untuk dua orang. Sedangkan untuk lantaia rumah sesuai standar 9m2 untuk satu orang (Depkes, 2005).
31 f. Pendidikan
6
Faktor-faktor resiko yang meningkatkan insiden tuberkulosis adalah komplek kemiskinan. Keadaan ini mengarah pada pendidikan masyarakatnya yang rendah, perumahan yang padat atau kondisi kerja yang buruk. Di negara-negara berkembang hampir 50% penderita tuberkulosis adalah masyarakat yang berpendidikan rendah dan tingkat kemiskinan yang tinggi (Crofton, 2002). g. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan kodrat antara laki laki dan perempuan dalam fungsi reproduksi, aktipitas hormon dan bentuk anatomis fisiologi dan dari system urinary. (International Commonity Forum, 2009). Penyakit TB paru sebagian besar kelompok usia kerja/produktif yaitu pada usia diantara 15-50 tahun (Depkes, 2002). Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa mudah. Angka pada pria lebih tinggi pada semua usia dan angka pada wanita cenderung menurun tajam setelah melampaui usia subur. Pada wanita prevalensi secara menyeluruh lebih renda dan peningkatanya seiring dengan usia lebih rendah dibandingkan dengan pria. Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun, sedangkan pada pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun (Crofton, 2002). Proporsi penderita suspek TBC laki laki di seluruh lokasi penelitian lebih besar dari pada perempuan, yaitu 17 per 1000, sedangkan perempuan 11 per 1000. Laki laki mempunyai resiko lebih besar karena peluang kontak
32 dengan penderita TBC di luar rumah juga besar karena sebagai kepala 6
keluarga mengharuskanya lebih banyak keluar rumah ketimbang perempuan. Dari jenis kelamin, perempuan dalam usia produktif lebih rentan terhadap TB dan lebih mungkin terjangkit oleh penyakit TB di bandingkan pria dari kelompok yang sama.sedangkan pada usia dewasa lebih terjadi pada laki-laki (Crofton, 2002).
B. Hubungan Kontak dengan Penderita Dewasa dengan TB Paru Anak-anak sering kali terinfeksi melalui orang dewasa, para remaja di lingkungan terdekatnya, orang tua, kakek nenek, saudaranya, orang-orang inthekos atau pembantu rumah tangga. Dalam rumah tangga yang orang dewasanya terinfeksi, hampir semua bayi-bayi dan balitanya tertular. Juga risiko tinggi terdapat pada anak perempuan yang lebih tua dan remaja yang menunggui orang dewasa yang sakit. Orang dewasa dengan penyakit aktif kemoterafi jarang menginfeksi anak-anak, namun
yang lebih berbahaya adalah orang-orang dengan penyakit tuberkulosis
kronis yang tidak dapat dikenali, pengobatan yang kurang atau kambuh akibat daya tahan tubuh meturun (Feigin dalam Fitriatun, 2002). Sumber penularan adalah penderita TBC dengan BTA positif pada waktu bersin atau batuk, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet atau percikan dahak. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kumam yang dikeluarkan dari parunya (Depkes RI, 2002). Balita menderita TBC kebanyakan karena penularan dari penderita dewasa, karena Balita yang sakit TBC tidak bisa menularkannya dalam bentuk dahak yang mengandung kuman TBC. Menurut hasil penelitian (Musadad, 2002) bahwa angka
33 penularan TB paru di rumah sebesar 13%, penderita dewasa yang memiliki kebiasaan 6
tidur dengan balita mempunyai risiko 2,8 kali lebih besar dibanding dengan penderita dewas yang tidur terpisah, (Islamiati, 2009). Penularan penyakit tuberkulosis dari udara yang tercemar oleh micobakterium tuberculosa yang dilepaskan atau dikeluarkan oleh penderita saat batuk dalam bentuk droplet (percikan dahak), balita dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran penafasan lalu menyebar dari paru – paru kebagian tubuh vital lainnya ( Depkes RI, 2005).
C. Hubungan Imunisasi BCG dengan TB Paru Imunisasi ialah tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak. Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal. Tapi tidak semua penyakit dapat dicegah dengan vaksinasi, termasuk vaksinasi BCG untuk mencegah untuk mencegah infeksi tuberkulosis. Menurunnya perlindungan BCG serta meningkatnya kerentanan akan daya tahan tubuh yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk lingkungan yang tidak bersih, keadaan sosial ekonomi yang rendah dan pola hidup yang tidak sehat. Berkurangnya perlindungan oleh BCG dimungkinkan terjadi karena banyak faktor misalnya prosedur pemberian BCG yang tidak efektif dan efisien (Islamiati, dkk, 2009).
34 Menurut Kabat dalam Firtiatun, (2002) menyebutkan bahwa semua manifestasi 6
klinis dan patologis infeksi tuberkulosis dan kerentanan penderita akibat ketidak sempurnaan reaksi ketahanan tubuh. Penderita yang tidak mempunyai ketahanan tubuh (immune deficency) atau yang mengalami gangguan hambatan pengangkutan ketahanan tubuh (immune insufiency) mengakibatkan sel makrofak tidak berdaya memusnahkan kuman. D. Kerangka Konsep Berdasarkan
teori
diatas
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kejadian
tuberkulosis paru balita adalah kontak dengan penderita dewasa, satus gizi, imunisasi BCG, ventilasi kepadatan hunian,pendidikan dan jenis kelamin. Variabel yang akan diteliti hanya dua variabel, adapun kerangka konsep sebagai berikut: Variabel Independen
Variabel Dependen
Kontak dengan Penderita Dewasa Imunisasi BCG
TB Paru Balita
Bagan 2.2 Kerangka Konsep E. Hipotesis Hipotesis penelitian adalah: 1. Ha: Ada hubungan yang bermakna antara Kontak dengan penderita dengan angka kejadian TB paru pada balita 2. Ha: Ada hubungan yang bermakna antara imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada balita
6
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan studi cross sectional dimana peneliti melakukan pengukuran atau pengamatan variabel dependen dan variabel independen pada saat bersamaan (Hidayat, 2007). Variabel dependen yaitu TB paru dan variabel independen yaitu kontak dengan penderita dewasa dan imunisasi BCG dengan tujuan untuk melihat hubungan kontak dengan penderita dewasa, dan imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada balita yang terlihat pada bagan dibawah ini:
Kontak dengan Penderita Dewasa Kontak Tidak Kontak
TB Paru
Tidak TB Paru
Balita Imunisasi BCG
TB Paru
Tidak Imunisasi Imunisasi Tidak TB Paru
Bagan 3.1 Desain Penelitian
35
36 B. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional Kontak Riwayat dengan kontak Penderita dengan Dewasa penderita TBC yang tinggal satu rumah dengan balita maupun diluar rumah yang sering berhubungan dengan penderita TBC Imunisasi Suatu BCG keadaan dimana seorang balita yang telah mendapatka imunisasi BCG dibawah usia 2 bulan TB Paru Suatu Balita keadaan dimana seorang balita yang sudah di diagnosis menderita penyakit TB paru
6
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Wawancara
Format 0 : Kontak Pengumpulan Data 1 : Tidak
Skala Nominal
Kontak
Format 0 : Tidak Pengumpulan imunisasi Data 1 : Imunisasi
Nominal
Format Register 0 : TB paru Pengumpulan kunjungan poli Anak Data 1 : Tidak TB RSUD Dr. M. paru Yunus Bengkulu
Nominal
Wawancara
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien anak yang berobat di Poli Anak RSUD dr. M. Yunus Bengkulu pada tahun 2011 sebanyak 4788 orang.
37 2. Sampel
6
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sampel pada penelitian ini adalah balita usia 0 – 60 bulan yang berobat di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2011. Rumus yang digunakan dalam perhitungan besar sampel adalah: Z 21-α/2.P(1 – P) n= (d )2
(Hidayat, 2007)
Keterangan : n
= Besar sampel minimum
Z1-α/2 = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu (1.96) P
= Harga proporsi di populasi ((0,12)
d
= Kesalahan (absolut) yang dapat ditoleransi (0,075)
Dengan menggunakan rumus terebut, maka besar sampel minimal yang di butuhkan dalam penelitian ini adalah : 1,962 . 0,12 (1 - 0,12) n=
3,84.0,12.(0,88) =
2
(0,075)
0,40 =
0,006
= 66,66 = 67 anak 0,006
Adapun Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Accidental sampling. Accidental sampling merupakan teknik sampling dimana orang yang dijadikan sampel adalah orang yang kebetulan bertemu dengan peneliti berdasarkan karakteristik yang dimiliki sebagai sampel pada saat penelitian (Sudjana, 1996).
38 D. Tempat dan Waktu Penelitian
6
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012 di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
E. Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Pengumpulan Data Data dikumpulkan adalah data Sekunder yang diambil dengan menggunakan lembar format pengumpulan data (Chek list) dan data Primer diambil dari cara pengisian, konsistensi setiap jawaban yang ada dalam kuesioner. Data yang diambil sesuai dengan kriteria yang ditentukan dari Kartu Berobat Klien dan Daftar Registrasi Pasien pada Poli Anak dan Bagian Pencacatan Medik (Medikal Record) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. 2. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan di Entry yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan kemudian dimasukan dalam komputer dan dianalisis menggunakan Analitik Statistik dengan komputerisasi. Langkah-langkah yang diambil dalam pengolahan data meliputi: a. Editing Data Editing data dilakukan untuk melihat kembali apakah semua isian pada lembar format pengumpulan data diisi sesuai dengan kriteria yang diinginkan, sehingga dapat di proses lebih lanjut. Kegiatan ini dilakukan langsung dilakukan ditempat pengumpulan data dengan demikian, apabila terjadi kesalahan dapat segara diperbaiki.
39 b. Coding (Pengkodeaan Data)
6
Pengkodean data dilakukan dengan memberikan tanda tertentu sesuai dengan kriteria yang diambil pada format pengumpulan data dilakukan oleh peneliti itu sendiri. Untuk kontak dengan penderita dewasa diberi kode 0 dan untuk tidak kontak dengan penderita dewasa diberi kode 1, untuk tidak imunisai diberi kode 0 dan untuk Imunisasi diberi kode 1, sedangkan TB paru diberi kode 0 dan tidak TB paru diberi kode 1. c. Processing Data Processing adalah memproses data Menggunakn alat bantu (komputer) agar dapat dianalisis. d. Cleaning Kegiatan pengecekan dan pembersihan jika ada ditemukan pada saat entry data sehingga dapat diperbaiki dan dinilai (score) yang sesuai dengan pengumpulan data. F. Analisis Data Data yang telah disusun berupa tabel frekwensi, diagram atau grafik. Selanjutnya dianalisis secara analitik dengan mengacu pada tujuan penelitian. Adapun analisis yang dilakukan adalah : 1. Analisis Univariat Analisa Univariat ini untuk melihat distribusi frekwensi dari masing-masing variabel terikat maupun variabel bebas dengan menggunakan rumus :
P
40 Keterangan :
6
P = Nilai persentase yang akan dicari F = Frekuensi setiap arternatif jawaban n = Jumlah sampel diteliti
2. Analisis Bivariat Analisis yang dilakukan utuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen secara bersamaan dengan menggunakan Analitik Statistik Chi-Square (X2) pada program komputerisasi. Derajat signifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 95% (P≤ 0,05) diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi. Hasil hipotesis sebagai berikut : 1. Ha : diterima apabila p ≤ 0,05. a. Ada hubungan yang bermakna antara Kontak dengan penderita dengan angka kejadian TB paru pada balita b. Ada hubungan yang bermakna antara imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada balita 2. Ha : ditolak apabila p > 0,05. a. Tidak ada hubungan yang bermakna antara Kontak dengan penderita dengan angka kejadian TB paru pada balita b. Tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada balita
6
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Jalannya penelitian Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap persiapan peneliti diawali dengan mengurus surat izin penelitian dari badan kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat (Kesbanglinmas) Provinsi Bengkulu dan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu yang merupakan tempat penelitian. Setelah mendapat izin dari
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, peneliti
langsung melakukan penelitian di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu selama lebih kurang 1 bulan, yaitu dari bulan April sampai dengan Mei 2012. Untuk mengumpulkan data sekunder, peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan data sekunder yang didapat melalui Buku Register Poli Anak, dan untuk data primer diambil dengan cara wawancara. Subjek pada penelitian ini adalah balita yang datang berobat di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu 2012 Dimana teknik pengambilan sampelnya menggunakan Accidental sampling dengan besar sampel minimal sebanyak 67 orang. Data yang terkumpul kemudian di olah dengan cara editing, coding, prosessing data dan cleaning data. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan Chi-Square melalui komputerisasi untuk melihat hubungan antara variable independen dan variable dependen. 41
42 2. Hasil Penelitian
6
Data yang telah diperoleh dari penelitian kemudian dikelompokkan dan diproses sesuai dengan keperluan peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data dan analisis data sebagai berikut. a. Analisis Univariat Analisis ini dilakukan untuk mendapat gambaran tentang distribusi frekuensi kontak dengan penderita dewasa, distribusi frekuensi imunisasi BCG balita dan distribusi frekuensi kejadian TB paru pada balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012. Table 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kontak dengan Penderita Dewasa di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012 Kontak dengan Penderita Dewasa Kontak Tidak Kontak Total
Frekuensi 15 52 67
% 22,4 77,6 100
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan hasil bahwa sebagian kecil responden 15 (22,4%) mengalami kontak langsung dengan penderita dewasa. Table 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Imunisasi BCG Balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012 Imunisasi BCG Tidak Imunisasi Imunisasi Total
Frekuensi 6 61 67
% 9,0 91,0 100
Berdasarka tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa sebagian kecil responden 6 (9,0%) yang tidak Imunisasi BCG.
43 Table 4.3 Distribusi Frekuensi berdasarkan Kejadian Tuberkulosis Paru Balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012 6
Kejadian Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru Tidak Tuberkulosis Paru Total
Frekuensi 28 39 67
% 41,8 58,2 100
Berdasarka tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa sebagian kecil responden 28 (41,8%) mengalami tuberculosis paru. b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen (kontak dengan penderita dewasa dan imunisasi BCG) dan variabel dependen (kejadian tuberkulosis paru) di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012. dapat dilihat pada tabel - tabel berikut: Tabel 4.4 Hubungan Kontak dengan Penderita Dewasa Kejadian Tuberkulosis Paru Balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012 Kejadian Tuberkulosis Total Paru Kontak Tidak Dengan Tuberkulosis Tuberkulosis Penderita Paru Jumlah % Paru Dewasa N % N % Kontak 12 80,0 3 20,0 15 100 Tidak 16 30,8 36 69,2 52 100 Kontak Jumlah 28 41,8 39 58,2 67 100
p Value
0,002
OR 95% CI
9,000 (2,22936,333)
Dari tabel 4.4 terlihat bahwa dari 15 balita yang mengalami kontak dengan penderita dewasa terdapat 12 balita (80,0%) menderita tuberkulosis paru, dan dari 52 balita yang tidak kontak dengan penderita dewasaterdapat 16 balita (30,8%) mengalami tuberkulosis paru. Secara statistik dengan
44 melihat derajat signifikasi didapat hubungan yang bermakna antara kontak 6
dengan penderita dewasa dengan kejadian tuberkulosis paru balita dengan p Value = 0,002 < α = 0,05. Dan nilai OR=9,000 (95% CI = 2,229-36,333) artinya dimana balita yang kontak dengan penderita dewasa memiliki risiko 9,00 kali untuk menderita tuberkulosis paru dibandingkan dengan balita yang tidak kontak dengan penderita dewasa. Tabel 4.5 Hubungan Imunisasi BCG dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012 Kejadian Tuberkulosis Total Paru Tidak Imunisasi Tuberkulosis Tuberkulosis BCG Paru Jumlah % Paru N % N % Tidak 4 66,7 2 33,3 6 100 Imunisasi Imunisasi 24 39,3 37 60,7 55 100 Jumlah 28 41,8 39 58,2 67 100
p Value
0,227
Dari tabel 4.5 terlihat bahwa dari 6 balita yang tidak imunisasi BCGterdapat 4 balita (66,7%) menderita tuberkulosis paru, dan dari 55 balita yang imunisasi BCG terdapat 24 balita (39,3%) menderita tuberkulosis paru. Secara statistik dengan melihat derajat signifikasi didapat tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru balita dengan p Value = 0,227 < α = 0,05.
45 B. Pembahasan
6
1. Kejadian tuberkulosis paru balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012 Berdasarkan hasil analisa univariat kejadian tuberkulosis paru balita terlihat bahwa dari 67 responden yang berobat di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu terdapat 28 balita (41,8%) yang menderita penyakit tuberkulosis paru. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi akibat kuman Myobacterium Tuberculosis sistemis. Sehingga dapat mengenai semua organ tubuh yang lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000). Hal ini sangat disayangkan. Karena, pada usia anak-anak penyakit TBC mudah menyebar ke bagian tubuh lain. Mula-mula kuman bersarang di paru-paru melalui aliran darah kuman dapat menyebar kebagian tubuh lainnya, terutama otak, jantung, ginjal dan tulang. keterlambatan membuat diagnosa dapat menyebabkan komplikasi yang serius seprti meningitis dan
perikarditis.
Sehingga dapat menyebabkan kematian dan jika hiduppun akan menimbulkan kecacatan (Jurnal Respirologi, 2000). Berdasarkan hasil teori beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya TB paru pada anak antara lain: sistem imunitas yang belum sempurna, kontak erat dengan orang dewasa penderita TBC disekitarnya (orang tua, kerabat dekat, dan pengasuh), kurangnya kesadaran orang tua untuk segera melakukan vaksinasi BCG pada bayi baru lahir (Wahyu, 2008).
46 2. Hubungan kontak dengan penderita dewasa dengan kejadian tuberkulosis paru
6
Dari data diatas didapatkan hasil perhitungan hasil uji chi-square bahwa terdapat hubungan kontak dengan penderita dewasa terhadap kejadian tuberkulosis paru pada balita dengan p Value = 0,002 < α = 0,05. Dari data diatas diketahui juga bahwa balita yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita dewasa memiliki risiko 9,00 kali untuk menderita tuberkulosis paru dibandingkan balita yang tidak mempunyai riwayat kontak dengan penderia dewasa. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ajis, (2009) di Kabupaten Kuantan Singigi Provinsi Riau menyatakan balita yang memiliki riwayat kontak dengan penderita BTA positif, risiko terkena TB 2,629 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang tidak ada riwayat kontak dengan penderita BTA positif dan secara statistk bermakna dengan p value 0,01 (p<0,05). Sumber penularan adalah penderita TBC dengan BTA positif pada waktu bersin atau batuk, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet atau percikan dahak. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kumam yang dikeluarkan dari parunya (Depkes, 2002). Balita yang menderita TB paru kebanyakan karena penularan dari penderita dewasa. Penularan penyakit tuberkulosis dari udara yang tercemar oleh micobakterium tuberculosa yang dilepaskan atau dikeluarkan oleh penderita saat batuk dalam bentuk droplet (percikan dahak), balita dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran penafasan lalu menyebar dari paru – paru kebagian tubuh vital lainnya (Depkes RI, 2005).
47 Hasil penelitian Islamiati, 2009 di Poliklinik Anak RSU A. Yani Metro 6
Lampung, terdapat hubungan antara kontak dengan penderita dengan kejadian tuberkolusis dengan hasil analisis chi-square hitung 5,39 > chi-square tabel 3,81. Kuman yang masuk kedalam tubuh melalui pernafasan dapat menyebar dari paru kebagian lainnya, melalui sistem peredaran darah,sistem saluran life, saluran nafas atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainya. Kemungkinan seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet per volume udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Kontak yang terus menerus dengan penderita tuberkulosis akan menyebabkan anak terinfeksi kuman mycobacterium tuberculosis, walaupun kuman tersebut bersifat dormant (Fitriatun, 2002). Penderita tuberkulosis merupakan sumber utama penularan basillus tuberkel. Orang-orang yang kontak dengan penderita secara mikroskopis sputumnya positif mikobakteri dan 20-25 % nya telah terinfeksi. Penyebaran basillus tuberkel dapat dicegah dengan mempertahankan pengendalian udara yang cukup atau penyinaran ultraviolet, atau meminta penderita menutup hidung dan mulutnya bila batuk atau memakai masker sampai pulasan sputumnya dikonversi menjadi negatif dengan pengobatan (Shulman dalam Firtiatun, 2002). 3. Hubungan imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru Dari data diatas didapatkan hasil perhitungan hasil uji chi-square bahwa terdapat tidak ada hubungan imunisasi BCG terhadap kejadian tuberkulosis paru pada balita dengan p Value = 0,227< α = 0,05. Tidak bermaknanya variabel ini
48 baik subjek yang menderita tuberkulosis paru maupun subjek yang tidak 6
menderita tuberkulusis paru hampir semuanya telah di imunisasi BCG, karena kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 bahwa anak yang lahir di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang memadai imunisasi BCG diberikan segera setelah lahir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 85,7% balita yang sudah imunisasi BCG masih terinfeksi kuman TBC. Hasil ini sesuai dengan penelitian Dudeng, (2006) di Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan status imunisasi BCG tidak mempunyai hubungan dan bukan merupakan faktor risiko terjadinya TB pada anak dengan nilai OR sebesar 1,66 dengan CI 95%: 0,85
49 Vaksin BCG dapat mencegah infeksi TB, dan dapat mengurangi risiko 6
TB berat seperti Meningitis TB dan TB millier (Dudeng, 2006). Berkurangnya perlindungan oleh BCG dimungkinkan terjadi karena banyak faktor misalnya prosedur pemberian BCG yang tidak efektif dan efisien. Efektivitas iminisasi BCG sangat tergantung pada berbagai aspek antara lain mutu vaksin, dosis pemberian waktu dan cara pemberian. Tidak semua kontak dengan penderita dewasa dan tidak semua imunisasi BCG dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis paru balita dari penjelasan diatas terdapat 3 balita (20%) kontak dengan penderita dewasa tetapi tidak menderita tuberkulosis paru dan terdapat juga 2 balita (33,3%) yang tidak imunisasi BCG tidak menderita tuberkulosis paru. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : faktor kebiasaan keluarga penderita menutup mulut dengan sapu tangan saat batuk atau bersin, tidak meludah dilantai atau sembarangan tempat,
faktor lingkungan dan perumahan terutama sirkulasi
udara yang baik sehingga tidak mengakibatkan balita tidak menderita tuberkulosis paru dan peningkatan sosial ekonomi. Peningkatan status gizi, Status gizi berpengaruh tehadap penurunan daya tahan tubuh dalam menghadapi kuman penyakit, semakin baik status gizi anak semakin baik pertahanan diri dari beberapa penyakit infeksi seperti tuberculosis paru (Depkes RI, 2002). Kejadian tuberkulosis paru pada balita di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dapat juga dipengaruhi oleh faktor lain bukan semata karena anak yang tinggal serumah dengan penderita tuberkulosis paru, anak yang tidak mendapat imunisasi BCG. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh bahwa terdapat balita yang tidak kontak dengan penderita dewasa yang mengalami tuberkulosis
50 paru yaitu sebanyak 16 balita (30,8%). Dan balita imunisasi BCG yang 6
mengalami tuberkulosis paru yaitu sebanyak 24 balita (39,3%) Hal ini disebabkan oleh faktor beberapa faktor antara lain balita berada dilingkungan rumah yang lembab, kepadatan hunian, kurang pencahayaan dan ventilasi yang minim. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Islamiati, (2006) Terjadinya tuberkulosis paru pada anak bisa disebabkan oleh beberapa hal selain karena kontak dengan penderita dewasa dan imunisasi BCG. Faktor-faktor lain diantaranya adalah karena anak menempati rumah yang padat, rumah anak dalam keadaan lembab, luas ventilasi rumah dan suhu rungan anak yang tidak memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan rumah yang tidak cukup, keterpaparan dengan asap rokok, status ekonomi, status gizi dan balita yang tidak mendapat ASI eklusif.
6
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hampir sebagian (41,8%) balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus bengkulu tahun 2012 menderita tuberkulosis paru. 2. Sebagian kecil (22,4%) balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus bengkulu tahun 2012 mengalami kontak dengan penderita dewasa. 3. Sebagian kecil (9,0%) balita balita di ruang Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus bengkulu tahun 2012 tidak imunisasi BCG. 4. Ada hubungan yang bermakna antara kontak dengan penderita dewasa dengan kejadian tuberkulosis paru balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012, (p = 0,002). Dimana balita yang mengalami kontak dengan penderita dewasa memiliki risiko 9,000 kali untuk menderita tuberkulosis paru dibanding dengan balita yang tidak kontak dengan penderita dewasa. 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru balita di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012, (p = 0,227).
51
52 B. Saran
6
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012 maka peneliti memberi saran : 1. Bagi Akademik Kepada pihak akademik diharapkan dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam penerapan penyuluhan kesehatan terutama pada orang tua balita yang menderita tuberkulosis paru, dengan mengadakan latihan/lab mandiri kepada mahasiswa, sehingga dalam praktik di rumah sakit mahasiswa dapat memberikan penyuluhan yang baik untuk menambah pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis paru. 2. Bagi Institusi (RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu) Disarankan bagi pihak rumah sakit untuk dapat mengadakan penyuluhan dan konseling untuk meningkatkan pengetahuan orang tua balita yang ada di Bengkulu tentang penyakit tuberkulosis paru, dan dapat melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan dan penyakit pengiringnya, dengan cara penyuluhan langsung maupun dengan menempelkan poster-poster, atau membagikan liflet tentang penyakit tuberkulosis paru. 3. Bagi Peneliti Lain Disarankan penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan data dasar bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian yang sama dan dapat menentukan variabel penelitian yang lain yang lebih spesifik dengan melihat adanya pengaruh variabel yang lain seperti, keadaan ventilasi, kelembaban ruangan, kepadatan hunian, keterpaan dengan asap rokok, dan balita yang tidak mendapatkan ASI eklusif, dengan desain dan jumlah sampel yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bahsein, Fuad. 2008. Imunisasi BCG. Di Akses http://www.artikelkedokteran.com. Tanggal 16/01/2012 12 :34
dari
Alimul Hidayat, Aziz. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta: Selemba Medika Bappenas. 2005. Kebijakan Pemberantasan Wabah Penyakit Menular. Di Akses dari http://theindonesiainstitute.com. Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. Crofton, dkk. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Jakarta: Widia medika. Depkes, RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Ditjen PP&PL Kemenkes RI. 2011. Laporan situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di Indonesia. Di Akses dari http://IndonesiaReport2011.com. Tanggal 02/01/2012 22:35 Dudeng, Donatus, dkk. 2006. Fakto-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 22, No 2, Juni 2006. Hal ; 48 -54 Fitriatun, 2002. Kondisi Rumah Sebagai Faktor Risiko Tuberkulosis Paru pada Balita yang Berkunjung di BP4 Semarang Tahun 2002. Program Pasca Sarjana. Universitas Dipenegoro Semarang. Gibson, RC. 1990. Principle Nutrition Assesment. New York: Oxford Univercity Press. Hendri,
J. 2011. Global Tuberkulosis Contol 2011. Di Akses dari http://www.globalhealthfacts.orgdatatopicmap. Tanggal 04/01/2012 13:52
Hasan, Rusepno. 2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika. Islamiyati, dkk. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Balita di Poliklinik Anak RSU A. Yani Metro, Jurnal Kesehatan “Metro Sai Wawai” Volume II no. 2 Edisi Des 2009, 19779-469X. Hal ; 63 – 70
53
Masjoer, Supriatia, Wahyu Ika Wardani,Wiwik Seto Wulan. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC Manurung. 2009. Penyakit infeksi saluran pernapasan. Jakarta: EGC Natoatmodjo, S. 2002. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nelson, dkk. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 2. Jakarta: EGC. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. Nurhidayah, Ikeu, dkk. 2007. Hubungan Antara Karakteristik Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis (TB) Pada Anak di kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. Bandung: Universitas Padjadjaran Fakultas Ilmu Keperawatan. Di Akses dari http://www.google.com. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2000. Jurnal Respirologi Indonesia Vol. 20. Jakarta: FKUI. Punawati. 2006. Hubungan TBC Paru anak dengan Status Gizi di poli anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Media Informasi Kesehatan POLTEKES Bengkulu. Subbag Rekam Medik RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. 2011. Laporan Tahunan Jumlah kunjungan Rawat Jalan. Bengkulu: Bagian Penyusunan Program dan Evaluasi Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Suhardi, dkk. 2006. Hubungan Faktor Resiko Kondisi Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kota Sala Tiga. Di Akses dari http://www.google.com. Sunajo, Djoko. 2009. Tuberkulosis pada Anak. Di Akses dari http://www.google.com. Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suriadi, Rita yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto. Vina dan Vani. 2008. Imunisasi BCG Untuk Mencegah TB (Tuberkulosis). Di Akses dari http://vinadanvani.wordpress.com. Tanggal 17/01/2012 12:12 Wahyu, GG. 2008. Panduan Praktis Mencegah dan Mengobati TBC pada Anak. Jakarta. Dian Rakyat.
54
Lampiran : 1 LEMBAR KUESIONER
No Kuisioner
:
Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Jenis kelamin
:
Kode Responden
Petunjuk Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan kenyataan dengan cara memberi beri tanda contreng (√) untuk jawaban anda.
A. Kontak dengan penderita dewasa 1. Apakah balita anda pernah kontak dengan penderita dewasa penyakit TB paru yang tinggal serumah maupun di luar rumah dalam 2 bulan terakhir? Pernah Tidak Pernah
B. Status imunisasi BCG 1. Apakah balita anda usia dibawah 2 bulan mendapatkan imunisasi BCG? Imunisasi Tidak Imunisasi
Lampiran : 2 HASIL PENGOLAHAN DATA HUBUNGAN KONTAK DENGAN PENDERITA DEWASA DAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BALITA DI POLI ANAK Dr. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2012 1. Analisa Univariat Kontak dengan Penderita Dewasa Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Kontak
15
22.4
22.4
22.4
Tidak Kontak
52
77.6
77.6
100.0
Total
67
100.0
100.0
Imunisasi BCG Frequency Valid
Tidak Imunisasi
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
6
9.0
9.0
9.0
Imunisasi
61
91.0
91.0
100.0
Total
67
100.0
100.0
TB Paru Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
TB Paru
28
41.8
41.8
41.8
Tidak TB Paru
39
58.2
58.2
100.0
Total
67
100.0
100.0
2. Analisa Bivariat
Kontak dengan Penderita Dewasa * TB Paru Crosstab TB Paru TB Paru Kontak dengan Penderita Dewasa
Kontak
Count % within Kontak dengan Penderita Dewasa
Tidak Kontak
Count % within Kontak dengan Penderita Dewasa
Total
Count % within Kontak dengan Penderita Dewasa
Tidak TB Paru
Total
12
3
15
80.0%
20.0%
100.0%
16
36
52
30.8%
69.2%
100.0%
28
39
67
41.8%
58.2%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.001
9.663
1
.002
11.862
1
.001
11.599 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
.001
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
11.426
b
1
.001
67
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,27. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kontak dengan Penderita Dewasa (Kontak / Tidak Kontak) For cohort TB Paru = TB Paru For cohort TB Paru = Tidak TB Paru N of Valid Cases
Lower
Upper
9.000
2.229
36.333
2.600
1.609
4.201
.289
.103
.808
67
Exact Sig. (1sided)
.001
Imunisasi BCG * TB Paru Crosstab TB Paru TB Paru Imunisasi BCG
Tidak Imunisasi
Count % within Imunisasi BCG
Imunisasi
Count % within Imunisasi BCG
Total
Count % within Imunisasi BCG
Tidak TB Paru
Total
4
2
6
66.7%
33.3%
100.0%
24
37
61
39.3%
60.7%
100.0%
28
39
67
41.8%
58.2%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.195
.741
1
.389
1.657
1
.198
1.676 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
.227
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
1.651
b
1
.199
67
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,51. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Imunisasi BCG (Tidak Imunisasi / Imunisasi) For cohort TB Paru = TB Paru For cohort TB Paru = Tidak TB Paru N of Valid Cases
Lower
Upper
3.083
.523
18.164
1.694
.888
3.233
.550
.174
1.735
67
Exact Sig. (1sided)
.194
Lampiran : 3
LEMBAR CHEK LIST HUBUNGAN KONTAK DENGAN PENDERITA DEWASA DAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BALITA DI POLI ANAK RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Mekar Sari Azzah DM Laras Firas Epi R Puteria Stepen Dela R Mistahul M. Fairus Nindy Mutiara Agung H Mafisiah Selvia Raihan Salsabila M. Fatkirazki Sharon Muhammad Luna Syapio Andre K Farisa P Febi P Dwita M. Aldi Rizki M. Farlan Ahmad Andika
TB
TIDAK TB
− √ √ − √ − − − √ − √ √ − − − − − √ √ √ − − √ − − − √ √ √ − −
√ − − √ − √ √ √ − √ − − √ √ √ √ √ − − − √ √ − √ √ √ − − − √ √
KET
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
Ciara D Adlan Raza Samuel Josef Luki Sakira Riski Ferdi Fairus Gibta Emi s Tri Aulia Trio Irfasyah Dinda Ayu R Nisrina Izzatul Alif U Yumi Karlin Senia Yopan Brian Farid Ridon A Elvina Fariz Aura Tiara Kausar Syafira M Aldi Paul
√ − − − − √ − − − √ √ √ − − √ − √ √ − − − √ − − √ − √ √ − √ − − − − √ √
− √ √ √ √ − √ √ √ − − − √ √ − √ − − √ √ √ − √ √ − √ − − √ − √ √ √ √ − −
Lampiran : 4 TABULASI DATA PENELITIAN HUBUNGAN KONTAK DENGAN PENDERITA DEWASA DAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BALITA DI POLI ANAK RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2012
No 1
Nama Mekar Sari
Kontak dengan Penderita dewasa
Imunisasi BCG
Tuberkulosis Paru
1
1
1 0
2
Azzah DM
0
1
3
Laras
1
1
0
4
Firas
0
1
1
5
Epi R
1
0
0
6
Puteria
1
1
1
7
Stepen
1
1
1
8
Dela R
1
1
1
9
Mistahul
0
1
0
10
M. Fairus
1
1
1
11
Nindy
1
1
0
12
Mutiara
0
1
0
13
Agung H
0
1
1
14
Mafisiah
1
1
1
15
Selvia
1
1
1
16
Raihan
1
1
1
17
Salsabila
1
1
1
18
M. Fatkirazki
0
1
0
19
Sharon
1
1
0
20
Muhammad
1
1
0
21
Luna
1
1
1
22
Syapio
1
1
1
23
Andre K
0
1
0
24
Farisa P
1
1
1
25
Febi P
1
1
1
26
Dwita
1
1
1
27
M. Aldi
0
1
0
28
Rizki
1
1
0
29
M. Farlan
0
1
0
30
Ahmad
1
0
1
31
Andika
1
1
1
32
Ciara D
0
1
0
33
Adlan
0
1
1
34
Raza
1
1
1
Ket
35
Samuel
1
1
1
36
Josef
1
1
1
37
Luki
1
1
0
38
Sakira
1
1
1
39
Riski
1
1
1
40
Ferdi
1
1
1
41
Fairus
1
0
0
42
Gibta
0
1
0
43
Emi s
1
0
0
44
Tri
1
1
1
45
Aulia
1
1
1
46
Trio
1
1
0
47
Irfasyah
1
1
1
48
Dinda
0
1
0
49
Ayu R
1
0
0
50
Nisrina
1
1
1
51
Izzatul
1
1
1
52
Alif U
1
1
1
53
Yumi
1
1
0
54
Karlin
1
1
1
55
Senia
1
1
1
56
Yopan
0
1
0
57
Brian
1
1
1
58
Farid
1
1
0
59
Ridon A
1
1
0
60
Elvina
1
1
1
61
Fariz
0
1
0
62
Aura
1
1
1
63
Tiara
1
1
1
64
Kausar
1
0
1
65
Syafira
1
1
1
66
M Aldi
1
1
0
Paul
1
1
0
67
keterangan 0
: Kontak dengan penderita dewasa
1
: Tidak kontak dengan penderita dewasa
0
: Tidak imunisasi
1
: Imunisasi
0
: TB paru
1
: Tidak TB paru
Lampiran : 9
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis mememilki nama lengkap Miswan Efendi. Yang di lahirkan Di Semundam, 20 April 1989, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ali Madani dan Neti Herawati. Penulis pernah menempuh pendidikan SD Negeri 18 Semundam, Lulus pada tahun 2001, dan melanjutkan ke MTs Negeri 01Ipuh, lulus pada tahun 2004, kemudian Penulis melanjutkan ke MAN 01 Ipuh, lulus pada tahun 2007. Selanjutnya Penulis Melanjutkan Pendidikan Ke Jenjang Perkuliahan dan diterima di Stikes Dehasen Bengkulu Prodi D III Keperawatan, lulus pada tahun 2010. Kemudian penulis melanjutkan di Stikes Dehasen Bengkulu Prodi S I Keperawatan, dan selesai pada tahun 2012. Selama menjadi mahasiswa di Stikes Dehasen Bengkulu, penulis Aktif mengikuti kegiatan organisasi Senat Akper Karya Husada dan kegiatan organisasi BEM Stikes Dehasen Bengkulu.