HUBUNGAN ANTARA PROYEKSI KEBANGKRUTAN DAN STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DI MASA MENDATANG
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Proyeksi Kebangkrutan dan Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan. Proyeksi Kebangkrutan dan Struktur Modal sebagai variabel independen dan Kinerja Keuangan sebagai variabel dependen. Data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 209 observasi pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji t, variabel Altman Z-score mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Kinerja Keuangan yang dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, sedangkan Debt to Equity Ratio mempunyai hubungan tetapi tidak signifikan terhadap Kinerja Keuangan yang dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,648. Hasil uji statistik F memiliki nilai sebesar 562,9 dengan nilai signifikansi 0,000 yang berarti bahwa variabel dependen memiliki hubungan yang signifikan terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,845 yang berarti bahwa 84,5% Kinerja Keuangan dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu Altman Z-score dan Debt to Equity Ratio dan sisanya 15,5% dijelaskan oleh faktor lain diluar penelitian ini. Adapun analisis sensitivitas (robustness test) dengan menggunakan proksi Proyeksi Kebangkrutan yang berbeda yaitu Springate Score dengan hasil terdapat hubungan Springate Score terhadap Kinerja Keuangan. Kata Kunci : Altman Z-score, Springate Score, Debt to Equity Ratio (DER) dan Kinerja Keuangan 1.
Pendahuluan Seiring dengan melemahnya perekenomian dunia dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan yang sangat signifikan diberbagai bidang perusahaan. Perubahan pada kondisi keuangan dapat menyebabkan menurunnya kegiatan operasional pada perusahaan. Faktor penyebab menurunnya kegiatan operasional antara lain inflasi, peningkatan biaya operasional dan penurunan tingkat daya beli masyarakat sehingga pendapatan perusahaan menjadi menurun. Perusahaan yang terkena imbas dari penurunan kegiatan operasional salah satunya perusahaan dalam bidang jasa. Perusahaan jasa memiliki aspek dan lingkup bisnis yang paling luas dibandingkan dengan jenis usaha lainnya. Selain memiliki keanekaragaman produk dan pelayanan, jenis
perusahaan bidang jasa memiliki persaingan yang paling ketat. Strategi pengelolaan usaha dituntut untuk mampu mengendalikan perubahan pasar, selera dan daya beli konsumen yang selalu berubah disetiap saat. Persaingan usaha yang semakin ketat saat ini mendorong manajamen pada suatu perusahaan untuk lebih memperkuat unit-unit usaha yang ditanganinya agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain ditingkat nasional maupun internasional. Perusahaan harus melakukan berbagai cara atau inovasi dalam kebutuhan konsumen agar bisa meraih pangsa pasar dan mampu menjadi pemimpin pasar (leader market). Kemampuan daya saing ini tentunya tak luput dari Kinerja Keuangan perusahaan agar bisa mempertahankan kelangsungan hidup. Kebangkrutan disuatu perusahaan merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi dalam dunia usaha baik dipengaruhi oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Misalnya yang terjadi pada kenaikan biaya operasional ditambah lagi dengan hadirnya produk pesaing yang produknya lebih berkualitas sehingga mempengaruhi penjualan dan ketidakmampuan manajer dalam pengambilan keputusan (Kurniawati, 2014). Kejadian tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap penurunan kinerja perusahaan yang dapat menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan. PT Bakrie Telecom Tbk diindikasikan sebagai perusahaan yang bangkrut karena dinilai tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain di bidang yang sama. Jenis layanan perusahaan ini kurang diminati oleh konsumen sehingga menyebabkan menurunnya pendapatan. Kebutuhan konsumen pada jaman modern ini tidak hanya membutuhkan jenis layanan pesan singkat (SMS) dan telepon saja tetapi juga membutuhkan layanan seperti internet. Kebanyakan aplikasi yang membutuhkan layanan internet misalnya Whatsapp, Blackberry Messager (BBM), instagram, LINE dan lain sebagainya yang paling dibutuhkan oleh konsumen karena penggunaannya lebih praktis, lebih murah dan lebih banyak fitur-fitur lengkap yang memudahkan konsumen untuk berkomunikasi. Perusahaan Bakrie Telecom memiliki Struktur Modal dengan tingkat Debt to Equity Ratio (DER) pada tahun 2015 yaitu sebesar 1,19 sehingga dapat diartikan bahwa nilai utang lebih besar daripada nilai modal. Hery (2015:542) menjelaskan bahwa tingkat DER yang tinggi dapat menyebabkan kreditor menanggung risiko yang lebih besar pada saat debitor mengalami kegagalan keuangan. Pada kondisi tersebut perusahaan operator telekomunikasi anak usaha Grup Bakrie, PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL) harus mengurangi jumlah karyawannya agar biaya operasional pada perusahaan menjadi lebih efektif (Abi, 2015). Cara mengantisipasi terjadinya kebangkrutan maka perusahaan harus mempunyai persiapan dini untuk mencegah agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Rudianto
(2013:251) menjelaskan bahwa analisis kebangkrutan perusahaan dapat dijadikan sebagai awal tanda peringatan agar mampu mengambil tindakan dalam mengantisipasi kebangkrutan yang mungkin terjadi. Model prediksi kebangkrutan yang sering digunakan yakni analisis model Altman Z-score revisi dengan menggunakan 4 jenis rasio Altman (2000). Rudianto (2013:257) menggambarkan bahwa Altman Z-score yaitu metode yang digunakan untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan empat rasio keuangan yang umum dan pemberian bobot yang berbeda satu dengan lainnya yang dapat memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Model Altman Z-score ini cocok digunakan untuk keberlangsungan usaha perusahaan-perusahaan non manufaktur yang go public. Adapun pendanaan perusahaan yang berasal dari Struktur Modal dengan menggunakan alat ukur dari rasio solvabilitas. Harahap (2010:303) menjelaskan bahwa rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Terdapat rasio-rasio yang dijadikan alat untuk menghitung analisis solvabilitas yaitu Debt to Equity Ratio (DER). Sumber pendanaan perusahaan dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Namun kedua sumber tersebut mempunyai kelebihan bagi tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan laba, meningkatkan kesejahteraan stakeholders, dan meningkatkan nilai perusahaan dan kelemahannya yaitu sumber dana yang berbeda dapat mengakibatkan timbulnya perdebatan antara bauran penggunaan sumber dana internal dan eksternal yang disebut dengan Struktur Modal. Keown (2010:148) menjelaskan bahwa Struktur Modal adalah campuran sumbersumber dana jangka panjang yang digunakan perusahaan. Struktur Modal merupakan hal yang penting bagi keberlangsungan usaha suatu perusahaan karena aktivitas dan perkembangan perusahaan diawali dengan adanya modal (Wardani, 2015).
Berdasarkan pernyataan diatas, peneliti tertarik untuk menganalisis laporan keuangan menggunakan proyeksi kebangkrutan dengan alat ukur Altman Z-score dan Struktur Modal dengan menggunakan alat ukur berupa Debt to Equity Ratio (DER) dan melihat pengaruhnya terhadap Kinerja Keuangan perusahaan. Maka peneliti akan membahas serta melakukan penelitian yang lebih akurat mengenai bahasan pokok diatas dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan Antara Proyeksi Kebangkrutan dan Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan di Masa Mendatang”
1.1
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai
berikut: 1. Untuk mengetahui hubungan proyeksi kebangkrutan dengan menggunakan alat ukur Altman Z-score terhadap Kinerja Keuangan perusahaan di masa mendatang? 2. Untuk mengetahui hubungan Struktur Modal dengan alat ukur Debt to Equity (DER) terhadap Kinerja Keuangan perusahaan di masa mendatang?
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang dapat
ditemukan adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan proyeksi kebangkrutan dengan alat ukur Altman Z-score terhadap Kinerja Keuangan perusahaan di masa mendatang? 2. Apakah terdapat hubungan Struktur Modal dengan alat ukur Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Kinerja Keuangan di masa mendatang?
1.3
Pembatasan Masalah Ruang lingkup pembatasan masalah yang ingin diteliti adalah hubungan proyeksi
kebangkrutan (Altman Z-score) dan Struktur Modal (Debt to Equity) terhadap Kinerja Keuangan dengan menggunakan alat ukur dari Al-Kassar (2014).
2.
Landasan Teori
2.1
Altman Z-score Rudianto (2013:254) menjelaskan bahwa analisis Z-Score adalah metode untuk
memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberian bobot yang berbeda satu dengan yang lainnya. Altman Z-score adalah formula multivariat digunakan untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan dengan tujuan untuk memprediksi probabilitas bahwa sebuah perusahaan akan bangkrut dalam waktu dua tahun (Wati, 2015). Analisis ini juga memprediksi kondisi perusahaan apakah dalam keadaan sehat, rawan bangkrut atau bangkrut serta menunjukkan performa kinerja perusahaan (Wachyuono, 2015). Rumus Z-Score pertama kali dihasilkan oleh Altman pada tahun 1968. Rumus ini dihasilkan dari penelitian atas berbagai perusahaan manufaktur di Amerika Serikat yang menjual sahamnya di bursa efek. Karena itu, rumus tersebut lebih cocok digunakan untuk
memprediksi keberlangsungan usaha perusahaan-perusahaan non manufaktur yang go public seperti perusahaan jasa, maka rumus Altman Z-score sebagai berikut yaitu : Z = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 Dimana Modal Kerja Total Aset
X1 =
Laba Ditahan Total Aset Earning Before Interest and Tax X3 = Total Aset Nilai Buku Ekuitas X4 = Nilai Buku Utang X2 =
Altman menyatakan jika perusahaan memiliki indeks kebangkrutan 2,6 atau diatasnya, maka kondisi perusahaan sehat. Sedangkan perusahaan yang memiliki indeks kebangkrutan 1,1 atau dibawahnya, maka perusahaan tersebut dalam kondisi bangkrut. Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Z-Score tersebut akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Skor tersebut harus dibandingkan dengan standar penilaian berikut ini untuk menilai keberlangsungan hidup perusahaan :
2.2
Z > 2,6
= Zona Aman
1,1 < Z < 2,6
= Zona Abu-abu
Z < 1,1
= Zona Berbahaya
Springate Score Menurut Rudianto (2013:262) Springate Score adalah metode utuk memprediksi
keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dengan diberikan bobot yang berbeda satu dengan yang lainnya. Rumus Springate Score untuk berbagai jenis perusahaan yaitu sebagai berikut : Z = 1,03X1 + 3,07X2 + 0,66X3 + 0,4X4 Dimana X1 =
Modal Kerja Total Aset
X2 =
Earning Before Interest and Tax Total Aset
X3 =
Earning Before Tax (EBT) Utang Lancar
X4 =
Penjualan Total Aset Modal kerja dihitung dengan cara mengurangkan total aset lancar dengan total
kewajiban lancar yang dimilikinya. EBIT (Earning Before Interest & Tax) diperoleh dengan menambahkan laba (rugi) bersih dengan jumlah pajak yang dibayar dan jumlah bunga yang dibayar. Sedangkan EBT (Earning Before Tax) diperoleh dengan menambahkan laba (rugi) bersih dengan jumlah pajak yang dibayar. Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Springate Score tersebut akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Skor tersebut harus dibandingkan dengan standar penilaian berikut ini untuk menilai keberlangsungan hidup perusahaan tersebut : Z > 0,862 = Perusahaan sehat Z < 0,862 = Perusahaan potensial bangkrut
2.3
Debt to Equity Ratio (DER) Hery (2015:542) menjelaskan bahwa rasio utang terhadap modal merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur besarnya porsi utang terhadap modal. Harahap (2010:303) menjelaskan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) menggambarkan sejauh mana modal pemilik mendapatkan utang kepada pihak luar. Jika semakin kecil rasio maka semakin baik. Rasio ini disebut juga dengan rasio leverage. Keamanan pihak luar dengan rasio yang baik jika jumlah modal lebih besar dari jumlah utang atau minimal sama. Namun bagi pemegang saham atau manajemen rasio leverage ini sebaiknya besar. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan oleh peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap Rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Bagi bank (kreditor) semakin besar rasio akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi diperusahaan. Namun bagi perusahaan, semakin besar rasio maka akan semakin baik. Sebaliknya, dengan rasio yang rendah maka semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar tingkat keamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap aktiva. Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan. Adapun rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio yaitu sebagai berikut:
DER =
2.4
Total Utang Total Ekuitas
Kinerja Keuangan Rudianto (2013:189) menjelaskan bahwa Kinerja Keuangan adalah hasil atau prestasi
yang telah dicapai oleh manajemen perusahaan dalam menjalankan fungsinya mengelola aset perusahaan secara efektif selama periode tertentu. Fahmi (2011:239) menjelaskan bahwa Kinerja Keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah memenuhi standard an ketentuan dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General Accepted Accounting Principle), dan lainnya. Kinerja Keuangan dapat diukur dengan menggunakan alat ukur dari Al-Kassar (2014) yaitu sebagai berikut: FP = ∑(P + MP + L) Dimana FP
: Financial Performance (Kinerja Keuangan)
P
: Rata-rata rasio profitabilitas
MP
: Rata-rata rasio kinerja manajerial
L
: Rata-rata rasio likuiditas
2.5
Pengembangan Hipotesis Penelitian
2.5.1 Hubungan Proyeksi Kebangkrutan dengan model Altman Z-score terhadap Kinerja Keuangan perusahaan di masa mendatang Altman (1968) menemukan formula berupa perpaduan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan manufaktur yang go public yang bangkrut dan tidak bangkrut. Tetapi dalam penelitian ini akan membahas perusahaan jasa yang merupakan perusahaan non manufaktur yang go public sehingga menggunakan empat rasio sebagai dasar menghitung nilai Z. Penggunaan rumus Altman Z-score dengan lima rasio tidak cocok digunakan pada perusahaan jasa. Asset Turnover pada perusahaan jasa
lebih besar daripada Asset Turnover pada perusahaan manufaktur sehingga pengukuran dengan menggunakan Altman Z-score terdapat kemungkinan terjadinya bias pada hasil Zscore kedua jenis perusahaan tersebut. Adapun Hubungan Proyeksi Kebangkrutan dengan model Altman Z-score dapat dilihat dari nilai Z dan Kinerja Keuangan perusahaan dapat dilihat dari tingkat profitabilitas, likuiditas dan kinerja manajerial pada perusahaan. Nilai Z yang dihasilkan perusahaan dapat mempengaruhi tingkat Kinerja Keuangan pada perusahaan. Dari uraian diatas, dapat mengetahui manfaat dalam menggunakan model Altman Z-score dan dampaknya terhadap Kinerja Keuangan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh AlKassar (2014) dan Jan (2015) telah membuktikan bahwa Altman Z-score berpengaruh dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan. Berdasarkan pemikiran ini maka hipotesisnya sebagai berikut: X1
: Model Altman Z-score
H0
: Altman Z-score tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
Ha
: Altman Z-score berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
2.5.2 Hubungan antara Struktur Modal dengan menggunakan alat ukur Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Kinerja Keuangan perusahaan dimasa mendatang. Struktur Modal dengan menggunakan alat ukur Debt to Equity Ratio (DER) dinilai untuk mengetahui sejauh mana modal perusahaan dapat menutupi utang. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). Meningkatnya beban terhadap kreditur menunjukkan sumber modal perusahaan sangat tergantung pada utang yang diberikan oleh pihak luar tetapi besarnnya beban hutang yang ditanggung perusahaan dapat mengurangi jumlah laba yang diterima. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan oleh peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap Rupiah modal
sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Bagi bank (kreditor) semakin besar rasio akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi diperusahaan. Namun bagi perusahaan, semakin besar rasio maka akan semakin baik. Sebaliknya, dengan rasio yang rendah maka semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar tingkat keamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap aktiva. Pada hipotesis ini menjelaskan bahwa jika Debt to Equity Ratio (DER) meningkat maka Kinerja Keuangan perusahaan juga meningkat. Penelitian yang dilakukan Meitasari (2016) dan Gunawan (2016) yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio mempunyai pengaruh dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan. Berdasarkan pemikiran ini maka hipotesisnya sebagai berikut: X1
: Debt to Equity Ratio (DER)
H0
: Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
Ha
: Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
3.
Metodologi Penelitian Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian akan dilaksanakan.
Metode membicarakan mengenai tata cara pelaksanaan penelitian, sedangkan prosedur penelitian membicarakan alat-alat yang digunakan dalam mengukur dan mengumpulkan data penelitian. Dengan demikian, metode penelitian melingkupi prosedur dan teknik penelitian. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, data penelitian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel untuk mengumpulkan data dari Laporan Keuangan dan menggunakan program komputer SPSS versi 24 untuk menguji rancangan analisis. Kemudian dalam pengambilan sampel menggunakan metode puposive sampling yaitu teknik penentuan sampel yang dilakukan oleh peneliti dengan kriteria tertentu atau seleksi khusus. Oleh karena itu, kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan jasa pada periode 2011 – 2015 yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. 2) Transaksi perusahaan menggunakan mata uang Rupiah.
3) Perusahaan mengeluarkan laporan keuangan audit pada tahun 2011 – 2015 dan telah mempublikasikannya secara berturut-turut baik melalui website www.idx.co.id maupun melalui website perusahaan masing-masing. Daftar jumlah perusahaan yang dijadikan kriteria terdapat pada tabel 3.1 yaitu sebagai berikut: Tabel 3.1 Prosedur Pemilihan Sampel Perusahaan jasa No . 1.
Keterangan
Jumlah
2.
Jumlah perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011 – 2015 Perusahaan yang baru IPO ditahun 2011 – 2015
(83)
3.
Perusahaan yang delisting pada tahun 2011 – 2015
(9)
318
Jumlah populasi yang sesuai dengan kriteria
226
Jumlah sampel
90
Dari tabel 3.1 diatas, Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 yaitu sebanyak 318 perusahaan. Perhitungan sampel dihitung dengan menggunakan rumus slovin dengan tingkat kesalahan 10% sehingga sampel yang dihasilkan sebanyak 70 sampel, akan tetapi untuk menghindari error, peneliti mengambil sampel sebanyak 90 perusahaan. Perhitungan sampel menggunakan rumus slovin yaitu sebagai berikut: n =
N 226 226 = = = 69,33 = 70 perusahaan 2 2 1 + N𝑒 1 + {226 x (0,1) } 1 + 2,26
Dimana: n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = batas toleransi kesalahan error Dalam penelitian ini terdapat variabel independen yaitu Altman Z-score dan Debt to Equity Ratio (DER) dan variabel dependen yaitu Kinerja Keuangan. Untuk mengetahui hubungan antara Altman Z-score dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Kinerja Keuangan terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya data yang normal, heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Setelah tidak ada masalah pada uji asumsi klasik, maka langkah selanjutnya yaitu melakukan analisis agresi
linear berganda, uji determinasi (R2), uji t dan uji F untuk mengetahui seberapa besar hubungan variabel independen terhadap variabel dependen.
4.
Pembahasan
4.1
Uji Asumsi Klasik
4.1.1 Uji Normalitas Pengujian normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi variabel independen dan variabel dependen berdistribusi secara normal atau tidak. Regresi linear mengkehendaki variabel yang diteliti harus memenuhi asumsi normalitas. Pada pengujian ini uji normalitas diuji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika signifikansi lebih dari 0,05 maka data terdistribusi secara normal. Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters
209 a,b
Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation
,0000000 ,66193189
Absolute
,041
Positive
,028
Negative
-,041
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed)
,041 ,200
c,d
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber: Output SPSS 24, Kolmogorov-Smirnov
Berdasarkan tabel 4.1 hasil uji normalitas menunjukkan besarnya nilai signifikansi adalah 0,200, sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal, dimana nilai p lebih besar dari 0,05 (p = 0,200 > 0,05). Dengan demikian secara keseluruhan bahwa nilai observasi telah terdistribusi normal.
4.1.2 Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen, karena model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi antar variabel independen. Pengujian multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan nilai VIF dan tolerance. Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIP < 10, maka model dalam penelitian ini dinyatakan bebas dari gangguan multikolinearitas. Berikut adalah hasil dari pengujian multikolinearitas dalam penelitian ini: Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
(Constant) Altman Z-score
,970
1,031
DER
,970
1,031
Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Output SPSS 24, Coefficientsa
Berdasarkan tabel 4.2 hasil uji multikolinearitas menunjukkan bahwa setiap variabel memiliki nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi ini.
4.1.3 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pada penelitian ini menggunakan uji Glejser yang dilakukan dengan cara meregresi masing-masing variabel independen dengan absolute residual. Sebagai variabel dependen. Nilai koefisien signifikansi pada variabel independen dengan absolute residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
Tabel 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
(Constant) Altman Z-score x2
Coefficients
Std. Error ,534
,043
,002
,003
-,018
,013
Beta
t
Sig.
12,521
,000
,044
,628
,531
-,094
-1,344
,180
a. Dependent Variable: RES3
Sumber: Output SPSS 24, Coefficientsa Berdasarkan tabel 4.3 hasil uji heteroskedastisitas menghasilkan bahwa nilai signifikansi variabel Altman Z-score sebesar 0,531. Nilai signifikansi variabel DER sebesar 0,180. Dapat diketahui bahwa nilai signifikansi kedua variabel independen > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi ini.
4.1.4 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear ada hubungan kesalahan pada periode t dengan periode t-1 (sebelumnya). Masalah ini sering terjadi pada data yang didasarkan waktu berkala seperti bulanan atau tahunan. Model regresi yang baik yaitu model regresi yang terbebas dari masalah autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson (D-W). Berikut ini adalah hasil dari uji autokorelasi. Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model 1
R ,919
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,845
,844
a. Predictors: (Constant), DER, Altman Z-score b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Output SPSS 24, Model Summaryb
,66514
Durbin-Watson 1,386
Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji autokorelasi menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 1,386. Karena angka Durbin-Watson berada antara 1,10 sampai dengan 1,54 berarti hal ini dianggap tidak terjadi autokorelasi sehingga model regresi ini bisa digunakan.
4.2
Uji Regresi Linear Berganda Uji regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas
terhadap variabel terikat atau perubahan dari setiap peningkatan atau penurunan variabel bebas yang akan mempengaruhi variabel terikat. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 24,0, maka hasil regresi disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
B
Std. Error 2,566
,067
,155
,005
-,009
,020
Altman Z-score DER
Coefficients Beta
t
Sig.
38,412
,000
,917
32,966
,000
-,013
-,457
,648
a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Output SPSS 24, Coefficientsa Berdasarkan tabel 4.5 hasil uji regresi linear berganda diperoleh hasil persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: KK = 2,566 + 0,155_ALT - 0,009_DER + e
Keterangan: KK
: Kinerja Keuangan
ALT
: Altman Z-score
DER : Debt to Equity Ratio (DER) e
: Error
Persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (β0) adalah sebesar 2,566. Hal ini menunjukkan bahwa jika variabel Altman Z-score dan Debt to Equity Ratio (DER) bernilai nol maka nilai Kinerja Keuangan dapat diungkapkan sebesar 2,566. 2) Nilai koefisien Altman Z-score (β1) adalah sebesar 0,155. Hal ini menunjukkan bahwa Altman Z-score memiliki hubungan yang positif dan berbanding lurus terhadap Kinerja Keuangan, yang artinya apabila Altman Z-score meningkat sebesar satu nilai, maka Kinerja Keuangan akan meningkat 0,155 dengan asumsi variabel Debt to Equity Ratio (DER) tetap konstan. Altman Z-score yang positif menunjukkan bahwa perusahaan memiliki Kinerja Keuangan yang baik sehingga perusahaan tidak akan dinyatakan bangkrut secara finansial. 3) Nilai koefisien Debt to Equity Ratio (DER) (β3) adalah sebesar -0,009. Hal ini menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio memiliki hubungan yang negatif dan berbanding terbalik terhadap Kinerja Keuangan, yang artinya apabila Debt to Equity Ratio naik, maka Kinerja Keuangan turun sebesar 0,009. Debt to Equity Ratio negatif menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kesulitan dalam menjalankan operasionalnya karena menggunakan modal sendiri sehingga membutuhkan modal tambahan seperti utang jangka pendek.
4.3
Hasil Pengujian Hipotesis
4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi merupakan alat uji yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu. Semakin mendekati nol suatu koefisien determinasi maka semakin kecil hubungan semua variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika mendekati satu suatu koefisien determinasi maka, maka semakin besar pula pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel terikat. Berikut ini adalah hasil dari uji koefisien determinasi (R2): Tabel 4.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Model 1
R ,919
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,845
a. Predictors: (Constant), DER, Altman Z-score
,844
,66514
Durbin-Watson 1,386
b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Output SPSS 24, Model Summaryb Berdasarkan tabel 4.6 hasil uji koefisien determinasi (R2) maka diperoleh nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,845 atau sama dengan 84,5%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 84,5% variabel Kinerja Keuangan dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen yaitu Altman Z-score dan Debt to Equity Ratio. Sedangkan sisanya sebesar 15,5% dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau variabel-variabel lain diluar model dalam penelitian ini. 4.3.2 Uji Statistik t Uji statistik t digunakan untuk mengetahui apakah secara individu (parsial) variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan pada derajat keyakinan sebesar 95% atau a = 5%.
Tabel 4.7 Hasil Uji Statistik t Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant) Altman Z-score DER
B
Std. Error 2,566
,067
,155
,005
-,009
,020
Coefficients Beta
t
Sig.
38,412
,000
,917
32,966
,000
-,013
-,457
,648
a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Output SPSS 24, Coefficientsa Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji statistik t maka hasil pengujian hipotesis menggunakan koefisien secara individual adalah sebagai berikut: 1) Hubungan antara Proyeksi Kebangkrutan dengan model Altman Z-score terhadap Kinerja Keuangan. Uji hipotesis 1 dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh Altman Z-score terhadap Kinerja Keuangan perusahaan. Berikut ini adalah hipotesis variabel Altman Z-score yang diuji: H0: Altman Z-score tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan. Ha: Altman Z-score berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan.
Pada tabel 4.9 dapat dilihat besarnya thitung untuk variabel Altman Z-score sebesar 32,97 dengan ttabel sebesar 1,971 atau thitung > ttabel dan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau 0,000 < 0,05. Gambar 4.1 Kurva Hipotesis Altman Z-score
Pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa hipotesis nol (H0) untuk Altman Z-score ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) untuk Altman Z-score diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa Altman Z-score mempunyai hubungan dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan. Apabila nilai Altman Z-score naik maka Kinerja Keuangan pada perusahaan juga naik. Hal ini menggambarkan bahwa naiknya nilai Altman Z-score mempengaruhi Kinerja Keuangan.
2) Hubungan antara Debt to Equity Ratio terhadap Kinerja Keuangan. Uji hipotesis 2 dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara Debt to Equity Ratio terhadap Kinerja Keuangan perusahaan. Berikut ini adalah hipotesis untuk variabel Debt to Equity Ratio yang diuji: H0: Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan. Ha: Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan. Pada tabel 4.9 dapat dilihat besarnya thitung untuk variabel Debt to Equity Ratio sebesar 0,457 dengan ttabel sebesar 1,971 atau thitung < ttabel dan nilai signifikansi sebesar 0,648 yang berarti lebih besar dari nilai probabilitas 0,05 atau 0,648 > 0,05. Gambar 4.2 Kurva Hipotesis Debt to Equity Ratio (DER)
Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa hipotesis nol (H0) untuk Debt to Equity Ratio diterima dan hipotesis alternatif (Ha) untuk Debt to Equity Ratio ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio mempunyai hubungan tetapi tidak signifikan terhadap Kinerja Keuangan. Dalam hasil uji hipotesis ini menjelaskan bahwa nilai Debt to Equity Ratio besar tidak selalu menggambarkan peningkatan nilai profitabilitas dan likuiditas pada perusahaan.
4.3.3 Uji Statistik F Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah keseluruhan variabel independen mempunyai hubungan terhadap variabel dependen. Selain itu, uji F dilakukan untuk menguji ketepatan model regresi. Berikut ini merupakan hasil dari perhitungan uji F: Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik F ANOVAa Model 1
Regression
Sum of Squares
Mean Square
498,083
2
249,041
91,136
206
,442
589,219
208
Residual Total
Df
F 562,923
Sig. ,000
b
a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan b. Predictors: (Constant), DER, Altman Z-score
Sumber: Output SPSS 24, ANOVAa
Berdasarkan tabel 4.8 hasil uji statistik F dapat dilihat hubungan simultan variabel independen Altman Z-score dan Debt to Equity Ratio. Dari hasil uji simultan diperoleh Fhitung sebesar 562,92 sedangkan Ftabel sebesar 3,04. Fhitung lebih besar dari Ftabel yaitu 562,92 > 3,04. Dilihat dari nilai signifikansi pengujian sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai signifikansi yaitu 0,05 atau 0,000 < 0,05. Hasil perhitungan melalui Fhitung maupun nilai signifikansinya, menunjukkan bahwa variabel independen secara simultan berhubungan terhadap variabel Kinerja Keuangan.
4.4
Analisis Sensitivitas
1) Uji Koefisien Determinasi (R2) (Analisis Sensitivitas) Tabel 4.11 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) (Analisis Sensitivitas) Model Summaryb Model 1 2
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
Durbin-Watson
,919
a
,845
,844
,66514
1,386
,825
a
,681
,678
,95458
1,547
a. Predictors: (Constant), DER, Springate Score b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Output SPSS 24, Model Summaryb Berdasarkan tabel 4.11, dengan menggunakan model 2 (Springate Score) diperoleh nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,681 atau sama dengan 68,1%. Hal ini menunjukkan bahwa angka sebesar 68,1% variabel Kinerja Keuangan dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen yaitu Springate Score dan Debt to Equity Ratio. Sedangkan sisanya sebesar 31,9% dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau variabel-variabel lain diluar model dalam penelitian ini. Sedangkan dengan menggunakan model 1 (Altman Z-Score) diperoleh nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,845 atau sama dengan 84,5%. Hal ini menunjukkan bahwa angka sebesar 84,5% variabel Kinerja Keuangan dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen yaitu Altman Z-Score dan Debt to Equity Ratio. Sedangkan sisanya sebesar 15,5% dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau variabel-variabel lain diluar model dalam penelitian ini.
2) Uji Statistik t Tabel 4.12 Hasil Uji Statistik t (Analisis Sensitivitas) Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
Std. Error
Coefficients Beta
T
Sig.
(Constant)
2,566
,067
38,412
,000
1 Altman Z-score
,155
,005
,917
32,966
,000
DER
-,009
,020
-,013
-,457
,648
(Constant)
2,343
,103
22,808
,000
1,006
,049
,825
20,534
,000
-,002
,029
-,003
-,081
,935
2 Springate Score DER
a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Output SPSS 24, Coefficientsa (1) Hubungan Springate Score terhadap Kinerja Keuangan Uji Statistik t dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan Springate Score terhadap Kinerja Keuangan perusahaan. Berikut ini adalah hipotesis variabel Springate Score yang diuji: H0 : Springate Score tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan. Ha : Springate Score berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan. Pada tabel 4.12 dapat dilihat model 2 dengan besar thitung untuk variabel Springate Score sebesar 20,53 dengan ttabel sebesar 1,971 atau thitung > ttabel dan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau 0,000 < 0,05. Sedangkan model 1 dengan besar thitung untuk variabel Altman Score sebesar 32,97 dengan ttabel sebesar 1,971 atau thitung > ttabel dan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau 0,000 < 0,05. Gambar 4.3 Kurva Hipotesis Springate Score (Analisis Sensitivitas)
Pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa hipotesis nol (H0) untuk Springate Score ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) untuk Springate Score diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa Springate Score mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan. Model Springate Score sama dengan model Altman Z-score sama-sama mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan berarti kedua model Proyeksi Kebangkrutan tersebut robust dan dapat diartikan bahwa Apabila nilai Altman Zscore dan Springate Score naik maka Kinerja Keuangan pada perusahaan juga naik. Hal ini menggambarkan bahwa naiknya nilai Altman Z-score dan Springate Score dapat mempengaruhi kenaikan Kinerja Keuangan.
3) Uji Statistik F Tabel 4.13 Hasil Uji Statistik F (Uji Sensitivitas) ANOVAa Model 1
Sum of Squares
Regression
Mean Square
498,083
2
249,041
91,136
206
,442
Total
589,219
208
Regression
401,509
2
200,754
Residual
187,710
206
,911
Total
589,219
208
Residual
2
Df
F
Sig.
562,923
,000
b
220,315
,000
b
a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan b. Predictors: (Constant), DER, Altman Z-score c. Predictors: (Constant), DER, Springate Score
Sumber: Output SPSS 24, ANOVAa
Berdasarkan tabel 4.13, model 2 menjelaskan bahwa hasil uji statistik F dapat dilihat hubungan antara variabel independen Springate Score dan Debt to Equity Ratio terhadap Kinerja Keuangan. Dari hasil uji statistik F diperoleh Fhitung sebesar 220,32 sedangkan Ftabel sebesar 3,04 sehingga nilai Ftabel lebih besar dari Fhitung atau 220,32 > 3,04. Nilai signifikansi pengujian sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai probabilitas yaitu 0,05 atau 0,000 < 0,05. Hasil perhitungan melalui Fhitung maupun nilai signifikansinya, menunjukkan bahwa variabel independen yaitu Springate Score dan Debt to Equity Ratio (DER) berhubungan terhadap variabel dependen yaitu Kinerja Keuangan. Sedangkan pada model 1 menjelaskan bahwa hasil uji statistik F dapat dilihat hubungan antara variabel independen Altman Z-score dan Debt to Equity Ratio terhadap Kinerja Keuangan. Dari hasil uji statistik F diperoleh Fhitung sebesar 562,92 sedangkan Ftabel sebesar 3,04 sehingga nilai Ftabel lebih besar dari Fhitung atau 220,32 > 3,04. Nilai signifikansi pengujian sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai probabilitas yaitu 0,05 atau 0,000 < 0,05. Hasil perhitungan melalui Fhitung maupun nilai signifikansinya, menunjukkan bahwa variabel independen yaitu Altman Z-score dan Debt to Equity Ratio (DER) berhubungan terhadap variabel dependen yaitu Kinerja Keuangan. Berarti Proyeksi Kebangkrutan (Altman Z-score dan Springate Score) dan Debt to Equity Ratio sama-sama mempunyai hubungan terhadap Kinerja Keuangan.
5.
Penutup
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa: 1) Proyeksi Kebangkrutan dengan model Altman Z-score berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan. Jika Altman Z-score yang dihasilkan perusahaan naik maka Kinerja Keuangan perusahaan juga meningkat. Artinya jika perusahaan memiliki Altman Z-score tinggi maka mengindikasikan bahwa perusahaan dalam kondisi sehat. Sehingga Kinerja Keuangan perusahaan juga baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian AlKassar (2014) dan Jan (2015) yang menyatakan bahwa Altman Z-score berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan. 2) Struktur Modal dengan alat ukur Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap Kinerja Keuangan. Jika DER yang dihasilkan perusahaan naik maka Kinerja Keuangan perusahaan juga meningkat. Artinya jika perusahaan memiliki nilai DER tinggi maka dapat diindikasikan bahwa kinerja perusahaan jasa menurun. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Meitasari (2016) dan Gunawan (2016) yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Keuangan. Penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat ketidakkonsistennya karena dalam pengambilan obyek penelitian berbeda. 3) Analisis sensitivitas dengan menggunakan model Proyeksi Kebangkrutan lainnya yaitu Springate Score. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Springate Score mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan. Model Springate Score dan model Altman Z-score yang sama-sama mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan berarti kedua model tersebut robust. Apabila nilai Altman Zscore dan Springate Score naik maka Kinerja Keuangan pada perusahaan juga naik. Hal ini menggambarkan bahwa naiknya nilai Altman Z-score dan Springate Score dapat mempengaruhi kenaikan Kinerja Keuangan. 5.2
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan pada penelitian ini yaitu variabel yang digunakan dalam penelitian ini
hanya beberapa saja yaitu Altman Z-score dan Debt to Equity Ratio saja. Masih banyak variabel independen lainnya yang mempengaruhi Kinerja Keuangan pada perusahaan.
5.3
Saran Saran pada penelitian ini yaitu untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk
menambahkan proksi lain yang diduga memiliki hubungan terhadap Kinerja Keuangan seperti BOPO (beban operasional terhadap pendapatan operasional). Melalui rasio BOPO, dapat dilihat apakah manajemen perusahaan telah menggunakan semua faktor produksinya dengan efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Abi, Jastiro (red). 2015. Bakrie Telecom Mulai Pecat Karyawan. Jakarta: Tempo.co Al-Kassar, Tallal & Jared S. Soileau. 2014. Financial performance evaluation and bankruptcy prediction (failure), Jordan. Accounting Department, Faculty of Economics and Administrative Sciences, Zarqa University Vol 9 page 147–155 Altman, E, Haldeman dan P. Narayanan. 2000. Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting The Z-Score And Zeta Models. Stern School of Business, New York University. Journal of Banking & Finance, 1, 1977 Fahmi, Irham. 2011. Analisa Laporan Keuangan Cetakan Ke-1. Bandung: Alfabeta Harahap, Sofyan Syafri. 2010. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Hery. 2015. Pengantar Akuntansi Comprehensive Edition. Jakarta: PT Grasindo Keown, Arthur J, John D. Martin, William Petty & David F. Scott. 2010. Manajemen Keuangan Edisi Kesepuluh Jilid 2. Jakarta: PT Indeks Kurniawati, Suci. 2014. Analisis kebangkrutan dengan metode Altman Z-Score, Springate dan Zmijewski pada PT Mandom Indonesia tbk Periode 2010 – 2013, Jakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Vol. 23 No. 02 Hal. 248-266 Rudianto. 2013. Akuntansi Manajemen. Jakarta : Erlangga Wardani, Arizca Kusuma dan Farida Ratna Dewi. 2015. Analisis Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Utama yang Terdaftar di Indeks LQ45 Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol VI, No 2, Agustus 2015. Departemen Manajemen, Fakutas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wati, Mike Widia dan Suhadak. 2015. The Analysis Of Bank Health Levels Using X-Score (Zmijewski), Y-Score (Ohlson), And Z-Score (Altman) (Case Study At Banking Sector In Indonesian Stock Exchange Periods Of 2011-2013. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 28 No. 1. Faculty of Administrative Science Universitas Brawijaya. Malang
Appendix Rasio 1 sampai 17 untuk menghitung nilai Kinerja Keuangan 1. Rasio Profitabilitas R1 = EBIT / Total Aset R2 = Laba Bersih / Total Aset R3 = Laba Bersih / Total Ekuitas R4 = Laba Bersih / Penjualan R5 = Penjualan / Total Aset R6 = Penjualan / Total Ekuitas R7 = Penjualan / Modal Kerja 2. Rasio Kinerja Manajerial R8 = Penjualan / Piutang R9 = Biaya Operasional / Total Aset R10 = Total Ekuitas / Total Aset R11 = Total Utang / Modal Kerja R12 = Aset Tetap / Total Ekuitas R13 = Aset Tetap / Total Aset R14 = Modal Kerja / Penjualan 3. Rasio Likuiditas R15 = Aset Lancar / Utang Lancar R16 = Modal Kerja / Total Aset R17 = Aset Cepat / Utang Lancar