PENGARUH POLA TANAM DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.) The effect of cropping pattern and NPK fertilizer on growth and yield of perennial sowthistle (Sonchus arvensis L.) Hera Nurhayati, Ireng Darwati, dan Rosita S.M.D. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 heranurhayati74@gmailcom (diterima 23 Januari 2013, disetujui 26 Maret 2013)
ABSTRAK Simplisia tempuyung (Sonchus arvensis) mengandung silika, kalium, flavonoid, taraksasterol, inositol, oe-laktuserol, plaktuserol, manitol, dan inositol yang bermanfaat sebagai pelancar keluarnya air seni, antiurolitiosis, serta mempunyai daya melarutkan batu ginjal, kolesterol, Ca-Oxalat, dan asam urat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pola tanam dan dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan produksi simplisia tempuyung. Kegiatan penelitian dilaksanakan di KP Cimanggu, Bogor, Jawa Barat dari sejak April sampai Juli 2012. Metode penelitian dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan ulangan sebanyak lima kali. Perlakuan pertama adalah pola tanam, yakni (K1) monokultur, (K2) tumpangsari dengan jagung, jarak tanam jagung satu meter, dan (K3) tumpangsari dengan jagung, jarak tanam jagung dua meter. Jarak tanam jagung dalam baris adalah 20 cm. Perlakuan kedua adalah dosis -1 pemupukan, terdiri dari (P1) 50% SOP (50 kg Urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl ha ); (P2) 100% SOP (100 kg Urea + 100 kg -1 -1 SP36 + 100 kg KCl ha ); dan (P3) 150% SOP (150 kg Urea + 150 kg SP36 + 150 kg KCl ha ). Pengamatan meliputi parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun) dan produksi. Panen dilakukan pada umur tiga bulan setelah tanam (BST). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam dan pemupukan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Penanaman secara monokultur, maupun dengan jagung pada jarak tanam antar baris dua meter, dapat dilakukan dalam budidaya tempuyung. Pemupukan sesuai SOP dapat dijadikan rekomendasi pemupukan mendukung teknologi budidaya tempuyung. Kata kunci: Sonchus arvensis, pola tanam, pupuk NPK, pertumbuhan, produksi
ABSTRACT Perennial sowthistle (Sonchus arvensis) simplicia contains silica, calium, flavonoids, taraxasterol, inositol, oelaktuserol, p-laktuserol, mannitol, and inositol, which has efficacy as antidiuretic, antiurilitiosis, and dissolving kidney stones, cholesterol, Ca-oxalat, and gout. The purpose of this study is to determine the effect of cropping pattern and NPK fertilizer on growth and yield of perennial sowthistle. The research was conducted at Cimanggu Research Installation, Bogor, West Java from April to July 2012. The research was designed using a randomized block design with five replications. First factor was cropping pattern: (K1) monoculture; (K2) intercropping perennial sowthistle + maize, with plant spacing of maize was one meter; dan (K3) intercropping perennial sowthistle + maize, with plant spacing of 1 maize was two meter. Second factor was fertilizer dosage: (P1) 50% SOP (50kg Urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl ha- ); -1 (P2) 100% SOP (100 kg Urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl ha ); and (P3) 150% SOP (150 kg Urea + 150 kg SP36 + 150 kg -1 KCl ha ). Parameters observed were plant growth and yield. Harvesting was done at three months after planting. The results showed cropping pattern and fertilizer application did not affect growth and yield. Sowthistle can be cultivated either in monoculture or intercropped with maize at plant spacing two meter. Fertilization 100% of SOP can be recommended in sowthistle cultivation. Key words: Sonchus arvensis, cropping pattern, NPK fertilizer, growth, yield
8
Bul. Littro, Volume 24, Nomor 1, Mei 2013
PENDAHULUAN Tempuyung (Sonchus arvensis L.) merupakan tanaman yang banyak digunakan dalam sediaan jamu karena daun tempuyung mengandung silika, kalium, flavonoid, taraksasterol, inositol, oelaktuserol, p-laktuserol, manitol, dab inositol (Lemna dan Messersmith, 1990). Silika, kalium, dan flavonoid berkhasiat sebagai lipotripika (penghancur batu ginjal) dan diuretika (pelancar keluarnya air seni) (Nasrullah, 2011). Tempuyung juga berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi, obat desentri, wasir, goat, radang usus buntu, radang payudara, luka bakar, pendengaran kurang baik, dan mempunyai daya melarutkan kolesterol, Ca-oksalat, dan asam urat (Anon, 2004; Anon, 2008; Kemkes, 2011). Tempuyung belum banyak dibudidayakan, tumbuh liar di daerah pada ketinggian 50 m 1.650 m dpl, di tempat terbuka, atau sedikit ternaungi, dan di pematang. Dalam rangka mendukung pengadaan bahan baku dalam pengembangan industri tanaman obat maka penerapan teknologi budidaya yang baik dan benar (Good Agricultural Practices) dan Standar Operating Procedure (SOP) untuk budidaya tempuyung perlu dipersiapkan. Produktivitas tanaman tempuyung berkisar antara 750-1.200 kg ha-1 daun kering (Hermanto dan Januwati, 2004). Penyakit utama yang merupakan faktor penghambat dalam budidaya tempuyung adalah penyakit karat yang disebabkan oleh jamur karat (Puccinia sonchus arvensis) dan penyakit busuk pangkal batang atau akar. Serangan penyakit jamur karat akan menurunkan hasil 30-80%. Daun yang terserang penuh bercak-bercak coklat kehitaman dan akhirnya mengering (Kemkes, 2011). Pola tanam tumpangsari umum dilakukan pada budidaya tanaman obat (Yusron et al., 2007; Januwati et al., 1998). Dengan adanya pengaturan jarak tanam, tanaman utamanya dapat diperoleh ekosistem yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sela. Selain itu, dengan pola tanam tumpang-
sari, diharapkan akan memberikan pendapatan yang lebih tinggi untuk petani. Sebagai contoh pola tanam sambiloto dengan jagung dapat menurunkan produktivitas sambiloto tetapi memberikan keuntungan ekonomi yang lebih tinggi (Yusron et al., 2007). Ketersediaan unsur hara NPK juga menentukan produksi dan mutu tanaman obat. Sanjutha et al. (2008) mengemukakan bahwa hasil dan mutu simplisia sambiloto dipengaruhi oleh komposisi pupuk yang diberikan. Emmyzar et al. (1996) melaporkan bahwa pada pola monokultur hasil simplisia daun sambiloto tertinggi diperoleh dari pemupukan dengan dosis 100 kg Urea + 100 kg TSP + 50 kg KCl setiap hektar pada penggunaan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Su et al. (2009) mengemukakan bahwa pemupukan NPK dapat meningkatkan produksi biomas dan bahan aktif yang terkandung pada Erigeron breviscapus. Akan tetapi, perlakuan pemupukan NPK tersebut dapat menurunkan kadar flavonoid pada tanaman E. breviscapus. Hal sebaliknya diperoleh dari penelitian Chen et al. (2007), dimana aplikasi pupuk NPK hanya mempengaruhi hasil biomas, tetapi tidak berpengaruh terhadap kandungan bahan aktif tanaman Echinacea purpurea. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tumpangsari dan dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan produksi simplisia, serta memperoleh SOP budidaya tempuyung dalam sistem polatanam dan pemupukan. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian budidaya tempuyung dilaksanakan di KP Cimanggu, Bogor, sejak April sampai Juli 2012. Jarak tanam tempuyung yang digunakan adalah 30 cm x 30 cm. Pemupukan dasar yang diberikan adalah pupuk kandang sebanyak 20 ton ha-1, sedangkan pupuk Urea, SP36, dan KCl masing-masing diberikan sesuai dengan perlakuan. Ukuran petak setiap plot perlakuan adalah 3 m x 6 m.
9
Hera Nurhayati et al. : Pengaruh Pola Tanam dan Dosis Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung ...
Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan ulangan sebanyak lima kali. Perlakuan pertama adalah pola tanam, yakni (K1) monokultur, (K2) tumpangsari dengan jagung, jarak tanam jagung satu meter, dan (K3) tumpangsari dengan jagung, jarak tanam jagung dua meter. Perlakuan kedua adalah dosis pemupukan, terdiri dari (P1) 50% SOP (50 kg Urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl ha-1), (P2) 100% SOP (100 kg Urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl ha-1), dan (P3) 150% SOP (150 kg Urea + 150 kg SP36 + 150 kg KCl ha-1). Jarak tanam jagung dalam baris adalah 20 cm.
Pengamatan meliputi parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun) dan produksi. Panen dilakukan pada umur tiga BST (Bulan Setelah Tanam) dengan cara memanen seluruh tanaman. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan tanaman tempuyung di ekosistem Bogor (300 m dpl, tipe iklim A pada klasifikasi Schmidt dan Ferguson) memperlihatkan pertumbuhan yang cukup baik (Gambar 1 dan Tabel 1). Perlakuan pola tanam dan pemupukan tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap
Gambar 1 Pola tanam tempuyung di KP. Cimanggu, Bogor (a) tumpangsari tempuyung dengan jagung dan (b) monokultur Cropping pattern of ferennial sow thistle at Cimanggu Research Installation (a) intercropping of perennial sow thistle and maize and (b) monoculture Tabel 1 Pengaruh pola tanam dan dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman tempuyung The effect of cropping patern and NPK fertilizer on growth of perennial sow thistle Perlakuan Pola tanam Monokultur Tumpangsari jagung satu meter Tumpangsari jagung dua meter Dosis Pupuk (% pupuk SOP) 50% SOP 100% SOP 150% SOP Keterangan: 50% pupuk SOP 100% pupuk SOP 150% pupuk SOP Note: 50% fertilizer of SOP 100% fertilizer of SOP 150% fertilizer of SOP
10
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun (helai)
Panjang daun (cm)
Lebar daun 2 (cm )
51,07 56,17 54,84
35,56 34,70 36,14
31,87 31,78 31,29
8,44 8,36 8,23
52,71 52,49 56,87
34,79 35,27 36,34
31,39 31,58 31,97
8,25 8,34 8,44
= = =
50% dosis rekomendasi (50 kg Urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl ha-1) 100% dosis rekomendasi (100 kg Urea + 100 kg SP36+100 kg KCl ha-1) 150% dosis rekomendasi (150 kg Urea + 150 kg SP36+ 150 kgKCl ha-1)
= = =
50% of recommendation dosage (50 kg Urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl ha-1) 100% of recommendation dosage (100 kg Urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl ha-1) 150% of recommendation dosage (150 kg Urea + 150 kg SP36 + 150 kg KCl ha-1)
Bul. Littro, Volume 24, Nomor 1, Mei 2013
parameter-parameter tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun, maupun produksi (Tabel 1 dan 2). Pola tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman dan produksi, walaupun dari taksasi hasil produksi, perlakuan monokultur delapan persen lebih tinggi dibanding perlakuan tumpangsari dengan jagung satu meter (Tabel 2). Tempuyung merupakan tanaman yang tumbuh baik di tempat terbuka. Tanaman tempuyung yang tumbuh pada intensitas cahaya 1015 µE m-2s-1PPFD (photosynthetic photon flux density) memiliki jumlah bunga dan bobot kering tanaman 50% lebih tinggi dibanding pada intensitas cahaya 285 µE m-2s1 (Zollinger dan Kells, 1991; Lemna dan Massersmith, 1990). Pola tanam menyebabkan perubahan iklim mikro terutama intensitas cahaya, kelembapan, dan suhu yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Singh et al., 1989; He et al., 2012). Januwati et al. (1998) menyatakan bahwa penanaman jagung pada jarak tanam 120 cm x 20 cm; 90 x 20 cm; dan 60 cm x 20 cm memberikan intensitas naungan masing-masing 34,3; 50,8; dan 79,6%. Menurut
Januwati dan Muhammad (1993), produktivitas tempuyung menurun pada naungan 30%. Jagung dengan jarak tanam satu meter memberikan naungan di atas 30% sehingga akan menurunkan produksi tempuyung walaupun penurunannya tidak nyata. Pada tumpangsari tempuyung + jagung satu meter, suhu mikro diperkirakan lebih tinggi daripada monokultur tempuyung, sesuai penelitian He et al. (2012) yang menyatakan bahwa suhu mikro pada tumpang sari jagung + kedelai lebih tinggi 5-6°C dari pada monokultur jagung. Kenaikan suhu mikro akan menurunkan produksi tempuyung karena tempuyung tumbuh baik pada suhu siang atau malam 20/15°C dibanding 30/ 25°C atau 10/5°C. Pada suhu 30/25°C laju transpirasinya lebih tinggi tetapi WUE (water use efficiency) lebih rendah dibanding 20/15°C (Zollinger dan Kells, 1991). Perlakuan dosis pupuk juga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi (Tabel 1 dan 2). Tidak adanya pengaruh nyata pemupukan pada parameter pertumbuhan dan produksi dikarenakan kandungan hara yang terkandung dalam tanah
Tabel 2 Pengaruh dosis pupuk NPK dan pola tanam terhadap bobot basah dan kering simplisia tempuyung The effect of NPK fertilizer dosage and cropping pattern to fresh and dry weight of perennial sow thistle Perlakuan Pola tanam Monokultur Tumpangsari jagung satu meter Tumpangsari jagung dua meter Dosis Pupuk (% pupuk SOP) 50% SOP 100% SOP 150% SOP
Bobot basah Bobot kering -1 g tanaman
Taksasi hasil produksi -1 kg ha
35,27 33,07 34,13
11,05 10,23 10,97
859,2 795,7 853,2
32,78 34,41 35,29
10,51 10,77 10,97
817,4 837,7 853,0
Keterangan : taksasi hasil produksi = 0,7 x populasi tanaman x bobot kering tanaman 50% pupuk SOP = 50% dosis rekomendasi (50 kg Urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl ha-1) 100% pupuk SOP = 100% dosis rekomendasi (100 kg Urea + 100 kg SP36+100 kg KCl ha-1) 150% pupuk SOP = 150% dosis rekomendasi (150 kg Urea + 150 kg SP36+ 150 kgKCl ha-1) Note: yield estimation = 0.7 x plant population x plant dry weight 50% fertilizer of SOP = 50% of recommendation dosage (50 kg Urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl ha-1) 100% fertilizer of SOP = 100% of recommendation dosage (100 kg Urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl ha-1) 150% fertilizer of SOP = 150% of recommendation dosage (150 kg Urea + 150 kg SP36 + 150 kgKCl ha-1)
11
Hera Nurhayati et al. : Pengaruh Pola Tanam dan Dosis Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung ...
dan hara yang berasal dari pupuk kandang 20 ton ha-1 sudah mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan oleh tempuyung. Setyamidjaya (1986) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang 20-30 ton ha-1 memberikan hara yang cukup kadang berlebihan untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Pada lahan marjinal, pemberian pupuk organik dan pupuk N dan K meningkatkan produksi bobot kering tanaman tempuyung (Surat et al., 2008). Tempuyung merupakan tanaman pionir yang dapat hidup di tanah marjinal yang minim unsur hara atau mengandung logam berat (Surat et al., 2008). Tempuyung juga termasuk dalam kategori nonnitrophilous species yang dapat tumbuh pada tanah yang rendah kandungan N-nya (Riesinger dan Hyvönen, 2006) sehingga apabila kandungan N telah mencukupi maka pemupukan N tidak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi. Tempuyung tumbuh baik pada tanah dengan pH netral (6-7) dan akan tumbuh optimum pada pH 6,7-7,2. Bobot kering tempuyung menurun 30% pada tanah dengan pH 5,2 dibanding pH 7,2 (Zollinger dan Kells, 1991). Hasil analisa laboratorium, pH tanah di KP Cimanggu adalah 5,9 dan cukup optimum untuk pertumbuhan tempuyung. Tempuyung mempunyai perakaran yang dalam dan ekstensif. Akar tunggangnya dapat mencapai panjang dua meter dan dapat memproduksi tunas vegetatif pada kedalaman 50 cm (Lemna dan Messersmith, 1990; Zollinger dan Kells, 1991) sehingga tidak terjadi persaingan dalam memenuhi kebutuhan unsur hara dengan tanaman jagung. Walaupun perlakuan pola tanam dan pemupukan tidak berpengaruh nyata baik terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi, tidak nampak adanya gejala serangan jamur karat (P. sonchus arvensis) maupun penyakit busuk pangkal batang atau akar yang merupakan kendala utama pada budidaya tempuyung.
12
KESIMPULAN Pola tanam dan pemupukan tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun, maupun produksi. Penanaman secara monokultur maupun tumpangsari dengan jagung dengan jarak tanam antar baris dua meter dapat dilakukan dalam budidaya tempuyung. Pemupukan sesuai SOP dapat dijadikan rekomendasi pemupukan mendukung teknologi budidaya tempuyung. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya disampaikan kepada Ir. M. Januwati, MS, APU. atas ide dan bantuannya sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Anon. 2004. Daftar Obat Alam (DOA). Edisi II. Forum Komunikasi Apoteker, Industri Obat Tradisional, BPD. Jawa Tengah. 188 hlm. Anon. 2008. Daftar Obat Alam (DOA). Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) dan Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional. Jawa Tengah. 202 hlm. Chen, R., H. Nai, and H. Wu. 2007. Effect of nitrogen, phosphorus, and potassium on yield and quality of Echinacea purpurea. Chinese Traditional and Herbal Drugs 2007-06. http://en.cnki.com.cn. [4 Februari 2013]. Emmyzar, R. Suryadi, M. Iskandar, dan Ngadimin. 1996. Pengaruh dosis pupuk NPK dan umur panen terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sambiloto. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3(1) : 31-32. He, H., L. Yang, L. Fan, L. Zhao, H. Wu, J. Yang, and C. Li. 2012. The effect of intercropping of maize and soybean on microclimate. In D. Li & Y. Chen (Eds.), Computer and Computing Technologies in Agriculture. 5(369): 257-263. Hermanto dan M. Januwati. 2004. Pengaruh dosis pupuk terhadap produksi tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.). hlm. 205-211. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIV. Bogor, 19-20 September 2003.
Bul. Littro, Volume 24, Nomor 1, Mei 2013
Januwati, M. dan H. Muhammad. 1993. Pengaruh tingkat naungan terhadap produksi daun tempuyung (Sonchus arvensis L.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia 2(3): 17. Januwati, M., S. Sudiarto, dan A. Kurniawati. 1998. Pertumbuhan dan produksi pegagan (Centella asiatica) pada berbagai populasi jagung (Zea mays L.). Gakuryoku 4(1): 16-27. Kemkes. 2011. Vademekum Tanaman Obat Untuk Saintifikasi Jamu. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan. 185 hlm. Lemna, W.K. and C.G. Messersmith. 1990. The biology of Canadian weeds. 94. Sonchus arvensis L. Can. J. Plant Sci. Planta Medica. 70: 509-532. Nasrullah, I. 2011. Phytochemical study from Sonchus arvensis L. leaves for standardizing traditional medicine extract. Planta Medica. 77(12): 13211321. Riesinger, P. and T. Hyvönen. 2006. Impact of management on weed species composition in organically cropped spring cereals. Biological Agriculture & Horticulture. 24(3): 257-274. Sanjutha, S., S. Subramaniam, C.I. Rani, and J. Maheswari. 2008. Integrated nutrient management in Andrographis paniculata. Res. J. Agric. and Biol. Sci. 4(2): 141-145.
Setyamidjaya, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV Simplex. Jakarta. 120 hlm. Singh, R.P., N. Saharan, and C.K. Ong. 1989. Above and below ground interactions in alley-cropping in semi-arid India. Agroforestry Systems. 9(3): 259274. Su W.H., G.F. Zhang, Z.M. Wang, and H. Zhou. 2009. Effects of N, P, and K fertilizers on growth of Erigeron breviscapus and its active constituents accumulation. Chinese Traditional and Herbal Drugs 12. http://en.cnki.com.cn/Article_en/ CJFDTOTAL-ZCYO200912043.htm. [4 Februari 2013]. Surat, W., M. Kruatrachue, P. Pokethitiyook, P. Tanhan, and T. Samranwanich. 2008. Potential of Sonchus arvensis for the phytoremediation of leadcontaminated soil. International Journal of Phytoremediation. 10(4): 325-342. Yusron, M., Gusmaini, dan M. Januwati. 2007. Pengaruh pola tanam sambiloto-jagung serta dosis pupuk organik dan alam terhadap produksi dan mutu sambiloto (Andrographis paniculata Nees.). Jurnal Littri. 13(4): 147-154. Zollinger, R.K. and J.J. Kells. 1991. Effect of soil pH, soil water, light intensity, and temperature on perennial sowthistle (Sonchus arvensis L.). Weed Science. 39(3): 376-384.
13