Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 2 November 2014 : 137-144
IMPLEMENTASI MEKANISME SELF ASSESSMENT SYSTEM PADA DAERAH DENGAN LATAR BELAKANG LETAK GEOGRAFIS WILAYAH KEPULAUAN (Studi Perpajakan di Propinsi Maluku) Heillen M. Y. Tita Fakultas Hukum Universitas Pattimura Maluku
Abstract: The Characteristic of Maluku Province, which constitutes a geographical area of the island background, is very influential on the historical development of national taxation. Implementation of the self assessment system as a tax collection mechanism is one of many influences that exist in the sector of taxation; such taxation can be found in the Moluccas Province. For better understanding, this paper discusses the factors that influence the implementation of self assessment system in the Maluku Province with the geographical background as archipelagic area. In general, the self assessment system as an income tax collecting mechanism in Maluku Province can not be purely implemented in accordance with enforced regulations on the national taxation. In certain circumstances, tax payers forcedly fulfil tax obligations with the official assessment system mechanism. Giving simple activity to tax payers and creating uniform-national taxation are constrained by human factors, time, cost and policy of KPP that are influenced by the background of geographical area, i.e. archipelagic province. In addition, the issue of coordination between DJP and other provinces also contribute to tax issues in Maluku, which requires seriousness and full responsibility of the DJP to solve them. Keywords: implementation, self assessment system, archipelagic area Abstrak: Karakteristik dari Propinsi Maluku, yang merupakan wilayah geografis latar belakang pulau, sangat berpengaruh terhadap sejarah perkembangan perpajakan nasional. Pelaksanaan sistem self assessment sebagai mekanisme pemungutan pajak adalah salah satu dari banyak pengaruh yang ada di sektor perpajakan; perpajakan tersebut dapat ditemukan di Propinsi Maluku. Untuk pemahaman yang lebih baik, tulisan ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem self assessment di Propinsi Maluku yang memiliki latar belakang wilayah geografis kepulauan. Secara umum, sistem self assessment sebagai mekanisme pemungutan PPh dalam implementasinya di Propinsi Maluku belum dapat diterapkan secara murni, sesuai dengan tuntutan peraturan perundangundangan tentang perpajakan nasional yang berlaku. Dalam keadaan tertentu, Wajib Pajak terpaksa melakukan kewajiban perpajakannya dengan mekanisme sistem official assessment. Semangat kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melakukan aktifitas perpajakan serta tujuan untuk menciptakan keseragaman bagi perpajakan nasional terkendala faktor SDM, waktu, biaya dan kebijakan KPP yang dipengaruhi oleh latar belakang letak geografis wilayah kepulauan. Selain itu, koordinasi Kanwil DJP yang terjadi antar Propinsi membuka peluang bagi masalah perpajakan di Maluku, yang membutuhkan keseriusan dan tanggung jawab penuh dari pihak DJP dalam proses penyelesaiannya. Kata kunci: implementasi, sistem self assessment, wilayah kepulauan
137
Heillen M. Y. Tita, Implementasi Mekanisme Self Assessment System ……….
Pendahuluan Sejarah perpajakan nasional telah banyak mengalami perkembangan dengan berbagai hal menarik yang terjadi. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi, dari yang sederhana sampai yang kompleks, dan solusi bagi permasalahan perpajakan itu sendiri, lahir dari keanekaragaman karakteristik yang dimiliki oleh setiap daerah di Indonesia. Sebagai roh yang memberi kehidupan bagi kelangsungan suatu negara, tentunya sektor pajak perlu mendapat perhatian yang istimewa dari pemerintah sebagai penyelenggara negara. Slamet dan Jurdy menyatakan: “Pajak telah berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Salah satu pembiayaan negara yang penting dalam hal ini adalah pembangu-nan sosial kemanusiaan, selain pembiayaan lainnya. Dalam teori negara bahwa negara melakukan fungsinya untuk melayani kebutu-han masyarakat, tidak untuk kepentingan pribadi.”1 Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam penyelenggaraan negara perlu adanya unsur take and give agar segala sesuatu menyangkut kehidupan suatu negara dapat berlangsung dengan baik. Bagi Indonesia, kelangsungan negara bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa sesuai dengan jiwa dari tujuan nasional yang tersurat dalam alinea ke-4 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, yang terakhir direvisi dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (UU KUP), diatur tentang sistem self assessment sebagai mekanisme pemungutan Pajak Penghasilan (PPh). Menurut data yang terdapat pada Sekretaris Daerah Propinsi Maluku2, penerapan sistem self assessment di Propinsi Maluku, baik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ambon maupun Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dihadapkan dengan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Latar belakang geografis wilayah kepulauan dengan pembagian wilayah administratif yang terdiri atas 2 (dua) Kota dan 9 (Sembilan) Kabupaten yang sekaligus merupakan wilayah kerja di bawah tanggung jawab Diraktorat Jenderal Pajak (DJP); 2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas, sangat mempengaruhi respon wajib pajak terhadap sistem self assessment yang pada prinsipnya merupakan sistem yang memiliki ciri modern; 3. Terbatasnya jumlah petugas pelayanan pajak mengakibatkan pelayanan yang diterima Wajib Pajak masih belum maksimal; 4. Jumlah KPP (KPP Pratama dan Kantor Penyuluhan Pelayanan dan Konsultasi Pajak(KP2KP) masih sangat terbatas; 5. Tanggung jawab koordinasi dan pengawasan yang dibangun oleh Kantor Wilayah DJP di Maluku saat ini merupakan koordinasi lintas Propinsi, yakni dilakukan dari Propinsi Papua Barat (Kota
1
Edy Slamet dan Syariffudin Jurdi, 2005, Politik Perpajakan, Membangun Demokrasi Negara, UI Press, Jakarta, hal. 1.
2
Sekretaris Daerah Propinsi Maluku, 2009, Maluku Dalam Angka, Ambon, Maluku, hal. 2.
138
Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 2 November 2014 : 137-144
Jayapura) ke Propinsi Maluku (Kota Ambon dan sekitaranya). Menurut Syumar, pada awalnya, tatacara pemungutan pajak berlangsung berdasarkan mekanisme sistem official assessment. Tax reform yang dilakukan Pemerintah pada tahun 1983 membawa perubahan yang sangat mendasar dalam sistem perpajakan nasional, yaitu, perubahan sistem pemungutan pajak dari official assessment menjadi self assessment. Sistem Official assessment adalah sistem pemungutan pajak yang meletakkan tanggung jawab pelaksanaan pada pemerintah melalui petugas pajak (Fiskus), dan wajib pajak hanya bersifat pasif (menunggu) datanggnya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Sistem Self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang melakukan tanggng jawab atas pelaksanaan kewajiban perpajakan pada diri Wajib Pajak. Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, menyetor, dan melapor sendiri pajak yang terutang.3 Jadi sistem self assessment ini pada dasarnya menuntut kemandirian sikap Wajib Pajak untuk bertindak dengan inisiatif sendiri, mulai dari mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, melakukan penghitungan besarnya utang pajak yang harus dibayarkannya ke kas negara, menetapkan besarnya utang pajak yang menjadi tanggungannya, melakukan penyetoran pajak, hingga melakukan proses pelaporan pajak. Devano dan Rahayu menyatakan: “Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak dan memperoleh Nomor Pokok Wajib 3
Syumar, 2004, Hukum Pajak dan Perpajakan Indonesia, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, hal. 13.
Pajak (NPWP), menghi-tung sendiri jumlah pajak yang terutang, menyetor pajak hasil penghitungan ke Bank, Kantor Biro atau Kantor Pajak, melapor penyetoran tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan mene-tapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) dengan baik dan benar.”4 Bagi daerah-daerah yang luas dan memiliki latar belakang geografis sebagai suatu kesatuan daratan seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Irian Jaya), penerapan sistem self assessment seperti yang dituntut oleh UU KUP dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya, bukan masalah yang berarti. Hal ini berbeda ketika sistem yang berciri modern ini diterapkan pada daerah yang memiliki latar belakang geografis wilayah kepulauan seperti Propinsi Maluku, yang sangat berpengaruh terhadap berbagai faktor yang pada akhirnya dapat melemahkan sistem pemungutan pajak yang baik menurut pandangan pemerintah. Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang diangkat untuk dibahas dalam penulisan ini adalah: bagaimana implementsi sistem self assessment sebagai mekanisme pemungutan PPh berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Perpajakan Nasional di Propinsi Maluku yang memiliki latar belakang geografis wilayah kepulauan?
4
Sonny Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Perpajakan, Konsep, Teori dan Isu, Kencana, Jakarta, hal. 8.
139
Heillen M. Y. Tita, Implementasi Mekanisme Self Assessment System ……….
Pembahasan Pengertian dan Tujuan Sistem Self Assessment Secara etimologi, Nurmantu mengatakan bahwa sistem Self assessment berasal kata “self” artinya sendiri dan “to assess” yang artinya menilai, menghitung, menaksir. Jadi, pengertian self assessment adalah menghitung atau menilai sendiri.5 Sedangkan menurut Soemitro, sistem self assessment adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya.6 Demi kelancaran suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan, dibutuhkan suatu sistem yang baik untuk memudahkan pencapaian tujuan. Sehubungan dengan ini, Saidi mengungkapkan: “Sebenarnya sistem pemungutan pajak merupakan bagian dari tatacara pemungutan pajak yang selama ini diatur dalam tiap-tiap Undang-Undang Pajak. Walaupun banyak jenis pajak yang dipungut oleh negara, namun yang menentukan adalah tatacara bagaimana yang digunakan oleh negara untuk melakukan pemungutan pajak. Tata cara dapat beraneka ragam, tergantung dari sistem pe-mungutan pajak yang digunakan. Sebenarnya sistem pemungutan pajak hanya bergantung pada kehendak negara untuk menerap-kannya dalam tiaptiap Undang-Undang Pajak sepanjang hal ini masih dimungkinkan berdasarkan substansi hukum yang bersifat responsif.”7 5
Safri Nurmantu, 2005, Pengantar Pajak, Granit, Jakarta, hal. 108. 6 Rochmat Soemitro, 1998, Dasar-Dasar dan Asas Perpajakan 1, Refika Aditama, Bandung, hal. 11. 7 Muhammad Jafar Saidi, 2007, Pembaharuan Hukum Pajak, Rajawali Press, Jakarta, hal. 143.
Di samping itu, Hutomo mengatakan: “Dalam Undang-Undang KUP Nomor 16 Tahun 2009 dan Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 mengemukakan 3 (tiga) sistem pemungutan pajak dan mengenai sistem self assess-ment dikatakan bahwa hakikat sistem pemungutan Pajak Peng-hasilan adalah berdasarkan sistem self assessment. Wajib Pajak sen-diri diminta melakukan pembuku-an, pelaporan, penyetoran pajak-nya kepada pemerintah. Inisiatif mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pun harus muncul dari Wajib Pajak, misalnya PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29.”8 Sistem self assessment sebagai mekanisme pemungutan PPh berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan nasional yang berlaku saat ini telah mengisyaratkan tujuan pemerintah dalam hal: 1. memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak PPh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya; 2. mencari sistem pemungutan PPh yang tepat bagi daerah yang memiliki latar belakang geografis wilayah kepulauan; 3. untuk mewujudkan suatu keseragaman secara nasional di sektor perpajakan dalam hal pemungutan PPh. Itu berarti bahwa yang dituntut oleh sistem self assessment sebagai mekanisme pemungutan PPh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan 8
Y. B. Sigit Hutomo, 2009, Pajak Penghasilan, Konsep dan Aplikasi Berdasarkan UndangUndang No. 36 Tahun 2008 Beserta Peraturan pelaksana, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, hal. 5.
140
Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 2 November 2014 : 137-144
tentang Perpajakan Nasional adalah sikap mandiri dan kesadaran yang tinggi dari Wajib Pajak. Dilihat dari prinsip sistem ini yang mengedapankan kemandirian dan kesadaran yang tinggi, berarti sistem self assessment ini dapat dikategorikan sebagai suatu ciri sistem yang tergolong modern. Kesadaran dan kemandirian ini juga membutuhkan dukungan skill yang baik yang secara otomatis menghasilkan SDM Wajib Pajak yang baik. Disamping itu, sebagai sistem modern, sistem self assessment juga perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai yang dapat menunjang implementasi sistem tersebut dalam masyarakat Wajib Pajak di seluruh Indonesia. Jika dikaji dari tujuan penerapan mekanisme sistem self assessment ini, tersirat bahwa pemerintah optimis dapat memperoleh pemasukan yang besar ke kas negara dari hasil pemungutan PPh. Tujuan ini juga mengisyaratkan bahwa pemerintah dalam memberlakukan mekanisme sistem self assessment sudah mempertimbangkan faktor latar belakang karakteristik daerah kepulauan yang dimiliki negara Indonesia. Selain itu, harapan besar dari tujuan diberlakukannya sistem ini adalah untuk menciptakan keseragaman dalam pemungutan PPh, namun dalam penerapannya di Propinsi Maluku yang memiliki karakteristik wilayah kepulauan, dapat dikatakan bahwa pemerintah keliru menilai hal ini. Implementasi Sistem self assessment di Propinsi Maluku yang Memiliki Latar Belakang Wilayah Kepulauan Letak geografis wilayah kepulau-an yang dimiliki Propinsi Maluku se-kaligus sebagai karakteristik daerahnya sangat berpengaruh terhadap berbagai faktor-
faktor yang berhubungan dengan implementasi mekanisme sistem self assessment, yang antara lain adalah: 1. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM); 2. Faktor waktu; 3. Faktor biaya; 4. Faktor kebijakan KPP. Propinsi Maluku memiliki 8 (delapan) KPP, yaitu 1 (satu) KPP Pratama (Ambon) dan 7 (tujuh) Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) yaitu: KP2KP Masohi, KP2KP Tual, KP2KP Bula, KP2KP Saumlaki, KP2KP Piru, KP2KP Namlea dan KP2KP Dobo, sebagai perpanjangan tangan Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) di Propinsi Maluku yang mengakomodir 11 (sebelas) daerah pelayanan. Selain itu, tanggung jawab koordinasi berada pada Kanwil DJP Papua dan Maluku berdasarkan SK Dirjen Pajak Nomor KEP-195/PJ/2008 tentang “Penerapan Organisasi, Tata Kerja …“ yang bertempat di Jayapura, Propinsi Papua Barat. Pengaruh letak geografis wilayah kepulauan terhadap faktor SDM bagi penerapan sistem self assessment di Propinsi Maluku memang sangat besar. Sistem self assessment yang bercirikan suatu sistem yang modern harus didukung dengan SDM yang berkualitas dalam skill-nya. SDM yang baik, pada prinsipnya lebih cepat berinteraksi dan beradaptasi dengan sistem yang ditetapkan. Pada kenyataanya di Propinsi Maluku, Wajib Pajak yang memiliki SDM yang baik masih sangat terbatas. Selain itu, ketersediaan sarana dan prasarana sebagai penunjang juga membatasi ruang gerak Wajib Pajak untuk berkembang dan menyesuaikan diri dengan sistem-sistem yang modern seperti ini, yang mengakibatkan respon Wajib Pajak 141
Heillen M. Y. Tita, Implementasi Mekanisme Self Assessment System ……….
terhadap sistem self assessment masih terbatas, sehingga tidak jarang kewajiban perpajakan harus dilakukan dengan sistem official assessment. Pengaruh letak geografis wilayah kepulauan terhadap faktor waktu, terkait dengan implementasi sistem self assessment: pertama, terhadap batas waktu untuk penyampaian SPT yang pada dasarnya merupakan sarana pelaporan dan pertanggungjawaban pajak yang harus dilakukan dan/atau diisi sendiri oleh Wajib Pajak ke KPP sebagai bentuk realisasi sistem self assessment. Tanpa disadari, keadaan cuaca yang berubahubah sebagai salah satu dampak dari letak geografis kepulauan Maluku mampu mempengaruhi proses penyampaian SPT ke KPLyang berbatas waktu. Kedua, bagi Wajib Pajak yang berdomisili jauh dari KPP tempatnya terdaftar atau dikukuhkan, membutuhkan waktu yang panjang untuk melakukan aktifitas pada KPP. Sehubungan dengan ini, perlu disampaikan bahwa setelah konflik sosial pada Tanggal 19 Januari 1999, banyak Wajib Pajak di Propinsi Maluku yang bepindah tampat domisili pada daerahdaerah yang dianggap aman, namun sulit dijangkau baik melalui telekomunikasi maupun transportasi, yang masih aktif melakukan kewajiban perpajakan, meskipun dalam keterbatasan. Memang UU KUP juga mengatur tentang Pengajuan Perpanjangan Batas Waktu Penyampaian SPT, namun masih terjadi keterlambatan dalam proses penyampaian SPT ke KPP dengan alasan pengaruh cuaca terhadap transportasi dan komunikasi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hukum pajak. Meskipun demikian, sampai saat ini masih belum ada tindakan hukum yang tegas yang sedikitnya mungkin dapat memberi efek
jera bagi Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran seperti itu. Pengaruh letak geografis wilayah kepulauan terhadap faktor biaya dalam implementasi sistem self assessment di Propinsi Maluku berhubungan dengan faktor waktu, di mana ketika Wajib Pajak membutuhkan waktu yang lama dalam melakukan suatu aktifitas perpajakan (perjalanan dari tempat domisili ke KPP), berarti nominal biaya yang dibutuhkan juga tentu lebih besar. Sering kali terjadi selisih yang tidak terlalu jauh antara utang pajak yang harus dilunasi oleh wajib Pajak ke kas negara, dengan biaya trasportasi yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak untuk beraktifitas ke KPP. Letak geografis wilayah kepulau-an juga berpengaruh terhadap kebijakan KPP, dimana dalam kondisi tertentu, KPP harus mengambil suatu keputusan sebagai langkah kebijakan, mengingat koordinasi Kanwil DJP yang dibangun di Propinsi Maluku adalah koordinasi antar pulau, antar propinsi. Dari segi pengawasan, harus diakui bahwa koordinasi seperti ini sangat lemah, namun sampai saat ini belum ada kebijakan atau tanda-tanda dari DJP yang mengisyaratkan Maluku memiliki Kanwil DJP sendiri. Di sisi lain, luasnya daerah koordinasi Kanwil DJP Papua dan Maluku membuka peluang bagi pelanggaran di sektor perpajakan. Dengan alasan itulah, maka dalam kondisi tertentu dan demi menyelamatkan sektor pajak, KPP sebagai perpanjangan tangan DJP di daerah kerjanya, terpaksa harus mengambil langkah kebijakan untuk kepentingan itu. Salah satu contoh kebijakan yang ditempuh KPP untuk menyiasati kekurangan tenaga petugas pelayanan pajak di lapangan adalah dengan melakukan appropriation job 142
Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 2 November 2014 : 137-144
(pengambilalihan tugas) demi memberi pelayanan yang maksimal sesuai tuntutan peraturan perundang-undang tentang perpajakan nasional yang berlaku. Kesimpulan Secara umum, sistem self assessment sebagai mekanisme pemungutan PPh dalam implementasinya di Propinsi Maluku yang memiliki latar belakang letak geografis wilayah kepulauan belum dapat diterapkan secara murni, sesuai dengan tuntutan peraturan perundangundangan tentang perpajakan nasional yang berlaku. Dalam keadaan tertentu, Wajib Pajak terpaksa melakukan kewajiban perpajakannya dengan mekanisme official assessment. Semangat kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melakukan aktifitas perpajakan serta tujuan untuk menciptakan keseragaman bagi perpajakan nasional terkendala faktor SDM, waktu, biaya dan kebijakan KPP yang dipengaruhi oleh latar belakang letak geografis wilayah kepulauan. Selain itu, koordinasi Kanwil DJP yang terjadi antar propinsi, membuka peluang bagi masalah perpajakan di Maluku, yang membutuhkan keseriusan dan tanggung jawab penuh dari pihak DJP dalam proses penyelesaiannya. Saran Akhirnya, disarankan bagi pemerintah khususnya pihak DJP agar: 1) Lebih mengenal karakteristik masing-masing daerah sebelum menetapkan suatu sistem menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku agar setiap permasalahan yang dihadapi menjadi lebih mudah dicarikan solusinya; 2) Propinsi Maluku perlu menambah jumlah KPP Pratama, KP2KP dan
3)
4)
petugas pelayanan yang profesi-onal, untuk memaksimalkan pela-yanan bagi masyarakat Wajib Pajak; Setiap KPP perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana lengkap (komputerisasi dan petugas operasionalnya) yang dapat menunjang Wajib Pajak dalam melakukan aktifitas perpajakannya; Disarankan agar Propinsi Maluku untuk memiliki Kanwil DJP yang berdiri sendiri sehingga tidak perlu lagi koordinasi antar Propinsi yang berpeluang menciptakan permasalahan di bidang perpajakan.
Daftar Bacaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lem-baran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lem-baran Negara Republik Indonesia Nomor 3566) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara 143
Heillen M. Y. Tita, Implementasi Mekanisme Self Assessment System ……….
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No-mor 5049) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3293) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3567) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893) Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep195/PJ/2008 tentang Penerapan Organisasi Tata Kerja dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo.
36 Tahun 2008 Beserta Peraturan pelaksana, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Nurmantu, Safri, 2005, Pengantar Pajak, Granit, Jakarta. Saidi, Muhammad Jafar, 2007, Pembaharuan Hukum Pajak, Rajawali Press, Jakarta. Sekretaris Daerah Propinsi Maluku, Maluku Dalam Angka, Ambon, Maluku. Slamet, Edy dan Syariffudin Jurdi, 2005, Politik Perpajakan, Membangun demokrasi Negara, UI Press, Jakarta. Soemitro, Rochmat, 1998, Dasar-Dasar dan Asas Perpajakan 1, Refika Aditama, Bandung. Syumar, 2004, Hukum Pajak dan Perpajakan Indonesia, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Webside http://www.pajak.go.id http://pajakonline.com/engine/learning/vi ew.php/id=1081
Devano, Sonny dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Perpajakan, Konsep, Teori dan Isu, Kencana, Jakarta. Hutomo, Y. B. Sigit, 2009, Pajak Penghasilan, Konsep dan Aplikasi Berdasarkan Undang-Undang No. 144