HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
Peningkatan Kualitas Pendidikan Seni melalui Pengembangan Kurikulum Pendidikan Seni Berbasis Kompetensi di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) (The Increation of Art Education trought Competency Based- Curriculum of Art Education in the Institution of Teacher Training)) Muhammad Rapi Staf Pengajar Seni Rupa FBS Universitas Negeri Makasar
Abstrak Pendidikan seni khususnya Pendidikan Tinggi Seni, diharapkan dapat menjadi wadah pengkajian, pengembangan dan pelestarian seni Indonesia secara berimbang dan terus-menerus, baik dalam tataran praktis maupun epistomologi. PendidikanTinggi Seni memiliki peluang sangat strategis untuk menyiapkan individu-individu yang kreatif dan inovatif jika dirancang dan dilaksanakan berdasarkan pendekatan akademik yang menoleransi lingkungan belajar yang fleksibel, proses pembelajaran yang unik, serta aktivitas dan metode instruksional yang sahih. Perjalanan panjang pendidikan tinggi seni di Indonesia sejauh ini menunjukkan bahwa pemenuhan fungsi edukasional dan kultural oleh pendidikan tinggi masih belum optimal. Sementara itu perubahan sosial yang telah terjadi telah membawa pengaruh yang tidak terhindarkan, baik bagi kehidupan pada umumnya maupun bagi dunia seni itu sendiri, dalam berbagai aspek seperti; makna, proses kreatif, cita rasa, konsep, komunikasi, fungsi dan lain sebagainya. Dalam kondisi tersebut, hasil pendidikan seni belum dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, dan belum mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia. Kata kunci: paradigma baru, kurikulum , dan pendidikan seni
A. Pendahuluan Perubahan Sistem Pendidikan, Sisdik UU No. 20/2003 Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 38 ayat 3: dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional untuk tiap program studi. Pasal 38 ayat 4 dinyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh Pendidikan Tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional untuk setiap program studi.
Penjelasan UU No. 20/2003 adalah bahwa pengembangan dan pelaksanaan kurikulum adalah berbasis kompetensi. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka Ditjen Dikti Depdiknas pada tahun 2006 membentuk tim pengembang Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Seni. Paradigma Baru ini pada hakekatnya adalah kurikulum berbasis kompetensi, saling melengkapi antara ilmu dan seni tradisi etnis dan tradisi modern, serta lulusan sebagai agen pembaruan. Berbeda dengan paradigma lama
Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
yaitu, kurikulum berbasis isi, ilmu dan seni tradisi etnis yang terpisah dengan ilmu seni modern, serta lulusan sebagai pewaris budaya. Paradigma pendidikan tinggi seni kita selama ini menghasilkan lulusan sebagai pewaris budaya seni moderen dari Barat dan pewaris budaya seni etnik tiap daerah yang menguasai materi-materi seni dan ilmu secara terpisah. Dan praktek kehidupan seni di Indonesia telah muncul beberapa tokoh seniman yang menghasilkan karya-karya seni yang merupakan paduan khasanah seni tradisi etnik dan tradisi modern global. Karya-karya mereka bukan saja dikagumi di Indonesia, akan tetapi juga di dunia internasional, meskipun terdapat berbagai metode bagaimana mereka memadukan dua budaya seni itu, namun hasilnya tetap merupakan terobosan yang bermakna bagi perkembangan seni dunia. Berkaitan dengan hal tersebut maka muncullah pemikiran, bagaimana usaha-usaha kreatif dari individu itu dapat diperluas dalam sikap budaya bersama, terutama pada pendidikan tinggi seni sebagai suatu lembaga. Itulah sebab munculnya gagasan menyusun paradigma baru pendidikan tinggi seni di Indonesia. Paradigma baru ini mencoba meletakkan dasar – dasar transformasi dari kurikulum yang berbais kompetensi (KBK) ini menjembatani antara seni yang berbasis disiplin ilmu dan seni tradisi etnik dengan disiplin ilmu dan seni modern global. Kedua pola seni ini saling melengkapi satu sama lain. Transformasi lainnya adalah menghasilkan lulusan yang bukan saja mewarisi ilmu dan seni yang saling melengkapi antara seni tradisi
etnik dan tradisi modern, tetapi juga merupakan agen-agen perubahan di masyarakat (Joko S. 2006:1) Dari pengamatan beberapa dekade terakhir, pendidikan tinggi seni yang mewarisi khasanah budaya seni modern cukup kompeten dalam menguasai ilmu seni dan idiomidiom seni mutakhir barat, karena bahan ajar untuk itu amat melimpah yang diambil dari khasanah ilmu dan seni budaya barat. Namun, pengetahuan dan penguasaan terhadap ilmu dan seni budaya sendiri tidak seimbang dengan pengetahuan Baratnya. Sebaliknya pendidikan tinggi seni tradisi etnik sangat menguasai dalam mewarisi pengetahuan dan penguasaan khasana ilmu dan seni etniknya, namun kurang diimbangi oleh pengetahuan dan penguasaan ilmu dan seni modern. Keadaan seperti ini diakibatkan oleh kurang berkembangnya ilmu-ilmu seni Indonesia modern maupun ilmuilmu seni tradisi etnik. Sebahagian besar kajian keilmuan tentang seni Indonesia itu berasal dari kaum orientalis. Sangat sedikit karya-karya keilmuan seni Indonesia, baik modern maupun etnik, yang dikerjakan oleh lulusan pendidikan tinggi seni Indonesia. Banyak seniman kita di Indonesia ini yang secara pribadi telah berhasil menciptakan karyakarya yang bertolak dari dua budaya seni tadi, mereka bukan hanya pewaris dua budaya seni, yakni etnik dan modern, tetapi juga bertindak sebagai agen-agen perubahan seni yang khas Indonesia. Apakah perlu perubahan kurikulum pendidikan tinggi seni di indonesia?
Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
Yang menjadi tujuan dan sasaran penulisan adalah : 1) Membahas perlunya perubahan kurikulum Pendidikan Tinggi Seni di Indonesia 2) Membahas landasan pengembangan dan perubahan kurikulum Pendidikan Tinggi Seni. 3) Membahas pendekatan yang dianut dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Tinggi Seni 4) Membahas langkah-langkah pengembangan kurikulum Pendidikan Tinggi Seni di Indonsia. B. Perlunya Perubahan Kurikulum Pendidikan Tinggi di Indonesia Pada bagian pendahuluan telah dikemukakan bahwa, latar belakang perubahan sisdik UU No. 20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pada pasal 28 ayat 3 kurikulum Pendidikan Tinggi dikembangkan oleh Pendidikan Tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional untuk setiap program studi. Pada pasal 38 ayat 4, dinyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional untuk setiap program studi. Penjelasan UU No. 2/2003, bahwa pengembangan kurikulum adalah berbasis kompetensi (Depdiknas 2006). Dasar hukum Pendidikan Tinggi Seni, adalah Kepmendiknas 045/2002 UU No. 2/2003 dan PP. No 19/2005 (Dikjen Dikti. 2006). Berdasarkan keputusan menteri
Pendidikan Nasional No. 045/2002 dan UU No. 20/2003, serta peraturan pemerintah No. 19/2005 telah dipaparkan tujuan Pendidikan Tinggi, Yaitu menjamin mutu lulusan yang memiliki kualitas sesuai dengan rumpun dan tataran kompetensi serta profesi yang diembannya. Pendidikan Tinggi Seni dalam pendidikan di Indonesia memiliki peluang yang sangat strategis untuk menyiapkan individu-individu yang kreatif dan inovatif jika dirancang dan dilaksanakan berdasarkan pendekatan Akademik yang menoleransi lingkungan belajar yang fleksible, proses pembelajaran yang unik, serta aktivitas dan metode instruksional yang sahih. ( Depdiknas 2005 : 2). Mengingat peran strategis Pendidikan Tinggi Seni, reformasi terhadapnya menjadi begitu penting untuk segera dilakukan. Perancangan kurikulum, proses pembelajaran, pengembangan tenaga pengajar, fasilitas pembelajaran, serta fokus penelitian pendidikan tinggi seni di Indonesia memerlukan Paradigma Baru (Depdiknas 2005: 3) Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas dengan dasar hukum sera latar belakang Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Seni di Indonesia, penulis memcoba membahas permasalahan tersebut. Seperti telah dikemukakan bahwa, pendidikan tinggi seni memiliki peluang yang strategis untuk menyiapkan individu-individu yang kreatif dan inovatif jika dirancang dan dilaksanakan berdasarkan pendekatan akademis yang menoleransi lingkungan belajar yang fleksible, proses pembelajaran
Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
yang unik, serta aktivitas dan metode instruksional yang sahih. Dengan perubahan kurikulum pendidikan seni dapat merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat merespon perubahan sosial-ekonomibudaya masyarakat, memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder (masyarakat dan mahasiswa), merespon perubahan sistem pendidikan nasional dan internasional. Perubahan kurikulum untuk tiap tingkat lembaga pendidikan diperlukan setiap saat. Perubahan kurikulum adalah merupakan suatu keniscayaan, tidak boleh terjadi kevakuman dan staknasi dalam kurung waktu yang panjang/lama. Kurikulum harus selalu ditinjau ulang dan dibenahi. Perubahan kurikulum sangat terkait dengan perubahan zaman, dan sangat terkait dengan perkembangan kebutuhan. Pembenahan kurikulum bidang seni sangat diperlukan saat ini karena kesenian menyangkut jati diri bangsa. Kesenian mencerminkan karakter bangsa Indonesia. Walaupun beragam bentuk kesenian yang ada di Indonesia, tetapi memeiliki karakter dan ciri khas apabila dibandingkan dengan kesenian negara lain. Bidang kesenian masih memiliki nilai yang patut dipertahankan, dilestarikan dan dikembangkan. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa, di negara kita Indonesia tercinta ini, bidang kesenian belum tergadaikan, kita masih dapat berbangga dengan adanya keperibadian di bidang seni. Kita masih mampu memperlihatkan jati diri kita di mata dunia tentang
keberadaan kesenian kita. Masih banyak bangsa lain yang berbondong-bondong ke negara kita ini untuk melihat kesenian daerah yang bertebaran di seluruh penjuru nusantara. Kesenian kita masih mampu eksis dengan tegar dan masih dikagumi oleh mancanegara. C. Landasan Pengembangan dan Perubahan Kurikulum Pendidikan Tinggi Seni Perubahan dalam kurikulum akan selalu terjadi dan tidak dapat dihindari, karena masyarakat selalu berkembang dan berubah mengikuti perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, perubahan kebutuhan serta perubahan dunia secara global. Kurikulum merupakan produk dari masanya, sehingga tidak statis, selalu mengikuti zaman. Perubahan kurikulum merupakan evolusi dari pada revolusi. Kurikulum akan berubah jika orang dan sistem juga beruba, serta pengembangannya merupakan kegiatan yang sistemik dan kolaboratif. Perubahan dan pengembangan kurikulum merupakan suatu keniscayaan, wajib hukumnya, apabila kita mau berkembang. Kebutuhan akan perubahan menuntut pembenahan dan pengembangan kurikulum. Setiap institusi pendidikan, terutama pendidikan tinggi termasuk pendidikan tinggi seni seyogiayanya selalu menyesuaikan dan berusaha meciptakan pembaharuan dalam segala aspek kesenian.
Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
D. Pendekatan yang Dianut dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Seni di Indonesia Dalam pengembangan pendidikan tinggi seni di Indonesia, menganut organisasi kurikulum yang mengutamakan, (1) sekuence (urutan), (2) continuity (keberlanjutan), (3) integration (keterpaduan). Ada beberapa dasar pendekatan dalam perubahan kurikulum: 1) Pendekatan Content Based Approach. Dalam pendekatan ini, lulusan harus menguasai subyek keilmuan dengan asumsi akan menunjukkan kinerja yang lebih komprehensip setelah menguasai subyek ilmu, berorientasi pada penguasaan bidang ilmu, seringkali terjadi kesenjangan antara teori dan praktek, kurikulum disusun berdasarkan asumsi dasar ilmu, bukan berdasarkan kebutuhan dan harapan masyarakat. 2) Pendekatan Competency Based Approach Pendekatan ini disusun berdasarkan tuntutan kompetensi lulusan yang dibutuhkan profesi dalam setting tertentu, asumsi: jika kualitas intelektual dibangun berdasarkan materi tertentu, maka akan dapat mencapai kemampuan kinerja tertentu, serta pendidikan “eksperimen”, dengan setting pembelajaran tertentu akan diperoleh kompetensi yang diharapkan. Menurut azas legalitas: sesuai undang-undang, peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri dll, kuriulum yang memenuhi syarat
legitimasi: disusun dengan model/pendekatan, sistematis dan prosedural yang benar. E. Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum Dalam penyusunan kurikulum diperlukan langkahlangkah, dimulai dari analisis kebutuhan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan kompetensi, lalu mengembangkannya, baik pengembangan kurikulum itu sendiri, kemudian pengembangan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), selanjutnya penyusunan Satuan Acara Pembelajaran (SAP), silabus, assesmen dan evaluasi. Setiap unsur tersebut dapat dijelaskan secara detail untuk lebih dipahami maksudnya. 1) Analisis Kebutuhan Dalam analisis Kebutuhan, yang menjadi perhatian utama adalah kebutuhan mahasiswa (calon mahasiswa), kebutuhan masyarakat (profesi) dan kebutuhan bidang lain. Unsur-unsur tersebut adalah merupakan sasaran, subjek dan objek pendidikan. Setiap usaha pengembangan dan perubahan orientasinya adalah peserta didik dan masyarakat itu sendiri. 2) Perumusan Kompetensi Dalam perumusan kompetensi ini, ada dua hal yang sangat perlu dirumuskan yaitu: 1) Rumpun Kompetensi; yang terdiri atas: Landasan Keperibadian, Penguasaan ilmu dan ketrampilam, kemampuan berkarya, prilaku berkarya, dan kaidah kehidupan bermasyarakat. Sedangkan 2) jenis kompetensi: kompetensi utama, kompetensi pendukung, dan
Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
kompetensi lain-lain. Antara kompetensi yang satu dengan lainnya tidak hanya berkaitan tetapi saling mendukung dan saling membutuhkan. Setiap kompetensi mempunyai andil dan pelengkap dari kompetensi yang lain.
cukup/optimal. Setiap individu dapat menguasai suatu pokok bahasan bila segala perangkat pembelajaran disiapkan dan alokasi waktu yang optimal.
3) Pengembangan GBPP Dalam pengembangan GBPP untuk setiap mata kuliah kompetensi yang dikembangkan adalah kompetensi utama, kompeensi dasar. Selain dari pada itu pengalaman belajar yang berkaitan dengan metode, media, dan interaksi, selanjutnya adalah penentuan pokok bahasan dan sub pokok bahasan serta bobot waktu yang di alokasikan. Untuk mencapai suatu tujuan yang lebih kompleks, diperlukan tujuantujuan antara yang dapat mengantarkan kepada pencapaian yang lebih besar.
Dalam asesmen dan evalasi harus diperhatikan unjuk kerja, konteks otentik, secara akademik dengan sikap yang baik. Baik perkembangan Intelektual yang berientasi pada kebenaran, maupun perkembangan sikap yang berorientasi pada kebaikan harus dilakukan secara simultan. Demikian juga pengembangan keterampilan motorik, harus maju secara serentak dan berbarengan menuju penguasaan tuntas (mastery learning)
4) Penyusunan Silabus, SAP, dan Pelasanaan Pembelajaran Dalam penyusunan silabus itu diberlakukan untuk setiap mata kuliah, sedangkan SAP untuk setiap pertemuan dan pelaksanaan pembelajaran harus ada lembar kerja mahasiswa ditambah dengan lembar assesmen. Kelengkapan perangkat pembelajaran seperti yang disebutkan di atas merupakan prasyarat pencapaian tujuan pembelajaran suatu bidang studi. 5) Pelaksanaan Pembelajaran Dalam pelaksanaan pembelajaran ini ditekankan pada kegiatan individu, walaupun dilaksanakan secara klasikal, selalu memperhatikan perbedaan kecepatan pencapaian individual, lingkungan belajar yang kondusif dan bervariasi dan selalu disediakan waktu yang
6) Asesmen dan Evaluasi
F. Landasan Teori Kurikulum Berbasis Kompetensi Penyusunan suatu kurikulum selalu dilandasi oleh suatu prinsip, seperti halnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini memiliki landasan, yaitu: 1) Pembelajaran kelompok/massal menuju ke pembelajaran individu. 2) Belajar Tuntas (mastery learning) atau belajar untuk menguasai (learning for mastery) 3) Tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal jika diberikan waktu yang cukup 4) Pengertian kompetensi, seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab, yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (Kepmendiknas 045/2002)
Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
5) Rumpun kompetensi yaitu; landasan kepribadian, penguasaan ilmu dan keterampilan, kemampuan berkarya, sikap dan prilaku berkarya, pemahaman kaidah kehidupan bermasyarakat. 6) Karakteristik kompetensi, sistem belajar dengan modular, menggunakan seluruh sumber belajar yang ada, memberikan pengalaman di lapangan, strategi individu personal, kemudahan menggunakan fasilitas sumber belajar, belajar tuntas. 7) g. Asumsi KBK, tersedia pendidik yang profesional, pembelajaran bukan sekedar menyajikan materi (transformative), peserta didik bukan tabung kosong, pendidik mengondisikan pencapaian (pendidik ibarat petani), peserta didik berbeda-beda karakteristik, kurikulum berisi kompetensikompetensi yang sistematis. G. Penutup Pendidikan seni khususnya Pendidikan Tinggi Seni, diharapkan dapat menjadi wadah pengkajian, pengembangan dan pelestarian seni Indonesia secara berimbang, dan terus-menerus, baik dalam tataran praktis maupun epistomologi. PendidikanTinggi Seni memiliki peluang sangat strategis untuk menyiapkan individu-individu yang kreatif dan inovatif jika dirancang dan dilaksanakan berdasarkan pendekatan akdemik yang menoleransi lingkungan berlajar yang fleksibel, proses pembelajaran yang unik, serta aktivitas dan metode instruksional yang sahih. Perjalanan panjang pendidikan tinggi
seni di Indonesia sejauh ini menunjukkan bahwa pemenuhan fungsi edukasional dan kultural oleh pendidikan tinggi di Indonesia masih belum optimal. Sementara itu perubahan sosial yang telah terjadi telah membawa pengaruh yang tidak terhindarkan, baik bagi kehidupan pada umumnya maupun bagi dunia seni itu sendiri, dalam berbagai aspek seperti; makna, proses kreatif, cita rasa, konsep, komunikasi, fungsi dan lain sebagainya. Dalam kondisi tersebut, hasil pendidikan seni belum dinikmsti oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, dan belum mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia. Berdasarkan hal tersebut di atas, kepada semua pihak yang bergerak di bidang seni, disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1) Memunculkan dan mengembangkan potensi pluralitas dan multikultural budaya lokal nusantara agar menjadi daya saing dalam percaturan global dan diapresiasi secara wajar. 2) Menciptakan tatanan kehidupan multi kultural yang dapat membangun kualitas harkat dan martabat, jati diri manusia, masyarakat, dan bangsa Indonesia 3) Menyikapi dan peka terhadap berbagai tantangan perubahan dan perkembangan zaman, serta memiliki kepedulian terhadap permasalahan dalam masyarakat dan lingkungan hidu 4) Menyikapi secara kritis, reflektif dan fleksibel terhadap beragam pergeseran paradigma keilmuan dan keprofesian dalam bidang seni.
Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
5)
Melakukan pengembangan metodologi tentang penciptaan, pengkajian, pengelolaan, pembelajaran, serta pemahaman dan penghargaan karya karya seni.
Daftar Pustaka Bandem, I M. 1998. Peranan Pendidikan Tinggi Kesenian dalam Pembangunan Nasional” dalam Visi dan tatanan Berfikir di Alam Pendidikan memasuki Abad ke21 ed W.P. Napitupulu: BPPN dan Balai Pustaka. Bojonegoro, S.S. 2003. Sambutan Dirjen Dikti dalam Pembukaan Semiloka Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Seni di STSI Surakarta 29-30 2003” Jakarta: Ditjen Dikti. Depdiknas, Tanpa tahun. Profil Kompetensi Sarjana Seni dalam Kembang Setaman, Komisi Disiplin Ilmu Seni di PT Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas. Depdiknas, 2005. Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Seni di Indonesia, Jakarta: Depdiknas. Biro Pusat Statistik, 1993. Statistik Industri Kecil, Jakarta
GBHN, 1999. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,Arkola, Jakarta Haryadi, Dedi dan Indrasari Tjandraningsi. 1995. Buruh Anak dan Dinamika Industri Kecil, Akatiga Bandung. Haryadi,Dedi, dkk.1998. Tahap perkembangan Usaha kecil, Akatiga, bandung Komaruddin, 1985. Pengantar Untuk Memahami Pembangunan, Angkasa ,Bandung Sadoko, 1995, Pengembangan Usaha Kecil: Pemihakan setengah Hati, Akatiga, Bandung. Sinungan, Muchdarsyah, 1992. Produktivitas Apa dan Bagaimana, Bumi Aksara, Jakarta Sjaifuddin, Hetifah. dkk. 1995 Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil, Akatig, Bandung. Sjaifuddin, Hetifah dan Erna Ermawati Chotim. 1994. Dimensi Strategi Perkreditan dan Sistem Penunjang, Akatiga Bandung.
Claphan,Ronald, 1991. Pengusaha kecil dan Menengah di Asia Tenggara, IP3ES Eng-Hock Chia, 2000. Anda Juga Bisa Menjadi Kreatif, Prestasi PustakaRaya,Jakarta Faisal,Hanafiah, 1981. Menggalang Gerakan Bangun Diri, Usaha Nasional, Surabaya
Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007