HAND OUT PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 1 Konsep Dasar Morfologi
Pada bagian ini akan dipaparkan: 1. pengertian morfologi; 2. perbandingan morfologi dengan leksikologi; 3. perbandingan morfologi dengan etimologi; dan 4. morfologi dengan sintaksis A. Pengertian Morfologi Morfologi atau tata bentuk (Ingg. morphology; ada pula yang menyebutnya morphemics) adalah bidang linguistic yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal (Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam linguistik bahasa Arab, morfologi ini disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk (asal) kata menjadi bermacammacam bentuk untuk mendapatkan makna yang berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1983 : 101). Untuk memperjelas pengertian di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut dari segi struktur atau unsur-unsur yang membentuknya, a. makan b. main makanan mainan dimakan bermain termakan main-main makan-makan bermain-main dimakankan permainan rumah makan memainkan Contoh-contoh yang terpampang di atas, semuanya disebut kata. Namun demikian, struktur kata-kata tersebut berbeda-beda. Kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna. Kata makanan, dimakan, dan termakan masing-masing terdiri atas dua bentuk bermakna yaitu –an, di-, ter- dengan makan. Kata makan-makan terdiri atas dua bentuk bermakna makan dan makan. Rumah makan pun terdiri atas dua bentuk bermakan rumah dan makan. Kata main, sama dengan kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna, sedangkan kata mainan, bermain, main-mainan, permainan, memainkan masing-masing terdiri atas dua buah bentuk bermakna yakni –an, ber-, main, per-an, me-kan dengan main. Kata bermain-main terdiri atas tiga bentuk bermakna ber-, main, dan main. Berdasarkan contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bentuk-bentuk tersebut dapat berubah karena terjadi suatu proses. Kata makan dapat berubah menjadi makanan, dimakan, termakan karena masing-masing adanya penambahan –an, di-, dan ter-, dapat pula menjadi makan-makan karena adanya pengulangan, dapat pula menjadi rumah makan karena penggabungan dengan rumah. Perubahan bentuk atau struktur kata tersebut dapat pula diikuti oleh perubahan jenis atau makna kata. Kata makan termasuk jenis atau golongan kata kerja sedangkan makanan termasuk jenis atau golongan kata benda. Dari segi makna kata makan maknanya ‗memasukan sesuatu melalui mulut‘, sedangkan makanan maknanya ‗semua benda yang dapat dimakan‘. Seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti atau makna kata seperti contoh di atas itulah yang dipelajari oleh bidang 1|Page
morfologi (Ramlan, 1983 : 3). Prawirasumantri (1985 : 107) lebih tegas merinci bidang yang dibahas oleh morfologi yakni : (1) morfem-morfem yang terdapat dalam sebuah bahasa, (2) proses pembentukan kata, (3) fungsi proses pembentukan kata, (4) makna proses pembentukan kata, dan (5) penjenisan kata. B.
Perbandingan Morfologi dengan Leksikologi Kata kosong mempunyai berbagai makna dalam pemakaiannya, antara lain : 1) Tidak ada isinya; misalnya: peti besinya telah kosong. 2) Hampa, berongga (geronggang) di dalamnya; misalnya: tinggal butir-butir padi yang kosong. 3) Tidak ada yang menempati; misalnya: rumah itu kosong. 4) Terluang; misalnya: waktu kosong. 5) Tidak mengandung sesuatu yang penting atau berharga; misalnya: perkataannya kosong. (Poerwadarminta, 1985 : 524). Selain itu, ada pula kata-kata mengosongkan ‗menjadikan kosong‘, pengosongan ‗perbuatan mengosongkan‘, kekosongan ‗keadaan kosong‘ atau ‗menderita sesuatu karena kosong‘. Morfologi danLeksikologi sama-sama mempelajari kata, ari kata, akan tetapi si antara keduanya terdapat perbedaan. Leksikologi mempelajari arti yang lebih kurang tetap yang terkandung dalam kata atau yang lazim disebut arti leksis atau makna leksikal, sedangkan morfologi mempelajari arti yang timbul akibat peristiwa gramatis yang biasa disebut arti gramatis atau makna gramatikal. Sebagai contoh kita bandingkan kata kosong dengan mengosongkan. Kedua kata itu masing-masing mepunyai arti leksis atau makna leksikal. Kosong antara lain artinya ada lima butir seperti yang tertera pada contoh di atas, sedangkan mengosongkan makna atau artinya ‗menjadikan atau membuat jadi kosong‘. Mengenai arti leksis kedua kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan dalam morfologi dibicarakan makna atau arti yang timbul akibat melekatnya imbuhan atau afiks meN-kan. C.
Perbandingan Morfologi dengan Etimologi Dalam penyelidikan makna, morfologi berdekatan dengan leksikologi, sedangka dalam penyelidikan bentuk, morfologi berdekatan dengan etimologi, yakni ilmu yang menyelidiki seluk-beluk asal-usul kata secara khusus (Ramlan 1978 dalam Prawirasumantri, 1985 : 109). Walau morfologi dan etimologi mempelajari masalah yang sama yakni perubahan bentuk, namun ada perbedaannya. Morfologi mempelajari perubahan kata yang disebabkan atau yang terjadi akibat sistem bahasa secara umum. Sebagai contoh, dari kata pakai terbentuk kata-kata baru pakaian, memakai, dipakai, terpakai, berpakaian. Perubahanperubahan itu disebabkan oleh sistem bahasa yaitu sistem afiksasi atau pembubuhan afiks. Gejala itulah yang dipelajari oleh morfologi. Namun perhatikanlah contoh-contoh berikut: kenan di samping berkenan; ia di samping dia, yang, dan –nya dan tuan di samping tuhan. Perubahan-perubahan tersebut bukan bersifat umum atau bukan akibat sistem bahasa Indonesia. Perubahan tersebut hanya terjadi untuk kata-kata tersebut, tidak berlaku untuk kata-kata lain. Perubahan-perubahan itu bukan dipelajari oleh morfologi atau ilmu asal-usul kata. D.
Perbandingan Morfologi dengan Sintaksis Satu lagi cabang ilmu bahasa yang berdekatan dengan morfologi yaitu sintaksis. Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun ―dengan‖ dan tattien ―menempatkan‖. Dengan jelas, menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompokkelompok kata menjadi kalimat (Verhaar, 1985 : 70). 2|Page
Bidang sintaksis menyelidiki semua hubungan antarkata dan antarkelompok kata dalam kalimat. Di lain pihak, morfologi mempelajari seluk-beluk kata itu sendiri secara mandiri tanpa memperhatikan hubungannya dalam kalimat. Tegasnya dapat dikatakan bahwa unsur yang paling kecil yang dipelajari oleh morfologi ialah morfem dan yang paling besar ialah kata, sedangkan sintaksis mempelajari unsur yang paling kecil ialah kata dan yang terbesar kalimat (Prawirasumanttri, 1985 : 110). Ramlan (1980 : 5) memberikan contoh untuk membedakan bidang garapan morfologi dan sintaksis dalam kalimat, ―Ia mengadakan perjalanan.‖ Jika kita membicarakan ia sebagai bentuk tunggal, mengadakan dan perjalanan sebagai bentuk kompleks, termasuk garapan bidang morfologi, tetapi jika pembicaraan mengenai ia sebagai subjek, mengadakan sebagai predikat dengan kata perjalanan sebagai objek termasuk garapan sintaksis. Dengan membaca uraian di atas, kita seolah-olah dapat dengan mudah mengetahui batas yang tegas bidang garapan morfologi dengan sintaksis. Sebenarnya tidaklah selalu demikian. Kita ambil contoh bentuk-bentuk ketidakadilan, ketidakmampuan, dan ketidaktentraman. Pembicaraan kata-kata tersebut sebagai bentuk kompleks yang terdiri atas bentuk ke-an dengan tidak adil, tidak mampu, tidak tentram termasuk ke dalam bidang morfologi. Akan tetapi pembicaraan mengenai hubungan antara tidak dengan adil, mampu, dan tentram termasuk ke dalam bidang sintaksis. Pembicaraan tentang bentuk yang salah satu unsurnya berupa afiks atau imbuhan termasuk dalam bidang morfologi, sedangkan bentuk yang semua unsurnya berupa kata (bentuk yang seperti itu sering disebut frase) termasuk ke dalam bidang sintaksis (Ramlan dalam Prawirasumantri, 1985 : 110). Contoh lain yang menunjukkan bahwa morfologi dan sintaksissulit ditentukan batasnya yaitu pembicaraan tentang kata majemuk yang semua unsurnyapokok kata atau kata seperti: tinggi hati, keras kepala, sapu tangan, dan sejenisnya. Pembicaraan bentuk-bentuk seperti itu tampaknya seperti termasuk kedalam sintaksis, tetapi karena bentuk-bentuk itu mempunyai sifat seperti kata, maka pembicaraannya termasuk ke dalam bidang morfologi. Hal itu disebabkan karena kata majemuk termasuk golongan kata. Bukankah morfologi mempelajari kata sebagai unsur yang terbesar?
3|Page
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 2 Bentuk-bentuk Lingual atau Satuan-satuan Gramatik
BENTUK-BENTUK LINGUAL ATAU SATUAN-SATUAN GRAMATIK Pada bagian ini akan dipaparkan: 1. perbedaan istilah linguistik, linguistis, dan lingual; 2. pengertian bentuk-bentuk lingual atau satuan-satuan gramatika; 3. bentuk tunggal dan bentuk kompleks; 4. bentuk bebas dan bentuk ikat; 5. unsur ultimat dan unsur langsung; dan 6. bentuk dasar dan bentuk asal 1. Tiga Istilah : Linguistik, Linguistis, dan Lingual Ketiga istilah ini sengaja dipaparkan agar konsep yang dikandungnya jelas. Istilah linguistik berasal dari bahasa inggris linguistics atau istilah perancisnya linguistique, termasuk kata benda. Istilah linguistic menunjuk kepada disiplin ilmiah tertentu yaitu ilmu yang mempelajari bahasa sebagai objeknya. Linguistis termasuk kata sifat. Linguistis artinya ―yang bersifat bahasa atau kebahasaan‖. Sedangkan lingual menunjukan kepada ―isi yang diwadahi‖ oleh linguistic itu sendiri yaitu bahasa (Sudaryanto, 1983 : 6). Berdasarkan penjelasan itu, penulis sengaja akan mempergunakan istilah lingual untuk pengertian ―bahasa‖ seperti bentuk lingual, perubahan lingual, dan sebagainya.. dengan perkataan lain, penulis akan mempergunakan istilah bentuk lingual untu istilah bentuk linguistik yang sering dipergunakan. Padanan katanya adalah satuan gramatik. Istilah satuan gramatik atau bentuk lingual ini sering pula disebut dengan istilah satuan dan bentuk (Ramlan, 1980, Ramlan, 1983 : 22). Dalam tulisan ini selanjutnya, penggunaan istilah-istilah tersebut bergantian. Artinya, penulis akan mempergunakan istilah bentuk lingual, satuan gramatik, bentuk, atau satuan untuk maksud yang sama. 2. Apa Itu Bentuk-bentuk Lingual atau Satuan-satuan Gramatik ? Untuk memahami pengertian bentuk lingual atau satuan gramatik, perhatikanlah contoh-contoh berikut. 1. ber- → berambut 2. rambut, berambut 3. rambut palsu 4. ia mengenakan rambut palsu 5. Ia mengenakan rambut palsu. Contoh-contoh di di atas, semuanya mempunyai makana atau arti. Ber- pada berambut maknanya ―mempunyai‖ (rambut). Coba cari pula apa makna yang terkandung pada contoh 2, 3, 4, dan 5. Contoh 1 sampai dengan 5, berturut-turut berbentuk morfem, kata frase, klausa,dan kalimat. Bahkan ada lagi bentuk yang lebih besar yaitu wacana. Contohcontoh di atas termasuk bentuk lingual atau satuan gramatik. Bertitik tolak dari uraian di atas, dapatlah ditarik suatu definisi bahwa bentuk lingual atau satuan gramatik ialah satuan yang mengandung arti atau makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal (Ramlan, 1983 : 22). Satuan gramatik ini bisa disebut satuan atau 4|Page
bentuk (Ramlan, 1983 : 22; Prawirasumantri, 1985 :115). 3. Bentuk Tunggal dan Bentuk Kompleks Bentuk tunggal adalah satuan gramatik yang tidak terdiri dari satuan yang lebih kecil lagi, sedangkan bentuk kompleks ialah satuan gramatik yang terdiri atas satuan-satuan lain yang lebih kecil (Ramlan, 1985 : 115). Satuan sepeda, merupakan bentuk tunggal karena tidak dapat dirinci lagi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil yang bermakna. Berbeda dengan bersepeda, terdiri atas berdan sepeda. Bentuk, Ia membeli sepeda baru, terdiri atas ia, meN-, beli, sepeda, dan baru. Bentuk bersepeda dan Ia ingin membeli sepeda baru termasuk bentuk kompleks. 4. Bentuk Bebas dan Bentuk Ikat 1) makan, meja 2) meN-, ber-, di- (mendengar, berlari, dipukul) 3) ke, di, -lah (ke pantai, di pantai, duduklah) 4) ku-, -ku, -mu, -isme (kutendang, kukuku, bukumu, akuisme) 5) juang, temu, keliar (berjuang, pertemuan, berkeliaran) Contoh nomor 1, merupakan satuan yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Bentuk seperti itu dapatsecara langsung sebagai alat akomunikasi, walau tidak disertai bentuk lain. Sebagai gambaran bentuk makan dapat berdiri sendiri sebagai jawaban, ―Sedang apa Rudi?‖. Bentuk atau satuan ssperti itu disebut bentuk bebas atau satuan bebas yakni satuan gramatik yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Contoh 2 sampai dengan 5, seperti meN-, ke, ku-, dan juang merupakan satuan-satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Satuan-satuan tersebut baru dapat digunakan sebgai alat komunikasi apabila diikatkan kepada bentuk lain. Satuan seperti itu disebut bentuk ikat (Ahmadslamet, 1982 : 56) atau Ramlan (1983 : 24) menyebutnya satuan gramatik terikat atau satuan terikat. Bentuk ikat dapat dikelompokkan menjadi empat jenis. Pertama, bentuk ikat yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, maupun secara gramatik. Satuan-satuan ini bersama dengan satuan lain membentuk kata. Sebagai penegas perhatikan contoh 2, meN-, ber-, dan di- pada kata-kata mendengar, berlari, dan dipukul. Ditinjau dari sudut arti satuansatuan itu tidak memiliki arti leksikal, melainkan arti gramatik atau makna sebagai akibat pertemuannya dengan satuan lain. Bentuk atau satuan seperti itu disebut bentuk ikat morfologis (Prawirasumantri, 1985 : 117). Ramlan (1983 : 25) menyebutnya dengan istilah afiks atau imbuhan. Kedua, bentuk ikat yang secara gramatis mempunyai sifat bebas seperti satuan bebas tetapi tidak memiliki makna leksis, seperti contoh 4, ke, di, lah, dari dan banyak lagi. Sifat bebas dapat kita buktikan pada contoh berikut. ke pantai ke tepi pantai ke sebelah kanan tepi pantai Melihat contoh tersebut, bentu ke yang tampaknya terikat pada bentuk pantai, ternyata masih dapat disisipi bentuk tepi dan sebelah kanan tepi. Itu terbukti bahwa bentukbentuk tersebut secara gramatis dapat dipisahkan dari bentuk yang menyertainya. Demikian pula misalnya dengan –lah pada kata makanlah, masih bisa disisipi bentuk lain sehingga menjadi makan sajalah, atau makan nasi dengan sambal sajalah. Bentuk ikat seperti itu disebut oleh Prawirasumantri (1985 : 117) dengan istilah bentuk ikat secara sintaksis. Carilah bentuk-bentuk yang setipe dengan bentuk itu dari buku-buku bacaan! Ketiga, bentuk ikat yang memiliki makna leksis, tetapi tidak bisa berdiri sendiri dalam tuturan biasa, atau secara gramatis tidak memiliki kebebasan. Bentuk-bentuk yang dimaksudkan seperti terlihat pada contoh 4 yakni: ku-, -ku, -um, -isme. Bentuk atau satuan seperti itu disebut klitik. Klitik yang letaknya di depan bentuk lain disebut proklitik, sedangkan yang letaknya dibelakang bentuk 5|Page
lain dinamakan enklitik. Sebagai contoh ku- pada kutendang dan –ku pada bentuk kukuku. Contoh pertama termasuk proklitik, kedua enklitik. Keempat, satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, maupun secara gramatis tidak memiliki kebebasan, tetapi bisa digunakan sebagai bentuk dasar bagi pembentukan kata. Bentuk atau satuan yang seperti itu disebut pokok kata. Perhatikan contoh 5, juang, temu, keliar pada kata berjuang, pertemuan, dan berkeliaran. Istilah lain untuk pokok kata ialah kata bakal atau prakategorial. Ada yang mengatakan klitik (baik proklitik maupun enklitik) disebut klitik morfologis. Sementara itu ada istilah lain yakni ―klitik sintaksis‖. Contoh klitik sintaksis yaitu bentuk mereka dan saya pada Anjing itu saya pukul dan buku itu mereka bawa.saya pukul dan mereka bawa dalam kalimat di atas sama-sama menduduki P, jadi saya dan mereka berfungsi membentuk frase, oleh karena itu disebut klitik sintaksis. Berbeda dengan klitik morfologis seperti ku- dan –mu pada kupukul dan bukumu, terlihat bentuk-bentuk itu membentuk kata. 5. Unsur Ultimat dan Unsur Langsung Seperti telah dipaparkan pada bagian terdahulu, satuan gramatik ini ada yang berbentuk tunggal ada pula yang berbentuk kompleks. Bentuk kompleks dapat dipecah-pecah lagi menjadi bentuk-bentuk atau satuan-satuan lain. Satuan-satuan yang secara langsung (Ingg. Immediate Constituents), sedangkan satuan-satuan yang paling kecil merupakan pembangun satuan yang lebih besar atau satuan kompleks disebut unsur ultimat (Ingg. Ultimate Constituents) (Ahmadslamet, 1982 : 53) disebut dengan istilah unsur. Sebagai contoh, Ramlan (1980 : 21) mengambil bentuk berpakaian. Unsur langsung berpakaian ialah pakai dan –an. Dengan demikian jelaslah bahwa kata berpakaian pembentukannya dilakukan secara bertahap, tidak serempak pakai dan ber-an. Dengan perkataan lain, pakai dan –an merupakan unsur langsung pakaian; ber- dan pakaian menurut unsur langsung dari berpakaian. Berdasarkan hal itu, kita dapat menentukan unsur atau unsur ultimat berpakaian ialah ber-, pakai, dan –an. Lihatlah diagram berikut ini. Contoh lain, berperikemanusiaan, tahap atau hirarki pembentuknya lebih banyak lagi bila dibandingkan dengan berpakaian. Berperikemanusiaan terbentuk secara langsung oleh satuan ber- dan perikemanusiaan. Perikemanusiaan dibentuk oleh peri dan kemanusiaan. Selanjutnya kemanusiaan secara langsung dibentuk oleh satuan ke-an dan manusia. Jadi, unsur ultimat berperikemanusiaan ialah ber-, peri, ke-an, dan manusia. Jelasnya, lihatlah diagram berikut. Bagaimanakah untuk menentukan unsur langsung bentuk kompleks? Jika bentuk tersebut hanya terdiri atas dua unsur, maka kedua unsur tersebut merupakan unsur langsungnya. Namun, apabila bentuk tersebut terdiri atas lebih dari dua unsur, penentuan unsur langsungnya harus memperhatikan dua tahap seperti yang dikemukakan Ramlan (1980 : 22) (Prawirasumantri, 1985 : 119). Tahap 1 Cari kemungkinan adanya satuan yang setingkat lebih kecil dari satuan yang dianalisis. Contoh kata berperikemanusiaan, pada contoh analsis di atas. Contoh lain, kesatupaduannya, satu tingkat yang lenih kecil yaitu kesatupaduan dan –nya. Bentuk yang satu tingkat lebih kecil dari kesatupaduan ialah ke-an dan satu padu. Bentuk yang satu tingkat lebih kecil dari satu padu adalah satu dan padu. Tidak semua bentuk kompleks dapat ditentukan unsur langsungnya dengan cara seperti tahap pertama. Sebagai contoh kata pendidikan, yang satu tingkat lebih kecil dari adanya mungkin: peN- dan didikan, pendidik dan –an, atau peN-an dan didik. Mana yang betul? Apakah ketiga-tiganya betul? Tidak mungkin. Yang betul pasti satu. Yang manakah? Karena itu kita tidak dapat mencarinya dengan tahap pertama. Kita harus mencarinya dengan 6|Page
menggunakan tahap kedua. Tahap II Perhatikan arti atau makna bentukan-bentukannya, baik makna bentuk yng diselidiki maupun makna yang satu tingkat lebih kecil daripadanya. Sebagai contoh, perhatikan analisis bentuk pendidikan berikut ini. pendidikan pendidik + -an (alternatif 1) pendidikan peN- + didikan (alternatif 2) pendidikan peN-an + didikan (alternatif 3) Maka pendidikan ―menyatakan hal-hal mendidik‖, maka bentuk kata analisisnya pun harus menyertakan makna yang sama. Sekarang perhatikan alternative 1. kemungkinan unsur langsung pendidikan adalah pendidik dan –an.hal itu sudah tentu tidak dapat diterima. Kita ketahui bahwa pendidikan merupakan kata benda, sama dengan laut, darat, bulan, dan sebagainya. Imbuhan –an yang melekat pada kata benda mempunyai arti ―kumpulan‖ atau ―tiap-tiap‖ tidak kita ketremukan pada kata pendidikan. Pendidikan maknanya bukan ―kumpulan pendidik‖ atau ―tiap-tiap pendidik‖. Jelaskan alternatif 1 ini tidak benar. Sekarang kita buktikan alternatif 2. Unsur langsung pendidikan mungkin peN- dan didikan. Bentuk didikan termasuk kata benda, sama dengan syair, daging, rotan, dan sebagainya. Makna peN- bila melekat pada bentuk dasar kata benda antara lain: ―orang atau sesuatu yang biasa melakukan perbuatan‖ atau ―menghasilkan sesuatu yang berhubungan dengan benda yang tersebut pada bentuk dasar‖, seperti penyair, pedaging, dan perotan. Makna seperti itu tidak ada pada bentuk pendidikan. Pendidikan, maknanya bukan ―orang didikan‖ atau orang yang menghasilkan didikan‖. Jelas, alternatif 2 pun salah. Karena jumlah alternatif hanya tiga butir, maka alternatif terakhir inilah yang pasti benar. Dengan demikian, kita dapat menentukan bahwa unsur langsung pendidikan ialah peN-an dan didik, yang sekaligus menjadi unsur ultimatnya (Ahmadslamet, 1982 : 54). Selanjutnya dikemukakan pula oleh Ahmadslamet bahwa dalam menentukan unsur langsung dapat saja timbul berbagai pendapat. Banyak pakar berpendapat bahwa analisis unsur langsung bentukan-bentukan seperti mengambilkan ada dua macam alternatif Unsur mengambilkan ialah meN- dan ambilkan atau mengambil dan –kan. Bentunk mengambilkan hanya ada dalam bentuk imperative atau pasif, yang kedua-duanya tidak mungkin menjadi bentuk dasar mengambilkan. Berdasarkan jalan pikiran seperti itu, bentukan mengambilkan unsur langsungnya ialah meN-an dan ambil. Dengan mengambil analogi bentuk itu, maka bentuk-bentuk seperti menyesatkan, menimbulkan, menuliskan, membacakan unsur langsungnya ialah meN-kan dengan sesat, timbul, tulis, baca. Namun demikian, perlu pula kita perhatikan pendapat lain yang mungkin menggunakan dasar pertimbangan yang berbeda sehingga hasilnya pun akan berubah. 6. Bentuk Asal dan Bentuk Dasar Bentuk kompleks merupakan bentuk atau satuan yang terdiri atas satuan-satuan lain yang lebih kecil. Bentuk yang paling kecil yang menjadi asal bentuk kompleks dinamakan bentuk asal, sedangkan satuan gramatik yang satu tingkat lebih kecil dan menjadi dasar bentuk kompleks disebut bentuk dasar (Ramlan, 1983 : 42). Untuk menjelaskan pengertian di atas, perhatikanlah bentuk berkemauan. Bentuk berkemauan terbentuk dari bentuk asal mau mendapat afiks ke-an menjadi kemauan, kemudian mendapat afiks ber- menjadi berkemauan. Dengan perkataan lain, bentuk dasar berkemauan ialah kemauan (karena bentuk ini yang satu tingkat lebih kecil dan menjadi dasar), sedangkan bentuk asalnya ialah mau. Kalau kata kemauan kita cari bentuk dasarnya ialah mau yang sekaligus merupakan bentuk asalnya dengan mendapat afiks ke-an. Dapat dikatakan lebih jelas bentuk dasar berkemauan adalah kemauan, sedangkan bentuk asalnya ialah mau. Bentuk dasar kemauan yaitu mau yang sekaligus merupakan bentuk asalnya. 7|Page
8|Page
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 3 Morfem dan Prosedur Pengalamannya
MORFEM DAN PROSEDUR PENGALAMANNYA Pada bagian ini, akan dipaparkan: 1) pengertian morfem; 2) perbedaan morfem, morf, dan alomorf; 3) perbadingan morfem dengan kata; 4) paradigma; dan 5) prinsip-prinsip pengenalan morfem. A. Apakah Morfen Itu? Kita sudah tahu, behwa morfem merupakan satuan yang paling kecil yang dapat dipelajari oleh morfologi. Namun, apa yang dimaksud dengan morfem belum dijelaskan. Inilah pengertiannya. 1) Morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil yang tidak mempunyai satuan lain selain unsurnya (Ramlan, 1983 : 26). 2) Morfem ialah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti (Alwasilah, 1983 : 10). 3) Morfem ialah kesatuan gramatik yang terkecil yang mengandung arti, yang tidak mempunyai kesamaan baik dalam bentuk maupun dalam arti dengan bentuk-bentuk yang lain (Sitindoan, 1984 : 64). 4) Morfem yaitu semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi ke dalam bentuk terkecil yang mengandung arti (Bloch dan Trager dalam Prawirasumantri, 1985 : 127). 5) Morfem adalah komposit bentuk pengertian yang terkecil yang sama atau mirip yang berulang (Samsuri, 1982 : 170). Yang dimaksud berulang disini yaitu kehadirannya berkalikali dalam tuturan. 6) Bloomfield (1933 : 161) mendefinisikan morfwem sebagai ― a linguistic from wich bears no partial phonetic-semantic resemblance to any other form, is a simple form or morpheme. (Maksud pernyataan itu, ―satu bentuk lingual yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain mana pun secara bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem). 7) Morphemes are the smallest individually meaningfull element is the utterances of a language (Hockett, 1958 : 123). Maksudnya, morfem adalah unsur-unsur yang masingmasing mempunyai makna dalam tutur sebuah bahasa. Dari ketujuh definisi yang telah dikutip di atas, tergambar adanya persamaan konsep. Pada dasarnya, morfem merupakan satuan gramatik terkecil baik bebas maupun ikat yang memiliki arti, baik secara leksikal maupun gramatikal. Sebagai contoh bentuk sakit adalah sebuah morfem karena tidak dapat dibagi menjadi bentuk-bentuk terkecil lainnya serta mengandung makna atau arti leksis. Bentuk meN- juga merupakan sebuah morfem, karena merupakan bentuk terkecil bahasa Indonesia, walau tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai makna gramatikal. Jadi jelas, bahwa morfem itu bisa berbentuk bebas (seperti: ke-, ter-, peN-, di-, per-an, peN-an). Oleh karena itu, morfem dapat diklasifikasikan menjadi morfem bebas dan morfem ikat.
9|Page
B.
Morfem dengan Morf dan Alomorf Banyak morfem yang hanya mempunyai satu struktur yakni jumlah maupun urutan fonemnya selalu tetap. Di lain pihak, banyak morfem yang mempunyai beberapa struktur fonologis, misalnya morfem peN- mempunyai struktur-struktur fonologis pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge-, seperti terlihat pada kata-kata: pelari, pembimbing, pendengar, penguji, penyakit, dan pengecat.satuan-satuan pe-, pem-, peng-, peny-, dan penge- masingmasing disebut morf yang semuanya alomorf dari morfem peN- (Ramlan, 1983 : 27; Prawirasumantri, 1985 : 128; Ahmadslamet, 1983 : 27; Keraf, 1983 : 51). Jadi dapatlah dikatakan bahwa morfem peN- mempunyai morf-morf pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge- sebagai alomorfnya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa alomorf itu merupakan variasi bentuk suatu morfem. Keraf (1982 : 51) mengatakan bahwa variasi itu disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Maksudnya, bergantung kepada jenis fonem awal sebuah satuan yang dilekati oleh morfem tersebut. Perubahan /N/ itu harus homogen. Sebagai contoh /N/ akan menjadi /m/ apabila dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /b/. fonem /m/ dan /b/ sama-sama bunyi bilabial. Sedangkan yang dimaksud dengan morf adalah wujud kongkret dari alomorf itu sendiri. C.
Morfem dengan Kata Perhatikanlah satuan-satuan gramatik berikut ini ! 1) tanda 2) menandai 3) tanda tangan 4) dari Bandung Satuan tanda merupakan sebuah bentuk bebas karena tidak dapat dibagi menjadi satuan-satuan bebas lainnya. Satuan menandai tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas. Tetapi perhatikan bentuk atau satuan tanda tangan dapat dibagi menjadi dua satuan yakni tanda dan tangan. Namun kalau diteliti lebih jauh, sebenarnya satuan tanda tangan memiliki satu kesatuan yang utuh atau padu. Dengan perkataan lain, tanda tangan memiliki sifat sebuah kata yang membedakan dirinya dari frase (Ramlan, 1983 : 28; Prawirasumantri, 1985 : 129). Bentuk-bentuk atau satuan-satuan yang setipe itu tidak mungkin dipisahkan atau dibalikkan menjadi tangan tanda atau dipisahkan satuan lain tanda itu tangan. Bentuk atau satuan sepeti itu dalam hubungannya keluar selalu merupakan satu kesatuan dari. Satuan itu bukan merupakan bentuk bebas seperti contoh lainnya di, ke, daripada- tetapi secara gramatis memiliki sifat bebas. Satuan-satuan seperti contoh di atas dari nomor 1 sampai dengan 4 di sebut kata. Berdasarkan penjelasan di atas, nyatalah bahwa kata dapat terdiri atas satu morfem atau lebih. Kata-kata seperti: duduk, makan, tidur, meja masing-masing terdiri atas sebuah morfem, sedangkan penduduk, makanan, meja makan, kaki tangan masing-masing terdiri atas dua buah morfem. Kata-kata yang terdiri atas satu morfem disebut kata bermorfem tunggal atau kata monomorfemis (monomorphemic word) dan kata-kata yang terdiri atas dua morfem atau lebih disebut kata bermorfem jamak atau kata polimorfemis (polymorphemic word) (Verhaar, 1984 : 54). Dari paparan di atas dapatlah ditarik suatu cirri kata. Cirri kata pada dasrnya mencakup dua hal yaitu: (1) kata merupakan suatu kesatuan penuh dan komplit dalam sebuah ujaran bahasa, dan (2) kata dapat ditersendirikan yakni bahwa sebuah kata dalam kalimat dapat dipisahkan dari yang lain dan dapat dipindahkan (Parera, 1980 : 10).
10 | P a g e
11 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 4 Paradigma dan Deretan Morfologis
Paradigma dan Deretan Morfologis Paradigma yaitu daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem asal yang sama (Verhaar, 1984:65). Morfem asal itu mungkin mengalami perubahan bentuk akibat afiksasi (Sitindoan, 1984:68). Pengertian paradigma sama maknanya denganderetan morfologik seperti yang diungkapkan Ramlan (1983:28) yaitu suatu deretan atau daftar yang memuat kata-kata yang berhubungan dalam bentuk dan artinya. Deretan morfologik ini akan berguna dalam menentukan sebuah morfem. Dengan membuat paradigma atau deretan morfologik kita akan dapat menentukan suatu morfem, misalnya: menulis penulis tertulis bertulis bertuliskan tulisan tulis-menulis menulisi ditulisi dituliskan bertuliskan menuliskan tulis Dari perbandingan kata yang terdapat dalam paradigma di atas, dapat disimpulkan adanya morfem tulis sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap kata. Dengan demikian kita dapat menentukan bahwa menulis terdiri atas morfem meN- dan tulis dan seterusnya. Contoh lain dapat kita lihat dari paradigma berikut. terlantar menelantarkan ditelantarkan keterlantaran terlantar berdasarkan paradigma di atas jelaslah bahwa kata terlantar terdiri atas satu morfem, bukan dua morfem ter- dan lantar. E. Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem Pengenalan morfem dapat dilakukan dengan cara membanding-bandingkan suatu bentukan yang berulang dengan cara mengadakan subtitusi (Prawirasumantri, 1985:129). Deretan morfologik atau paradigma merupakan salah satu cara untuk itu. Namun demikian, untuk mengenal suatu morfem lebih jauh, kita kita dapat menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Samsuri (1982:172) dan Ramlan (1983:31) mengemukakan masing-masing enam prinsip pengenalan morfem. Samsuri mengemukakan tiga prinsip pokok dan tiga prinsip tambahan, sedangkan Ramlan tidak membedakan keenam prinsip tersebut. Sementara itu Ahmadslamet (1982:46) mengetengahkan pendapat Nida (1963) memaparkan tujuh prinsip. Dalam uraian 12 | P a g e
ini akan dipaparkan enam prinsip Ramlan dan satu prinsip tambahan dari Nida untuk melengkapinya. Prinsip ke-1 Satuan-satuan atau bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna yang sama termasuk satu morfem. Bentuk baju pada kata berbaju, menjahit baju, baju batik, dan baju biru merupakan satu morfem. Satuan-satuannya itu mempunyai struktur fonologis yang sama yakni /b/a/j/u/ dan arti yang sama yaitu ‗alat penutup badan‖. Prinsip ke-2 Satuan-satuan atau bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang berbeda termasuk satu morfem apabila memiliki satu arti yang sama sedangkan perbedaan struktur tersebut dapat dijelaskan secara fonologis. Satuan-satuan men-, mem-, meng-, meny-, menge-, me-, pada kata menjawab, membawa, menggali, menyuruh, mengebom, dan melerai mempunyai makna yang sama yaitu ―menyatakan tindakan aktif‖. Perbedaan struktur fonologis tersebut dapat dijelaskan secara fonologis yaitu disebabkan oleh lingkungan yang dimasukinya yakni fonem awal bentuk dasar yang mengikutinya yaitu /j/, /b/, /g/, /s/, kata yang terdiri atas satu suku kata, dan /l/. fonem /N/ pada morfem meN- berubah menjadi /m/ seperti pada kata membawa, hal itu disebabkan fonem /b/ merupakan fonem bilabial, sama dengan fonem /m/. karena fonem tersebut sejenis, maka pengucapannya akan mudah. Itulah sebabnya tidak menbaca, mengbaca, menybaca, atau mebaca dan mengebaca. Prinsip ke-3 Satuan-satuan atau bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai makna atau arti yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer. Satuan-satuan be-, ber-, dan bel- pada kata-kata bekerja, berjalan, dan belajar termasuk satu morfem, walau bentuk bel- pada belajar tidak dapat dijelaskan secara fonologis, tetapi ketiga bentuk itu merupakan bentuk yang komplementer (nonkontrastif). Maknanya pun sama, oleh karena itu termasuk morfem yang sama yaitu morfen ber-. Prinsi ke-4 Apabila deretan suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosonganitu merupakan morfem yang disebut morfem zero. Bahasa Indonesia memiliki deretan struktur seperti di bawah ini. 1) Ia membeli sepeda. 2) Ia menjahir baju. 3) Ia membaca buku. 4) Ia makan roti. 5) ia minum es. Kelima kalimat tersebut berpola sama yaitu SPO (Subjek + Predikat + Objek). Predikatnya merupakan kata kerja transitif. Pada kalimat 1, 2, da 3 kata kerja itu ditandai oleh adanya afiks meN-, sedangkan pada kalimat 4 dan 5 ditandai oleh kekosongan yakni tidak hadirnya morfem meN-. Kekosongan itu merupakan sebuah morfem yang disebut morfem zero. Prinsip ke-5 Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama itu berbeda artinya, maka satuan-satuan itu merupakan morfem-morfem yang berbeda, akan tetapi apabila satuan-satuan itu mempunyai arti yang berhubungan, maka bentuk itu merupak satu morfem, dan merupakan morfem yang berbeda apabila distribusinya sama. 13 | P a g e
Sebagai contoh kita ambil kata buku dalam ―Ia membaca buku.‖ Yang berarti kitab, dan kata buku dalam ―buku tebu‖ yang berarti ―ruas‖ merupakan morfem yang berbeda walau struktur fonologisnya sama. Kata duduk dalam ―Ia sedang duduk.‖ Merupakan satu morfem dengan duduk dalam ―Duduk orang itu sangat sopan.‖ Karena keduanya mempunyai arti yang berhubungan dan mempunyai distribusi yang berbeda. Kata duduk dalam ―Ia sedang duduk.‖ Berfungsi sebagai predikat, dan termasuk ke dalam golongan kata kerja, sedangkan duduk dalam ―Duduk orang itu sangat sopan.‖ Berungsi sebagai subjek dan termasuk golongan kata benda sebagai akibat adanya proses niminalisasi. Sebaliknya kata mulut pada ―Mulut gua itu lebar.‖ Merupakan morfem yang berbeda dengan kata mulut pada ―Mulut orang itu lebar.‖ Karena arti keduanya berbeda sedangkan distribusinya sama yaitu sebagai subjek. Prinsip ke-6 Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem. Denganperkataan lain, Nida menyebutnya setiap pembentukan yang dapat mengisi sendiri lajur sekatan suatu deretan struktur dianggap sebuah morfem. Perhatikanlah satuan-satuan yang terdapat pada lajur sekatan berikut ini ! dipersama -kan -nya -lah persama -an -nya -kah mensama -i men- persama -kan tersama -i bersama -an sesama kesama -an Satuan-satuan di atas yang terdiri atas satu, dua, tiga, dan empat fonem, merupakan satuan-satuan yang disebut morfem, sebab semuanya dapat mengisi sekatan tertentu dengan arti atau makna tertentu pula. Bagian-bagian yang mengisi lajur atau sekatan berikut ini tidak dapat disebut morfem, sebab sama sekali tidak mengandung makna atau arti. sa ma bersa ma sa mai Prinsi ke-7 Bagian gabungan yang diketahui maknanya setelah bergabung dengan bagian lainnya dianggap sebuah morfem. Contoh satuan atau bentuk seperti itu dalam bahasa Indonesia antara lain: keliar, juang, laying, seling, temu, baru jelas maknanya apabila bergabung menjadi: berkeliaran, berjuang, melayang, selingan, pertemuan. Seperti telah dijelaskan, satuan-satuan seperti itu disebut pokok kata. Selain pokok kata, banyak satuan lain dalam bahasa Indonesia yang baru mempunyai makna apabila bergabung dengan bentukan lain yang sangat khusus, misalnya belia, siur, bangka, renta, gulita yang hanya dapat hadir di belakang satuan-satuan muda, simpang, tua, tua, dan gelap. Bentukan atau satuan seperti itu dinamakan morfem unik yakni morfem yang hanya dapat bergabung dengan morfem tertentu.
14 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 5 Wujud dan Jenis Morfem
WUJUD DAN JENIS MORFEM Bab ini memaparkan: 1) wujud morfem; dan 2) jenis morfem yang ditinjau dari hubungan dan distribusinya. A. Wujud Morfem Apabila kita membicaraka morfem, yang terbayang dalam benak kita yaitu untaian fonem atau huruf sebagai lambang fonem. Kita lupa, disamping fonem ada tanda-tanda yang lainnya. Untuk mengetahui itu, Samsuri (1982:182) yang juga dikutip oleh Prawirasumantri (1985:138) memapakan hasil penelitian para pakar terhadap bahasa-bahasa di dunia. Pada dasarnya, wujud morfem bahasa itu ada lima macam. Kelima macam tersebut berikut ini akan dipaparkan satu persatu. 1. Morfem berwujud fonem atau urutan fonem segmental. Berdasarkan hal itu, morfem dapat berwujud sebuah fonem missal: -i atau lebih dari satu fonem misalnya: ber-, makan, juang. Contoh diatas, merupakan morfem-morfem bahasa Indonesia. 2. Morfem terdiri atas gabungan fonem segmental dengan suprasegmental (prosodi). Sebagai contoh urutan fonem /bottar/ dalam bahasa Batak Toba belum mengandung pengertian yang penuh atau maknanya masih meragukan. Urutan fonem tersebut akan jelas apabila ditambah oleh tekanan pada suku pertama atau kedua, /bóttar/ atau /bottár/. Yang pertama maknanya ―darah‖ sedangkan yang kedua bermakna ―anggur‖. 3. Morfem berwujud fonem-fonem prosodi (suprasegmental). Dalam tuturan, fonem-fonem suprasegmental iniselalu bersama-sama dengan fonem segmental. Apabila ada fonem-fonem segmental bersama-sama dengan fonem supra segmental maka pengertiannya menjadi rangkap, yakni fonem-fonem suprasegmental menyatakan konsep atau pengertian yang lainnya. Morfem-morfem seperti itu banyak terdapat pada bahasa Indian Amerika dan bahasa-bahasa Afrika, yakni morfem yang berwujud suprasegmental atau prosodi nada. Sebagai missal, bahasa Mongbadi dari Kongo mempunyai morfem prosodi nada tinggi untuk menyatakan tunggal dengan tanda V, sedangkan subjek jamak dengan tanda V. perhatikanlah contoh berikut ! Subjek tunggal Subjek jamak ‗pergi‘ gwè Gwé ‗berenang‘ ηgbò ηgbó 4. Morfem berwujud gabungan fonem suprasegmental (prosodi) dengan kesuprasegmentalan (keprosodian) yakni intonasi atau kalimat. Yang lazim digunakan pada morfem ini ialah gabungan nada dengan persendian. Perhatikanlah contoh berikut ! a. 2 3 3 1 # amat Makan # ˇ b. 2 3 3 1› 15 | P a g e
# amat Makan # Nyatalah bahwa intonasi # 2 2 3 (1) # menyatakan makna berita, sedangkan # 2 2 3 2 # menyatakan makna Tanya. 5. Morfem bisa berwujud kekosongan (Tanwujud). Yang dimaksud dengankekosongan di sini yaitu bahwa morfem tersebut bermanifestasikan dengan kekosongan yang biasa disebut dengan morfen zero atau morfem tanwujud yang bisa disimbolkan Ø. Contoh dalam bahasa Sunda. (1) Bumina oge tebih = Rumahnya pun jauh. bumi = rumah -na = -nya oge = pun, juga tebih = jauh (2) Rorompok oge tebih = Rumah saya pun jauh. rorompok = rumah Ø = saya oge = pun, juga tebih = jauh Dibelakang rorompok pada kalimat nomor 2, tidak terlihat bentuk apa pun yang berarti ‗saya‘. Morfem yang menunjukkan orang pertama yang berparalel dengan –na yang berarti ‗–nya‘ seperti terlihat pada kalimat pertama, tidak hadir. Morfem yang tidak hadir itulah yang disebut dengan morfen zero. Contoh lain, lihatlah daftar berikut yang diambil dari bahasa Sieerra Aztec ! (1) nitayi ‗aku minum‘ (2) titayi ‗engkau minum‘ (3) tayi ‗dia minum‘ (4) nantayi ‗kamu minum‘ Contoh nomor 3 beitu jelas bahwa morfem ‗dia‘ ialah tanwujud. B.
Jenis-jenis Morfem Berdasarkan criteria tertentu, kita dapat mengklasifikasikan morfem menjadi berjenisjenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi yakni hubungannya dan distribusinya (Samsuri, 1982:186; Prawirasumantri, 1985:139). Agar lebih jelas, berikut ini sariannya. 1)
Ditinjau dari Hubungannya Pengklasifikasian morfem dari segi hubungannya, masih dapat kita lihat dari hubungan struktural dan hubungan posisi. a)
Ditinjau dari Hubungan Struktur Menurut hubungan strukturnya, morfem dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu morfem bersifat aditif (tambahan) yang bersifat replasif (penggantian), dan yang bersifat substraktif (pengurangan). Morfem yang bersifat aditif yaitu morfem-morfem yang biasa yang pada umumnya terdapat pada semua bahasa, seperti pada urutan putra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut tidak lain penambahan yang satu dengan yang lain. Morfem yang bersifat replasif yaitu morfem-morfem berubah bentuk atau berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu mungkin disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan jumlah. Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris. Untuk menyatakan jamak, biasanya dipergunakan banyak alomorf. Bentuk-bentuk /fiyt/, /mays/, /mεn/ masing-masing merupakan dua morfem /f…t/, /m…s/, /m…n/ dan /iy ← u/, /ay ← aw/, /ε/, /æ/. Bentuk-bentuk yang pertama dapat diartikan masing-masing ‗kaki‘, ‗tikus‘, 16 | P a g e
dan ‗orang‘, sedangkan bentuk-bentuk yang kedua merupakan alomorf-alomorf jamak. Bentuk-bentuk yang kedua inilah yang merupakan morfem-morfem atau lebih tepatnya alomorf-alomorf yang bersifat penggantian itu, karena /u/ diganti oleh /iy/ pada kata foot dan feet, /aw/ diganti oleh /ay/ pada kata mouse dan mice, dan /æ/ diganti oleh / ε/ pada kata man dan men. Morfem bersifat substraktif, misalnya terdapat dalam bahasa Perancis. Dalam bahasa ini, terdapat bentuk ajektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara ketatabahasaan. Perhatikanlah bentuk-bentuk berikut ! Betina Jantan Arti /mov εs/ /mov ε/ buruk /fos/ /fo/ palsu /bon/ /bo/ baik /sod/ /so/ panas /ptit/ /pti/ kecil Bentuk-bentuk yang ‗bersifat jantan‘ adalah ‗bentuk betina‘ yang dikurangi konsonan akhir. Jadi dapat dikatakan bahwa pengurangan konsonan akhir itu merupakan morfem jantan. Berdasarkan pernyataan di atas, kita akan berpendapat bahwa untuk ―membetinakan‖ morfem ―jantan‖ bisa dilakukan dengan cara menambahkan morfem-morfem lain. Itu bisa saja, tetapi kita harus ingat bahwa morfem tersebut mempunyai bermacam-macam alomorf. Jika diketahui bentuk jantannya, kita tidak dapat memastikan dengan tegas bentuk ―betinanya‖. Misal diketahui bentuk jantan / fraw / ‗ dingin ‗ kita tidak dapat secara tepatmematikan bahwa bentuk ‗‘ betinanya ―‖ / frawd /. Berbeda jika bentuk betinanya yang diketahui, bentuk jantannya akan dapat dipastikandengan mudah yakni menghilangkan sebuah fonem akhir, Misalnya / gras / :gemuk: merupakan bentuk betina, maka jantannya patilah / gra /. b)
Ditinjau dari Hubungan Posisi Dilihat dari hubungan posisinya, morfem pun dapat dibagi menjadi tiga macam yakni ; morfem yang bersifat urutan, sisipan, dan simultan. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila diterangkan dengan memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem lainnya. Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian yaitu / ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan yakni yang satu terdapat sesudah yang lainnya. Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat kita lihat dari kata / telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan menjadi / t…unjuk/+/-e1-/. Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada kata-kata seperti /k∂hujanan/. /k∂siaηgan/ dan sebagainya. Bentuk /k∂hujanan/ terdiri dari /k∂…an/ dan /hujan/, sedang /kesiangan/ terdiri dari /ke…an/ dan /siaη/. Bentuk /k∂-an/ dalam bahasa Indonesia merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk /k∂hujan/ atau /hujanan/ maupun /k∂siaη/ atau /sianaη/. Morfem simultan itu sering disebut morfem kontinu ( discontinous morpheme ). 2)
Ditinjau dari Distribusinya Ditinjau dari distribusinya, morem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu morfem bebas dan morem ikat. Morfem bebas ialah morfem yang dapat berdiri dalam tuturan biasa , atau morfem yang dapat berfungsi sebagai kata, misalnya : bunga, cinta, sawah, kerbau. Morfem ikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, misalnya : di, ke-, -i, se-, ke-an. Disamping itu ada bentuk lain seperti juang, gurau, yang selalu disertai oleh salah satu imbuhan baru dapat digunakan dalam komunikasi yang wajar. Samsuri ( 1982:188 )menamakan bentuk-bentuk seperti bunga, cinta, sawah, dan kerbau dengan istilah 17 | P a g e
akar; bentuk-bentukseperti di-,ke-, -i, se-, ke-an dengan nama afiks atau imbuhan; dan juang, gurau dengan istilah pokok. Sementara itu Verhaar (1984:53)berturut-turut dengan istilah dasar afiks atau imbuhan dan akar. Selain itu ada satu bentuk lagi seperti belia, renta, siur yang masing-masing hanya mau melekat pada bentuk muda, tua, dan simpang, tidak bisa dilekatkan pada bentuk lain. Bentuk seperti itu dinamakan morfem unik. Dalam bahasa-bahasa tertentu, ada pula bentuk-bentuk biasanya sangat pende yang mempunyai fungsi ―memberikan fasilitas‖, yaitu melekatnya afiks atau bagi afiksasi selanjutnya. Contoh dalam bahasa Sangsekerta, satuan /wad/ ‗menulis‘ tidak akan dibubuhi afiks apabila tidak didahului dengan pembubuhan satuan /a/ sehingga terjelma bentuk sekunder atau bentuk kedua yakni satuan /wada/ yang dapat yang dapat memperoleh akhiran seperti wadati, wadama. Bentuk /a/ seperti itu disebut pembentuk dasar. Sehubungan dengan distribusinya, afiks atau imbuhan dapat pula dibagi menjadi imbuhan terbuka dan tertutup. Imbuhan terbuka yaitu imbuhan yang setelah melekat pada suatu benda masih dapat menerima kehadiran imbuhan lain. Sebagai contoh afiks /p∂r/ setelah dibubuhakn pada satuan /b∂sar/ menjadi perbesar /p∂rb∂sar/. Satuan /p∂rb∂sar/ masih menerima afiks lain seperti /di/ sehingga menjadi /dip∂rb∂sar/. Imbuhan /p∂r/ dinamakan imbuhan terbuka, karena masih dapat menerima kehadiran afiks /di/. Sedangkan yang dimaksud dengan imbuhan tertutup ialah imbuhan atau afiks yang setelah melekat pada suatu bentuk tidak dapat menerima kehadiran bentuk lain, misalnya afiks /di/ setelah melekat pada satuan /baca/ menjadi /dibaca/ tidak dapat menerima kehadiran afiks lainnya. Afiks /di/ itulah merupakan contoh afiks atau imbuhan tertutup.
18 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 6 Konstruksi Morfologis
KONSTRUKSI MORFOLOGIS Pada bagian ini, akan ditemukan paparan tentang: 1) pengertian konstruksi morfologis; 2) derivasi dan infleksi; serta 3) endosentris dan eksosentris. A. Apa Konstruksi Morfologis Itu? Yang dimaksud dengan konstruksi morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata (Kridalaksana, 1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan morfem tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi rumit (Samsuri, 1982:195). Selanjutnya, Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua macam yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan tunggal bebas yang sekaligus merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau mengikuti morfem-morfem lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan sering pula disebut kata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan menjadi proklitik dan enklitik. Konstruksi rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, seperti ber- + juang pada berjuang; antara akar (ada pula yang menyebutnya dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + an pada makanan; antara pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat juang; pokok kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak tawa; dan antara akar + akar, seperti meja + makan pada meja makan.
B. Derivasi dan Infleksi Yang dimaksud dengan derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya, sedangkan infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan bentuk dasarnya (Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil contoh kata menggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada kalimat-kalimat berikut. 1) a. Anak itu menggunting kain. b. Anak itu gunting rambut. *) 2) a. Makanan itu sudah basi. b. Makan itu sudah basi. *) 3) a. Kami mendengar suara itu. b. Kami dengar suara itu. 4) a. Saya membaca buku itu. b. Saya baca buku itu. Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa 19 | P a g e
konstruksi menggunting dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan. Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak, konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh infleksi. C.
Endosentris dan Eksosentris Endosentris ialah konstruksi morfologis yang salah satu atau semua unsurnya mempunyai distribusi yang sama dengan konstruksi tersebut, sedangkan konstruksi eksosentris ialah unsur-unsurnya tidak sama dengan konstruksi tersebut (Samsuri, 181:200; Prawirasumantri, 1986:19). Endosentris dan eksosentris dalam tatanan morfologi terdapat pada kata majemuk sedangkan dalam tatanan sintaksis terdapat pada frase. Agar pengertian endosentris dan eksosentris lebih terpahami perhatikan contoh berikut ! 1. a. Rumah sakit itu baru dibangun. b. Rumah itu baru dibangun. 2. a. Mereka mengadakan jual beli. b. Mereka mengadakan jual. *) c. Mereka mengadakan beli. *) Dengan mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita dapat menyimpulkan bahwa konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama dengan dengan salah satu unsurnya, yaitu rumah. Pada kalimat 2a ada konstruksi jual beli. Kedua unsurnya yakni jual dan beli tidak memilki distribusi yang sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan merupakan kalimat bahasa Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat seperti itu. Konstruksi rumah sakit merupakan contoh endosentris, sedangkan konstruksi jual beli merupakan contoh eksosentris.
20 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 7 Proses Morfologis
PROSES MORFOLOGIS Pada bagian ini, akan ditemukan paparan tentang: 1. pengertian proses morfologi; 2. macam-macam proses morfologis pada bahasa-bahasa di dunia; 3. afiksasi bahasa Indonesia; 4. reduplikasi bahasa Indonesia; dan 5. komposisi bahasa Indonesia. A.
Proses Morfologis, Apa Itu ? Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan yang lain (Samsuri, 1982:190). Atau, proses yang dialami bentuk-bentuk lingual dalam menyusun kata-kata (Ahmadslamet, 1982:58). Lebih jelas, proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya (Ramlan, 1983:44). Perhatikanlah satuan-satuan berikut! perumahan rumah rumah-rumah rumah makan Dari skema di atas terlihatlah dengan jelas bahwa bentuk dasar rumah bisa menghasilkan kata-kata baru perumahan, rumah-rumah, dan rumah makan. Kata perumahan dihasilkan dengan cara melekatkan afiks per-an pada bentuk dasar rumah, kata rumah-rumah dihasilkan dengan cara mengulang bentuk dasar rumah, dan kata rumah makan dengan cara menggabungkan bentuk dasar rumah dengan makan. Proses pelekatan afiks, pengulangan bentuk dasar, dan penggabungan bentuk dasar dengan bentuk lain sepetti itulah merupakan contoh proses morfologis. Jadi proses morfologis dapat dilakuakn dengan berbagai cara.
B.
Macam-macam Proses Morfologis Samsuri (1982:190) menuliskan bahwa proses morfologis itu ada lima macam, yakni: (1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) perubahan intern, (4) suplisi, dan (5) modifikasi kosong. Sedangkan Verhaar (1984:64) dan Ramlan (1983:46) menambahkan satu lagi yaitu komposisi atau pemajemukan. Keenam proses morfologis tersebut terjadi pada bahasa-bahasa yang ada di dunia. Pada bagian ini, penulis hanya akan memaparkan kilas. Sedangkan pada bagian lain, akan dipaparkan secara rinci yakni proses morfologis yang ada pada bahasa Indonesia. Agar lebih jelas, secara sekilas akan dipaparkan satu persatu. 1) Afiksasi Afiksasi atau proses pembubuhan imbuhan ialah pembentukan kata dengan cara melekatkan afiks pada bentuk dasar. Hasil afiksasi disebut kata berafiks atau kata berimbuhan. Contohnya: ber- pada berkembang, -el- pada telunjuk, -an pada lemparan, dan per-an pada perjanjian. Paparan lebih rinci akan dibahas pada afiksasi bahasa Indonesia. 2) Reduplikasi 21 | P a g e
Reduplikasi ialah proses pembentukan kata dengan cara suatu bentuk dasar. Proses morfologis semacam ini merupakan salah satu cara pembentukan kata yang paling banyak pada bahasa-bahasa di dunia. Sebagai contoh: buku menjadi buku-buku, bali menjadi bolabali (bahasa Jawa), adanuk menjadi adadanuk ‗panjang‘ (bahasa Agta). Paparan reduplikasi ini juga lebih jauh dan rinci akan dibahas pada reduplikasi bahasa Indonesia. 3) Perubahan Intern Perubahan intern ialah pembentukan kata dengan cara mengubah struktur fonem dasar sehingga menghasilkan bentuk baru, sebagai contoh perhatikanlah satuan-satuan berikut! Tunggal Jamak Arti /fut/ /fiyt/ ‗kaki‘ /mæn/ /mεn/ ‗laki-laki‘ Waktu Sekarang /ran/ /teyk/
Waktu Lampau /ræn/ /tuk/
Arti ‗lari‘ ‗mengambil‘
Bentuk jamak (kata benda) maupun waktu lampau (kata kerja) tidak dapat kita ambil bagian mana yang menyatakan makna tersebut. Namun dari contoh di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa yang menyatakan makna jumlah ialah perubahan /u/ menjadi /iy/ dan /æ/ menjadi /δ/ pada kata foot menjadi feet dan man menjadi men atau /a/ menjadi /æ/ dan /ey/ menjadi /u/ pada kata run menjadi ran atau teek menjadi took. Oleh karena itu, proses morfolois seperti itu disebut perubahan intern (intern modification). 4) Suplisi Suplisi merupakan salah satu proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk yang sama sekali baru. Bentuk dasar dan bentuk turunannya tidak terdapat persamaan sedikitpun. Untuk contoh ini, kita ambil dari bahasa Inggris. Waktu Kini Waktu Lampau Arti /gow/ /wεnt/ ‗pergi‘ /æ/ /w∂z/ ‗adalah‘ Dari dua contoh di atas kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa bentuk go dan am untuk waktu kini (sekarang) berubah menjadi went dan was untuk menyatakan waktu lampau. Bentuk lampau tersebut seoolah-olah bukan perubahn dari bentuk kini, seolah-olah begitulah adanya. Proses morfologis seperti itu dinamakan suplisi. 5) Modifikasi Kosong Komposisi atau pemajemukan adalah proses pembentukan kata dengan cara menggabungkan dua buah bentuk atau satuan dasar(bentuk asal) atau lebih. Sebagai contoh perhatikanlah bentuk-bentuk berikut. flower + sun sunflower mata + sapi mata sapi (telur) Masalah komposisi ini akan lebih terinci dipaparkan pada komposisi dalam bahasa Indonesia. Setelah macam-macam proses morfologis dipaparkan secara sekilas, berikut ini akan dipaparkan secara sekilas, berikut ini akan dipaparkan proses morfologis yang ada dalam bahasa Indonesia secara terinci. Proses morfologis yang dimaksudkan ialah afiksasi (proses pembubuhan afiks), reduplikasi (proses pengulangan), dan komposisi (proses pemajemukan).
22 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 8 Afiksasi dalam Bahasa Indonesia
Afiksasi dalam Bahasa Indonesia Afiksasi sering pula disinonimkan dengan proses pembubuhan afiks. Seperti telah dijelaskan, afiksasi merupakan salah satu proses morfologis. Afiksasi dalam bahasa Indonesia sangat memegang peranan penting. Hal itu didasarkan pada suatu kenyataan, bahwa bahasa Indonesia termasuk rumpun bahasa aglutinatif. Afiksasi yaitu penggabungan akar (istilah lain untuk morfem bebas) atau pokok kata dengan afiks (Samsuri, 1982:190). Namun Ramlan (1983:47) lebih lanjut menyebut afiksasi itu sebagai pembubuhan afiks pada suatu satuan (bentuk), baik tunggal maupun kompleks untuk membentuk kata. Hasil afiksasi disebut kata berafiks atau kata berimbuhan. Lubis (1954:39) dan Anshar (1969:9) menyebutkan dengan istilah kata bersambungan. Dari dua pernyataan di atas, kita dapat mengambil satu perbedaan pengertian yang dilontarkan oleh Samsuri dan Ramlan. Perbedaan bukan terletak pada peristiwa afiksasinya, tetapi terletak pada bentuk dasarnya. Samsuri menyebutkan bahwa bentuk dasar yang dilekati afiks berupa akar (bentuk tunggal bebas atau morfem bebas) dan pokok kata, sedangkan Ramlan, menyebutnya bentuk tunggal maupun kompleks. Dalam hal ini, penulis sependapat dengan Ramlan, bahwa pada dasarnya afiksasi dalam bahasa Indonesia.tidk ahanya dibentuk dari bentuk dasar yang bermorfem tunggal, tetapi bisa pula bentuk kompleks. Agar lebih jelas perhatikanlah korpus berikut. Bentuk Dasar Tunggal peNtemu peN-an tampil per-an ber-an makan di-kan (?) meN-kan (?) Afiks
Kompleks tanggung jawab pakaian berhenti satu padu ke samping
Hasil penemu penampilan pertanggungjawaban berpakaian makanan diberhentikan menyatupadukan mengesampingkan
Dengan memeprhatikan contoh yang berada dalam korpus, nyatalah bahwa bentuk dasarkata berafiks bahasa Indonesia mungkin berupa bentuk tunggal (temu, tampil, makan), mungkin kompleks (tanggung jawab, pakaian, berhenti, satu padu, ke samping). Bentuk dasar kata berafiks mungkin berupa: morfem bebas atau istilah Samsuri akar, seperti makan, mungkin berupa pokok kata seperti juang; mungkin berupa kata berafiks seperti pakaian, berhenti; mungkin gabungan kata seperti tanggung jawab; atau mungkin frase seperti ke samping. Berdasarkan kenyataan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa afiksasi atau pembubuhan afiks ialah pembentukan kata baru dengan carameletakkan afiks atau imbuhan pada suatu bentuk dasar, baik bentuk tunggal maupun kompleks. Proses afiksasi dalam bahasa Indonesia, dibedakan menjadi empat macam. Pertama, proses pelatakkan afiks di muka bentuk dasar yang bisa disebut prefiksasi (prefixation; proses pembubuhan awalan); contoh: ke- + kasih menjadi kekasih. Kedua, proses pelatakkan afiks di tengah-tengah bentuk dasar yang biasa biasa disebut infiksasi (infixation; proses pembubuhan 23 | P a g e
sisipan); contoh –el- + tunjuk menjadi telunjuk. Ketiga, proses peletakkan aiks pada akhir bentuk dasar yang biasa disebut sufiksasi (suffxation; proses pembubuhan akhiran); contoh: an + genang menjadi genangan. Keempat, proses pembubuhan afiks dengan cara membubuhkan afiks di awal dan di akhir (mengapit) bentuk dasar sekaligus disebut konfiksasi ambifikasi (konfixation; ambifixation; proses pembubuhan imbuhan gabungan), seperti: ke-an + mati menjadi kematian (Verhaar, 1984:60). 1)
Afiks atau Imbuhan Jika kita membicarakan afiksasi, maka kita tidak bisa memisahkannya dengan afiks atau imbuhan itu sendiri. Artinya, pembicaraan afiksasi atau proses pengimbuhan harus selalu diikuti oleh pembicaraan afiks atau imbuhan itu sendiri. Keraf (1982:93) menyebutnya, hubungan keduanya seperti ikan dengan air. Pada bagian terdahulu, telah dijelaskan bahwa afiks disebut bentuk ikat secara morfologis (baca kembali bentuk bebas dan bentuk ikat). Ahmadslamet (1981:59) mendefinisikan afiks sebagai satuan atau bentukan yang merupakan morfem ikat yang selalu hadir dengan keadaan bergabung dengan bentukan lainnya dalam membentuk bentukan lainnya yang lebih besar. Afiks ialah satuan (ter-)ikat yang dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan lain untuk membentuk kata.untuk menjelaskan pengertian di atas, perhatikanlah contoh berikut! Afiks Bentuk Dasar Kata Berafiks berjalan berjalan ditendang ditendang -an kunjung kunjungan -i duduk duduki -kan masuk masukkan -eltapak telapak peN-an nanti penantian Berdasarkan tebel di atas jelas terlihat bahwa afiks (ber-, di-, -an, -i, -kan, -el-, peNan; dan banyak lagi) kalau berdiri sendiri tidak mempunyai arti apa-apa. Bentuk tersebut (afiks) tidak dapat beriri sendiri dalam tuturan biasa. Afiks baru mempunyai arti atau makna jika mereka digabungkan pada bentuk lain seperti terlihat pada korpus di atas. Dapat dilihat pada korpus di atas, afiks berfungsi membentuk kata-kata baru. Bahkan menurut Ramlan, afiks pun selain membentuk kata, juga membentuk pokok kata seperti pada duduki dan masukkan. Oleh karena itu ada pula yang menyebut bentuk-bentuk seperti itu dengan istilah pokok kata kompleks. Ahmadslamet (1982:90) tidak sependapat dengan istilah pokok kata untuk contoh seperti itu sebab pokok kata diartikan sebagai morfem ikat. Bentukbentuk seperti itu bisa hadir dalam tuturan biasa atau dalam kalimat secara bebas, seperti: ―Buku itu sudah saya masukkan ke dalam tas.‖ Atau ―Jangan anda duduki kursi itu.‖. bentuk seperti itu beliau namakan kata kerja yang memiliki cirri khusus. Ada bentuk lain yang mirip afiks seperti di-, ke-, dari, -lah pada di pinggir (jalan), ke sudut, dari kota, makanlah; juga bentuk-bentuk seperti: ku-, -ku, -mu, -nya, -isme pada kutarik, bajuku, dagumu, hidungnya, patriotisme. Golongan pertama disebut morfem ikat secara sintaksis dan yang kedua disebut klitik. Coba kaji ulang bahasan bentuk bebas dan bentuk ikat 2.4. Berdasarkan paparan di atas, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa afiks atau imbuhan merupakan bentuk satuan terikat yang jika dilekatkan pada bentuk dasar akan mengubah makna bentuk tersebut.
24 | P a g e
2)
Macam-macam Afiks Afiks dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-macam. Hal itu akan sangat bergantung pada segi tinjauannya. Macam afiks dapat ditinjau dari posisi atau letaknya, asalnya, serta produktif tidaknya. a)
Macam Afiks Ditinjau dari Letaknya Dari letak atau posisi melekatnya, afiks dapat dibagi menjadi empat macam yaitu prefiks atau awalan, infiks atau sisipan, sufiks atau akhiran, dan konfiks atau imbuhan gabungan (ada pula yang menyebutnya ambifiks, imbuhan ganda). Prefiks atau awalan ialah afiks atau imbuhan yang dilekatkan pada awal bentuk dasar. Infiks atau sisipan yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan di tengah-tengah bentuk dasar. Sufiks atau akhiran yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan sesudah bentuk dasar. Konfiks atau imbuhan gabungan yaitu afik atau imbuhan yang mengapit bentuk dasar dengan cara melekat secara bersama-sama yang membentuk satu fungsi dari satu arti. Untuk dapat mengetahui afiks-afiks bahasa Indonesia secara jelas, lihatlah korpus berikut. Prefiks meNBer-b dipeNpeperseketeramahapara pra-
Infiks -el-er-em-
Sufiks -kan -an -i -nya -wan -man -wati -is
Konfiks meN-kan ber-an ber-kan se-nya per-an peN-an di-kan ke-an meN-i
b)
Macam Afiks Ditinjau dari Asalnya Ditinjau dari asalnya, afiks bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu afiks asli dan afiks dari bahasa asing. Afiks asli ialah afiks-afiks yang emmang merupakan bentukan atau afik dari bahasa Indonesia itu sendiri, sedangkan afiks asing ialah afiks yang berasal atau hasil pungutan dari bahasa asing yang kini telah menjadi bagian sistem bahasa Indonesia. Untuk menyatakan suatu afiks bahasa asing telah diterima menjadi afiks bahasa Indonesia, apabila afiks tersebut sudah mampu keluar dari lingkungan bahasa asing dan sanggup melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia. Ramlan (1983:52) memberikan gambaran afiks –in dan –at pada kata muslimin dan muslimat merupakan afiks bahasa Arab, belum dapat digolongkan ke dalam afiks bahasa Indonesia, meskipun di samping muslimin dan muslimat ada bentuk muslim. Namun demikian, kedua afiks tersebut belum mampu melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia lainnya. Kedua afiks tersebut hanya mampu melekat pada bentuk dasar bahasa Arab. Berbeda dengan afiks maha- yang berasal dari bahasa Sangsekerta misalnya, ia mampu melekatkan diri pada bentuk-bentuk dasar bahasa Indonesia seperti: murah, besar, adil, bijaksana, pengasih, pengampun, guru, siswa. Afiks-afiks yang berasal dari bahasa asing dapat kita kelompokan: pra-, para-, wan, -wati, -man, a-, -is, -nda/-da. Afiks-afiks sepeti: meN-, ber-, di-, peN-, pe-, per-, se-, ke-, ter-, -el-, -er-, -em-, -kan, -an, -i, -nya, meN-kan, meN-i, ber-an, ber-kan, se-nya, peN-an, per25 | P a g e
an, di-kan, ke-an merupakan afiks-afiks asli bahasa Indonesia. c)
Macam Afiks Ditinjau dari Produktifitasnya Jika kita perhatikan afiks-afiks yang telah yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, ada afiks terbatas sekali penggunaannya dan ada yang memiliki kemampuan melekat pada satuan lain yang lebih besar. Afiks –da, misalnya, hanya melekat secara terbatas pada bentukbentuk yang menyatakanmakna kekeluargaan, seperti: ayahanda, ibunda, pamanda, adinda, kakanda. Contoh lain afiks-afiks –el-, -er-, dan –em- hanya melekat pada bentuk-bentuk yang sudah ada, tidak mampu menghasilkan bentuk atau kata-kata baru. Di lain pihak seperti afiks meN-, secara distributive mampu menghasilkan kata-kata baru begitu produktif, seperti terlihat pada kata-kata, melayar, melebar, melangkah, menjadi, membengkak, membisu, menjawab, mencabik-cabik, mengangkat, mengangkut, menyanyi, menyapu, menyisir, menghunus, mengintai, mengebom, mengecat, mengetik, dan banyak lagi. Golongan afiks yang pertama disebut afiks yang improduktif, sedangkan golongan yang kedua afiks yang produktif. Berdasarkan contoh di atas, dapatlah disimpulkan bahwa afiks improduktif ialah afiks yang tidak distributive, yang tidak memiliki kemampuan untuk melekatkan diri pada bentuk lain yang lebih banyak, terbatas pada satuan-satuan tertentu, sedangkan afiks produktif merupakan kebalikan afiks improduktif ialah afiks yang distributive yang besar kesanggupannya melekatkan diri pada morfem-morfem lain lebih banyak. Ramlan (1983:55) menyatakan afiks-afiks pra-, a-, -el-, -er-, -em-, -is, -man, dan -wi merupakan afiks-afiks yang improduktif. Afiks-afiks yang tergolong produktif yaitu peN-, meN-, ber-, di-, ke-, ter-, per-, se-, maha-, para-, -kan, -an, -i, -wan, meN-kan, ber-kan, peran, peN-an, di-kan, ke-an, ber-an, se-nya.
26 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 10 Reduplikasi atau Proses Pengulangan dalam Bahasa Indonesia
Reduplikasi atau Proses Pengulangan dalan Bahasa Indonesia Proses pengulangan atau reduplikasi merupakan proses morfo1ogis yang banyak terjadi pada bahasa-bahasa di dunia. Reduplikasi ialah proses pengulangan bentuk yang terjadi pada keseluruhan bentuk dasar atau sebagian saja, mungkin diikuti oleh variasi fonem atau pun tidak. Bentukan yang terjadi dari hasil reduplikasi disebut kata ulang (Ahmadslamet, 1980:61; Pamlan,1983:55) sedangkan bentuk (satuan) yang diulang disebut bentuk dasar (Ramlan, 1983:55). Sebagai gambaran untuk mempertegas definisi di atas, perhatikan korpus di bawah ini. Bentuk Dasar Kata Ulang duduk duduk-duduk berjalan berjalan-jalan anak anak-anakan lauk lauk pauk 1)
Masalah Bentuk Dasar Kata Ulang Kalau kita tinjau berbagai buku tata bahasa, di antara mereka terdapat perbedaan dalam mengklasifikasikan atau membagi-bagi kata. Sebagai contoh, kata berjalan-jalan oleh Gorys Keraf (1982:120) dan Alisahbana (l954:68) dimasukan ke dalam macam kata ulang berimbuhan, sedangkan Slametmulyana (1957:38), Ramlan (1983:57), dan Ahmadslamet (1982:61) menggolongkannya ke dalam kata ulang sebagian. Perbedaan pengklasifikasian atau penggolongan sperti di atas disebabkan oleh bedanya sistem konsepsi (Parera, 1980:40). Keraf dan Aliisjahbana berdsarkan pada konsepsi kata dasar, sedangkan Slametulyana, Ramlan, dan Ahmadslamet. berlandaskan pada bentuk dasar. Kata dasar merupakan istilah dalam tata bahasa tradisional yang maknanya hampir sama dengan bentuk bebas yakni kata yang belum mengalami perubahan atau penambahan. (Alisahbana, 1954:6). Umumnya kata dasar bahasa Indonesia dan juga semua bahasa yang sekeluarga dengan bahasa Indonesia terjadi dari dua suku kata (Keraf,1982:51) . Dengan berbedanya konsepsi dalam membahas pengulangan, maka jelaslah hasilnya pun akan berbeda. Berdasarkan hasil teori, saya cenderung terhadap pendapat yang menggunakan bentuk dasar sebagai konsepsi penggolongan pengulangan. Dengan perkataan lain, bentuk dasar pengulangan mungkin merupakan bentuk (satuan) yang bermorfem tunggal mungkin pula jamak. 2)
Menentukan Bentuk Dasar Kata Ulang Untuk mementukan bentuk dasar suatu kata ulang, Ramlan, (1983:57) rnenggunakan dua prinsip. Kedua prinsip tersebut ialah: 1) Reduplikasi (pengulangan) pada dasarnya tidak mengubah golongan atau jenis kata. Dengan berpegang pada prinsip tersebut dapatlah ditentukan jika kata ulang itu termasuk jenis kata kerja, maka bentuk dasarnya pun kata kerja. Jika kata ulang tersebut termasuk kata benda, maka bentuk dasarnya pun kata benda. Perhatikan contoh-contah 27 | P a g e
berikut! berkata-kata (k. kerja): bentuk dasarnya berkata (kata kerja) bukan kata (kata benda) gunung-gunung (k. benda): bentuk dasarnya gunung (kata benda) kemerah-merahan (k. sifat): bentuk dasarnya merah (k. sifat ) melemparkan (k. kerja): bentuk dasarnya melempar (k. kerja) pemikiran-pemikiran (k. benda) : bentuk dasarnya pemikiran (k. benda) 2) Bentuk dasar kata ulang selalu berupa bentuk (satuan) yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Contohnya: mempertahan-tahankan : bentuk dasarnya mempertahankan bukan memertahan karena tidak terdapat di dalam pemakaian bahasa rnengata-ngatakan : bentuk dasarnya mengatakan berdesak-desakkan : bentuk dasarnya berdesakkan Pada kata ulang menulis-nuliskan, ada dua kemungkinan sebagai bentuk dasarnya. Pertama bentuk dasarnya mungkin menulis diulang menjadi menulis-nulis, setelah itu mendapat afiks -kan menjadi menulis-nuliskan. Kedua, bentuk dasarnya mungkin menuliskan diulang menjadi menulis-nuliskan. 3)
Macam-macam Pengulangan Pengulangan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi empat macam. Pembedaan ini ditinjau dari cara mengulang suatu bentuk dasarnya. Berikut ini paparan keempat macam pengulangan tersebut. 1. Pengulangan Utuh atau Pengulangan Seluruhnya Pengulangan utuh atau pengulangan seluruhnya yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan juga tidak berkombinasi dengan proses afiksasi. Hasilnya disebut kata ulang seluruhnya atau kata ulang utuh, istilah Keraf (1982:119) dwilingga, sedangkan Parera (1982:52) menyebutnya bentuk ulang simetris. Contohnya: tong → tong-tong buku → buku-buku kebaikan → kebaikan-kebajkan pembangunan → pembangunan-pembangunan 2) Pengu1angan Sebagian Pengulangan sebagian ialah proses pembentukan kata dengan cara mengulang sebagian bentuk dasarnya, Perhatikanlah contoh berikut! tamu → tetamu laki → lelaki ditarik → ditarik-tarik dilemparkan → dilempar-lemparkan tumbuhan → tumbuh-tumbuhan Berdasarkan contoh-contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa pengulangan sebagian pada bentuk dasar bermorfem tunggal, yang diulang hanya suku kata awalnya (lelaki, tetangga). Vokal suku kata yang diulang mengalami pelemahan dan bergeser ke posisi tengah menjadi é pepet (contoh lain: luasa menjadi leluasa; luhur menjadi leluhur). Pengulangan sebagian yang, bentuk dasarnyab bentuk kompleks, cenderung hanya mengulang bentuk asalnya (ditarik-tarik, dilempar-lemparkan, tumbuh-tumbuhan, yang diulang tarik, lempar, tumbuh). 28 | P a g e
Parera (1982:53) memperkenalkan istilah lain, yaitu bentuk ulang regresif dan bentuk ulang progresif. Pengertian itu akan menjadi jelas dengan melihat korpus berikut. Bentuk Ulang Regresif dorong − sepak − tolong −
Bentuk Dasar mendorong menyepak menolong mendorong menyepak terbatuk berbeda berganti perlahan pertama
Progresif
− − − − − − −
dorong nyepak batuk beda ganti lahan tama
Jadi apakah bentuk ulang regresif dan bentuk ulang progresif? Sebuah bentuk ulang disebut bentuk ulang regresif, jika dalam bentuk ulang tersebut dapatt ditemukan atau tampak ―dasar kata‖ (bentuk asal, pen.). Sedangkan bentuk ulang progresif adalah sebuah bentuk ulang yang mengulang sebagian bentuk dasar dan bentuk itu terikat kepada bentuk dasar. Tampak jelas dari contoh-contoh di atas, bentuk dasar yang berafiks meN- pada umumnya mengalami bentuk ulang regresif dan kadang-kadang progresif. Bentuk dasar yang berafiks ter-, ber-, dan per- pada umumnya mengalami bentuk ulang progresif (Parera, 1982:53). Pada bentuk ulang regresif, tampaklah bahwa bentuk dasar yang diulang letaknya di belakang ―morfem ulang‖, sedangkan bentuk ulang progresif bentuk dasar yang diulang terletak di depan ―morfem ulang‖. 3) Pengu1anan Serempak dengan Afiksasi Pengulangan golongan ini dilakukan dengan cara mengulang seluruh bentuk dasar sekaligus dengan afiksasi dan bersama-sama mendukung satu fungsi dan satu arti. Misalnya kata anak-anakan. Berdasarkan prinsip ke-2, yang menyatakan bahwa ‖bentuk dasar kata ulang merupakan satuan atau bentuk yang terdapat dalam bahasa,‖ kita dapat menentukan bahwa bentuk dasarnya anak, bukan anakan. Anakan tidak terdapat dalam penggunaan bahasa Indonesia, Berdasarkan penjelasan di atas, kita mencoba mencari proses terbentuknya kata anakanakan. Pertama bentuk dasar anak-anakan mungkin anak-anak, lalu mendapat imbuhan menjadi anak-anakan. Kedua bentuk dasar anak-anakan bentuk dasarnya anak diulang dengan mendapat afiks -an sekaligus. Berdasarkan faktor arti, alternatif pertama tidaklah mungkin. Pengulangan anak menjadi anak-anak mempunyai makna atau arti banyak, sedangkan pada kata anak-anakan makna tersebut tidak ada. Yang ada adalah arti atau makna ‗menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar‘. Jelaslah bahwa satu-satunya alternatif ialah kata anak-anakan terbentuk dari bentuk dasar anak yang diulang serempak dengan melekatnya afiks –an. Contoh lainnya lihatlah berikut ini! kereta → kereta-keretaan hijau → kehijau-hijauan cantik → secantik-cantiknya Dengan melihat contoh di atas, Prawirasumantri (1986:7) merumuskan reduplikasi serempak dengan afiksasi tiga macam yaitu: (1) R-an (Peduplikasi + afiks -an), (2) ke-an (Reduplikasi + afiks ke-an), dan (3) se-R-nya (Peduplikasi + afiks se-nya). 29 | P a g e
4) Pengulangan dengan Perubahan Fonem Pengulangan dengan perubahan fonem ialah pengulangan seluruh bentuk dasar dengan disertai adanya perubahan fonem bentuk dasar yang diulangnya, baik vokal maupun konsonan. Perhatikan contoh berikut! gerak → gerak-gerik serba → serba-serbi lauk → lauk-pauk ramah → ramah-tamah sayur → sayur-mayur Parera (1982:55) menyebutnya dengan istilah lain yaitu bentuk ulang vokal dan bentuk ulang konsonan. Beliau meninjau dari segi struktur. Bentuk ulang vokal ialah pengulangan terhadap vokal-vokal bentuk dasar sedangkan bunyi-bunyi konsonan mengalami variasi atau berselisih dengan bunyi-bunyi konsonan bentuk dasar. Bentuk ulang konsonan sebaliknya dan bunyi ulaing vocal yaitu pengulangan konsonan-konsonan dan bentuk dasar dan bunyi-bunyi vokal mengalami variasi atau berselisih dengan bunyi-bunyi vokal bentuk dasar. Agar pengertian tersebut jelas, perhatikan contoh-contoh berikut. Bentuk Ulang Bunyi yang Bentuk Dasar Diulang Vokal Konsonan serba − serba-serbi s, r, b warna − warna-warni w, r, n balik − bolak-balik b, l, k gerak − gerak-gerik g, r, k ramah ramah-tamah − a, a lauk lauk-pauk − a, u cerai cerai-berai − e, ai tegap tegap-begap − e, a Dapatlah dilihat bahwa penggolongan ini melihat apa yang diulang. Empat contoh pertama menunjukkan bahwa yang diulang adalah bunyi-bunyi konsonan, bentuk ulangnya disebut bentuk ulang konsonan, (yang diulang adalah a, r, b pada serba-serbi, w, r, n pada warna-warni, b, 1, k pada bolak-balik, g r, k pada gerak-gerik), sedangkan empat contoh berikutny memperlihatkan bahwa yang diulangnya adalah vokal-vokal bentuk dasar, itu termauk bentuk ulang vokal (yang diulangnya ialah: a, a pada ramah-tamah, a, u pada 1aukpauk, e, ai pada cerai—berai, dan e, a pada tegap-begap). 4)
Bentuk-bentuk Lain yang Mirip Kata Ulang Pada suatu malam, ada seseorang yang berteriak, Maling! Maling! atau Kebakaran! Kebakaran!. Ada seoran pedagang mengucapkan, ―Pisang! Pisang! Kacang ! Rokok! Rokok!. Dengar pula nyanyian, ―Boleh, boleh, boleh, dipandang, asal jangan, jangan dipegang!‖. Jika dilihat secara sekilas, bentuk-bentuk di atas tampaknya sama dengan kata ulang (Parera menyebutnya bentuk ulang). Memang secara struktur, bentuk-bentuk tersebut dapat dikembalikan pada bentuk dasar masing-masing, akan tetapi ada kaitan rnakna di antara unsur-unsurnya. Dalam hal ini kata-kata yang diulang ini mempunyai otonomi sendirisendiri. Hubungan makna unsur-unsur yang diulang itu tidak ada. Bentuk-bentuk seperti itulah yang kadang-kadang membuat kita tersesat. Bentuk-bentuk itu terdiri atas beberapa kata, berbeda dengan kata ulang termasuk satu kata. Bentuk-bentuk itu disebut ulangan kata. Perhatikan pula bentuk-bentuk seperti: cumi-cumi, lobi-lobi, ani-ani, kupu-kupu. Bentuk-bentuk ini pun tampaknya seperti kata ulang. Namun kalau kita kaji lebih jauh, bentuk-bentuk seperti ini tidak mempunyai bentuk dasar. Cumi, lobi, ani, kupu tidak ada 30 | P a g e
dalam penggunaan bahasa, oleh karena itu tidak mungkin merupakan bentuk dasar. Bentukbentuk seperti teramasuk kata dasar atau kata yang bermorfem tunggal. Bentuk lain yang sering dikacaukan dengan kata ulang antara lain bentuk-bentuk seperti: simpang-siur, sunyi-senyap, lalu-lalang, beras-petas. Effendi (1958:44), misalnya menyebutkan bentuk-bentuk seperti itu termasuk kata ulang berubah bunyi. Kalau kita menyebutkan bentuk-bentuk seperti itu kata ulang, mungkinkah siur, senyap, lalang, dan petas masing-masing perubahan dan simpang, sunyi, lalu, dann beras? Perubahan-perubahan seperti itu sukar dijelaskan dan secara deskriptif hal itu tidak mungkin. Oleh karena itu, Ramlan (1983:51) menggolongkan bentuk-bentuk seperti itu masuk kata majemuk yang salah satu unsurnya berupa morfem unik, yakni morfem-morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu bentuk tertentu .
31 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 11 Komposisi atau Pemajemukan dalam Bahasa Indonesia
Komposisi atau Pemajemukan dalam Bahasa Indonesia Pembicaraan tentang kata majemuk dan pemajemukan sampai sekarang belum pernah memuaskan semua pihak. Faktor-faktor yang terlibat di dalamnya tidak selalu dapat dijelaskan secara kebahasaan. Di antara penulis tata bahasa, ada yang mencoba menjelaskannya dari sudut arti yang dikandungnya, ada pula yang rnencoba menjelaskan dari segi struktur dengan menentukan ciri-cirinya (Ahmadslamet, 1982:65), bahkan ada pula yang menggabungkan kedua segi tinjau tersebut. Kalau kita membaca buku-buku tata bahasa, lebih terlihat adanya pertentangan tentang pembahasa pemajemukan dan tata majemuk. Golongan pertama yang rnengatakan bahwa kata majemuk itu ada dalam bahasa Indonesia seperti Slametmulyana (1957) dalam bukunya Kaidah Bahasa Indonesia II, St. Takdir Alisyahbana (1953) dalam bukunya Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia Jilid II, Gorys Keraf (1982) dalam bukunya Tata Bahasa Indonesia untuk SLA, dan Ramlan (1983) dalam bukunya Ilmu Bahasa Indonesia, Morfologi, Suatu Tinjauan Deskritif. Golongan kedua, A.A. Fokker (1972) dalam Sintaksis Indonesia terjemahan Jonhar dan Jos Daniel Parera dalam bukunya Pengantar Linguistik Umum Bidang Morfologi Seri B (Parera, 1980:59). Yang tidak setuju mengemukakan argumentasi bahwa konsep yang diberikan terhadap penamaan kata majemuk tidak sesuai dengan contoh-contoh fakta kebahasaan yang dikemukakan. Contoh-contoh yang diajukan tidak mendukung definisi kata majemuk yang berbunyi, ―gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan.dan menimbulkan pengertian baru‖. Contohnya kamar mandi dan semangat juang, tidak memperlihatkan adanya kesatuan baik secara struktur maupun semantis. Secara struktur di antara kata-kata tersebut sebenarnya masih dapat disisipkan kata-kata lain. Di antara kamar mandi masih dapat disisipkan kata untuk sehingga menjadi kamar untuk mandi, pada semangat juang dapat disispkan bentuk-bentuk dalam dan bentuk ber- sehingga menjadi selamat dalam berjuang. Secara semantis, gabungan kamar mandi dan semangat juang tidak memperlihatkan adanya makna yang benar-benar baru yang benar-benar berbeda dengan makna dasar unsurunsurnya. Pada gabungan kamar mandi masih terasa makna kamar dan pada semangat juang masih tarkandung makna semangat (Sitindoan, l984:99). Parera (1980:60) mengemukakan alasan lain, ditilik dari segi definisi terlihat adanya kontadiksi dalam definisi tersebut. Yang dimaksud oleh beliau yakni satu kata yang terdiri dari dua kata atau lebih. Secara matematis, 1+1 = 1 atau 1+1+1 = 1. Dalam hal ini, definisi tersebut kekurangan satu konsep yang lain yaitu konsepsi kata. Satu kata ditambahi satu kata yang nilainya sama pastilah hasilnya dua kata, dan bukan satu kata seperti definisi, ―kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung satu pengertian‖. Keberatan lain yang dikernukakan Parera terhadap pendapat yang ada yaitu dalam membahasa kata majemuk bahasa Indonesia, terdapat pencampuradukan aspek makna dan aspek bentuk dalam satu definisi, karena pada akhirnya aspek makna yang akan menjadi pedoman dan dominan dalam analisis bahasa kita. Itu berbahaya. Di sini, penulis tidak akan mempertentangkan dua golongan secara mendetail. Terlepas dan setuju atau tidaknya ada kata majemuk dalam bahasa Indonesia, penulis akan 32 | P a g e
mengernukakan pendapat yang menyetujui adanya pendapat kata majemuk dalam bahasa Indonesia. Hal ini penulis lakukan karena pendapat ini banyak dikutip dan dipergunakan sebagai pedoman bahan pengajaran di sekolah-sekolah. Berikut ini, penulis akan memaparkan pendapat Ramlan (1983), yang ditunjang oleh Prawirasumantri (1986), Ahmadslamet (I982), dan Badudu (1976). 1)
Pengertian Pemajemukan dan Kata Majemuk Pemajemukan yaitu proses morfologis yang berupa perangkaian (bersama-sama) dua buah bentuk dasar (bentuk asal) atau lebih yang menghasilkan satu kata (Prawirasumantri, 1986:10), Hasil proses pemajemukan disebut kata majemuk, Ramlan (1983:67) mendefinisikan kata majemuk yakni kata yang terdiri dari dua kata atau lebih sebagai unsurnya. Sedangkan Badudu (1976: 8) mendefinisikannya, gabungan dua buah morfem dasar atau lebih yang mengandung (memberikan) suatu pengertian baru. Kata majemuk tidaklah menonjolkan arti tiap kata, tetapi gabungan kata tersebut bersama-sama membentuk suatu makna. Dan definisi yang dikemukakan ada perbedaan pengertian kata majemuk menurut Ramlan dengan Badudu, Jika Ramlan mendefinisikan kata mjemuk, ―kata yang terdiri dan dua kata atau lebih‖, maka kata-kata seperti beras-petas, lalu-lalang, simpang-siur yang oleh Ramlan dimasukkan ke dalam kata majemuk, hal itu tidak dapat dipertahankan lagi. Benarkah petas, lalang, dan siur termasuk kata? Jelas tidak benar. Supaya kata-kata seperti itu dapat digolongkan ke dalam kata majemuk, maka definisi kata majemuk ialah ― kata yang dihasilkan dengan cara menggabungkan dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda‖. Sedangkan proses pemajemukan atau komposisi dapat didefinisikan, proses penggabungan dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda untuk menghasilkan sebuah kata baru. 2)
Ciri-ciri Kata Majemuk Ramlan (1983:67), Prawirasumantri (1986:11), dan Ahmadslamet (1982:66) menerangkan, sekilas kata majemuk sukar dibedakan dan bentuk lingual atau satuan gramatik yang berupa konstruksi predikatif, yakni suatu konstruksi yang terdini atas subjek dan predikat, dan konstruksi endosentris yang atributif yakni frase yang rnempunyai distribusi yang sama dengan salah satu atau semua unsurnya. Agar perbedaannya jelas, analisislah bentuk kamar mandi dan adik mandi. Tampaknya dua bentuk tersebut sama, karena sama-sama dibangun oleh KB + KK. Akan tetapi kalau kita analisis, kedua bentuk tersebut mempunyai sifat yang berbeda. Bentuk kamar mandi bukanlah konstruksi predikadif atau frase endosentris yang atributif, tetapi merupakan sebuah kata benda. Berbeda dengan bentuk adik mandi , ia merupakan sebuah konstruksi predikatif (adik sebagai subjek dan mandi sebagai predikat). Kamar mandi termasuk kata majemuk, sedangkan mandi bukan kata majernuk. Berdasarkan penjelasan di atas, Ramlan (1983:69) mengemukakan ciri-ciri kata majemuk sebagai berikut. l) Gabungan dua buah bentuk dasar (bentuk asal) atau lebih yang salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata termasuk kata majemuk. Pokok kata yaitu bentuk lingual atau satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatis tidak memiliki sifat bebas tetapi dapat dijadikan bentuk dasar sutu kata kompleks. Bentuk yang terdiri dari bentuk dasarnya yang berupa morfem bebas dengan pokok kata atau pokok kata semua, maka gabungan tersebut pastilah termasuk kata majemuk. Contohnya: kolam renang, medan tempur, temu karya, tanggung jawab. 2) Unsur-unsur kata majemuk tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah 33 | P a g e
strukturnya. Untuk memperjelas ciri tersebut, perhatikanlah dan bandingkan bentuk-bentuk yang berada dalam korpus. I kamar mati meja makan rumah sakit kaki tangan kamar kecil tangan kanan
II tikus mati adik makan burung sakit kaki dan tangan kamar yang kecil tangan yang kanan
Bentuk-bentuk yang ada pada lajur I merurakan kata majemuk, sedangkan lajur II bukan kata majemuk. Bentuk kamar mati tidak dapat dipisahkan. menjadi kamar yang mati, begitu pula. dengan meja dengan meja makan, rumah sakit, kaki tangan, kamar kecil, tangan kanan. Bentuk-bentuk itu juga tidak dapat ditukar tempatnya menjadi mati kamar, makan meja, sakit rumah dan seterusnya. Bentuk-bentuk kaki tangan, kamar kecil, dan tangan kanan mungkin bisa dipisahkan oleh bentuk atau satuan yang atau dan seperti terlihat pada kolorn II, namun arti atau makna yang dikandungnya akan berubah sama sekali. Tangan kanan pada lajur I artinya ‗orang kepercayaan‘ sedangkan tanan (yang) kanan pada lajur II artinya ―anggota badan dari siku ke ujung jari yang ada di sebelah kanan‘. Bentuk-bentuk yang ada pada lajur I itulah yang disebut dengan kata majemuk. Akhirnya, perlu disinggung lagi di sini bentuk yang terdiri atas bantuk dasar dan morfem unik yakni morfem yang tidak pernah hadir dalam pemakaian bahasa kecuali dalam keadaan berkombinasi dengan bentuk tertentu. Gabungan seperti itu disebut kata majemuk yang salah satu bentuk dasarnya berupa morfem unik. Contoh kata majemuk. yang mengandung morfem unik ialah tumpah ruah, simpang siur, sunyi senyap, terang benderang, gelap gulita, lalu lalang, kering kerontang, tua bangka, tua renta, muda belia. Tentukan mana yang termasuk morfem uniknya? Lebih terinci Keraf (1982:125) menyatakn cirri-ciri kata majemuk sebagai berikut: 1) Gabungan itu membentuk suatu arti. 2) Gabungan itu dalam hubungannnya ke luar membentuk satu pusat, yang menarik keterangan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagiannya. 3) Biasa terdiri atas kata-kata dasar. 4) Frekuensi pemakaiannya tinggi. 5) Terutama kata-kata majemuk yang bersifat endosentris, terbentuk menueur hukum DM (Diterargkan mendahului menerangkan). 3)
Macam-macam Kata Majemuk Kata majemuk dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kata majemuk endosentris dan eksosentris. Kata majemuk endosentris yaitu kata majemuk yang konstruksi distribusinya sama dengan kedua (ketiga) atau salah satu unsurnya. Kata majemuk eksosentris, sebaliknya, yaitu kata majemuk yang konstruksinya itu berlainan distribusinya dan salah satu unsurnya (Samsuri, 1982:200). Untuk menjelaskan hal itu, beliau mengemukakan contoh bentukan rumah sakit dan jual beli, yang kedua-duanya merupakan kata majemuk. Yang pertama kata majemuk endosentris, sedangkan yang kedua eksosentris. Perhatikanlah: l) a.Rumah sakit itu baru dibangun. b.Rumah itu baru dibangun. Melihat contoh di atas, jelaslah bahwa rumah berdistribusi sama dengan rumah sakit, sehingga selain kalimat l.a. kalimat 1.b. pun ada dalam bahasa Indonesia. Dengan perkatan 34 | P a g e
lain satuan rumah dapat menggantikan satuan rumah sakit. 2) a. Kedua orang itu mengadakan jual beli. b. Kedua orang itu mengadakan jual. *) c. Kedua orang itu mengadakan beli. *) Tanda *) berarti kalimat 2.b. dan 2,c. tidak ada dalam bahasa Indonesia. Jelaslah distribusi jual beli berlainan distrubusinya dengan jual ataupun beli. Itulah yang disebut kata majemuk eksosentris. Kata majemuk endosentris dapat dibedakan menjadi: kata majemuk koordinatif yaitu kata majemuk yang unsur-unsurnya mempunyai hubungan yang setara atau sederajat, misalnya: budi bahasa (Suwarso, 1979:38); kata majemuk atributif atau subordinatif yaitu kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi penjelas atau atribut unsur lainnya, misalnya: rumah sakit, orang tua (Suwarso, 1979:38) ; dan kata majemuk yang salah satu unsurnya berupa morfem unik, misalnya: lalu lalang (Ramlan, l983:50).
35 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 12 Konsep Dasar Morfofonemik
MORFOFONEMIK Pada bagian ini, akan ditemukan paparan tentang: 1) pengertian morfofonemik; 2) penghilangan bunyi: 3) penambahan bunyi; 4) perubahan bunyi; 5) perubahan dan penambahan bunyi: 6) perubahan dan penghilangan bunyi; 7) peloncatan bunyi; serta 8) asimilasi dan desimilasi. A.
Apakah Morfofonemik Itu? Morfofonemik adalah cabang linguistic yang mempelajari perubahan bunyi yang diakibatkanoleh adanya pengelompokkan morfem. Nelson Francis (1958) mengatakan bahwa morfofonemik mempelajari variasi-variasi yang tampak pada struktur fonemik alomorfalomorf sebagai akibatpengelompokkan menjadi kata (Ahmadslamet, 1982:69). Penegertian lain dilontarkan oleh Samsuri (1982:201) bahwa morfofonemik merupakan studi tentang perubahan-perubahan fonem yang disebabkan hubungan dua morfematau lebih serta pemberian tanda-tandanya. Prawirasumantri (1986:37) memberikan contoh untuk memperjelas bidang garapan morfofonemik yakni dengan pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan bentuk belajar. Pada proses morfologis ini terjadi perubahan /r/ menjadi /l/. pertemuan morfem meN- dengan lihat menjadi melihat. Disini tampak bunyi /N/ hilang menjadi me-. Perubahan-perubahan bunyi akibat pertemuan dua morfem atau lebih disebut morfofonemis, sedangkan tanda huruf besar pada meN- yang pada ralitas fonemis bisa berupa beberapa macam bunyi/fonem disebut morfofonem, dan ilmu yang mempelajarinya disebut morfofonemik. Morfofonernis bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu: (1) penghilangan bunyi; (2) penambahan bunyi; (3) perubahan bunyi; (4) perubahan dan pe nambahan bunyi; (5) perubahan dan penghilangan bunyi; dan (6) peloncatan bunyi. B.
Penghilangan Bunyi Proses penghilangan bunyi dapat terjadi atas: 1) Bunyi /N/ pada meN- dan peN- yang hilang karena pertemuan kedua morfem tersebut dengan bentuk dasar yang berbunyi atau berfonem awal /r, l, y, w/ dan nasal. Misalnya: meN- + ramu → meramu meN- + lucu → melucu 36 | P a g e
meN- + yakini (?) meN- + wangi meN- + nyanyi meN- + minyak meN- + ngeong meN- + nanti
→ → → → → →
meyakini mewangi menyanyi meminyak mengeong menanti
peN- + rusak peN- + lacak peN- + yakin peN- + wajib peN- + nyala peN- + mabuk peN- + nanti
→ → → → → → →
perusak pelacak peyakin pewajib penyala pemabuk penanti
1. Fonem /r/ pada morfern ber-, ter-, dan per- hilang bila yang berbunyi atau berfonem awal /r/ atau yang suku pertamanya berakhir dengan bunyi /r/. misalnya: ber- + rambut → berambut ber- + serta → beserta ber- + kerja → bekerja ter- + rasa ter- + pedaya ter- + rayu
→ → →
terasa terpedaya terayu
ter- + ramal ter- + ramai ter- + serta
→ → →
peramal peramai peserta
C.
Penambahan Bunyi Proses penambahan bunyi terjadi pada: 1) Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an, menyebabkan timbulnya fonem atau bunyi /?/ bila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/. Misalnya: -an + sapa → sapaan ke-an + sama → kesamaan per-an + kata → perkataan Catatan Jika peN-an dipertemukan dengan bentuk dasar yang diawali bunyi /p, t, k, dan s/ dan diakhiri oleh vocal maka morfofonemis yang terjadi berupa perubahan, penghilangan dan penambahan bunyi. Contoh: peN-an + tanda → penandaan peN-an + padu → pemaduan peN-an + kaji → pengajian peN-an + sampai → penyampaian 2) Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi /i/ akan menyebabkan timbulnya bunyi /y/. 37 | P a g e
Misalnya: -an + hari → harian ke-an + serasi → keserasian per-an + api → perapian 3) Pertemuan antara morfem , ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berkhir dengan fonem /u, o/ akan menyebabkan timbulnya fonem /w/. Misalnya: -an + jamu → jamuan ke-an + lucu → kelucuan per-an + sekutu → persekutuan -an + kilo ke-an + loyo per-an + toko
→ → →
kiloan keloyoan pertokoan
D. Perubahan Bunyi Perubahan bunyi akan terjadi pada: 1) Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang dimulai oleh fonem atau bunyi /d/ dan bunyi /s/ khusus pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /n/. meN- + datang → mendatang meN- + survai → mensurvei peN- + damar peN- + supply
→ →
pedamar pensupply
2) Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang berawal dengan bunyi atau fonem /b, f/ akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /m/. Misalnya: meN- + buru → memburu meN- + fitnah → memfitnah peN- + buang peN- + fitnah
→ →
pembuang pemfitnah
3) Pertemuan morfem meN- den peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /c, j/, maka fonem /N/ akan berubeh menadi /n/ Misalnya: meN- + cakar → mencakar meN- + jajal → menjajal peN- + ceramah peN- + jamu
→ →
penceramah penjamu
4) Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan. bentuk dasar yang berbunyi awal /g, h, x/ dan voka1 , maka fonem /N/ akan berubah menjadi /η/. Misalnya: meN- + garap → menggarap meN- + hasut → menghasut 38 | P a g e
meN- + khayal meN- + ambil meN- + intip meN- + ukur meN- + ekor meN- + orbit
→ → → → → →
mengkhayal mengambil mengintip mengukur mengekor mengorbit
peN- + garis peN- + harum peN- + khianat peN- + angkat peN- + isap peN- + umpat peN- + olah
→ → → → → → →
penggaris pengharum pengkhianat pengangkat pengisap pengumpat pengolah
5) Pertemuan morfem ber- dan per— pada bentuk dasar ajar mengakibatkan perubahan bunyi /r/ men jadi /1/. Peristiwa ini sebenarnya merupakan peristiwa unik, sebab hanyac terjadi pada bentuk dasar ajar sehingga ada yang mengatakan suatu ―kekecualian‖. Perhatikanlah: ber- + ajar → belajar per- + ajar → pelajar 6) Pertemuan morfem ke-an dan -i dengan bentuk dasar berfonem akhir /?/ menyebabkan fonem tersebut berubah menjadi /k/. Misalnya: duduk /dudu?/ + ke-an → kedudukan bedak /beda?/ + -i → bedaki E.
Perubahan dan Penambahan Bunyi Proses perubahan dan penambahan fonem doat terjadi pads: 1) Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang terdiri atas satu suku kata menyebabkan perubahan bunyi /N/ menjadi /η/ dan penambahan bunyi /∂/. Misalnya: meN- + bel → mengebel meN- + cat → mengecat meN- + tik → mengetik 2) Pertenuan morfem peN-an pada bentuk dasar berfonem awal /d, c, j/ dan berfonem akhir /a, i, u, dan o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /n/ dan bertambahnya /?, y, w/. Contonnya: peN-an + data → pendataan peN-an + dahulu → pendahuluan peN-an + cahaya → pencahayaan peN-an + cari → pencarian peN-an + calo → pencaloan peN-an + jaga → penjagaan peN-an + juri → penjurian 39 | P a g e
3) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang berfonem awal /b, f/ dan berfonem akhir vokal /a, i, u, dan o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /m/ dan bertambahnya bunyi /?, y, w/. Contohnya: peN-an + buka → pembukaan peN-an + beri → pemberian peN-an + buku → pembukuan peN-an + blangko → pemblangkoan peN-an + fakta → fakta peN-an + foto → foto 4) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang berfonem awal /g, h, kh/ dan berfonem akhir vocal /a, i, u, o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /m / dan bertaoibahnya bunyi /?, Y, w/. Contohnya: peN-an + guna → penggunaan peN-an + gali → penggalian peN-an + gadai → penggadaian peN-an + ganggu → penggangguan peN-an + harga → penghargaan peN-an + hijau → penghijauan 5) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang dimulai oleh vokal dan diakhiri oleh vokal /a, i, u, o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi / / dan bertambahnya bunyi /?, y, w/. Contohnya: peN-an + ada peN-an + adu peN-an + andai peN-an + utama peN-an + urai peN-an + intai peN-an + operasi
→ → → → → → →
pengadaan pengaduan pengandaian pengutamaan penguraian pengintaian pengoprasian
F.
Perubahan dan Penghilangan Bunyi Proses perubahan dan penghilangan bunyi terjadi pandai: 1) Pertemuan peN- dan meN- pada bentuk dasar yang dimulai oleh fonem /p/ akan perubahan /N/ menjadi /m/ dan fonem awal bentuk dasar hilang. Contohnya: peN- + peras → pemeras meN- + paksa → memaksa 2) Pertemuan morfem peN- dan meN- pada bentuk dasar yang dimulai oleh fonem /t/ akan mengakibatkan perubahan /N/ menjadi /n/ dan hilangnya fonem awal bentuk dasar. Contohnya: peN- + tari → penari meN- + tendang → menendang
40 | P a g e
3) Pertemuan morfem peN- dan meN- pada bentuk dasar yang diawali fonem /k/ akan mengakibatkan perubahan fonem /N/ menjadi /η/ dan hilangnya fonem awal bentuk dasar. Contohnya: peN- + karang → pengarang meN- + kurung → mengurung 4) Pertemuan morfem peN— dan meN— pada bentuk dasar yang diawali fonem /s/ akan mengakibatkan perubahan fonem /N/ menjadi /η/ dan hilangnya fonem awal bentuk dasar yang bersangkutan. Contohnya: peN- + sayang → penyayang meN- + saring → menyaring G.
Peloncatan Bunyi Prawirasumantri (1986:40) menambahkan satu lagi bentuk morfofonemik bahasa Indonesia yaitu peloncatan burnyi. Peloncatan fonem ini terjadi apabi1a dua atau 1ebih bertukar tempat akibat petemuan morfem-morfem dalam bahasa Indonesia ditemukan sebuah gejala ini, yakni peloncatan fonem /a/ dan /m/ pada kata padma dalam merah padam. H.
Mengapa Asimilasi dan Disimilasi? Setelah kita memaparkan masalah morofonemik yang dalam bahasa Indonesia, kita mengetahui bahwa apabila dua morfem berkombinasi sering terjadi perubanan fonem, fonem yang berdampingan akan menjadi sama atau lebih bersaingan. Yang dimaksud dengan bersamaan di sini ialah bersamaan dalam ciri-ciri artikulatisnya. Kalau /N/ berubah menjadi /m/ karena morfem awal bentuk dasar yang dilekatinya ialah /p/ maka terjadilah persamaan ciri-ciri artikumatoris yakni sama-sama bunyi bilabial. Proses yang menyebabkan dua fonem yang berbeda itu menjadi sama atau bersamaan disebut (Ahmadslamet, 1982:74). Asimilasi dapat dibagi berdasarkan beberapa segi, yaitu berdasarkan tempat fonem yang dihasilkan , dan sifat asimilasi itu sendiri (Keraf, 1982:37). 1) Penggolongan asimilasi berdasarkan tempat fonem yang diasimilasikan. Berdasarkan tempat fonem yang diasimilasikan, asimilasi dapat dibedakan menjadi asimilasi progresif dan asimilasi regresif. Berikut ini penjelasannya.
a. Asimilasi progresif Suatu asimilasi dikatakan asimilasi progresif apabila bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikan. Contohnya: colnis (latin kuno) → collis (latin) peN- + sabar → penyabar meN- + pugar → memugar b. Asimilasi regresif Suatu asimilasi dikategorikan asimilasi regresif apabila bunyi yang diasimilasikan mendahului bunyi yang mengasimilasikan. Contohnya: in- + possible → impossible en- + power → empower peN- + bela → pembela meN- + dengar → mendengar 2) Penggolongan asimilasi berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri. Berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri, asimilasi dapat dibedakan menjadi asimilasi total dan parsial. 41 | P a g e
a. Asimilasi Total Yang dimaksud dengan asimilasi total yaitu penyamaan fonem yang diasimilasi benar-benar serupa, atau degnan perkataan lain dua buah fonem yang disamakan tersebut, dijadikan serupa betul. Contohnya: Dalam Bahasa Proses Asimilasi Hasil Asimilasi Indonesia ad + salam (Arab) assalam asalam in + moral (Ingg.) immoral imoral ad + similatino (Lat) assimilasi asimilasi meN- + periksa (Ind) memeriksa memeriksa b. Asimilasi Parsial Suatu asimilasi dikategorikan asimilasi parsial bila kedua fonem yang disarnakan itu tidak persis melainkan hanya sejenis secara artikulatoris. Contohnya: in- + possible → impossible meN- + bawa → membawa en + bitter → embitter peN- + dengar → pendengar Kebalikan dan asimilasi adalah disimilasi yakni prosa dua fonem yang sama atau bersamaan menjadi tidak sama. Contohnya: in + noble → ignoble saj + jana (skt) → sarjana sayur + sayur → sayur mayor
42 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 13 Penggolongan Kata Bahasa Indonesia secara Tradisional I
PENGGOLONGAN KATA BAHASA INDONESIA SECARA TRADISIONAL I Pada bagian ini akan anda temukan paparan tentang: 1) penggolongan kata oleh C.A. Mees; 2) penggolongan kata oleh Tardjan Hadidjaja; 3) penggolongan kata oleh Soetarno; dan 4) penggolongan kata oleh Soetan Moehamad Zain. Pentingnya Penggolongan Kata Sejak ilmu bahasa dikembangkan dil Eropa, kata mempunyai kedudukan yang sangat penting. Pada abad Ke-4 S.M. Aristoteles dalam karyanya Peri Hermenies menekankan kelas kata menjadi inti pembahasan tentang bahasa (Kridalaksana, 1986:l). Bahkah sebelumnya, Plato(429-347 S.M.) dalam Dialoog juga berbuat seperti itu yakni sangat memperhatikan penjelasan kata (Parera, 115:43). Plato orang yang pertama kali yang membedakan kata menjadi ōnoma dan rhēna yang kemudian menjadi kata benda (noun) dan kata kerja (verb). Aristoteles makin menekanan pembedaan itu dan menambahan kategori ketiga yang disebut sŷndemol yang meliputi kojugasi, artikel, dan kata ganti (pronoun) (Bornsten, l979:2). Karya Plato dan Aristoteles inilah yang menjadi induk pembahasan tata bahasa selanjutnya. Bagi tatabahasawan Eropa, deskripsi dan preskripsi gramatika kelas kata dianggap begitu sentral, sehingga ada anggapan gramatika tidak lain adalah kelas kata. Tradisi ini berkembang ke tanah air kita, sehingga pada awal penyajian tata bahasa Indonesia, para tata bahasawan kita membahasnya berkisar pada kelas kata (Kridalaksana, 1986:1). Ilmu. bahasa semakin berkembang. Kini kita hidup di jaman linguistik modern. Jika dahulu para pakar bahasa medeskripsikan suatu kiblatnya adalahtata bahasa Yunani Latin, kini tidak lagi. Jika kita mempelajari suatu bahasa, maka sistem bahasa itulah yang dipelajarinya secara langsung. Dengan kata lain para pakar bahasa atau linguis mendeskripsikan sistem yang adapada bahasa yang bersangkutan. Itulah yang membedakan linguis dengan tata bahasawan tradisional. Berdasarkan kenyataan itulah, hasil linguis berlainan dengan hasil karya tata bahasawan tradisonal. Dalam tata bahasa tradisonal, kelas kata diperlakukan begitu istimewa, sebagai inti tata bahasa. Dalam linguistik modern, klasifikasi atau kategori kata hanyalah sebagai salahh satu aspek tata bahasa, sejajar dengan aspek-aspek lainnya yang harus mendapatkan perlakuan yang seimbang jika akan mendeskripsikan tata bahasa secara memadai (Krida1aksana, 1986:5). Bahwa penjenisan kata da1am suatu bahasa itu penting, kita tidak bisa menyankalnya. Crystal (1967) menyatakan, ―Penggolongan kata menyederhanakan pemerian struktur bahasa dan merupakan tahapan yang tidak boleh dilalui dalam penyusunan tata bahasa suatu bahasa (Ramlan, 1935:1), oleh karena itu, setiap membicarakan mengenai tata bahasa tentu akan 43 | P a g e
melibatkan penbicaraan tentang jenis kata. Tanpa penjenisan kata, kita tidak akan bisa membahas struktur frase, klausa, dan kalimat, untuk memperjelas pernyataan itu Ramlan (1935:1) memberikan ccntoh yang menggambarkan tentang pentingnya penjenisan kata dalam suatu bahasa Perhatikan kalimat berikut. Wartawan Meliput Berita Secara fungsional kata wartawan menduduki subjek, predikatnya adalah meliput, dan berita sebagai objek. Dengan demikian, kalimat tersebut berpola S+P+O. Pada tataran frase pun sama. Kita ambil contoh frase rumah baru. Rumah sebagai uncur pusat dan baru sebagai atribut. Japi frase itu berpola UP + U Atr. Unsur pusattidak hanya dapat oleh kata rumah, juga dapat diganti oleh kata-kata lair setipe itu. Demikian pula untuk atributif, bisa diisi oleh jenis kata lain yang setipee dengan baru. Dengan pernyataan lain bahwa frase itu berpola N + V Terasalah oleh kita bahwa penjenisan atau penggolongan kata menegang peranan yang penting bagi penerian struktur. B.
Kriteria Penggolongan Kata Ada beberaps kriteria yang dipegang dalam menagolongkan kata. ―Perlakuan‖ terhadap kata akan berbeda, jika kita memegang kriteria yang berbeda pula. Itulah sebabnya pembagian kata antara satu pakar dengan pakar lainnya antara satu aliran atau golongan yang satu dengan yang lain, kadang-kadang tidak sama. Ada empat kriteria yana dipegang untuk menggolongkan atau membicarakan kata. Keempat kriteria itu ialah: (1) semantis (makna) ; (2) ortografik; (3) fonologik; dan (4) gramatik. (Ramlan, 1985:5) Bila kita membicarakan kata secara semantik, seperti tata bahasa tradisional, bahwa kata ialah kumpulan huruf yang mengandung arti. Jadi setiap kata tentu mengandung arti (Hadidjaja; Zainuddin dalam Ramlan, 1985:5). Pembahasan kata yang kedua adalah secara ortografik. Secra ortografik kata dibatasi oleh spasi. Jika satuan gramatik ditulis antara dua spasi maka satuan itu termasuk kata. Pembahasan kata secara ortografik pun jelas tidak mencakup semua satuan gramatik (Ramlan, 1985:5). Pembicaraan kita yang ketiga yaitu dari segi fonologik. Ini sebenarnya dipelopori oleh L. Bloomfield dalam bukunya yang mengatakan bahwa kata sebagai bentuk bebas yang paling kecil. Batas kata yang dikemukakan itu berdasarkan pendapatnya tentang perbedaan bentuk bebas dan bentuk ikat. Sebagai bentuk yang tidak pernah berdiri sendiri sebagai tuturan. Setiap bentuk bebas yang tidak terdiri dari bentuk bebas yang lebih kecil, menurut batasan yang dikemukakan oleh Bloomfield, termasuk kata. Berdasarkan definisi itu tentulah satuan-satuan seperti: bhwa, terhadap, kepada, meskipun tentu tidak dapat dimasukkan ke dalam kata. Jika demikian, pembahasan kata dari segi fonologis pun tidak mencakup semua satuan gramatik (Ramlan, 1985:5). Pembicaraan kita yang keeempat ditinjau dari segi gramatik. Berdasarkan itu kata yang dapat didefinisikan sebagai satuan gramatik bebas yang paling kecil. Kata bebas disini dipakai dalam arti secara gramatik, atau dengan kata lain dapat diisolasikan. Kata dapat dijelaskan sebagai morf atau derretan morf yang memiliki mobilitas luar yang potensial dalam struktur yang lebih besar dan stabilitas dalam (Ramlan, 1985:7). Ramlan selanjutnya menjelaskan bahwa sebenarna batasan Blommufield pun rnasih dapat dipergunakan (kata adalah bentuk bebas yang terkecil), asal kata bebas di artikan secara gramatik, maksudnya secara gramatik bebas atau dengan perkataan lain dapat diisolasikan, dan istilah bentuk digantikan dengan satuan arti berdasarkan hal itu, satuan-satuan setipepe: lah termasuk kata karena secara gramatik, lah memiliki sifat bebas, tau dapat diisolasikan. Satuan-satuan seperti juang, giur, alir bukan tarmasuk kata, karena secara gramatik tidak memiliki sifat bebas. Satuan seperti itu disebut pokok kata. Terakhir satuan seperti ku, mu, dan, kau temasuk klitik, karena kependekan dari aku, kamu, dan engkau. Satuan ada 44 | P a g e
yang termasuk klitik dan ada yang termasuk afiks. Satuan nya pada bukunya termasuk klitik, sedangkan pada kiranya, agaknya termasuk afiks (Ramlan, l985:6). A.
Prakata Seperti telah dipaparkan pada bagian terdahulu bahwa para tata bahasawan tradisional menganalisi bahasa dari segi arti. Hal itu terlihat pada berbagai buku tata bahasa yang terbit sekitar tahun 1950-an, misalnya buku-buku tata bahasa karangan Soetan Moehamad Zain, S. Zainuddin Gl. Png. Batuah, C.A. Mees, Madong Lubis, I.R. Poedjawijatna, dan P.J. Zeotmulder, S. T. Alisjahbana, Tardjan Hedidjaja, dan juga Soetarno yang terbit pertama kalinya pada thun 1955. Definisi-definisi kata yang nereka kemukakan antara lain, kata benda ialah nama dari suatu benda atau sesuatu yang dibendakan, kata kerja ialah kata yang menyatakan kerja atu perbuatan, kata sifat ialah kata yang menyatakan sifat atau keadaan dan sebagainya. Jelas bahwa penggolongan itu memiliki segi arti, walau tidak semua golongan kata secara tradisional berdasarkan arti (Ramlan,1985:9). Jumlah penjenisan kata secara tradisional paling banyak sepuluh dan yang paling sedikit enam. Agar lebih jelas, berikut ini akan dipaparkan pembagian jenis kata oleh para tata bahasawan tradisional satu persatu. B.
Penggolongan Kata oleh C.A. Mees C. A Mees (1955:49-279) dengan judul buku Tatabahasa Indonesia cetakan kelima, membedakan kata menjadi sepuluh golongan yaitu: 1) kata benda atau nomen substantivurn; 2) kata keadaan atau nomen adjiectivum; 3) kata. ganti atau pronomina; 4) kata kerja atau verbum; 5) kata bilangan atau numeri; 6) kata sandang atau articulus; 7) kata depan atau praepositio, 8) kata keterangan atau adverbium, 9) kata sambung atau conjunctio; dan 10) kata seru atsu interjectio. 1) Kata Benda atau Nomen Substantivum Kata benda yaitu kata yang menyebut nama substansi atau perwujudan. Kata benda dapat dibagi menjadi dua yaitu kata benda kongkret dan abstrak. Kata benda ini bisa berupa kata dasar, bisa pula kata yang diturunkan. 2) Kata Keadaan atau Nomen Adjiectivum Menurutnya, kata keadaan mempunyai tiga fungi yaitu: a. atributif (aneksi) yaitu kata kedaan berfungsi membentuk aneksi yang letaknya sesudah kata benda, seperti: peralatan besar, teh dingin, sahabat baru; b. predikatif yaitu kata keadaan yang menduduki jabatan predikat, dalam kalimat nominal, seperti: mukanya pucat bagi mayat, rumahnya besar; dan c. substantif yaitu apabila kata keadaan itu disubstantifkan oleh kata sandang dan mengganti substansi yang bersangkutan, seperti: si Kurik, yang rendah. 3) Kata Ganti Pronomina Kata ganti ialah kata yang tugasnya menggantikan sebuah kata benda yang telah disebut, setidak-tidaknya yang terkenal, atau menunjukkan dan menanyakan tentang kata benda. Kata ganti dapat dibedakan menjadi: 1. Kata ganti persona yaitu kata yang menggantikan nama persona. Ia dapat dibedakan menjadi: (1) kata ganti persona pertama ialah pembicara, seperti patik, hamba, saya, kami; (2) kata ganti persona kedua ialah lawan berbicara seperti: Bapak, Ibu. engkau, kalian; (3) kata ganti persona kedua ialah yang dibicarakan, seperti: dia, mereka, ia; 2. Kata ganti mandiri yaitu kata ganti yang menggantikan diri persona, diri, dan diri sendiri; 3. Kata ganti petunjuk yaitu kata ganti yang menunjukkan sebuah benda dan dapat pula menggantikannya apabila ia sudah disebut, seperti: ini, itu; 45 | P a g e
4. Kata ganti relatif yaitu kata ganti yang menyatakan hubungan antara sebuah substansi dengan kalimat yang menjelaskannya, seperti: yang. 5. Kata ganti penanya yaitu kata ganti yang menyatakan pertanyaan mengenai nama substansi, seperti: yang 6. Kata ganti tak tentu yaitu kata yang menyatakan pertanyaan mengenai nama substansi, seperti apa –apa, siapa-siapa, mana-mana, seseorang. 4) Kata Kerja atau Verbum Sebuah kata kerja menurut namanya pada urnumnya mengucapkan sesuatu pekerjaan, perbuatan, atau gerak, tetapi juga dalam keadaan diam (seperti tidur), demikian pula hanya mempunyai apa-apa yang bukan bersifat perbuatan atau gerak, dan hal menerma yang sebenarnya menyatakan arah gerak menuju subjek. Golongan ini dapat dibedakan menjadi: a. kata kerja transitif, yaitu kata kerja yang membutuhkan substansif supaya sepurna artinya; dan b. kata kerja intransitif yaitu kata kerja yang tidak membutuhkan substansif karena artinya sudah sempurna. 5) Kata Bilangan atau Nuneri Kata bilangan dapat dibedakan menjadi: a, induk kata bilangan, seperti: satu, dua, seratus, seribu; b. kata bi1angar tak tentu, seperti: beberapa, segala c. kata bilangan kumpulan misalnya: ketiga, bertiga d. kata bilangan tingkat ketiga, keempat, kelima; dan e. kata bilangan pecahan, seperti: dua pertiga, seperdua. 6) Kata Sandana atau Articulus Menurut fungsi dan pemakaiannya, kata sandang daepat dibedakan menjadi: a, kata sandang tentu, yaitu kata yang; b. kata sandang tak tentu, yaitu seorang, sebuah, sesuatu; dan c, kata sandang persona, yaitu si dan sang. 7) Kata Depan atu Prepositio Pada umunya kata depan dipergunakan untuk menguraikan perhubungan kata-kata. Kata depan ada yang tulen. seperti: di, ke, dari, ada yang majemuk seperti: akan, dengan, di dalam, ke luar, dan ada kata dengan bentuk lain, sepertiakan, dengan, serta, antara, peri, tentang, dan sebagainya. 8) Kata Keterangan atau adverbium Kata keterangan ialah kata yannj menerangkan: a. kata kerja dalam segala fungsinya; b. kata keadaan dalam segala fungsinya; c, kata keterangan; d. kata bilangan; e. predikat kalimat tak peduli jenis apa predikat itu; dan f. menegaskan subjek dan pedikat kalimat. Kata keterangan dapat digolongkanmenjadi: 1. Keterangan waktu, seperti: dahulu, kemarin, selamanya; 2. Keterangan modal yang meliputi: (1) kepastian, (2) pengakuan, (3) kesangsian, (4) keinginan, (5) ajakan, (6) kewajiban, (7) 1arangan, (8) ingkaran, dan (9) keheranan. 46 | P a g e
3. 4. 5. 6.
Kata keterangan tempat dan jurusan, seperti: di sini, dari mana; Kata keterangan kaifat atau kualitatif seperti: dengan gembira, kuat-kuat. Kata keterangan derajat dan permana, seperti: amat, hamper, sangat, kurang; dan Kata keterangan tekanan, sepert: gerangan, pula, pun, lah.
9) Kata Sambung atau Conjunctio Kata sambung menghubungkan kata-kata, bagian-bagian kalimat atau kalimat-kalimat. Di samping itu, temasuk kata sambung juga, kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang berdiri pada permulaan sebuah kalimat, berguna untuk mengantar sebuah ceritera, suatu pasal, atau kalimat yang baru. Yang termasuk golongan kata sambung, misalnya: serta, apabila, agar, sebab, sedangkan, jika, dan sebagainya. 10) Kata Seru atau Interjection Kata seru merupakan kata-kata yang paling tua dalam bahasa. Kata seru ialah kata-kata yana menirukan bunyi manusia, yaitu bunyi panggilan, peringatan bahaya, kesakitan, dan bebagai rasa heran. Kadang-kadang kata seru menirukan bunyi yang jelas, seperti hm, yaitu bunyi dehem, ha singkatan ha-ha-ha menirukan bunyi tertawa, sst menyerupai bunyi hembusan angin, dan sebagainya. C.
Penggolongan Kata oleh Tardjan Hadidjaja Tardjan Hadidjaja (1965:53-99) dalam bukunya Tatabahasa Indonesia cetakan keempat. menggolongkan kata menjadi seuluh. Kesepuluh jenis atau golongan tersebut ialah: 1) kata benda, 2) kata kerja, 3) kata ganti, 4) kata bilangan, 5) kata sifat, 6) kata tambahan, 7) kata depan, 3) kata penghubung, 9) kata sanding, dan 10) kata seru. 1) Kata Benda Kata benda ialah kata-kata yang menyatakan benda. Kata benda dapat dibedakan berdasarkan: a. Bentuknya. Menurut bentuknya, kata benda dapat dibedakan menjadi: (1) kata benda kata asal, seperti: hati, orang, rakit; (2) kata benda kata majernuk, seperti: burung kakak tua, Lautan Teduh; (3) kata benda kata berulang, seperti: tengah-tengahnya, batang-batang; dan 4.) kata benda kata bersambung, seperti: keadaan, lautan, pikiran. b. Keadaannya Menurut kedaannya, kata benda ddapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata benda kongkrit yaitu kata benda yang menyatakan bahwa benda-bendanya itu memang benar-benar ada, seperti: orang, burung, buku pelajaran, dan yang menyatakan benda khayal, seperti: hantu, pelesit, bidadari, dan (2) kata benda abstrak yaitu kata yang menyatakan nama benda yang hanya dapat difahami oleh pikiran akan peri adanya itu, seperti: ilham, angan-angan, perdamaian. c. Artinya Menurut artinya, kata benda dapat dibagi menjadi: (1) kata benda nama jenis, seperti: rumah, daun, matahari; (2) nama diri, seperti: Leutan Teduh, Torstein; (3) kata benda nama zat, seperti: air, angin dan (4) kata benda nama kumpulan, seperti: berkas, rumpun, kelompok, 2) Kata Kerja Kata kerja dapat dibagi bermacam-macam, bergantung dari segi tinjaunya. Untuk menggolongkan kata kerja dapat ditinjau dari: a. Bentuknya Menurut bentuknya, kata kerja dapat dibedakan menjadi empat yaitu: (1) kata kerja 47 | P a g e
kata asal, seperti: hendak, jatuh; (2) kata kerja kata majemuk, seperti: turun naik, ditandatangani, (5) kata kerja kata berulang, seperti: Berkejar-kejaran; dan (6) kata kerja bersambungan, seperti: menghadapi, terdorong. b. Hubungannya Berdasarkan hubungan antara pokok dan sebutannya, kata kerja digolongkannya mnjadi dua, yaitu: a. Kata keja bentuk tindak, ialah apabila pokok itu bertindak yakni melakukan atau mengenakan pekerjaan, seperti: duduk, turun naik, berlari-lari, berjual-beli; b. Kata kerja bentuk taggap ialah. apabila pokok itu menanggapi yakni diberlakukan atau dikenai pekerjaan, seperti: dipukul, dipukul mundur, terjerumus, tertunda-tunda. 3) Kata Ganti Kata ganti ialah perkataan yang akan menjadi pengganti nama orang atau nama benda. Jenisnya dapat dibedakan: a. Kata ganti orang, yang dapat dibedakan lagi menjadi: (1) kata ganti orang kesatu (tunggal atau rufrad dan jamak). contohnya: aku, hamba, kami; (2) kata ganti orang kedua (tunggal atau mufrad dan jarak), contohnya: engkau, kalian, kamu; (3) kata ganti orang ketiga (mufrad dan jamak), contohnya: ia,dia, mereka. b. Kata ganti pemilik, yang dapat dibedakan mejadi: (1) kata ganti pemilik kesatu (mufrad dan jamak), contoh: aku, kami, kalian; (2) kata ganti pemilik kedua (mufrad dan jamak), contohnya: tuan, mu, kamu; dan (3) kata ganti pemilik tiga (mufrad dan jamak), seperti: nya, mereka. c. Kata ganti penanya, seperti: apa, siapa; d. Kata ganti penunjuk, seperti: ini dan itu; e. Kata ganti penghubung ialah kata yang. 4) Kata Bilangan Kata bilangan dapat digolongkan dengan segi tinjau: a. Bentuk Berdasarkan bentuknya, kata bilangan dapat dibedakan menjadi: (1) bentuk kata asal, sererti: tujuh, banyak; (2) Bentuk kata majemuk, seperti: dua tiga hari, seorang dua; dan (5) bantuk kata berulang, seperti: tiga-tiga, dua-dua; b. Artinya Menurut artinya kata bilangan dapat dibedakan atas: (1) Kata bilangan pokok, yang terdiri lagi atas: a)kata bilangan pokok yang tertentu, satu, dua tiga; b) kata bilangan pokok yang tak tentu, seperti: semua, segala, tiaptiap; (2) Kata bilangan tingkat, yang dapat dibedakan lagi menjadi: a) kata bilangan tingkat yang tentu, misalnya: kesatu, kedua dan b) kata bilangan yang tak tentu, Seperti: kesekian. (3) Kata bilangan pecahan, seperti: sepertiga, seperempat. 5) Kata Sifat Kata sifat ialah kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu benda, Macamnya dapat dilihat dari: a. Bentuknya Berdasarkan bentuknya, kata sifat dapat dibedakan menjadi: (1) kata sifat bentuk kata asal, seperti: besar, lebar; (2) kata sifat bentuk kata majemuk, seperti: merah putih, gagah berani, dan (3) kata sifat bentuk berulang, seperti: tegap-tegap, besar-besar, serta (4) kata sifat bentuk bersambungan, sererti: berbau, meluas, kemerah-merahan. b. Adat Pemakaiannya Berdasarkan adat pemakainya, kata sifat dapat dibedakan menjadi: (1) yang rnenentukan (pada) kata benda, seperti: jeruk manis, orang besar, padi menguning, dan (2) 48 | P a g e
sebagai sebutan dalam kalimat, seperti: di muara sungai pagi-pagi orang sudah sibuk. 6) Kata Tambahan Kata tambahan ialah kata-kata yang berfungsi sebagai keterangan pada katakata yang bukan kata benda. Golongan ini dapat dibedakan menjadi: a. penunjuk waktu, seperti: pagi-pagi, baru, setelah; b. penunjuk tempat, seperti: di sini, di atas, ke sana; c. penunjuk peri keaadaan, seperti: beribahati, sungguh-sungguh; d. penunjuk banyak dan taraf ketandasan, seperi: terlalu, semata-mata, hanya, agak; dan e. penunjuk taraf kepastian, yang dapat dibedakar lagi menjadi: (1) kepastian, seperti: pasti, sungguh (2) kemungkinan, seperti: mungkin, barangkali, (3) pengharapan dan permintaan, seperti: semoga, mudah-mudahan, dan (4) ingkar, seperti: tidak, jangan. 7) Kata Depan Kata depan ialah kata-kata yang selalu berada di depan kata benda atau kata ganti, sedangkan hubungannya dengan kata benda dan kata ganti yang mengikutinya itu lebih erat daripda hubungan dengan kata yang di depannya, bahkan sering juga di depannya itu tidak ada sepatah kata pun. Berdasarkan artinya, kata depan dapat dibagi menjadi: a. kata depan pengantar tempat, seperti: ke, di, dari; b. kata depan pengantar pihak yang akan menerima bagian, seperti: untuk, buat, bagi; c. kata depan pergantar alat, kawan, atau lawan, ialah kata dengan; d. kata maksud dan tujuan, seperti: akan, untuk, guna; e. kata depan pengantar pelaku pekerjaan, ialah, oleh; f. kata depan penatar waktu atau tempat, seperti: hingga, hamper, sampai; dan g. kata depan pengantar sebab, seperti: atas, demi, sebab. 8) Kata Penghubung Kata penghubung ialah kata-kata yang gunanya untuk menghubungkan sebuah perkataan dengan perkataan yang mendahuluinya atau sebuah kalimat dengan kalimat yang mendahuluinya. Menurut artinya, kata ini dapat dibedakan menjadi: a. kata penghubung penunjuk gabungan, seperti: serta, dan, lagi pula; b. kata penghuhung pengantar penunjuk waktu, seperti: waktu, ketika, setelah, sementara; c. kata penghubung penunjuk maksud atau tujuan, seperti: agar, supaya, biar. d. kata penghubung penunjuk perlawanan, seperti: tetapi, akan tetapi, melainkan; e. kata penghubung penunjuk sebab atau akibat, seperti: sebab, karena, sampai; f. kata penunjuk sebab yang tak dipedulikan atau peryataan mengalah, seperti: biar, biarpun, walau, biar sekalipun; dan g. kata penghubung penunjuk pelaku, pelengkap, atau keterangan, ialah bahwa (yang). 9) Kate Sandang Kata sandang ialah kata yang gunanya untuk menegaskan kata yang berikutnya yang disandanginya, hingga kata-kata itu mempunyai arti yang tentu, tersekat dari nada yang lain—lain. Menurut fungsinya, kata sandang dapat dibedakan menjadi: a) kata sandang pembentuk kata benda, Yang kurap, si Cebol, Merah putih; b) untuk mengeraskan arti, menyekat, atau menceraikan kata benda daripada yang lain-lain, seperti: kembalikan saja kepada si pengirim, saya sendiri menjemputmu kemarin; c) untuk menghormat, seperti.: sang Bangsawan, sang Ibu; dan d) untuk menyekat atau menceraikan sesuatu dan kelornpok atau ―dunianya‘, seperti: sebuah kursi, seekor kambing. 10) Kata Seru 49 | P a g e
Kata seru ialah kata-kata yang gunanya hanya untuk ―melepaskan‖ perasaan, keluarnya pun biasanya tiada dengan sengaja, seolah-olah terlompat begitu saja dari mulut. Menurut sifatnya, kate seru dapat dibedakan menjadi: a. kata seru sejati, aduh, amboi, wahai; b. kata seru tiruan bunyi, seperti: ciap, meong, das c. kata seru yang terjadi dan kata-kata biasa, seperti:kasihan, inalillahi, saying. Selain itu, kata seru pun dapat dibedakan menurut maksudnya yaitu: a. penyeru biasa, seperti: hai nenekku; b. kata seru yang menyataka kata heran, seerti: wah; d. kata seru yang menyataken rase sakit atau terancam behaya, seperti: aduh d. kata seru yang menyatakan rasa iba atau sedih, seperti: kasihan, amboi e. kata seru yang menyatakan kecewa, seperti: saying, celaka; f. kata seru yang menyatakar kaget bercampur sedih, seperti: masyaallah; g. kata seru menyetakan rasa lega, sererti: alhamdulillah; h. kata seru yang menyatakan jijik, seperti: cih, cis. D.
Penggolongan Kata oleh Soetarno Sotrano (1976:132-178) dengan judul bukunya Sari Tata Bahasa Indonesia II menggolongkan menjadi sepuluh macam yaitu: 1) kata benda, 2) kata kerja, 3) kata keadaan, 4) kata keterangan, 5) kata ganti, 6) kata bilangan, 7) kata sambung, 8) kata depan. 9) kata sandang, dan 10) kata seru 1) Kata Benda Kata benda ialah kata yang menyebut nama hal yang berdiri sendiri atau yang dianggap berdiri-sendiri. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi kata benda yang berwujud kongkret, dan kata benda yang tidak berwujud atau abstrak. 1. Kata Kerja Kata kerja ialah kata yang menyatakan tindakan atau pengertian Yang dinamis. Melihat pertaliannya dengan obyek, kata kerja dapat dibedakan menjadi kata kerja transitif, dan kata kerja instransitif.Sedangkan dilihat hubungannya. dengan subjek, kata kerja dapat dibedakan mernjadi kata kerja bentuk-bentuk tindak atau aktif, dan kata kerja bentuk tangga atau pasif. 2. Kata Keadaan Kata keadaan ialah kata yang menerangkan keadan, sifat khusus atau watak suatu benda, seperti: lama, tamat, baru, jauh, panjang tangan, gilang-gemilang, menganak sungai. 3. Kata Keterangan Kata keterangan atau kata tambahan ialah kata-kata yang berfungsi sebagai keterangan pada kata-kata yang bukan kata benda. Menurut artinya, jenis kata ini dapat dibedakan lagi menjadi: (1) Kata keterangan penunjuk waktu, (2) kata keterangan penunjuk tempat, (3) kata keterengan penunjuk peri keaadaan, (4) kata keterangan penunjuk banyak atau taraf ketandasan, (5) kata keterangan peninjuk taraf kepastian, (6) kata keterangan penunjuk tekanan. 4. Kata Ganti Kata ganti ialah kata yang bertugas menggantikan kata benda yang telah disebut atau setidak-tidaknya telah dikenal. Menurutnya, kata ganti ini dapat dibedakan menjadi: (1) kata ganti orang atau persona yang darat diaoiongkan lagi mejadi: a) kata gatti orang pertama, seerti: aku, kami, b) kata ganti orang kedua, sererti: engkau, tuan, dan c) kata ganti orang ketiga, (2) kata ganti pemilik, seperti: ku, mu, dalam suratku, (3) kata ganti penanya, (4.) kata ganti tak tentu yang dapat dibeaaan ata: Kata ganti benda tak tentu, dan kata ganti orang tak tentu, (5) kata ganti penunjuk, dan (6 kata ganti penghubung ialah kata ganti yang 50 | P a g e
berfungsi sebaai pengghubung kata benda atau hal yang disebut dahulu, dan penghubung kalimat satu dengan kalimat lainnya.
5. Kata Bilangan Kata penghubung ialah kata yang berfungsi menghubungkan sebuah perkataan dengan perkataan yang mendahuluinya, atau sebuah kalimat dengan kalimat yang mendahuluinya. Ini dapat membedakan kata penghubung : (1) penghubung gabungan, (2) pengantar penghubung waktu, (3) penunjuk maksud atau tujuan, (4) penunjuk perlawanan, (5) penunjuk sebab akibat, (6) penunjuk syarat atsu pengandaian, (7) penunjuk sebab yang tak dipedulikan atau pernyataan mengalah. 6. Kata Sambung Kata bilangan ialah kata yang menyatakan jumlah benda atau hal, atau rnenunjukkan urutannya dalam deretan. Kata bilangan dapat dibedakan menjadi kata ganti: (1) tentu, (2) tak tentu, (3) tingkat, (4) kumpulan; dan (5) kata bilangan pecahan, 7. Kata Depan Kata depan ialah kata yang menghuhungkan pengertian satu dengan pengertian lain serta menentukan sekali sifat perhubungannya. Kata depan dapat dibedakar menurut: (a) asalnya, (b) bentuknya, (c) artinya. 8. Kata Sandang Kata sandang ialah kata yang digunaan untuk menegaskan dan menentukan kata yang mengikutinya sehingga tersekatnya kata-kata tersebut, misalnya: yang, si, sangat, para, ini, itu, suatu, seorang. 9. Kata Seru Kata seru ialah kata-kata yang merupakan tiruan bunyi atau seruan secara spontan sebagai pelepas perasaan. Menurut artinya, kata seru dapat dibedakan menjadi: (1) kata seru peniru bunyi, (2) kata seru yang menyatakan rasa hati yang dapat diklasifikasikan menjadi kata seru: (a) biasa, (b) menyatakan rasa heran, (c) menyatakan rasa sakit atau terancarn bahaya, (d) merasakan rasa iba atau sedih, (e) merasakan rasa terkejut bercampur sedih, (f) menyatakan kekecewean, (g) nyatakan rasa kesal, (h) menyatakan meminta perhaetian, (i) menyatakan tidak percaya, dan (j) menyatakan persetujuan. E.
Penggolongan Kata oleh Soetan Moehammad Zain Soetan Moehammad Zain dalam bukunya Djalan Bahasa Indonesia (1943:43-149) menggolongkan kata ditinjau artinya terbagi atas: 1) kata pekerjaan, 2) nama benda, 3) pengganti dan penunjuk benda, 4) nama bilangan, 5) nama sifat, 6) kata tambahan, 7) kata perangkai, 8) kata penghubung, dan 9) kata seru.
51 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 14 Penggolongan Kata Bahasa Indonesia secara Tradisional II
PENGGOLONGAN KATA BAHASA INDONESIA SECARA TRADISIONAL II
1) 2) 3) 4)
Pada BAB 10 ini akan ditemukan paparan penggolongan kata oleh : S. Zainuddin Gl. Png. Batuah ; Madong Lubis; S.Poedjawiyatna dan P.J. Zoetmulder; dan S. Takdir Alis Jahbana
A.
Penggologan Kata Oleh S. Jainudin Gl. Png. Batuah dalam Bukunya Dasardasar Tata Bahasa Indonesia (1950;60-124) Menggolongkan kata menjadi sembilan yaitu : (1) kata (peng) ganti; (2) kata benda; (3) kata kerja; (4) kata sifat; (5) kata tambahan; (6) kata bilangan; (7) kata perangkai; (8) kata penghubung dan (9) kata seru berikut ini paparannya. 1) Kata Pengganti Kata pengganti adalah dapat dibedakan manjadi tujuh golongan, yaitu kata pengganti orang yang dapat dibedakan lagi menjadi dua golongan, yaitu kata pengganti orang :(a) yang sebenarnya tunggal yang terdiri atas kata pengganti orang sebenarnya tunggal (pertama, kedua, ketiga), misalnya: aku, engkau, kamu, ia, dia, dan kata pengganti orang sebenarnya jamak (pertama,kedua, ketiga) , misalnya : kami, kita, engkau sekalian, kamu sekalian mereka dan yang tidak sebenarnya yang terdiri lagi atas :orang pertama, Misalnya : Saya, hamba, beta, orang kedua, misalnya, tuan, nyonya, anda, tuan, dan orang ketiga ialah kata :kata saya, danku pada buku saya dan bukuku (3) kata Petunjuk, misalnya: ini, itu; (4) kata Tanya, misalnya: apa, siapa, mengapa, bagaimana ; (5) Kata penunjuk dan pertalian orang (6) kata pengganti tak tentu, misalnya: orang, seseoran, barang sesuatu (7) kata ganti ktaa diri ialah diri.
2) Kata Benda Kata benda dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata benda sakala atau berwujud ialah nama benda yang sesungguhnya, yang dapat dibedakan lagi menjadi (a) nana barang ialah nama diri, misalnya: Ali, Indonesia, Merapi, (b) nama zat, misalnya: mas, timah, air, dan (c) nama kumpulan ialah nama kumpulan mekhluk atau. benda yang semacam, yang semuanya dianggap sebagai suatu setuan baru, misalnya: kawan, laskar, (2) kata benda niskala atau tak berwujud. 3) Kata Kerja Kata kerja ialah kata yang dalamnya terkandung seuatu gerak atau perbuatan dalam arti yang seluas-luasnya atau yang menunjukkan keadaan hasil gerak sekalian anggota perasa, baik gerak yang disengaja atau yang tidak maupun yang tersembunyi, maupun yang lahir, 52 | P a g e
biar yang dapat dilihat, didengar, biar yang tidak, misainya: jatuh, menulis, terbang, ada, tinggal, diam 4) Kata Sifat Kata sifat ialah kata-kata yang menyatakan sifat atau hal sesuatu barang. Sifat ialah kedadaan yang tetap dan sejak semua seperti itu, hal baiknya menunjukkan suatu keadaan yang dating kemudian, misalnya: sakit, berat, pucat, baik hati, manis mulut. 5) Kata Tambahan Kata tambahan ialah kata-kata yang menjadi keterangan pada kata-kata selain kata benda, ialah kata sifat, kata bilangan, kata kerja, dan juga pada kata tambahan sendiri. Kata tambahan dapat dibedakan menjadi kata tambahan penunjuk: (sifat, missal: perlahan-lahan, sepandai-pandainya; (2) taraf, misalnya: sama, kurang, ajar; (3) waktu, misalnya: sedang, tengah, sekarang; (4) tempat, misalnya: di rumah, disekolah; dan (5) modalitas yang dapat dibedakan lagi yakni yang menyatakan a) kesungguhan, b) kemungkinan, c) kehendak atau harapan. 7) Kata Perangkai Kata peragkai ialah kata-kata yang menyatakan perhubungan sebuah kata benda dengan katakata lain dalam kalimat itu juga, misalnya: di, dari, pada, bagi, akan, oleh. 8) Kata Penghubung Kata penghubung ialah kata-kata yang menghubungan dua buah kata yang sama fungsinya dalam kalimat, dua buah bagian kalimat, dari dua buah kalimat. Kata pengubung dapat dibedakan menjadi kat penghubung: (1) penunjuk pengumpul, (2) penunjuk pengupul dan pencerai, (3) penunjuk kosokbali, (4) penunjuk berlawanan, (5) penunjuk sebab-karena, (6) penunjuk syarat atau penjanjian, (7) penunjuk peralahan. (8) penunjuk maksud, (9) penunjuk penerangan, (10) penunjuk kehendak, (11) sebagai pembuka kata, (12) penghubung yang lain-lain. 9) Kata Seru Kata seru dapat. dibedakan menjadi tiga macam yaitu:(1) kata-kata tiruan bunyi, misalnya: bak, buk, pang, cas; (2) kata-kata yang menyatakan perasaan, raisalnya: Ah, oh, amboi dan (3) kata-kata yang menyatakan semboyan, misalnya: hai, ayuk, halo. B.
Penggolongan Kata oleh Madong Lubis Madong Lubis (l954:46-l27) dalam bukunya Paramasastera Lanjut yang sebenarnya diperuntukkan bagi siswa-siswia Sekolah Menengah Pertama dan yang sederajat cetakan X, menggolongkan kata menjadi sembilan yaitu: (1) kata benda; (2) kata kerja; (3) kata sifat atau hal; (4) pengganti penunjuk benda (kata ganti; (5) kata bilangan; (6) kata tambah, (7) kata depan atau perangkai, (8) kata penghubung; dan (9) karta seru. 1) Kata Benda Yang dikatakan kata benda dalam ilmu saraf ialah segala sesuatu yang ada dalam alam ini, baik manusia, baik binatang, dan tumbuh-tumbuhan maupun barang yang tidak hidup. Kata ini dapat dibedakan menjadi kata benda: (1) Yang berwujud (berupa, berbentuk), yang dapat dibagi lagi menjadi: (a) nama jenis, misalya: kursi, kuda, radi, (b) nana sendiri, (c) nama zat misalnya: air, emas, besi, dan (d) nama himpunan, misalnya; tentara, rakyat, laut; dan (2) yang tidak herwujud, misalnya hukum, kehendak, kemauan. Kata benda bisa berupa kata asal, kata bersambungan.. (berafiks, pen), kata majemuk dan kata berulang.
53 | P a g e
2) Kata Kerja Perkataan kata kerja sudah cukup jelas untuk menyatakan bahwa nama itu menunjukan perbuatan atau pekerjaan, seperti: makan, bangkit, menengok, berlari, berembuk. Dilihat dan segi bentukannya kata kerja bisa berupa kata asal, kata bersambungan, kata majemuk, dan kata berulang 3) Kata Sifat atau Hal Kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau hal. Sebagai contoh, papan tulis siatnya hitam akan tetapi jika sebagian diputihkan dengsn kapur, muka putih itu halnya. Contoh-contoh lain yang termasuk kata sifat: bersudara, kesusahan, tinggi, penuh sesak. 4) Kata Pengganti dan Penunjuk Benda (kata ganti) Kata pengganti dan penunjuk benda dapat dibedakan menjadi: (1) Pengganti benda (orang atau benda lain), (2) kata pengganti dan penunjuk benda, (3) kata penggati dan penunjuk benda yang berupa pertanyaan, dan (4) kata pengganti dan penunjuk benda yang kurang tentu, 5) Kata Bilangan Kata bilangan dapat dibedakan menjadi: 1) kata bilangan bulat, misalnya: esa, satu, tiga, (2) kata bilangan pecahan, (3) kata bilangan taraf atau tingkat, misalnya kedua atau kesebelas, (4) kata bilangan himpunan, (5) kata bilangan kurang tentu, dan (6) kata-kata penyukat ialah kata-kata yang menunjukan ukuran atau penyukat (letak penyukat ini di belakang kata bilangan atau di depan kata benda yang ditentukan oleh bilangan itu). Contoh kata penyukat : helai, bidang, batang, buah, pucuk, dan sebagainya. 6) Kata Tambahan atau Kata Bantu Kata tambahan ialah kata-kata yang menjadi keterangan selain kata benda. Dari segi arti, kata tambahan ini dapat dibedakan menjadi kata tambahan penunjuk: (1) tempat (jawaban dari pertanyaan, di mana, ke mana, dan sebagainya), misalnya: ke depan, di sini, barang kemana; (2) keadaan (jawaban dari pertanyaan bagaimana), misalnya: hati-hati, tergopoh-gopoh, (3) waktu (jawaban dari pertanyaan apabila), misalnya: tadi, tahun dahulu, purbakala, (4) banyak, misalnya: sedikit, banyak-banyak, (5) taraf (tingkat keadaan), misalnya: lebih, hampir, (6) sikap (kata modal), misalnya: patut, mesti, harus, betul-betul, mustahil, dan sebagainya. Berdasarkan kata yang diterangannya, kata tambahan dapat dibedakan menjadi kata tambahan yang menerangkan: (1) kata kerja, (2) kata sifat, (3) kata bilangan, dan (4) kata tambahan itu sendiri. 7) Kata Depan Kata depan disebut juga kata perangkai atau kata penyelit. Kata penyelit ialah kata yang diselitkan di antara dua patah kata dalam satu kalimat. Kata penyelit dapat dibedakan menjadi: 1) Kata penyelit yang sebenarnya: ke-, di, dari; dan (2) kata penyelit berpadu yaitu kata penyelit benarnya yang dipadukan dengan kata benda yang menunjukkan tempat, seperti: atas, bawah, sisi, sehingga menjadi di atas, ke bawah, dari sisi. 8) Kata Penghubuna Kata penghubung ilalah kata-kata yang gunanya terutama memperhubungkan kalimat sehingga menjadi kalimat majemuk, tetapi ada kalanya dipergunakan juga memperhubungkan bagian kalimat. Jenis kata ini dapat dibedakan menjadi kata penghubung penunjuk: (1) himpunan, misalnya; lagi, dan, serta, maka, (2) waktu, misalnya: apabila, tatkala, sesudah, 54 | P a g e
waktu, sebelum, (3) sebab, misalnya: sebab, kerena, oleh sebab (4) maksud atau akibat, misalnya: sehingga, supaya, jadi, (5) pertentangan, misalnya: tetapi, walaupun, sungguhpun, dan (6) syarat, misalnya: kau, jikalau, jika, asal. Selain itu ada kata-kata penghubung yang faedahnya untuk perhiasan saja. Kata-kata.seperti itu banyak diteukan pada karya-karya sastra lama, Sebagai contoh: maka, bahwasanya, hatta, arkian, bermula, 9) Kate Seru Kata seru ialah kata untuk.menyatakan perasaan yang sebenarnya tidak masuk menjadi bagian kalimat. Kata seru dapat dibedakan menjadi: (1) tiruan bunyi, (2) ucapan perasaan, misalnya: aduh, aduhai, ai, oi, sst, yayang, Allah. C.
Penggolongan Kata oleh I.R. Poedjawijatna dan P.J Zoetmulder I.R. Poedjawijatna dan P.J. Zoetmulder (1955:102- 135) dalam bukunya Tatabahasa Indonesia, Mereka menggolongkan kata menjadi delapan yaitu: (1) kata sebut; (2) kata tambah; (3) kata ganti; (4) kata keteranga tambahan; (5) kata bilangan; (6) kata depan; (7) kate seru; dan (8) kata perangkai. 1) Kata Sebut Kata sebut ialah kata-kata yang menyebutkan hal yang berdiri sendiri atau yang dianggap berdiri sendiri. Jenis kata ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (1) kata sebut yang kongkret ialah kata sebut yang menyatakan sesuatu hal yang sungguh-sungguh ada, misalnya: bapak, anjing, kebun, pasir dan (2) Kata sebut yang abstrak ialah kata sebut yang menyebutkan sifat kata sebut biasa. Halnya sebetulnya tidak ada, tetapi hanya ada dalam pikiran saja yang menyatakan sifat, keadaan,.perhubungan. Contohnya: kemauan, kekuatan, persaudaraan. Selain itu, jenis kata ini pun dapat dibedakan menjadi: (1) kata sebut nama ialah kata sebut yang menyebutkan sesuatu atau seseorang, dan (2) kata sebut nama jenis ialah kata sebut yang menunjuk semua dan satu jenis, misalnya: gajah, rumah, manusia. 2) Kata Tambah Kata tambah ialah kata-kata yang menyatakan apa yang ditambahkan kepada hal lain. Jenis kata ini dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu: (1) kata keadaan ialah kata tambah yang menyatakan keadaan, dan (2) kata kerja ialah kata tambah yang menyatakan suatu tindakan yang dapat dibedakan lagi menjadi: (a) kata keria transitif; dan (b) kata keria transitif, misalnya: menangis. 3) Kata Ganti Kata ganti ialah kata yang menggantikan kata sebut menanyakan, dan menunjukkannya. Jenis kata ini dapat diadakan menjedi tiga macam yaitu (1) kata ganti orang, yang dapat dibedakan lagi menjadi kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga; (2) kata ganti Tanya; dan (3) kata ganti tunjuk ialah kata itu dan ini. 4) Kata Keterangan Tambah Kata keterangan tambah ialah kata-kata yang selalu dipakai sebagai keterangan tambah. Berdasarkan artinya, jenis kata ini dapat dibedakan menjadi kata keterangan tambah yang menunjuk: (1) waktu, misalnya: belum, kelak, sejak; (2) cara, misalnya: memang, niscaya, barangkali; (3) tempat, misalnya: di sana, di sini, kemari; (4) derajat, rnisalnya: amat, begini, hamper; (5) keadaan, misalnya: bersama-sama, seperti; dan (6) sebab, misalnya: karena itu, sebab itu. 5) Kata Bilangan Kata bilangan ialah kata yang digunakan untuk menyatakan sejumlah individu dan kelompok semacam atau sejenis. Jenis kata ini dapat dibedakan menjadi: (1) kata bilangan tentu, misalnya: satu, dua, sebelas, senibu; (2) kata bilangan tak tentu, misalnya: beberapa, 55 | P a g e
semua, banyak; (3) kata bilangan pecahan, misalnya: setengah, dua perlima dan (4) kata bilangan tingkat, misainya: kedua, ketiga Di samping itu ada kata bilangan penunjuk jenis, misalnya: ekor, orang, buah, helai, pucuk. 6) Kata Depan Kata depan ialah kata-kata yang menyatakan hubungan antara pengertian satu dengan lainnya. Berdasarkan hubungan yang dinyatakannya, jenis kata ini dapat dibedakan menjadi kata depan yang menyatakan hubungan: (1) alat; (2) bersama-sama; 3) pelaku; (4) maksud dan tujuan; (5) hubungan hal; dan (6) sebab. 7) Kata Seru Kata seru ialah kata-kata yang menirukan suara atau bunyi yang merupakan seruan, misalnys: bum, cis, aduh, wahai, amboi, aduhai. 8) Kata Perankai Kata perangkai ialah kata-kata yang merangkaikan kalimat dengan kalimat lainnya, misalnya: dan, lalu, agar, malahan, lagi, akan, untuk dan sebaginya. D.
Penggolongan Kata oleh S. Takdir Alisjahbana Dalam bukunya Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia S. Takdir Alisjahbana (1954:95-96) menggolongkan kata menjadi enam yatu: (1) kata benda atau substantifa; (2) kate kerja atau verba; (3) kata keadaan atau adjektifa; (4) kata sambung atau konjugasi; (5) kata sandang atau artikal; dan (6) kata seru ateu interjeksi. 1) Kate Benda atau Substantifa Kata benda ialah nama daripada benda dan seggala sesuatu yang dibendakan. Kedala. kata benda masuk kata ganti atau pronominal. 2) Kata Kerja atau Verbe Kata kerja ialah kata yang menyatakan kerja sebagai kerja, dan bukan sebagai suatu benda atau keadaan. Kata kerja dalam bahasa Indonesia ialah kata-kata yang berawalan medan di-. 3) Kata Keadan ateu Adjektifa Kata keadaan ialah kata yang memberi ketarangan tentang sifat khusus, watak atau keadaan benda, pekerjaan, peristiwa, atau keadaan. Dalam bahasa Indonesia tidak ada alasan untuk membedakan kata keadaan yang memberi keterangan tentang benda dengan yang mernberi keterangan tentang pekerjaan, peristiwa, atau keadaan. Termasuk kata keadaan ialah golongan kata bilangan atau numerelia oleh karena bilangan itu pun memberikan keterangan tentang benda, pekerjaan, peristiwa, atau keadaan. 4) Kat Sambuni atru Konjusi Di dalam kata sambung kita masukkan kata sambung yang rnenghubungkan kata maupun kalimat, seperti: dan, tetaoi, dan sebagainya dan kata depan atau preposisi yang menyatakan perhubungan kata benda dengan kata-kata lain dalam kalimat. 5) Kata Sandang atau Artikal 6) Kata Seru atau Interjeksi
56 | P a g e
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Pertemuan ke Pokok Bahasan
: : : : :
Morfologi Bahasa Indonesia IN 103 4 SKS 15 Penggolongan Kata Bahasa Indonesia secara Nontradisional I
PENGGOLONGAN KATA BAHASA INDONESIA SECARA NONTRADISIONAL I 1. Prakata Penggolongan kata secara tradisional berlandaskan arti, namun sejak Ferdinand de Saussure memperkenalkan Linguistik struktural pada awal abad XX, para ilmu bahasawan dan tata bahasawan bahasa Indonesia merasa tidak puas atas pembagian jenis kata secara tradisional itu. Mereka yang merasa tidak puas itu antara lain Slametmulyana, Anton M. Moeliono, Gorys Keraf, S. Wojowasito, dan Ramlan. Pada bagian ini akan dipaparkan penggolongan kata menurut empat pakar bahasa seperti urutan di atas, selanjutnya pada bab terpisah akan dipaparkan pendapat Ramlan. 2. Penggolongan Kata oleh Slametmulyana Slametmulyana (1957:13-198) dalam bukunya Kaidah Bahasa Indonesia II menggolongkan kata ditinjau dan fungsinya dalam kalirnat. Menurutnya, kata dapat digolongkan menjadi empat regu yaitu: (1) kata-kata yang pada hakekatnya hanya rnelakukan jabatan gatra sebutan; (2) kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan; (3) kata-kata pembantu regu II; dan (4) kata-kata pembantu pertalian. Ramlan (185:39-41) mengikhtisarkannya sebagai berikut. 1) Kata-kata yang pada hakekatnya hanya rnelakukan jabatan gatra sebutan Golongan kata ini terdiri atas dua golongan yaitu (1) kata keadaan, misalnya: besar, sukar, sibuk, jauh; dan (2) kata kerja, misalnya: mendayung, digigit, tidur, yang dapat dibedakan lagi menjadi: (a) kata kerja buntu yaitu kata kerja yang menyatakan bahwa perbuatan yang ditujukan terbatas dalam lingkungannya sendiri, misalnya: jatuh, menangis, (b) kata kerja langsung ialah kata kerja yang dapat berhubungan dengan pelaku kedua (objek) tanpa perantaraan kata lain, misalnya: menggali, membaca, dan (c) kata kerja sambung ialah kata kerja yang dalan hubungannya dengan pelaku kedua menggunakan perantara lain jadi hubungannya langsung dengan sambungan, misalnya: cinta pada cinta kepada ayah. 2) Kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan Yang termasuk ke dalam golongan ini ialah kata benda, kata kerja, kata keadaan, dan kata bilangan. 1. Kata benda dpt dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata benda nyata yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasai, misalnya: batu, orang, laut dan (2) kata benda yang tidak nyata yaitu kata bends yang menyatakan keadaan, hal, sifat, dan sebagainya yang dikhayalkan seolah-olah berwujud. misalnya: keindahan, kebesaran, penghidupan. 2. Kata ganti benda dapat dibedakan menjadi: (1) kata penunjuk yakni itu dan ini (2) kata pemisah yakni yang dan tempat (3) kata ganti diri dan milik yang dapat dibedakan lagi menjadi kata ganti diri: (a) pertana, misalnya: aku, (b) kedua, engkau, dan (c) ketiga, misalnya: ia; (4) kata ganti tanya, misalnya: apa, mana, berapa; dan (5) kata ganti sesuatu, misalnya: suatu, sesuatu, apa-apa, seorang, siapa-siapa. 3. Kata bilangan yang dapat dibedakan menjadi enam golongan, yaitu: (1) bilangan pokok 57 | P a g e
yakni bilangan yang menyatakan banyaknya barang apa juga pun, misalnya: satu, sebelas, dua belas (2) bilangan bantu yaitu kata yang menerangkan jenis benda yang berfungsi membantu bilangan pokok, misalnya: batang, biji, bilah (3) bilangan tak tentu yaitu bilangan yang menyatakan bilangan yang ditetapkan jumlahnya, misalnya: banyak, sedikit, beberapa (4) bilangan himpunan ialah bilangan yang menyatakan banyaknya benda, orang dan lain-lain dalam suatu himpunan, misalnya: ketika pada ketiga orang itu; (5) bilangan tuturan ialah bilangan yang menyatakan bilangan yang berturut-turut, misalnya: kedua, ketiga dan (6) bilangan pecahan, misalnya: setengah, tiga perempat. 3) Kata-kata pembantu regu II Kata-kata pembantu regu II ini dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: 1. Kata-kata yang menjelaskan tempat kedudukan kata benda. yaitu: ini, itu 2. Kata-kata yang menunjukkan kekianan, misalnya: dua, tiga. 3. Kata-kata keadaan dan kata benda yang memberikan penjelasan kata benda tentang keadaannya, pemiliknya, dan sebagainya, misalnya: kaya pada orang kaya, kata saya pada bapak saya. 4) Kata-kata pembantu pertalian Yang dimaksud dengan kata-kata pembantu pertalian ialah kata-kata yang menjelaskan pertalian kata yang satu dengan kata yang lain, kalimat yang satu dengan kalimat yang lain atau sebagai penjelas tambanan. Kata ini dapat dibedakan menjadi tiga macam. 1. Kata-kata yang menerangkan kata keadaan dan kata kerja, misalnya: sekali pada elok sekali, terlalu, kerap kali, lebih baik. 2. Kata-kata yang menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain, kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, misalnya: dari, ke, untuk, dan, oleh. 3. Kata-kata yang disisipkan dalam kalimat seakan-akan berdiri sendiri, lepas dari ikatan kalimat, Misalnya: nah, hai, sayang, aduh. 3. Penggolongan Kata oleh Anton M. Meoliono Anton M. Moeliono (1967) dalam tulisanya, “Suatu Reonientasi dalam Tata Bahasa Indonesia” yang termuat dalam Bahasa dan Kesusastran Indonsia halaman 45-52, menggolongkan kata berdasarkan kesamaan perilaku sintaktik. Beliau menggolongkannya menjadi tiga rumpun yaitu: (1) rumpun nominal, (2) rumpun verbal, dan (5) rumpun partikel. Ihktisar Ramlan (l965:42-44) sebagai berikut. 1) Rumpun Nominal Rumpun nominal ialah rurmpun yang diingkari oleh kata bukan dalam suatu konstruksi endosentnik beratribut. Rumpun ini dapat dibedakn menjadi dua anak rumpun yaitu: 1. Rumpun nominal yang dapat didaului oleh partikel preposisi direktif di, seperti: di rumah, di air, di kertas. Secara arbitrer, anak rumpun ini disebut nominal tak bernyawa. 2. Rumpun nomial yang didahului oleh partikel pada, seperti: pada anak, pada ibu, pada harimau, pada tanggal, pada hari. Anak rumpun ini secara atbitrer disebut nominal bernyawa. 2) Rumpun Verbal Rumpun verbal ialah rumpun kata yang diingkari oleh kata tidak dalam suatu konstruksi endosentrik yang beratribut. Rumpon ini dapat dibedakan menjadi: Rumpun verbal transitif ialah rumpun verbal yang secara potensial dapat mendahului obyek nominal dalam konstruksi objektif, misal: bawa buku itu, tulis surat itu. 58 | P a g e
Rumpun verbal taktransitif ialah rumpun verbal yang tidak berkonstruksi dengan sebuah obyek, tetapi dapat disertai oleh atribut, misalnya: terbang, jauh, tertawa sangat keras. Rumpun verbal ajektif ialah rumpun verbal yang dapat didahului oleh partikel penunjuk derajat seperti amat dan sangat dalam amat miskin, sangat miski. 3) Rumpun Partikel Rumpun ini keanggotaannya terbatas. Di samping itu biasanya tidak diperluas lagi bentuknya oleh imbuhan dan tidak dapat dijadikan bentuk alas (bentu dasar, pen.) untuk suatu konstruksi morfologik yang lebih lanjut. Menurut kedudukannya dalam kalimat, rumpun dapat dibedakan menjadi lima anak umpun. 1. Preposisi yang pada umumnya mendahului nominal dan tidak terarah terdapat pada akhir kalimat, yang dapat digolongkan lagi menjadi tiga golongan yakni: (1) preposisi direktif, misalnya: di, ke, dari, pada, (2) preposisi agentif yaitu oleh, dan (3) preposisi penunjuk orang, misalnya: para, si, sang. 2. Konjungsi yang pada umumnya tidak terdapat pada akhir kalimat dan tidak selalu diikuti oleh nominal, yang dipat dibedakan lagi menjadi. tiga golongan yaitu: (1) konjungsi setara, misalnya: dan, tetapi, namun, atau, (2)konjungsi taksetara, misalnya: sambil, seraya, demi, dan (3) konjungsi korelatif, misalnya: kian…kian, makin…makin, baik…maupun, walau…sekalipun. 3. Penunjuk kecaraan atau modalita yang distribusinya lebih luas daripada preposisi dan konjugasi. Ada di antaranya yang berbentuk klitika. Kelompok ini dapat dibedakan menjadi sepuluh yaitu: (a) pengingkaran, misalnya: bukan, tidak, (b) penegasan, misalnya: bahva, toh, lah, pun, (c) pertanyaan, misalnya: adakah , apakah, (d) pelarangan, misalnya: jangan, jangan sampai, (e) pengharapan, misalnya: semoga, mudah-mudahan, (f) permintaan, misalnya: silakan, sudila,. (g) penujuan, misalnya: agar, supaya, (h) penguluran, misalnya: meski, biar, (i) pensyaratan, misalnya: jika jikalau, dan (j) penyangsian, misalnya: jangan-jangan, gerangan, entah. 4. Penunjuk segi atau aspek yang biasanya tidak terdapat pada akhir kalimat dan pada umumnya mendahului verbal. Kelompok ini dapat dibedakan menjadi: (1) segi komplektif, misalnya: telah, sudah, (2) segi duratif, misalnya: sedang, tengah, dan (3) segi berantisipasi, misalnya akar. 5. Penunjuk derajat yang berdistribusi preverbal atau purnaverbal dan kadang-kadang terdapat pada akhir kalimat, misalnya: amat, sangat, agak, sekali, benar. 4. Penggolongan Kata oleh Gorys Keraf Gorys Keraf dalam bukunya, Tatabahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas (1982:82-92) membagi kata menjadi empat macam yaitu: (1) kata benda atau nomina substantive; (2) kata kerja atau verba; (3) kata sifat atau adjektiva; dan (4) kata tugas atau function word. Beliau membagi kata berdasarkan struktur morfologisnya. Yang dimaksud dengan struktur morfologis adalah bidang bentuk yang memberi ciri khusus terhadap katakata itu. Bidang bentuk itu meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata tersebut atau juga kesamaan cirri dan sifat dalam membentuk kelompok kata. 1) Kata Benda Berdasarkan bentuknya, segala kata yang mengandung morfem terikat, ke-an, pean, -an, ke-, kita calonkan sebagai kata benda, misalnya: perumahan, perbuatan, kecantikan, pelari, jembatan, kehendak. Berdasarkan kelompok kata, segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yang + kata sifat adalah kata benda. Contohnya: Tuhan, angin dapat diperluas menjadi Tuhan yang adil, angin yang kencang. Kata ganti yang dalam tatabahasa tradisional merupakan jenis kata tersendiri, dimasukkan menjadi subgolongan kata benda. 59 | P a g e
2) Kata Kerja Berdasarkan bentuknya, segala kata yang mengandung imbuhan me-, ter-, -kan, di-, -i kita calonkan sebagai kata kerja. Ditinjau dari kelompok kata, segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat adalah kata kerja. Contohnya: mendengar, buat dapat diperluas mendengar dengan cermat, buat dengan cepat. 3) Kata Sifat Berdasrkan bentuknya, segala kata dalam bahasa Indonesia bisa mengambil bentuk se + reduplikasi kata dasar + nya disebut kata sifat, misalnya: teliti, tinggi, cepat dapat menjadi: seteliti-telitinya, setinggi-tingginya, secepat-cepatnya. Dari segi kelompok kata, kata sifat dapat diterangkan oleh kata-kata: paling, lebih, sekali Contohnya: besar, tingsi dapat diterangkan menjadi besar sekali, paling besar, lebih besar, tinggi sekali, paling tinggi, lebih tinggi. 4) Kata Tugas Dari segi bentuk, kata tugas umumnya sukar sekali mengalami perubahan, seperti: dengan, telah, dan, tetapi. Narnun ada juga yang dapat mengalami perubahan bentuk, walaupun jumlahnya sangat terbatas, seperti: tidak, sudah yang dapat berubah menjadi: menidakkan, menyudahi. Dari segi kelompok kata, kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas atau mengadakan transformasi kelimat. Kata tugas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: l) kata tugas yang monovalen (bernilai satu) yaitu semata-mata bertugas untuk memperluas kalimat, misalnya: dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari dan kata tugas yana ambivalen (berniali dua) yaitu di samping berfungsi sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam membentuk suatu kalimat minim maupun mengubah bentuknya, misalnya: sudah tidak.
5. penggolongan Kata oleh S. Wojowasito S. Wojowasito (1976:30-31) dalam bukunya Pengantar Sintaksis Indonesia (Dasardasar ilmu kalimat Indonesia) membagi kata menjadi sembilan jenis. Beliau menentukan jenis kata berdasarkan hubungannya di dalam frase atau bentuk itu meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata tersebut atau juga kesamaan cirri dan sifat dalam membentuk kelompok kata. 1) Kata Benda atau Substantif Kata benda yang memiliki cirri-ciri (1) lazim menduduki fungsi subjek atau obyek; (2) lazim diikuti kata itu, (3) dapat didahului oleh proposisi; (4) dapat diikuti oleh nama pribadi; (5) dapat didahului oleh kata bilangan; dan (6) dapat didahulu atau diikuti oleh sesuatu sifat. 2) Kata Kerja Kata kerja memiliki ciri-ciri: (1) lazim menduduki fungsi predikat; (2) lazim rnengikti subjek dan mendahului obyek; (3) dapat diikuti oleh preposisi; (4) dapat digunakan untuk perintah; (5) dapat mengalami perubahan genus (aktif dan pasif); dan (6) dapat didahului oleh kata-kata: boleh, akan, hendak, sedang, telah, sambil. 3) Kata Sifat Kata sifat mempunysi ciri-ciri: (1) lazim mengikut kata benda sebagai kualifikasi atau penjelasan; (2) dapat dimasukkan ke dalam imbangan pangkat-pangkat perbandingan dengan menyertakan kata-kata: lebih, paling; (3) tidak dapat dipergunakan untuk perintah; dan (4) tidak dapat didahului oleh kata-kata: hendak, akan, boleh, sedang, telah (sekalipun terdapat pula peristiwa-peristiwa yang meragukan). 4) Adverbia Adverbia memiliki ciri menduduki fungsi keterangan sekunder (kedua). Yang 60 | P a g e
dimaksud dengan keterangan sekunder ialah keterangan atas keterangan. Contohnya kata amat dalam orang itu amat besar. Besar sebagai keterangan primer pada orang itu, dan amat sebagai keterangan sekunder pada besar. 5) Kata Penghubung atau Konjugasi Konjugasi memiliki ciri: (1) menghubungkan dua kalimat sejajar atau bertingkat; dan (2) menghubungkan dua kata sejenis secara sejajar, misalnya: dan pada rumah dan halaman, kaya dan miskin. 6) Kata Seru atau Interjeksi Kata seru lazim dipergunakan sebagai motprase yaitu suatu kata yang bertindak sebagai kalimat dengan intonasi seruan; wahai, cis, aduh. 7) Kata Buangan atau Numeral Kata bilangan memiliki cirri-ciri: (1) menyebutkan sesuatu yang obyektif dan untuk tujuan itu tidak dapat diganti oleh lain jenis; dan (2) selalu mendahuiui kata yang dijumlah. Kata bilangan ini masih dapat menjadi kata bilangan tentu, misalnya: satu, dua, lima, dan kata bilangan tak tentu, misalnya: segala, tiap-tiap. 8) Kata Ganti atau Pronomen Kata ganti secara historis dapat dihubungkan dengan istilah pronoun, jadi tidak asal menggantikan kata saja. Jenis ini dapat dibagi lagi menjadi: (1) kata ganti persona; (2) kata ganti milik; (3) kata ganti Tanya; (4) kata ganti tunjuk; dan lain-lain yang pada umumnya telah kita ketahui. 9) Preposisi Preposisi disebut juga kata depan atau kata perangkai, ia memiliki ciri-ciri: (1) rnemiliki fungsi adverbial; (2) biasanya berada di muka kata benda; dan (3) menyatakan hubungan sebagai terkandung di dalam kate preposisi itu sendri terhadap pernyataan kanan kirinya. Dalam kenyataannya, preposisi itu tidak selalu berada di muka kata benda, tetapi ada pula preposisi yang di belakangnya. Yang terakhir sebenarnya hanya ada pada bahasa Barat.
61 | P a g e
62 | P a g e