GULA MERAH SEBAGAI ALTERNATIF USAHA MASYARAKAT TANI PEDESAAN Oleh : Sugeng prayogo BP3K Srengat BAB I. PENDAHULUAN. Mungkin masih ada di antara kita yang belum mengenal gula merah dari tebu. Padahal di beberapa kabupaten di Jawa Timur seperti Kediri, Tulungagung, dan Jombang, industri gula merah tebu sudah ditekuni puluhan tahun lamanya. Keuntungan usaha ini cukup tinggi dan dapat menjadi kegiatan ekonomi alternatif petani tebu. Propinsi Jawa Timur merupakan daerah penghasil gula (hablur) terbesar di Indonesia, dengan kontribusi sekitar 42% dari produksi gula nasional tahun 2002. Selain terkenal sebagai produsen gula hablur, Jawa Timur juga menjadi sentra produksi gula merah dari tebu Industri gula merah banyak di jumpai terutama di Kabupaten Kediri, seperti di Kecamatan Ngadiluwih, Kras , dan Kandat. Gula merah banyak digunakan untuk pemanis makanan/jajanan, bumbu masak, dan bahan baku industri kecap. Selain itu, gula merah juga dapat dimanfaatkan untuk campuran pembuatan gula merah kelapa. Sebagai mana lazimnya industri tradisional, usaha ini dilkelola oleh keluarga petani secara turun-temurun. Untuk mengetahui lebih jauh tentang industri gula merah ini, dilakukan penelitian dengan mengambil contoh di Desa Rejomulyo, Kecamatan Kras, Kediri. Di desa Rejomulyo, industri gula merah menjadi kegiatan ekonomi alternatif petani dalam pemasaran tebu selain ke pabrik gula. Industri alternatif ini mampu menghasilkan keuntungan yang cukup besar bagi petani/pengusaha gula merah. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari kesetiaan mereka untuk menekuni usaha ini selama bertahun-tahun bahkan ada yang sudah puluhan tahun. Walaupun di dekat desa terdapat pabrik gula kristal/putih, petani banyak yang mengolah tebunya menjadi gula merah.
BAB. II. Pasokan Bahan Baku Bahan baku (tebu) industri gula merah berasal dari dalam dan luar desa, bahkan juga dari luar kabupaten. Bahan baku dari luar desa dibutuhkan terutama pada awal tahun, karena tebu dari dalam desa baru dipanen pada pertengahan tahun. Harga tebu dari luar desa (Kabupaten Blitar) sekitar Rp. 130.000/ton bila menebang sendiri dan Rp. 160.000/ton bila sampai di tempat. Untuk tebu dari lokasi sekitar penggilingan, harganya berkisar Rp. 120.000 – Rp. 140.000/ton, tergantung kualitas tebu. Bagi petani yang menyelepkan tebunya dilakukan bagi hasil, dengan proporsi 2/3 bagian untuk petani dan 1/3 untuk penggiling.
Tabel 1 : Perbandingan mineral makro dan mikro pada gula merah kelapa dan gula pasir. Kandungan mineral Mineral mikro mg/L (ppm) dalam bahan kering Mangan (Mn) Boron (B) Seng (Zn) Besi (Fe) Tembaga (Cu) Mineral makro mg/L (ppm) dalam bahan kering Nitrogen (N) Fosfor (P) Kalium (K) Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Natrium (Na) Klorin (Cl) Belerang (S)
Coconut Palm Sugar
Refined (White) Sugar
1.3 0.30 21.20 21.90 2.3
0 0 1.20 1.20 0.60
2,020 790 10,300 60 290 450 4,700 260
0 0.70 25 60 10 10 100 20
Dianalisis oleh: Philippine Coconut Authority – Plant and Tissue Analysis Laboratory (Sept. 11, 2000).
BAB III. Kapasitas Produksi Mesin diesel/giling yang digunakan umumnya memiliki daya 12-18 PK. Satu penggilingan mampu menghasilkan gula 0,6 – 0,7 ton/hari dengan durasi 10-12 jam. Setiap harinya 14 penggilingan yang ada mampu menghasilkan gula 8,5 ton. Untuk menghasilkan gula sebanyak itu diperlukan 85 ton tebu atau setara dengan luas panen 0,7 ha. 3.1. Produksi gula merah Pada awal tahun lebih rendah dibandingkan dengan pertengahan/akhir tahun. Pada awal tahun, rendemen tebu masih relatif rendah (7-7,5%), sehingga dalam satu kali olahan/oboran hanya diperoleh 40-50 Kg gula tebu. Produksi gula terus meningkat dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus-September karena tebu sudah masak optimal dengan rendemen mencapai 10% atau bahkan lebih. Dengan rendemen sebesar itu, setiap kali olah mampu menghasikan 60-65 Kg. Namun, harga gula pada awal tahun lebih tinggi dibandinkan harga pertengahan tahun.
3.2. Proses Pembuatan Gula Merah Tebu Pada prinsipnya, proses pembuatan gula merah tebu sama dengan gula merah dari kelapa, aren, atau lontar. Tebu digiling pada mesin penggiling, kemudian nira disaring, dan dimasak dalam wajan besar untuk diuapkan airnya. Penguapan dilakukan secara bertahap dengan memindahkan nira secara berurutan dari satu wajan ke wajan yang lain yang biasanya mencapai 8-10 wajan yang disusun secara berderet dari depan ke belakang. Semakin ke depan posisi wajan, nira semakin kental.
Gambar 1 : Gilingan Tebu
Gambar 2 : Wajan Pembuatan Gula Merah Tebu yang terususun
Biasanya nira tebu sudah siap diangkat di wajan terdepan atau di wajan kedua dari depan.
Gambar 3: Mengaduk Gula Tebu Sebelum dicetak, nira tebu yang kental (gulali) dimasukkan ke dalam jambangan besar, kemudian diaduk selama 15 menit agar cepat kering dan tidak lengket serta warnanya lebih kuning. Selanjutnya gelali dicetak menggunakan cetakan dari tempurung kelapa yang menyerupai mangkok, sehingga gula merah ini disebut “gula mangkok“.
Gambar 4: Gula Merah Cetakan Bentuk Batok / Mangkok
Dalam pembuatan gula merah, juga ditambahkan kapur untuk menghilangkan kotoran dan yang utama agar gula tebu tidak lembek. Kotoran akan terangkat ke atas bersama busa dan kemudian dibuang dengan menggunakan serok. Agar gula tampak kuning kemerahan dan bersih, biasanya juga ditambahkan “obat gula“.