GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang :
Mengingat
bahwa guna melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 20 ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (4), Pasal 30 ayat (3), Pasal 39, Pasal 44 ayat (5), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), dan Pasal 54 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan;
: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Himpunan PeraturanPeraturan Negara Tahun 1950 Halaman 86-92); 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
8.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4769); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157); 17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Kewenangan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 4 Seri E Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10); 18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 6 Seri D Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 12); 19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 40); MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Daerah adalah Provinsi Jawa Tengah. 3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah 6. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. 7. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota se Jawa Tengah. 8. Dinas adalah Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. 9. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.
10. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara. 11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. 12. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 13. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat. 14. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat. 15. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. 16. Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. 17. Pendidikan khusus adalah bentuk layanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 18. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan bagi semua peserta didik yang dalam pelayanan pendidikannya memerlukan kekhususan sesuai dengan keberadaan serta karakteristik peserta didik. 19. Warga adalah orang yang memanfaatkan pelayanan pendidikan di daerah. 20. Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia non Pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. 21. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. 23. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
24. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 25. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. 26. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. 27. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. 28. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. 29. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. 30. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. 31. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang kembangkan. 32. Wajib Belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 33. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. 34. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan. 35. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. 36. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. 37. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sabutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. 38. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. 39. Vokasi adalah pendidikan kejuruan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. 40. Provinsi Vokasi adalah Daerah yang memprioritaskan vokasi.
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi: a. tata cara pemberian izin pendirian satuan pendidikan; b. penambahan dan perubahan satuan pendidikan; c. penggabungan satuan pendidikan ; d. penutupan satuan pendidikan; e. pelaksanaan Provinsi Vokasi; f. pendidikan inklusif ; g. pengelolaan dana pendidikan ; h. alokasi dana bagi peserta didik ; i. Tata cara pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan ; j. Tata cara pemberian sanksi administrasi. BAB III TATACARA PEMBERIAN IZIN Pasal 3 (1) Pendirian satuan pendidikan pada jalur formal yang meliputi jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan jalur pendididikan nonformal wajib memperoleh izin pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diberikan oleh Gubernur Pasal 4 (1) Syarat-syarat pendirian satuan pendidikan formal meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan. (2) Syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan dalam Standar Nasional Pendidikan. (3) Selain syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian satuan pendidikan harus melampirkan: a. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi tata ruang, geografis, dan ekologis; b. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi prospek pendaftar, keuangan, sosial, dan budaya; c. data mengenai perimbangan antara jumlah satuan pendidikan formal dengan penduduk usia sekolah di wilayah tersebut; d. data mengenai perkiraan jarak satuan pendidikan yang diusulkan di antara gugus satuan pendidikan formal sejenis; e. data mengenai kapasitas daya tampung dan lingkup jangkauan satuan pendidikan formal sejenis yang ada; dan f. data mengenai perkiraan pembiayaan untuk kelangsungan pendidikan paling sedikit untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya.
Pasal 5 Syarat pendirian pendidikan non formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV PENAMBAHAN, PERUBAHAN, PENGGABUNGAN DAN PENUTUPAN SATUAN PENDIDIKAN Pasal 6 (1) Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan penambahan, perubahan, penggabungan dan penutupan satuan pendidikan formal pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar (DIKDAS), Pendidikan Pendidikan Menengah (DIKMEN) dan satuan pendidikan nonformal sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan (2) Dalam melakukan penambahan, perubahan, penggabungan dan penutupan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah. (3) Pelaksanaan penambahan, perubahan, penggabungan dan penutupan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan kepada Gubernur.
BAB V PELAKSANAAN PROVINSI VOKASI Pasal 7 Tujuan provinsi vokasi : a. meningkatkan akses pelayanan pendidikan menengah kejuruan; b. meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan kejuruan; c. mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan; d. mengembangkan pendidikan kejuruan berbasis daerah Kabupaten/Kota.
potensi dan kebutuhan
Pasal 8 Tugas Pemerintah Daerah yaitu melakukan fasilitasi berupa sarana prasarana, peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, pengembangan kurikulum, dan evaluasi. Pasal 9 Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban melaksanakan, dan mengembangkan pendidikan kejuruan dalam rangka mendukung provinsi vokasi.
BAB VI PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS Bagian Kesatu Pendidikan Khusus Pasal 10 (1)
Pendidikan khusus dapat berbentuk pendidikan inklusi dan akselerasi.
(2)
Pendidikan khusus inklusi diberikan kepada peserta didik karena kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial.
(3)
Pendidikan khusus akselerasi diberikan kepada peserta didik karena potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(4)
Pendidikan khusus akselerasi dapat berupa pengayaan atau percepatan pendidikan.
(5)
Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya pendidikan khusus pada satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan sesuai kebutuhan peserta didik.
(6)
Jaminan Pemerintah Daerah sebagimana dimaksud pada ayat (6) berupa bantuan biaya pendidikan dalam dokumen anggaran. Bagian Kedua Pendidikan Layanan Khusus Pasal 11
(1) Pendidikan layanan khusus merupakan program pendidikan bagi peserta didik di daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau kondisi lain yang membuat tidak memungkinkan mengikuti program pendidikan yang ada. (2) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan subsidi terhadap orang atau badan hukum yang menyelenggarakan satuan pendidikan layanan khusus. BAB VII PENDIDIKAN INKLUSIF Pasal 12 (1) Satuan pendidikan yang dapat menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah satuan pendidikan yang telah memperoleh ijin dari pemerintah kabupaten/kota dan memiliki fasilitas untuk melayani peserta didik berkebutuhan khusus serta tersedianya tenaga pendidik dengan kualifikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (2) Jumlah satuan pendidikan yang memberikan pendidikan khusus sekurangkurangnya 1 (satu) satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar di setiap kecamatan dalam wilayah Kabupaten/Kota dan sekurang-kurangnya 1 (satu) satuan pendidikan menengah dalam wilayah Kabupaten/Kota.
(3) Peserta didik pendidikan inklusif berhak mendapatkan layanan pendidikan yang sama dan tidak diskriminasi. (4) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan fasilitasi penyelenggaraan pendidikan inklusif berupa : a. membantu dan menyediakan tenaga pembimbing khusus bagi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang memerlukan sesuai dengan kewenangannya; b. membantu meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif; c. membantu dan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana penyelenggaraan pendidikan inklusi; d. membantu biaya operasional yang timbul sebagai akibat diselenggarannya pendidikan inklusi. (5) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi sesuai dengan kewenangannya. BAB VIII PENGELOLAAN DANA PENDIDIKAN Bagian Kesatu Sumber Dana Pendidikan Pasal 13 Prinsip dalam pengelolaan dana pendidikan oleh Pemerintah Daerah, Penyelenggara dan satuan pendidikan yang didirikan oleh masyarakat terdiri atas : a. prinsip umum; dan b. prinsip khusus
Paragraf 1 Prinsip Umum Pasal 14 (1) Prinsip umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a adalah : a. prinsip keadilan; b. prinsip efisiensi; c. prinsip transparansi; dan d. prinsip akuntabilitas publik. (2) Prinsip keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan memberikan akses pelayanan pendidikan yang seluas-luasnya dan merata kepada peserta didik atau calon peserta didik, tanpa membedakan latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan kemampuan atau status sosial ekonomi (3) Prinsip efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengoptimalkan akses, mutu, relevansi, dan daya saing pelayanan pendidikan.
(4) Prinsip transparansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memenuhi asas kepatutan dan tata kelola yang baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan sehingga : a. dapat diaudit atas dasar standar audit yang berlaku, dan menghasilkan opini wajar tanpa pengecualian; dan b. dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan (5) Prinsip akuntabilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan memberikan pertanggungjawaban atas kegiatan yang dijalankan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan kepada pemangku kepentingan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Prinsip Khusus Pasal 15 (1)
Pengelolaan dana pendidikan oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengelolaan dana pendidikan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat dilaksanakan sesuai peraturan perundangundangan dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan
(3)
Pengelolaan dana pendidikan oleh satuan pendidikan dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan, serta peraturan satuan pendidikan Pasal 16
(1) (2)
Seluruh dana pendidikan Pemerintah Daerah dikelola sesuai sistem anggaran daerah. Seluruh dana satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dikelola sesuai sistem anggaran daerah. Pasal 17
(1)
Pengelolaan dana pendidikan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2)
Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat untuk : a. biaya investasi pada satuan pendidikan b. biaya operasi satuan pendidikan; dan/atau c. bantuan kepada satuan pendidikan dalam bentuk hibah untuk mendukung biaya operasi satuan pendidikan
(3)
Dana pendidikan yang dikelola oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat disimpan dalam rekening penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(4)
Seluruh dana satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dikelola melalui mekanisme yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan dan disimpan di dalam rekening bendahara satuan pendidikan yang dibuka dengan seizin ketua penyelenggara atau pimpinan satuan pendidikan yang bersangkutan Pasal 18
(1)
Pendanaan pendidikan bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)
Dana pendidikan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari: a. anggaran Pemerintah; b. anggaran pemerintah daerah.
(3)
Dana pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat dapat bersumber dari: a. pendiri penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; b. bantuan dari masyarakat, di luar peserta didik atau orang tua/ walinya; c. bantuan Pemerintah; d. bantuan pemerintah daerah; e. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; f. hasil usaha penyelenggara atau satuan pendidikan; dan/atau g. sumber lainnya yang sah.
(4)
Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat bersumber dari: a. bantuan pemerintah daerah; b. bantuan Pemerintah; c. pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan; d. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya; e. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau f. sumber lainnya yang sah.
(5)
Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat dapat bersumber dari: a. bantuan dari penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan; b. bantuan dari Pemerintah; c. bantuan dari pemerintah daerah; d. pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan; e. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya; f. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau g. sumber lainnya yang sah.
Bagian Kedua Komponen Dana Pendidikan Pasal 20 (1) Biaya pendidikan meliputi: a. biaya satuan pendidikan; b. biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; dan c. biaya pribadi peserta didik. (2) Biaya satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. biaya investasi, yang terdiri atas: 1. biaya investasi lahan pendidikan; dan 2. biaya investasi selain lahan pendidikan. b. biaya operasi, yang terdiri atas: 1. biaya personalia; dan 2. biaya nonpersonalia. c. bantuan biaya pendidikan; dan d. beasiswa. (3) Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. biaya investasi, yang terdiri atas: 1. biaya investasi lahan pendidikan; dan 2. biaya investasi selain lahan pendidikan. b. biaya operasi, yang terdiri atas: 1. biaya personalia; dan 2. biaya nonpersonalia. (4) Biaya personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 dan ayat (3) huruf b angka 1 meliputi: a. biaya personalia satuan pendidikan, yang terdiri atas: 1. gaji pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan; 2. tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan pendidikan; 3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan; 4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen; 5. tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan dosen; 6. tunjangan profesi bagi guru dan dosen; 7. tunjangan khusus bagi guru dan dosen; 8. maslahat tambahan bagi guru dan dosen; dan 9. tunjangan kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan profesor atau guru besar. b. biaya personalia penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, yang terdiri atas: 1. gaji pokok; 2. tunjangan yang melekat pada gaji; 3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural; dan 4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional.
BAB IX ALOKASI DANA BAGI PESERTA DIDIK Pasal 21 Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan sebagian dana yang tersedia pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk diberikan kepada peserta didik pada Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa/Sekolah Menengah Kejuruan yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikan. Pasal 22 Pengalokasian dana pendidikan bertujuan membantu peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikan untuk dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah. Pasal 23 Pemerintah Daerah melalui Dinas menentukan dan menginformasikan jumlah calon penerima bantuan biaya pendidikan kepada sekolah dengan mempertimbangkan : a. b. c. d.
jumlah peserta didik miskin; kondisi masyarakat miskin; letak geografis; pemerataan. Pasal 24
(1) Bantuan biaya pendidikan diberikan kepada peserta didik diutamakan untuk keperluan : a. pembelian buku; dan b. alat tulis. (2) selain bantuan biaya pendidikan untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bantuan dapat diberikan kepada peserta didik untuk keperluan : a. makan; b. pakaian; c. tempat tinggal; d. transportasi; dan/atau e. informasi dan komunikasi Pasal 25 Persyaratan calon penerima bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah sebagai berikut : a. berstatus sebagai peserta didik pada satuan pendidikan menengah; b. orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan; dan c. bukan penerima bantuan biaya pendidikan lainnya
Pasal 26 Orang tua atau wali peserta didik yang menerima bantuan biaya pendidikan wajib mengawasi peserta didik untuk: a. menunjukkan kerajinan dan kedisiplinan; b. melaksanakan tugas belajar dengan baik; c. mentaati peraturan dan tata tertib satuan pendidikan menengah d. menghormati orang tua, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga lingkungan satuan pendidikan menengah; dan e. tidak terlibat tawuran, penyalahgunaan narkotika, obat terlarang dan zat adiktif lainnya. Pasal 27 Pemberian bantuan biaya pendidikan kepada peserta didik pada satuan pendidikan menengah dihentikan apabila : a. kehadiran peserta didik dalam proses pembelajaran tidak memenuhi syarat minimal yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan; b. menerima bantuan biaya pendidikan dari sumber yang sama; c. menerima beasiswa yang lebih besar dari pada bantuan biaya pendidikan; d. terlibat tawuran, penyalahgunaan narkotika, obat terlarang dan zat adiktif lainnya; e. tidak mematuhi peraturan dan tata tertib satuan pendidikan menengah. Pasal 28 Kepala Dinas melakukan pemantauan dan evaluasi pemberian bantuan biaya pendidikan Pasal 29 Kepala Dinas menetapkan prosedur operasional standar pemberian bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X TATA CARA PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 30 (1) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 31 (1) Pemerintah Daerah melaksanakan: a. p engawasan terhadap pengelolaan dan pendidikan khusus dan layanan khusus; dan
penyelenggaraan
satuan
b. koordinasi pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas koordinasi pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten atau Kota. (3) Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal di wilayah yang menjadi kewenangannya. Pasal 32 (1) Pemerintah Daerah dan pemerintah Kabupaten/Kota, sesuai dengan kewenangan masing-masing, menindaklanjuti pengaduan masyarakat tentang penyimpangan di bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk klarifikasi, verifikasi, atau investigasi apabila: a. pengaduan disertai dengan identitas pengadu yang jelas; dan b. pengadu memberi bukti adanya penyimpangan. Pasal 33 (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dapat dilakukan dalam bentuk pemeriksaan umum, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan khusus, pemeriksaan tematik, pemeriksaan investigatif, dan/atau pemeriksaan terpadu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada instansi atau lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan oleh lembaga pengawasan fungsional yang memiliki kewenangan dan kompetensi pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 Dalam melaksanakan klarifikasi, verifikasi, atau investigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menunjuk lembaga pemeriksaan independen.
Pasal 35 (1) Dewan pendidikan melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada tingkat Daerah, dan Kabupaten/Kota. (2) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Daerah dilaporkan kepada Gubernur. (3) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dilaporkan kepada Bupati/Walikota. Pasal 36 (1) Komite sekolah/madrasah melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. (2) Hasil pengawasan oleh komite sekolah/madrasah dilaporkan kepada rapat orang tua/ wali peserta didik yang diselenggarakan dan dihadiri kepala sekolah/madrasah dan dewan guru.
BAB XI SANKSI ADMINISTRASI Pasal 37 Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memberikan sanksi administratif berupa peringatan, penggabungan, penundaan atau pembatalan pemberian sumber daya pendidikan kepada satuan pendidikan, pembekuan, penutupan satuan pendidikan dan/atau program pendidikan yang melaksanakan pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 38 (1) Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus yang melanggar perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dikenai sanksi administrasi, penghentian subsidi hingga pencabutan izin satuan pendidikan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diadakan pembinaan paling lama 1 (satu) tahun oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 39 Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi bagi Pemerintah Kabupaten/Kota berupa teguran tertulis dan/atau penghentian sementara bantuan/fasilitasi. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 40 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah. Ditetapkan di Semarang pada tanggal 17 September 2013 GUBERNUR JAWA TENGAH, ttd
GANJAR PRANOWO Diundangkan di Semarang pada tanggal 17 September 2012 Plt SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH, ttd SRI PURYONO KARTOSOEDARMO BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 NOMOR 56.