ISSN 1410-1939
PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) YANG DIBERI PUPUK N DENGAN DOSIS DAN CARA PEMBERIAN YANG BERBEDA PADA LAHAN ULTISOLS DENGAN SISTEM OLAH TANAH MINIMUM [GROWTH OF MAIZE (Zea mays L.) FERTILIZED WITH NITROGEN OF DIFFERENT RATES AND METHODS OF PLACEMENT ON ULTISOLS LAND WITH MINIMUM TILLAGE SYSTEM] Nyimas Myrna E.F.1 Abstract A research was carried out to evaluate growth of maize fertilized with N of different rates and fertilizer placement methods on Ultisol land with minimum tillage system. Field experiment was conducted on Ultisol at the experimental farm of Faculty of Agriculture Jambi University, Mendalo Darat, from July 2003 until October 2003. The treatments were arranged in a factorial split plot pattern of randomized block design, placement of fertilizer methods (on the surface of the soil and left uncovered; on the surface of the soil and covered; in punched holes then filled up with soil, and in rows covered with soil) as main plot factor, and rates of N fertilizer (0, 75, 150, 225 kg ha-1 N) as subplot factor. Each treatment was replicated three times. Variables observed were several growth characteristics namely leaf area index (LAI), crop growth rate (CGR), and net assimilation rate (NAR). Results indicated that average weekly development of leaf area index ( LAI ), average weekly crop growth rate ( CGR ), and average weekly net assimilation rate ( NAR ) for five weekly periods were different due to variation in rates in each method of fertilizer placement Key words: fertilization, soil conservation, food crop. Kata kunci: pemupukan, konservasi tanah, tanaman pangan.
PENDAHULUAN Jagung merupakan komoditas yang memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia sebagai komodiTas utama penghasil karbohidrat setelah beras. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir peningkatan kebutuhan jagung tidak sejalan dengan laju peningkatan produksi di dalam negeri sehingga diperlukan impor jagung yang makin besar (Bank Indonesia, 1999). Usaha peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Namun demikian, program ekstensifikasi dihadapkan pada beberapa hambatan karena sebagian besar tanah di Indonesia tergolong tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) dengan tingkat kesuburan kimia dan fisika tanah yang rendah. Selain itu, langkanya tenaga kerja untuk mengolah tanah juga merupakan hambatan dalam program ini. 1
Sistem olah tanah yang biasa dilakukan petani dalam usaha tani jagung adalah sistem olah tanah konvensional, yaitu tanah dibajak/dicangkul dua kali dengan kedalaman 25 hingga 30 cm dan digaru satu kali sambil diratakan sehingga diperoleh struktur tanah cukup halus. Menurut Lal (1979) sebagaimana dikutip oleh Alibasyah (2000), pada tanah yang diolah secara konvensional, struktur tanah menjadi lebih halus sehingga lebih mudah terdispersi oleh butir-butir hujan yang mengakibatkan penyumbatan pori tanah sehingga infiltrasi berkurang, sedangkan aliran permukaan dan erosi menjadi lebih besar. Selain itu, agregat tanah tidak stabil, porositas dan kandungan air tanah rendah, bobot isi tanah menjadi lebih tinggi, dan tanah menjadi lebih padat. Ditambahkan oleh Utomo (2002) bahwa olah tanah intensif akan memacu erosi, menurunkan kualitas tanah, menurunkan produktivitas lahan, dan memacu polusi lingkungan. Oleh karena itu, pada lahan kering seperti Ultisol dengan kepekaan erosi tinggi, pengolahan tanah intensif dapat
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361
9
Jurnal Agronomi 10(1):9-25
mengakibatkan semakin berkurangnya ketersediaan unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman karena pengikisan dari lapisan permukaan tanah akibat erosi. Pada akhirnya, hal ini akan mengurangi kualitas pertumbuhan tanaman dan kuantitas hasil yang diharapkan. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif pengolahan tanah intensif, terutama di lahan kering Ultisol, adalah mengurangi pengolahan tanah atau sering disebut dengan olah tanah minimum dan tanpa olah tanah (olah tanah konservasi). Aplikasi olah tanah konservasi akan lebih berhasil pada tanah bertekstur ringan sampai sedang, tanah berdrainase baik, dan tanah bergelombang sampai berbukit. Teknik olah tanah konservasi sesuai diterapkan pada tanah Andisol, Mollisol, Inceptisol, dan Ultisol, tetapi kurang sesuai jika diterapkan pada tanah Vertisol yang memiliki kendala sifat fisika tanah yang tinggi (Arbiwati, 2002).. Dalam produksi tanaman, untuk memperoleh hasil yang maksimum, ketersediaan unsur hara merupakan syarat mutlak. Salah satu unsur hara penting yang ketersediaannya harus dalam keadaan cukup adalah nitrogen. Pada kondisi lahan tertentu dengan tingkat kesuburan rendah seperti pada Ultisol, pemupukan nitrogen dan unsur-unsur utama lainnya seperti fosfor dan kalium, seringkali mutlak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Salah satu aspek penting dari pemupukan yang jarang sekali diperhatikan adalah efisiensi pemupukan. Pemupukan nitrogen khususnya di daerah tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi serta iklim basah seperti Indonesia umumnya memiliki efisiensi yang rendah. Pada kondisi ini, tanah banyak mengalami kehilangan nitrogen yang terjadi melalui pencucian, panen, proses denitrifikasi, reaksi-reaksi kimia dan lain-lain. Pada batasan tertentu, masalah efisiensi pemupukan dapat dikendalikan melalui manipulasi teknologi pemupukan yang meliputi cara penggunaan, waktu pemberian, takaran yang tepat serta jenis pupuk yang digunakan (Sunarsedyono et al., 1988). Lehrsch et al. (2000) melaporkan bahwa cara pemupukan N dan penempatannya berpengaruh terhadap peningkatan hasil biji jagung yang diberi pengairan secara irigasi. Pemberian pupuk dalam band pada saat tanam dan dalam larikan pada saat pemupukan susulan lebih baik daripada pemberian secara sebar pada saat tanam dan dalam larikan pada saat pemupukan susulan. Hasil biji pada cara pertama lebih tinggi daripada cara kedua, yaitu sebesar 7 ton ha-1. Selama ini, rekomendasi pemupukan pada tanaman jagung ditujukan pada kondisi lahan dengan
10
olah tanah sempurna. Melalui perubahan teknologi olah tanah diduga akan terjadi perbedaan penyerapan unsur hara. Seperti yang dikemukakan oleh Utomo (2002) bahwa pengelolaan hara pada budidaya olah tanah minimum sedikit berbeda dibandingkan dengan pada budidaya olah tanah intensif. Perbedaan itu terjadi karena adanya mulsa residu tanaman dan sedikitnya manipulasi permukaan lahan olah tanah minimum. Residu tanaman sebagai mulsa akan mengurangi penguapan sehingga mampu meningkatkan kelembaban tanah dan mengendalikan fluktuasi suhu tanah. Membaiknya iklim mikro akan meningkatkan aktivitas biota tanah, yang pada akhirnya mempengaruhi proses imobilisasi-mineralisasi hara, terutama N. Berdasarkan hasil percobaan penggunaan pupuk urea dan amonium nitrat pada tanaman gandum, kehilangan akibat penguapan lebih besar dari 50% pada pemberian urea dengan cara sebar dibandingkan dengan pada pemberian dalam barisan tanaman (Fowler dan Brydon, 1989). Berdasarkan uraian di atas perlu diteliti lebih lanjut bagaimana pertumbuhan tanaman jagung yang diberi pupuk nitrogen dengan dosis dan cara pemberian yang berbeda pada sistem olah tanah minimum.
BAHAN DAN METODA Percobaan dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Oktober 2003 di Kebun Percobaan Universitas Jambi, Mendalo Darat, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, dengan ketinggian tempat sekitar 25 m di atas permukaan laut dengan tipe curah hujan A menurut Schmidt-Fergusson. Ordo tanah di daerah lokasi percobaan adalah Ultisol. Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih jagung kultivar Arjuna pupuk urea (46% N), SP-36 (15,73% P) dan KCl (49,8% K); pestisida (Furadan 3G, Decis 2.5 EC, dan Ridomil 35 SD), herbisida Roundup 480 AS, dan kapur pertanian (Ca Mg (CO3)2). Alat-alat yang digunakan adalah alat bercocok tanam, meteran, dan sprayer. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor pertama adalah cara pemberian pupuk dan faktor ke-dua adalah dosis pupuk nitrogen. Cara pemberian pupuk (C) ditempatkan sebagai faktor petak utama, terdiri atas: C1 = di permukaan tanah, dibiarkan terbuka, C2 = di permukaan tanah, ditimbun, C3 = di dalam lubang ditugal, ditutup , dan C4 = di dalam larikan, ditutup. Sementara itu dosis pupuk
Nyimas Myrna E.F.: Pemupukan N pada Jagung pada Ultisol dengan Sistem Olah Tanah Minimum
nitrogen (N) ditempatkan sebagai faktor anak petak, yang terdiri atas: N0 = 0 kg ha-1, N1= 75 kg ha-1, N2 = 150 kg ha-1, dan N4 = 225 kg. ha-1. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Jarak tanam yang digunakan adalah 75 × 25 cm. Luas tiap petak percobaan adalah 4,50 × 2,25 m. Di dalam tiap petak percobaan terdapat subpetak satuan percobaan untuk hasil panen dengan luas 1,50 × 1,25 m. Dalam satu petak, 12 tanaman didestruksi 6 kali dengan dua tanaman setiap kali destruksi dan 10 tanaman dalam petak panen untuk penetapan hasil, dua tanaman di antaranya untuk pengukuran komponen hasil. Gulma berupa alang-alang dan rumput pada lahan yang akan ditanami disemprot dengan herbisida Roundup dengan dosis 4 L ha-1. Setelah gulma mati, dilakukan pengolahan tanah. Tanah diolah secara terbatas sepanjang barisan yang akan ditanami (sesuai dengan jarak tanam), dicangkul satu kali sedalam 10 cm dan diratakan (olah tanah minimum). Kemudian, untuk menaikkan pH, tanah diberi kapur pertanian (Ca Mg(CO3)2) dengan dosis 2.5 ton ha-1 dengan cara ditaburkan pada permukaan tanah yang baru diolah kemudian diaduk rata dengan tanah. Pupuk yang digunakan adalah urea (dosis sesuai dengan perlakuan), SP-36 dengan dosis 80 kg ha-1, dan KCl dengan dosis 50 kg ha-1. SP-36 dan KCl seluruh dosis diberikan saat tanam sebagai pupuk dasar. Pupuk urea diberikan dengan cara sesuai dengan perlakuan, yaitu dengan cara ditaburkan pada permukaan tanah secara melingkar di sekeliling tanaman dan dibiarkan terbuka (C1), ditaburkan pada permukaan tanah secara melingkar di sekeliling tanaman dan langsung ditimbun dengan tanah (C2), dalam lubang ditugal di samping tanaman dan ditutup kembali dengan tanah (C3), dalam larikan di samping tanaman dan ditutup kembali dengan tanah (C4). Pemberian pupuk urea dilakukan dua kali, yaitu 1/3 dosis 7 hari setelah tanam dan 2/3 dosis diberikan pada saat tanaman berumur 1 bulan. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan dalam lubang yang ditugal di samping tanaman. Peubah respons adalah beberapa karakteristika tumbuh, yang ditetapkan berdasarkan contoh tanaman destruktif yang dirumuskan sebagaimana berikut ini: a. Indeks Luas Daun rata-rata ILD mingguan, yang dihitung menurut rumus Gardner et al. (1991):
ILD =
(A 2 + A 1 ) 1 cm 2 m − 2 x 2 P
yaitu nisbah antara luas daun dengan luas tanah yang ditempati oleh tanaman rata-rata periode mingguan. Luas daun diukur dengan metoda yang dikemukakan oleh Montgomery (1911) sebagaimana dikutip oleh Elings (2000), dengan rumus sebagai berikut: Luas Daun = Panjang Daun × Lebar Daun x 0,75 b. Laju Asimilasi Bersih rata-rata LAB mingguan, yang dihitung menurut rumus LAB =
W2 − W1 lnA 2 − lnA 1 × g cm − 2 hari −1 A 2 − A1 t 2 − t1
yaitu laju pertambahan bahan kering total tanaman per satuan luas daun per satuan waktu rata-rata periode mingguan yang menggambarkan laju fotosintesis bersih (kapasitas tanaman mengakumulasi bahan kering) per satuan luas daun per satuan waktu rata-rata periode mingguan, c. Laju Tumbuh Tanaman rata-rata ( LTT ) mingguan, yang dihitung menurut rumus: LTT =
W2 − W1 1 × g m −2 t 2 − t1 P
yaitu laju pertambahan bahan kering total tanaman per satuan luas lahan per satuan waktu rata-rata periode mingguan yang menggambarkan peningkatan bobot kering total tanaman per satuan luas lahan per satuan waktu ratarata periode mingguan. Makna lambang huruf dalam ketiga rumus tersebut adalah: A1 = luas daun pada waktu t1, A2 = luas daun pada waktu t2, W1= bobot bahan kering tanaman pada waktu t1, W2= bobot kering tanaman pada waktu t2, P = luas tanah yang ditempati tanaman, t2= waktu setelah t1, t1= waktu tertentu, yang dihitung untuk lima periode mingguan berdasarkan luas daun dan bobot bahan kering tanaman yang ditetapkan dari dua contoh tanaman destruktif yang dilakukan sebanyak enam kali, yaitu pada umur 21, 28, 35, 42, 49, dan 56 hari setelah tanam. Analisis data peubah karakteristik tumbuh selama lima periode mingguan, yaitu periode mingguan 1 sampai 5 sejak umur 21 hari sampai 56 hari setelah tanam, diduga dengan sidik regresi terhadap periode mingguan untuk berbagai dosis pemberian pupuk nitrogen pada setiap cara pemberian. Kurva yang diperoleh diperbandingkan dengan menggunakan uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf α = 0,05 (Draper dan Smith, 1981).
11
Jurnal Agronomi 10(1):9-25
HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks luas daun rata-rata Indeks luas daun merupakan rasio antara luas daun (satu permukaan saja) tanaman budidaya terhadap luas tanah (Gardner et al., 1991). Indeks luas daun menggambarkan besarnya aparat asimilasi suatu tegakan tanaman dan berfungsi sebagai nilai primer untuk penghitungan sifat-sifat pertumbuhan seperti laju tumbuh tanaman dan laju asimilasi bersih. Berdasarkan hasil uji kesejajaran dan keberimpitan kurva, pola perkembangan ILD mingguan tanaman jagung selama lima periode mingguan pada setiap cara pemberian pupuk sebagai respons terhadap setiap taraf dosis pemberian pupuk nitrogen berbeda (Gambar 1a - 1d) walaupun dengan pola yang sama, yaitu rendah pada awal pertumbuhan periode mingguan pertama (21-28 HST), kemudian meningkat dengan laju peningkatan yang berbeda pada setiap taraf dosis pemberian pupuk nitrogen sampai periode mingguan kelima (49-56 HST). Jika diamati perkembangan ILD selama 5 periode mingguan pada setiap cara pemberian pupuk dengan lebih tingginya dosis pupuk nitrogen lebih tinggi pula nilai ILD walaupun nilai ILD itu ada yang selalu sama (kurva berimpit), ada yang berbeda dengan angka perbedaan yang selalu sama (kurva sejajar), dan ada yang selalu berbeda (kurva tidak sejajar) antara kurva yang satu dengan lainnya. Masing-masing nilai ILD tertinggi diperoleh pada cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal ditutup, dengan dosis pupuk nitrogen 225 kg ha-1, dibandingkan dengan pada cara pemberian pupuk yang lain dengan dosis pupuk nitrogen yang sama. Hal itu mungkin disebabkan oleh cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal ditutup yang dapat mengurangi besarnya kehilangan nitrogen dari pupuk yang diberikan sehingga dengan peningkatan dosis pupuk sampai ke taraf tertentu, tanaman dapat memanfaatkan unsur N yang ada secara maksimal untuk pembentukan daun sebagai aparat fotosintesis yang secara langsung dapat meningkatkan ILD . Menurut Gardner et al. (1991), pada awal pertumbuhan tanaman (fase vegetatif), pertambahan luas daun besar karena fotosintat yang dihasilkan pada proses fotosintesis digunakan untuk pembentukan daun sebagai organ yang melaksanakan fotosintesis. Setter dan Flanigan (1985) mengemukakan bahwa jika kondisi lingkungan dan tanaman baik, meningkatnya indeks luas daun sampai batas tertentu akan meningkatkan fotosintesis. Pemupukan nitrogen dengan dosis tertentu dapat meningkatkan kandungan klorofil untuk proses fotosintesis,
12
asal kondisi yang lain seperti radiasi matahari, suhu, kelembaban, dan CO2 ada dalam kondisi optimum. Perkembangan ILD yang paling lambat diperoleh pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah, dibiarkan terbuka. Keadaan itu mungkin disebabkan oleh rendahnya efisiensi pemupukan karena besarnya kehilangan nitrogen akibat penguapan dalam bentuk NH3 sehingga hanya sebagian kecil saja nitrogen yang dapat dimanfaatkan tanaman. Kekurangan N pada awal pertumbuhan dapat menghambat pembentukan daun sebagai aparat fotosintesis yang dapat pula menekan perkembangan ILD . Menurut Lemcoff dan Loomis (1986), pemberian N yang rendah dapat menekan nilai ILD , terlebih jika kerapatan tanaman per ha tinggi. Secara umum, perkembangan ILD terus meningkat sampai periode mingguan ke-lima (49-56 HST) yang menunjukkan bahwa perkembangan nilai ILD belum maksimum. Laju tumbuh tanaman rata-rata Berdasarkan hasil uji kesejajaran dan keberimpitan, pola perkembangan LTT mingguan tanaman jagung pada setiap cara pemberian pupuk menunjukkan respons yang berbeda terhadap setiap taraf dosis pemberian pupuk nitrogen. Kurva perkembangan LTT (Gambar 2a - 2d) menunjukkan pola yang sama, yaitu rendah pada periode mingguan pertama (21-28 HST), meningkat dengan laju peningkatan yang berbeda pada setiap taraf dosis pupuk nitrogen selama tiga periode mingguan berikutnya (28-35 sampai 42-49 HST) dan selanjutnya mulai menurun pada periode mingguan kelima (4956 HST). Menurut Salisbury dan Ross (1995), pola pertumbuhan yang diekspresikan dalam bobot bahan kering merupakan kurva berbentuk huruf-S (sigmoid) yang pada periode tumbuh tertentu laju pertumbuhan pada awalnya lambat dan meningkat terus sampai periode umur tertentu. Setelah itu laju pertumbuhan akan menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Dinyatakan dalam LTT , hanya bagian tengah dan akhir kurva sigmoid yang tampak. Hal itu terjadi terjadi karena pada umur 21 HST tanaman ada pada fase vegetatif aktif sehingga fotosintat yang dihasilkan sebagian besar dimanfaatkan untuk membentuk organ-organ vegetatif seperti daun, batang dan akar. Saat tanaman memasuki fase reproduktif, fotosintat ditranslokasikan ke organ reproduktif sehingga LTT menurun. Berdasarkan matriks perbandingan Gambar 2b, 2c, dan 2d, dengan cara pemberian pupuk di permukaan tanah ditimbun, dalam lubang ditugal di-
Nyimas Myrna E.F.: Pemupukan N pada Jagung pada Ultisol dengan Sistem Olah Tanah Minimum
tutup, dan dalam larikan ditutup, perkembangan LTT mingguan tanaman jagung menunjukkan pola respons yang sama pada setiap taraf dosis pemberian pupuk nitrogen yang berbeda dengan pola respons pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka dengan nilai LTT berbeda dan dengan angka perbedaan bervariasi (kurva tidak sejajar), nilai LTT yang berbeda dengan angka perbedaan yang tetap (kurva sejajar), atau nilai LTT yang selalu sama (kurva berimpit). Perkembangan nilai LTT terendah tampak pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka. Keadaan itu sama dengan perkembangan nilai ILD , karena ILD terendah juga tampak pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka. Menurut Gardner et al. (1991), nilai laju tumbuh tanaman berhubungan dengan nilai indeks luas daun dan nilai laju asimilasi bersih. Nilai LTT tertinggi diperoleh pada cara pemberian pupuk di dalam lubang ditugal ditutup, dengan dosis pupuk nitrogen 225 kg ha-1, dibandingkan dengan cara pemberian pupuk yang lain pada dosis pupuk nitrogen yang sama. Semakin besar nitrogen yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman, karena semakin kecil kehilangannya yang disebabkan oleh cara pemberian pupuk yang tepat, mengakibatkan meningkatnya luas daun. Peningkatan luas permukaan daun menyebabkan laju fotosintesis semakin tinggi dan memungkinkan semakin banyak cahaya dan unsur hara yang dapat diserap. Akibat laju fotosintesis yang tinggi, hasil bahan kering bertambah tinggi yang menyebabkan tingginya LTT . Laju asimilasi bersih Pola perkembangan LAB mingguan (Gambar 3a - 3d) pada setiap cara pemupukan menunjukkan respons yang berbeda terhadap dosis pupuk yang diberikan. Pada periode mingguan pertama nilai LAB meningkat dengan seiring peningkatan dosis pupuk nitrogen sampai periode mingguan ke-tiga (35-42 HST), kemudian menurun pada periodeperiode mingguan selanjutnya (35-42 sampai 49-56 HST) dengan LAB yang selalu sama (kurva berimpit) antara garis kurva yang satu dengan lainnya, nilai LAB yang berbeda dengan angka yang selalu sama (kurva sejajar), atau dengan angka yang selalu berbeda (kurva tidak sejajar). Meningkatnya nilai LAB pada awal pertumbuhan diduga karena pada saat itu intersepsi cahaya matahari oleh daun tanaman jagung masih tinggi karena jumlah daun dan luas daun masih memadai
sehingga laju fotosintesis meningkat. Selain itu, dengan penyerapan unsur hara yang tinggi, daun yang terbentuk akan lebar dan laju fotosintesis tinggi sehingga laju asimilasi bersih akan meningkat selama daun-daun tidak saling menaungi. Seperti yang dikatakan oleh Gardner et al. (1991), nilai LAB paling tinggi pada saat tanaman masih kecil dan sebagian daun terkena radiasi matahari langsung. Daun yang muda pada puncak pohon menyerap radiasi paling banyak dengan laju absorpsi CO2 yang tinggi dan mentranslokasikan sejumlah fotosintat ke bagian tanaman yang lain. Sebaliknya, daundaun yang tua pada tajuk bagian bawah dan terlindung mempunyai laju absorpsi CO2 yang rendah dan memberikan sedikit hasil fotosintesis ke bagian tanaman yang lainnya. Selanjutnya pada saat tanaman makin dewasa, jumlah daun serta luas permukaan bertambah yang mengakibatkan tanaman saling menaungi sehingga berkurang luas daun yang dapat mengintersepsi sinar matahari dan laju akumulasi bahan kering akan berkurang. Dengan demikian, laju asimilasi bersih menjadi turun. Faktor lingkungan yang dianggap mempengaruhi nilai ILD dan LTT seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, tampaknya juga mempengaruhi nilai LAB .
KESIMPULAN Perkembangan ILD , LTT , dan LAB rata-rata mingguan selama lima periode mingguan berbedabeda akibat berbagai dosis pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka, di permukaan tanah ditimbun, dalam lubang ditugal ditutup, dan dalam larikan ditutup.
DAFTAR PUSTAKA Alibasyah, M. R. 2000. Perubahan Beberapa Sifat Fisik Tanah, Tingkat Erosi, dan Hasil Jagung dengan Tiga Sistem Olah Tanah dan Mulsa Jagung serta Efek Residunya. Disertasi Program Doktor, Universitas Padjadjaran, Bandung. Arbiwati, D. 2002. Sistem Produksi Pertanian dengan Teknik Olah Tanah Konservasi terhadap Perubahan Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Olah Tanah Konservasi, Yogyakarta. Bank Indonesia. 1999. Aspek Pemasaran Jagung. http://www.bi.go.id/sipuk/lm/ind/jagung/aspek_pem asaran.htm. Diakses 11 Nopember 2002.
13
Jurnal Agronomi 10(1):9-25
Fowler, D. B. dan J. Brydon. 1989. No-till winter wheat production on the Canadian prairies: placement of urea and ammonium nitrate fertilizers. Agronomy Journal 81: 518-524. Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan Herawati Susilo). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Lehrsch, G. A., R. E. Sojka dan D. T. Westermann. 2000. Nitrogen placement, row spacing, and furrow irrigation water positioning effects on corn yield. Agronomy Journal 92: 1266-1275. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan III. Perkembangan Tumbuhan dan
Fisiologi Lingkungan. Terjemahan D.R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung. Sunarsedyono, A., Ispandi dan A. G. Manshuri. 1988. Hasil-hasil Penelitian Tanaman Jagung Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Prosiding Lokakarya Efisiensi Penggunaan Pupuk, pp. 369379. Pusat Penelitian Ternak, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Utomo, M. 2002. Olah Tanah Konservasi untuk Pengelolaan Lahan Berkelanjutan, pp. 1-35. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Olah Tanah Konservasi,Yogyakarta 30 Juli 2002.
y(n0c1) = 0.0503x^2 - 0.0828x + 0.1554 (R^2 = 0.982) y(n1c1) = 0.0637x^2 - 0.0895x + 0.1747 (R^2 = 0.994) y(n2c1) = 0.1316x^2 - 0.3234x + 0.3778 (R^2 = 0.997) y(n3c1) = 0.1288x^2 - 0.2915x + 0.3570 (R^2 = 0.992)
Indeks Luas Daun Rata-rata
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 1a.
Y/Y N0 N1 N2
ILD mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka pada lahan dengan sistem olah tanah minimum
N1 /
Matriks Perbandingan N2 N3 // //
x x /
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
14
Nyimas Myrna E.F.: Pemupukan N pada Jagung pada Ultisol dengan Sistem Olah Tanah Minimum
y(n0c2) = 0.0829x^2 - 0.2157x + 0.2639 (R^2 = 0.933) y(n1c2) = 0.0924x^2 - 0.0899x + 0.1541 (R^2 = 0.986) y(n2c2) = 0.1148x^2 - 0.1364x + 0.2009 (R^2 = 0.998) y(n3c2) = 0.0939x^2 + 0.0174x + 0.0915 (R^2 = 0.996)
Indeks Luas Daun Rata-rata
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 1b.
Y/Y N0 N1 N2
ILD mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah ditimbun pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 /
Matriks Perbandingan N2 N3 // //
x x //
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
15
Jurnal Agronomi 10(1):9-25
y(n0c3) = 0.0509x^2 - 0.0885x + 0.1695 (R^2 = 0.988) y(n1c3) = 0.1259x^2 - 0.2437x + 0.2975 (R^2 = 0.995) y(n2c3) = 0.1265x^2 - 0.0556x + 0.0979 (R^2 = 0.988) y(n3c3) = 0.117x^2 + 0.0564x - 0.0067
(R^2 = 0.989)
Indeks Luas Daun Rata-rata
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 1c.
Y/Y N0 N1 N2
ILD mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal ditutup pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 /
Matriks Perbandingan N2 N3 // //
x x //
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
16
Nyimas Myrna E.F.: Pemupukan N pada Jagung pada Ultisol dengan Sistem Olah Tanah Minimum
y(n0c4) = 0.0634x^2 - 0.137x + 0.2007 (R^2 = 0.977) y(n1c4) = 0.0686x^2 + 0.0762x - 0.0018 (R^2 = 0.987) y(n2c4) = 0.1046x^2 - 0.0084x + 0.0561 (R^2 = 0.977) y(n3c4) = 0.0968x^2 + 0.0594x - 0.0005 (R^2 = 0.986)
Indeks Luas Daun Rata-rata
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 1d.
Y/Y N0 N1 N2
ILD mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk dalam larikan ditutup pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 x
Matriks Perbandingan N2 N3 x x
x x /
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
17
Jurnal Agronomi 10(1):9-25
y(n0c1) = -0,3612x^2 + 4,2281x - 3,3047 (R^2 = 0,851) y(n1c1) = -0,3274x^2 + 4,2433x - 2,4573 (R^2 = 0,907) y(n2c1) = -1,0143x^2 + 9,3757x - 7,322 (R^2 = 0,913)
30,00
-1
20,00
-2
25,00
15,00
(g m hari )
Laju Tumbuh Tanaman Rata-rata
y(n3c1) = -1,4624x^2 + 12,254x - 9,526 (R^2 = 0,910)
10,00 5,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 2a.
Y/Y N0 N1 N2
LTT mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 /
Matriks Perbandingan N2 N3 x x
x x /
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
18
Nyimas Myrna E.F.: Pemupukan N pada Jagung pada Ultisol dengan Sistem Olah Tanah Minimum
y(n0c2) = -0,3895x^2 + 4,3325x - 3,4 (R^2 = 0,841) y(n1c2) = -0,8293x^2 + 8,3547x - 6,316 (R^2 = 0,908) y(n2c2) = -0,94x^2 + 9,186x - 7,154 (R^2 = 0,903)
30,00 25,00
-2
-1
(g m hari )
Laju Tumbuh Tanaman Rata-rata
y(n3c2) = -1,2636x^2 + 12,076x - 9,54 (R^2 = 0,875)
20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 2b.
Y/Y N0 N1 N2
LTT mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah ditimbun pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 x
Matriks Perbandingan N2 N3 x /
x // //
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
19
Jurnal Agronomi 10(1):9-25
y(n0c3) = -0,3207x^2 + 4,1233x - 3,292 (R^2 = 0,875) y(n1c3) = -1,1179x^2 + 10,034x - 7,95 (R^2 = 0,889) y(n2c3) = -1,2657x^2 + 11,348x - 8,906 (R^2 = 0,916)
30,00
-1
20,00
-2
25,00
15,00
(g m hari )
Laju Tumbuh Tanaman Rata-rata
y(n3c3) = -1,6779x^2 + 14,648x - 11,186 (R^2 = 0,842)
10,00 5,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 2c.
Y/Y N0 N1 N2
LTT mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal ditutup pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 x
Matriks Perbandingan N2 N3 x /
x // //
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
20
Nyimas Myrna E.F.: Pemupukan N pada Jagung pada Ultisol dengan Sistem Olah Tanah Minimum
y(n0c4) = -0,3564x^2 + 4,1376x - 3,122 (R^2 = 0,851) y(n1c4) = -0,7679x^2 + 8,0781x - 6,034 (R^2 = 0,906) y(n2c4) = -0,8519x^2 + 8,9821x - 7,088 (R^2 = 0,918)
30,00
-1
20,00
-2
25,00
15,00
(g m hari )
Laju Tumbuh Tanaman Rata-rata
y(n3c4) = -1,2519x^2 + 11,673x - 8,842 (R^2 = 0,865)
10,00 5,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 2d.
Y/Y N0 N1 N2
LTT mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk dalam larikan ditutup pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 x
Matriks Perbandingan N2 N3 x /
x // //
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
21
Jurnal Agronomi 10(1):9-25
y(n0c1) = -1.6164x^2 + 9.4889x + 1.8193 (R^2 = 0.732) y(n1c1) = -1.2457x^2 + 6.141x + 7.944 (R^2 = 0.835) y(n2c1) = -2.5679x^2 + 13.825x + 0.9867 (R^2 = 0.745)
30,00
-2
-1
-4
(g cm hari ) x (10 )
Laju Asimilasi Bersih Rata-rata
y(n3c1) = -3.0345x^2 + 16.274x + 0.2827 (R^2 = 0.861)
25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 3a.
Y/Y N0 N1 N2
LAB mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 /
Matriks Perbandingan N2 N3 x //
x x /
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
22
Nyimas Myrna E.F.: Pemupukan N pada Jagung pada Ultisol dengan Sistem Olah Tanah Minimum
y(n0c2) = -1.5579x^2 + 8.6321x + 3.3047 (R^2 = 0.722) y(n1c2) = -1.4695x^2 + 7.2411x + 7.2647 (R^2 = 0.726) y(n2c2) = -1.2579x^2 + 6.1008x + 6.9687 (R^2 = 0.786)
30,00
-2
-1
-4
(g cm hari ) x (10 )
Laju Asimilasi Bersih Rata-rata
y(n3c2) = -1.219x^2 + 6.041x + 7.8207 (R^2 = 0.918)
25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 3b.
Y/Y N0 N1 N2
LAB mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah ditimbun pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 //
Matriks Perbandingan N2 N3 x //
x x x
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
23
Jurnal Agronomi 10(1):9-25
y(n0c3) = -1.6981x^2 + 10.383x - 0.106 (R^2 = 0.783) y(n1c3) = -2.129x^2 + 11.138x + 2.9547 (R^2 = 0.909) y(n2c3) = -1.27x^2 + 5.8413x + 7.206 (R^2 = 0.889)
30,00 25,00
-2
-1
-4
(g cm hari ) x (10 )
Laju Asimilasi Bersih Rata-rata
y(n3c3) = -0.8145x^2 + 2.1928x + 15.247 (R^2 = 0.974)
20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 3c.
Y/Y N0 N1 N2
LAB mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal ditutup pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 x
Matriks Perbandingan N2 N3 x /
x x x
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
24
Nyimas Myrna E.F.: Pemupukan N pada Jagung pada Ultisol dengan Sistem Olah Tanah Minimum
y(n0c4) = -1.4169x^2 + 7.9191x + 4.2827 (R^2 = 0.711) y(n1c4) = -0.795x^2 + 3.245x + 10.63 (R^2 = 0.773) y(n2c4) = -1.1262x^2 + 5.4365x + 6.72 (R^2 = 0.705) y(n3c4) = -0.9067x^2 + 3.188x + 12.918 (R^2 = 0.972)
25,00
-4
(g cm hari ) x (10 )
-1
20,00 15,00
-2
Laju Asimilasi Bersih Rata-rata
30,00
10,00 5,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Periode mingguan
Gambar 3d.
Y/Y N0 N1 N2
LAB mingguan tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada cara pemberian pupuk dalam larikan ditutup pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.
N1 x
Matriks Perbandingan N2 N3 x //
x x x
N0: 0 kg ha-1 N pupuk N1: 75 kg ha-1 N pupuk N2: 150 kg ha-1 N pupuk N3: 225 kg ha-1 N pupuk
Setiap pasangan kurva berimpit (/), sejajar (//), atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf á = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan.
25
26