Ultimart, Desember 2011, hal 107-119 ISSN 1979-0716
Vol. IV, Nomor 2
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban) MARIA JOSEF RETNO BUDI WAHYUNI Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara Jln. Boulevard, Gading Serpong Telp. 021-54220808, 37039777 Diterima: 12 November 2011 Disetujui: 20 November 2011
Abstract: Man and his life was not free from the influence of the surrounding environment as well as developments in science and technology also continues to provide a variety of innovations in a community cultural activities. Results of culture which is also a man of action and the work of one of them can be found in the form of artifacts and the artifacts produced by this process of social transmission is also called the learning process in humans from generation to generation. As an illustration of human artifacts in the face of life, time travel, space, sustainable change is to take part as the fulfillment of human needs for a sense of beauty which later became the cultural development as a result of disclosure of the arts of human expression such as art form, sculpture, art painting, music, literary arts, etc.. Graffiti is becoming visible bloom decorate the face of the capital Jakarta. Although there were almost not known exactly when Graffiti was born in Jakarta and there, but Graffiti is very easy to find in many places. Graffiti in the form of scratch graffiti, drawings and writings have on the wall or walls on the side of the road, on the pillars of toll roads and other public places that contain meaning and various messages as the expression of a person or group of people. Graffiti development itself is perceived as the evolution of human civilization which leaves traces the journey of life on this earth, through the drawings found in caves and on stones. If previously Graffiti is only in the halls of the slum walls or in hidden places (like behind a public bathroom door), now contains Graffiti ‘message’ is seen almost in every corner of Jakarta. This research will examine the meaning of graffito in a cultural studies that talk about human response to various phenomena of life. This research begins with data gathering in Jakarta Graffiti on the Reformation era, which is then processed to find its conclusions will be different types of existing Graffiti and various forms of visual expression that is used and interpreted that is studied with a variety of interdisciplinary sciences related. Through this research can be obtained by means of a more holistic Graffiti as an artifact that contains the message or the human response to their environment; Graffiti as a part of civilized human life and activities from time to time; Graffiti which also contains aspects of aesthetic and artistic aspects in a message seen through the unity of image and word in public spaces and eventually became an impact on the lifestyle that is dynamic. Keywords: Graffiti, Meaning, Cultural Activities, Aesthetics, Capital Jakarta.
Pendahuluan Kebudayaan manusia adalah topik yang menarik untuk dibicarakan dan dikaji karena sifatnya
02-grafity.indd 107
yang dinamis dan selalu memberikan wacana baru terhadap pengaruhnya pada peradaban manusia dan proses komunikasi dalam kehidupan
2/29/2012 8:31:09 PM
108
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
manusia merupakan hal mutlak yang tak dapat dihindari sebagai sarana berinteraksi untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Komunikasi dijadikan alat untuk mempertahankan tradisi dari nenek moyang yang telah hidup ratusan tahun sebelum masa kini berlangsung dan melalui tradisilah manusia modern dapat mengetahui tentang tata cara kehidupan serta berbagai ritual yang ada di masa lampau. Komunikasi pada awalnya, sebelum budaya tulisan itu ada, berupa bahasa lisan patah-patah dan kalimat sederhana. Namun, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan tradisi secara turun-temurun itu dapat terjadi dengan adanya proses ’transfer’ melalui komunikasi, dan komunikasi yang digunakan adalah tidak melalui kata-kata, tetapi dalam bentuk rupa atau gambar. Komunikasi melalui gambar adalah hal yang sudah dilakukan oleh nenek moyang sejak ratusan tahun lalu karena gambar mampu menyampaikan pesan dengan akurat. Rupa atau gambar sebagai media penyampai pesan ini ditemukan pada gua-gua prasejarah (dinding, langit-langit), pada batu (gambar cadas), yang menyerupai galeri-galeri dengan gambar-gambar yang bercerita. Jadi, galeri-galeri tersebut merupakan ’buku pintar’ yang digunakan untuk meneruskan tradisi ke generasi selanjutnya. Di era modern kini pun, gambar masih banyak ditemukan pada ruang publik ibu kota DKI Jakarta. Jakarta sebagai pusat berbagai kegiatan masyarakat dan bagian dari negara Indonesia ini secara ’tidak sengaja’ seolah-olah dihiasi dengan gambar-gambar, corat-coret dan tulisan yang hampir semuanya mengandung pesan yang ingin disampaikan pada masyarakat, dapat diamati pada sepanjang tembok jalan, pada pilar penyangga jalan tol, pada sarana umum (halte, bus kota, ...) serta pada ruang publik lainnya dan sebagian dari karya tersebut disebut Grafiti. Grafiti memang sudah ada sejak zaman prasejarah ketika gambar yang bercerita menjadi media komunikasi, sedangkan Grafiti Modern di masa sekarang adalah Grafiti yang merupakan kesatuan antara gambar dan kata. Pada Grafiti Modern, kata atau tulisan yang lebih banyak berbicara, se-
02-grafity.indd 108
VOL IV, 2011
dangkan gambar sebagai penarik perhatian saja agar khalayak mau membaca tulisan tersebut dan menggugah rasa ingin tahu tentang pesan yang ada pada Grafiti. Grafiti adalah corat-coret, gambar dan tulisan yang ’dituliskan’ pada tembok dan dinding-dinding. Digunakan dua istilah kata tembok dan dinding dalam penelitian ini karena dua kata tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tahun 1988, tembok memiliki pengertian: dinding dari batu bata; tambak (bendung) dari batu, batu bata, dsb.; mendinding dengan tembok, sedangkan kata dinding mengacu pada makna: penutup (penyekat) ruang, rumah, bilik, dsb. (dibuat) dari papan, anyaman bambu, tembok dsb. (KBBI, 2009: 206 dan 922). Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa dinding sebagai sesuatu yang bersifat utuh, solid, mapan, sedangkan tembok adalah sesuatu yang dapat bersifat utuh seperti dinding serta bersifat tidak utuh seperti reruntuhan, bongkahan, bagian dari sebuah bangunan. Bila diamati dengan saksama, Grafiti yang ada di kota DKI Jakarta ini mencerminkan gambaran suasana kota Jakarta itu sendiri, Jakarta yang penuh kemacetan, kesemrawutan, disebut sebagai kota urban, kehidupan yang dinamis serta penuh gejolak, dsb., seperti perjalanan kehidupan dari waktu ke waktu, Grafiti yang lalu pun akan dilapis dengan Grafiti terbaru. Sebagian Grafiti juga terlihat seperti chaos atau kacau dengan banyaknya gambar juga tulisan yang saling berinteraksi, saling bertumpangtindih pada tembok atau dinding dan kemudian seiring perjalanannya, Grafiti pun menjadi media pengungkapan ekspresi dan aspirasi dari masyarakat terhadap berbagai fenomena kehidupan serta sebagai respons terhadap lingkungannya. Kota metropolitan Jakarta dengan budaya urbannya ini pun memiliki potensi besar untuk dapat menciptakan budaya-budaya baru yang akan populer di tengah masyarakat kota seperti aktivitas budaya Grafiti yang menjadi bagian dari masyarakat kota Jakarta. Banyaknya Grafiti yang membuat kota Jakarta ini terlihat lebih hidup dan penuh dinami-
2/29/2012 8:31:09 PM
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
ka menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Penelitian yang diberi judul ’Kajian Makna di Balik Estetik Grafiti’ ini ingin mengungkap keberadaan Grafiti sebagai media ekspresi dan aspirasi yang dituang melalui ruang publik dan Karta Grafiti di DKI Jakarta era Reformasi sebagai studi kasus. Estetik atau keindahan yang dimaksud adalah keindahan pada Grafiti sebagai hasil karya manusia yang tidak selalu harus senada dengan kelembutan, halus, tenteram, teratur, dan seimbang, tetapi juga terwujud dalam bentuk kasar, keras, kacau, tak seimbang, dan tak harmonis, namun mengandung makna. Estetik Grafiti ini hanya dapat dinikmati sesaat atau dapat dikatakan juga bersifat temporer keberadaannya. Dengan demikian, pendokumentasian pun harus dilakukan dalam tempo yang cepat sebelum Grafiti yang ada itu hilang. Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah 1. mengetahui dan menyosialisasikan arti kata Grafiti sehingga dapat diperoleh suatu gambaran yang lebih utuh tentang Grafiti, 2. memberikan konsep pemahaman tentang fenomena keberadaan Grafiti dalam kehidupan manusia (terutama masyarakat kota DKI Jakarta pada khususnya) yang akan dapat dimaknai sebagai bagian dari kehidupan dalam perjalanan peradaban manusia, terutama masyarakat DKI Jakarta pada khususnya, 3. mengidentifikasikan Grafiti di DKI Jakarta sebagai kesatuan gambar dan kata yang mengandung makna atau pesan sekaligus Grafiti dapat dibaca sebagai respons manusia terhadap lingkungannya, dan 4. sebagai wacana sosial budaya ketika Grafiti yang menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas budaya kota (urban) ini dapat difungsikan sebagai bagian dari pembangunan dan perencanaan tata perkotaan, bukan lagi sebagai aktivitas vandalisme.
Gambaran Umum Kebudayaan Hakikat manusia memang tak pernah lepas dari kebudayaan yang juga merupakan pikiran dan hasil karya manusia sebagai
02-grafity.indd 109
MARIA JOSEF RETNO BUDI WAHYUNI
109
pemenuhan kebutuhan akan hidup. Kebudayaan yang berasal dari kata buddayah ini adalah seluruh aktivitas dalam kehidupan manusia yang memberikan harkat dan martabat tertinggi pada manusia sebagai makhluk berakal budi ciptaan Tuhan serta memberikan perbedaan yang hakiki antara manusia dengan makhluk yang hanya mengandalkan gerak berdasarkan naluri. Hal ini juga selaras dengan pendapat dari Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi, kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat (Jacobus Ranjabar, 2006: 21). Kebudayaan memiliki peran besar dalam kehidupan manusia, kebudayaan juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan yang menghasilkan teknologi dan berbagai alat yang dibutuhkan manusia agar dapat melakukan aktivitas untuk menguasai alam sekitarnya sehingga memberikan hasil yang bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya. Sementara menurut Koentjaraningrat, kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur yang bersifat universal, yaitu (1) sistem religi dan upacara keagamaan; (2) sistem dan organisasi masyarakat; (3) sistem pengetahuan; (4) bahasa; (5) kesenian; (6) sistem mata pencaharian hidup; (7) sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 1981: 186-205). Kebudayaan juga dipandang sebagai sesuatu yang kompleks karena mencakup seluruh tingkah laku, kebiasaan, cara berpikir, wawasan, pembentukan lingkungan, nilai-nilai, dan normanorma yang semuanya itu merupakan hasil budi daya atau ciptaan manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan sebagai hasil ciptaan manusia juga sering diartikan sebagai the general body of the art meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, pengetahuan filsafat, serta bagianbagian lain yang indah dari kehidupan manusia yang kesemuanya ditujukan untuk mencapai kesempurnaan hidup (Joko Widagdho, 1991: 1920). Jadi, kebudayaan itu sendiri di antaranya juga merupakan sarana pemenuhan kebutuhan manusia yang salah satunya adalah kebutuhan
2/29/2012 8:31:09 PM
110
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
akan keindahan yang terwujud dalam konsep kesenian atau karya seni. Seni adalah salah satu komponen utama untuk dapat mengkaji manusia dengan fenomena kebudayaannya karena karya seni adalah penjelmaan cipta-karsa-rasa manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan, ruang, waktu, perubahan, berbagai kemungkinan yang secara kontinu dapat terjadi dalam kehidupan yang diwujudkan dalam karya sebagai media yang mampu menyenangkan, memuaskan baik dari segi jasmani maupun batiniah manusia. Ketika manusia sudah memperoleh kepuasan dan rasa kesenangan itulah maka manusia akan mencapai ketenangan serta rasa aman dalam dirinya setelah berhasil memanusiakan dirinya dengan berkarya. Manifestasi kebudayaan dalam kehidupan manusia itu tak lepas dari hakikat dimensi sosial, ekonomi, psikologi, antropologi sesuai dengan hakikat manusia sebagai pelaku aktivitas budaya yang keberadaannya, baik secara jasmani maupun rohani ini dipengaruhi oleh alam sekitarnya dan manusia pun akan senantiasa melakukan berbagai proses penyesuaian diri terhadap perubahan alam yang terjadi. Karya seni sebagai hasil ciptaan manusia juga pada akhirnya saling memberi pengaruh pada dimensi sosial, ekonomi, psikologi, dan antropologi melalui wujud simbol-simbol yang diciptakan oleh manusia. Sosok manusia sebagai makhluk yang berbudaya, yang mengenal juga mampu menguasai lingkungan dan dirinya sendiri ini menggunakan lambang sebagai suatu sarana untuk berkomunikasi dengan manusia lain di luar dirinya atau dengan lingkungannya untuk dapat memberikan makna pada benda-benda tertentu maka manusia disebut juga sebagai makhluk simbol, animal symbolicum, makhluk penuh dengan lambang dan realitas adalah lebih dari sekadar tumpukan kebenaran (Sujarwa, 1998: 23). Demikianlah manifestasi kebudayaan dan manusia saling berinteraksi dalam lambang-lambang dan simbol-simbol, seperti bahasa, mitos, religi termasuk juga rangkaian lambang yang tertata sedemikian rupa membentuk pesan-pesan dalam sebuah karya seni.
02-grafity.indd 110
VOL IV, 2011
Melalui karya seni manusia dapat mengubah dunia dan kehidupan demikian juga sebaliknya apabila karya seni bertujuan untuk sesuatu hal yang tidak baik maka akan memberikan degradasi pada peradaban manusia yang bersangkutan. Grafiti yang sudah ada sejak zaman prasejarah hingga saat ini juga merupakan salah satu bentuk respons manusia terhadap fenomena kebudayaan dan lingkungannya yang terwujud dalam bahasa gambar dan pada masa sekarang Grafiti Modern merupakan kesatuan gambar dan kata. Bila pada waktu masa prasejarah ketika budaya tulis belum ada, Grafiti dalam rupa atau gambar yang terdapat pada dinding, langitlangit gua; Grafiti pada batu atau gambar cadas ini dibuat demi kepentingan spiritual maka Grafiti Modern, ketika budaya tulis sudah ada serta sudah membudaya, banyak ditemukan pada ruang publik sebagai media pengungkapan ekspresi dan aspirasi manusia. Premis inilah yang membedakan peradaban manusia ketika Grafiti itu menjadi bagian dari aktivitas budaya dalam kehidupan manusia sekaligus memberikan gambaran perjalanan makna Grafiti sebagai hasil cipta-karsa-rasa manusia dari zaman prasejarah ke zaman modern ini. Grafiti sebagai pengungkapan ekspresi dan aspirasi ini meliputi semua rasa, seperti kesal, marah, protes, jatuh cinta, senang, dan bahagia, serta dituang ke dalam karya-karya estetik Grafiti yang hadir dalam berbagai komposisi dan bentuk dari elemen visual dengan tidak selalu berkonsep pada keindahan yang teratur, selaras, harmoni, simetri, halus, elok, tetapi juga estetik yang tersusun dari pertentangan garis, warna, bentuk, nada, katakata menjadi tidak halus lagi atau kasar, keras, kacau, tak seimbang tak harmoni, bahkan penuh teror yang kacau atau chaos karena tuntutan ungkapan dari unsur ekstrinsik, yaitu isi seni atau bahan seni yang sudah pasti berhubungan langsung dengan pandangan pelaku Grafiti tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Grafiti jelas merupakan bagian dari aktivitas budaya manusia yang berinteraksi terhadap lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan akan kebebasan berekspresi dan mengungkapkan aspirasi dari dalam diri manusia.
2/29/2012 8:31:09 PM
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
Kajian Hermeneutik pada Makna Grafiti Penelitian ini mengkaji Grafiti sebagai hasil karya manusia sekaligus media pengungkapan ekspresi dan aspirasi di ruang publik. Grafiti juga dikategorikan sebagai artefak yang mengandung aspek seni dan estetik maka pengertian estetik di sini dapat diartikan secara luas sebagai pengertian ide tentang kebaikan, watak, pendapat, pikiran, moral, intelektual, dsb. yang dapat menguraikan bahwa karya seni dan pengalaman estetik tidak hanya pengalaman abstrak, tetapi ada hubungannya dengan perihal-perihal lain yang berada di luar bentuk karya seni serta berkecenderungan untuk mengisyaratkan suatu pesan atau makna sebagai perwujudan dari suatu isi dari karya Grafiti, misalnya berhubungan dengan budaya, filsafat hidup, psikologi, dan sosiologi. Untuk dapat mengkaji makna pada Grafiti maka digunakan kajian hermeneutik sebagai metode untuk dapat membuat interpretasi yang lebih dahulu harus memahami atau mengerti, antara mengerti dan interpretasi ini keduanya adalah peristiwa berbeda yang terjadi dalam satu proses sehingga akhirnya akan menimbulkan suatu lingkaran hermeneutik. Kajian hermeneutik ini akan menampilkan Grafiti sebagai objek dalam konteks ruang dan waktu yang sama yang selalu memiliki kerangka referensi, dimensi, sesuatu batas, baik nyata maupun semu dan semuanya akan memberikan ciri khusus pada objek. Hermeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti menafsirkan yang kemudian secara harfiah dari kata benda hermeneia diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi (Sumaryono, 1999: 23). Menilik mitos pada masa Yunani dahulu, ada seorang Dewa Hermes yang memiliki tugas menerjemahkan pesan-pesan dari para dewa di Gunung Olympus ke dalam bahasa yang dapat dipahami oleh manusia dan berhasil tidaknya tugas ini dilaksanakan bergantung pada cara bagaimana pesan tersebut disampaikan tanpa adanya kesalahan sedikit pun. Jadi, Dewa Hermes yang digambarkan dengan kaki bersayap serta lebih sering disebut dengan bahasa Latin Mercurius ini menjadi simbol se-
02-grafity.indd 111
MARIA JOSEF RETNO BUDI WAHYUNI
111
orang duta penyampai pesan dari dewa dan menerjemahkannya kepada manusia. Tokoh filsuf Richard E. Palmer menguraikan tentang hermeneutik sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Kajian hermeneutik yang mencari interpretasi ini berhubungan dengan bahasa yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi antar-individu. Bahasa terdiri dari bahasa verbal atau ucapan dan bahasa tulisan yang digunakan setiap individu pun berbeda dengan individu lain namun ketika bahasa verbal dan tulisan itu disimbolkan secara langsung maka akan menjadi pengalaman yang universal untuk menggambarkan sesuatu. Hal ini adalah hal yang juga diutarakan dalam kajian hermeneutik klasik dengan teori de interpretatione oleh Aristoteles. Seperti yang dikatakan oleh filsuf H.G. Gadamer bahwa bahasa adalah modus operandi dari cara manusia berada di dunia dan merupakan wujud yang seakan-akan merangkul seluruh konstitusi tentang dunia ini, bahasa sebagai medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di dalamnya termasuk kebudayaan yang disampaikan melalui bahasa karena segala sesuatu itu telah termuat dalam lapangan pemahaman. Dengan kata lain, memahami bahasa memungkinkan manusia untuk berpartisipasi pada pemakaian bahasa dari masa ke masa karena bahasa adalah suatu perantara yang nyata bagi hubungan umat manusia (ibid.: 27-28) . Jadi, dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia di luar dirinya dan manusia dipastikan tidak akan dapat melakukan apa-apa tanpa adanya bahasa dan dengan melalui bahasa itulah segala tradisi serta kebudayaan dari nenek moyang dapat sampai pada generasi berikutnya, baik dalam bentuk gambar seperti Grafiti maupun tulisan pada prasasti-prasasti. Melalui bahasa juga manusia mampu berkomunikasi dengan manusia lain, mampu mengembangkan diri karena ia mengenal dirinya sendiri melalui bahasa dan setiap kata-kata selalu memiliki makna atau tujuan yang tidak pernah memiliki kebakuan, tetapi selalu dapat
2/29/2012 8:31:09 PM
112
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
melahirkan kebaruan dalam kombinasi bahasa seperti dalam bahasa sastra ataupun puisi, tetapi tetap dapat dipahami artinya. Gadamer menyebut kondisi ini sebagai mengerti yang berarti mengerti melalui bahasa. Gadamer adalah salah seorang tokoh filsuf yang mencari kebenaran melalui proses dialektika dan bukan melalui metode yang dianggapnya justru merintangi dan menghambat kebenaran itu sendiri, seperti pada seni. Menurut Gadamer, kebenaran di dalam seni bukanlah diperoleh sekadar dari penalaran, melainkan dari fakta-fakta yang menentang semua jenis penalaran. Fakta-fakta itu adalah pada saat ketidakharmonisan terjadi pada garis, warna, bentuk, dan bidang sehingga terlihat menjadi suatu teror yang kacau sering kali memberikan dampak kenikmatan yang bersifat estetis, bahkan dapat pula ditemukan pada melodi monoton yang dimainkan berulangulang oleh seorang komposer J.S. Bach, demikian pula karya seni patung yang menjadikan replika bentuk manusia diangkat ke tingkat artistik dengan langsung mengesampingkan unsurunsur erotiknya. Pendapat lain dari Gadamer tentang pandangan hermeneutik terhadap seni adalah setiap manusia dianggap sebagai makhluk genius yang sudah memiliki aturan-aturan sendiri dari alam tentang seni yang tidak dapat dicapai kebenarannya melalui metode ilmiah dan terdapat empat konsep manusiawi yang digunakan oleh hermeneutik dalam interpretasi, yaitu (1) building atau pembentukan jalan pikiran manusia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya; (2) sensus communias merupakan pertimbangan praktis yang baik atau kebijaksanaan sebagai rasa komunitas yang berkaitan dengan aspek sosial, aspek moral yang bermuara pada kualitas kalbu, suara hati di atas kearifan akal budi untuk mampu menciptakan pergaulan yang sehat; (3) pertimbangan sebagai kemampuan memilah-milah dan menggolonggolongkan hal-hal khusus yang universal yang melibatkan perasaan, konsep, prinsip, dan hukum yang dapat diolah oleh manusia; (4) taste atau selera sebagai perwujudan keseimbangan
02-grafity.indd 112
VOL IV, 2011
antara insting pancaindera dengan kebebasan intelektual sehingga membentuk rasa yang disukai dan tidak disukai dan selera memberikan keyakinan untuk melakukan pertimbangan. Keempat konsep manusia ini memberikan pengaruh besar pada setiap tingkah laku atau tindakan, tak terkecuali pada saat melakukan aktivitas budaya dalam membuat sebuah karya seni sebagai ungkapan ekspresi dan aspirasi. Ketika seni dianggap sebagai bahasa, media untuk berkomunikasi maka karya itu pasti mengandung makna yang dipandang oleh hermeneutik bahwa makna tersebut dapat diinterpretasikan melalui penalaran dan interpretasi itu akan menjadi benar apabila terjemahan akan makna disesuaikan dengan corak bahasa pada karya itu sendiri serta secara terbuka sehingga dapat diperoleh pemahaman utuh dalam konteks perjalanan waktu manusia dari masa ke masa. Karya seni dalam perspektif hermeneutik sebagai suatu teks yang memiliki kelenturan atau fleksibilitas tinggi yang bertentangan dengan segala hal dogmatis, dengan transparansi yang selalu memungkinkan untuk menerima pemahaman tentang realitas atau kebenaran dari dunia luar dan bukan sebagai pengalaman yang statis mutlak karena seni adalah media interaksi sosial antara pembuat karya dengan khalayak yang melihatnya, harus dipahami setiap saat dengan cara pandang yang selalu baru sesuai dengan konteks ruang dan waktu (zaman) yang terus berubah-ubah.
Metodologi Penelitian Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang tidak bertolak dari hipotesis atau hukum, tetapi merupakan suatu deskriptif yang mencari data di lapangan. Data lapangan berupa pendokumentasian karya-karya Grafiti yang ada di DKI Jakarta. Proses pendokumentasian dilakukan oleh penulis sendiri sepanjang tahun 2009 sampai dengan awal Januari 2010. Grafiti yang ada di DKI Jakarta tidak seluruhnya berhasil didokumentasikan, tetapi cukup da-
2/29/2012 8:31:09 PM
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
pat mewakili dari jenis Grafiti yang dimaksud. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan interdisiplin, yaitu penelitian yang menggunakan pendekatan berbagai disiplin ilmu yang dipadu dan berkaitan dengan sistem dari disiplin-disiplin ilmu lainnya. Pendekatan interdisiplin yang digunakan dalam penelitian ini adalah hermeneutika, studi antropologi, psikologi, tinjauan seni, sosiologi seni, dan kajian identitas budaya.
Hasil dan Pembahasan Diperoleh beberapa definisi Grafiti, yaitu sebagai berikut. (1) Grafiti berasal dari bahasa Itali, yaitu graffito; graf-fi-to (gr-f t, dalam bentuk kata benda); graf-fi-ti dalam bentuk jamak, semua memiliki arti goresan kecil, sebuah gambar atau prasastiprasasti yang terbuat di atas permukaan dinding maupun permukaan-permukaan lainnya dan biasanya di tempat terbuka yang mudah terlihat oleh masyarakat. Arti lainnya adalah teknik gambar graffito. Istilah graf-fi-ti yang kemudian lebih sering digunakan (”Graffito”, www.encarta.msn.com. Database online. MSN. 2009). (2) Kata graffito itu sendiri dalam kamus besar bahasa Inggris, The American Heritage Dictionary, memiliki makna a scratching atau a scribbling, yang artinya adalah menggores dengan kuku; merusak atau melukai suatu permukaan dengan benda tajam; membuat tanda; menulis dengan terburu-buru dan asal; membuat tanda yang tanpa arti (The American Heritage Dictionary, 2009). (3) Makna lain yang masih berhubungan dengan graffito adalah menggores pada sebuah permukaan atau lapisan zat warna untuk menyingkap lapisan lainnya yang ada di bagian bawahnya. Teknik seperti ini merupakan teknik yang biasa dipakai oleh para pengrajin tembikar yang akan melapisi barang-barang mereka yang kemudian dengan segera menggoreskan sebuah desain di atasnya (”Graffiti”, www.wikipedia.com. Database online. WIKIPEDIA. 2009). (4) Grafiti dari bahasa Latin, yaitu graphire, menulis dengan sebuah gaya tulisan dan dari bahasa
02-grafity.indd 113
MARIA JOSEF RETNO BUDI WAHYUNI
113
Yunani, grapheion yang artinya menulis (”Graffiti, antara Kriminalitas dan Seni...”, www. panyingkul.com, 2009). Berdasarkan arti kata grafiti yang telah disebutkan di atas, grafiti merupakan aktivitas menulis atau menorehkan sesuatu pada sebuah permukaan, yang ternyata telah terjadi sejak masa lampau. Pada masa lampau, grafiti dikorek, digoreskan pada sebuah tembok atau dinding dengan menggunakan benda tajam. Menulis di sini memiliki pengertian yang luas, yaitu membuat coretan, gambar, simbol selain dari menulis alfabet dan angka. Istilah menulis juga digunakan dalam pekerjaan membatik. Dengan demikian, disebutlah hasil kerajinannya batik tulis karena dalam proses pengerjaannya memang ditulis secara manual menggunakan tangan. (5) Kata Grafiti itu sendiri mengacu pada prasasti, gambar berupa bentuk badan, tokoh terkemuka, bilangan atau angka, dan sebagainya yang digoreskan, dikorek di berbagai permukaan benda (”Graffiti”, www.encyclopedy.com. Database online. WIKIPEDIA. 2009). (6) Menurut Britannica Encyclopedic, Graffito, sebutan untuk bentuk jamaknya Graffiti, semua tulisan sehari-hari, gambar-gambar yang bernada kasar atau membuat tanda pada dinding-dinding bangunan, dibedakan atau tidak sama dengan tulisan sesungguhnya yang terencana serta memiliki tujuan dalam penulisannya, seperti yang terkenal dengan sebutan prasasti. Grafiti, yang juga merupakan guratan pada batu atau lapisan semen (plaster) yang dibuat dengan benda tajam atau seringnya dengan kapur warna merah dan hitam, semua ini sangat banyak ditemukan: di monumen-monumen (tugu batu) pada masa Mesir Kuno. Jenis-jenis yang termasuk dalam coratcoret ini adalah tulisan yang dibuat dengan coratcoret sehingga pada akhirnya tidak dapat terbaca lagi, tulisan yang dibuat dengan terburu-buru, membuat tanda yang tanpa makna, karikatur yang tidak bermoral, alamat-alamat tempat pemungutan suara, dan beberapa bait puisi. Secara langsung, para pemilik bangunan merasakan sebagai gangguan ketika dinding-dinding mereka terlihat kotor dan rusak: di Roma dekat dengan
2/29/2012 8:31:09 PM
114
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
Porta Portese (dahulu Porta Portuensis) telah ditemukan sebuah prasasti yang isinya memohon pada semua orang untuk tidak mencoratcoret dinding. Grafiti sangat penting bagi yang mempelajari tulisan kuno dan prasasti yang menggambarkan bentukbentuk dan perubahan bahasa dari susunan dasarnya pada berbagai macam huruf yang digunakan oleh masyarakat serta sebagai panduan bagi para arkeolog tentang periode atau masa sebuah bangunan. Bagaimanapun juga, nilai lebih bagi mereka adalah dua kali lipat. Pertama-tama, keduanya sangat penting bagi masyarakat tutur karena bahasa Grafiti gambar lebih dekat dengan bahasa tutur pada masa itu dan lebih diterima daripada bahasa tulis yang pada awalnya belum ada kemudian ada tapi belum membudaya pada umumnya; masyarakat tutur pun mempelajari berbagai bahasa lainnya, seperti halnya pada prajurit bayaran Yunani Kuno yang menuliskan namanya dalam dialek Cypriote dan daftar suku kata, pada sebuah Sphinx Mesir, atau para wisatawan Yunani berasal dari Pamphylia yang membuat ukiran namanya pada Piramida Agung di Giza. Kedua, Grafiti adalah hal yang sangat berharga bagi pencatat sejarah untuk dengan mudah mengangkat ke permukaan kehidupan sehari-hari seorang di jalanan pada suatu masa dan gambaran yang sangat mendalam tentang adat istiadat serta kebiasaan dari kelompok-kelompok tertentu. Grafiti yang berhubungan dengan pertunjukan gladiator di Pompeii adalah dalam hal bentuk penghormatan terutama memorabilia. Grafiti paling terkenal, yang secara umum diterima seperti hasil representasi sebuah karikatur dari Jesus Kristus di atas salib ditemukan di sebuah dinding-dinding Domus Gelotiana di Palatine, Roma pada tahun 1857 (sekarang di Museo Preistorico Etnografico Luigi Pigorini of the Collegio Romano). Dalam perspektif yang lain, Grafiti dapat juga dianggap sebagai sebuah bentuk dari seni tradisi (seni rakyat), seperti seni tari, dan seni musik. Pada abad ke-20, secara kebetulan dan berbagai manifestasi lainnya dari ketidaksadaran telah menstimulasi sebuah ketertarikan pada bentuk ‘ekspresi diri’, dan teknik-teknik serta isi Grafiti memberikan pengaruh pada
02-grafity.indd 114
VOL IV, 2011
beberapa seniman kontemporer. Grafiti pada akhirnya menjadi suatu hal yang kontroversial di New York pada akhir abad ke-20. Skala besar, ketelitian, dan aneka warna Grafiti yang dihasilkan dari cat semprot pada dinding-dinding bangunan serta kereta api bawah tanah dianggap sebagai sebuah bentuk terobosan baru dalam seni bagi para pengamat seni dan dikritik sebagai suatu gangguan oleh masyarakat (Britannica Encyclopedic, 2009: 405). Grafiti tidak sama dengan Lukisan Dinding, Seni Lukis, Poster, Ilustrasi, Advertensi, Billboard, Mural, Lukisan pada truk atau bus. Grafiti adalah media pengungkapan ekspresi dan aspirasi di ruang publik yang di dalamnya juga terdapat dimensi sosial dan moralis melalui pesan gambar, tulisan bahkan corat-coret. Sekitar tahun 1970-an, Grafiti diidentifikasikan sebagai karya yang dibuat dengan media cat semprot atau aerosol, sedangkan Mural dengan media cat tembok. Namun secara teknis untuk saat ini, antara Grafiti dan Mural sudah menggunakan material mix media. Grafiti memang tidak sama dengan Mural dilihat dari beberapa sudut pandang seperti yang telah disebutkan di atas.
Grafiti dan Budaya Urban Estetika mulai masuk melebur pada elemen Grafiti di tahun 2000. Sebagian pelaku Grafiti terdahulu beranggapan bahwa tahun 2000 Grafiti mati! Selain karena para pelaku yang sudah bertambah umur serta memiliki konsekuensi kodrat sebagai manusia untuk bekerja dan berkeluarga, sedangkan para generasi penerus, yang kemudian dikenal dengan sebutan ’abg’ anak baru gede ini, mengalami perubahan paradigma (selain tidak ada lagi pemicu seperti masa lalu, film, musik,…) untuk melakukan Grafiti tidak lagi di jalanan di waktu malam mengendapendap menghindari kejaran dari SatPol PP. Pada akhirnya, Grafiti kembali hadir tetapi melalui saluran komersial seperti event kampus, kompetisi sekolah-sekolah, dan lebih banyak lagi dikerjakan oleh seniman atau seniman yang tergerak untuk menyuarakan politik. Tapi ternyata, tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk
2/29/2012 8:31:09 PM
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
dapat menghapus dari ingatan bahwa coratcoret gank sekolah masih terus berlangsung tanpa memedulikan beragam pengetahuan tentang konsep keindahan, sedangkan para ’pelaku’ Grafiti terdahulu masih membuat karya walaupun hanya sebatas tembok kamar atau media yang tidak termasuk wilayah publik. Sebelum 2004, terjadi pertempuran Grafiti dengan Mural antara para writer dan seniman Mural. Mereka saling memisahkan diri dengan berbagai alasan teknis dan nonteknis untuk tidak dianggap sebagai jenis aktivitas seni yang sama. Tak jarang, artefak Grafiti hanya bertahan kurang dari 24 jam karena dengan segera akan ditimpa dengan gambar yang baru oleh pelaku yang mengganggap sebagai lawan. Perombakan tata nilai akan seni berangsur-angsur mengalami pergeseran memasuki era tahun 2000 atau milenium yang diyakini sebagai titik modernisasi besar-besaran, menyambut perkembangan teknologi komunikasi informasi yang pesat serta berbagai inovasi, penemuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Jika sejak lahirnya seni rupa di Indonesia hingga tahuntahun terakhir masa sebelum tahun 2000, seni rupa Indonesia merupakan hasil karya seni yang hanya dapat dinikmati di galeri, museum, dan tempat-tempat yang terkesan elite, eksklusif ini, mulai awal tahun 2000, muncul sebuah istilah baru dalam dunia seni rupa Indonesia dengan ’seni urban’ atau urban art. Dapat dikatakan urban art memiliki karakteristik sebagai berikut: a) merupakan produk masyarakat urban, b) konteksnya lokal dan global, namun tetap memiliki ciri atau identitas budaya setempat yang terlihat dominan, c) medianya bisa apa saja, d) simbol jalanan; seni yang menghampiri publik; menikmati seni di tengah hiruk-pikuk kota, e) ruangnya (galerinya) di jalanan, f) di luar arus seni murni, yang mencakup seni rupa publik di antaranya diberi istilah seni rupa jalanan untuk Grafiti dan Mural, g) berhubungan dengan tren, h) didominasi oleh generasi muda,
02-grafity.indd 115
MARIA JOSEF RETNO BUDI WAHYUNI
i) j)
k)
l)
115
sifatnya kebudayaan massa yang menghibur, berbagai ekspresi untuk beragam kepentingan termasuk problematik masyarakat urban dan lingkungannya, visualnya merupakan cerminan kehidupan kota; selalu mengandung polarisasi budaya yang sekaligus mengandung nilai-nilai pergeseran sosiokultural, dan budaya populer yang temporal.
Jadi, seni urban atau yang lebih disebut dengan urban art adalah produk kesenian yang berhubungan dengan masyarakat urban, dan biasanya memiliki karakteristik sebagai seni yang dipamerkan di luar ruang, seperti di jalanan, ruang-ruang publik, tempat-tempat yang dapat dilihat banyak orang, merupakan luapan ekspresi dan aspirasi terhadap kehidupan urban. Karya seni urban dapat meliputi (Okky, Rina, Ediron, Kupas Urban Art: ”Apa Saja dan Bagaimana Karakternya?”, Concept Magazine, vol.4 no.19, 2007, hlm 16-18): (1) Grafiti; (2) Mural; (3) Punk (dari segi cara berpakaian anak punk yang menunjukkan ’antikemapanan’); (4) Tato, berasal dari bahasa tahiti ’tatu’ yang artinya menandakan sesuatu’. Tato saat ini semakin populer karena sudah menjadi bagian dari fashion dan gaya hidup kaum urban; (5) Harajuku (ikon pemberontakan gaya busana masa kini sebagai pencarian identitas diri, yang merupakan serapan dari Jepang, anak-anak muda yang hidup di kawasan sekitar stasiun kereta api Harajuku di Tokyo); (6) Sneaker, sepatu yang banyak dipakai para pemain skate board (skater), tampilan sepatu yang dibubuhi lukisan atau ilustrasi sendiri ini menjadi kebanggaan atau prestige bagi yang memakainya; (7) Urban toy, diduga urban toy mulai marak pada tahun 1997 dari seorang desainer, Michael, yang memamerkan hasil karya mainannya (GI-Jones yang didandani dengan busana hip-hop ala street fashion) di Hong Kong dan baru populer di Amerika dan Eropa. Kemudian, dilanjutkan dengan perkembangan paper toys dan character design; (8) Truk, Becak, Plang di warung-warung yang dihiasi dengan gam-
2/29/2012 8:31:09 PM
116
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
bar-gambar, seperti pada truk yang berisi gambar guyonan ringan; (9) Poster dan Stiker, yang ditempel di tempat-tempat umum sebagai sarana media ekspresi; (10) Musik dan Dance, yang dipertunjukkan di luar ruang (seperti rap, hiphop, breakdance); (11) Arsitek dan Instalasi. Istilah seni urban ini muncul bersamaan dengan penggarapan pesta ulang tahun Jakarta pada tahun 2000, yang dinamakan JakArt@ Festival. Penggagas festival kesenian JakArt@ ini adalah Ary Sutedja, seorang pianis, lulusan Master of Music di Towson State University. Menurut Ary Sutedja, urban art berasal dari dua kata, yaitu urban dan art, ’urban’ yang artinya kota dan ’art’ yang berarti seni atau kreativitas. Jika didefinisikan secara utuh, urban art menggambarkan bagaimana masyarakat kota berkesenian dan bagaimana masyarakat menikmati seni di tengah hiruk-pikuk sebuah kota yang notabene adalah metropolitan, dan basis dari urban art adalah kebebasan berekspresi (freedom of expression), kebebasan yang erat kaitannya dengan kehidupan urban (urban living). Ary juga menegaskan bahwa kaum urban adalah masyarakat perkotaan yang terlalu sibuk dan lelah dengan segala aktivitasnya. Seni urban lahir karena adanya kerinduan untuk merespons segi kreativitas masyarakat yang tinggal di perkotaan dengan segala problem-nya. Oleh karena itu, muncullah usaha dari sekelompok orang untuk memamerkan dan mendatangkan seni di tengah-tengah masyarakat, dengan cara melakukan kebebasan berekspresi di ruang publik. Itulah sebabnya seni urban sering kali membutuhkan ruang publik untuk berekspresi. Cikal bakal lahirnya seni urban tak bisa dilepaskan dari kehidupan urban itu sendiri (’urban living’) yang identik dengan cara hidup masyarakat perkotaan. Seni urban di setiap negara tidak akan sama karena setiap negara mempunyai karakteristik, ciri khas, dan kemajemukan yang berbeda. Pelaku seni urban tak terbatas pada seniman. Segala bentuk ekspresi berkesenian dari seluruh lapisan masyarakat (termasuk masyarakat pinggiran) termasuk ke dalam kategori seni urban.
02-grafity.indd 116
VOL IV, 2011
Seni urban adalah sebuah cara orang kota bicara lewat seni, yang lain menikmati seni di hirukpikuk kota. Mengupas seni urban lebih dalam lagi, Jakarta pernah sukses menghadirkan berbagai festival dan kompetisi yang menampilkan karya-karya para seniman urban, yaitu antara lain adalah JakArt@ dan Djarum Black Urban Art. JakArt@ dapat dianggap sebagai salah satu pelopor lahirnya seni urban di Jakarta. JakArt@ adalah proyek pemerintah yang bersifat nirlaba, memiliki konsep kepedulian terhadap kegiatan pendidikan dan kebudayaan, yang diprakarsai oleh pasangan suami-istri (Mikhail David dan Ary Sutedja). Konsep ini sudah dipersiapkan sejak tahun 1999, namun baru resmi diadakan pada bulan Juli 2001 lewat acara JakArt@ 2001. JakArt@ adalah sebuah festival selama satu bulan penuh untuk memperingati ulang tahun kota Jakarta. JakArt@ mengangkat ide untuk membawa seni ke masyarakat banyak serta lebih fokus pada kebolehan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan kreativitas di bidang sosial, ekonomi, kebudayaan, nilai-nilai kemanusiaan, dan kebebasan berekspresi (ibid, 20). JakArt@ bermaksud untuk membagi dan mempromosikan kekayaan dan keberagaman budaya serta mengembangkan seni kontemporer, dengan melibatkan sembilan disiplin kesenian mulai dari seni tari, seni teater, seni fotografi, seni lukis, seni kerajinan, seni musik, pantomim, instalasi arsitektur, dan lain-lain. Salah satu kegiatannya adalah membuat Mural dan Grafiti di kolong jembatan atau tembok halte bus dan sangat disayangkan bahwa acara yang digelar rutin tiap tahun ini hanya berlangsung sampai tahun 2004. Setelah kesuksesan yang diusung pada pagelaran JakArt@ hingga tahun 2004 untuk membawa seni urban menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat kota Jakarta, ada saja acara-acara kecil yang dibuat oleh sekelompok komunitas kecil dari para seniman Mural ataupun Grafiti. Sejak tahun 2001, seni urban mulai naik daun dan sejak inilah, Mural dan Grafiti marak bertebaran menghiasai kota Jakarta.
2/29/2012 8:31:09 PM
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
MARIA JOSEF RETNO BUDI WAHYUNI
117
foto: dokumentasi TEMBOKBOMBER.com Gambar Grafiti di Depan Hotel Indonesia M.H. Thamrin, Jakarta Pusat
Setelah JakArt@ sukses dengan pagelaran seni urban, event selanjutnya yang kembali mengangkat tema seni urban adalah Djarum Black Urban Art. Acara yang digelar di empat kota seperti (Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta) ini berisi pameran, kompetisi, performing art, DJ, Indie Band, dan menghadirkan tamutamu Mural artist serta toys artist lokal maupun mancanegara. Secara garis besar, kompetisi dibagi dalam tiga bagian: Vector Art, Character Design, Street Art. Event berikutnya adalah Urbanfest 2007 yang diselenggarakan oleh PT Jaya Ancol bekerja sama dengan Institut Kesenian Jakarta, dengan tujuan mengangkat gambaran perubahan budaya masyarakat Indonesia, terutama masyarakat megapolitan yang mengalami hibridasi dengan pergaulan global, yang dipicu oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada saat itu. Refleksi budaya urban dikemas dalam serangkaian kegiatan yang melibatkan masyarakat luas, seperti Modifibike Competition, Grafiti & Mural Competition, yang berlangsung di sepanjang Pantai Bende, Ancol. Untuk menampung aktivitas anak muda lainnya, ada Cross Over Indie Festive yang menampilkan musisi-musisi indie lokal, Bazar Distro, Futsal, Streetball, 3 on 3 Basketball, Body Painting, Sulap, dll.. Melalui seni urban ini, mereka juga mengajak masyarakat peduli kesehatan dengan bersepeda keliling kota Jakarta. Kontes Harajuku dan Costplay juga hadir di sana.
02-grafity.indd 117
foto: desaingrafisindonesia.files.wordpress.com Gambar Poster Djarum Black Urban Art
Urbanation adalah acara Festival Film Animasi Indonesia 4 yang digelar pada tanggal 18-21 Oktober 2008 di TIM yang memamerkan karya industri animasi Indonesia, serta menghadirkan pembicara-pembicara lokal maupun mancanegara. Selain itu, ada kompetisi film animasi karya animator lokal dengan kategori film pendek, film serial animasi, film animasi favorit penonton, film animasi teve komersial. Tak ketinggalan pada tahun 2006, Indonesia telah didatangi komunitas Sneaker, Primps, serta masih banyak acara ngebom ’bareng’. Periode ini merupakan periode paling indah karena komunikasi antara writer serta crew pembuat Grafiti mulai bersatu dan melebur tanpa mempersoalkan lagi perbedaan antara Grafiti dan Mural. Peleburan media tahun 2004-2005 terjadi di komunitas TEMBOK BOMBER dengan menyatukan perbedaan antara Grafiti dan Mural. Berbagai istilah seperti urban art, street art hanya menjadi sebuah batasan ketika suatu karya seni dibuat, dipamerkan, memanfaatkan media luar ruang atau ruang publik dan segala yang ada dalam seni urban
2/29/2012 8:31:09 PM
118
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
hanyalah bentuk aktivitas kreatif dari masyarakat yang terus berharap bahwa seni adalah milik semua orang tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun.
Kesimpulan dan Saran Memaknai tentang kehidupan manusia yang tak lepas dari artefak jejak budaya yang dibuat oleh manusia berdasarkan pengalaman, ingatan, imajinasi, dan impian ini adalah bagian dari pembentukan makna dari identitas, baik pribadi secara individu maupun pribadi secara berbangsa dan bernegara. Kehidupan berbudaya manusia selalu diwarnai oleh ’dialog’ kreativitas antarmanusia dengan manusia lain, antara manusia dengan alam sekitarnya. Bangsa Indonesia lekat dengan budaya lokal atau suku bangsa, kebudayaan nasional, tetapi juga terdapat budaya global yang memberikan pengaruh besar pada setiap lompatan-lompatan yang dilakukan oleh manusia-manusia Indonesia untuk bergerak maju. Kemampuan manusia urban di kota Jakarta untuk beradaptasi serta berinteraksi sosial dalam sebuah ’dialog’ kreatif tertuang dalam karya-karya Grafiti yang dapat ditemui hampir di seluruh ruang publik di ibu kota Jakarta. Grafiti adalah gambar-gambar sarat pesan yang ada di dinding-dinding dan tembok ruang publik ini tampak jelas ingin berbicara pada masyarakat, terutama orang yang melihatnya. Fenomena ritual Grafiti yang marak di kota Jakarta ini dapat dipandang sebagai aktualisasi aspirasi dan ekspresi dari pelakunya dengan orientasi kesadaran berseni dan berekspresi secara visual. Grafiti sebagai seni urban atau seni metropolitan yang diarahkan untuk bagian besar publik sesungguhnya tidak sepenuhnya dimanipulasi dan memaksa orang. Grafiti berhubungan paling tidak sebagian dengan kebutuhan yang asli dan spontan, namun keaslian dari tuntutantuntutan yang ada tidak menjamin nilai esetik karena manipulasi kebutuhan-kebutuhan tidak cukup untuk menghilangkan nilai kualitatif dari
02-grafity.indd 118
VOL IV, 2011
karya Grafiti tersebut. Bila diperhatikan saksama, Grafiti muncul ketika adanya gejolak terhadap nilai dan esensi dari budaya berhubungan dengan situasi-situasi yang selalu berubah-ubah dan meskipun berbeda dalam derajat, sebagai salah satu wahana pengungkap aspirasi yang terbuka dan bersifat progresif. Keberadaan Grafiti yang ada pada dinding atau tembok ruang publik kota beralih ke dalam fashion, broadcast, berbagai accessories, tato, sepatu, dan pernak-pernik lainnya bahkan memberi pengaruh besar terhadap gaya desain pada tahun 2009. Grafiti juga merupakan situs perjuangan ideologi, serangkaian ide yang saling berhubungan untuk menetapkan tujuan masyarakat dan memberikan beberapa petunjuk bagaimana cara mencapai tujuan itu, sebagai sarana integrasi seluruh masyarakat Indonesia (Jakarta pada khususnya). Diharapkan Grafiti yang merupakan hasil karya seni urban ini bisa menjadi bagian dari kajian keilmuan yang dipelajari secara serius dan didedikasikan untuk berbagai aktivitas, baik komersial maupun sosial yang bersifat positif.
DaĞar Pustaka American Heritage Dictionary, 2009. Britannica Encyclopedic, 2009. Casirrer, Ernest. 1987. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: Gramedia. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2009. Koentjaraningrat. 1981. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kusumohamidjojo. 2009. Budiono. Filsafat Kebudayaan: Proses Realisasi Manusia. Yogyakarta: Jalasutra. L. Berman. 1999. ”The Art of Street Politic in Indonesia” in Lindsey & H O’Neill(eds.). Awas! Recent Art from Indonesia. Melbourne: Indonesia Art Society.
2/29/2012 8:31:09 PM
Grafiti dalam Perspektif Budaya Kota Jakarta (Urban)
Lippard, Lucy R.. 1977. POP ART. London: Thames and Hudson. Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. Sumaryono, E.. 1999. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sujarwa. 1999. Manusia dan Fenomena Budaya: Menuju Perspektif Moralitas Agama. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
02-grafity.indd 119
MARIA JOSEF RETNO BUDI WAHYUNI
119
DaĞar Pustaka yang Bersumber dari Internet www.at149st.com/tf5.html www.encarta.msn.com www.graffitiexplained.co.uk www.panyingkul.com www.wikipedia.com
2/29/2012 8:31:09 PM