1
(Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang). Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh Salam sejahtera bagi kita semua Yang saya hormati Bapak Suharno Putra Atmaja, SH., Anggota DPR Republik Indonesia Yang saya hormati Bapak Kepala Biro Kepegawaian Depdiknas Yang saya hormati Bapak Koorditor Kopertis Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta Yang saya hormati Para Guru Besar Yang saya hormati Senat dan Anggota Senat STMIK AMIKOM Yogyakarta Yang saya hormati Ketua dan Pengurus Yayasan AMIKOM Yogyakarta Yang saya hormati Para Pimpinan Perguruan Tinggi di Kopertis Wilayah V DIY Yang saya hormati Para tamu undangan, kerabat, sejawan dan hadirin semuanya Yang saya hormati Para Dosen dan Karyawan di lingkungan STMIK AMIKOM Yogyakarta Yang saya hormati Para Pimpinan Unis Usaha PRIMAGAMA Grup dan AMIKOM Grup Yang saya cintai Senat dan BEM STMIK AMIKOM Yogyakart Perkenakan saya menucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmad dan hidayah kepada kita semua, sehingga kita dapat berkumpul dalam acara Sidang Senat Terbuka STMIK AMIKOM Yogyakarta dalam rangka penyampaian pidato Pengukuhan Guru Besar saya di STMIK AMIKOM Yogyakarta. Saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah,khususnya Menteri Pendidikan Nasional, yang melalui Surat Keputusan No. 30230/A4.5/KP/2008 telah mengangkat dan menetapkan saya menjadi Guru Besar di STMIK AMIKOM Yogyakarta pada Kopertis Wilayah V, sehingga saya pada saat ini dapat menyampaikan pidato pengukuhan.
GLOBALISASI EKONOMI DAN EKONOMI SYARIAH SERTA PERANNYA DALAM EKONOMI INDONESIA MOHAMMAD SUYANTO
PENDAHULUAN Secara sosial, globalisasi dapat mempererat kesatuan dan keutuhan umat manusia melalui kerjasama, saling tergantung dan saling berbagi pengetahuan, keahlian, personil, dan sumber daya. Secara teknologi, globalisasi dipercepat dengan penggunaan mesin yang begitu banyak sehingga manusia saat merupakan homo technologicus Sedangkan, secara ekonomi, globalisasi merupakan dunia yang menjadi sebuah pasar yang besar (Fernando, 2008). Dunia adalah totalitas komoditas yang dapat dipasarkan. Planet bumi itu sendiri merupakan komoditas untuk dijual. Dunia dapat dipecah-pecah dan dijual secara angsuran. Dunia bukan lagi tempat tinggal manusia yang lebih lama, tetapi sebuah paket besar dari sumberdaya pemasaran. Sesuatu di dalam dunia mempunyai nilai guna bagi manusia dan nilai guna tersebut harus diubah dalam uang. Dunia adalah penghasil uang. Uang dipertuhan dan manusia mempertuhan. Uang menentukan kekuatan individu. Globalisasi dan pasar bebas memang diharapkan sebagai upaya meningkatkan efisiensi global. Perdagangan secara global membantu banyak negara untuk berkembang lebih cepat. Globalisasi juga dianggap membuat negara berkembang mendapat akses pengetahuan yang tak dapat diperoleh sebelumnya. Globalisasi seolah merupakan kemajuan yang harus diterima negara berkembang, jika mereka ingin berkembang dan memerangi kemiskinan secara efektif. Tetapi
2
bagi kebanyakan orang di negara berkembang, globalisasi tidak membawa keuntungan ekonomi yang dijanjikan (Stiglitz, 2002:6). Globalisasi dalam prakteknya negara berkembang harus membiayai efisiensi dunia demi kesejahteraan negara maju. Bangsa Selatan membiayai efisiensi global demi keuntungan dan kemajuan Bangsa Utara (Barat). Menurut Huntington (1997) Bangsa Barat memiliki dan mengopersikan sistem perbankan internasional, mengendalikan seluruh mata uang yang kuat, pelanggan dunia yang utama, menyediakan sebagian besar barang jadi dunia, mendominasi pasar modal internasional, mengerahkan perhatian moral kepemimpinan dalam masyarakat yang luas, mempunyai kemampuan mengintervensi militer secara besar-besaran, mengendalikan jalur laut, paling maju melakukan penelitian dan pengembangan, mengendalikan kepemimpinan dalam pendidikan teknik, mendominasi akses ruang, mendominasi industri ruang angkasa, mendominasi komunikasi internasional dan mendominasi senjata berteknologi tinggi. Kesenjangan yang semakin lebar antara yang kaya dan yang miskin telah memunculkan semakin banyak orang di Dunia Ketiga menjadi semakin miskin. Pada 1990, 2.718 milyar penduduk hidup dengan uang kurang dari $ 2 per hari, sedangkan pada 1998 jumlah penduduk miskin yang hidup dengan uang yang kurang dari $ 2 per hari diperkirakan 2.801 milyar. Hal ini terjadi berkenaan dengan peningkatan total pendapatan dunia secara aktual sebesar rata-rata 2,5 % setiap tahunnya (World Bank, 2000:29). Market failures atau kegagalan-kegagalan pasar terjadi dimana-mana, tidak saja disebabkan oleh tuntutan kondisional untuk dapat terwujudnya pasar yang self–regulating tidak terpenuhi (karena asumsi terwujudnya persaingan-bebas yang murni untuk terbentuknya pasar bebas terbukti tidak empirik-realistik), tetapi juga karena adanya kepentingan ekonomi dan nonekonomi yang harus diraih dan dipertahankan untuk melalui upaya mendistorsi pasar secara nyata (Swasono, 2003:83). Globalisasi dan pengenalan ekonomi pasar belum memberikan hasil yang dijanjikan di Rusia dan bagi kebanyakan perekonomian lain yang sedang melakukan transisi dari komunisme ke sistem ekonomi pasar. Namun sebaliknya sistem tersebut menghasilkan kemiskinan yang begitu besar (Stiglitz, 2002:7). Petras and Veltmeyer (2001) lebih tegas dari yang dikemukakan di atas, globalisasi adalah the new imperialism, dalam bentuknya sebagai the new system of “global internasional capitalist class, yaitu TNCs (transnational corporations yang saat ini mencapai jumlah 37.000), Bank Dunia, IMF, IFIs (international financial institutions sebagai “the global financial network), G-7, TC (Trilateral Commission) dan WEF (the World Economic Forum). Lebih lanjut Petras and Veltmeyer menyatakan : “…the dynamics of globalization in Asia, the ex USSR, Africa and Latin America are creating tremendous hardships but also provide an historic opportunity to transcend capitalism. It would be a failure of nerve of historic proposition to settle for anything less than a ‘new’ socialist society, the new nation as an integral whole, a new culture of participants and not spectators a new internalism of equals…” Globalisasi memunculkan ketidakadilan dengan tindakan perusahaan mengekploitasi dunia, penghancuran sumberdaya alam di seluruh dunia
3
khususnya di negara berkembang, terancamnya perdamaian dunia, peningkatan kemiskinan dan dehumanisasi. Rasisme, militerisme dan materialisme dibangun dalam globalisasi (Fernando, 2008). Globalisasi juga belum berhasil menjamin stabilitas keuangan dunia. Krisis di Asia dan Amerika Latin telah mengancam perekonomian dan stabilitas negara berkembang, bahkan krisis 1997 dan 1998 merupakan sebuah ancaman bagi seluruh perekonomian dunia. Bahkan krisis yang lebih besar terjadi sebelumnya. Krisis ekonomi, keuangan dan perbankan terbesar yang terjadi di Amerika Serikat pada 1930-an, yaitu 9.106 bank ditutup atau dibantu. Krisis yang menonjol berikutnya adalah antara 1981-1990, 1221 bank mengalami kegagalan dan pada 2008, 25 bak juga mengalami kegagalan kembali. Pada Tabel 1.1, ditunjukkan jumlah bank di Amerika Serikat yang ditutup atau dibantu atau yang mengalami kegagalan. Tabel 1.1. KEGAGALAN BANK DI AMERIKA SERIKAT 1921-2008 No.
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1921 - 1929 1930 - 1933 1934 - 1940 1941 - 1970 1971 - 1980 1981 - 1990 1991 - 1995 1996 - 2000 2001 - 2007 2008
Jumlah Bank Ditutup / Dibantu 5.411 9.106 450 67 66 1221 313 25 25 25
Sumber : Federal Deposit Insurance Corp.,2004, disusun kembali. Pada 1997, Indonesia yang pada dasarnya menganut sistem kapitalis dan mendukung globalisasi, merupakan negara yang menderita krisis paling parah. Pertumbuhan ekonomi yang tahun sebelumnya sekitar 7 % per tahun merosot tajam sampai - 13,7 % dan inflasi mencapai 77,6 % pada 1998 (Sabirin, 2003:45). Awal Juli 1997, terjadi gejolak nilai tukar. Bersamaan dengan itu, BI/pemerintah melakukan pengetatan likuiditas. Beberapa kebijakan yang diambil pada bulan Juli 1997 meliputi pembatasan pemberian kredit pengembangan tanah kecuali untuk proyek RS dan RSS, pelebaran kisaran kurs intervensi BI dari 8% (Rp192) menjadi 12% (Rp304), meningkatkan suku bunga SBI overnight (O/N) secara bertahap dari 7% menjadi 14%, pembekuan transaksi SBPU untuk sementara, mencairkan sebagian sisa dana BUMN untuk dikonversi menjadi SBI (Gebrakan Sumarlin II). Tekanan terhadap nilai tukar semakin kuat sehingga BI / pemerintah pada tanggal 14 Agustus 1997 mengambil kebijakan melepas kisaran kurs intervensi
4
BI. Pengetatan likuiditas yang dilakukan BI/pemerintah memberikan dampak buruk bagi perbankan dan sektor riil. Terlebih lagi likuidasi 16 bank pada tanggal 1 November 1997. Kondisi ini memunculkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Sebagai manifestasi krisis kepercayaan itu, terjadi penarikan dana secara besar-besaran. Akibatnya, banyak bank mengalami kesulitan likuiditas yang sangat parah (mismatch) yang disusul dengan kelangkaan likuiditas perekonomian secara keseluruhan (liquidity crunch). Keadaan semakin diperparah dengan melambungnya suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) hingga mencapai 300% per tahun. Sebagai tahap awal dari upaya pembenahan perbankan, Pemerintah mengambil langkah-langkah preventif untuk mengurangi dampak kerusakan terhadap sistem perbankan dengan cara membekukan kegiatan usaha dan mengambil alih bank-bank yang dinilai dapat menjadi pemicu kerusakan sistem perbankan. Dalam kaitan ini, pada tanggal 3 April 1998 Pemerintah menetapkan 7 bank (Bank Kredit Asia, Bank Centris Internasional, Bank Deka, Bank Subentra, Bank Pelita, Bank Hokindo dan Bank Surya) dibekukan kegiatan operasinya (BBO) dan 7 bank lainnya (BDNI, Bank Exim, Bank Danamon, Bank Umum Nasional, Bank Tiara Asia, Bank PDFCI dan Bank Modern) diambilalih (BTO). Selanjutnya karena kondisi beberapa bank BTO tersebut semakin memburuk, maka pada awal Agustus 1998, 3 bank BTO (BDNI, Bank Umum Nasional dan Bank Modern) dibekukan kegiatan operasinya (Bank Indonesia, 2006). Pada 2008, kegagalan ini terulang kembali dengan runtuhnya Lehman Brother, yang merupakan Bank tertua di Amerika Serikat. Akhirnya Pemerintah Amerika Serikat turun tangan kembali, yang menunjukkan bahwa ekonomi yang berbasis pada mekanime pasar dan pasar dapat mengatur keseimbangannya tidak berlaku lagi. Untuk berjalannya ekonomi dengan baik, pasar perlu diintervensi. Pemerintah Amerika Serikat melakukan penyelamatan dengan membeli surat berharga beragun hipotek dan aset-aset lain yang tidak dikehendaki senilai $700 milyar. Pada awalnya, Senat Amerika Serikat menolak terhadap usulan penyelamatan tersebut, tetapi penolakan tersebut memicu penurunan rata-rata industrial Dow Jones sebanyak 7777,7 poin (Business Week, 28 Oktober 2008). EKONOMI SYARIAH Kegagalan sistem ekonomi global saat ini, membuat para ahli ekonomi berusaha menemukan sistem ekonomi baru yang lebih baik, misalnya sistem ekonomi Islam. Menurut Zadjuli (1999) sejak jaman Merkantilis hingga dewasa ini paling tidak telah terdapat 10 sistem ekonomi besar di Dunia yang telah gagal untuk mencari jalan keluar atau memecahkan permasalahan pokok dalam ilmu ekonomi. Beberapa sistem ekonomi besar di Dunia yang telah gagal tersebut antara lain, merkantilis, klasik dan neo klasik, kapitalis, sosialis, komunis, orde moneter, orde strukturalis, sistem ekonomi campuran dan post industrial state economy. Kegagalan berbagai macam ekonomi besar di Dunia tersebut akan membawa angin baru bagi semakin terbitnya nuansa fajar sidiq dalam pembangunan yang bernafaskan Islam.
5
Demikian pula, Pemerintah Amerika Serikat, mencoba untuk memikirkan kembali sistem ekonomi alternatif yang dapat memperbaiki sistem ekonominya. Pada 6 Nopember 2008, Departemen Keuangan Amerika Serikat bekerjasama dengan Proyek Keuangan Islam Universitas Harvard, menyelenggarakan seminar yang diberi nama forum “Islamic Finance 101”. Forum tersebut membantu memberikan informasi kepada kumunitas yang memberikan kebijakan terhadap pelayanan jasa keuangan Islam, yang terus meningkat dan merupakan bagian penting dari industri keuangan global. Para pembicara berasal dari akademisi dan industri untuk saling bertukar informasi terhadap keuangan Islam, baik di Amerika Serikat maupun di seluruh dunia. Peserta utamanya adalah staf Lembaga Pengatur Perbankan, Konggres, Departemen Keuangan dan Lembaga pemerintah lainnya, berjumlah sekitar 100 orang. Presentasi singkat dan terfokus diarahkan langsung lebih pada pembuat kebijakan, daripada akademis (The US Departmen of the Treasury, 2008). Kini mungkin saat yang tepat bagi investor untuk membuka dan membaca Al Qur’an. Saham dan investasi lainnya yang mengikuti hukum syariah (hukum Islam) telah menunjukkan kinerja yang justru lebih baik dibanding pasar yang lebih luas. Kondisi ini berkat peraturan yang melarang investasi dalam obligasi utang berjaminan dan aset-aset bermasalah lain yang bisa menyebabkan kehancuran di lingkungan finansial konvensional (Balfour,2008). Sistem ekonomi syariah atau ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang berlandaskan syariah Islam. Dalam Al Qur’an dalam surat Al Jaatsiyah ayat 18, Allah berfirman : Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariah (aturan) dari urusan (agama) Kami itu, maka ikutilah syariah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (Al-Jaatsiyah 18). Syariah adalah pedoman yang menjadi pegangan manusia dalam menuju rahmat Allah dan mendekat kepada-Nya (Al Maraghiy, 1970:261). Menurut Imam Al-Ghazali, tujuan utama syariah adalah mendorong kesejahteraan manusia, untuk menjamin perlindungan terhadap agama (diin), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan harta (maal). Maka ekonomi syariah dapat didefinisikan sebagai ekonomi yang mendorong kesejahteraan manusia, untuk menjamin perlindungan terhadap agama (diin), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan harta (maal). Apa saja yang menjamin terlindungnya lima perkara ini berarti melindungi kepentingan umum dan dikehendaki (Chapra, 2000:101). Tugas-tugas syariah berorientasi pada terwujudnya tujuan kemanusiaan yang terdiri atas kemaslahatan primer, sekunder dan tersier (Qardhawi, 2003:77). Dasar Syariah adalah kebijaksanaan dan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Kemaslahatan ini terletak pada keadilan, kasih sayang, kesejahteraan dan kebijaksanaan yang sempurna. Apapun penyimpangan dari keadilan akan menjadi penindasan, dari kasih sayang menjadi kekerasan, dari kesejahteraan menjadi kemiskinan, dan dari kebijaksanaan menjadi kebodohan adalah sama sekali tidak sesuai dengan syariah (Al-Jauziyyah, 1955). Dengan demikian ekonomi syariah berdasar atas keadilan, kasih sayang, kesejahteraan dan kebijaksanaan yang sempurna di dunia dan di akhirat.
6