GERAKAN ISLAM RADIKAL DAN PERTUMBUHAN DEMOKRASI DI INDONESIA (Studi Atas Kelompok Islamis Lokal Tim Hisbah Solo)
Oleh: Muzayyin Ahyar NIM: 1320310031
TESIS
Diajukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Studi Islam Program Studi Hukum Islam Konsentrasi Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam
YOGYAKARTA 2015
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Muzayyin Ahyar
NIM
: 1320310031
Jenjang
: Magister
Program Studi
: Hukum Islam
Konsentrasi
: Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam
menyatakan
bahwa
naskah
tesis
ini
secara
keseluruhan
adalah
hasil
penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
Yogyakarta, 27 Mei 2015 Saya yang menyatakan,
Muzayyin Ahyar NIM: 1320310031
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Muzayyin Ahyar
NIM
: 1320310031
Jenjang
: Magister
Program Studi
: Hukum Islam
Konsentrasi
: Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam
menyatakan bahwa naskah tesis ini secara keseluruhan benar-benar bebas dari plagiasi. Jika di kemudian hari terbukti melakukan plagiasi, maka saya siap ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Yogyakarta, 27 Mei 2015 Saya yang menyatakan,
Muzayyin Ahyar NIM: 1320310031
iii
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI YOGYAKARTA PASCASARJANA YOGYAKARTA
PENGESAHAN Tesis berjudul
: Gerakan Islam Radikal dan Pertumbuhan Demokrasi di Indonesia (Studi Atas Gerakan Islamis Lokal Tim Hisbah Solo)
Nama
: Muzayyin Ahyar
NIM
: 1320310031
Program Studi
: Hukum Islam
Konsentrasi
: Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam
Tanggal Ujian
: 15 Juni 2015
telah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Studi Islam (M.S.I).
Yogyakarta, 22 Juni 2015 Direktur,
iv
PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN TESIS
Tesis Berjudul
: Gerakan Islam Radikal dan Pertumbuhan Demokrasi di Indonesia (Studi Atas Gerakan Islamis Lokal Tim Hisbah Solo)
Nama
: Muzayyin Ahyar
NIM
: 1320310031
Prodi
: Hukum Islam
Konsentrasi
: Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam
telah disetujui tim penguji ujian sidang tesis
Ketua
: Dr. Muhammad Fakhri Husein, S.E., M.Si
Sekretaris
: Drs. Kholid Zulfa, M.Si
Pembimbing/ Penguji
: Prof. Noorhaidi, M.A., M.Phil., Ph.D
Penguji
: Ahmad Norma Permata, M.A., Ph.D
Diuji di Yogyakarta pada tanggal 15 Juni 2015 Waktu : 14.00 – 15.00 WIB Hasil/ Nilai
: 95,5
Predikat Kelulusan
: Memuaskan/ Sangat Memuaskan/ Cumlaude*
* Coret yang tidak perlu
v
NOTA DINAS PEMBIMBING Kepada Yth., Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Assalamu ‘alaikum wr. wb. Setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi terhadap penelitian tesis yang berjudul: Yang ditulis oleh : Nama
: Muzayyin Ahyar
NIM
: 1320310031
Jenjang
: Magister (S2)
Prodi
: Program Studi Hukum Islam
Konsentrasi
: Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam
Saya berpendapat bahwa tesis tersebut sudah dapat diajukan kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk diujikan dalam rangka memperoleh gelar Magister Studi Islam. Wassalamu’alaikum wr. wb.
Yogyakarta, 19 Mei 2015 Pembimbing
Prof. Noorhaidi, MA., M.Phil., Ph.D NIP: 1971120711995031002
vi
ABSTRAK Setelah jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun, gerakan Islam radikal menjadi sebuah fenomena yang menyeruak hadir di hadapan publik, terutama di wilayah Solo yang mana saat ini terkenal sebagai pusat gerakan Islam radikal. Salah satu kelompok Islamis di Solo adalah adalah Tim Hisbah, yang mana sangat sering memobilisasi massa untuk melakukan kegiatan amar ma‟ruf nahi munkar. Beberapa kalangan membaca fenomena Islam radikal ini sebagai konsekuensi dari masa transisi politik dari otoritarian ke nuansa demokratis yang dinilai tidak stabil. Setelah Era Reformasi berjalan hampir mencapai dua dekade, ternyata gerakan Islam radikal masih meletakkan eksistensinya di permukaan jalan perpolitikan di Indonesia. Pada era yang cukup demokratis saat ini, kelompok tersebut masih bersuara lantang dalam memprotes kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berdasarkan syariat Islam. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan seputar latar belakang lahirnya gerakan Tim Hisbah di tengah arus pertumbuhan demokrasi? Apa yang menjadi motivasi para anggota untuk bergabung? Dan bagaimana Tim Hisbah, sebagai kelompok Islamis lokal bertahan di tengah derasnya arus pertumbuhan demokrasi? Dengan menjawab beberapa pertanyaan tersebut, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kajian gerakan Islam politik kontemporer. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi politik dan dipandu dengan teori Gerakan Sosial. Dalam penelitian ini juga disinggung teori-teori sosial-politik seperti teori politik identitas, globalisasi dan jebakan demokrasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1)kemunculan Tim Hisbah di tengah arus demokrasi sebagai peneguh identitas kelompok Islamis di Solo. Hadirnya kelompok ini merupakan reaksi panjang penyembunyian identitas selama masa rezim otoritarian. Partai Politik Islam yang muncul tidak banyak membawa perubahan yang nyata membuat kaum muda beraksi dengan membuat gerakan-gerakan alternatif dalam merespon situasi sosial-politik. (2)Krisis moneter yang menyertai lengsernya Soeharto, menyerang hampir seluruh kawasan di Asia Tenggara dan berimbas pada kaum muda yang tidak dapat memperoleh pendidikan yang lebih tinggi setelah Sekolah Menengah Atas. Globalisasi yang menuntut profesionalisme membuat kaum muda tersebut tersisihkan dari kalangan muda lainnya yang lebih mapan. Kaum muda ini terpaksa harus mengekspresikan identitasnya dengan ideologi Islamisme sebagai peneguh identitas dan payung bersama melindungi diri dari globalisasi dan demokrasi yang kian tidak terbendung. Tim Hisbah sebagai gerakan Islamis ternyata menggunakan perangkatperangkat demokrasi untuk dapat bertahan di tengah derasnya arus demokrasi. Dengan membentuk gerakan sosial yang sering melakukan demonstrasi dan berupaya mempengaruhi kebijakan pemerintah, sebenarnya adalah bentuk aktualisasi tiga hal penting dari karakter pemerintahan demokratis: kebebasan sipil, penjaminan hak-hak berpolitik dan partisipasi masyarakat melalui kritik terhadap lembaga-lembaga demokrasi. Kata Kunci: Tim Hisbah, Islamisme, gerakan Islam radikal, gerakan sosial, pertumbuhan demokrasi.
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan tesis ini berpedoman pada Surat Keputusan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987. A. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Nama
ﺃ
Alif
ﺏ ﺕ ﺙ ﺝ ﺡ ﺥ ﺩ ﺫ ﺭ ﺯ ﺱ ﺵ ﺹ ﺽ ﻁ ﻅ ﻉ ﻍ ﻑ ﻕ ﻙ ﻝ ﻡ ﻥ ﻭ ﻩ ﺀ ﻱ
Ba‟ Ta‟ Sa‟ Jim ḥa‟ Kha‟ Dal Żal Ra‟ Zai Sin Syin Ṣād Ḍāḍ Ṭa‟ Ẓa‟ „ain Gain Fa‟ Qāf Kaf Lam Mim Nun Wawu Ha‟ Hamzah Ya‟
Huruf Latin Tidak dilambangkan B T Ṡ J Ḥ Kh D Ż R Z S Sy Ṣ Ḍ Ṭ Ẓ ʻ Gh F Q K L M N W H ` Y
viii
Keterangan Tidak dilambangkan Be Te Es (dengan titik di atas) Je Ha (dengan titik di bawah) Ka dan ha De Zet (dengan titik di atas) Er Zet Es Es dan ye Es (dengan titik di bawah) De (dengan titik di bawah) Te (dengan titik di bawah) Zet (dengan titik di bawah) Koma terbalik di atas Ge Ef Qi Ka El Em En We Ha Apostrof Ye
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap
ِكُّفَاﺭ
„kuffâr
Ditulis
C. Ta’ Marbutah Di Akhir Kata
هجﺮة
Ditulis
Hijrah
ﺟﺯﻴﺔ
Ditulis
Jizyah
(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
D. Vokal Pendek
ََﻓ َﻌﻞ
Fathah
ditulis
A fa‟ala
َُﺬ ِﮐﺮ
kasrah
ditulis
i dzukira
ُبَﺬْﻝ
dammah
ditulis
u badzlu
E. Vokal Panjang
كُّفَا ِﺭ منتقي
ix
ditulis
kuffâr
ditulis
muntaqâ
F. Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
ِتَجْدِيْدُ اﻟدِيْن
ditulis
Tajdid ad-din ahl as-sunnah
شﺮﺡ بﻠوﻍ اﻟمﺮاﻡ بﺬﻝ اﻟجهد
ditulis
Syarhu Bulughi al-Maram
ditulis
Badzlu al-Juhdi
x
MOTTO
GREAT PEOPLE NEVER DO DIFFERENT THING, BUT THEY DO THING DIFFERENTLY
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur tiada hentinya saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan kasih sayang-Nya, tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam selalu saya haturkan kepada Muhammad bin Abdillah, pembawa pesan-pesan kebajikan yang menggiring manusia dari kegelapan moral menuju cahaya intelektual. Beliau adalah figur yang patut diteladani sebagai manusia yang berpegang pada ajaran-ajaran Tuhan dan menyampaikannya kepada manusia melalui karakter kepribadiannya yang santun, humanis, inklusif dan toleran. Tesis yang berjudul Gerakan Islam Radikal di Tengah Arus Demokrasi di Indonesia (Studi atas Gerakan Islamis Lokal Tim Hisbah Solo) ini adalah gambaran bagaimana ide-ide Islamisme bertahan hidup di tengah pertumbuhan demokrasi di Indonesia, yang disentuhkan dengan teori-teori politik identitas, globalisasi dan gerakan sosial. Tidak sebagaimana negara-negara Muslim Arab lainnya yang terus diterpa konflik politik yang serius, Indonesia cukup berhasil mendialogkan antara kelompok Islamis dan politik dalam sebuah negara demokrasi. Suatu kondisi yang dapat dibanggakan di tengah maraknya wacana kesesuaian antara Islam dan Demokrasi. Penelitian ini memberikan pelajaran tentang banyak hal; tentang keberanian, tantangan kejujuran, kewaspadaan, ketelitian,
kesabaran,
dan
keyakinan,
meskipun
sedikit
memunculkan
kebimbangan antara menjadi seorang warga negara yang baik, Muslim yang taat, dan peneliti yang objektif.
xii
Selanjutnya, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah memberikan segala jenis dukungannya selama saya bergelut dalam dunia akademik di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, hingga akhir proses pendidikan formal ditandai dengan selesainya penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih tersebut saya tujukan terutama kepada: 1. Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, MA., Ph.D. 2. Prof. Noorhaidi Hasan, MA., M.Phil., Ph.D. Saya sangat merasakan bagaimana beliau, dengan pembawaannya yang santai dan egaliter, meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan-arahan di tengah kesibukan sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, sebelum kemudian dilantik menjadi Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Tentu, membimbing saya dalam penelitian ini adalah salah satu kesibukan kecil di antara sekian banyak kesibukan besar lainnya. Sekali lagi, terima kasih tak terhingga saya ucapkan kepada beliau atas komentar dan kritikan yang inovatif sehingga sangat berpengaruh pada arah dan tujuan penelitian ini. 3. Ahmad Norma Permata, M.A, Ph.D, sebagai penguji tesis ini yang juga banyak sekali memberi masukan pada nalar sosiologi di tengah kebingungan saya menegaskan penulisan ini berada pada nalar strukturalis, fungsionalis atau interaksionis. 4. Mantan Ketua Program Studi Hukum Islam Dr. H. Syafiq Mahmadah Hanafi, S.Ag., M.Ag., Sekretaris Program Studi; Kholid Zulfa, M.Si., dan Mba Fenty. Terima kasih atas kebijaksanaannya dalam melancarkan persoalan-persoalan administrasi dari awal perkuliahan hingga akhir masa studi ini. 5. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yang telah memberikan saya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang Master dengan meng-cover seluruh kebutuhan
selama
masa
perkuliahan,
menyelesaikan penelitian tesis ini.
xiii
termasuk
kebutuhan
dalam
6. Segenap guru besar, dosen dan pengajar lainnya yang telah membekali saya dengan berbagai ilmu pengetahuan serta pengalaman yang berharga. 7. Seluruh ikhwan gerakan Islamis di Solo terutama kepada Ust. Agus Junaedi sebagai tokoh sentral Tim Hisbah, yang telah membukakan gerbang bagi saya untuk masuk ke dalam dunia “Islam radikal”. Ucapan terima kasih saya haturkan pula kepada gerakan Islamis lainnya yang telah membuka diri untuk berbagi pengalamannya kepada saya: Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) dan Laskar Jundullah. 8. Segenap civitas akademika UIN Sunan Kalijaga terutama Program Pascasarjana yang memberikan kerjasama yang maksimal selama proses studi. 9. Pimpinan dan seluruh karyawan dan karyawati Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga yang telah memberikan bantuan berupa pinjaman buku sebagai referensi dalam penelitian tesis ini. 10. Staf ataupun karyawan informasi dan kebersihan Pascasarjana yang telah memberikan layanan kebersihan secara langsung. Terutama kepada mas Dwi yang sering memberikan informasi-informasi mengenai Pascasarjana secara personal kepada saya. 11. Kepada kedua orang tua saya: Drs. M. Yahya Rz, dan Nor Ahyani. Mereka tidak henti-hentinya menggerakkan lisan untuk mendoakan dan memberikan motivasi kepada saya. Sekali lagi terima kasih yang tak terhingga saya haturkan kepada mereka yang telah mendidik dan membesarkan saya selama ini. 12. Kepada seluruh “Bani Rz” dan “Bani Ya‟qub” tercinta yang juga terus mendoakan saya. 13. Tidak lupa pula rasa terima kasih saya sampaikan kepada teman-teman senasib dan seperjuangan pada konsentrasi Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam (SPPI); Agus Dedy Putrawan, Lukman Hakim, Ricki Muharram, Agustiansyah, Krismono, Saripo Muchtar, Adib, Hadi Warman, Abulaka, Farhan, serta semua senior-senior SPPI. Selama masa studi, mereka selalu menjadi teman diskusi yang baik, meskipun sesekali terjadi ketegangan.
xiv
14. Sahabat-sahabat keluarga cemara: Tutut Handayani, Nur Rohman, Asep Amrullah Fuady, Nanang Muswarianto, Arif Setiawan, Rahmat Alvian Mubarok, Fahmi Zihan Ar-Rasyid, Topik Nugroho. 15. Kawan-kawan awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia LPDP UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Mas Yasin, Wahab, Fuad, Rohmat, Lutfi, Aris, Harjoni, Suyanto, Tsamma Amin, Ahmad Masfuful Fuad, Takbir, Mba Bustanul Yuliani, Seftiana Nurul Izzati, Diajeng Layli, Ela, Shanti, Thamie. Terima kasih juga kepada awardee LPDP Universitas Gadjah Mada; Mas Ihsan, Ardit, Wiwid, Mba Tri, Devi, Fajar dan teman lainnya yang tidak mungkin disebut seluruhnya. Terakhir, saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Saya yakin, bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Sesuai dengan pepatah Arab “idza tamma al-amru, bada’a naqsuhu” (jika suatu perkara telah selesai, maka akan tampak kekurangannya), saya pun menyadari hal ini, oleh karena itu saya juga ingin berterima kasih apabila nantinya ada yang bersedia menyempurnakan penelitian ini dengan melakukan penelitian lanjutan.
Yogyakarta, 25 Mei 2015 Peneliti,
Muzayyin Ahyar NIM. 1320310031
xv
DAFTAR BAGAN, TABEL DAN GAMBAR
Bagan: Bagan 1.
Alur metode penelitian, 35.
Bagan 2.
Alur jejaring, mobilisasi dan aksi Tim Hisbah, 150.
Tabel: Tabel 1.
Root Cause Model (RCM) Tinka Veldhuis dan Jorgen Staun, 110.
Tabel 2.
Proses hijrah anggota Tim Hisbah diadaptasi dari metode Root Cause Model, 113.
Gambar: Gambar 1 dan 2. Tren Pertumbuhan Demokrasi Indikator Demokrasi Indonesia (IDI), 124.
xvi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL...........................................................................................i PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................................................iii PENGESAHAN ..................................................................................................iv PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN TESIS ...............................................v NOTA DINAS PEMBIMBING ..........................................................................vi ABSTRAK ..........................................................................................................vii PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ................................................viii MOTTO ..............................................................................................................xi KATA PENGANTAR ........................................................................................xii DAFTAR BAGAN, TABEL DAN GAMBAR ..................................................xvi DAFTAR ISI .......................................................................................................xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................1 B. Rumusan Masalah .................................................................................10 C. Tujuan dan Kegunaan ...........................................................................11 D. Kajian Pustaka ......................................................................................12 E. Kerangka Teori ....................................................................................18 Teori Identitas ................................................................................21 Teori Gerakan Sosial .....................................................................23 Islamisme dan Jebakan Demokrasi ................................................26 F. Metode Penelitian .................................................................................29 1. Model Penelitian .............................................................................29 2. Sumber Data....................................................................................30 3. Tekhnik Pengumpulan Data ............................................................30 a. Observasi...................................................................................31 b. Wawancara ................................................................................31 c. Dokumentasi .............................................................................31 4. Instrumen Pendukung .....................................................................31 5. Proses Analisis Data .......................................................................33 6. Etika Penelitian ...............................................................................35 a. Prinsip Persetujuan Sukarela (principle of voluntary consent) .35 b. Privasi .......................................................................................36 c. Anonimitas dan kerahasiaan (anonymity and confidentiality) ..36 G. Sistematika Pembahasan .......................................................................37
xvii
BAB II SOLO, KELOMPOK ISLAMIS LOKAL, DAN KEMUNCULAN TIM HISBAH A. Solo, Wacana Islamisme dan Kelompok-Kelompok Islamis ..............39 1. Pra Kemerdekaan: Kasus Sarekat Dagang Islam (SDI) .............41 2. Orde Lama dan Orde Baru: Gerakan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba‟asyir .......................... 42
3. Terbukanya Pintu Demokrasi: Laskar-Laskar Islam Lokal Era Reformasi .......................................49 B. Sigit Qardhawi dan Deklarasi Tim Hisbah ...........................................58 1. Sigit Sang Panglima Hisbah ........................................................59 2. Respon Terhadap Situasi Nasional..............................................61 3. Respon Global, Aksi Lokal .........................................................67 4. Ideologi Tim Hisbah ...................................................................76
BAB III IDENTITAS, KAUM MUDA DAN PAYUNG GERAKAN SOSIAL A. Identitas dan Perubahan Sosial .............................................................84 B. Adonan Sosial Tim Hisbah ...................................................................88 C. Kaum Muda Yang Berhijrah .................................................................93 D. Wacana Kaum Muda yang Dihantam Globalisasi ................................100 E. Hijrah Menuju Tim Hisbah: Sebuah Proses..........................................106 F. Gerakan Sosial Sebagai Payung Bersama.............................................114 BAB IV DEMOKRASI DAN SURVIVALITAS TIM HISBAH A. Serangan Terhadap Logika Demokrasi .................................................118 B. Pertumbuhan Demokrasi Indonesia dan Beberapa Jebakannya ............121 1. Jebakan Kebebasan Sipil ..................................................................127 2. Jebakan Hak Politik..........................................................................130 3. Jebakan Lembaga atau Institusi Demokrasi .....................................133 C. Gerakan Islamis Di Tengah Arus Demokrasi .......................................137 1. Membentuk Gerakan Sosial: Aktualisasi Kebebasan Sipil ..............138 2. Membangun Jejaring dan Demonstrasi Massa: Aktualisasi Hak Berpolitik ........................................................................................141 3. Aksi-Aksi Radikal: Aktualisasi Kritik .............................................150
xviii
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................156 B. Saran-Saran .......................................................................................162
SUMBER RUJUKAN .......................................................................................163 LAMPIRAN.......................................................................................................171 BIOGRAFI PENULIS ......................................................................................176
xix
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok-kelompok Islamis menjadi suatu fenomena yang menyeruak hadir di dunia internasional, terlebih setelah kejadian pesawat jet penumpang jenis Boeing, American Airlines Flight 77 yang menabrak gedung World Trade Center (WTC) dan pusat Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) pada 11 september 2001 silam. Amerika Serikat menengarai ini adalah perbuatan teror yang dilakukan oleh al-Qaida, deklarasi pun disiarkan melalui media-media internasional bahwa Gedung Putih melakukan kampanye besar- besaran menentang tindakan terorisme dengan semboyan “war against terrorism”. Setelah peristiwa tersebut berbagai reaksi yang dilakukan oleh beberapa gerakan Islamis muncul di berbagai negara. Paling tidak lima tahun ke depan semenjak peristiwa tersebut, dunia seakan melewati terowongan teror. Bom-bom meledak di berbagai dunia seperti stasiun kereta api Madrid, Spanyol pada Maret 2004, ledakan bom di tiga kereta bawah tanah pada Juli 2005, ledakan bom bunuh diri di Casablanca Maroko pada Mei 2003, penyerangan atas perumahan warga asing di Riyadh Arab Saudi pada Mei dan November 2003 dan lain-lain.1 Pelaku dari peristiwa tersebut diduga dari jaringan gerakan Islamis internasional seperti alQaida dan Pejuang Islam Maroko. Di Indonesia, hadir pula sejumlah rangkaian teror seperti bom Bali, 12 Oktober 2002, bom bunuh diri di Hotel JW Mariot pada Agustus 2003 dan 1
Majalah Tempo, Edisi 7 Agustus 2005.
1
2
beberapa kejadian lain dengan skala yang lebih rendah di beberapa wilayah di Indonesia seperti kuningan, Cirebon, Klaten dan Solo. Dalam skala nasional, Solo menjadi perhatian serius terhadap gerakan Islamis radikal. Hal ini dikarenakan bahwa Solo identik dengan suburnya gerakan Islam radikal dalam bentuk laskar Islam yang vokal dalam menyuarakan anti kemaksiatan, penerapan syariat Islam, dan anti terhadap pemerintahan demokratis seperti Tim Hisbah atau Laskar Hisbah Solo. Tim Hisbah atau yang sering disebut Laskar Hisbah adalah salah satu gerakan Islam radikal lokal yang ada di Solo. Laskar ini lahir sebagai gerakan yang diklaim anti penyakit masyarakat yang membawa simbol-simbol Islam dengan melakukan sweeping terhadap tempat-tempat seperti cafe, diskotik, pelacuran dan bebeberapa tempat yang mereka sebut sebagai sarang-sarang “maksiat” lainnya. Selain itu, beberapa anggota kelompok ini berani menyerang unit-unit negara seperti kepolisian. Kelompok ini beranggotakan para pria berusia 20-40 tahun yang pada dasarnya memiliki ketertarikan dengan ajaran Abu Bakar Ba‟asyir. Aktor dari gerakan Islamis yang namanya sudah sering terdengar terkait dengan ide-ide menentang pemerintahan sekuler. Tim Hisbah terbentuk pada tahun 2007 di daerah Semanggi, Solo Jawa Tengah dan diketuai oleh Sigit Qardhawi (dalam bahasa mereka disebut panglima). Sigit menjadi terkenal setelah memimpin aksi penyerangan pada tahun 2005 silam terhadap Waru Doyong, toko yang dikenal dengan penjualan minuman keras (miras) teraktif di Sukoharjo. Karena penyerangan tersebut, Sigit divonis tuduhan pengerusakan dan dikenankan hukuman kurungan penjara selama lima
2
3
bulan. Setelah bebas, ia kembali –bahkan semakin gencar – melakukan aksi nahi munkar (moralist warpath). Setiap malam minggu, Sigit memobilisasi anggotanya berkeliling sekitar kota Solo dan Sukoharjo untuk mengawasi orang-orang yang dianggap sebagai pelaku maksiat yang berpesta minuman keras. Di tahun 2009, Tim Hisbah disinyalir mengirimkan beberapa anggotanya untuk bekerja sama dengan kelompok Islamis lainnya di Medan, salah satu anggota Tim Hisbah yang ikut adalah Yuki Wantoro. Ia tertembak oleh polisi pada September 2010 karena diduga terlibat dalam aksi fa‟i dengan merampok bank CIMB Medan. Tim Hisbah melakukan demonstrasi massa di Solo bersama kelompok “jihadis” lainnya untuk menyambut jenazah Yuki yang dipulangkan ke Solo. Mereka berpendapat bahwa Yuki hanyalah korban tidak bersalah dari kebrutalan polisi yang tidak dapat menangani kasus dengan benar. Kejadian ini menambah kemarahan Tim Hisbah kepada kepolisian yang dianggap sebagai pembela thoghut 2, bahkan Sigit telah mendeklarasikan untuk mati melawan toghut di Indonesia.3 Tidak terlalu lama setelah kejadian penembakan Yuki, Tim Hisbah membentuk tim untuk membuat bom, bekerjasama dengan kelompok jihadis di Klaten dengan nama tim ightiyalat. Ketika kelompok ightiyalat Klaten diburu oleh aparat kepolisian karena aksi pemboman yang tidak memakan korban, Sigit dituduh menginstruksikan dua anggota Tim Hisbah yang ikut dalam pembelajaran pembuatan bom tersebut untuk pergi dari Solo menuju Cirebon. Di Cirebon, 2
Thaghut adalah Istilah yang digunakan oleh kalangan paramiliter Islam politik untuk menggambarkan pemerintahan yang menolak tunduk pada syariat Islam, dan menerapkan hukumhukum non-ilahiyah. 3 Laporan International Crisis Group (ICG), Indonesia: From Vigilantism to Terrorism in Cirebon, Jakarta/Brussels, 26 januari 2012, hlm. 5.
3
4
kembali terjadi serangan bom bunuh diri yang diledakkan di Masjid area Mapolres Cirebon pada April 2011. Satu bulan setelah peristiwa bom Cirebon, polisi berhasil mengetahui keberadaan para tersangka pelaku bom bunuh diri Cirebon, hasilnya, Sigit ditembak mati bersama dua orang rekannya Yadi (Edy Jablay) dan Ari Budi Santoso karena tertuduh sebagai otak pelaku terkait serangkaian aksi bom dari Klaten hingga Cirebon.4 Setelah kematian Sigit, terjadi kekosongan kepemimpinan dalam gerakan Tim Hisbah, namun bukan berarti ideologi dari Tim Hisbah mati. Ideologi tim Hisbah menjadikan Hayat, seorang pemuda dengan nama asli Pino Damayanta mengambil keputusan untuk kembali melakukan amaliyah ightiyalat.5 Hayat melakukan bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunten Solo pada 25 September 2011. Tidak berhenti sampai di sini, aksi Ightiyalat dilakukan kembali satu tahun berikutnya yaitu pada Agustus hingga September 2012 dengan penyerangan Pospam Gemblegan Serengan Surakarta, Pospam Gladak Surakarta, dan Pos Polisi Singosaren Serengan Surakarta. Terdapat beberapa orang anggota Tim Hisbah yang menjadi tersangka dalam kasus ini antara lain: Bayu Setyono, Firman Firmansyah, Ali Zaenal Abidin, Farhan, Muchsin dan Bilal sebagai donatur aksi. Namun menurut pengakuan Bayu, ia telah keluar dari kelompok ini dan menjalankan aksi tanpa membawa nama kelompok. Mereka membentuk tim
4
Laporan International Crisis Group (ICG), Indonesia: How Indonesian Extremis Regroup, Jakarta/Brussels, 16 Juli 2012, hlm. 7. 5 Berasal dari kata “ghala” dalam bahasa Arab yang berarti membunuh. Digunakan oleh para Islamis sebagai istilah untuk aksi pemberontakan dengan cara membunuh lawan.
4
5
kecil atau halaqoh baru dengan nama Tauhid wa al-Jihad dan diganti menjadi almuqawamah dan kemudian diganti kembali menjadi Abu Mus‟af al-Jarkowi.6 Saat ini, setelah kematian Sigit sebagai pemimpin laskar pada Mei 2011, Tim Hisbah dipimpin oleh Agus Junaedi. Seorang pemuda yang sebelumnya juga aktif dalam gerakan Islamis. Mereka masih melakukan aktifitas pengajian di masjid al-Anshar Ahmad Maryam Semanggi, yang merupakan tempat para anggota Tim hisbah sering berkumpul. Para anggota saat ini masih berupaya meneguhkan identitasnya sebagai garda terdepan membela Islam dengan menentang thaghut dan memposisikan dirinya sebagai polisi syariat yang terus menyuarakan amar ma‟ruf nahi munkar. Beberapa kasus gerakan Islam radikal seperti Tim Hisbah –yang menolak sistem pemerintahan demokratis di Indonesia serta menganut penerapan hukum positif–
dapat dikategorikan ke dalam pengusung wacana Islamisme yang
bertindak secara radikal. Dalam istilah lain juga dapat disebut sebagai Islam Politik. Istilah Islam politik dan Islamisme digunakan oleh beberapa sarjana untuk memahami interaksi antara agama (Islam) dan politik. Islam diproyeksikan bukan hanya agama ritual, namun harus pula dijadikan sebagai ideologi politik dengan penghormatan kepada syariat Islam sebagai dasar hukum suatu negara. Gerakan Islamis muncul sebagai sebuah respon krisis sosial, ekonomi dan politik yang dibungkus atau disodorkan dengan identitas agama.7 Gejala Islamisme yang
6
Sesuai pengakuan Bayu, terdakwa tindakan terorisme penembakan polisi di Solo pada putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Barat. (sumber:http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/c4de10618a96dd67ad6d7a4f d7b6fc77/pdf). Diakses pada tanggal 5 Januari 2015. 7 Lihat Nazih Ayubi, Political Islam, Religion and Politics in The Arab World, (London: Routledge, 1991).
5
6
berawal dari Timur-Tengah mendapatkan angin segar di negara-negara Muslim lainnya (termasuk Indonesia) di tengah kekacauan situasi sosial, politik dan ekonomi. Pasca runtuhnya rezim Orde Baru disinyalir sebagai tonggak untuk mengukur awal berkembangnya gerakan Islamis tersebut, di mana mereka terus mencoba untuk mengklaim ruang publik. Seiring
dengan
munculnya
gerakan
Islamisme
tersebut,
proses
pertumbuhan demokrasi di Indonesia terus berjalan ke depan, meskipun sesekali mundur. Tentunya, demokrasi di sini harus diartikan secara substantif, bukan hanya sekedar aspek prosedural seperti pemilihan umum. Gerak demokratisasi yang semakin tumbuh ini, salah satunya disebabkan karena lahirnya wacanawacana yang dibangun oleh beberapa intelektual Muslim seperti Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid yang berupaya keras untuk mengharmoniskan Islam (mengingat mayoritas masyarakat Indonesia adalah Muslim) dan demokrasi dengan mengaggap bahwa Islam sesuai dengan demokrasi. Dalam mendukung wacana kesesuaian Islam dan demokrasi, Nurchalis Madjid tidak jarang mengutip sebuah pandangan Ibnu Taimiyah yang mengenai nalar keadilan dalam sebuah sistem kekuasaan politik.8
8
Pendapat Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa Tuhan akan menolong kekuasaan yang adil meskipun bukan berbasis Islam, dan tidak akan menolong kekuasaan yang zalim meskipun negara tersebut berbasis Islam. Dari pandangan ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya inti dari jalannya kekuasaan terletak pada keadilan, dan tidak penting apakah diformalisasikan Islam atau tidak. Dengan ini, Madjid menganggap bahwa ketika sebuah sistem kekuasaan mengandung unsur-unsur keadilan, di sanalah terdapat nilai-nilai Islam, demokrasi adalah sebuah cara untuk mewujudkan keadilan tersebut melalui partisipasi rakyat, kebebasan, menjunjung pluralisme dan pengakuan atas hak asasi manusia. melalui partisipasi rakyat tersebutlah sebuah negara ideal berkeadilan dapat diwujudkan. Karena argumen tersebut tidak ada alasan Muslim Indonesia harus menolak demokrasi. Baca selengkapnya pada: Nurchalis Madjid, Cita-Cita Politik Islam di Era Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999).
6
7
Pertumbuhan demokrasi di Indonesia terindikasi oleh aspek Kebebasan Sipil (Civil Liberties), Hak-hak kebebasan Politik (Political Rights) dan Lembagalembaga Demokrasi yang terus bergerak fluktuatif ke atas sejak 2009 hingga 2013, dengan prosentase 62,63 hingga 67,30 persen.9 Pertumbuhan demokrasi ini tidak lepas pula dari globalisasi yang semakin meluas. Akses pendidikan yang semakin terbuka tampaknya membuat kesadaran masyarakat akan kebebasan hakhak sipil semakin tak terbendung pula, dan mereka tidak lagi rela disetir oleh sebuah kekuatan otoriter baik otoritas agama ataupun pemerintahan. Di tengah pertumbuhan demokrasi, beberapa kalangan masih bersikukuh berada dalam enklave-enklave kecil untuk mengkonsolidasikan kekuatan identitas dan niat politik Islamnya seperti Tim Hisbah. Mereka seolah keluar dari keinginan dasar manusia yakni kebebasan atas hak-hak sipil sebagai salah satu cita-cita demokrasi. Hal ini tentu tidak dapat dianalisis hanya melalui satu pandangan; bahwa mereka hanya berupaya mempertahankan interpretasi atas teks-teks suci yang mendorongnya untuk melakukan aksi-aksi radikal. Kajian ini berfokus pada Tim Hisbah Solo yang berkembang di Kelurahan Semanggi bagian selatan dan utara. Jatuhnya pilihan penelitian pada Tim Hisbah karena kelompok ini memiliki militansi yang cukup kuat dalam upaya menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar di Solo dengan memobilisasi masyarakat akar rumput yang terdiri dari pemuda, bahkan di antaranya adalah mantan preman yang tersentuh dengan ajaran-ajaran Islam. Para anggota gerakan juga tidak segan bertransformasi dari kegiatan amar ma‟ruf nahi munkar menjadi sebuah kegiatan 9
Silahkan lihat pada Laporan Indeks Demokrasi Indonesia 2009-2013 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas), Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia.
7
8
yang lebih radikal seperti penyerangan unit-unit negara dan melakukan bom bunuh diri.10 Dengan menggunakan pendekatan sosiologi politik, penelitian ini lebih banyak mengarah pada kajian gejala-gejala sosial masyarakat mengenai gerakan Islamis hingga melakukan aksi-aksi radikal, mengapa dan bagaimana sebuah fenomena itu dapat bertahan. Selain itu, hal yang membangkitkan rasa ingin tahu adalah bahwa mereka hanya berpegang pada keyakinan kuat terhadap syariat Islam sebagai solusi atas segala masalah yang disebabkan oleh thogut. Dengan melakukan aksi-aksi yang dianggap memiliki dasar syariat Islam, mereka yakin akan membuat Indonesia menjadi lebih baik. Berbeda dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang melakukan penolakan hanya dengan demonstrasi di jalanjalan, mereka lebih memilih aksi langsung dengan pemusnahan barang-barang yang dianggap haram dan pencegahan perilaku maksiat. Selain itu, pilihan penelitian didasari karena Solo adalah kota yang unik. Di satu sisi, Solo adalah kota budaya di mana kebudayaan Jawa terkenal dengan sikap santun dan selalu bisa mengadaptasikan perbedaan dengan cara damai dan toleran, terlebih beberapa Sarjana berpendapat bahwa budaya Jawa sejalan dengan misi Islam yang mengajarkan kemulian akhlak dan kesantunan.11 Di lain sisi, Solo dianggap sebagai pusat gerakan Islamis yang menginginkan perubahan total terhadap sistem pemerintahan dengan melakukan gerakan-gerakan perlawanan. Asumsi ini dikuatkan dengan maraknya kemunculan laskar-laskar jihad, dan juga 10
Dalam laporan ICG disebut mereka adalah kelompok Islam radikal yang bertransformasi menjadi kelompok penebar teror. 11 Bisa dilihat dalam berbagai karya akademik: Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa. (Jakarta: Teraju, 2003) dan Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN Malang Press, 2008).
8
9
beberapa kasus terorisme di Solo. Wacana Islamisme di Solo tidak hanya identik dengan melahirkan gerakan-gerakan yang didirikan oleh Abu Bakar Ba‟asyir seperti Jama‟ah Islamiyah (JI, 1993), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI, 1999), atau Jama‟ah Anshorut Tauhid (JAT, 2008), tetapi juga memunculkan kelompokkelompok Islamis lokal Solo lainnya seperti Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), Laskar Jundullah, Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS), Hawariyyun hingga Tim Hisbah. Di antara berbagai kelompok tersebut, Tim Hisbah adalah kelompok paling akhir yang muncul ketika proses pertumbuhan demokrasi di Indonesia dan kelompok yang paling aktif dalam melakukan aksi-aksi radikal di wilayah Solo. Karena itu, Tim Hisbah menjadi pilihan untuk menjelaskan bagaimana para kelompok Islamis saat ini terbentuk dan bertahan di tengah arus demokrasi yang semakin deras. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah analisis mengenai fenomena gerakan Islamis lokal hanya sebatas doktrin syariat Islam, yang membangkitkan semangat bertindak untuk memperjuangkan ayat-ayat yang berbicara tentang jihad, tanpa ada kaitannya dengan kondisi sosial, politik atau ekonomi di suatu negara? apa yang sebenarnya melatar belakangi munculnya gerakan Islamis lokal seperti Tim Hisbah di Solo? Bagaimana gerakan ini dapat tumbuh dan bertahan di beberapa wilayah Solo di tengah arus pertumbuhan demokrasi? Sejauh mana fenomena ini dapat dihubungkan dengan kondisi sosial politik yang saat ini berlaku di Indonesia. Kajian ini berupaya untuk melihat proses pembentukan identitas dan bagaimana identitas itu dipertahankan, dikomunikasikan dan disosialisasikan hingga akhirnya diteguhkan di dalam
9
10
konteks sosial politik yang ada. Sangat disayangkan, penjelasan mengenai beberapa pertanyaan tersebut selama ini hanya diperoleh melalui kepolisian. Bukannya mengesampingkan, namun penjelasan dari pendekatan keamanan masyarakat tersebut hanya menyoroti sisi kriminalnya saja, tanpa memperhatikan sisi gerakan sosial yang juga tidak kalah pentingya dalam menganalisis suatu fenomena. Selain itu beberapa penjelasan yang terdengar luas di masyarakat, dan tidak jarang hadir pada diskusi-diskusi akademik, adalah mengenai “teori konspirasi”, yang cenderung melihat fenomena hanyalah sebagai permainan elit politik ataupun aparat yang semuanya telah diciptakan demi sebuah privilege dan kekuasaan. Seakan-akan fenomena Islam radikal hanyalah sebuah drama teatrikal yang telah diskenario oleh sutradara. Dalam kajian ini, perhatian khusus akan ditujukan pada gerakan Tim Hisbah dalam membangun sebuah gerakan sosial. Selain itu, kajian ini berupaya menyingkap faktor sosiologis yang menjadikan para pemuda ingin bergabung sebagai anggota Tim Hisbah, menjadi pasukan pembela syariat Islam dan melakukan aksi amar ma‟ruf nahi munkar pada ranah masyarakat akar rumput. Faktor-faktor penting lainnya seperti globalisasi dan nuansa demokrasi juga akan dibahas sehingga memperkuat analisis munculnya Islam radikal di daerah Solo. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa rumusan masalah yang akan dijawab adalah:
10
11
1. Apa latar belakang yang mendorong kemunculan Tim Hisbah sebagai gerakan Islam radikal di tengah arus pertumbuhan demokrasi di Indonesia? 2. Apa yang memotivasi kaum muda untuk bergabung dalam kelompok Tim Hisbah? 3. Bagaimana Tim Hisbah bertahan dan berkembang di tengah arus pertumbuhan demokrasi Indonesia sebagai sebuah kelompok Islamis pada masyarakat akar rumput? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang melatar belakangi kemunculan gerakan Islam paramiliter; 2. Dapat menjelaskan apa saja yang menjadi motivasi para anggota (khususnya kaum muda) untuk bergabung menjadi anggota Tim Hisbah; 3. Mengetahui dan memahami bagaimana Tim Hisbah mempertahankan identitasnya di tengah pertumbuhan demokrasi sebagai gerakan Islam yang bermain pada masyarakat akar rumput. Penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam memperkaya kajian gerakan Islam yang berkembang di Indonesia dengan menghubungkan kondisi sosial politik, ekonomi dan budaya melalui teori gerakan sosial. Karenanya, penelitian ini penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk menyandingkan ilmu-
11
12
ilmu teologi Islam (khususnya teologi Islam radikal) dan ilmu-ilmu sosial agar saling bertegur sapa. D. Kajian Pustaka Sejauh pengamatan penulis, beberapa kajian gerakan Islamis dengan cara radikal telah banyak dikaji malalui beberapa tulisan. Sebagai pembukaan dalam wacana agama dan gerakan sosial, ada baiknya sedikit melirik karya Abdul Wahab Situmorang berjudul Agama Dalam Pusaran Gerakan Sosial: Bercermin dalam Gerakan Rakyat Toba Samosir Menolak Indorayon, Pabrik Pulp dan Rayon. Dalam penelitiannya Wahab mencoba menganalisis mengapa gerakan sosial etnis Batak Toba dan beberapa organisasi keagamaan (Katholik) berhasil menentang PT. Indorayon. Wahab membedah permasalahannya dengan menggunakan teori pertentangan politik (Contentious Politic) yang dikembangkan oleh Doug Mc Adam, Sidney Tarrow dan Charless Tilly. Dalam kesimpulannya Wahab mengungkapkan bahwa peran lembaga dan pimpinan agama merupakan salah satu variable significant menentukan berhasil tidaknya suatu gerakan sosial. Peran masyarakat sipil sebagai variabel signifikan memang penting, apalagi peran peran itu dimainkan oleh lembaga-lembaga dengan tingkat legitimasi tinggi seperti lembaga agama dan etnis.12 Kajian oleh Imdadun Rahmat dengan judul Arus Baru Islam Radikal, Transmisi revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia. dalam tulisan ini, Imdadun berpendapat bahwa beberapa gerakan Islam terinspirasi dari Dewan Dakwan Islam Indonesia (DDII). Ada tiga target utama untuk menanamkan 12
Abdul Wahab Situmorang, Gerakan Sosial, Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 191.
12
13
ideologi gerakan Islam yang dilakukan DDII: Masjid, Pesantren dan Kampus. Penelitian ini lebih kepada penelitian gerakan Islam pada tataran akademisi seperti mahasiswa dan pelajar, belum disinggung mengenai perkembangan gerakan Islam dari masyarakat kelas bawah. Al-Zastrouw menuangkan pandangan kepentingan identitas dalam bukunya Gerakan Islam Simbolik: Politik Kepentingan FPI.
Al-Zastrouw
mengatakan bahwa gerakan Islam radikal yang muncul di era reformasi merupakan fenomena menarik karena hal ini bertentangan dengan konteks sosioantropologis dan basis kultural bangsa Indonesia. secara sosio-antropologis, masyarakat Indonesia tidak mengenal gerakan keagamaan yang bersifat ideologis dan eksklusif. Al-Zastrouw melihat fenomena Islam radikal sebagai hanya sebuah permainan kepentingan tanpa melihat geneologi Islam politik tumbuh dan berkembang sesuai konteks seiring dengan demokratisasi dan globalisasi. Seolah menafikan ideologi islamisme di masyarakat akar rumput dengan menjadi sebuah gerakan sosial, Al-Zastrouw menganggap Islam radikal hanya sebuah bungkus demi mendapatkan kepentingan. Dalam hal ini teori gerakan sosial kurang digunakan secara tepat oleh penulis.13 Greg Barton dalam bukunya Jamaah Islamiyah, Radical Islamism In Indonesia menulis bahwa beberapa kelompok Islamis radikal lahir tidak dalam ruang hampa. Ia terlahir sebagai gerakan dengan didahului oleh beberapa faktor politik, dan environment atau lingkungan global juga sangat menentukan. Selain itu gejala Islam radikal harus dilihat bukan hanya sebagai respon masyarakat 13
Selengkapnya Al-Zastrouw, Gerakan Islam Simbolik: Politik Kepentingan FPI, (Yogyakarta: LKIs, 2004).
13
14
Muslim yang sengaja dimainkan oleh pihak-pihak luar demi kepentingan ekonomi dan politik. Tetapi juga harus dilihat melalui faktor perubahan sosial kemasyarakatan seperti arus imigrasi, sosial, dan ekonomi. Beberapa faktor ini disebut oleh Barton sebagai faktor organik, dalam artian faktor yang ada dalam masyarakat yang mengangkat sebuah permasalahan menjadi isu sentral. Barton ingin mematahkan tesis yang mengatakan bahwa semua kejadian atas radikalisme Islam sengaja dibuat dengan teori konspirasi oleh pihak-pihak tertentu. Barton juga ingin menyampaikan pesan bahwa ketika sebuah negara semakin demokratis, maka lambat laun gerakan Islam itu akan hilang.14 Penelitian yang mengambil objek radikalisme di Solo juga dilakukan oleh Muhammad Wildan. Wildan mencoba memetakan gerakan-gerakan Islam yang tumbuh subur di kota Solo. Dari semua gerakan Islamis radikal di Solo, intinya adalah pemurnian Islam. Semua gerakan mengaku salafi, namun Wildan mencoba mengategorisasikan dua salafi: salafi murni (purity) dan salafi Jihadis. Wildan meminjam konsep Clifford Geertz mengenai trikotomi masyarakat Jawa. Untuk kasus Solo ini, Wildan membagi tiga wilayah disekitar Solo yang merupakan proses menganalisis masalah. Tiga wilayah tersebut adalah bentukan pemerintah Hindia Belanda guna memudahkan pemerintah dalam mengontrol aktifitas antar komunitas di Solo, ketiga wilayah tersebut meliputi: Kauman, Pasar Kliwon dan Laweyan. Kauman adalah komunitas ekslusif bagi para pegawai kerajaan. Meskipun hidup dengan semangat religiusitas yang tinggi, masyarakat Kauman (paling tidak hingga awal abad ke 20) tidak dapat dikategorikan sebagai 14
Lihat Greg Barton, Jemaah Islamiyah, Radical Islamism In Indonesia. (Singapore: Singapore University Press, 2005).
14
15
masyarakat santri, mereka adalah kaum priyayi yang sangat dekat dengan pemerintah melalui hubungan ekonomi dan agama. Kedekatan masyarakat Kauman dengan kerajaan membantu mereka ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan bisnis masyarakat kelas menengah seperti berdagang batik dan merintis percetakan buku buku Islam. Laweyan, pada awalnya daerah ini terdiri atas masyarakat abangan kelas menengah ke bawah. Sementara Pasar Kliwon ditempati oleh masyarakat Arab yang memainkan peran perdagangan impor, begitu juga di Jebres yang banyak dihuni bagi masyarakat Cina. Gerakan Islam radikal muncul disebabkan berbagai faktor, khususnya faktor sosial, kutural, ekonomi dan politik. Fenomena Islam radikal bisa digambarkan sebagai sebuah gerakan perlawanan yang terjadi karena kesenjangan sosial, ekonomi dan politik. Penelitian ini lebih terasa menggunakan pendekatan sejarah yang mana sebuah fenomena adalah hasil kesinambungan dari fenomena masa lalu (kesinambungan historis).15 Penelitian komprehensif dilakukan oleh Noorhaidi Hasan berjudul Laskar Jihad: Islam, Militansi dan Pencarian Identitas di Indonesia pasca Orde Baru. Dalam penelitiannya, Noorhaidi memfokuskan pada kemunculan gerakan Laskar Jihad dan seruan Jihad oleh Ja‟far Umar Thalib yang berhasil memanggil para pemuda untuk ikut berjihad di Maluku. Noorhaidi menghubungkan penelitian mengenai militansi Islam dengan teori gerakan sosial yang lebih luas dan analisisanalissi terkait sosial-politik pasca Orde Baru atau ketika masa transisi menuju
15
Lihat Muhammad Wildan, “Mapping Radical Islamism in Solo: A Study of the Proliferation of radical Islamism In a Town in Central Java”. Dalam Martin Van Bruinessen (ed), Contemporary Developments In Indonesian Islam, Explaining The Conservative Turn, (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2013).
15
16
nuansa demokrasi. Dengan menggunakan teori identitas dan gerakan sosial, Noorhaidi menjelaskan bahwa konflik di Maluku merupakan kesempatan yang tepat untuk memobilisasi massa yang ingin menjadi martir Tuhan. Mereka yang direkrut kebanyakan kaum muda dari kota-kota kecil atau kampung-kampung pinggiran kota yang berlatar abangan. Para pemuda yang berpindah ke kota-kota besar merasa kecewa dengan kegagalan rezin Orde Baru untuk memenuhi janjijanji pembangunannya. Rasa kecewa dan frustasi kaum muda ini merongrong identitasnya dan akhirnya mereka memilih untuk menjauh dari masyarakat umum dengan
bergabung
ke
dalam
enklave
(wilayah/komunitas
kecil)
yang
membedakan mereka dari masyarakat pada umumnya. Hasilnya, para pemuda merasa bahwa jihad adalah satu-satunya jalan untuk menyatakan kebencian dan kefrustasian mereka. Noorhaidi menunjukkan bahwa kasus Laskar Jihad adalah pola aktivisme Islam yang sangat ditentukan oleh peluang politik (political opportunity) yang muncul pada waktu dan tempat tertentu. Keputusan kelompok Laskar Jihad ini memilih menggunakan kekerasan sangat berkaitan dengan ketidak mampuan negara dalam menjalankan peran utama sebagai penjaga tatanan sosial dan penegak hukum, terlebih situasi transisi dari pemerintahan otoritarianisme ke demokrasi menjadi gerbang masuknya kalangan Islamisme ke dalam pertarungan memperebutkan ruang publik. Terkait dengan kesimpulan Noorhaidi, perlu untk dicatat bahwa kondisi politik
berkaitan
dengan
perkembangan
gerakan
Islam
politik
dalam
memanfaatkan situasi untuk mengklaim ruang publik. Apabila ditarik pada pembahasan Tim Hisbah, kelompok ini menjalankan aksi radikalnya hingga tahun
16
17
2012 tidak lepas dari situasi negara yang masih belum mampu menjalankan peran utama sebagai penjaga tatanan sosial dan penegak hukum. Dan setelah tahun 2012, aktivitas Tim Hisbah yang sarat dengan kekerasaan berarti berlangsung surut. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai perbaikan negara dalam membangun dan memperkuat sistem pemerintahan dan menjadi indikator menguatnya demokrasi di Indonesia. Masih pada penelitan Noorhaidi, dalam tulisan terpisah berjudul Violent Activism, Islamist Ideology and the Conguest of Public Space among Youth in Indonesia. Penelitian ini menjelaskan bahwa aktivisme gerakan Islam yang sarat dengan kekerasan dan politik jalanan pada awal-awal era reformasi (bahkan hingga sekarang) adalah konsekuensi dari kekecewaan dan kefrustasian pemuda yang tidak dapat memperoleh pekerjaan pasti. Karena krisis ekonomi, unit unit ekonomi terpaksa menyerap kekuatan pekerja seminimal mungkin. Hasilnya pemberhentian hubungan kerja (PHK) yang terjadi di mana-mana. Noorhaidi menghadirkan data mengenai jumlah pengangguran yang meningkat di akhir masa orde baru dan tahun-tahun awal era reformasi. Rata-rata pengangguran adalah pemuda berusia 15 hingga 24 tahun. Satu dekade pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia mengalami peningkatan ekonomi. Gross Domestic Product (GDP) yang menjadi tolak ukur perkembangan ekonomi suatu negara meningkat sekitar 6.3 persen pada 2008. Namun kekuatan pekerja masih hanya mampu menyerap dua hingga tiga juta orang per tahun, jadi angka pengangguran pada kalangan muda cenderung masih meningkat. Di sinilah ideologi Islamis mengambil kesempatan dengan menaruh janji-janji perbaikan kesetaraan
17
18
ekonomi, akhirnya banyak kaum muda yang mengekspresikan rasa frustasinya dengan mengusung tema Islam sebagai solusi, karena memang hanya ini satusatunya harapan untuk memberikan kesempatan pada pemuda agar menempati dan memperbaiki posisi mereka pada ranah ekonomi. Intinya, kaum muda yang terjun ke dalam arena aktivisme Islam dan melakukan tindak kekerasan dan politik jalanan berkaitan dengan kesetaraan ekonomi yang belum begitu baik di suatu negara.16 Beberapa tulisan di atas menjadi gerbang awal masuknya penelitian ini dalam menjawab beberapa pertanyaan yang nantinya akan dijawab pada pembahasan. Meskipun semua tulisan berkaitan dengan wacana Islamisme dan Islam radikal, namun belum terdapat pembahasan gerakan Tim Hisbah yang meliputi isu tentang Islamime lokal, identitas pemuda, gerakan sosial, dan keberlangsungannya di tengah arus demokrasi. Berbeda dengan penelitian wildan terhadap gerakan-gerakan Islam radikal di Solo, yang memfokuskan kajian dengan menggunakan pendekatan sejarah, penelitian ini lebih mengarah kepada pendekatan sosiologi politik dengan menggunakan teori gerakan sosial. Karenanya, penelitian ini dapat dilakukan sebagai pelengkap tulisan ataupun mendukung dan melakukan novelty terhadap teori yang telah ada. E. Kerangka Teori Istilah “Islam radikal” diambil dari karya Nazih Ayubi mengenai wacana Islamisme di negara-negara Arab. Ayubi berpendapat akan sangat berguna jika kita mengatagorisasi ragam keislaman seseorang/sekelompok, hal ini akan 16
Lihat Noorhaidi Hasan, Violent Activism, Islamist Ideology, and the Conguest of Public Space Among Youth in Indonesia (Tulisan Belum diterbitkan).
18
19
membantu untuk memahami pergulatan antara agama dan politik di dalam Islam. Untuk itu, Ayubi membagi keislaman menjadi beberapa kategori. Pertama adalah Muslim yang simplistik, terlahir sebagai Muslim dari orang tua yang juga (kebetulan) Muslim, memiliki nama bercirikan Islam seperti Muhammad, Ali, Aisha atau fatimah. Level lebih tinggi lagi adalah mutadayyin Muslim, yaitu Muslim taat; sadar akan keislamannya dengan mengucap “credo” atau syahadatain, mengerjakan shalat lima waktu, puasa, haji, zakat. Kesalehan dari Muslim jenis ini dilihat hanya sebatas peribadatan formal dan mengetahui pokok ajaran-ajaran agama. Tingkatan pada dua jenis keislaman ini tidak memiliki ideologi kuat mengenai Islam dan Negara. Terdapat pula sekelompok Muslim yang disebut oleh Ayubi sebagai Islamic Reformers atau Islamic modernist, di dalam kelompok ini terdapat tokoh tokoh terkenal seperti Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Islam modernis ini menganggap bahwa Islam adalah suatu sistem kepercayaan yang sempurna, namun agak sedikit fleksibel untuk mengakomodasi perkembangan modern, termasuk perkembangan dalam dunia politik dan pemerintahan modern. Kemudian ada yang dinamakan salafi. Salafisme menekankan kepada sumber Islam yang otentik (al-Qur‟an, Sunnah Nabi dan tradisi para generasi Muslim awal, salaf). Salafisme cenderung skripturalis dan tradisionalis, seperti direpresentasikan oleh Wahabiyah, Sanusiyah, Mahdiyah, dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Rashid Ridha dan tokoh al-Ikhwan al-Muslimun awal, seperti Hasan al-Banna. Kaum salafi cenderung kepada dogmatisme doktrinal, meskipun kadangkala mereka cukup fleksibel dalam berpandangan politik.
19
20
Model keislaman selanjutnya adalah fundamentalisme, dalam bahasa arabnya al-ushuliyyun, fundamentalisme ini lebih kompleks lagi untuk didefinisikan. Sebagaimana Salafis, kaum fundamentalis juga mengajak manusia kembali pada sumber asli Islam (Qur‟an Hadits), dan dinilai sedikit kurang simpatik terhadap fiqh. Hal ini karena fiqh dianggap hanya menjadi pemecah belah ummat, penyebabnya adalah fanatik terhadap imam sebuah sekte. Fundamentalisme memiliki pandangan yang lebih holistik dan komprehensif tentang Islam, biasanya terkenal dengan Islam 3D, yaitu sebuah keyakinan bahwa Islam adalah satuan integral dari tiga hal pokok: Din (sebagai agama keyakinan), Dunya (sebagai jalan hidup), dan Daulah (sistem kekuasaan). Implikasi dari Perspektif Islam yang holistik dan komprehensif ini adalah keharusan tindakan kolektif untuk mewujudkan Islam ke dalam kehidupan secara totalitas. Sementara itu, Neo Fundamentalisme adalah sempalan dari kelompokkelompok fundamentalis, biasanya orientasi neo-fundamentalis ini lebih radikal dan lebih militan. Disebut radikal (dari asal kata radic) berarti keras menancap seperti akar, tidak mentolerir bentuk yang berbeda selain ideologi miliknya. Para anggota Islam radikal ini melakukan tindakan langung atas suatu kasus tertentu. Di Mesir, neo-fundamentalis radikal menguasai organisasi mahasiswa, dan memiliki hubungan dengan kalangan profesional, ahli teknik, dan pegawai pemerintahan. Islam fundamentaslime ini termanifeskan dalam gerakan Takfir wa al-Hijrah di Mesir, Islamic Liberation Party (Hizbut tahrir al-Islamiy), Al-Jihad dan lain sebagainya.
20
21
Ayubi menyebutkan bahwa istilah Islamis atau wacana Islamisme biasanya digunakan untuk menunjuk tiga klasifikasi gerakan Islam: salafi, fundamentalis dan neofundamentalis atau Islam radikal. Islamisme tidak sekedar menekankan identitas sebagai Muslim, tetapi lebih kepada pilihan sadar terhadap Islam sebagai doktrin dan ideologi. Islam politik (political Islam) yang bertindak secara radikal juga sering digunakan untuk merujuk kepada kategori fundamentalis dan neo fundamentalis yang cenderung menekankan watak politik dari Islam dan terlibat dalam kegiatan anti ideologi negara secara langsung. Karena itulah penelitian ini mengambil “bahasa Islam radikal” berdasarkan taksonomi keislaman yang dibangun oleh Nazih Ayubi.17
Teori Identias Mengawali paragraf ini, penulis mengutip Calhoun yang juga dikutip oleh
Manuel Castell dalam the Power of Identity: “we know of no people without names, no languages or cultures in wich some manner of distinctions between self and others, we and they are not made by self knowledge – always a construction no matter how much it feels like a discovery – is never altogether separable from claims to be known in spesific ways by others.” Menurut pernyataan Calhoun di atas, identitas butuh sebuah pengakuan dari orang di luar subjek. Hal ini yang menjadi penting dalam pembahasan politik identitas, aksi daripada Tim Hisbah sebenarnya ingin menunjukkan bahwa mereka
17
Nazih Ayubi, Political Islam, Religion and Politics in The Arab World, (London: Routledge, 1991), hlm. 68.
21
22
butuh pengakuan dari sebuah masyarakat luas berikut dengan ideologi yang mereka yakini sebagai kebenaran. Identitas dapat dikonstruksikan menjadi beberapa macam bentukan. Castell menyebutnya ada tiga macam bentukan konstruksi identitas: 1.
Identitas legitimasi (legitimizing identity) identitas yang diperkenalkan oleh sebuah institusi yang mendominasi suatu masyarakat. Misalnya pada zaman orde Baru bagian awal, di mana Islam dengan pesantrennya menjadi identitas yang
terlegitimasi
tidak
membawa
perkembangan
untuk
kemajuan
pembangunan. 2.
Identitas Resisten (resistance identity) proses pembentukan identitas dalam kondisi tertekan oleh pihak lain sehingga membangun resistansi atau ketahanan dengan tujuan keberlangsungan hidup kelompok dan golongan. Identitas ini bisa digunakan untuk menggambarkan Tim Hisbah yang hidup pada enklave tersendiri yang dikelilingi oleh jamaah mereka. Hal ini dilakukan sebagai bentuk menyuarakan ketidakpuasan dan kekecewaan masyarakat, terutama kaum muda. Dalam tembok enklave kecil inilah pengikut gerakan radikal mengonsolidasikan identitas sebagai perlawanan terhadap kehidupan luar.
3.
Identitas Proyek (project identity) yaitu suatu identitas lama yang dibentuk menjadi suatu identitas baru yang dapat menentukan posisi posisi baru dalam masyarakat sekaligus mengubah pandangan masyarakat terhadap identitas
22
23
lama. Identitas ini akan penulis jadikan kacamata untuk membaca pembentukan identitas Tim Hisbah yang mencoba bertahan di tengah arus.18
Teori Gerakan Sosial Pembahasan mengenai kelompok Tim Hisbah menggunakan teori gerakan
sosial baru yang dikembangkan Sidney Tarrow. Teori ini menjadi teori utama dalam membahas permasalahan gerakan Islam radikal di Solo. Adapun penerapan teori secara terperinci akan dijelaskan pada setiap bab yang ada dalam penelitian ini. Dalam relasi gerakan dan kekuasaan, Tarrow menghadirkan tiga teka-teki besar: pertama, kondisi apa yang membawa kekuatan pergerakan itu dapat muncul. Kedua, bagaimana dinamika pergerakan yang dapat melanggengkan kekuatan atas pergerakan tersebut. ketiga, mengenai social outcomes atau dampak dan hasil dari gerakan sosial tersebut.19 Tiga teka-teki tadi membawa Tarrow kepada beberapa teori untuk digali lebih lanjut. Dalam membahas kemunculan Tim Hisbah, penulis ingin melihat bagaimana Tim Hisbah ini dapat muncul di tengah arus pertumbuhan demokrasi di Indonesia melalui teori kesempatan politik (political oportunity). Peter Eisinger melihat dan membandingkan kesempatan politik ini pada dua kondisi politik; tertutup dan terbuka. Eisinger ingin mengetahui apakah aksi-aksi protes dan timbulnya berbagai macam gerakan sosial tersebut disebabkan oleh kondisi politik yang dalam tekanan atau dalam keterbukaan? Kemudian Eisinger menyimpulkan
18
Manuel Castells, The Power of Identity, (United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd, 2010), hlm. 8. 19 Sidney Tarrow, Power in Movement; Social Movements, Collective Action and Politics, (USA: Cambridge University Press, 1995), hlm. 1-2.
23
24
bahwa justru ketika lembaga-lembaga negara terbuka, aksi protes dari gerakan sosial semakin meningkat.20 Kesempatan politik ini tidak bisa ditemukan pada rezim yang represif misalnya pada zaman Orde Baru, keterbukaan kondisi politik pasca reformasi menjadikan Tim Hisbah terlibat dalam pertarungan politik identittas. Teori ini akan digunakan untuk membedah bagaimana Tim Hisbah tumbuh dengan memanfaatkan kondisi keterbukaan politik tersebut. Tarrow menambahkan penjelasan tentang kesempatan politik bahwa sebuah gerakan sosial meningkat ketika ia mendapatkan dukungan sumber daya dan berhasil memobilisasi sumber daya tersebut. Ketika struktur kesempatan politik terbuka, para aktor gerakan sosial menggunakan dukungan para elit di dalam sistem adalah salah satu variabel pendorong kemajuan gerakan sosial membentuk sebuah kekuatan. Struktur kesempatan politik ini akan membantu sebuah penelitian gerakan sosial; bagaimana aktor-aktor gerakan itu melebur dalam sebuah aksi kolektif dan menjalin jaringan antara satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya untuk menyuarakan tujuannya. Inilah yang disebut Tarrow sebagai seizing and making opportunities, menggunakan dan membentuk kesempatan politik melalui aktor gerakan sosial.21 Dalam sebuah gerakan, mobilisasi menjadi sebuah cara untuk menambah kekuatan, paling tidak secara kuantitas massa. Berkembangnya gerakan sosial juga sangat ditentukan oleh seberapa besar dan kuatnya sumber daya yang ada dan dimobilisasi dengan tepat. Tarrow menjelaskan agar proses mobilisasi dan objek mobilisasi digunakan secara tepat, maka ada tiga elemen penting yang harus 20
Peter Eisinger, The Condition of Protest Behaviour in American Cities, (American Political Science Review: 1973), hlm. 28. 21 Sidney Tarrow, Power and Movement..., hlm.18.
24
25
berjalan secara simbiotik dalam gerakan sosial: organisasi formal (formal organization), struktur mobilisasi (mobilizing structure) dan organisasi perilaku kolektif (organization of collective action). Tarrow mengatakan aktor struktur mobilisasi dalam sebuah gerakan harus terinternalisasi dalam dua hal lainnya yang dikontrol oleh pemimpin yang memiliki level tinggi,22 dalam istilah lainnya adalah yang memiliki legitimasi kuasa ataupun pemimpin karismatik. Sejumlah pakar gerakan sosial lainnya seperti McAdam, McCarty dan Zald memberikan pandangan lain mengenai formal organization dan organization of collective action dengan istilah organisasi formal dan organisasi informal. Perbedaan ini menurut penulis hanya dari segi linguistik saja, tidak dalam perbedaan yang substantif, karena pada esensinya dua makna yang berbeda ini memiliki
kesamaan.
Untuk
memobilisasi
dua
sumber
tersebut
selalu
menggunakan bingkai-bingkai (frames) kultural dan ideologi (cultural and ideological frames).23 Teori ini akan mengarahkan pada pencarian sumber daya yang dimobilisasi oleh Tim Hisbah dalam merealisasikan tujuan gerakan sosial. Sebagai seorang aktor gerakan, elit Tim Hisbah pasti memiliki jaringan pada kelompok Islamis besar lainnya yang telah terbangun lebih dulu. Sementara untuk organisasi informal, aktor Tim Hisbah memiliki jaringan ke warga sipil atau masyarakat akar rumput sebagai alat untuk melakukan suatu aksi.
22 23
Sidney Tarrow, Power and Movement..., hlm. 136. Ibid..., hlm. 7.
25
26
Islamisme dan Jebakan Demokrasi Dalam pelbagai pemikiran yang membahas Islamisme dan kelompok-
kelompok Islamis, beberapa sarjana banyak yang membacanya sebagai sebuah perlawanan atas sistem pemerintahan yang bukan berdasarkan hukum Tuhan, salah satunya adalah demokrasi. Huntington, memiliki sebuah pandangan besar bahwa Islam adalah anomali bagi demokrasi Barat. Dalam masyarakat Muslim, kelompok, agama, suku dan ummah merupakan bangunan loyalitas dan komitmen. Sedangkan pada masyarakat demokratis, hal tersebut kurang signifikan. Loyalitas inilah yang membuat kekuatan-kekuatan yang mengusung wacana Islamisme terus berupaya mengkapitalisasikan pengidentifikasian masyarakat Muslim dengan ummah agar dapat merekatkan persatuan Islam di bawah kekuasaannya. Islam akan terus berusaha membentuk kekuatan dengan segala sistemnya untuk menandingi hegemoni Barat. Kekuatan Islamisme ini semakin ramai semenjak gelombang demokratisasi pada dunia dunia ketiga.24 Bernard Lewis juga memberikan analisa mengapa radikalisme terus terjadi di dunia Muslim. Jawabannya karena dunia Muslim adalah dunia yang terbelakang, Lewis memberi tiga kunci agar umat Islam dapat berubah yang salah salah satunya adalah dengan menerapkan demokrasi. Demokrasi bisa diterapkan sebagai kunci kemajuan umat Islam apabila Muslim melepaskan doktrin keagamaannya bahwa Islam adalah way of life atau al-Islam hua al-hal ataupun al-Islam hua ad-din wa ad-daulah. Tesis Lewis secara tidak langsung mengatakan bahwa demokrasi, paling tidak, dapat mengurangi (jika tidak ingin menyebut 24
Lihat Samuel P. Huntington, Benturan Antar Peradaban, dan Masa Depan Politik Dunia, terj. M. Sadat Ismail, Cet.12 (Jakarta: Penerbit Qalam, 2012).
26
27
menghilangkan) sikap Islamis individu atau kelompok, semakin demokrasi kuat, maka aksi-aksi Islam radikal semakin sedikit. Lain halnya dengan Graham E Fuller, ia membaca bahwa demokrasi memiliki jebakan-jebakan yang justru memunculkan dan membuat gerakan Islamis atau Islam politik itu bertahan. Melalui teori jebakan demokrasi (democracy trap), kalangan Islamis berusaha menggunakan beberapa kata kunci dalam demokrasi seperti kebebasan, kesetaraan, keadilan dan partisipasi sebagai strategi untuk mencapai kepentingan politik kelompoknya sendiri. Ketika demokrasi berada dalam genggaman Islamisme, maka demokrasi menjadi sebuah sistem yang justru meruntuhkan kebebasan dan supremasi hukum yang oleh Fareed Zakaria disebut sebagai “illiberal democracy” atau penyimpangan demokrasi, dalam artian demokrasi yang tidak membebaskan.25 Setarik nafas dengan Fuller, Benjamin R Barber dalam bukunya Jihad McWorld, Terrorisme‟s Challenges to Democracy membaca fenomena Islamisme kontemporer yang tumbuh dan berada di dunia demokratis sebagai pengguna dan yang memanfaatkan demokrasi dalam urusan politik. Menurut Barber, terdapat dua konflik kekuatan yang saat ini menjadi isu dalam dunia global; dua kekuatan tersebut adalah kekuatan fundamental (Barber menggambarkannya dengan jihad) dan globalisasi. Lebih spesifik lagi, Barber menggambarkan demokrasi dan sistem kapitalisme saat ini menjadi sistem populer yang digunakan oleh banyak negara di dunia dan merupakan salah satu produk dari globalisasi (McWorld). Terdapat empat hal penting yang selalu digunakan seiring dengan berkembangnya 25
Lihat Fareed Zakaria, Illiberal Democracy at Home and Abroad, (New York: Norton Press, 2003).
27
28
demokrasi: market imperative, resource imperative, information technology imperative dan ecological imperative. Ketika terjadi aksi jihad pada negara-negara yang demokratis, banyak orang yang membacanya sebagai aksi perlawanan terhadap sistem demokrasi sehingga istilah yang muncul adalah “Jihad vs democracy”. Namun, menurut Barber hal ini perlu dipertanyakan ulang. Ketika dikaji lebih mendalam mengapa aksi-aksi jihad terjadi dalam dunia demokrasi, maka jawabannya adalah tidak lepas dari peran empat hal penting tersebut di atas yang juga digunakan oleh para pelaku aksi jihad.26 Penulis kemudian menghubungkan teori Barber dengan teori jebakan demokrasi bahwa pada era global, banyak perangkat demokrasi yang justru dapat digunakan oleh kelompokkelompok yang sebelumnya menolak demokrasi, penggunaan perangkat demokrasi inilah beberapa diantara banyak jebakan demokrasi lainnya. Meskipun telah dipaparkan beberapa teori yang akan disinggung dalam pembahasan pada bab-bab selanjutnya, penelitian ini hanya akan menggunakan teori jebakan demokrasi dalam menarik suatu kesimpulan besar mengenai survivalitas Tim Hisbah. Sementara, beberapa teori yang lain hanya sebagai pembacaan terhadap potongan-potongan realitas sosial. Teori identitas dan gerakan sosial masih berhubungan dengan teori jebakan demokrasi, bahwa kedua teori tersebut sebenarnya bagian yang ada dalam jebakan. Demokrasi akan membawa sikap rasional seseorang untuk mengatakan bahwa seiring keterbukaan yang dijanjikan demokrasi, maka ragam identitas pun boleh diekspresikan. Kesadaran akan ekspresi identitas ini yang menjadikan beberapa orang berkumpul 26
Benjamin R. Barber, “Jihad versus McWorld”, Paper The Atlantic Online, Maret 1992, diunduh dari http://www.theatlantic.com/doc/print/199203/barber , hlm. 3.
28
29
dan membentuk sebuah gerakan sosial yang justru melawan demokrasi seolaholah dengan aksi-aksi heroik. Ketika aksi-aksi itu diaktualisasikan, maka muncul beberapa jebakan di dalam janji-janji demokrasi tersebut. Oleh karena itu, saya mencantumkan teori identitas dan gerakan sosial sebagai prasyarat untuk memahami teori jebakan demokrasi. F. Metode Penelitian 1. Model Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi politik yang dikaji dengan teori-teori gerakan sosial. Pendekatan sosiologi-politik sangat berpengaruh terhadap karakter dari kajian ini yang mengedepankan premispremis sosiologi, salah satunya yaitu dengan melihat sebuah fenomena pertentangan politik adalah akumulasi dari beberapa gejala sosial yang dipicu oleh latar belakang, kejadian, atau faktor-faktor penting lainnya. Penelitian ini mungkin di satu sisi terasa sebagai kajian sosiologipolitik dengan aliran fungsionalisme. Pembahasan aktor yang berada di tengah kajian menandakan salah satu ciri fungsionalisme di dalam penelitian ini. Namun, dalam pembahasan terdapat pula sebuah kompleksitas persoalan berkaitan dengan sistem dan institusi yang memicu percepatan aksi-aksi radikal. Melalui pembahasan tersebut, maka tidak dapat dikatakan bahwa kajian ini menggunakan aliran funsionalisme secara total, terdapat aroma strukturalisme yang sedikit menempel pada penelitian Islamisme dan demokrasi ini. Di sisi yang lain lagi, warna interpretasi terhadap sebuah
29
30
identitas menjadikan penelitian ini lebih terasa sebagai aliran interaksionisme simbolik. Salah satu premis dasar dari aliran ini adalah bahwa orang adalah makhluk sadar dan reflektif-diri yang aktif membentuk perilakunya sendiri. Selain itu manusia adalah makhluk purposif yang bertindak dalam dan terhadap situasi yang mana ingin mencerminkan sebuah identitas yang dilekatkan dalam dirinya, dan ingin bahwa identitas tersebut merupakan respon atas kekacauan yang terjadi. Aliran terakhir menjadi nuansa yang lebih terasa dalam penelitian ini karena banyak membahas masalah ekspresi identitas di tengah arus demokrasi 27
2. Sumber Data Fokus utama dari penelitian ini adalah menjelaskan gerakan Tim Hisbah yang ada di Solo Jawa Tengah. Data-data primer diperoleh dari lapangan yaitu di berbagai titik tempat beraktifitasnya anggota dari Tim Hisbah. Dalam hal ini pengambilan data dikhususkan pada kelurahan Semanggi, Solo. Apabila terdapat penambahan informasi dari berbagai kabupaten/kota di luar Solo, penulis akan tetap mengambil data tersebut sebagai bahan analisis. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Pengamatan dilakukan untuk mendukung data-data yang diperoleh melalui kajian literatur dan hasil wawancara. Hal-hal yang akan 27
Tentang aliran ini dapat dilihat pada,George Ritzer dan Barry Smart (ed), Handbook Teori Sosial, terj. Imam Muttaqin (dkk), (Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 273, 429.
30
31
diobservasi dalam penelitian ini adalah kegiatan-kegiatan yang melibatkan anggota Tim Hisbah dan beberapa simpatisan di tengah masyarakat. b. Wawancara Data
yang
berupa
informasi
dikumpulkan
menggunakan
wawancara tak terstruktur dengan berbagai anggota Tim Hisbah yang berperan sebagai informan. Di antara informan tersebut, akan ditetapkan informan kunci sebagai acuan awal dalam memperoleh informasi. Dalam hal ini, salah satu informan kunci paling penting adalah Agus Junaedi, yang saat ini menjadi panglima Tim Hisbah. Wawancara juga dilakukan terhadap anggota dan simpatisan dari Tim Hisbah sebagai upaya memperoleh informasi tambahan. Data juga akan dikumpulkan dari masyarakat outsider Tim Hisbah sebagai informasi bandingan dalam menganilisa data. Wawancara penelitian lapangan biasanya dilakukan dalam berbagai cara: tidak tersrtruktur, mendalam, etnografis, terbuka, informal dan lama.28 Wawancara dalam penelitian ini melalui dua tahapan. Pertama, peneliti akan melibatkan diri pada proses saling berbagi pengalaman. Bertukar informasi diri dan latar belakang guna membangun kepercayaan dan mendorong informan untuk bersikap terbuka. Proses awal ini memerlukan waktu yang cukup lama antara dua hingga tiga kali pertemuan. Selain itu proses ini digunakan sebagai proses pendekatan persuasif, karenanya obrolan-obrolan yang terjadi diusahakan jauh dari 28
W. Lawrence Neuman, Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Edisi 7, terj. Edina T. Sofia, (Jakarta: Indeks, 2013), hlm. 495
31
32
informasi-informasi yang sensitif. Kedua, peneliti mulai masuk kepada pencarian informasi yang akan digali dari informan. Tahap ini menggunakan
wawancara
tidak
terstruktur
dan
mendalam,
yang
mengedepankan posisi peneliti sebagai pendengar yang baik tanpa memaksakan jawaban atau menggiring jawaban kepada opini tertentu. Namun wawancara tetap diarahkan kepada informasi terkait yang ingin dicari. c. Dokumentasi Laporan-laporan penelitian dan data-data tertulis lain yang relevan akan dikumpulkan guna dipadukan dengan data-data lain yang diperoleh dalam penelitian ini. Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mencari data-data yang relevan pada instansi-instansi terkait. Selain itu, data-data juga akan diperoleh melalui informasi elektronik ataupun cetak, surat kabar, website resmi sebuah instansi atau lembaga. Informasi-informasi lain juga akan diperoleh melalui organisasi Islamis di Solo lainnya seperti Laskar Umat Islam Surakarta, jamaah lepas sebuah pengajian kelompok Islamis, hingga masyarakat yang dekat dengan kelompok-kelompok Islamis yang ada di Solo.
4. Instrumen Pendukung Intrumen utama dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif pada dasarnya adalah seorang peneliti yang objektif. Meski demikian, dalam
32
33
melakukan penelitian ini peneliti akan menggunakan beberapa alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan data yang berupa: a. Perekam suara (digital voice recorder); b. Kamera Beberapa data yang diperoleh dari instrumen pendukung seperti foto akan dilampirkan pada penelitian ini dengan persetujuan informan. Jika informan keberatan terhadap publikasi dari data-data yang berupa foto, maka sebagai bentuk komitmen peneliti akan menjaga kepercayaan dengan tidak melampirkannya di dalam penelitian ini. 5. Proses Analisis Data Dalam penelitian ini, data-data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Data-data tersebut berupa transkrip wawancara dengan informan, catatan lapangan, serta teks-teks dokumen dan literature yang berkenaan dengan fokus penelitian. Untuk menganalisis data-data tersebut peneliti akan mempertimbangkan analisis data yang dirintis oleh Miles dan Huberman, yang terdiri dari data reduction, data display, dan drawing verification/conclusion.29 Proses analisis data ini kemudian diringkas menjadi sebuah metode sederhana oleh Neuman, metode sederhana Neuman inilah yang digunakan sebagai prosedur analisis data Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara akan dikumpulkan dan kemudian dilakukan pereduksian data. Dalam proses mereduksi data, data-data yang terkumpul akan diklasifikasikan ke dalam data primer atau data pokok 29
Lihat Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook, Edisi 2, (London,: SAGE Publications, 1994).
33
34
yang sesuai dengan fokus penelitian, dan data tersier untuk mempermudah dalam proses analisis data. Proses kategorisasi ini disebut juga sebagai proses open coding (penyandian terbuka). Open coding sangat membantu peneliti untuk melihat tema penting yang akan dianalisis. Setelah open coding, terdapat tahap selanjutnya yang dinamakan axial coding (penyandian aksial). Tahap ini sebagai tahap kedua dalam penyandian data kualitatif yang terjadi ketika peneliti melakukan open coding, menautkannya dan menemukan kategori analitis utama. Selanjutnya akan dilakukan proses selective coding (penyandian selektif) data hasil penyandian ini akan kembali disusun, pilah, gabung atau buang.30 Dalam melakukan penyandian data dari semua informasi yang masuk mengenai Tim Hisbah, peneliti melakukan penyandian terhadap tiga kategori utama sesuai dengan fokus pertanyaan yang akan dibahas: kondisi yang melatar belakangi, motivasi, dan cara ataupun strategi yang dilakukan oleh gerakan Islamis tersebut dalam mempertahankan identitas kolektifnya di tengah arus demokrasi. Beberapa hasil coding tersebut diterjemahkan menjadi sebuah konklusi bersifat naratif dan disederhanakan oleh outline yang tergambar melalui daftar isi.
30
Mengenai penyandian data penelitian, lihat W. Lawrence Neuman, Metodologi Penelitian Sosial..., hlm. 571
34
35
Bagan 1. Alur Metode Penelitian Pengumpulan Data
Analisis Data Data 2
Mengamati Informan
Mendengarkan
Data 1
Wawancara Perekaman suara dan visual
Memilah Open coding Axial coding Selective coding Penerjemahan dan penyelidikan
Sumber lain
6. Etika Penelitian Neuman mengatakan bahwa etika penelitian sangat perlu dipertimbangkan sebelum memulai penelitian guna menghindari pelanggaran etis. Pelanggaran etis terbesar sebenarnya terdapat pada pelanggaran ilmiah (scientific misconduct) dan penipuan penelitian (research fraud) yang bermaksud untuk melakukan plagiarisme dan menciptakan data palsu dalam penelitian.31 Beberapa etika penelitian lain juga perlu dipaparkan secara singkat dalam subbab ini. a. Prinsip Persetujuan Sukarela (principle of voluntary consent) Prinsip persetujuan sukarela menekankan jauhnya unsur paksaan dari seorang informan dalam berpartisipasi pada penelitian ini. Untuk 31
Lihat perihal etika penelitian pada W. Lawrence Neuman, Metodologi Penelitian Sosial..., hlm. 162-174.
35
36
menghindari pemaksaan tersebut, peneliti membuka semua informasi diri dan posisi peneliti disertai dengan menjelaskan tujuan yang dimaksud dalam penelitian ini. Peneliti juga harus mengingatkan bahwa partisipasi para informan dalam penelitian ini bersifat sukarela dan mereka bebas menentukan untuk ikut atau tidak ikut berpartisipasi. b. Privasi Peneliti harus menjunjung tinggi hal-hal bersifat privasi yang diutarakan informan. Privasi tersebut dapat berupa nama identitas sosial, pekerjaan, keluarga, alamat rumah, nomor kontak dan lain-lain. Semua privasi tersebut akan dilindungi selama informan meminta perlakuan khusus untuk melindungi informasi tersebut. c. Anonimitas dan Kerahasiaan (anonymity and confidentiality) Peneliti harus mengetahui batas-batas informasi publik dan informasi rahasia yang telah dibeberkan oleh informan secara sukarela. Dalam Penelitian ini, peneliti akan memposisikan diri sebagai akademisi yang melakukan penelitian akademik, bukan petugas keamanan yang sedang melakukan introgasi dan investigasi pelaku tindakan kriminal. Untuk itu, peneliti akan melakukan penyamaran identitas seperti nama, alamat, nama tempat dan private information lainnya guna melindungi informan dari halhal yang tidak diinginkan. Semua informan yang ada dalam penelitian ini adalah nama samaran kecuali beberapa orang yang telah dikenal luas oleh masyarakat Solo melalui berbagai media dan aktifitas.
36
37
d. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab. Berikut akan dijelaskan secara umum pokok-pokok yang akan dibahas pada setiap babnya. Bab I berisi proposal penelitian yang meliputi latar belakang dan rumusan masalah penelitian, manfaat dan tujuan penelitian, telaah kajian yang terkait dengan penelitian ini, landasan teori yang digunakan sebagai pisau analisis untuk membedah masalah, hingga metode yang digunakan dalam penelitian ini. Bab II akan banyak mendiskusikan pertanyaan seputar bagaimana munculnya organisasi yang mengusung wacana Islamisme di Solo. Berbagai faktor yang mendorong terbentuknya kelompok tersebut. Profil mengenai kelompok Tim Hisbah juga akan diuraikan pada bab ini. Bab III dalam penelitian ini mencoba mendiskusikan kondisi (sosial, ekonomi dan politik) para anggota Tim Hisbah sebelum mereka bergabung dalam kelompok tersebut. Kondisi ini digabungkan dengan situasi sosial-politik yang terjadi sehingga menjadai sebuah analisis yang menjelaskan apa yang menjadi motivasi para anggota Tim Hisbah untuk bergabung ke dalam kelompok tersebut. Bab IV akan membahas bagaimana gerakan tersebut bertahan dalam situasi demokrasi di Indonesia. Bagaimana mereka mencoba membangun dan mengkomunikasikan identitasnya sebagai sebuah gerakan yang seolah mampu mengatasi berbagai permasalahan sosial-politik di era demokrasi saat ini. Bab ini akan lebih banyak membahas survivalitas Tim Hisbah di tengah arus demokrasi dengan menggunakan teori jebakan demokrasi.
37
38
Bab V akan berisi kesimpulan yang dihasilkan dari setiap bab-bab yang telah dibahas sebelumnya
38
156
BAB V Penutup A. Kesimpulan Kemunculan Tim Hisbah merupakan simbol bagi suburnya gerakan Islam radikal di wilayah Solo. Kehadirannya yang hampir serentak di sekitar wilayah Solo membuat banyak orang berspekulasi bahwa Solo adalah sarang kaum Islam radikal yang keliru dalam menginterpretasikan ayat-ayat kitab suci. Menanggapi hal ini, beberapa sarjana menggulirkan wacana reinterpretasi ayat-ayat yang lebih humanis, inklusif dan toleran. Pemerintah Indonesia juga menggenjot program deradikalisasi agama pasca peristiwa bom Bali pada tahun 2002 yang menyeret aktor Islamisme asal Solo; Abu Bakar Ba‟asyir. Sebagian kalangan lagi membacanya dengan menghubungkan fenomena Islam radikal dan kondisi politik yang ketika itu masih dianggap sebagai masa transisi politik ke arah demokrasi yang cenderung tidak stabil. Selama hampir dua dekade, tanggapan atas fenomena Islam radikal tersebut terjawab secara perlahan. Semakin gencarnya wacana reinterpretasi ayat dan program deradikalisasi yang diselenggarakan di seluruh Indonesia dan kondisi demokrasi yang semakin dewasa ternyata mempersempit ruang gerak para aktor-aktor Islamis. Meskipun begitu, hingga saat ini gerakangerakan Islamis belum dapat dihilangkan secara massif. Gerakan-gerakan Islamis dengan susah payah kembali muncul di hadapan publik dengan wajah baru sebagai strategi untuk tetap bertahan hidup di tengah nuansa yang semakin demokratis.
156
157
Geneologi gerakan Islam radikal di wilayah Solo sebenarnya dapat dirunut mundur sejak pemerintahan Orde Baru, di mana ketika pemimpin Otoriter Indonesia Soeharto menerapkan Pancasila sebagai asas tunggal. Bahkan jauh sebelum itu, Solo telah melahirkan gerakan protes yang membawa nama Islam, dirajut dengan isu-isu kemiskinan dan perjuangan identitas. Fenomena kemunculan gerakan-gerakan tersebut tidak dapat lepas dari faktor kesenjangan sosial yang terjadi akibat pertentangan kelas. Disparitas ekonomi, sosial dan politik telah membuat masyarakat terbuai akan janji-janji Islam yang membebaskan.
Ketika
zaman
penjajahan,
mereka
melemparkan
isu-isu
perlawanan atas ketertindasan masyarakat pribumi dengan satu kata “Jihad”. Ketika zaman berubah menjadi negara yang merdeka, dalam pemerintahan represif para aktor gerakan Islamis membuat sebuah gerakan anti Pancasila. Di era Reformasi, suara protes terdengar lebih lantang, yaitu dengan menawarkan Islam sebagai format negara tandingan. Kelompok Tim Hisbah ini muncul setelah beberapa kelompok lainnya yang serupa hadir menyeruak di ruang publik untuk berusaha meneguhkan identitas seiring dengan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Kelompok ini jelas memanfaatkan peluang politik di Indonesia yang berusaha mematangkan demokrasi dengan terus membuka kesempatan dan aksesakses masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam urusan politik dan pemerintahan. Kehadiran Tim Hisbah tidak dapat lepas dari peran Sigit Qardhawi, seorang putera asli Solo yang masih memiliki kedekatan dengan keluarga Kraton Surakarta. Sigit pada awalnya tidak memiliki latar belakang Islam yang tinggi, dia
157
158
adalah mantan musisi lokal Solo beraliran rock pada era Orde Baru. Sigit mendadak sangat bersemangat menegakkan syariat Islam di Solo ketika masa transisi politik. Ambisi Sigit terlihat sejak bergabung dengan Partai Bulan Bintang (PBB) yang mengusung wacana penerapan syariat Islam. Janji-janji Islamisme yang ditawarkan PBB membuat Sigit bergabung ke dalam partai Islam tersebut. Perkenalan dan ambisi untuk melakukan amar ma‟ruf nahi munkar tumbuh ketika Sigit mulai aktif di Laskar Hizbullah, yang merupakan satuan paramiliter PBB. Ketika Sigit mendapatkan posisi sebagai ketua dari aksi gabungan masyarakat Muslim di Solo, dia mulai membangun jaringan bersama kawanan Islamis lainnya dan lebih vokal dalam menyuarakan syariat Islam. Aksi Sigit yang terlalu bersemangat ini pernah mengantarkan dirinya ke dalam sel tahanan polisi. Setelah bebasnya Sigit dari penjara, dia mulai memanfaatkan jaringan yang telah terbentuk sebagai pendukung untuk membentuk sebuah gerakan baru. Sigit memilih membentuk gerakan baru karena menilai bahwa partai-partai politik dalam nuansa demokrasi hanya menjadikan masyarakat alat untuk memperoleh dukungan. Kekecewaan Sigit terhadap partai politik Islam diaktualisasikan dengan
mendeklarasikan
Tim
Hisbah
sebagai
gerakan
yang
diklaim
memperjuangkan syariat Islam, diawali dengan melakukan kontrol terhadap perbuatan-perbuatan yang dianggapnya sebagai kemaksiatan. Sigit menggambarkan sosok pemuda yang terjebak pada persimpangan jalan yang rumit atas ketertekanan struktur sosial dan relasi kuasa. Kondisi ini menjadikan Sigit mencoba melawan relasi kuasa yang mengekang dengan
158
159
melakukan tindakan-tindakan pemberontakan (rebellion). Ekpresi identitas dan realisasi mimpi Sigit terpengaruh oleh situasi demokratisasi dan kondisi sosialpolitik yang tengah berubah. Dengan mendeklarasikan gerakan Islamis radikal, Sigit menunjukan identitasnya sebagai seorang pemuda Muslim yang modern, dan peka terhadap isu-isu sosial-politik. Sigit menganggap kondisi sosial politik harus mengalami perubahan yang signifikan. Karena tidak dapat melakukan aktifitas langsung yang berhubungan dengan urusan-urusan sosial politik, Sigit membangun wacana dan gerakan alternatif untuk merespon situasi politik yang dirasakannya sangat merugikan kaum Muslim muda di Indonesia. Tim Hisbah yang dideklarasikan Sigit memiliki ideologi yang serupa dengan para tokoh-tokoh Islamis kontemporer lainnya, bahwa seorang Muslim harus memegang teguh tauhid yang utuh, bukan hanya sekedar kepercayaan bahwa Allah itu satu. Konsep keutuhan tauhid ini harus terwujud ke semua sendisendi kehidupan, politik, sosial dan ekonomi. Tauhid tidak dapat dilakukan jika seseorang tidak memiliki tekad yang kuat untuk mewujudkannya. Bentuk tekad yang paling sederhana adalah dengan melakukan hijrah, yaitu melakukan perpindahan rohani dari sesuatu yang dianggap oleh anggota Tim Hisbah sebagai kemaksiatan menuju keyakinan dan semangat akan menerapkan keutuhan tauhid. Melalui hijrah inilah seseorang mengintensifkan diri dalam kelompok Tim Hisbah dan seolah membangun tembok pemisah antara anggota kelompok dan kalangan yang dianggap belum melakukan hijrah. Setelah melakukan hijrah, mereka meyakini memiliki kemantapan hati yang lebih baik untuk mengamalkan tauhid yang utuh tersebut. Upaya pertama untuk menerapkan tauhid yang murni adalah
159
160
dengan melakukan aksi-aksi anti kemaksiatan dimulai dalam skala kecil di wilayah sekitar Solo. Mereka meyakini untuk merubah situasi global saat ini yang mereka nilai penuh dengan kekufuran, harus melakukan tindakan nyata meskipun hanya berawal dari aksi-aksi lokal. Konsep hijrah ini ternyata banyak diterima oleh kaum muda yang tergerus globalisasi dan arus demokrasi. Dunia yang semakin global menjadikan semua akses pendidikan, politik dan ekonomi terbuka lebar. Semua masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengemukakan aspirasi mereka. Kaum muda yang belum memiliki kualifikasi yang cukup untuk ikut dalam arena pertarungan tersebut merasa bahwa keadaan global dan nuansa demokrasi begitu sangat berbahaya, karena hanya memberikan kesempatan kepada orang yang memiliki modal tertentu. Pandangan negatif dari kaum muda inilah yang membuat mereka berbondong-bondong berhijrah ke dalam tembok eksklusifitas demi melakukan sebuah tindakan yang diklaim dapat melakukan perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik secara menyeluruh. Di dalam tembok eksklusifitas inilah mereka mengkomunikasikan identitas mereka dengan dunia luar sebagai seorang Muslim yang sebenarnya memiliki suara aspirasi untuk didengar. Mereka juga melakukan konsolidasi identitas dengan aksi-aksi radikal yang diyakini membela kepentingan Islam, dan mempersepsikan kelompoknya sebagai garda terdepan mengatasi segala kekacauan masyarakat yang berkaitan dengan Islam. Hal tersebut juga dilakukan sebagai upaya untuk menawarkan posisi baru kelompok Islamis kepada masyarakat dan negara, setelah Orde Baru hingga masa awal transisi demokrasi mendapatkan stigma negatif. Mereka dengan percaya diri
160
161
menawarkan janji-janji kemajuan melalui romantisisme zaman keemasan Islam yang konon pernah terjadi sekitar 10 abad yang lalu. Tim Hisbah adalah sebuah gerakan yang lahir dari rahim demokrasi, hal ini dikarenakan kelompok tersebut muncul dari akumulasi gejala-gejala sosialpolitik yang terjadi pada nuansa rezim yang demokratis. Karenanya, Tim Hisbah dan kelompok Islamis lainnya tersebut justru menggunakan prinsip, perangkat dan pilar demokrasi agar tetap bertahan dan terus menunjukkan eksistensi di tengah pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Mereka menggunakan logika-logika dan perangkat demokrasi yaitu: kebebasan sipil untuk meneguhkan identitas kolektif dan membentuk gerakan sosial, hak berpolitik guna membangun jejaring dan meneriakkan suara aspirasi kepentingan, mereka juga menggunakan hak partisipasi masyarakat dalam mengontrol dan melakukan kritik terhadap negara sebagai strategi wacana bahwa mereka pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat sipil. Dengan memposisikan diri seperti itu, mereka berharap akan terus mendapat dukungan dari masyarakat luas, terutama dari masyarakat Muslim, mengenai usaha-usaha yang diklaim memperjuangkan kepentingan agama di tengah derasnya arus demokrasi dan globalisasi. Meskipun keberadaan Tim Hisbah dan gerakan-gerakan Islamis lainnya mencederai dan dapat menjadi jebakan bagi proses demokrasi itu sendiri, bukan berarti bahwa demokrasi di Indonesia mengalami penurunan dan ancaman serius. Kemunculan gerakan Islamis lokal di Indonesia justru menandakan bahwa demokrasi di Indonesia, dengan segala dukungan masyarakat sipil Islamnya, mampu mendialogkan Islam dan demokrasi secara dewasa. Terbukti sejak awal
161
162
menjamurnya gerakan Islamis di berbagai daerah pasca runtuhnya Orde Baru, demokrasi di Indonesia terus berjalan tanpa terjadi konflik serius sebagaimana yang terjadi di negara-negara Muslim Arab lainnya. B. Saran-Saran Penelitian ini memberikan sebuah tesis bahwa di tengah pertumbuhan demokrasi di Indonesia, kelompok-kelompok Islamis masih bersuara lantang dalam memprotes kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berdasarkan syariat Islam. Tim Hisbah sebagai gerakan Islamis ternyata menggunakan perangkatperangkat demokrasi untuk dapat bertahan di tengah derasnya arus demokrasi. Penelitian dengan pendekatan sosiologi politik ini mencoba untuk membaca secara holistik faktor yang melatar belakangi lahirnya gerakan Islamis dan
keberlangsungannya
di
dalam
negara
demokratis
yang
mayoritas
penduduknya adalam Muslim. Kedepannya, setelah mengetahui beberapa faktor sosiologis yang menyertai kehadiran gerakan Islamis, diharapkan lahir penelitian selanjutnya yang bersinggungan dengan kebijakan publik mengenai kelompokkelompok
Islamis
di
Indonesia.
Kehadiran
gerakan-gerakan
dengan
menggaungkan ideologi Islamisme yang dapat menjadi bahan introspeksi di satu sisi, dan menjadi ancaman yang mencederai demokrasi di sisi lain membuat kajian ini relevan untuk diangkat menjadi sebuah pertimbangan bagi para aktor pengambil kebijakan di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kajian yang berfokus pada hal-hal tersebut sebagai sebuah tradisi dialektika akademik yang saling melengkapi satu sama lain. Selain itu, kajian lanjutan juga dapat menambah varian kajian dalam Konsentrasi Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam.
162
163
SUMBER RUJUKAN
Sumber Buku „Ali Al-Mawardi, Abu Hasan, Al-Ahkam as-Sulthaniiyyah wa al-Wilayaat adDiniyyah, Beirut: Darul Kutub al-‟Ilmiyyah, 2011. _________________________, Qawanin al-Wizarah wa siyasat al-Mulk, Beirut: Darut Thalai‟ah li at-Thiba‟ah wa an-Nasyr, 1979. ________________________, Durar as-Suluk fi Siyasat al-Muluk Riyadh: Darul Wathan lin Nasyr, 1997. Abbas, Natsir, Membongkar Jama‟ah Islamiyah, Jakarta: Grafindo, 2003. Abuza, Zachary, Political Islam and Violence in Indonesia, New York: Routledge, 2007. Adiningsih, Sri (et.al), Satu Dekade Pasca-Krisis Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2008. Al-„Asqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram min adillat al-ahkâm, Beirut: Dar alFiqr li at-Thiba‟ah wa an-Nasyr, 1996. ___________________, Fathu al-Bari, Syarhu shahihi al-Bukhari, juz 2, edisi ke 2, Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, 2009. Al-Jauziyyah, Ibnul Qayyim, Zadul Ma‟ad fi Hadyi Khairil „Ibad, Juz 3 Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2005. Al-Maududi, Abu A‟la, Tarikh Tajdid ad-Din wa Ihyâihi, Beirut: Muassalah alRisalah, 1975. Al-Zastrouw, Gerakan Islam Simbolik: Politik Kepentingan FPI, Yogyakarta: LKIs, 2004. Anshari, Yani, Untuk Negara Islam Indonesia, Perjuangan Darul Islam dan AlJama‟ah Al-Islamiyah, Yogyakarta: Siyasat Press, 2008. As-Shan‟ani, Muhammad bin Isma‟il, Subulussalam, Syarhu Bulughi al-Marâm, Format Maktabah Syamilah.
163
164
As-Syaukani, Muhammad Ibnu „Ali ibnu Muhammad, Nailul Awthar, Syarh Muntaqal Akhbar Min Ahadits Sayyidil Akhyar, Beirut: Daru Ihya atTuratsi al-„Arabi, 1999. Ayubi, Nazih, Political Islam, Religion and Politics in The Arab World, London: Routledge, 1991. Azra, Azyumardi, “Demokrasi di Dunia Muslim: Negara, Politik dan Agama”, dalam Ahmad Syafii Maarif (et.al), Islam dan Nilai-Nilai Universal, Sumbangan
Islam
dalam
Pembentukan
Dunia
Plural,
Jakarta:
International Center for Islam and Pluralism , ICIP, 2008. Bakri, Syamsul, Gerakan Komunisme Islam di Surakarta 1914-1942, Disertasi, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2014. Barber, Benjamin R., Jihad Vs McWorld, Terrorism‟s Challenge to Democracy, New York: Ballantine Books, 2001. Barton, Greg, Jemaah Islamiyah, Radical Islamism In Indonesia. Singapore: Singapore University Press. 2005. Bertrand Jacques, Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia, Cambridge University Press, 2004. Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2008. Case, William, Politics In Southeast Asia, Democracy or Less, New York: Curzon Press, 2002. Castells, Manuel, The Power of Identity, United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd, 2010. Coclanis, Peter A. And Bruchey, Stuart (ed), Ideas, Ideologies and Social Movements, The United States Experience Since 1800, Columbia: University of South Carolina Press, 1999. Dahl, Robert, Democracy and Its Critics, New Haven: Yale University Press,1989. Dowson, Lorne L (ed), Cults and New Religious Movements: A Reader, UK: Blackwell, 2003.
164
165
Esposito, John L. Dan Voll, John O., Demokrasi di Negara-Negara Muslim; Problem dan Prospek, terj. Rahmani Astuti, Bandung: Penerbit Mizan, 1999. Foucault, Michele, Arkeologi Pengetahuan, terj. Inyiak Muzir, Yogyakarta: Diva Press, 2012. Fuller, Graham E., A World Without Islam, New York: Little, Brown and Company, 2010. Fuller, Graham E., The Democracy Trap, Perils of The Post Cold War, New York: A Dutton Book: 1991. Gellner Ernest, Nation and Nationalism, UK: Blackwell Publishing, 1983, 2006. Gellner, Ernest, Membangun Masyarakat Sipil: Prasyarat Menuju Kebebasan, terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan 1995. Geovanie, Jeffrie, The Pluralism Project, Potret Pemilu, Demokrasi dan Islam di Amerika. Jakarta: Expose, 2013. Hasan, Noorhaidi, Islam Politik Di Dunia Kontemporer: Konsep, Geneologi dan Teori. Yogyakarta: Suka Press, 2012. _____________, Violent Activism, Islamist Ideology, and the Conguest of Public Space Among Youth in Indonesia Tulisan Belum diterbitkan. _____________, Laskar Jihad, Islam, Militansi dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: KITLV, 2008. Helmke, Gretchen dan Levitsky, Steven (ed), Infromal Institution and Democracy, Lesson From Latin America. Maryland: John Hopkins University Press, 2006. Neuman, W. Lawrence, Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Edisi 7, terj. Edina T. Sofia, Jakarta: Indeks, 2013. Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook, Edisi 2, California, London, New Delhi: SAGE Publications, 1994. Herrera, Linda dan Bayat, Asef (ed), Being Young and Muslim, New Cultural Politics in the Global South and North, New York: Oxford University Press, 2010.
165
166
Hilmy, Masdar, Islamism and Democracy In Indonesia, Piety and Pragmatism, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2010. Kazhim, Musa dan Hamzah, Alfian, Lima Partai dalam Timbangan, Analisis dan Prospek, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999. Kepel, Gillles, The War for Muslim Minds: Islam and the West, Cambridge: Harvard University Press, 2002. ____________, Jihad: The Trail of Political Islam,
Cambridge: Harvard
University Press, 2004. Khalil, Ahmad, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, Malang: UIN Malang Press, 2008. Lane, Max, Unfinished Nation, Ingatan Revolusi, Aksi Massa dan Sejarah Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Djaman Baroe, 2014. Lechner, Frank J., Globalization, The Making of World Society, UK: Blackwell Publishing, 2009. McTurnan Kahin,George, Nationalism and Revolution in Indonesia, USA: Cornell University Press, 1952. Mujani, Saiful, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru, Jakarta: Gramedia, 2007. Nasihin, Sarekat Islam Mencari Ideologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Huntington, Samuel P., The Third Wave: Democratization in The Late Twentieth Century, University of Oklahoma Press, 1991. __________________, Benturan antar Peradaban, dan Masa Depan Politik Dunia, terj. M. Sadat Ismail, Cet 12, Jakarta: Penerbit Qalam, 2012 Qadir, Zuly, Ada Apa dengan Pesantren Ngruki? Yogyakarta, Pondok Edukasi, 2003. Qodir, Zuly, Radkalisme Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2014. Rais, Amin, “Menyelamatkan Agenda Reformasi”, dalam Lukman Hakim (ed), Reformasi Dalam Stagnasi, Jakarta: Yayasan al-Quran-Mukmin, 2001. Ritzer, George dan Smart, Barry (ed), Handbook Teori Sosial, terj. Imam Muttaqin (dkk), Bandung: Nusa Media, 2011.
166
167
Robbins, Thomas and Charles Lucas, Philip, “From Cults To New Religious Movement: Coherence, Definition, and Conceptual Framing in The Study of New Religious Movement”, dalam James A. Beckford, N.J Demerath (ed), The Sociology of Religion, London, UK: SAGE Publications, 2007. Roy, Oliver, Globalised Islam: The search for a new Ummah, NewYork: Columbia University Press, 2004. Runciman, Walter G., Relative deprivation and Social Justice: a Study of Attitudes to Social Inequality in Twentieth Century England, California: California University Press, 1966. Barber, Benjamin S., Jihad McWorld, Terrorism‟s Challenge to democracy, New York: Ballantine Books, cet. 2001. Salim, Agus, “Hak Berserikat dan berkoempoelan (pasal 33RR)” dalam A.Zainoel Hasan, Aku Pemuda Kemarin di Hari Esok, kumpulan tulisan, pidato Tokoh Pergerakan Kebangsaan 1913-1938, Jakarta: Jayasakti, 1981. Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa, Jakarta: Teraju, 2003. Solahuddin, NII Sampai JI, Salafy Jihadisme di Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu, 2011. Sunderlin, William, Ideology, Social Theory and The Environment, USA: Rowman and Littlefield Publishers, 2003. Suparno, Paul (et.all), Reformasi Pendidikan, Sebuah Rekomendasi, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002. Tarrow, Sidney, Power in Movement; Social Movements, Collective Action and Politics, USA: Cambridge University Press, 1995. Thaba, Abdul Azis, Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Tim Litbang Kompas, Partai-partai Politik Indonesia: Ideologi dan Program 2004-2009, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004. Tirtosudarmo, Riwanto, Mencari Indonesia, Demografi-Politik Pasca-Soeharto, Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2007.
167
168
Tjandraningsih, Indrasari “Industrial Relations in the Democratizing Era”, dalam Aris Ananta (ed), The Indonesian Economy, Entering a New Era, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2011. Turner, Bryan S., Relasi Agama dan Teori Sosial Kontemporer, terj. Inyiak Ridwan, Yogyakarta: IRCiSoD Publishing, 2012. Van Dijk, Teun A., Ideology, Multidisciplinary approach, London: Sage Publication.Ltd, 2000. Wahab, Situmorang Abdul, Gerakan Sosial, Teori dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. Wiktorowicz, Quintan (ed), Islamic Activism, A Social Movement Theory Approach, Bloomington & Indianapolis: Indiana University Press. __________________, A Geneology of Radical Islam, London, Routledge, 2005. Zakaria, Fareed, Illiberal Democracy at Home and Abroad, New York: Norton Press, 2003.
Laporan, Harian Kabar, Majalah dan Publikasi Ilmiah Appadurai, Arjun, “Disjunture and Difference in The Global Cultural Economy,” Theory, Culture and Society Centre, Nottingham Trent University, Vol 7, 1990. Eisinger, Peter, “The Condition of Protest Behaviour in American Cities”, jurnal American Political Science Review: 1973. Hoesteray, James B., “Is Indonesia a Model For The Arab Spring? Islam, Democracy and Diplomacy,” Middle East Studies Association of North America, MESA, 2013. Harian kabar Solo Pos edisi 29 Februari 2014. Laporan Indeks Demokrasi Indonesia 2009-2013 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas), Badan Pusat Statistik
(BPS) dan
United Nations Development Programe (UNDP) Indonesia. Laporan International Crisis Group (ICG), Indonesia: From Vigilantism to Terrorism in Cirebon. (Jakarta/Brussels, 26 januari 2012)
168
169
Laporan International Crisis Group (ICG), Indonesia: How Indonesian Extremist Regroup. Jakarta/Brussels, 16 July 2012. Laporan International Crisis Group (ICG), Recycling Militants in Indonesia, Darul Islam and Australian Embassy Bombing, Asia Report, 22 Februari 2005. Laporan Kebebasan Beragama di Indonesia 2010-2012, (Jakarta: INFID, 2013). Laporan Organisasi Radikal di Jawa Tengah & Yogyakarta: Relasi dan Transformasi, Setara Institut, 25 Januari 2012. Laporan Perkembangan Perekonomian Indonesia, “Perkembangan Perekonomian Indonesia, Mengulangi tahun 2008?” format pdf. World Bank, Maret 2010. Majalah Media Dakwah, Edisi Mei 1999. Noorhaidi Hasan, “Rethingking Islam Politik: Paradigma Baru Pembacaan Gejolak Politik di Dunia Muslim,” Teks Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Politik Islam Kontemporer, disampaikan di hadapan Rapat Senat Terbuka UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, September 2014. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Barat, Mengenai perkara pidana Bayu Setyono atas tindakan terorisme. No Putusan: 287/PID.SUS/2013/PN.JKT.BAR. Suaedy, Ahmad, “Mainstreaming Intoleransi dan Agenda Pemerintahan Baru”, Paper Diskusi Terbuka, dipresentasikan di Yayasan LkiS, yogyakarta: LkiS, Maret 2014. The Wahid Institute, Jurnal Nawala, edisi No 11/TH.IV November 2009 – Februari 2010. Veldhuis, Tinka dan Staun, Jórgen, “Islamist Radicalisation: A Root Cause Model,” Paper Penelitian, Denhag: Netherlands Institut of International Relation Clingendael, 2009. Zuhdan, Muh., “Gerakan Advokasi Kelompok Islam,” Workshop Penyusunan Modul HAM, Resolusi Konflik, dan Gerakan Sosial, Pusat Studi HAM (PUSHAM) UII, Desember 2008.
169
170
Website http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/c4de10618a96dd67 d6d7a4fd7b6fc77/pdf. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015. http://nasional.kompas.com/read/2012/03/10/02124097/ “Walikota Tolak Perda Miras”, https://www.islampos.com/walikota-solo-tolakperda-miras-99924/. Diakses pada tanggal 21 April 2015. http://dewansyariah.com/. Diakses pada tanggal 29 April 2015. http://tpmpusat.weebly.com/tentang-tpm.html/ Diakses pada tanggal 30 April 2015 https://millahibrahim.wordpress.com/. Diakses pada 29 Maret 2015 Informan Kunci (sebagian anonim) No
Nama
Posisi/Jabatan
1
Edi Lukito
Ketua Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS)
2
Yusuf Parmadi
Sekretaris Jendral Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS)
3
Iyok Santoso
Adik kandung Sigit Qardhawi
4
Endang Winarto
Ibu kandung Sigit Qardhawi
5
Fara
Tetangga Sigit Qardhawi
6
Mohamad Afif
Simpatisan gerakan Islamisme di Solo
7
Maftuh
Simpatisan gerakan Islamisme di Solo
8
Warman
Tim Hisbah, Simpatisan gerakan Islamisme di Solo
9
M. Amin
Tim Hisbah, Simpatisan gerakan Islamisme di Solo
10
Sidiq
Tim Hisbah, Simpatisan gerakan Islamisme di Solo
11
Sis
Simpatisan gerakan Islamisme di Solo, warga jalan Comal Semanggi dan pengurus masjid al-Anshar Ahmad Maryam.
12
Agus Junaedi
Simpatisan gerakan Islamisme di Solo. Aktor Kunci Tim Hisbah Solo
13
Rahadian
Tim Hisbah, Simpatisan gerakan Islamisme di Solo
170
171
Lampiran 1.
172
Lampiran 2.
173
Lampiran 3. Buletin yang sering mengangkat isu Islamisme lokal Solo.
174
Lampiran 4. Screenshot foto profil salah seorang ikhwan yang memasang logo terkait Tim Hisbah pada aplikasi pesan instan Whatsapp.
175
Lampiran 5. Foto-foto *
*. Foto beberapa kegiatan Ikhwan Tim Hisbah. Demi menjaga privasi dan konfidensialitas, detail acara dan beberapa nama dalam foto ini tidak dapat disebutkan. (komitmen etika peneliti telah dicantumkan pada sub-bab metodologi. Lihat hal.35-36)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae
Data Pribadi Nama Alamat
: :
Muzayyin Ahyar Perumahan Pondok Sambutan Permai Blok BL No.1. Sambutan, Samarinda, KalimantanTimur
Kode Post Nomor Telepon Email Jenis Kelamin Tempat dan Tanggal Kelahiran Status Marital Warga Negara
: : : : : : :
75115 (0541 240260) 085652204404
[email protected] Laki-laki 13 Desember 1989 Belum menikah Indonesia
Jenjang Pendidikan
:
Periode 1995 2000 2004
-
2000 2004 2008
2009
-
2010
2010
-
2013
Sekolah / Institusi / Universitas SDI Al-Khairiyah MTS Asy-Syifa Balikpapan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Institut Studi Islam Darussalam IAIN Surakarta
2013
-
sekarang
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jurusan
Jenjang
-
SD SMP
-
SMA
Ushuludin (PA) Ushuludin Filsafat Islam Studi Politik dan Pemerinta han dalam Islam
PTS/ S1 PTN/ S1
PTN/S2
Demikian daftar riwayat singkat ini saya buat dengan sebenar-benanya. \ Ttd.
Muzayyin Ahyar