TONSILEKTOMI 1. Definisi
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar.
Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil
4.2. Indikasi Tonsilektomi A. Indikasi absolut: 1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis 2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur 3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta 4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma) 5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya 6. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal infeksi 7. Karier difteri 8. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.
Gambar. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia
B. Indikasi relatif: 1. Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi penatalaksanaan medis yang adekuat). 2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan patogenik (karier). 3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional. 4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis. 5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk. 6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap penatalaksanaan medis. 7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas. 8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten.
3. Kontraindikasi
A. Kontraindikasi absolut: 1. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura 2. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung dan sebagainya.
B. Kontraindikasi relatif: 1. Palatoschizis 2. Anemia (Hb <10 gr% atau HCT <30%) 3. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak termasuk abses peritonsiler) 4. Poliomielitis epidemik 5. Usia di bawah 3 tahun (sebaiknya ditunggu sampai 5 tahun)
4.4. Jenis-jenis Tonsilektomi Jenis-jenis tonsilektomi diantaranya: 1. Tonsilektomi metode Dissection - Snare 2. 3. 4. 5.
Tonsilektomi metode Sluder – Ballenger Tonsilektomi metode Kriogenik Tonsilektomi metode elektrokoagulasi Tonsilektomi menggunakan sinar laser
Gambar. Tonsilektomi 4.5. Komplikasi 1. Perdarahan Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung atau segera setelah penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama post operasi) bahkan meskipun jarang pada hari ke 5 -7 pasca operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena infeksi di fossa tonsilaris atau trauma makanan
keras. Untuk mengatasi perdarahan, dapat dilakukan ligasi ulang, kompresi dengan gas ke dalam fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan anastesi lokal atau umum.
2. Infeksi Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port d’entre bagi mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi faringitis, servikal adenitis dan trombosis vena jugularis interna, otitis media atau secara sistematik dapat terjadi endokarditis, nefritis dan poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi pada paru-paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu operasi. Abses parafaring dapat timbul sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal. Pengobatan komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses parafaring dilakukan insisi drainase.
3. Nyeri pasca bedah Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi ujung saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme faring. Sementara dapat diberikan analgetik dan selanjutnya penderita segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme faring.
4. Trauma jaringan sekitar tonsil Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan pembuluh darah. Udem palatum molle dan uvula adalah komplikasi yang paling sering terjadi.
5. Perubahan suara Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus, tetapi bagian medial serabut otot ini berhubungan dengan ujung epligotis. Kerusakan otot ini dengan sendirinya menimbulkan gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer dan dapat kembali lagi dalam tempo 3 – 4 minggu.
6. Komplikasi lain Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau copotnya gigi, luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mouth gag. Dikategorikan Tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu. Sedangkan Tonsilitis kronis jika infeksi terjadi 7 kali atau lebih dalam 1 tahun, atau 5 kali selama 2 tahun, atau 3 kali dalam 1 tahun secara berturutan selama 3 tahun.