n
' a
!~~ft~}r'l-)~~($i~U{ ,\f.£,t~ ~-~)lti\~~.)~'~(.\if l{~!~~~lJ;.l, lJ-~~ig~~~~;dt1~·\1(Ji<:~ ~~~T~ ~~~?llfa1f 1 !}A:~ l';;!lf{iff){~~ r:al\!\,~·~~ ftJfiilJ;:);·\f:~~~
..
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERMINTAAN DAN PENAW ARAN EKSPOR TEKSTIL DAN PROD UK TEKSTIL INDONESIA
TESIS
AFRIZAL UMARI
0806428312
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA DEPOK
JULI 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERMINTAAN DAN PENAW ARAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam Ilmu Ekonomi
AFRIZAL UMARI 0806428312
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI KEKHUSUSAN EKONOMI PERDAGANGAN INTERNASIONAL DEPOK JULI 2010
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah basil karya saya sendiri, dan semua somber baik yang dikutip mao pun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
Afrizal U mari
NPM
0806428312
Tanda Tangan Tanggal
It) Juli 2010
Ill
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh: Nama Afrizal Umari ~~ 0806428312 Program Pascasarjana Ihnu Ekonomi Program Studi Judul Tesis Faktor-Faktor yang ~empengaruhi Kinerja Permintaan dan Penawaran Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains Ekonomi pada Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Dosen Pembimbing
Ketua Tim Penguji
Penguji
Ditetapkan di Tanggal
Diah Widyawati, Ph.D.
(
c;lj~ ................................. )
Depok Its Juli 2010
lV
Universitas Indonesia
KATAPENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-Nyalah maka penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Permintaan dan Penawaran Ekspor Komoditi Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia". Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains Ekonomi pada Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan masukan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: Bapak Dr. Widyono Soetjipto, selaku dosen pembimbing yang telah 1. menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini; Bapak Prof. Nachrowi Djalal Nachrowi, Ph.D dan Ibu Dr. Arie 2. Damayanti, selaku Ketua dan Sekretaris Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; Ibu Diah Widyawati, Ph.D, selaku Dosen Penguji atas sumbang saran 3. dan masukan demi kesempumaan penulisan tesis ini; Kepala Pusbindiklatren Bappenas, atas kesempatan yang diberikan 4. kepada penulis untuk memperoleh beasiswa pada Program Gelar (S2) Bappenas tahun 2008; 5. Bapak H. Nasrul Abit, MBA (Bupati Pesisir Selatan) dan Bapak Azwar, SE, MSi (Kepala Dinas Koppelindag Kab. Pesisir Selatan), atas restu dan izin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Tugas Belajar ini; 6. Seluruh staf pengajar/dosen dan asisten/tutor beserta seluruh staf dan karyawan pada Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia; Ayahanda Ali Umar dan Ibunda Mardiana yang tak putus-putusnya 7. mengirimkan do a dan restu bagi penulis. "Without you I am nothing"; 8. Yen, Dedi, Awe, Ija, If(saudara), Uda, Kak Nina, Cetek, Kak Ipah, Ipen, Mega, Rani, Iklas, Da Ju (sepupu), Ibu (alm), Enek, Amak dan seluruh keluarga besar di Sungai Puar. 9. Mama Ika, Nita, Uda Azri, Bang Iwan, Riko dan seluruh keluarga. 10. Teristimewa untuk Rika Endina Gusti, untuk semangat, inspirasi maupun kecerewetan yang telah mengakselerasi penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. 11. Kawan-kawan Ex-DD Bappenas 2008; Uditya, Andi, Nadrah, Novi, Fera Laura dan Amalia; untuk kebersamaan selama perkuliahan. 12. Kawan-kawan di pasca sarjana FEUI; DD Belanda Bappenas 2008, DD Jepang Bappenas 2008, DD Jepang MOF 2008, Reguler 2008 dan kelas S3.
IV
13.
Seluruh staf dan karyawan di Dinas Koperindag Kab. Pesisir Selatan serta semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat ditulis satu per satu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak memiliki keterbatasan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Depok,
Juli 2010
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKBIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Afrizal Umari Nama 0806428312 NPM Program Studi : Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Departemen Fakultas Jenis karya
Ilmu Ekonomi Ekonomi Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Permintaan dan Penawaran Ekspor Komoditi Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia" beserta perangkat yang ada Gika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.
Dibuat di
Depok
Pada tanggal
IS" Juli 2010
Yang menyatakan,
( Afrizal Umari )
vii
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Afrizal Umari : Pascasrujana Ilmu Ekonomi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinetja Permintaan dan Penawaran Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia
Tesis ini meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinetja permintaan dan penawaran ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia ke pasar internasional. Berdasarkan kajian terhadap teori, data-data statistik perdagangan TPT Indonesia dan beberapa penelitian terdahulu, diduga bahwa permintaan ekspor TPT Indonesia dipengaruhi oleh pendapatan riil dunia, harga relatif, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara mitra dagang utama dan populasi dunia. Sementara penawaran ekspor TPT diduga dipengaruhi oleh kapasitas produksi industri tekstil domestik, harga relatif, nilai ekspor tekstil periode sebelumnya dan kebijakan deregulasi tentang industri dan perdagangan tekstil. Model yang dibangun dalam penelitian ini dianalisis dengan metoda estimasi kuadrat terkecil dua tahap (two stage least square) dengan mengasumsikan bahwa terdapat perilaku saling mempengaruhi (simultanitas) antara permintaan dan penawaran ekspor. Objek penelitian yang digunakan adalah enam komoditi TPT yang memiliki kode HS: 380991000, 420222000, 590320000, 610449000, 630239000, 640419190. Data yang digunakan berbentuk data time series triwulanan yang diamati mulai kuartal I tahun 1998 sampai kuartal II tahun 2008. Hasil estimasi menunjukkan bahwa kinetja permintaan ekspor TPT Indonesia secara positif dipengaruhi oleh pendapatan riil dunia, kurs Rp/USD, Kurs Rp/Yen dan populasi dunia. Dalam arah negatif permintaan ekspor TPT dipengaruhi oleh kurs Rp/Euro, dan harga relatif. Sementara itu, kinetja penawaran ekspor TPT Indonesia secara positif dipengaruhi oleh kapasitas produksi domestik dan secara negatif dipengaruhi oleh harga relatif, nilai ekspor periode sebelumnya serta kebijakan deregulasi tentang liberalisasi dan penghapusan kuota ekspor TPT. Penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah agar terus menjaga stabilitas perekonomian nasional agar dunia usaha memiliki pijakan yang jelas dalam melakukan pengembangan usaha di masa depan. Selain itu perlu dilakukan kajian yang lebih dalam mengenai arah pengembangan Industri TPT Indonesia di masa depan yang hendaknya mempertimbangkan faktor potensi domestik, efisiensi, nilai tambah dan daya saing produk.
Katakunci: Tekstil dan produk tekstil, Permintaan ekspor, Penawaran ekspor,Mmodel simultan, Two stage least square.
Vll
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Afrizal Umari :Graduate Program in Economics : The Determinants of Export Performance of Indonesian Textile and Textile Product from Both Demand and Supply Side
This thesis investigates variables influencing the export performance (demand and supply) of Indonesian textile and textile products (TPT) from/to the international market. According to the literatures, statistic data and prior researches, demand for export is determined by world's real income, relative price, nominal exchange rate of partner countries and world's population. In addition, the supply of export Indonesian TPT is determined by domestic production-capacity, relative price, value of export in prior period, and deregulation policy. Model in this research was established by assuming the presence of simultaneous behavior between demand and supply. After that, the model was estimated by Two Stage Least Square method. This study used time series data from 1998/quarter I until 2008/quarter 2. The estimating outcome revealed that the demand for export of Indonesian TPT was positively influenced by world's real income, price of Yen in term of IDR, price of USD in term of IDR and world's population. In addition, the demand was negatively influenced by relative price and the price of Euro in term of IDR. The supply for export of Indonesian TPT was positively affected by domestic production-capacity and it was also negatively affected by relative price, value of export in prior period and the deregulation policy about abolition of quota. Finally, this research suggested several recommendations for all stakeholders such as: to stabilize the volatility of exchange rate, to increase efficiency and competitiveness of Indonesian Textile product.
Keywords: Textile and textile product, Demand for export, Supply for export, Simultaneous model, Two stage least square
Vlll
Universitas Indonesia
DAFfARISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................... . HALAM JUDUL ......................................................................................................................... HALAMANPERNYATAANORISINALITAS ......................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................................................. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AK.ADEMIS ................................................................................................................................. ABSTRAK ................................................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................................................. DAFTAR lSI................................................................................................................................. DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ 1. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1.1 Latar Be1akang......................................................................................................... 1.2 Perumusan Masa1ah .... ... .... .......................... ......... ......... ................ ........... .. ............ 1.3 Tujuan Penelitian .... ... .... ... ............. .... .... ........ .. ............... ....... .. ..... ............ .. ......... ... 1.4 Metodologi Pene1itian ........ ........... ..... ... ...... .. ...... ............ .......... ................. .. ........... 1.4.1 Spesifl.kasi Model.......................................................................................... 1.4.2 Metoda Analisis ........................................................................................... 1.4.3 Sumber Data .................................................................................................. 1.4.4 Batasan Penelitian ........................................................................................ 1.5 Hipotesa Penelitian .. .... ..... .... .. ......... .... ..... .............. .. ................ ... ...... .. ........... ..... ... 1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 1. 7 Sistematika Penulisan .... .... ........... ... ..... .......... .. .............. ... ........ ....................... ...... 2. TINJAUAN LITERATUR ............................................................................................• 2.1 Teori Permintaan dan Penawaran ........................................................................... 2.1.1 Kurva Permintaan dan Penawaran ............................................................... 2.1.2 Mekanisme dan Kesetimbangan Pasar ......................................................... 2.2 Teori dan Konsep Perdagangan lntemasional ........................................................ 2.2.1 Kemajuan Teknologi .................................................................................... 2.2.2 Factors Endowment ..................................................................................... 2.2.3 Preferensi dan Pendapatan ........................................................................... 2.2.4 Skala Ekonom.i .. ... .......... ............. ................. ........... ............................. .. ....... 2.3 Nilai Tukar, GOP dan Neraca perdagangan ............................................................ 2.3.1 Nilai Tukar ................................................................................................... 2.3.2 Gross National Product (GOP) .................................................................... 2.3.3 Hubungan antara Nilai Tukar, GDP dan Neraca Perdagangan .................... 2.4 Deregulasi Kebijakan Industri dan Perdagangan .................................................... 2.5 Penelitian-Penelitian Terdahulu ............................................................................. . 2.6 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ............................................................... .. 3. GAMBARAN UMUM INDUSTRI TEKSTIL INDONESIA ...................................... 3.1 Pengertian dan Pengetahuan Umum tentang Tekstil .............................................. 3.2 Sejarah dan Perkembangan Industri Tekstil ............................................................ 3.3 Struktur Industri Tekstil .......................................................................................... 3.4 Proill Industri Tekstil Indonesia ............................................................................. IX
Universitas Indonesia
u
iii 1v v
vi vii viii ix xii xiii xiv 1 1 6 7 8 8 8 9 10 10 11 11 13 13 13 17 18 18 21 23 24 26 26 28 29 30 31 34
36 36 38 39 41
4.
5.
6.
3.4.1 Gambaran Umum ......................................................................................... 3.4.2 permasalahan yang Dihadapi ...................................................................... . 3.5 Kebijakan Industri dan Perdagangan Tekstil ......................................................... . 3.5.1 Kebijakan Perdagangan Tekstil Dunia ........................................................ . 3.5.2 Kebijakan Perdagangan Tekstil di Indonesia .............................................. . METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................... . 4.1 Kerangka Pikir Penelitian ....................................................................................... 4.2 Spesiftkasi Model ................................................................................................... 4.2.1 Model Struktural .......................................................................................... 4.2.2 Model Tereduksi .......................................................................................... 4.3 Hipotesa Penelitian ................................................................................................. 4.4 Pemilihan Komoditi dan Deskripsi Data ................................................................ 4.4.1 Pemilihan Komoditi ..................................................................................... 4.4.2 Deskripsi Data.............................................................................................. 4.5 Penjelasan Variabel ................................................................................................ 4.5.1 Variabel Volume Ekspor .............................................................................. 4.5.2 Variabel Harga Relatif ................................................................................. 4.5.3 Variabel Kapasitas Produksi ........................................................................ 4.5.4 Variabel Pendapatan Riil Dunia.................................................................... 4.5.5 Variabel Kurs Rupiah Terhadap Mata Uang Negara Mitra Dagang Utama .................... ......... ......... ........ .... ..... ................. .. .............. .. ... 4.5.6 Variabel Nilai Ekspor Periode Sebelumnya ................................................. 4.5.7 Variabel Populasi Dunia .............................................................................. 4.5.8 Variabel Deregulasi ...................................................................................... 4.6 Metoda Pendugaan dan Evaluasi Model ................................................................ . 4.6.1 Identiftka..-;i Model ....................................................................................... . 4.6.2 Penaksiran Model Simultan dengan Metoda TSLS .................................... . 4.6.3 Evaluasi Model ........................................................................................... . PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN .......................................... 5.1 Analisis Data Deskriptif ........................................ ...... ............................................ 5.1.1 Pangsa Pasar Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia.......................... 5.1.2 Kinerja Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia................................... 5.1.3 Nilai TukarRupiah Terhadap USD, Euro dan Yen...................................... 5.1.4 Pendapatan Dunia ..... .......... ............................................. ...... .. .......... .......... 5.2 Hasil Pendugaan, Interpretasi dan Evaluasi Model ................................................. 5.2.1 Hasil pendugaan dan Interpretasi Model....................................................... 5.2.2 Evaluasi Kriteria Ekonomi dan Statistika .................................................... 5.2.3 Evaluasi Kriteria Ekonometri ....................................................................... 5.3 Analisis Ekonomi Hasil Estimasi ............................................................................ 5.3.1 Karakteristik Kelompok Komoditi ............................................................... 5.3.2 Kurs Rupiah Terhadap Mata Uang Negara Mitra Dagang Utama .............. ....... ... ........ ........ ............................................. ........ 5.3.3 Harga Relatif ................................................................................................ 5.3.4 Kapasitas Produksi ....................................................................................... 5.3.5 Nilai Ekspor Periode Sebelumnya ................................................................ 5.3.6 Kebijakan Deregulasi Penghapusan Kuota Ekspor TPT ..............................
41 44 45 45 48
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................
100
X
Universitas Indonesia
50 50 50 51 52 55 58 58 60 60 60 61 62 63 64 65 66 66 67 67 68 68 71 71 71 72 74 75 76 76 85 88 92 92 96 97 97 98 98
6.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 6.2 Saran dan Rekomendasi .......................................................................................... DAFTAR REFERENSI .............................................................................................................
100 102 lOS
LAMPIRAN-LAMPIRAN..........................................................................................................
110
X1
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel l.l Tabell.2 Tabel3.1 Tabel3.2 Tabel3.3 Tabel3.4 Tabel3.5 Tabel3.6 Tabel3.7 Tabel3.8 Tabel4.1 Tabel5.1 Tabel5.2 Tabel5.3 Tabel5.4 Tabel5.5 Tabel5.6 Tabel5.7 Tabel5.8 Tabel5.9 Tabel5.10 Tabel5.ll Tabel5.12 Tabel5.13 Tabel5.14 Tabel5.15 Tabel5.16 Tabel5.17 Tabel5.18
Kontribusi Total Ekspor Indonesia terhadap GDP (2000- 2007) ................... . Data dan Sumber Data .................................................................................... . Proses pengolahan Tekstil .............................................................................. . Data-Fakta Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia 2004-2008 ........................ . Data-Fakta Subsektor Serat 2004-2008 .......................................................... . Data-Fakta Subsektor Pemintalan 2004-2008 ................................................ . Data-Fakta Subsektor Kain dan Tenun 2004-2008 ......................................... . Data-Fakta Subsektor Garment 2004-2008 .................................................... . Data-Fakta Subsektor Tekstil Lain-Lain 2004-2008 ...................................... . Jumlah Mesin Industri TPT Usia 20 Tahun .................................................... . Objek Penelitian dan Kodefikasi Produk ........................................................ . Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 1............................................. . Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 2 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 3 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 4 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 5 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 6 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 1 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 2 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 3 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 4 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 5 ............................................. . Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 6 ............................................. . Hasil Uji Signifikansi Secara Bersama-Sama ................................................. . Koefisien Korelasi Antar V ariabel Bebas ....................................................... . Hasil Uji White Heteroskedasticity ................................................................. . Hasil Uji Langrange Multiplier ...................................................................... . Rangkuman Hasil Pendugaan Model Permintaan ........................................... . Rangkuman Hasil Pendugaan Model Penawaran ........................................... .
Xll
Universitas Indonesia
3 10 37 42 42 43 43 44 44 45 59 76 77 78 79 80 81 82 83 83 84 84 85 88 89 90 91 93 93
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar2.1 Gambar2.2 Gambar2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar2.6 Gambar 3.1 Gambar4.1 Gambar4.2 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6
Kecenderungan Ekspor dan GDP Indonesia ................................................... . Kontribusi Beberapa Komoditi terhadap Ekspor Non-Migas Indonesia ......................................................................................................... . Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja oleh Industri TPT ......................... . Kurva Permintaan ........................................................................................... . Pengaruh Perubahan Harga dan Perubahan Pendapatan Konsumen terhadap Kurva Permintaan .. ......... .... .. ............. .. .................. ......... Kurva Permintaan Individu dan Kurva Permintaan Pasar .............................. . Kurva Penawaran ............................................................................................ . Mekanisme dan Kesetimbangan Pasar ........................................................... . Overlapping Demand Berdasarkan Model Linder ........................................... . Bagan Struktur Industri Tekstil Indonesia ...................................................... . Kerangka Fikir Penelitian ............................................................................... . Diagram Alir Proses Penaksiran Model .......................................................... . Nilai Ekspor Agregat TPT Indonesia ke Manca Negara ................................. . Share Nilai Ekspor TPT berdasarkan Negara Tujuan ..................................... . Perkembangan Nilai Ekspor Enam Komoditi TPT Indonesia (1998/Ql - 2008/Q2) ....................................................................................... . Perkembangan Volume Ekspor Enam Komoditi TPT Indonesia (1998/Ql - 2008/02) ....................................................................................... . Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD, Euro dan Yen (1998/Q 1 - 2008/Q2) ............................................................................... . Perkembangan Pendapatan Dunia (1998/Ql - 2008/Q2) ................................ .
xm Universitas Indonesia
2 5 6
13
14 15 16 17 24 40 51
70 71 72
73 73 74
75
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 LAMPIRAN2 LAMPIRAN3 LAMPIRAN4 LAMPIRAN 5 LAMPIRAN6
Model Persamaan Simultan ..................................................................... . Evaluasi Model ......................................................................................... . Hasil Regresi ........................................................................................... . Hasil Uji White ........................................................................................ . Hasil LM Test .......................................................................................... . Hasil Johansen Test .................................................................................. .
XIV Universitas Indonesia
110 115 121 124 136 142
BABl
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir, hubungan antara kineija perdagangan dan pertumbuhan ekonomi pada negara-negara berkembang telah menarik perhatian banyak ekonom. Balassa (1978) telah meneliti bagaimana hubungan antara kineija ekspor dan pertumbuhan ekonomi pada sebelas negara berkembang yang telah memiliki industri dasar. Dalam penelitian tersebut, Balassa menyimpulkan bahwa kineija perdagangan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan. Bahkan menurutnya, kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan melampaui kontribusi dari investasi domestik dan asing. Bahmani-Oskooee, et.al. (1991) menguji ulang hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekspor dan pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang telah dilakukan Balassa. Dalam penelitian tersebut - menggunakan teknik yang lebih disempurnakan yaitu Grangger-Akaike Synthesis - Bahmani-Oskooee, et.al. memperoleh kesimpulan
yang mendukung dan memperkuat export-led growth hypothesis yang telah dikemukakan oleh Balassa. Dalam penelitian lain, Thornton (1997) menguji hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi (growth). Dalam penelitian yang menggunakan data real GDP dari enam negara eropa selama pertengahan abad ke 19 ini, Thornton
menemukan bukti empiris dan menyimpulkan bahwa ekspor dan growth saling berkointegrasi, yaitu dalam jangka panjang ekspor menjadi kontibutor utama bagi pertumbuhan ekonomi pada negara-negara yang ditelitinya. Studi lain yang pemah dilakukan oleh Smith (2001) juga memperlihatkan pola yang tidak jauh berbeda dengan riset-riset sebelurnnya. Dalam riset ini, Smith mencoba menginvestigasi relevansi antara ekspor dan output nasional (GDP) Costa Rika selama kurun waktu 1950 sampai 1997. Hasilnya bisa ditebak bahwa ekspor dapat menjelaskan perubahan tren dari GDP baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Fakta-fakta di atas mendorong banyak ekonom untuk berpendapat bahwa perdagangan antar negara memiliki peran yang sangat strategis dalam
1 Universitas Indonesia
2
perekonomian dunia. Pendapat ini mengimplikasikan bahwa stimulus yang diberikan pada sektor perdagangan dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan yang positif dan berkesinambungan pada setiap negara, terutama pada negara-negara berkembang. Dengan demikian, argumen di atas juga bisa diterjemahkan bahwa ekspor telah menjadi elemen dasar dalam strategi peningkatan produksi di negaranegara berkembang. Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia telah membuka diri dan berperan aktif dalam perdagangan internasional dan globalisasi. Kesadaran akan pentingnya gain from trade telah mendorong Indonesia untuk terus meningkatkan kontribusinya dalam perdagangan dunia. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya kinerja perdagangan Indonesia semenjak aktif bergabung dalam beberapa organisasi kerjasama perdagangan dunia seperti WTO, AFTA, ASEAN dan lain sebagainya. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat data-data dalam delapan tahun terakhir, dari tahun 2000 sampai dengan 2007, yang memperlihatkan kecenderungan ekspor dan GDP Indonesia yang terns mengalami peningkatan.
a: 7.00
Tren dan GOP Indonesia 8 tahun ,...__ _ _.._. _ Ekspor ___ _ __ """"""""""'=""""' .......Terakhir ,_.....,.,......,.,...,........,.,....,...,.,
i.!!
6.00
+"-~~
5.00
~~
..
~
a.
g ;
.&.
4.00
"0
3.00
~
2.00
GOP --+-Bispor
w l! z 1.00
2000
2001
2002
2004
2003
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 1.1: Kecenderungan Ekspor dan GDP Indonesia Sumber: Statistik Keuangan Indonesia {BI)
Ada beberapa alasan mengapa ekspor dikatakan memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara, khususnya bagi Indonesia, yaitu antara lain: 1. Ekspor merupakan salah satu cara untuk meningkatkan market share, mendorong produksi, mempermudah terjadinya transfer teknologi, serta
Universitas Indonesia
3
menciptak:an daya saing, lapangan kerja dan economic of scale (Thornton, 1997). 2. Ekspor merupak:an sumber utama bagi cadangan devisa dalam bentuk valuta asing. Kemudian cadangan devisa yang terkumpul sangat penting artinya bagi kegiatan ekonomi bangsa seperti untuk mengimpor barang modal dan mesin produksi, menstabilkan nilai tukar rupiah dan juga untuk membayar kewajiban (utang) negara. 3. Ekspor memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pendapatan nasional (GDP) Indonesia. GDP merupak:an salah satu indikator yang memperlihatkan apak:ah suatu negara berhasil atau tidak: dalam kegiatan pembangun yang dilak:ukannya. Semakin tinggi GDP, semakin tinggi pendapatan perkapita dan semak:in tinggi pula kesejahteraan (standar hidup) masyarak:at di negara tersebut.
Berdasarkan data tahun 2000 - 2007 terlihat bahwa 12.22% dari pendapatan nasional bruto (GDP) Indonesia berasal dari Net Export. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
. terhad ap GDP T ab e1 1.. 1 Kontrib USl. T oa t 1 Ekspor Indonesta Tahun GDP Net Export NX/GDP (miliarRp)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
(miliar Rp)
1,389,770 272,643.04 19.62% 1,646,320 15.74% 259,125.82 1,821,830 13.89% 253,096.98 2,013,670 275,008.12 13.66% 2,295,830 229,252.97 9.99% 2,774,280 161,051.71 5.81% 3,339,480 314,179.26 9.41% 3,957,400 381,636.01 9.64% Rata-Rata 12.22% Ket: GDP =Gross Domestic Product, NX =Net Ekspor
Sumber: International Financial Statistics (IMF), Nov. 2008 (data diolah)
Secara garis besar, ekspor Indonesia berasal dari dua sumber utama, yaitu ekspor minyak: dan gas (migas) dan ekspor non-migas.
Dalam
perkembangannya, terjadi pergeseran tren ekspor Indonesia setelah berakhimya
Universitas Indonesia
4
masa oil boom pada awal tahun 1980an lalu. Jatuhnya harga minyak mentah secara drastis dan tiba-tiba pada tahun 1982 telah mendorong pemerintah Indonesia untuk mengubah orientasi ekspor nasional secara dramatis dari ekspor migas ke arah ekspor non-migas, terutama produk-produk manufaktur (Athukorala, 2006). Data terkini pada Gambar 1.2 memperlihatkan kecendrungan kinerja ekspor non-migas Indonesia dalam delapan tahun terakhir (2000- 2007). Bila kita melihat lebih dalam pada data tersebut, terlihat bahwa salah satu komoditi yang memiliki kinerja yang sangat besar adalah Tekstil dan Produk Tekstil {TPT). Sebagaimana tersaji pada Gambar 1.2, dalam nilai rata-rata, terlihat bahwa ekspor TPT memberikan sumbangan yang sangat besar bagi neraca pembayaran negara dimana USD 8.028,1 juta atau sekitar 13,5% nilai ekspor nonmigas berasal dari ekpor komoditi TPT ini. Hal ini menjadikan TPT sebagai kontributor kedua terbesar bagi ekpor non-migas Indonesia setelah Mesin dan Alat-Alat Listrik (10.386,2 juta USD atau 17,5%). Data tahun 2006 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ke-11 dalam perdagangan tekstil dan peringkat ke-8 dalam perdagangan garmen (Suly,2007) sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu produser utama tekstil dalam perdagangan dunia. Selain itu, menurut berita yang diterbitkan kantor berita Antara pada tahun 2008 1 terlihat bahwa mayoritas paroduk tekstil Indonesia, sekitar 70 persen, ditujukan untuk pasar ekspor. Sementara hanya 30 persen saja yang diperuntukkan bagi pasar domestik. Bagi Indonesia, lndustri tekstil merupakan industri padat karya (laborintensive industry) yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Pemyataan ini
didukung oleh fakta yang menyatakan bahwa pada tahun 2006 sekitar 1.19 juta orang tenaga kerja terserap oleh industri TPT dan jumlahnya meningkat menjadi 1.29 juta orang pada tahun 2008. Dengan mempromosikan industri tekstil, diharapkan dalam jangka pendek pemerintah secara signifikan mampu mengurangi angka pengangguran dan dalam jangka panjang diharapkan dapat
1 http://www.antara.eo.id/:
27/03/08
Universitas Indonesia
5
meningkatkan income dari tenaga ketja pada sektor ini sebagaimana dinyatakan oleh teorema Stapler-Samuelson. 2 Kontribusi Beberapa Komoditi terhadap Nilai Ekspor Non-Migas (rata-rata selama tahun 2000-2007) 20 % 17.5 %
18% 16% 13.5%
14% Q) (I)
J!J c
~
Q)
Q.
11 .9% 12% 10% 7 3°/n
8%
54%
6% 4% 2% 0%
7 .5%
73% ~0/,c
0
., noL
-
....... ,g
i 'l% 2
<;
2 .6% 1
~
4
5
6
7
8
9
10
11
...,
')0
.IR ~ .v
.,....Ell-,3
2 .5 %
12 13
14
~
m
Ill 1:1 0.0% I
,v
15 16
17
18 19
O.Oo/c
20
21
Komoditl
Sumber: Statistik Keuangan Indonesia -BI (data diolah)
Penjelasan simbol-simbol: Live animals, animal product
2 3 4 5 6 7
Vegetable products
12 13
Mineral products Product of chemical or allied industries Plastics, rubber & articles thereof
8 9 10
Raw hides, skins, leather, furskins and articles thereof
11
Textiles & textile articles
Wood, articles of wood, wickerword & oyher plaiting materials Pulp, paper & articles thereof
Articles of stones, cement, plaster, mica, ceramic prod, glass & glassware
Fat, oil and waxes Prepared foodstuff, beverages, spirits and tobacco
Footwear, headwear, umbrellas & articles flower
14 15 16 17 18 19
Arms and amunition, part and accessories
20 21
Works of art. collector pieces and antique
Pearls, precious stone, prec metal & imitation jewellery Base metal & articles of base metal Machinery & mechanical appl., electrical equipments, part thereof Vehicles, aircraft, vessels & associated transport equipbnent Optical, photographic, musical, medical, surgical inst and clocks Miscellaneous manufactured articles
Gambar 1.2 : Kontribusi Beberapa Komoditi terhadap Ekspor Non-Migas Indonesia
2
Teorema Stapler-Samuelson, dikembangkan oleh Wolfgang Stepler dan Paul Samuelson pada tahun 1941, secara gamlang menyatakan: "dengan asumsi full employment, sebelum dan sesudah teljadinya perdagangan, kenaikan harga dari abundant factor dan turunnya harga dari scare factor akibat dari perdagangan mengimplikasikan bahwa pemilik dari abundant factor akan mendapatkan peningkatan pendapatan real sebaliknya pemilik scare factor akan mendapatkan penurunan real income. (Appleyard, 2006).
Universitas Indonesia
6
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja di lndusbi TPT 2008
!:..;;'
·~,!f-~.
I~
,,. .._.,,,
~Co·:><,
i a .:
'!o'"
J
):~·
2007 2006
'-~
·:t;<: 2005
·'
., ··-~. ·.
2004
'I .;:.
1,120,000 1,140,000 1,160,000 1,180,000 1,200,000 1,220,000 1,240,000 1,260,000 1,280,000 1,300,000
Tahun Jml T. Kerja
2004
2005
2006
2007
2008
1,184,069
1,176,773
1,191,326
1,234,250
1,289,400
Gambar 1.3 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja oleh Industri TPT Sumber: BKPM, BPS, Departemen Perindustrian Data diolah oleh Direktorat Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Selama terjadinya krisis finansial global yang mulai berlangsung semenjak tahun 2008, imbas negatif terhadap perdagangan dunia tidak bisa dihindari oleh setiap negara yang menganut kebijakan ekonomi terbuka, termasuk bagi Indonesia. Krisis ini menyebabkan masyarakat mengurangi konsumsi mereka dan setiap negara menjadi lebih hati-hati dalam melakukan kegiatan impor. Dalam situasi seperti ini, persaingan dalam perdagangan dunia akan semakin ketat dan hanya negara yang mampu menawarkan produk-produk yang kompetitif saja yang mampu bertahan hidup. Oleh karena itu, penelitian mengenai faktor-faktor penentu yang mempengaruhi kinerja ekspor komoditi TPT ini sangat bermanfaat dan penting artinya bagi pemerintah Indonesia dalam membenahi dan menyempumakan strategi perdagangannya.
1.2
Perumusan Masalah Pada pertengahan tahun 1980an, setelah dilakukannya deregulasi
kebijakan perdagangan oleh pemerintah Indonesia yang ditandai dengan berubahnya orientasi kebijakan dari import-substitution ke arah export-promotion, kinerja dari ekspor non-migas Indonesia menjadi meningkat dan sebaliknya ketergantungan terhadap hasil ekspor produk migas menjadi semakin berkurang. Situasi perekonomian dunia yang terus -berubah seperti telah bergabungnya Republik Rakyat Cina (RRC) ke dalam WTO dan datangnya badai krisis finansial
Universitas Indonesia
7
global terutama pada negara-negara mitra dagang utama Indonesia,seperti USA, Jepang dan Uni Eropa, akan memberi imbas yang cukup signifikan bagi kinerja perdagangan ekspor Indonesia termasuk kinerja ekpor TPT. Berdasarkan Jatar belakang permasalahan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, melalui penelitian ini akan dicoba untuk dijawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor komoditi TPT Indonesia. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia? 2. Bagaimanakah hubungan empiris antara kinerja ekspor dengan faktorfaktor penentu tersebut. 3. Kebijakan apa saja yang sebaiknya diambil oleh pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan kinerja ekspor komoditi TPT.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan penelitian
yang telah diuraikan di atas, penelitian ini terbagi atas tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Tujuan Umum: Menganalisa beberapa faktor yang dapat diduga mempengaruhi kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia antara lain populasi dunia, pendapatan dunia, nilai tukar, harga relatif, kapasitas produksi dalam negeri dan kebijakan deregulasi perdagangan.
Tujuan Khusus: a. Mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia. b. Mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi dan mendorong penawaran ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia. c. Menganalisa hubungan empiris dan antara kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Universitas Indonesia
8
1.4 1.4.1
Metodologi Penelitian Spesiftkasi Model Berdasarkan studi literatur dan didukung oleh beberapa penelitian
empiris yang pernah dilakukan antara lain: Khumar dan Dhawan (1991), Tan (2000), Suly (2007) dan Kusumadewi (2007), maka model yang di usulkan dapat dispesifikasikan sebagai berikut:
Dari sisi permintaan:
X 1d
= J(WGD~,PR1 ,USD1 ,Euro 1 ,Yen1 ,WPop 1 )
Dari sisi penawaran:
X/= f(DomCA~,PR 1 ,EX1 _ 1 ,DDER1 )
dimana:
xd t
: Kinetja/volume permintaan ekspor TPT. : Kinetja/volume penawaran ekspor.
WGD~
: Pendapatan riil dunia .
PR1 USD1
: Harga relatifkomoditi TPT yang diamati.
Euro1 Yen1 WPop1
: Nilai tukar nominal mata uang Euro terhadap Rupiah. : Populasi dunia.
DomCA~
: Kapasitas produksi industri TPT dalam negeri.
EXt-! DDER1
: Nilai ekspor TPT pada peri ode sebelumnya.
: Nilai tukar nominal mata uang Dolar terhadap Rupiah. : Nilai tukar nominal mata uang Yen terhadap Rupiah.
: Variabel dummy untuk kebijakan deregulasi. :Residual.
1.4.2
Metoda Analisis Untuk menguji hipotesis yang telah diuraikan pada bagian terdahulu,
dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan pendugaan menggunakan regresi simultan dengan metoda Kuadrat Terkecil Dua Tahap (Two Stage Least Square= TSLS). Pemilihan metoda dilatarbelakangi oleh dugaan bahwa terdapat hubungan
Universitas Indonesia
9
dua arah di antara variabel permintaan dan penawaran ekspor dengan variabel harga ekspor. Hal ini didukung oleh teori permintaan dan penawaran yang menyatakan bahwa kuantitas dan harga ekspor akan sating pengaruhmempengaruhi dalam mencapai keseimbangan. Secara garis besar, metoda pendugaan simultan menggunakan metode TSLS dapat digambarkan sebagai berikut. Pertama, kita terlebih dahulu membangun model struktural terhadap model permintaan dan penawaran produk TPT ini. Persamaan struktural lebih memperlihatkan perilaku antar variabel yang didasari oleh teori yang melandasinya. Kemudian model struktural tersebut ditransformasikan ke dalam model reduksi (reduce form) yang merupakan penyederhanaan dari model struktural itu sendiri. Dengan adanya transformasi ke dalam reduce form, maka diharapkan pengaruh simultan antar variabel akan tertangkap sehingga dapat dipisahkan antara variabel endogen dan variabel eksogen yang ada di dalam model tersebut.
1.4.3
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian m1 beserta sumbemya dapat dilihat pada table di bawah ini: Tabel 1.2 Data dan Sumber Data
4
Kurs Rupiah terhadap: USD
IFS
Euro
EURO
IFS
Yen
YEN
IFS
Dolar Amerika
5 6
Penda atan Riil Dunia Populasi Dunia
7
Kapasitas produksi domestik
WGDP POP DomCAP
8
Ex(t-1)
9
DDER
Populasi dunia (mid ofperiode)
org
NTB Sektor Industri Tekstil Indonesia Nilai Ekspor TPT
Rp USD
IFS World Bank BPS BPS
Universitas Indonesia
10
1.4.4
Batasan Penelitian Sehubungan dengan adanya keterbatasan data yang dimiliki, maka ruang
lingkup penelitian ini difokuskan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi kinet.ja ekspor TPT Indonesia ke dunia. Penelitian ini menggunakan data sekunder
time series dalam bentuk triwulan yang dimulai dari kwartal 1: 1998 sampai kwartal 2:2008. Selain itu, pada penelitian ini analisa juga dibatasi pada nilai dan volume ekspor komoditi TPT Indonesia yang ditujukan untuk ekspor sementara pengaruh dari permintaan pasar domestik tidak diakomodir dalam model. Penelitian ini juga dibatasi dengan menganalisa enam komoditi terpilih dari komoditi TPT Indonesia yang diekspor yang akan mewakili kelompok komoditi TPT dari subsektor industri TPT hulu, antara dan hilir. Selanjutnya pada tahapan analisis akan dicoba dilakukan pembahasan mengenai pola perilaku dari kelompok komoditi TPT tersebut sebagai salah satu landasan dalam memberikan saran dan rekomendasi dari penelitian ini
1.5
Hipotesa Penelitian Berdasarkan beberapa studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian
ini, dicoba untuk dijawab apa yang menjadi pertanyaan tesis sebagaimana telah disebutkan di atas. Oleh karena pengamatan dan analisis kinet.ja ekspor dari satu sisi, permintaan saja atau penawaran saja, tidaklah mencukupi, maka penulis akan melakukan analisis pada kedua sisi yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran ekspor. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Dari sisi permintaan: a. Pendapatan riil dunia diduga secara positif dan signifikan mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia. b. Nilai tukar nominal mata uang Rupiah terhadap mata uang negara mitra dagang utama (USD, Euro dan Yen) diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan ekspor komoditi TPT Indonesia. c. Harga relatif, yaitu rasio antara harga ekspor dengan whole sale price
index, memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia.
Universitas Indonesia
11
d. Jumlah populasi penduduk dunia diduga mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia dalam arah yang positif. 2. Dari sisi penawaran: a. Harga relatif diduga memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap penawaran ekspor komoditi TPT Indonesia. b. Kapasitas produksi industri TPT dalam negeri diduga memiliki pengaruh positif terhadap penawaran ekspor komoditi TPT Indonesia. c. Nilai ekspor periode sebelumnya diduga berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran ekspor komoditi TPT Indonesia. d. Kebijakan deregulasi di bidang industri dan perdagangan diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran ekpor komoditi TPT Indonesia.
Penjelasan yang lebih terperinci mengena1 hipotesis penelitian akan dibahas pada Bah IV (Metodologi Penelitian).
1.6
Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran untuk seluruh pemangku kepentingan terutama pemerintah dalam menetapkan kebijakan dan strategi peningkatan ekspor Indonesia terutama bagi komoditi tekstil dan produk tekstil. Selain itu dapat juga berperan sebagai masukan bagi pelaku usaha yang bergerak di bidang tekstil dan produk tekstil serta sebagai salah satu bahan referensi bagi peminat Ilmu Ekonomi umumnya, dan Perdagangan Intemasional khususnya.
1.7
Sistematika Penulisan
Tesis ini terbagi atas enam bah yang terdiri atas Pendahuluan, Tinjauan Literatur, Gambaran Umum Industri Tekstil Indonesia, Metodologi Penelitian, Hasil dan Pembahasan dan terakhir Kesimpulan dan Saran. Pada Bah I
(Pendahuluan) diuraikan secara singkat mengenai latar
belakang permasalahan dalam penelitian, tujuan penelitian, hipotesis dan
Universitas Indonesia
12
metodologi penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tesis. Pada Bah II (Tinjauan Literatur) dijelaskan studi literatur mengenai teori-teori perdagangan internasional, penjelasan teoritis mengenai variahel-variahel yang terkait dengan penelitian seperti teori nilai tukar, GDP, deregulasi serta tinjauan literatur tentang herhagai penelitian empiris terdahulu yang herkaitan dengan topik penelitian dalam tesis ini. Bah III (Gamharan Umum Industri Tekstil Indonesia) diuraikan tentang gamharan umum industri tekstil Indonesia yang mencakup di dalamnya tentang pengertian industri tekstil, struktur industri tekstil Indonesia, sejarah dan perkemhangan industri tekstil serta kehijakan perdagangan tektil Indonesia. Sementara itu Bah IV (Metodologi Penelitian) herisi paparan menyeluruh dan terperinci mengenai spesifikasi model, data dan sumher data, identifikasi variahelvariahel penelitian, metode analisis, dan asumsi-asumsi dasar ekonometri yang digunakan. Pada Bah V (Hasil dan Pemhahasan), selain dilakukan pendugaan terhadap
model
ekonometri
yang
digunakan
dalam
penelitian
dengan
menggunakan teknik yang telah diuraikan pada Bah IV, lehih jauh juga dilakukan pemhahasan dan analisis terhadap hasil pengujian tersehut. Terakhir, Bah VI (Kesimpulan dan Saran) herisi kesimpulan dari pemhahasan dalam Bah V sehagai jawahan hagi tujuan penelitian. Bah ini juga herisikan saran-saran terhadap kehijakan yang dapat dijadikan sehagai masukan hagi para pengamhil kehijakan serta saran hagi penelitian-penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
BAB2 TINJAUAN LITERATUR
2.1
Teori Permintaan dan Penawaran
2.1.1
Kurva Permintaan dan Penawaran
a. Kurva Permintaan Kurva permintaan adalah suatu kurva yang memperlihatkan hubungan antara kuantitas barang yang konsumen bersedia untuk beli dengan harga barang tersebut (Pindyck, 2005). Dengan demikian, hila kuantitas harang yang diminta dilambangkan "Q/', dan harga disimholkan "P", maka secara matematis huhungan antara kedua variahel ini dapat ditulis sebagai herikut: Qd
= f(P)
8Qd <0
;
... (2.1)
aP
Fungsi di atas apabila diplot ke dalam suatu grafik akan dihasikan suatu kurva yang memiliki slop negatif, yang artinya adalah hahwa konsumen akan hersedia memheli harang dalam jumlah yang lehih hanyak hila harga yang ditawarkan semakin murah. Kurva inilah yang lazim disehut dengan kurva permintaan. p
Keterangan: D: kurva permintaan (Qd = Qd [P]) P : tingkat harga Q: kuantitas yang diminta
I I
p2
----------~----1
I
I
I
I I I
I I I
---------y------~----, I I I I
D
Q
Gambar 2.1 Kurva Permintaan Selain ditentukan oleh harga, kuantitas harang yang diminta konsumen juga dipengaruhi oleh heherapa variahel lainnya, antara lain: preferensi, harga harang lain yang terkait, hesarnya pendapatan konsumen (income), jumlah konsumen, perkiraan harga dimasa depan, distribusi pendapatan dan usaha-usa produsen meningkatkan penjualan (Rahardja, 2001). 13 Universitas Indonesia
14
Pengaruh dari variabel-variabel tersebut terhadap kurva permintaan juga berbeda. Bila perubahan variabel harga menyebabkan keseimbangan harga dan permintaan bergeser (move along) sepanjang kurva permintaan, maka perubahan non harga akan menyebabkan keseimbangan harga dan permintaan bergeser (shift to) ke kurva permintaan yang baru. Hal ini dapat diilustrasikan seperti gambar 2.2
berikut. Barang Y
BarangY
:x.
Harga Barang
I I I I I I
•xz
:xJ
Barang X
(a)
Barang X
Harga Barang
(c)
I I I
I
Pz
--i---1
~
I
--~----1----1 I I
BarangX
BarangX (d)
(b) (i)
(ii)
Gambar 2.2 Pengaruh Perubahan Harga dan Perubahan Pendapatan Konsumen terhadap Kurva Permintaan Gambar 2.2 dapat dijelaskan sebagai berikut. Panel (i) memperlihatkan pengaruh perubahan harga terhadap kurva permintaan. Misalkan dalam perkonomian ada dua barang, (barang X dan barang Y). Pada kondisi awal kesetimbangan harga dan permintaan terhadap barang X berada di titik D (harga P 1 dan permintaan x 1) dengan tingkat kepuasan U 1· Misalkan telj adi penurunan
harga barang X menjadi P2, akibatnya garis anggaran konsumen berubah dan konsumen dapat meningkatkan utilitasnya ke U2. Penurunan harga barang X dan pergeseran tingkat kepuasan menyebabkan permintaan terhadap barang X
Universitas Indonesia
15
meningkat ke x 2 sementara permintaan barang Y turon ke y 2 • Kesetimbangan harga dan permintaan bergeser ke titik E disepanjang kurva permintaan. Sementara
itu,
panel
(ii)
memperlihatkan
pengaruh
perubahan
pendapatan konsumen terhadap kurva permintaan. Saat pendapatan konsumen rendah, konsumen hanya mampu mengkonsumsi barang X dan Barang Y sebesar
x 1 dan y 1 dengan utilitas U 1 . Pada tingkat harga yang diberikan (P 1), kesetingangan harga dan permintaan terhadap barang X berada pada titik E. Kemudian misalkan teijadi peningkatan pendapatan sehingga konsumen mampu meningkatkan konsumsinya menjadi x 2 dan y 2 • Utilitas konsumen juga meningkat ke U2. Bila harga tidak berubah maka terlihat bahwa kurva permintaan bergeser ke kanan dan kesetimbangan harga dan permintaan terhadap barang X berpindah ke titik F. Dalam memahami tentang kurva penawaran, perlu dibedakan antara kurva permintaan individu dengan kurva permintaan pasar. Kurva permintaan individu adalah kurva permintaan yang diperoleh dari pola permintaan orang perorang terhadap suatu komoditi pada tingkat harga yang diberikan. Sedangkan kurva permintaan pasar merupakan kurva permintaan yang diperoleh dari penjumlahan (agregasi) permintaan seluruh individu terhadap suatu komoditi pada tingkat harga yang diberikan. Misalkan ada dua individu (A dan B) yang mengkonsumsi suatu barang (X) dengan fungsi permintaan QD = 10- Px. Pada saat Px=O, maka QdA= Qds=IO
unit dan QD=20 unit. Bila Px=5, maka QdA= Qds=5 unit dan QD
=
10 unit. Dan
pada saat Px=IO, QdA= Qds=QD=O unit. Apabila kasus ini ditransformasikan ke dalam bentuk grafik maka akan diperoleh hasil seperti pada gambar 2.3 dibawah Int. Px
Px
Px
10
10
10
5
5
QdB
0
10
20
Q0
Gambar 2.3 Kurva Permintaan Individu dan Kurva Permintaan Pasar
Universitas Indonesia
16
b. Kurva Penawaran Kurva penawaran merupakan gans yang menghubungkan antara kuantitas barang yang diproduksi untuk dijual oleh produsen dengan tingkat harga barang tersebut (Pindyck, 2005). Bila harga barang tersebut tinggi maka produsen cenderung untuk meningkatkan jumlah penawarannya dan sebaliknya bila harga rendah maka penawaran cenderung rendah. Hubungan antara harga (P) dan kuantitas barang yang ditawarkan (Qs) ini secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. Qs
= f(P)
;
oQS >O
... (2.2)
oP
Bila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh suatu garis (kurva) yang memiliki slop positif. p
s
Keterangan: S: kurva permintaan (Qs = Os [P]) P : tingkat harga Q: kuantitas yang diminta
Q
Gambar 2.4 Kurva Penawaran Selain dipengaruhi oleh harga, kuantitas barang yang ditawarkan produsen juga dipengaruhi oleh harga barang lain yang terkait, jumlah produsen, kebijakan pemerintah, biaya produksi termasuk di dalamnya tingkat upah, suku bunga, harga bahan baku dan tingkat teknologi yang ditawarkan (Rahardja, 2001). Naiknya tingkat upah pekerja dan harga bahan baku menyebabkan biaya produksi variabel meningkat sehingga dengan tingkat harga pasar yang tetap, produsen akan cenderung mengurangi jumlah produksinya. Sementara itu, bila teknologi meningkat, maka produsen akan mampu berproduksi dengan lebih baik, lebih cepat dan lebih efesien sehingga biaya produksi menurun. Penurunan biaya produksi pada harga pasar yang tetap menjadikan produsen meningkatkan produksinya karena akan memperoleh keuntungan yang lebih banyak.
Universitas Indonesia
17
2.1.2
Mekanisme dan Kesetimbagangan Pasar Pada pasar yang diasumsikan bersifat persaingan sempurna, permintaan
atau penawaran tidak dapat berdiri sendiri atau dengan kata lain baik produsen maupun konsumen tidak dapat menetapkan harga dengan sesukanya. Akan selalu terjadi tarik-menarik atau tawar menawar antara permintaan dan penawaran hingga dicapai suatu harga yang disepakati bersama dimana pada tingkat harga ini jumlah barang yang diminta konsumen akan sama dengan jumlah yang ditawarkan oleh produsen. Kondisi inilah yang lazim disebut sebagai keadaan kesetimbangan pasar (market equilibrium), sedangkan proses/mekanisme yang berlangsung disebut sebagai mekanisme pasar. Untuk lebih memahami mengenai bagaimana mekanisme pasar dapat mengarahkan permintaan dan penawaran menuju kondisi equilibrium dapat dilihat dari gambar dan penjelasan di bawah ini. p (R )
s
D
5
10
15
Q (unit)
Keterangan A-B : kelebihan penawaran G-H : kelebihan permintaan E : titik kesetimbangan pasar S : kurva penawaran D : kurva permintaan P : harga Q : jumlah barang yang diperjualbelikan
~~
Gambar 2.5 Mekanisme dan Kesetimbangan Pasar Gambar 2.5 dapat dijelaskan sebagai berikut. Garis D dan S menunjukkan kurva permintaan dan penawaran terhadap suatu komoditi pada tingkat harga P. Bila harga yang berlaku sebesar Rp.6,-, maka produsen bersooia mensuplai barang sejumlah 15 unit sementara konsumen hanya bersedia membeli sejumlah 5 unit sehingga terjadi kelebihan penawaran sejumlah 10 unit. Kelebihan penawaran menekan produsen untuk meurunkan harga barang sedemikian rupa hingga konsumen bersedia meningkatkan permintaannya dan membeli seluruh barang yang ditawarkan. Kondisi berkebalikan terjadi saat harga yang diberikan Rp.2,-. Harga yang relatif rendah menyebakan konsumen bersedia membeli barang sejumlah 15 unit, sementara produsen hanya bersedia memproduksi
Universitas Indonesia
18
sejumlah 5 unit saJa. Akibatnya terjadi kelangkaan barang karena adanya kelebihan permintaan. Untuk menutupi kelangkaan ini produsen dan konsumen menyepakati harga yang lebih tinggi sedemikian rupa sehingga produsen bersedia menawarkan barang dengan jumlah yang sama dengan yang diinginkan konsumen. Proses tawar-menawar ini menghasilkan kondisi kesetimbangan pada tingkat harga Rp.4,- dimana jumlah permintaan dan penawaran adalah sama yaitu sejumlah 10 unit.
2.2
Teori dan Konsep Perdagangan Intemasional Kegiatan perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran
barang dan j asa antara penduduk satu negara dengan penduduk negara lain. Perdagangan intemasional, yang terdiri dari kegiatan ekspor dan impor, pada dasamya tidak berbeda dengan pertukaran antara dua orang di dalam suatu negara hanya saja kegiatan ini berada dalam lingkup intemasional. Kegiatan pertukaran atau perdagangan timbul karena salah satu pihak atau kedua pihak melihat adanya manfaat atau keuntungan tambahan (gains from
trade) yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut. Manfaat ini juga dapat dikatakan sebagai motif pendorong kegiatan perdagangan intemasional. Perdagangan intemasional sebenamya tidak hanya disebabkan oleh perbedaan pada sisi produksi tetapi dapat pula disebabkan adanya perbedaan pada sisi konsumsi. Artinya, permintaan suatu barang sebagai penyebab timbulnya perdagangan intemasional dapat ditentukan oleh selera atau pola konsumsi dan pendapatan. Terdapat banyak alasan mengapa dua negara melakukan hubungan perdagangan. Menurut Ray (1998), dua negara secara simultan akan melakukan hubungan perdagangan apabila masyarakat di kedua negara tersebut memiliki perbedaan kemajuan teknologi,factor endowment, selera dan economies ofscale.
2.2.1
Kemajuan Teknologi Perbedaan teknologi antara dua negara dalam memproduksi suatu
produk menyebabkan kedua negara memiliki perbedaan efisiensi dalam proses produksinya. Semakin maju teknologi yang dimiliki suatu negara, maka semakin produktif faktor produksinya, sehingga negara yang memiliki teknologi yang lebih
Universitas Indonesia
19
maju dapat memproduksi produk lebih efisien dan lebih murah hila dibandingkan dengan negara yang tertinggal teknologinya. Gagasan mengenai perbedaan tingkat penguasaan teknologi ini telah mengilhami Adam Smith dan David Ricardo untuk menggali ide ini lebih dalam. Kemudian, dari studi yang mereka lakukan, maka terciptalah teori Keunggulan Absolut (Absolute Advantage) oleh Adam Smith dan teori Kunggulan Komparatif (Comparative Advantage) oleh David Ricardo. 2.2.1.1
Teori Keunggulan Absolut
Dalam sejarahnya, teori Keunggulan Absolut diperkenalkan oleh Adam Smith sebagai suatu kritik terhadap paham merkantilisme yang berlaku di daratan Eropa pada masa itu (sekitar tahun 1500-1750). Adam Smith berpendapat bahwa kesejahteraan suatu negara bukanlah bergantung pada jumlah emas yang mereka timbun melainkan bergantung kepada produktifitas negara tersebut dalam memproduksi barang atau jasa. Smith menekankan dalam pendapatnya bahwa produktifitas akan tumbuh dan terstimulasi dalam lingkungan dimana masyarakat diberi kebebasan dalam mencapai keinginan pribadinya sehingga mendorong individu untuk melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang dan kemudian mempertukarkan sebagian barang tersebut dengan barang lain sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki. Menurut Adam Smith, suatu negara disebut memiliki keunggulan absolut
apabila
negara
tersebut
mampu
memproduksi
barang-barang
menggunakan input yang lebih efisien hila dibandingkan dengan negara mitranya. Dengan
demikian,
negara
yang
memiliki
keunggulan
absolut
dapat
mengalokasikan sumber daya dan faktor-faktor produksi secara lebih efisien sehingga jumlah barang yang diproduksi (output) menjadi meningkat. Sebagai contoh, karena memiliki teknologi yang berbeda, Jerman mampu memproduksi mobillebih efisien hila dibandingkan dengan Finlandia, sementara itu Finlandia lebih efisien dalam memproduksi telepon seluler dibanding Jerman. Dari kasus kedua negara ini, jelaslah bahwa kedua negara akan memperoleh keuntungan apabila Jerman fokus dalam memproduksi mobil, Finlandia fokus dalam memproduksi telepon seluler dan kemudian mereka saling mempertukarkan sebagian dari kedua produk tersebut dalam perdagangan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Universitas Indonesia
20
2.2.1.2
Teori Keunggulan Komparatif Terdapat kelemahan pada teori Adam Smith yaitu pada saat suatu negara
memiliki keunggulan absolut pada kedua produk (misalkan dalam kasus mobil dan telepon seluler di atas) sementara negara yang lainnya memiliki absolute
disadvantage pada keduanya. Pada kasus ini, teori Keunggulan Absolut gagal menjelaskan atau memprediksi hubungan perdagangan yang memberikan keuntungan bagi kedua negara. Untuk menjawab persoalan ini, pada awal abad ke 19 seorang ekonom dari lnggris, David Ricardo, menawarkan sebuah teori baru yang
disebut
dengan
teori
Keunggulan
Komparatif.
Ricardo
mencoba
mengklarifikasi bahwa sebenamya perdagangan antar negara terjadi tidaklah harus mensyaratkan adanya perbedaan keunggulan absolut tetapi sangat memungkinkan sekali term of trade itu terjadi karena adanya perbedaan keunggulan komparatif di antara kedua negara tersebut. Keunggulan komparatif muncul apabila kebutuhan tenaga kerja relatif berbeda antara dua komoditi. Maksudnya adalah ketika kebutuhan tenaga kerja relatif berbeda maka internal
opportunity cost dari kedua komoditi akan menjadi berbeda, akibatnya internal price ratio menjadi berbeda diantara kedua negara pada saat autarky. Misal kita asumsikan dalam perekonomian hanya ada dua negara (Jerman dan Finlandia) dan ada dua jenis komoditi (mobil dan telepon seluler), serta satu faktor produktif yaitu tenaga kerja. Seandainya untuk memproduksi 100 mobil di Jerman dibutuhkan 2 orang tenaga kerja dan Finlandia empat tenaga kerja. Sementara untuk mcmproduksi 1.000 unit telepon seluler, Jerman membutuhkan tiga orang tenaga kerja dan Finlandia empat orang. Dalam kasus ini, maka jelas bahwa Jerman memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi mobil dan telepon seluler. Unit barang yg
Kebutuhan T. Kerja
diproduksi
Jerman
Finlandia
100 mobil
2
4
1,000 telpon seluler
3
4
Universitas Indonesia
21
Di sini terlihat bahwa Jerman memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi. Lalu mengapa Jerman tidak memproduksi kedua barang tersebut sekaligus? Jawabannya adalah karena opportunity cost untuk memproduksi telepon seluler di Jerman jauh lebih tinggi dibandingkan hila mereka membelinya dari Jerman. Logikanya adalah bahwa dengan menggunakan tiga unit tenaga kelja yang dibutuhkan untuk memproduksi seribu telepon seluler, Jerman harus mengorbankan produksi mobilnya sebanyak 150 unit. Sementara hila mereka membelinya dari Finlandia (memproduksinya dengan menggunakan empat unit labor di Finlandia), Jerman hanya perlu mengorbankan 100 unit mobil untuk memperoleh telepon seluler dengan jumlah yang sama. Jadi jelaslah bahwa meskipun Jerman memiliki keunggulan absolut pada kedua jenis barang ini, tetapi Finlandia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi telepon seluler. Dengan demikian, agar kedua negara memperoleh keuntungan maka kedua negara melakukan perdagangan dan spesialisasi dimana Jerman sebaiknya hanya fokus dalam memproduksi mobil dan Finlandia lebih baik fokus dalam memproduksi telepon seluler.
2.2.2
Factor Endowment Dua teori yang dijelaskan di atas, teori keunggulan absolut dan
keunggulan komparatif, menerangkan bahwa term of trade antar negara teljadi apabila
dua
negara
atau
lebih
memiliki
perbedaan
tingkat
teknologi.
Bagaimanakah halnya apabila dua negara memiliki kemajuan teknologi yang sama? Apakah negara-negara ini sama-sama akan memperoleh manfaat apabila mereka terikat dalam perdagangan? Untuk menjawab pertanyaan di atas, dua orang ekonom Swedia, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin, mencoba menjelaskannya pola perdagangan intemasional
yang didasarkan pada perbedaan
faktor
endowment yang dimiliki oleh suatu negara dengan negara partner dagangnya. Teori ini biasa dikenal dengan Teori Hecksher- Ohlin atau H-0 Model atau Teori Faktor Endowment. Dalam teori ini perlu diingat bahwa perbedaan faktor endowment mengacu kepada perbedaan proporsi relatif dari faktor produksi yang dimiliki oleh negara. Sehingga nantinya akan terdapat suatu negara yang memiliki salah satu faktor produksi yang relatif melimpah dibanding negara lainnya.
Universitas Indonesia
22
Konsep dasar pemikiran dari Teori H-0 ini adalah bahwa perdagangan intemasional, misalnya antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) terjadi karena opportunity cost berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan ongkos
altematif tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, modal dan bahan baku yang dimiliki Indonesia dan AS. Indonesia mempunyai bahan-bahan baku serta tenaga kerja khususnya dari golongan berpendidikan rendah dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan AS. Sebaliknya, AS memiliki modal dan jumlah tenaga kerja dengan pendidikan tinggi lebih banyak dari pada Indonesia. Ketersediaan faktor relatif suatu negara dapat didefinisikan ke dalam dua kategori, yaitu defenisi secara fisik (physical definition) dan definisi atas harga (price definition). Definisi secara fisik pada intinya menjelaskan perbedaan faktor
endowment berdasarkan rasio jumlah unit fisik faktor-faktor produksi. Berdasarkan defenisi fisik, apabila suatu negara (Negara I) memiliki rasio kapital terhadap tenaga kerja yang lebih tinggi dari rasio kapital terhadap tenaga kerja negara partnemya (Negara II), atau ((K/L)I > (K/L)n, maka Negara I disebut capital-abundant country sementara Negara II disebut labor-abundant country. Price defenition menghitung perbedaan faktor endowment atas dasar perbedaan
harga relatif akibat kelangkaan faktor produksi. Apabila rasio harga sewa kapital (rent) terhadap upah tenaga kerja (wage) di Negara I lebih kecil hila dibandingkan dengan Negara II, atau (r/w) 1 < (r/w)n, maka Negara I disebut capital-abundant country dan Negara II disebut labor-abundant country.
Istilah lain yang perlu dipahami dalam Teori H-0 adalah different commodity factor intensity.
Suatu komoditi dikatakan capital-intensive (padat
modal) apabila rasio capital terhadap tenaga kerja untuk memproduksi komoditi tersebut lebih besar hila dibandingkan dengan rasio faktor saat barang memproduksi komoditi lainnya. Sebaliknya komoditi yang rasio capital terhadap tenaga kerja yang lebih rendah disebut labor-intensive (padat karya). Contohnya, apabila rasio K/L untuk memproduksi mobil lebih besar dari rasio K/L untuk memproduksi pakaian, maka mobil disebut capital-intensive commodity dan pakaian disebut labor-intensive commodity.
Universitas Indonesia
23
Teori H-0 juga menyatakan bahwa pada dua negara yang mempunyai tingk:at teknologi yang sama, constant return to scale dan pada intensitas faktor yang telah ditentukan, maka negara yang memiliki keberlimpahan modal akan mampu memproduksi lebih banyak produk-produk yang bersifat capital-intensive, sementara negara dengan keberlimpahan tenaga kerja akan mampu memproduksi lebih banyak barang-barang yang labor-intensive. Implikasinya adalah suatu negara akan cenderung memproduksi dan mengekspor komoditi-komoditi yang faktor produksinya dimiliki secara berlimpah dan relatif murah dan mudah untuk didapat, dan kemudian akan mengimpor komoditi-komoditi yang membutuhkan faktor produksi yang langk:a dan relatif mahal.
2.2.3
Preferensi dan Pendapatan Selain dari hal-hal di atas, perdagangan juga dapat terjadi karena adanya
perbedaan preferensi dan selera (preference). Perbedaan selera antar orang perorang ataupun antar masyarakat biasanya disebabkan oleh perbedaan tingk:at pendapatan masing-masing. Untuk tingk:at perdagangan antar negara, adanya perbedaan preferensi akan menimbulkan dua konsekuensi. Pertama, perbedaan preferensi dapat menyebabkan penyempitan perdagangan antar negara apabila tingk:at pendapatan mereka berbeda secara signifikan. Dalam kondisi ini, negara kaya akan lebih banyak mengk:onsumsi produk-produk yang relatif lebih
sophisticated yang biasanya juga berasal dari negara kaya lainnya. Sebaliknya negara miskin cenderung mengk:onsumsi produk-produk berkualitas rendah yang berasal dari negar miskin lainnya. Konsekuensi kedua adalah apabila terj adi peningk:atan tingk:at pendapatan maka yang terjadi tidak hanya peningk:atan jumlah permintaan atas jumlah barang yang dikonsumsi tetapi juga terjadi peningk:atan permintaan atas barang yang kualitasnya lebih baik (barang yang sama tetapi berbeda dalam kualitas dan harga). Gagasan mengenai efek perbedaan preferensi terhadap term of trade ini pertama kali diperkenalkan oleh Staffan Burenstam Linder pada tahun 1961, dan biasa dkenal dengan istilah Teori Overlapping Permintaan Linder. Menurut teori ini, tingk:at pendapatan akan mempengaruhi selera dan kemudian akan menciptakan pola permintaan terhadap produk tertentu yang akan direspon oleh produsen lokal. Atau dengan kata lain, pola perdagangan antar negara akan
Universitas Indonesia
24
mengikuti tingkat pendapatan dimana perdagangan akan terjadi antar negara yang memiliki overlapping permintaan. Karena itu, menurut Linder, semakin besar kesamaan struktur permintaan dari dua negara maka akan semakin intensiflah perdagangan yang akan terjadi di antara keduanya. Untuk lebih jelas, perhatikan gambar 2.6 di bawah ini.
J
---------------------
No tr
H
G
----------------
Income
""----v,__-_..J Country
levela
rslncome '"~----v,------".1 Country D's Income ""'----y----".1 Country m'atncome
Gan1bar 2.6 Overlapping Demand Berdasarkan Model Linder Teori Linder ini juga menjelaskan kemungkinan bahwa dua negara akan saling mengekspor dan mengimpor komoditi yang sama dalam waktu yang bersamaan. Inilah yang biasa diistilahkan dengan intra-industry trade. Intra-
Industry Trade (liT) terjadi apabila dua negara melakukan perdagangan dengan cara mengekspor dan mengimpor suatu produk yang pada dasamya sama. Contohnya, Amarika Serikat mengekspor mobil (Ford) ke Jerman pada saat bersamaan mereka juga mengimpor produk yang sama (BMW) dari Jerman. Sebenamya ada sumber lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya liT yaitu terjadinya increasing return pada skala ekonomi. Hal ini akan dijelakan pada sub bah di bawah ini.
2.2.4
Skala Ekonomi Skala ekonomi (economies of scale) adalah suatu konsep praktis yang
cukup penting dalam menjelaskan beberapa fenomena seperti pola perdagangan dan jumlah pelaku (perusahaan) dalam suatu pasar. Namun agar tidak terjadi
Universitas Indonesia
25
kesalahpahaman maka sehelumnya kita perlu memhedakan antara istilah
economies ofscale dengan return to scale. Return to scale mengacu kepada huhungan antara input dan output dalam suatu fungsi produksi. Fungsi produksi disehut constant returns to scale hila peningkatan jumlah input dalam proporsi tertentu menyehahkan peningkatan output dalam proporsi yang sama. Disehut decreasing returns to scale hila peningkatan input menyehahkan peningkatan output dalam proporsi yang lehih kecil dan disehut increasing returns to scale apahila peningkatan input diikuti dengan peningkatan output dalam proporsi yang lehih hesar. Sementara itu skala ekonomi mengacu kepada penurunan hiaya per unit seiring dengan peningkatan output yang diproduksi. Dengan meningkatnya output pada tingkat investasi yang sama dengan investasi awal maka marginal cost per unit harang dan jasa yang diproduksi akan menurun hingga herada di hawah ratarata total cost per unit. Secar garis hesar, skala ekonomi dikategorikan atas dua jenis yaitu skala ekonomi internal dan eksternal. Skala ekonomi internal tetjadi jika hiaya produksi per unit turun akihat perusahaan meningkatkan produksinya. Di lain pihak, skala ekonomi eksternal tetjadi jika hiaya produksi per unit turun akihat makin murahnya harga faktor produksi seiring tetjadinya peningkatan produksi harang danjasa di suatu wilayah. Pada tahun 1979, Paul Krugman mencoha menjelaskan hagaimana huhungan antara economies of scale dengan pola perdagangan antar negara. Penjelasan dapat dimulai pada situasi dimana tidak ada huhungan perdagangan di antara dua negara (autarky). Bila kedua negara memiliki teknologi dan preferensi yang sama maka tidak ada insentif untuk herdagang. Namun karena alasan tertentu, heherapa produsen di salah satu negara memproduksi harangnya lehih banyak hingga tetjadi penurunan hiaya produksi per unit dan menciptakan skala ekonomi. Pada keadaan autarky, walaupun produksi di negara tersehut mengalami skala ekonomi, namun economies of scale yang tercipta relatif kecil dan hanya terhatas di dalam pasar domestik saja. Seandainya sekarang pintu perdagangan dengan negara lain dihuka, maka dengan terhukanya pasar haru akan tetjadi perluasan skala ekonomi yang lehih besar lagi yang akan menstimulus produsen di setiap negara untuk
Universitas Indonesia
26
mengenjot produksinya atau malahan akan muncul pemain-pemain baru dalam rangka memanfaatkan insentif atas meningkatnya skala ekonomi tersebut. Selain itu persaingan antar produsen juga bertambah ketat sehingga akan tetjadi seleksi alam dimana produsen-produsen yang gagal bersaing akan bangkrut atau keluar dari pasar. Pada kondisi ini, jika produsen ingin tetap bertahan dan memenangkan persaingan, mereka harus mampu menemukan strategi yang dapat membuat produk yang mereka miliki menjadi spesial dan unik di mata para konsumen. Di sinilah gagasan mengenai monopolistic competititon dan diferensiasi produk mengambil peran penting dalam perdagangan. Monopolistic competition didefinisikan sebagai suatu strategi dimana
setiap produsen atau perusahaan berperilaku seperti halnya seorang pelaku monopoli yang mengendalikan pasar dengan produk-produk yang unik walaupun sebenarnya banyak terdapat barang substitusi dekat bagi produk tersebut. Sedangkan differensiasi produk adalah suatu upaya yang dilakukan oleh produsen untuk menampilkan citra unik dan khas pada produk yang sebenamya tidaklah unik. Upaya ini dapat dilakukan dengan pencitraan produk melalui iklan dan penciptaan brand loyality. Berdasarkan penjelasan di atas, Paul Krugman memformulasikan suatu teori yang memperhitungkan pengaruh economies of scale dan monopolistic competition terhadap pola perdagangan antar negara. Teori ini dikenal dengan
Teori Perdagangan Modem Krugman. Apabila kita perhatikan penjelasan di atas maka terlihat bahwa teori ini banyak memberi kritisi pada beberapa teori-teori perdagangan klasik yang dianggap sudah tidak relevan lagi dengan situasi perekonomian modem.
2.3 2.3.1
Nilai Tukar, GDP dan Neraca Perdagangan Nilai Tukar
Nilai tukar atau kurs didefinisikan sebagai harga dari mata uang asing dilihat dari uang domestik (Blanchard, 2006). Pada umumnya nilai tukar suatu negara dikeleompokkan atas dua jenis, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik. Misalkan, jika kurs antara Dolar Amerika dengan Rupiah adalah
Universitas Indonesia
27
10.000 per Dolar, maka kita dapat menukarkan USD 1 untuk Rp. 10.000. Sementara itu nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara atau dikatakan juga sebagai nilai tukar nominal setelah dikoreksi dengan harga relatif, yaitu rasio antara harga-harga di pasar domestik dengan harga-harga di luar negri. Dari defenisi di atas, dalam perekonomian terbuka jelas terlihat bahwa jika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri akan relatif lebih mahal dan barang-barang lokal relatif lebih murah, sebaliknya hila nilai tukar riil rendah maka barang-barang luar negeri menjadi relatif lebih murah dan barang-barang domestik menjadi relatif lebih mahal.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Kondisi perekonomian sangat berpengaruh pada besarnya permintaan dan penawaran mata uang suatu negara yang pada akhimya akan menyebabkan nilai tukar tersebut menjadi berfluktuasi dari waktu ke waktu. Beberapa faktor yang diyakini dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang suatu negara antara lain: Faktor Pembiayaan Impor Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka akan semakin besar kebutuhan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan cenderung tertekan (melemah). Sebaliknya bila impor menurun, maka permintaan terhadap val uta asing akan berkurang dan nilai tukat menjadi menguat. Capital Outflow
Semakin besar aliran modal ke luar negeri, maka permintaan valuta asing akan meningkat dan nilai tukar cenderung menjadi melemah. Aliran modal keluar dapat berupa pembayaran kewajiban negara untuk hutang pemerintah atau swasta dan juga dapat berupa penarikan modal ke luar negri oleh investor. Spekulasi Spekulasi merupakan pembelian dan pelepasan valuta asmg dalam jumlah yang tidak wajar oleh seseorang atau sekelompok orang. Semakin banyak pembelian dilakukan oleh spekulan terhadap valuta
Universitas Indonesia
28
asing maka permintaan terhadap valuta asing akan meningkat sehingga mata uang lokal menjadi tertekan melemah. Penerimaan Hasil Ekspor Semakin besar volume penerimaan ekspor, maka akan semakin besar jumlah valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara yang cenderung akan mengapresiasi nilai tukar mata uang di negara tersebut.
Capital Inflow Semakin banyak aliran modal asing yang masuk ke dalam suatu negara, maka hal ini cenderung menyebabkan nilai tukar menjadi menguat.
Capital inflow dapat berupa penerimaan hutang luar negeri, investasi asing jangka pendek (portfolio investment) dan investasi asing jangka panjang (foreign direct investment). 2.3.2
Gross Domestic Product (GDP)
Gross Domestic Product (GDP) merupakan suatu ukuran pendapatan dan output nasional untuk perekonomian suatu negara. GDP dapat diartikan sebagai total
nilai dari
barang dan jasa yang dihasilkan oleh
suatu
negara/perekonomian pada periode waktu tertentu. Disamping itu GDP juga dianggap sebagai penjumlahan dari nilai tambah dari setiap produksi (tahap intermediate) barang dan jasa yang diproduksi suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Pada pendekatan produksi, secara sederhana penghitungan GDP adalah fungsi dari harga dan kuantitas produk. Akibatnya, GDP bisa meningkat jika tetjadi kenaikan harga atau kenaikan jumlah barang. Nilai inilah yang disebut dengan GDP nominal karena menunjukkan nilai dari barang dan jasa yang sesuai dengan harga pasar. Sayangnya, bias bisa terjadi jika GDP meningkat akibat kenaikan harga, dengan jumlah barang dan jasa tetap, namun diinterpretasikan sebagai kenaikan ketersediaan barang dan jasa secara nyata oleh konsumen, perusahan dan pemerintah. Untuk itu, dikembangkanlah konsep GDP riil dengan mengisolasi pengaruh harga. GDP riil adalah nilai barang danjasa yang dihasilkan dalam suatu negara berdasarkan harga konstan.
Universitas Indonesia
29
2.3.3
Hubungan antara Nilai Tukar, GDP dan Neraca Perdagangan Model Mundell-Fleming yang merupakan versi perekonomian terbuka
cukup banyak menjelaskan variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi tingkat output suatu Negara. Bentuk umum dari model ini adalah: Y
= C(Y) + I(r) + G + X(Y*,E) -JM(Y,E)
(2.3)
Di mana Y adalah Gross Domestic Product (GDP) atau dikenal juga dengan tingkat output dalam negeri, C adalah konsumsi yang dipengaruhi oleh GDP, I adalah lnvestasi yang hubungannya negatif dengan tingkat suku bunga, X adalah nilai ekspor yang dipengaruhi oleh GDP negara pengimpor (negara tujuan ekspor) dan nilai tukar, dan IM adalah nilai impor yang dipengaruhi oleh GDP (tingkat output) dalam negeri dan nilai tukar.
Kenaikan GDP atau tingkat output suatu negara akan mengakibatkan kenaikan impor di negara tersebut. Hal ini disebabkan karena terdapat hubungan yang positif antara GDP dengan impor suatu negara. Sehingga ini berdampak terhadap meningkatnya nilai ekspor
dari negara pengekspor terhadap negara
tersebut. Sementara itu, berdasarkan Model Marshall - Lerner dapat dijelaskan bahwa nilai tukar riil suatu negara akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan negara tersebut (Blanchard, 2006). Pengaruh itu dapat dilihat dari besamya ekspor sebagai fungsi dari nilai tukar riil dan GDP negara partner.
NX = X(Y*,E)-JM(Y,E)I
E
(2.4)
Dari persamaan terlihat bahwa nilai tukar riil yang rendah akan menyebabkan barang-barang domestik relatif lebih murah sehingga penduduk domestik hanya akan membeli sedikit barang impor. Keadaan sebaliknya adalah ketika nilai tukar riil tinggi, maka barang-barang domestik menjadi relatif lebih mahal dibandingkan barang-barang luar negeri. Kondisi ini mendorong penduduk domestik membeli lebih banyak barang impor dan masyarakat luar negeri membeli barang domestik dalam jumlah yang lebih sedikit. Konsep Purchasing Power Parity (PPP) menyatakan bahwa harga barang-barang ekspor dan impor suatu negara dipengaruhi oleh nilai tukar mata
Universitas Indonesia
30
uang lokal terhadap mata uang asing. Devaluasi atau depresiasi nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing mengakibatkan harga barang impor lebih mahal atau harga barang ekspor menjadi lebih murah. Kebijakan devaluasi atau penurunan nilai tukar mata uang lokal dapat digunakan untuk memperbaiki neraca perdagangan. Devaluasi nilai tukar mengakibatkan penurunan harga barang ekspor, kemudian dapat mendorong peningkatan daya saing barang-barang ekspor dan pada akhimya dapat meningkatkan volume barang-barang ekspor. Namun perlu diingat bahwa keberhasilan devaluasi terhadap neraca perdagangan dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama yang berkaitan dengan elastisitas barang impor dan ekspor. Bila elastisitas barang impor atau barang ekspor terhadap harga adalah elastis, maka devaluasi atau depresiasi dapat mendorong ekspor dan mengurangi impor.
2.4
Deregulasi Kebijakan lndustri dan Perdagangan Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal bahwa salah satu
variabel yang dapat mempengaruhi jumlah penawaran adalah kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah menerbitkan kebijakan yang berpihak pada industri
seperti
memberi
kemudaan
investasi,
pengurangan
pajak
dan
pembangunan infrastruktur pendukung, maka akan ada suatu insentif bagi industri untuk melakukan peningkatan produksi dan ekspansi usaha sehingga secara keseluruhan akan meningkatkan penawaran dan daya saing produk. Selain itu pemerintah juga dapat mengurangi intervensi dan campurtangannya terhadap sektor industri dan perdagangan dengan tujuan agar produsen (industri) menjadi lebih kompetitif dan mampu menghasilkan produk berkualitas baik dengan harga yang relatifmurah. Pilihan inilah yang lazim disebut sebagai kebijakan deregulasi Deregulasi pada dasamya adalah suatu upaya untuk mengurangi intervensi pemerintah dalam kegiatan perekonomian dimana intervensi dan campur tangan pemerintah tersebut diyakini dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi. Dikutip dari wikipedia, deregulasi dapat didefenisikan sebagai berikut: Deregulation is the removal or simplification ofgovernment rules and regulations that constrain the operation of market forces. Deregulation does not mean elimination of
Universitas Indonesia
31
laws against fraud, but eliminating or reducing government control of how business is done, thereby moving toward a more free markel
Anjuran mengenai deregulasi biasanya dilatarbelakangi oleh alasan bahwa dengan campur tangan pemerintah yang minimal terhadap perekonomian akan dapat merangsang peningkatan daya saing antar pelaku dalam perekonomian sehingga dapat meningkatkan efisiensi, produktifitas dan penurunan biaya produksi. Selain itu dengan diterbitkannys deregulasi, maka kegiatan ekonomi biaya tinggi akibat buruknya birokrasi dapat diminimalkan. Karena itu jelaslah bahwa hila pemerintah menerbitkan deregulasi bagi kebijakan perindustrian dan perdagangan yang berkaitan dengan industri TPT maka pelaku industri tekstil tanah air akan merespon kebijakan ini secara positif yang akan diikuti dengan peningkatan produksi dan supply komoditi TPT ke pasar domestik dan manca negara.
2.5
Penelitian Empiris Terdahulu Pada bagian ini akan ditunjukkan secara ringkas beberapa studi dan
penelitian empiris yang pemah dilakukan berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinetja ekspor, baik penelitian yang dilakukan di Indonesia maupun kasus di luar negeri. Khumar dan Dhawan telah melakukan penelitian empms mengena1 pengaruh dari volatilitas nilai tukar, pendapatan riil dan harga relatif terhadap kinetja ekspor Pakistan. Penelitian ini dilakukan terhadap data-data ekspor pakistan ke beberapa negara partner dagang utamanya seperti lnggris, Jerman Barat, Jepang dan Amerika Serikat dalam periode tahun 1974 - 1985. Estimasi dilakukan secara terpisah untuk setiap negara mitra dagang. Hasil dari penelitian Khumar dan Dhawan ini memperlihatkan bahwa time-lag pada harga relatif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai ekspor. Volatilitas nilai tukar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinelja ekspor pakistan ke semua negara mitra dagang utamanya kecuali ke Inggris. Sementara itu pengaruh dari nilai tukar nominal terhadap ekspor lebih kuat dari pengaruh nilai tukar riil.
3
Dikutip dari:situs wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Deregulation
Universitas Indonesia
32
Sementara itu, Syamsurijal Tan (2000) telah melakukan studi yang cukup komprehensif mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi performansi ekspor produk manufaktur Indonesia. Dalam penelitian ini, Tan melakukan analisis dengan memberi penekanan yang seimbang atas sisi permintaan dan penawaran ekspor menggunakan data perdagangan Indonesia selama tahun 1983 1996.
Tan membangun modelnya dan mengestimasinya mengunakan metoda
Kuadrat Terkecil Dua Tahap (Two-Stage Least Square). Dari studi Tan ini dapat disimpulkan bahwa harga ekspor, kapasitas produksi, nilai tukar, kebijakan deregulasi dan ekspor periode sebelumnya memiliki pengaruh positif terhadap penawaran ekspor komoditi manufaktur Indonesia. Sementara itu permintaasn ekspor komoditi manufaktur Indonesia dipengaruhi secara positif oleh variabel harga dunia, GDP riil dunia dan kebijakan devaluasi mata uang serta secara negatif dipengaruhi oleh harga domestik. Pada tahun 2002, Michie! Van Dijk mencoba menganalisis hubungan empms dari beberapa variabel yang disinyalir memiliki korelasi dengan kecendrungan suatu negara untuk mengekspor (propensity to export). Estimasi dilakukan dengan model TOBIT and Papke-Woolridge (PW) melibatkan variable bebas antara lain: ukuran relatif perusahaan, andil dari tenaga ketja terlatih, pelatihan, kepemilikan asing, , intensitas modal, biaya tenaga ketja, HirschmanHerfindahl index dan usia perusahaan. Dalam penelitian ini, Van Dijk meneliti pola hubungan dan besaran dari varibel-variabel bebas terhadap prospensity to
export terhadap data-data dari 28 industri. Khusus bagi industri tekstil dan pakaian jadi, Van Dijk mendapatkan kesimpulan bahwa ukuran perusahaan, jumlah tenaga ketja terampil, riset, intensitas modal dan usia perusahan memiliki hubungan yang positif dengan penawaran ekspor industri tekstil. Semantara itu biaya tenaga ketja memberikan korelasi yang negatif dengan penawaran ekspor industri tekstil Indonesia. Penelitian lainnya dilakukan oleh Suly pada tahun 2007 dimana dia telah menganalisa bagaimana pengaruh dari harga relatif, GDP dalam negeri serta volatilitas nilai tukar rupiah terhadap kinetja ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat berdasarkan data time series dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) dan Error Correction Mechanism (ECM). Kesimpulan dari penelitian Suly
Universitas Indonesia
33
ini adalah bahwa seluruh variabel bebas (harga relatif, GDP riil Indonesia, dan nilai tukar) berkorelasi positif dan signifikan terhadap kinerja ekspor TPT Indonesia ke AS. Lebih jauh lagi, analisis cointegrasi memperlihatkan bahwa antara variabel bebas dan variabel terikat terdapat hubungan cointegrasi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Selanjutnya, pada tahun 2007 Kusumadewi mencoba mengadopsi model Khumar and Dhawan untuk melihat faktor penentu bagi performa permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia (difokuskan pada lima jenis produk setengah jadi dan lima jenis produk akhir). Besamya permintaan ekspor TPT Indonesia diduga merupakan fungsi dari GDP riil negara mitra dagang, Harga relatif dan nilai tukar negara mitra dagang. Setelah melakukan estimasi dengan menggunakan pendekatan Random Effect Model data panel, Kusumadewi mendapatkan kesimpulan bahwa permintaan ekspor TPT Indonesia dipengaruhi oleh perubahan pendapatan dan nilai tukar negara partner dalam arah positif. Sementara harga relatif memberikan pengaruh dalam arah negatif. Penelitian lainnya dilakukan oleh Atsari Wulandari yang meneliti tentang hubungan empiris antara beberapa faktor yang diduga menjadi penentu permintaan ekspor komoditi tekstil dan produk tekstil Indonesia selama periode tahun 2000 sampai tahun 2005. Wulandari mengadopsi model Khumar and Dhawan dengan memberikan satu variabel bebas tambahan yaitu "Populasi" negara mitra dagang. Dengan menggunakan metoda Ordinary Least Square (OLS) dan Error Correction Mechanism terhadap data time series, Wulandari mendapatkan kesimpulan bahwa GDP negara partner, nilai tukar riil negara partner dan populasi negara partner berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia, semantara variabel harga relatif memben'kan pengaruh dalam arah negatif terhadap permintaan TPT oleh pasar intemasional. Selanjutnya pada tahun 2009, Meilany mencoba menjelaskan variabelvariabel yang menjadi determinan bagi permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia ke beberapa negara mitra dagang. Penelitian dilakukan menggunakan data ekspor kelompok TPT mulai kwartal 4 tahun 1998 sampai kwartal 2 tahun 2008 dan diestimasi menggunakan pendekatan data panel. Kesimpulan dari hasil dari penelitian ini adalah bahwa variabel-variabel yang
Universitas Indonesia
34
diduga menjadi determinan bagi permintaan ekspor TPT Indonesia antara lain pendapatan riil negara mitra dagang, volatilitas nilai tukar dan harga relatif secara signifikan dapat menjelaskan besarnya volume permintaan ekspor TPT Indonesia namun besar dan arah pengaruh masing-masing variabel berbeda-beda untuk tiap kelompok produk TPT.
2.6
Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Secara konsep, penelitian ini memiliki sedikit kesamaan dengan
beberapa penelitian empiris terdahulu terutama dalam hal tujuan penelitian. Beberapa penelitian terdahulu seperti Khumar dan Dhawan (1991), Suly (2007), Kusumadewi (2007), Wulandari (2008) dan Meilany (2009) memiliki tujuan penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini yaitu menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kineija ekspor komoditi TPT Indonesia. Namun demikian, terdapat banyak perbedaan yang menjadikan penelitian ini lebih kompleks dan berbeda dari penelitian empiris terdahulu. Perbedaan utama menyangkut pendekatan yang dilakukan. Apabila mayoritas penelitian terdahulu lebih menitikberatkan penelitian pada kineija permintaan ekspor komoditi TPT Indonesia, maka pada penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah dari dua sisi yaitu kineija dari sisi permintaan dan penawaran ekspor. Perbedaan kedua adalah mengenai asumsi yang digunakan. Penelitian terdahulu kebanyakan mengabaikan adanya hubungan simultanitas antara variabel harga dan variabel permintaan/penawaran. Sementara penelitian ini mencoba mengakomodasi hubugan simultan tersebut. Perbedaan lainnya adalah mengenai objek penelitian. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang lebih khusus menganalisa kineija ekspor komoditi TPT yang sifatnya bilateral (antara Indonesia dengan negara mitra dagang tertentu), penelitian ini sifatnya global (antara Indonesia dengan dunia). Perbedaanperbedaan tersebut di atas menyebabkan metoda analisis yang digunakan menjadi berbeda. Penelitian ini menggunakan metoda analisis dengan regresi kuadrat terkecil dua tahap (TSLS) sementara mayoritas penelitian terdahulu menggunakan metoda regresi data panel.
Universitas Indonesia
35
Suatu hal yang menarik dari penelitian ini bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu adalah mengenai implikasi dari hasil penelitian bagi pemangku kebijakan di Indonesia. Sebagaimana yang telah disinggung di atas bahwa beberapa penelitian empiris terdahulu hanya menekankan pada variabelvariabel yang mempengaruhi kinerja permintaan ekspor saja, dimana sebagian besar variabel tersebut (populasi negara mitra, nilai tukar mata uang dan pendapatan negara mitra dagang) adalah variabel yang tak bisa dikontrol oleh pemangku kebijakan di Indonesia (baik pengusaha dan pemerintah). Hal seperti ini hanya menghasilkan kebijakan yang bersifat reaktifbelaka. Karena itulah pada penelitian ini dicoba sedikit pengayaan dengan menambahkan penekanan pada sisi penawaran ekspor. Variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja penawaran ekspor seperti kapasitas produksi dan kebijakan deregulasi merupakan variabel yang bisa dikontrol oleh pemangku kepentingan di Indonesia. Sehingga diharapkan
dengan
diketahuinya
informasi
mengenat
variabel
yang
mempengaruhi kinerja permintaan dan penawaran ekspor, analisa yang dilakukan bisa lebih tajam, lebih realistis dan lebih bermanfaat.
Universitas Indonesia
BAB3
GAMBARAN UMUM INDUSTRI TEKSTIL INDONESIA
3.1
Pengertian dan Pengetahuan Umum Tentang Tekstil Tekstil adalah bahan yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang
atau kain sebagai bahan untuk pembuatan pakaian dan berbagai produk kerajinan lainnya. Dari pengertian tekstil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bahan/produk tekstil meliputi produk serat, benang, kain, pakaian dan berbagai jenis benda yang terbuat dari serat. Pada umumnya bahan tekstil dikelompokkan menurut jenisnya sebagai berikut: 1. Berdasar jenis produk!bentuknya: serat staple, serat filamen, benang, kain, produk jadi (pakaian I produk kerajinan dll). 2. Berdasar jenis bahannya: serat alam, serat sintetis, serat campuran. 3. Berdasarkanjenis wama/motifnya: putih, berwama, bermotif!bergambar. 4. Berdasarkan jenis kontruksinya: tenun, rajut, renda, kempa. benang tunggal, benang gintir .
Pengetahuan tentang jenis dan sifat tekstil sangat diperlukan untuk mengenali, memilih, memproduksi, menggunakan dan merawat berbagai produk tekstil seperti serat, benang, kain, pakaian dan kerajinan rumah tangga lainnya. Karakteristik dan sifat bahan tekstil sangat ditentukan oleh karakteristik dan sifat serat penyusunnya. Disamping itu sifat-sifat bahan tekstil juga dipengaruhi oleh proses pengolahannya seperti dari serat dipintal menjadi benang, dari benang ditenun menjadi kain kemudian dilakukan proses penyempumaan hingga menjadi produk jadi. Karakteristik
dan
sifat
serat JUga
sangat
menentukan
proses
pengolahannya baik dari sisi pemilihan peralatan, prosedur pengetjaan maupun jenis zat-zat kimia yang digunakan. Selama proses pengolahan tekstil sifat-sifat dasar serat tidak akan hilang. Proses pengolahan tekstil hanya ditujukan untuk memperbaiki, meningkatkan, menambah dan mengoptimalkan sifat dasar serat tersebut sehingga menjadi bahan tekstil berkualitas sesuai tujuan pemakaiannya
36
Universitas Indonesia
37
Untuk lebih jelasnya proses pengolahan mekanik dan kimia dari serat menjadi produk tekstil dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1: Proses Pengolahan Tekstil Proses Produksi SeratAlam
Serat Sintetis
Teknologi Mek anik
Kimia
- Pertanian (kapas, yute, linen)
Pupuk Organik, Nonorganik
Serat alam seperti sutera, kapas, wool, yute, linen, sisal dll
- Peternakan (sutera, wool) - Pemintalan leleh
Polimerisasi
Filamenlstaple serat polyester , nilon, rayon, Benang nilon, polyester
Tidak membutuhkan zat kimia secara signifikan
Benang kapas, benang sutera, benanhg wool, benang campuran (a lam dan sintetis)
Proses penganjian dengan kanji sintetis dan kanji alam
- Kain grey tenun
Kimia analisis, kimia organik, polimer, resin, proses kimia, Teknologi zat warna, Kimia Tekstil, obat Bantu, kimia fisika, kimia analisis Kimia Tekstil, Resin, bioteknologi, kimia organik, kimia fisika,kimia analisis
Kain non woven
Tidak ada proses kimia secara signifikan
Pakaian, kemeja, celana
- Pemintalan Kering
Benang
- Pemintalan basah - Pemintalan
Bahan dari serat alam dan serat campuran dalam bentuk serat pendek(staple) Kain tenunlrajut
- Mesin Blowing, Carding Drawing, ring spinning/sistem rotor. - Mesin Penganjian
Kain non woven
Pewarnanaan (Pencelupan dan Pencapan) Finishing (penyempurnaan) sebagain proses dilakukan sebelum proses pewarnaan (Proses bakar bulu, desizing, bleaching, scouring) Pakaian (Garmen)
Basil
- Mesin warping, mesin cucuk, mesin tenun, mesin rajut, mesin tenun jacquard, dobbydsb Mesin kempa (mesin pres)
Mesin Cap (screen printing dll), Mesin celup (padding, Jigger Box, Jet dyeing dll ), Mesin penyempurnaaan, bakar bulu, desizing, bleaching, scouring, pemasakan, mesrcerisasi , mesin sanforis, spreading, heat setting, anti air, anti susut Pembuatan disain, pola, Mesinjahit, pasang kancing, mesin potong, mesin prres
- Kain rajut
Seperti kulit sintetis dsb - Kain berwarna - Kain bermotif
Kain halus, berkilau , langsai, kain dengan tujuan khusus anti api, anti air, kain dengan sifat sifat khusus.dsb
Universitas Indonesia
38
3.2
Sejarah Perkembangan Industri Tekstil lndustri tekstil merupakan salah satu industri tertua di dunia. Tekstil tertua
ditemukan pertama kali berupa potongan pakaian linen di gua orang Mesir yang diperkirakan dibuat pada 5000 tahun sebelum masehi. Pada awal tahun 1500an sistem pabrik dibangun untuk pertama kalinya, meskipun masih berskala rumah tangga dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Pada abad 18, terjadinya revolusi industri di Inggris ikut menjadi pemicu perkembangan tekstil setelah ditemukannya mesin pemintalan dan penenunan sehingga tekstil bisa diproduksi secara masal. Tahun 1769 mesin pemintalan Richard Arkwright yang menggunakan gulungan dengan kecepatan yang tidak tetap dipatenkan dan tenaga mekanis telah menggantikan tenaga manual. Pada abad ke-19 serat buatan telah berkembang ditandai dengan diproduksinya rayon pertama kali pada tahun 1910. Namun demikian serat alami seperti wool, kapas, sutera dan linen masih digunakan pula secara luas hingga sekarang. Industri TPT mengalami beberapa migrasi produksi sejak tahun 1950an. Pertama kali migrasi produksi terjadi dari negara di Amerika Utara dan Eropa Barat ke Jepang. Impor TPT Jepang di negara-negara barat mendominasi pada era 1950an dan 1960an. Pergeseran kedua terjadi dari Jepang ke Hong Kong, Taiwan, dan Korea, dimana negara-negara tersebut mendominasi ekspor tekstil dan garmen pada tahu 1970an hingga 1980an. Pada akhir tahun 1980an hingga 1990an terjadi migrasi ketiga dari Hong Kong, Taiwan, dan Korea ke negara berkembang seperti China, Indonesia, Thailand, Malaysia, Philipina dan Sri Langka. Tekstil di Indonesia dikenal sejak zaman kerajaan Hindu dalam bentuk kerajinan rakyat yang ditandai dengan adanya kain-kain tradisional di beberapa daerah, seperti batik, songket, kain tapis, dan ulos. Dalam skala industri, pengembangan tekstil Indonesia dimulai dengan dibuatnya Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) pada tahun 1926 oleh Tekstil Inrichting Bandung (TIB) yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Pada tahun 1939, ATBM ini digantikan oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan di Majalaya-Jawa Barat
Universitas Indonesia
39
3.3
Struktur lndustri Tekstil Industri tesktil dan produk tekstil {TPT) secara teknis dan struktur dapat
dibagi menjadi tiga sektor, yaitu:
1. Sektor industri hulu (upstream) Sektor ini terdiri dari industri yang memproduksi serat/fiber (natural
fiber dan man-made fiber atau synthetic) dan proses pemintalan (spinning) menjadi produk benang (unblended dan blended yarn). Ciriciri dari lndustri ini anatar lain bersifat padat modal, full automatic, berskala
besar, jumlah tenaga
pertenagakerjanya
besar.
kerja
Industri
tm
relatif kecil dari
segi
dan
output
output
bisa
diklasifikasikan produsen dari raw material yang telah diolah. 2. Sektor industri antara (midstream). Sektor ini meliputi industri penganyaman (interlacing) benang benjadi kain mentah lembaran (grey fabric) melalui proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian diolah lebih lanjut melalui proses pengolahan pencelupan (dyeing),
penyempumaan (finishing)
dan
pencapan (printing) menjadi kain-jadi. Karakteristik dari industri ini adalah semi padat modal, teknologi madya dan modem, serta jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari sektor industri hulu. Industri ini dari segi output bisa diklasifikasikan produsen dari intermediate goods. 3. Sektor industri hilir (downstream). Industri pada sektor ini meliputi industri manufaktur pakaian jadi
(garment) termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang menghasilkan ready-made garment. Pada sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat karya. Industri ini dari segi output bisa diklasifikasikan produsen dari
final goods
Sementara itu, Direktorat Jenderal Mesin, Logam, Tekstil dan Industri Aneka, Departemen Perindustrian membagi sektor tekstil dan produk tekstil ke dalam lima subsektor yaitu; serat, pemintalan, barang tenunan, pakaian jadi dan produk tekstillain-lain. Untuk lebihjelas perhatikan Gambar 3.1 berikut.
Universitas Indonesia
40
1. Fiber I Serat Deskripsi Perusahaan (unit) Kapasitas (000 ton) Tariff(%) Utilisisi (%) Konsumsi (ton) Produksi: Nilai (US $ 000) Volume (000 ton) ~
2. Yarn I Pemintalan
2004
2008
28 1,077 5 73.90 1 285 614
30 1,184 0-5 85.20 1,654 989
679,000 796
1,007,900 1 009
Deskripsi Perusahaan (unit) Kapasitas (000 ton) Tariff(%) Utilisisi (%) Konsumsi (ton) Produksi: Nilai (US $ 000) Volume (000 ton) ~
2004 204 2,397 5 70.57 1,081,223
2008 219 2,716 5 80.96 1,654,622
2,672,000 1,692
4 085 900 2,199
lndustri Hulu
Weaving I Tenunan
~------F_in_is_hi_ng------~~~
Knitting I Rajutan
3. Fabric I Barang Tenunan dan Kain Deskripsi Perusahaan (unit) Kapasitas (000 ton) Tariff(%) Utilisisi (%) Konsumsi (ton) Produksi: Nilai (US $ 000}_ Volume (000 ton) ~
2004 1,044 1,777 5-15 73.81 1,071,826
2008 1,058 1,750 5-15 74.15 1,382,594
3,936,000 1,312
4,605,200 1,296
lndustri Antara
I 5. Others I Produk Tekstil Lain I
4. Garment I Pakaian Jadi .. Deskripsi Perusahaan (unit) Kapasitas (000 ton) Tariff(%) Utilisisi (%) Konsumsi (ton) Produksi: Nilai (US $ 000) Volume (000 ton) ~
2004
2008
861 666 15 77.54 195,286
979 782 15 61.83 108,288
6 209,000 516
6 532,300 483
Deskriosi a Perusahaan (unit) Kapasitas (000 ton) Tariff(%) Utilisisi (%) Konsumsi (ton) Produksi: Nilai (US $ 000) Volume (000 ton) ~
2004 I~ 2008 524 532 101 110 10 - 15 10 - 15 43.05 91'.80 52,463 77508 375,000 43,671
509100 100 985
lndustri Hilir
Gambar 3.1 Bagan Struktur Industri Tekstil Indonesia Sumber: Ditjen ILMETA, Departemen Perindustrian RI (2009)
Universitas Indonesia
41
3.4 3.4.1
Prom lndustri Tekstil Indonesia Gambaran Umum
Hingga 2008, jumlah industri tekstil Indonesia mencapai 2.818 perusahaan, dengan total investasi USD 141,787 juta. Lokasi industri TPT terkonsentrasi di Jawa Barat (57 persen), Jawa Tengah (14 persen), dan Jakarta (17 persen). Sisanya tersebar di J awa Timur, Bali, Sumatera dan Yogyakarta. Pada 2008, total kapasitas produksi mencapai 6.542 juta ton dengan utilitas 77.8 persen. Kapasitas produksi tersebut terdiri dari subsektor serat 1.2 juta ton, subsektor pemintalan 2,4 juta ton, subsektor pertenunan, perajutan, pencelupan dan finishing 1.75 juta ton, industri garmen 782 ribu ton dan tekstillainnya 110 ribu ton. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa industri tekstil memiliki struktur industri yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir (up stream, mid stream, dan down stream) dan memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu industri dengan industri lainnya. Di tingkat hulu Indonesia memiliki industri serat yang terdiri dari industri serat alam, serat buatan dan benang filamen; dan industri pemintalan serta pencelupan (spinning). Pada tahun 2008, Indonesia telah memiliki 30 perusahaan industri serat dengan total produksi sebesar 1.01 juta ton. Sekitar 73% dari hasil industri serat ini diserap oleh industri pemintalan dalam negeri dan sisanya diekspor ke luar negeri. Sementara itu, jumlah industri pemintalan mencapai 219 perusahaan dengan total produksi sebesar 2.2 juta ton pada 2008. Sekitar 31% dari produksi industri pemintalan ditujukan untuk pasar ekpor dan sisanya dikonsumsi oleh pasar dalam negeri. lndustri pertenunan, perajutan, pencelupan dan finishing memiliki 1,058 perusahaan dengan total produksi 1,3 juta ton pada 2008 yang nyaris tidak mengalami perkembangan sepanjang 5 tahun terakhir. Ekspor di sub sektor ini didominasi oleh kain mentah dengan pasar utama ke negara-negara di Eropa dan Timur Tengah. Di tingkat hilir, terdapat industri garmen yang jumlahnya mencapai 997 perusahaan pada 2008 dengan total produksi sebesar 483 ribu ton. Sekitar 86 persen dari hasil industri garmen diekspor ke luar negeri dan 14 persen sisanya diserap oleh pasar domestik. Sementara itu, subsektor produk tekstil lain-
Universitas Indonesia
42
lain memiliki 532 perusahaan dengan total produksi sebesar 101 ribu ton dimana 94% diantaranya ditujukan untuk pasar ekspor. Tabel 3.2 Data- Fakta Sektor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia 2004- 2008 Satuan
Parameter Jumlah Perusahaan
unit
Nilai lnvestasi
USD Quta}
Kapasitas TerpasanQ
2004
2005
2006
2007
2008
04- 08
2,661
2,656
2,699
2,726
2,818
5.90%
132,389
132,381
135,647
137,792
141,787
7.10%
ton
6,021,426
6,032,678
6,1 12,413
6,266,542
6,542,076
8.65%
Jumlah Tenaga Ke~a
org
1,184,069
1,176,773
1,191 ,326
1,234,250
1,289,400
8.90%
Nilai Produksi
USD(ribu}
13,871,000
14117,000
14,742,000
15,326,908
16,740,400
20.69%
Volume Produksi
ton
4,361,294
3,821,000
4,560,806
5,039,264
5,089,935
16.71%
Nilai Ekspor
USD (ribu)
7,647,451
8,602,876
9,445,663
9,809,038
10,144,002
32.65%
Nilai lmpor
USD(ribu)
1,720,560
1,605,528
1,724,572
1 998,138
5,102,644
196.57%
Surplus
USD(ribu}
5,926,891
6,997,348
7,721,091
7,810,900
5,041 ,358
-14.94%
Volume Ekspor
ton
1,626,485
1,794,392
1,879,173
1,872,539
1,767,633
8.68%
Volume Import
ton
880,893
850,629
949,660
1,083,617
1,555,699
76.60%
Utilisasi
%
72.43
63.34
74.62
80.42
77.80
7.41%
Sumber: BKPM, BPS, Departemen Penndustnan Data diolah oleh Direktorat Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Tabel3.3 Data- Fakta Subsektor Serat 2004- 2008 Parameter
Satuan
Jumlah Perusahaan
unit
Nilai lnvestasi
USD(iuta)
Kapasitas Terpasang
2004
2005
2006
2007
2008
04-08
28
28
28
28
30
7.14%
11,929
11 ,929
12,306
12,306
12,663
6.15%
ton
1,077,615
1,077,615
1,077,615
1,105,255
1,184,201
9.89%
Jumlah Tenaga Ke~a
org
29,447
29447
29447
29447
30,147
2.38%
Nilai Produksi
USD (ribu)
679,000
758000
784,000
915 120
1,007,900
48.44%
Volume Produksi
ton
796,329
752,000
835 901
976,228
1,008,992
26.71%
Nilai Ekspor
USD (ribu)
197,198
243,323
285,788
343,075
444,673
125.50%
Nilai lmpor
USD (ribu}
955 539
801 295
838 373
1127 862
1,636 543
71 .27%
Volume Ekspor
ton
152,237
192 231
228 259
243 443
270,661
77.79%
Volume Import
ton
641,851
598131
637,746
805 209
916,658
42.81%
Utilisasi
%
73.90
69.78
77.57
88.33
85.20
15.29%
Sumber: BKPM, BPS, Departemen Penndustnan Data diolah oleh Direktorat Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Universitas Indonesia
43
Tabel3.4 Data - Fakta Subsektor Pemintalan 2004- 2008 Parameter
Satuan
2004
2005
2006
2007
2008
04-08
204
204
204
206
219
7.35%
25,040
25,040
25,558
26,712
27,496
9.81%
ton
2,397,848
2,397,848
2,397,848
2 554 864
2 716,093
13.27%
Jumlah Tenaga Kerja
org
207 764
207 764
207,764
210,044
220,556
6.16%
Nilai Produksi
USDlribu)
2,672 000
3 041 000
3,253,000
3 709 770
4,085,900
52.92%
Volume Produksi
ton
1,692,201
1,623 000
1,872,651
2,129,000
2,199,000
29.95%
Nilai Ekspor
USD (ribu}
1,480,764
1,621,890
1,791 ,195
1,902,834
1,719,792
16.14%
Nilai lmpor
USD (ribu}
245 610
267,518
303,632
246,725
447,877
82.35%
Volume Ekspor
ton
720,801
795 366
819,552
782,288
679,824
-5.68%
Volume Import
ton
109 823
108,664
141 ,072
91846
135,446
23.33%
Utilisasi
%
70.57
67.69
78.10
83.33
80.96
14.72%
Jumlah Perusahaan
unit
Nilai lnvestasi
USD(iuta)
Kapasitas Terpasang
Sumber: BKPM, BPS, Departemen Penndustnan Data diolah oleh Direktorat Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Tabel3.5 Data - Fakta Subsektor Kain dan Tenun 2004-2008 Parameter
Satuan
2004
2005
2006
2007
2008
04-08
1,044
1 044
1,044
1 050
1,058
1.34%
31638
31638
32,330
32555
33,499
5.88%
ton
1,777 761
1,777,761
1,777,761
1,733,767
1,750000
-1.56%
Jumlah Tenaqa Keria
O!Q
343 988
343,988
343,988
335,454
346,058
0.60%
Nilai Produksi
USD (ribu}
3,936,000
4,341 ,000
4,259,000
4,181,280
4,605,200
17.00%
Volume Produksi
ton
1,312,106
963,000
1,290,843
1,362,000
1,297,596
-1 .11%
Nilai Ekspor
USD {ribu}
1,420,162
1,536,643
1,508,829
1,578 514
1,610,633
13.41%
Nilai lmpor
USD (ribu)
433,505
405,986
399,303
402 504
2 559,463
490.41%
Volume Ekspor
ton
339 036
344 748
332,480
347750
306 916
-9.47%
Volume import
ton
98,756
99409
112,148
111 852
391 ,914
296.85%
Utilisasi
%
73.81
54.17
72.61
78.56
74.15
0.46%
Jumlah Perusahaan
unit
Nilai lnvestasi
USD {juta}
Kapasitas Terpasang
Sumber: BKPM, BPS, Departemen Penndustnan Data diolah oleh Direktorat Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Hal lain yang perlu menjadi perhatian dari sektor TPT ini peran sektor ini dalam menyerap tenaga kerja. Tercatat pada tahun 2008 sektor ini menyerap tenaga kerja sekitar 1.3 juta orang dengan perincian 30,147 di subsektor serat, 220,556 orang di sub sektor pemintalan, 346,058 orang di subsektor barang tenunanlkain, 436,362 di subsektor garmen dan 257,074 orang di subsektor produk tekstillain-lain. Tabel 3.2 sampai tabel 3.7 merangkum gambaran umum sektor tekstil dan produk tekstil Indonesia dalam periode tahun 2004 sampai 2008.
Universitas Indonesia
44
Tabel 3.6 Data- Fakta Subsektor Garment 2004- 2008 Parameter
Satuan
Jumlah Perusahaan
unit
Nilai lnvestasi
USDGuta)
Kapasitas TerpasanQ
2004
2005
2006
2007
2008
04-08
861
856
897
913
979
13.70%
2,991
2,984
3,318
4,062
4,180
39.75%
ton
666,748
678,000
754,000
767,449
781,781
17.25%
Jumlah TenaQa Keria
erg
353,590
346,294
360,685
408 368
435,565
23.18%
Nilai Produksi
USD {ribu)
6 209,000
5,546,000
5,995,000
6,021750
6,532,300
5.21%
Volume Produksi
ton
516,987
383,000
458,255
467,000
483,362
-6.50%
Nilai Ekspar
USD(ribu)
4,289,682
4,899,423
5,533,858
5,630,451
6,015,932
40.24%
Nilai lmpar
USD{ribu)
28,244
53,238
68,753
106,536
232,929
724.70%
Volume Ekspor
ton
324,926
366,959
397,560
397,753
415,090
27.75%
Volume Impart
ton
3,225
11,077
11,198
23,186
40,016
1140.81%
% 77.54 Utilisasi 56.49 60.78 60.85 Sumber: BKPM, BPS, Departemen Penndustnan Data diolah oleh Direktorat Industri Tekstil dan Produk Tekstil
61 .83
-20.26%
Tabel3.7 Data- Fakta Subsektor Produk Tekstil Lain-Lain 2004- 2008 Parameter
Satuan
Jumlah Perusahaan
unit
Nilai lnvestasi
USD (iuta)
Kapasitas Terpasang
2004
2005
2006
2007
2008
04-08
524
524
526
529
532
1.53%
60,790
60,790
62,135
62,1 48
63,949
5.20%
ton
101,454
101,454
105,189
105,207
110,000
8.42%
Jumlah Tenaga Kerja
erg
249 280
249,280
249,442
250 937
257,074
3.13%
Nilai Produksi
USDlribu)
375 000
431,000
451 000
498 988
509100
35.76%
Volume Produksi
ton
43,671
100,000
103,156
105,036
100,985
131.24%
Nilai Ekspor
USD {ribu)
259,644
301,597
325,993
354,164
352 972
35.94%
Nilai lmpor
USD {ribu)
57,662
77,491
114,511
114,511
225,832
291.65%
Volume EksRQr
ton
89485
95,088
101,322
101 305
95,142
6.32%
Volume Impart
ton
27,239
33,348
47,49
51524
71665
163.10%
Utilisasi % 43.05 98.57 98.067 99.84 Sumber: BKPM, BPS, Departemen Penndustnan Data diolah oleh Direktorat Industri Tekstil dan Produ.lc Tekstil
91.8
113.24%
3.4.2 Permasalahan yang Dihadapi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ermina Miranti (2007), Industri tekstil Indonesia menghadapi setidaknya tiga permasalahan utama. Pertama, saat ini kebanyakan dari mesin-mesin tekstil telah berusia sangat tua. Menurut catatan Ditjen ILMETA, Departemen Perindustrian RI, dari seluruh mesin TPT yang ada (8.38 juta unit mesin) pada 2005, sekitar 5.49 juta unit atau 66 persen diantaranya telah berusia diatas 20 tahun. Di Industri pemintalan jumlah mesin yang berusia diatas 20 tahun mencapai 64.4 persen. Sementara itu di industri pertenunan jumlahnya mencapai 82.1 persen, perajutan 84.1 %, finishing
Universitas Indonesia
45
93.2% dan pakaian jadi atau garmen 78%. Dengan kondisi mesin-mesin yang sudah sangat tua tersebut, produktivitas industri TPT Indonesia diperkirakan menurun hingga 50 persen. Tabel3.8 Jumlah Mesin Industri TPT Usia 20 Tahun Jenis Industrl
Satuan
Jumlah mesin
Mesin usia 20 thn 0/o lumlah
Pemintalan MP 7.803.241 5.025.287 644 Pertenunan ATM 248.957 204.393 82,1 MR 41.312 34.743 84,1 Peraiutan Anishlno Unit 93,2 349 325 Pakalan Jadi MSJ 290.838 226.854 78 0 Sumber: The Industrial Strategy Proposal, JETRO Jakarta 2005 Data diolah oleh Direktorat Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Permasalahan kedua yang cukup serius adalah maraknya tekstil impor ilegal yang masuk ke pasar domestik terutama dari China. Jumlah tekstil ilegal ini ditengarai menguasai hingga 50 persen pasar tekstil domestik yang mencapai 1.013 ribu ton pada 2006. Diperkirakan produk TPT ilegal yang masuk melalui pelabuhan mencapai 74 persen dan melalui bandara 25 persen. Permasalahan ketiga adalah biaya energi yang relatif mahal sehingga mengganggu daya saing produk tekstil Indonesia. Pada 2005 misalnya, biaya listrik yang dikeluarkan industri TPT Indonesia mencapai US$ 0.08 (8 cent/kwh). Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan biaya energi di negara lain seperti: China yang hanya sebesar 7,6 cent/kwh , Vietnam 7 cent/kwh, Pakistan 6,6 cent/kwh, dan Bangladesh 3 cent/kwh.
3.5 Kebijakan lndustri dan Perdagangan Tekstil 3.5.1
Kebijakan Perdagangan Tekstil Dunia
Proteksi tekstil dan produk tekstil telah menjadi sejarah yang panjang di negara Amerika Serikat dan Eropa. Pada tahun 1950an, Jepang, Hong Kong, China, India, dan Pakistan menyetujui secara sukarela untuk membatasi ekspor TPT dari kapas ke pasar Amerika Serikat. Pada tahun 1960an Longterm Agreement (LTA) dalam perdagangan intemasional tekstil kapas ditandatangani dengan bantuan General Agreement Tariff on Trade (GATT). LTA melakukan beberapa negoisasi hingga akhimya digantikan dengan Multi Fiber Agreement
Universitas Indonesia
46
(MFA) pada tahun 1974. Setelah itu, beberapa perkembangan yang tetjadi dalam perdagangan tekstil dunia dapat dijelaskan sebagai berikut.
A.
Multi Fiber Agreement 1974-1994 Dari tahun 1974 sampai akhir putaran Uruguay, perdagangan TPT diatur
dalam kerangka MFA, yaitu suatu kerangka petjanjian yang bersifat sepihak (bilateral atau unilateral) untuk menetapkan kuota dalam membatasi impor ke negara-negara tertentu yang industri domestiknya sedang menghadapi masalah serius atau gangguan pasar dari impor yang meningkat dengan cepat. Menurut Hady (2004), kuota MFA mempunyai beberapa karakteristik, yaitu: Kebijakan MFA berimpilakasi diskriminasi pada negara eksportir dan tidak kepada negara yang lain. Kuota dinegosiasikan secara bilatetal dan tidak berlaku global, antara negara satu dengan negara lain berbeda dalam cakupan produk serta tingkat pembatasannya. Kuota tersebut terlibat secara terbatas dalam ekspor, transferring rent dari negara importer ke negara eksportir.
Negara-negara maju yang menerapkan sistem kuota di bawah naungan MFA adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Austria, Kanada, Finlandia, dan Norwegia. Pada Januari 1995, MFA digantikan dengan Agreement on Textiles and
Clothing atau ATC.
B.
Agremeent on Textiles and Clothing (ATC) tahun 1995- 2004 ATC merupakan sarana transisi ke dalam proses integrasi penuh dan
dibangun berdasarkan unsur-unsur kunci sebagai berikut. Pertama, pemenuhan produk berdasarkan volume perdagangan TPT tahun 1990 dan produk yang diintegrasikan harus mencakup benang, kain, pakaian jadi dan produk tekstil yang diolah. Kedua, terdapat mekanisme safeguard khusus untuk menangani kasuskasus yang berhubungan dengan ancaman serius terhadap produsen domestik sepanjang periode transisi. Selanjutnya, menetapkan Badan Pengawas Tekstil
(Textiles Monitoring BodyffMB) untuk mengawasi pelaksanaan dari persetujuan
Universitas Indonesia
47
dan memastikan bahwa aturan-aturan dijalankan sesuai ketentuan. Terakhir, ketentuan-ketentuan lain mencakup aturan atas tindakan circumvention terhadap kuota, administrasi, perlakuan pembatasan non MFA, dan komitmen sesuat prosedur dan persetujuan WTO yang berkaitan dengan sektor ini. Cakupan produk yang didaftarkan dalam lampiran ATC meliputi semua produk yang tunduk kepada MFA atau MFA-type quota sedikitnya di satu Negara pengimpor. Proses pengitegrasian, sesuai dengan artikel 2 ATC, menetapkan anggota mengintegrasikan produk-produk terdaftar dalam lampiran ke dalam ketentuan-ketentuan GATT 1994 sepanjang periode 10 tahun. Proses integrasi itu sendiri secara bertahap dilakukan dalam 4 (empat) tahap yaitu: Tahap I: 16% dari total daftar TPT sejak 1 Januari 1995 untuk masa 1 (satu) tahun. Tahap II: 17% dari total daftar TPT (menjadi 33%) sejak 1 Januari 1998 untuk masa 3 (tiga) tahun. Tahap III: 18% dari total daftar TPT (menjadi 51%) sejak 1 Ja..'luari 2002 untuk masa 7(tujuh) tahun. Tahap IV: Selebihnya 49% dari total daftar TPT (100%) berakhir 1 Januari 2005 untuk masa 10 (sepuluh) tahun. Dengan demikian, setelah tahun ke 10 perdagangan TPT dunia menjadi bebas dari sistem kuota yaitu tepatnya pada tanggall Januari 2005.
C.
Textile Monitoring Body Textile
Monitoring
Body
(TMB)
dibentuk
untuk
mengawast
implementasi ATC, menguji semua ukuran dan tindakan yang diambil sesuai dengan persetujuan dan memastikan sesuai dengan aturan. TMB bertugas memonitor tindakan yang diambil apakah sesuai dengan kerangka persetujuan dan memastikan anggota untuk tetap konsisten serta melaporkan kepada Council for Trade in Goods. Hal ini dilakukan untuk meninjau ulang operasi persetujuan
Universitas Indonesia
48
sebelum masing-masing tahapan proses pengintegrasian selanjutnya dilaksanakan. Selain itu TMB juga berwenang untuk menangani penyelesaian perselisihan untuk dibawa ke Badan Perselisihan Reguler WTO. 3.5.2
Kebijakan Perdagangan Tekstil di Indonesia
1. Kebijakan Ekspor
Dengan berakhirnya kuota Tekstil dan Produk Tekstil dalam Agreement
on Textile and Clothing (ATC) pada tanggal 31 Desember 2004, maka pada tanggal 1 J anuari 2005 perdagangan TPT Indonesia mengikuti ketentuan urnurn WTO. Untuk meningkatkan, mengembangkan, dan menjamin kepastian usaha di bidang TPT, maka melalui Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 04/M/Kep/12/2004 yang ditetapkan bulan Desember 2005 dengan masa berlaku tanggal1 Januari 2005 ditetapkanlah ketentuan ekspor TPT Indonesia. Dalam Keputusan Menteri tersebut, setiap ekspor TPT (HS 5001 sampai dengan HS 631 0) ke N egara Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, dan Turki wajib disertai Surat Keterangan Asal Barang (SKA) yang membuktikan bahwa barang tersebut berasal, dihasilkan, dan atau diolah di Indonesia.
2. Kebijakan Impor Untuk mengakomodir perubahan-perubahan yang sangat cepat di dalam kegiatan impor komoditi TPT, yang dilatarbelakangi oleh keterbukaan pasar, meningkatnya persaingan, terdapatnya kebutuhan barang yang belum dapat diperoleh dari sumber dalam negeri, keinginan untuk mencegah terjadinya praktek perdagangan tidak adil dan untuk menjaga iklim usaha yang kondusif di dalam negri, maka pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 732/MPP/Kep/10/2002 tanggal 20 Oktober 2002 yang telah direvisi menjadi Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 15/MDAG/PER/5/2008 tanggal 5 Mei 2008 tentang Ketentuan Umum Impor Tekstil dan Produk Tekstil. Dalam peraturan tersebut diatas, pemerintah mengatur ketentuan sebagi berikut:
Pertama, setiap importasi TPT (HS 5208 sampai dengan 6307 sesuai dengan lampiran peraturan tersebut) hanya dapat dilakukan oleh perusahaan
Universitas Indonesia
49
yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Tesktil (IPTekstil) dan lisensi tersebut dilarang untuk dipeijualbelikan maupun dipindahtangankan. Pengakuan IP-tekstil dikeluarkan oleh Direktur Impor,
Departemen
Perdagangan
menggunakan bahan baku
karena
perusahaan
atau bahan penolong untuk
tersebut proses
produksinya.
Kedua, untuk dapat diakui sebagai IP-Tekstil, perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Impor dengan melampirkan surat Izin Usaha lndustri atau Tanda Daftar Industri atau izin yang setara dari instansi terkait, Nomor Pengenal Importir Khusus Tekstil dan Produk Tekstil (NPIK-TPT), Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) atau Angka Pengenal lmportir Terbatas (API-T), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Identitas Kepabeanan (NIK), rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri, Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka, Departemen Perindustrian, dan surat pernyataan rencana kebutuhan bahan baku atau bahan penolong dan pemasaran hasil produksi untuk 1 (satu) tahun yang ditandasahkan oleh penanggung jawab perusahaan.
Ketiga, perusahaan yang telah memperoleh pengakuan sebagai IP-Tekstil wajib menyampaikan laporan tentang pelaksanaan importasi tekstil kepada Direktur lmpor setiap 3 (tiga) bulan dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Direktur Jenderal lndustri Logam Mesin Tekstil dan Aneka dalam hal ini Direktur Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Departemen Perindustrian ..
Keempat, setiap importasi TPT wajib terlebih dahulu melalui proses verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat barang oleh pihak penilai (surveyor) yang dalam hal ini adalah PT. Surveyor Indonesia dan PT. SUCOFINDO.
Universitas Indonesia
BAB4 METODOLOGI PENELITIAN
Bah ini akan menjelaskan langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam penelitian. Secara garis besar bah ini berisikan penjelasan mengenai: kerangka pikir analisis, spesifikasi model, hipotesa penelitian, penjelasan variabel dan sumber data, metode analisa, pemilihan metode estimasi dan asumsi-asumsi dasar ekonometri.
4.1
Kerangka Pikir Penelitian Ide utama dari penelitian ini adalah mencoba mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor komoditi tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia ke pasar internasional. Keberadaan komoditi TPT sebagai salah satu komponen penyumbang devisa terbesar dari sektor ekspor non-migas menjadikan penelitian ini sangat menarik dan bermanfaat bagi kita semua terutama bagi semua pihak terkait dalam memformulasikan strategi atau meninjau ulang kebijakan perdagangan khususnya sektor TPT deng:m mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang yang dimiliki oleh Indonesia. Untuk lebih memudahkan pemahaman mengenai konsep dan ide dari penelitian ini, maka pada bagian awal bah ini akan diberikan kerangka fikir analisis yang merupakan penyederhanan dari latar belakang permasalahan yang mcnjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini. Kerangka pikir dari penelitian ini dapat disederhanakan seperti Gambar 4.1 di bawah ini.
4.2
Spesiflkasi Model Secara umum, dalam penelitian ini model yang digunakan mengacu
kepada Model Khumar dart Dhawan (1991) dan diperkaya dengan mengadopsi Model yang dikembangkan oleh Tan (2000). Namun demikian, secara rinci penulis
melakukan
beberapa
modifikasi
berupa
penambahan
dan/atau
pengurangan beberapa variabel yang tidak signifikan pada penelitian sebelumnya.
50
Universitas Indonesia
51
PendapaCil Riil Dunia
Daya beli masy dunia
Pq:~ulasi
Jumlctl konsumen
Dunia
8 8 7
Perminlaal Ekspcr ~
Nilai Tukar Nega-a Mitra dagCilg utma
Daya saing
,-----;
~ @
Kinerja EkspcrTPT
Ha-ga Relalif
Kapasilas Produksi dim Negri
-
Peningka!Cil produksi
8 l8
- h
y
PenerimaCil Devisa
-
Kesempa!Cil Kerja
- PertumbuhCil ekonomi - PengurCilgCil r-- -----; pengCilggurCil - PeningkaCII kesejahtera!ll
PerluasCil I-pCilgsa Pasa-
Pena.va-Cil Ekspcr Nilai Ekspcr Periode Sebelumnya
-
Perpuiii"Cil modal usctla
KebijakCil Deregulasi PerdagCilgCil
KemudctiCil usctla, produktifrtas
J
8 8
'I\
Gambar 4.1 Kerangka Pikir Penelitian
4.2.1 Model Struktural Berdasarkan hipotesis yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, maka model struktural dari kineija ekspor (permintaan dan penawaran) komoditi TPT Indonesia yang di usulkan dapat dispesifikasikan sebagai berikut: 1. Dari sisi permintaan:
X,d = J(WGD~,PR"USD"Euro"Yen"WPopJ
x,d =Po+ PiWGDP, + P2PR, + P3USD, + P4Euro, + f3sYen,
(4.1)
+ P6WPop, + e, Dalam bentuk persamaan double-log dapat dituliskan sebagai berikut: lnX,d =Po+ P 1 lnWGDP, + P2 lnPR, + P 3lnUSD, + P4 lnEuro,
+ P5 ln Yen, + P6 ln WPop, + e,
(4.2)
2. Dari sisi penawaran:
x: = f(DomCAP,,PR"EXH,dDERJ Universitas Indonesia
52
(4.3) Dalam bentuk persamaan double-log dapat dituliskan sebagai berikut: lnx:
= a 0 +a 1 lnDomCA~ +a2 lnPR1 +a3 lnEX1_ 1 +a4 DDER1 +&1
(4.4)
3. Kondisi equilibrium (market clearance):
Xd =Xs
(4.5)
Keterangan simbol: : Kineija/volume permintaan ekspor TPT. : Kineija/volume penawaran ekspor. WGD~
: Pendapatan riil dunia .
PR1
: Harga relatifkomoditi TPT yang diamati.
USD1
: Nilai tukar nominal mata uang Dolar terhadap Rupiah.
Euro1
: Nilai tukar nominal mata uang Euro terhadap Rupiah.
Yen 1
: Nilai tukar nominal mata uang Yen terhadap Rupiah.
WPop 1
: Populasi dunia.
DomCA~
: Kapasitas produksi industri TPT dalam negeri.
EXt-t DDER1
: Nilai ekspor TPT pada periode sebelumnya. : Variabel dummy untuk kebijakan deregulasi. :Residual.
Model di atas merupakan model simultan dimana terdapat hubungan dua
xd dengan xs serta antara variabel xd dan xs dengan variabel jelaslah bahwa variabel Xd, xs dan PR merupakan variabel
arah antara variabel PR. Karena itu
endogen, sedangkan variabel-variabel lainnya adalah variabel eksogen. Karena parameter-parameter dalam persamaan struktural - persamaan (4.1) dan (4.3) tidak dapat begitu saja diduga dengan metoda OLS, maka sistem persamaan simultan tersebut perlu ditransformasikan terlebih dahulu ke dalam bentuk persamaan tereduksi (reduced form).
4.2.2 Model Tereduksi Secara matematis prosedur pembentukan persamaan reduksi dari persamaan simultan adalah sebagai berikut: Pada kondisi kesetimbangan, persamaan (4.1), (4.3) (4.5) dapat dituliskan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
53
Model tereduksi untuk Harga Relatif (PR) diperoleh sebagai berikut:
PR1 =
1
(a2 -
P2 )
{
4
1
1
(4.6a)
+ P6 WPop 1 -a 1 DomCA~ -a 3 EXI-I -a4 DDER1 +u 1 }
PR = (Po- ao) + (a2-p2)
1
Ps
+
(a2- P2)
p 1 WGDP + p 3 USD + p 4 Euro 1 1 1 (a2-p2) (a2-p2) (a2-p2)
Yen1 +
p6
Pop 1 -
(a2- P2)
a1 DomCA~ - a 3 EX1_1 (a2- P2) (a2- P2)
(
4.6b)
a~ DDERt + ut (a2- P2) (a2- P2) atau disederhanakan menjadi:
PR1 = B0 +B1 WGD~ +B2USD1 +B3 Euro1 +B4 Yen1 +B5 Pop1 +B6 DomCA~
+ B7 EXt-1 + B8 DDER1 + U 1
(4.6c)
Dimana:
Universitas Indonesia
54
Model Permintaan Ekspor Tereduksi (Reduce Form): Subsitusikan persamaan harga relatif (pers. 4.6a) ke dalam persamaan permintaan (pers. 4.1) sehingga dapat dituliskan sebagai berikut.
x,d =Po+ PtWGD~ + P2PR, + P3USD, + P4Euro, + PsYen, + P6WPop, +e,
{
x,d =Po+ PtWGD~ +
x,d
=(Po + PoP2 - aoP2 J+ ~-A
+
(p
1
+ P1P2
~-A
Jwan~ +
(p
3
+ P3P2 Jusn, ~-A
JEuro, + (Ps + PsP2 ]Yen, + (p6 + p6p2 JwPop, (p4 + a2P4f32 a2 - P2 a2 - P2 - P2
-( a 1p 2 ~-A
a 3p 2 JEX,_ 1-( a 4p 2 JnDER, +( P 2 u, -e,J JnomCA~ -( ~-A ~-A ~-A
Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
X,d =o-0 +u1 WGD~ -u2USD, +u3 Euro1 +u4Yen1 +u5 WPop 1 +u6 DomCA~
(4.7)
+u7 EX,_1+u8DDER, +u',
Dimana:
u' I
=(
p2 p u -e
a2-
2
I
I
J
Model Penawaran Ekspor (Reduce Form): Subsitusikan persamaan harga relatif (pers. 4.6a) ke dalam persamaan penawaran (pers. 4.3) sehingga dapat dituliskan sebagai berikut.
Universitas Indonesia
55
x; = a
a2 {(fi0 -a0 )+ P,WGDP, + fi 3USD, + fi4 Euro, (a2- P2) + fi 5 Yen+ fi6 WPop, -a,DomCAP, -a3 EX,_1 -a4 DDER, +u,}, +a 3 EX,_ 1 ·
0
+a,DomCAP, +
+ a 4 DDER1 + & 1
Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
x; =A.
0
+A.WGDP, -A.2 USD1 +~Euro, +A.4 Yen, +A.5 WPop,
+ A.6 DomCAP, + A.,EX1_ 1 + Ap,DDER, + u" 1
(4.8)
Dimana:
u" I
=( a2-a2p u -&) I
I
2
4.3
Hipotesa Penelitian Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, baik terhadap teori-
teori dasar perdagangan intemasional ataupun hasil-hasil studi empiris yang telah dilakukan sebelumnya, hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia dapat dilihat dari dua sisi yang saling berinteraksi dan pengaruh-memengaruhi yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Karena itulah dalam penelitian ini pengamatan dan analisis dilakukan dari kedua sisi tersebut.
Universitas Indonesia
56
1. Dari sisi permintaan: a. Ho:
~i
= 0;
WGDPt (pendapatan riil dunia), PRt (harga relatit), USDt (Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika), Eurot (Nilai tukar Rupiah terhadap Euro ), Yent (Nilai tukar Rupiah terhadap Yen), Wpopt (Populasi dunia) masing-masing tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Xt d (permintaan ekspor) komoditi TPT Indonesia.
b. H1 : ~i # 0; WGDPt (pendapatan riil dunia), PRt (harga relatit), USDt (Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika), Eurot (Nilai tukar Rupiah terhadap Euro ), Yent (Nilai tukar Rupiah terhadap Yen), Wpopt (Populasi dunia) masing-masing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Xt d (permintaan ekspor) komoditi TPT Indonesia.
2. Dari sisi penawaran: a. Ho: ai = 0; DomCAPt (Kapasitas produksi domestik), PRt (harga relatit), EXt_ 1 (Nilai ekspor periode sebelumnya) dan DDERt (kebijakan deregulasi) masingmasing tidak mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap Xt s (penawaran ekspor) komoditi TPT Indonesia.
b. HI : ai # 0; DomCAPt (Kapasitas produksi domestik), PRt (harga relatit), EXt-1 (Nilai ekspor periode sebelumnya) dan DDERt (kebijakan deregulasi) masingmasing tidak mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap Xt s (penawaran ekspor) komoditi TPT Indonesia.
Penjelasan dan arah hubungan dari hipotesis di atas adalah sebagai berikut:
1. Dari sisi permintaan: a. Pendapatan riil dunia diduga secara positif dan signifikan mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia. Apabila tetjadi kenaikan pendapatan dunia maka permintaan terhadap komoditi TPT Indonesia akan meningkat,
Universitas Indonesia
57
sehaliknya hila pendapatan dunia turun maka akan berpengaruh terhadap turunnya permintaan terhadap TPT dari Indonesia. b. Nilai tukar nominal Rupiah terhadap mata uang negara mitra dagang utama (USD, Euro dan Yen) diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan ekspor TPT. Semakin tinggi kurs Rupiah terhadap mata uang negara mitra dagang utama (depresiasi) maka harga komoditi Indonesia di pasar intemasional relatif murah sehingga permintaan terhadap rupiah akan meningkat. Sehaliknya hila nilai tukar Rupiah menguat (apresiasi) maka harga komoditi dari Indonesia akan relatif lebih mahal di pasar intemasional yang menyehahkan permintaan akan menurun. c. Harga relatif, yaitu rasio antara harga ekspor dengan whole sale price index, memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan
ekspor TPT Indonesia. Semakin tinggi harga relatif diduga permintaan terhadap TPT dari Indonesia menjadi berkurang dan hila harga relatif rendah maka akan makin besar permintaan terhadap komoditi TPT dari Indonesia. d. Populasi dunia diduga memiliki dampak positif dan signifikan terhadap permintaan ekspor komoditi TPT Indonesia. Pertamhahan populasi dunia akan menyebahkan permintaan terhadap TPT Indonesia meningkat. Sehaliknya, berkurangnya populasi dunia diduga dapat menyebahkan penurunan permintaan terhadap TPT Indonesia.
2. Dari sisi penawaran: a. Harga relatif diduga memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap penawaran ekspor komoditi TPT. Bila harga relatif tinggi maka produsen akan merasa ekspor lebih menguntungkan dihanding hila produk dijual di pasar domestik. Akibatnya hila harga relatif tinggi maka penawaran komoditi TPT untuk ekspor menjadi meningkat, sebaliknya hila harga relatif rendah maka kecenderungan untuk mengekspor menjadi lebih rendah.
Universitas Indonesia
58
b. Kapasitas produksi industri TPT dalam negeri diduga memiliki pengaruh positifterhadap penawaran ekspor komoditi TPT. Semakin besar kapasitas produksi komoditi TPT maka penawaran untuk tujuan ekspor menjadi semakin besar pula. Alasannya adalah bahwa bila kapasitas produksi semakin besar maka otomatis produksi akan meningkat. Peningkatan jumlah produksi dapat menyebabkan biaya produksi rata-rata per unit produk menjadi berkurang sehingga produk bisa dijual dengan harga yang lebih murah. Sementara itu tingginya produksi dapat menyebabkan sisa komoditi yang diserap pasar domestik menjadi semakin besar pula. c. Nilai Ekspor komoditi TPT periode sebelumnya diduga berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran ekspor pada periode saat ini. Kenaikan nilai ekspor periode sebelumnya akan menyebabkan perusahaan menaikkan produksinya. Sebaliknya bila nilai ekpor periode sebelumnya turun, maka perusahaan akan mempertimbangkan untuk mengurangi
produksinya untuk periode berikutnya. d. Kebijakan deregulasi di bidang industri dan perdagangan diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran ekpor komoditi TPT. Penerbitan deregulasi
di bidang industri dan perdagangan
akan
menyebabkan batasan perdagangan dan/atau biaya produksi menjadi scmakin berkurang. Sehingga deregulasi diduga mampu merangsang produsen untuk lebih meningkatkan produksinya. Dan bahkan hal ini bisa merangsang pertumbuhan industri tekstil karena industri ini menjadi lebih menarik bagi pemain-pemain baru. Maka setiap penerbitan deregulasi di bidang industri dan perdagangan yang terkait dengan industri TPT akan membuat besarnya penawaran komoditi TPT menjadi meningkat secara signifikan.
4.4
Pemilihan Komoditi dan Deskripsi Data
4.4.1 Pemilihan Komoditi Untuk menyederhanakan pembahasan dan analisa maka digunakan enam komoditi tekstil dan produk tekstil (TPT) sebagai perwakilan dari keseluruhan jenis komoditi TPT yang diperdagangkan. Berdasarkan kodefikasi dengan
Universitas Indonesia
59
Harmonized System (HS) 9 (sembilan) digit, keenam komoditi yang menjadi objek penelitian dimaksud dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Objek Penelitian dan Kodefikasi Produknya
Komoditi
KodeHS
Komoditi 1
380991000
(K1) Komoditi 2
420222000
(K2) 590320000
610449000
Komoditi 5 (K5) Komoditi 6 (K6)
Finishing agent of a kind used in the textile industry Handbags with outer surface of plastic sheeting
Industri hulu
Industri hilir
lndustri antara
polyurethane Women's dress knitted or crocheted of
Komoditi 4 (K4)
Keterangan
Textile fabrics impregnated, coated with
Komoditi 3 (K3)
Nama Produk
630239000
640419190
Industri hilir
other textile materials Other
bed linen
of other
textile
materials Other sport footwear of rubber for other
lndustri hilir
Industri hilir
Sumber: BPS dan Kementrian Perdagangan
Pemilihan keenam komoditi tersebut di atas sebagai objek penelitian didasari oleh beberapa pertimbangan. Pertama, komoditi yang dijadikan objek penelitian sedapat mungkin bisa mewakili subsektor-subsektor industri tekstil seperti industri hulu (serat dan pemintalan), industri antara (Barang tenunan dan kain) serta industri hilir (pakaian jadi dan produk tekstil lain-lain). Alasan kedua didasari oleh nilai dan volume ekspor keenam komoditi tersebut di atas yang relatif besar bila dibandingkan dengan komoditi lainnya. Sedangkan alasan ketiga lebih kepada keterbatasan data yang tersedia terutama terbatasnya ketersediaan data nilai dan volume ekspor komoditi tekstil dalam bentuk triwulan. Dari keenam komoditi terpilih di atas, Komoditi 1 merupakan produk tekstil yang berbentuk barang setengah jadi yang ditujukan bagi industri tekstil lainnya, sehingga komoditi ini digolongkan ke dalam kelompok komoditi industri hilir. Komoditi 3 merupakan produk tekstil yang berupa barang tenunan, sehingga dapat digolongkan sebagai kelompok komoditi industri antara. Semantara itu,
Universitas Indonesia
60
komoditi 2, 4, 5 dan 6 merupakan produk tekstil yang berupa final goods, sehingga dapat digolongkan sebagai kelompok komoditi industri hilir. 4.4.2
Deskripsi Data Khusus untuk data nilai dan volume ekspor komoditi TPT dapat
dijelaskan bahwa data ini diperoleh dari bagian Badan Pusat Statistik dalam bentuk data mentah (bukan data publikasi). Data mentah yang diperoleh secara umum memberikan informasi mengenai akumulasi nilai dan volume ekspor dari komoditi TPT tiap triwulannya ke masing-masing negara tujuan ekspomya. Secara mendetail, data ini memperlihatkan bahwa untuk setiap triwulannya sering kali tetjadi perubahan negara tujuan ekspor. Misalnya Komoditi 1, pada triwulan I dan II tahun 2000 tercatat negara tujuan ekspor komoditi ini sebayak 19 negara, namun pada triwulan III negara tujuan ekspomya tercatan menjadi 22 negara, lalu pada triwulan IV menjadi 25 negara. Contah lainnyanya Komoditi 3, data ekspor komoditi ini ke Jepang pada tahun 1999 memperlihatkan bahwa perdagangan tetjadi hanya pada kwartal II saja sebesar USD 120.117,- sementara pada kwartall. III dan IV tercatat ekpor komoditi ini ke Jepang adalah nol. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian terdahulu bahwa penelitian ini menggunakan data runut waktu triwulanan dari triwulan I tahun 1998 sampai triwulan II tahun 2008. Dengan demikian untuk variabel volume ekspor akan terdapat sebanyak 42 observasi sedangkan variabel nilai ekspor periode sebelumnya hanya 41 observasi karena data nilai ekspor triwulan IV 1997. Untuk menanggulangi ketidaksamaa jumlah observasi ini maka observasi volume ekspor triwulan I tahun 1998 dihilangkan sehingga akan dihasilkan jumlah observasi sebanyak 41 buah observasi. Selain itu, untuk Komoditi 6 jumlah observasi hariya betjumlah 39 observasi saja. Hal ini disebabkan karena data nilai dan volume ekspor untuk triwulan I dan II tahun 2008 tidak tersedia.
4.5 4.5.1
Penjelasan Variabel Variabel Volume Ekspor Volume ekspor digunakan untuk mewakili variabel Permintaan Ekspor
(_xd) dan variabel Penawaran Ekspor (X5 ). Penggunaan data volume ekspor (bukan
Universitas Indonesia
61
nilai ekspor) dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pengaruh inflasi sehingga pendugaan yang dilakukan natinya menjadi lebih realistis. Data volume ekspor pada penelitian ini bersumber dari BPS dengan berbentuk data runtut waktu triwulanan. Penelitian ini mengunakan volume ekspor komoditi TPT dalam satuan kilogram (kg).
4.5.2
Variabel Harga Relatif Harga relatif merupakan rasio antara harga ekspor dengan harga produk
di negara mitra dagang. Data harga ekspor diperoleh dengan cara membagi nilai ekspor dengan jumlah volume ekspor masing-masing komoditi yang menjadi objek pengamatan. Sementara itu harga di negara mitra dagang menggunakan data Indeks Harga Pedagang Besar (IHPB) masing-masing negara mitra dagang. Dalam penelitian ini data IHPB negara mitra dagang adalah data IHPB dengan harga konstan tahun 2000. Secara sederhana data untuk variabel Harga Relatif diperoleh dengan formula berikut:
=
PR I
dimana : PRt
=
PXI IHPBI
(4.9)
Harga relatif pada peri ode t.
PXt
=
Harga Ekspor pada periode t.
IHPBt = lndeks Harga Pedagang Besar tektil dunia periode t.
Berdasarkan teori permintaan dan penawaran, variabel harga akan mempengaruhi permintaan dalam arah yang negatif sementara penawaran dipengaruhi dalam arah yang positif. Karena itu, dengan mengasumsikan variabel lain tidak mengalami perubahan maka peningkatan/penurunan harga relatif akan menyebabkan permintaan ekspor terhadap komoditi TPT Indonesia menjadi berkurang I bertambah dan sebaliknya penawaran ekspor komoditi TPT menjadi bertambah I berkurang. Sehingga dapat dituliskan secara matematis:
xd = f(PR) Xs =f(PR)
ax
; aP~ < o
... (4.10)
. axs
... (4.11)
'8PR
<0
Universitas Indonesia
62
4.5.3
Variabel Kapasitas Produksi Kapasitas produksi menggambarkan stok kapital yang ada pada suatu
industri yang meliputi mesin, gedung dan sumber daya bukan manusia (Tan, 2000). Peranan kapital ini terhadap kinerja produksi suatu perusahaan sangat penting sebagaimana yang diperlihatkan oleh fungsi produksi Cobb-Douglas dan CES yang memperlihatkan adanya hubungan positif antara jumlah kapital dengan jumlah barang yang diproduksi. Pengaruh positif kapasitas produksi ini dapat dijelaskan dari dua aspek. Pertama, dengan meningkatnya kapasitas produksi (peningkatan kapital) maka kemampuan perusahaan untuk berproduksi akan meningkat yang akan menyebabkan meningkatnya ekpor (diasumsikan faktor lain seperti permintaan dalam negeri konstan). Kedua, dengan meningkatnya kapasitas produksi, maka biaya produksi perunit akan menurun (produksi makin efisien) sehingga harga produk di pasar akan turun (meningkatnya daya saing). Dengan demikian, hubungan antara kapasitas roduksi dengan penawaran ekspor dapat dituliskan sebagai berikut:
Xs
= f(domCAP)
.
axs
' 8domCAP
>0
... (4.11)
Data untuk variabel kapasitas produksi dapat diperoleh dengan dua altematif yaitu: Pertama: dengan menggunakan data proxy. Berdasarkan penelitian-penelitian yang pemah dilakukan sebelumnya, sebagai alat proxy dapat digunakan empat altematif variabel yaitu: [a], data Tren GDP (Goldein and Khan 1978, Bond 1985); [b], data Indeks Produksi Sektoral (Donges and Riedel 1977, Balassa 1986); [c], data Indeks Kapasitas Domestik yang diukur dari tren output (Cristian Moran 1988); [d] data Nilai Tambah Bruto (NTB) sektor industri TPT (Ahmed and Chibber, 1990). Kedua: dengan menggunakan formula tertentu sehingga dapat dihitung besamya stok kapital.
Pada studi ini akan digunakan data proxy yaitu data Nilai Tambah Bruto (NTN) sektor industri TPT berdasarkan harga konstan tahun 2000 dengan alasan
Universitas Indonesia
63
yaitu: (1), besamya NTB dapat menggambarkan besamya kapasitas produksi dengan asumsi harga input, harga penjualan relatif konstan; (2), ketersediaan data NTB. Dengan menggunakan formula tren dimana NTB sebagai variabel terikat dan waktu sebagai variabel bebas, maka tren NTB sektor industri TPT dapat dihitung. Sebagai catatan, penggunaan data Nilai Tambah Bruto sektoral sebagai proxy dari kapasitas produksi dalam penelitian ini memiliki sedikit kelemahan dimana data NTB dihitung berdasarkan SIC, sementara nilai ekspor komoditi dihitung berdasarkan sistem HS, dengan demikian akan terdapat beberapa produk yang tidak tercakup dalam kedua sistem ini secara bersamaan.
4.5.4
Variabel Pendapatan Rill Dunia Gross Domestic Product (GDP) merupakan salah satu indikator
kemajuan ekonomi suatu negara yang dapat digunakan untuk mewakili variabel pendapatan dunia. Peningkatan GDP lazimnya akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan produk impor atau dapat dikatakan bahwa peningkatan GDP negara pamer dagang memilikikorelasi yang positif dengan permintaan barang dari negara pengekspor. Sehingga hila secara aggregat GDP dunia mengalami peningkatan maka dapat disimpulkan bahwa potensi permintaan teradap komoditi TPT Indonesia juga akan mengalami peningkatan. Hubungan positif antara GDP dunia (WGDP) dengan permintaan ekspor dapat dituliskan sebagai berikut:
Xd =
f
(WGDP)
;
axd 8WGDP
>0
... (4.12)
Variabel ini menggunakan data GDP riil dunia dengan harga konstan tahun 2000. Alasan penggunaan GDP riil, dibanding GDP nominal, adalah untuk menghilangkan pengaruh dari inflasi sehingga data pertumbuhan ekonomi negara mitra lebih mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa GDP riil mengukur nilai barang dan jasa dalam harga konstan sedangkan GDP nominal mengukur harga barang dan jasa dengan harga berlaku. Nilai GDP riil diperoleh dengan cara membagi nilai GDP nominal dengan GDP deflator. Sebagimana variabellainnya, data GDP riil juga berbentuk data runtut waktu triwulanan. Sumber data yang digunakan berasal dari IMF.
Universitas Indonesia
64
4.5.5
Variabel Nilai Tikar Rupiah terhadap Mata Uang Negara Mitra Dagang Utama Nilai tukar mata uang (kurs) suatu negara dapat dibedakan atas nilai
tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal lebih memperlihatkan harga relatif mata uang domestik terhadap mata uang asing. Sementara nilai tukar riil menggambarkan daya saing produk ekspor manufaktur indonesia pada pasar internasional. Penelitian ini menggunakan nilai kurs nominal karena berdasarkan teori Paritas Daya Beli atau Purchasing Price Parity (TPDB atau PPP), nilai tukar nominal dapat mencerminkan nilai tukar efektif. Dalam penelitian ini, pengaruh nilai tukar nominal dipecah menjadi tiga variabel yaitu kurs Rupiah terhadap Dolar, kurs Rupiah terhadap Euro dan kurs Rupiah terhadap Yen. Hal ini disebabkan karena dalam penilitian ini analisis yang dilakukan bersifat global yaitu untuk mengamati perilaku variabel-variabel yang mempengaruhi kinetja ekspor komoditi TPT Indonesia ke seluruh dunia (ke semua negara yang bermitra dagang dengan Indonesia). Dengan alasan ini, jelas akan menjadi bias hila mengabaikan pengaruh nilai tukar mata uang negaranegara lain - selain USD -
sementara mereka juga bermitra dagang dengan
Indonesia. Akan tetapi, karena intensitas perdagangan Indonesia dengan semua negara mitra tidak sama, maka diduga hanya nilai tukar terhadap negara mitra dagang utama saja (Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa) yang memiliki pengaruh yang dominan. Perlu digaris bawahi bahwa pengertian negara mitra dagang utama di sini adalah negara yang menjadi tujuan ekspor utama bagi komoditi TPT Indonesia. Dalam penelitian ini, nilai tukar (nominal) rupiah terhadap mata uang negara mitra dagang didefenisikan sebagai nilai 1 (satu) satuan mata uang asing yang dikonfersikan ke dalam nilai rupiah. Sebagai contoh: hila nilai 1 dolar Amerika Serikat setara dengan 9.300,- Rupiah, maka dapat dinyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap USD adalah Rp.9.300,-. Dengan defenisi ini, hila nilai tukar rupiah melemah (kurs menjadi meningkat), secara teoritis harga komoditi asal Indonesia akan menjadi lebih kompetitif karena konsumen di negara mitra merasa harga komoditi Indonesia menjadi relatif lebih murah dibandingkan sebelumnya. Apabila faktor lain dianggap tidak berubah maka melemahnya nilai
Universitas Indonesia
65
tukar Rupiah ini dapat menyebabkan permintaan dari konsumen di negara mitra dagang menjadi meningkat. Hubungan positif antara variabel permintaan ekspor (Xd) dengan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara mitra dagang utama
(USD, Euro, dan Yen) dapat dituliskan sebagai berikut.
Xd
=f(USD)
Xd
=f(Euro)
Xd
=/(Yen)
axd 'ausn axd ' oEuro
. axd
>0
... (4.13)
>0
... (4.14)
>O
... (4.15)
' oYen
Pada penelitian ini, sumber data nilai tukar nominal diperoleh dari International Financial Statistics (IFS), dimana dalam IFS terdapat 2 kategori data nilai tukar nominal yaitu berdasarkan data harga pasar rata-rata dalam triwulan (kode rf) dan berdasarkan harga akhir periode triwulan (kode rd). Dalam studi ini digunakan data NER berdasarkan harga pasar rata-rata triwulan karena lebih menggambarkan rata-rata fluktuasi nilai tukar dalam setiap periodenya, sehingga pengaruh nilai tukar terhadap fluktuasi ekspor akan lebih terlihat.
4.5.6
Varia bel Nilai Ekspor Periode Sebelumnya V ariabel nilai ekspor peri ode sebelumnya dinotasikan dengan simbol
EX1-1. Menurut hasil penelitian Tan (2000), variabel ini diduga akan memberikan pengaruh positif terhadap penawaran ekspor periode berikutnya karena devisa yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk menambah modal keija perusahaan dan digunakan untuk membeli bahan baku atau barang modal yang digunakan untuk proses produksi berikutnya. Walaupun secara teoritis nilai ekspor sebelumnya bukan saja EXt-1 tetapi EXt-1 dan seterusnya sampai EXt-n· Namun semakin besar lagnya akan menyebabkan semakin kecil pengaruhnya terhadap penawaran ekspor periode sekarang
c.r t).
Hubungan positif antara penawaran ekspor dengan nilai ekspor periode sebelumnya dapat dinotasikan sebagai berikut:
; axs
OEX1_1
>0
... (4.16)
Universitas Indonesia
66
4.5. 7
Varia bel Populasi Donia Pertambahan populasi dunia akan menambah jumlah konsumen yang
berpotensi untuk menambah jumlah pennintaan terhadap suatu komoditi. Dalam penelitian ini variabel populasi dunia diwakili dengan simbol WPopr yang memperlihatkan jumlah populasi dunia pada periode t. Data populasi dunia diperoleh dari situs resmi World Bank. Oleh karena data populasi dunia yang dipublikasikan adalah jumlah rata-rata penduduk dunia pada pertengahan tahun, maka untuk keperluan analisis dilakukan sedikit modifikasi sehingga diperoleh data populasi dunia dalam bentuk triwulan. Caranya adalah dengan mencari jumlah
pertambahan
penduduk
dunia
tiap
triwulan
dan
kemudian
mendistribusikan jumlah tersebut ke setiap peri ode yang berkaitan. Secara matematis, hubungan positif antara permintaan ekspor TPT dengan jumlah populasi dunia dapat dinotasikan sebagai berikut:
Xd=f(WPop)
4.5.8
;
axd >0 awPop
... (4.17)
Variabel Deregulasi Dalam rentang periode tahun 1998 - 2008, pemerintah telah menerbitkan
beberapa paket deregulasi di bidang industri dan perdagangan diantaranya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor Dan Pengawasannya, Kepmen Perdagangan Nomor: 04/M/Kep/12/2004 tentang Ketentuan Ekspor Tekstil Dan Produk Tekstil (TPT) pasca berakhimya Agreement on Textile and Clothing (ATC) dan Peraturan Mentri Perindustrian No: 27/M-IND/PER/3/2007 tentang Bantuan dalam Rangka Pembelian Mesin/Peralatan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Secara empiris, sulit memisahkan dampak suatu deregulasi dengan deregulasi lainnya karena merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Namun demikian, dalam studi ini diduga deregulasi Kepmen Perdagangan Nomor: 04/M/Kep/12/2004 memberi pengaruh yang lebih berarti karena membuka kesempatan untuk produsen tekstil untuk meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas pemasaran tanpa harus dibatasi oleh nilai kuota tertentu.
Universitas Indonesia
67
4.6
Metoda Pendugaan dan Evaluasi Model Secara garis besar terdapat tiga tahapan yang dilakukan dalam
melakukan pendugaan dan analisis pada penelitian ini yaitu tahap pra-pendugaan, tahap pendugaan dan tahap pasca-pendugaan. Hal yang dilakukan pada tahap prapendugaan adalah membangun atau menspesifikasikan model dan kemudian melakukan identifikasi terhadap model yang dibangun. Kemudian proses pendugaan estimator variabel model dilakukan pada tahap pendugaan. Terakhir, setelah diperoleh hasil pendugaan maka dilakukanlah pengevaluasian terhadap model dan estimator apakah telah memenuhi asumsi-asumsi yang digunakan.
4.6.1
Identiflkasi Model Sebelum melakukan pendugaan parameter terhadap persamaan simultan
yang dimiliki, terlebih dahulu dilakukan pengidentifikasian melalui tiga tahapan, yaitu:
Pertama: Menilai "syarat perlu" (necessary condition), yaitu apakah jumlah variabel endogen sama dengan jumlah persamaan dalam model. Disini ada dua variable endogen, yaitu Px dan Xt (Xt = Xs = Xd), dan dua persamaan, yaitu persamaan penawaran dan permintaan. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem persamaan yang dimiliki telah lengkap.
Kedua: Mengevaluasi kriteria persamaan simultan, apakah tidak teridentifikasi, teridentifikasi atau teridentifikasi berlebih. Ada dua cara melihatnya: (1 ), dari persamaan reduce form terdapat 15 koefisien, yang berarti lebih besar dari jumlah koefisien persamaan struktural yaitu 8 koefisien. (2), membandingkan jumlah variabel bebas dalam sistern yang tidak ada dalam persamaan (K) dengan jumlah variabel endogen dalam sistem persamaan (G). Persamaan 4.7. dikategorikan teridentifikasi berlebih dimana K=6 (WGDP, USA, EURO, YEN, DomCAP, dOER) dan 0=2 (Px dan Xs). Demikianjuga persamaan struktural4.8.
Universitas Indonesia
68
Ketiga: Menilai "syarat cukup" (sufficient condition) yaitu dengan menghitung Rank (A) - Go = G -1. Go adalah jumlah variable endogen dalam sistem yang tidak ada dalam persamaan dan A adalah matrik semua variable bebas dan endogen dalam system yang tidak ada dalam persamaan. Setelah dilakukan pengujian persamaan simultan tersebut memenuhi kriteria syarat cukup tersebut.
4.6.2
Pendugaan Model Simultan dengan Metoda TSLS Berdasarkan kriteria identifikasi, maka pendugaan koefisien regrest
persamaan simultan di sini lebih cocok hila menggunakan metode regresi linier dengan kuadrat terkecil dua tahap atau TSLS (Two-Stage Least Square). Proses pendugaan dilakukan melalui dua tahap yaitu:
Pertama: Mencari variabel pengganti PR yang tidak berkorelasi dengan gangguan. Caranya adalah dengan menduga PR terhadap semua variabel eksogen dalam persamaan.
Kedua: Menggunakan PR yang baru (hasil estimasi pada tahap pertama) sebagai pengganti PR yang lama.
Kemudian lakukan estimasi/pendugaan
menggunakan regresi OLS terhadap parameter-parameter pada persamaan struktural penawan dan permintaan ekspor.. Hasil pendugaan inilah yang disebut dengan pendugaan dengan metode TSLS.
Pada penelitian ini, untuk mempermudah proses pendugaan digunakan bantuan program pengolahan data Eviews 4.1 karena menyediakan fasilitas pendugaan dengan metoda TSLS.
4.6.3
Evaluasi Model Setelah melakukan proses pendugaan parameter-parameter yang ada
dalam model simultan permintaan dan penawaran ekspor TPT Indonesia dengan prosedur yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap model beserta asumsi-asumsi yang digunakan.
Universitas Indonesia
69
Secara garis besar ada tiga kriteria evaluasi yang digunakan. Evaluasi pertama yaitu menggunakan kriteria ekonomi dengan melihat tanda dan besaran.
Parameter-parameter yang didapat dari proses estimasi model persamaan simultan ini akan dilihat tanda dan besarannya apakah telah sesuai dengan teori ekonomi yang mendasarinya. Evaluasi kedua yaitu menggunakan kriteria-kriteria statistik. Uji pertama yaitu uji t atau uji parsial, dimana uji ini dilakukan untuk melihat keabsahan masing-masing koefisien regresi secara individu. Pengujian yang kedua adalah pengujian model secara keseluruhan. Pengujian ini melibatkan keseluruhan nilai koefisien secara bersama-sama dengan menggunakan distribusi F. Evaluasi ketiga yaitu menggunakan kriteria-kriteria ekonometri. Kriteria ekonometrika yang penting untuk dievaluasi antara lain: multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan kointegrasi. Keseluruhan uraian di atas dapat dirangkum ke dalam bentuk diagram alir sebagai mana tersaji pada Gambar 4.2 di bawah ini. Diagram alir tersebut mengilustrasikan secara garis besar prosedur analisis mulai dari tahap prapendugaan sampai tahap pengambilan kesimpulan, sedangkan penjelasan terperinci dapat dilihat pada Lampiran I dan II.
Universitas Indonesia
70
Spesifikasi Model
lndentifikasi Model
Tahap pra-pendugaan ?
Tahap pendugaan
penyelesaian
Tanda dan besaran ____ _
F stat dan t stat Multikolinearitas, heteoskedastisitas, autokorelasi kointegrasi
Tahap pascapendugaan
Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Pendugaan Model
Universitas Indonesia
BAB5 PEMBAHASAN DAN ANALISIS BASIL PENELITIAN
5.1 5.1.1
Analisis Data Deskriptif Pangsa Pasar Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia Selama tahun 2004 sampai 2008 tercatat total ekspor komoditi TPT
Indonesia ke mancanegara terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 tercatat nilai ekspor TPT Indonesia sebesar USD 7,65 milyar dan terus meningkat mencapai USD 10,14 milyar pada tahun 2008. Namun, meski setiap tahun tetjadi · peningkatan nilai ekspor TPT, tetapi pertumbuhan ekspor komoditi ini secara konsisten memperlihatkan penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005. pertumbuhan ekspor TPT mencapai 12,51 persen, kemudian pada tahun 2006 tetjadi penurunan pertumbuhan menjadi 9,79 persen dan terus turun secara drastis menjadi 3,41 persen pada tahun 2008.
Nllal Total Ekspor TPT Indonesia
12,000 , . - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ,
Gambar 5.1 Nilai Ekspor Agregat TPT Indonesia ke Manca Negara Sumber: Pusdata Perdagangan (data diolah)
Perkembangan nilai ekspor TPT Indonesia ke mancanegara dapat dilihat pada grafik dalam Gambar 5.1. Sementara itu pada Gambar 5.2 dapat dilihat rata-rata share ekspor TPT ke beberapa negara tujuan ekspor utama dari tahun 2004 - 2008. Di sini terlihat bahwa bagian terbesar dari total ekspor TPT atau sebesar 36,10 persen ditujukan ke Amerika Serikat. Bagian terbesar kedua 71 Universitas Indonesia
72
(sebesar 20,12 persen) diserap oleh pasar Uni Eropa4 • Setelah itu Jepang menyerap kurang lebih 5,45 persen dan sisanya sebesar 38,31 persen diserap oleh negara-negara lainnya.
Negara Tujuan Ekspor TPT
0 3,296,500,818,
0 3,498,206,978,
36.104%
38.313%
~-----~ •1.837,756,154,
0 498,117,177,
5.455%
Io USA • Tujuan Ekspor Nilai Ekspor Share
Uni Eropa
o Jepang o
ROlW
20.127%
I
USA
Uni Eropa
Jepang
ROTW
Total
3,296,500,818
1,837,756,154
498,117,177
3,498,206,978
9,130,581,126
36.104%
20.127%
5.455%
38.313%
Ket: ROTW =Rest of The World
Gambar 5.2 Share Nilai Ekspor TPT berdasarkan Negara Tujuan Sumber: Pusdata Perdagangan (data diolah)
5.1.2
Kinerja Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia Dalam penelitian ini, sebagaimana yang telah disebutkan pada bagian
terdahulu, objek penelitian diwakili oleh enam komoditi TPT (lihat kembali Tabel 4.1). Data kinerja ekspor komoditi dimaksud adalah menggunakan data nilai dan volume ekspor masing-masing komoditi dari Indonesia ke seluruh negara mitra dagang (dunia). Nilai ekspor dinyatakan dalam Dolar Amerika (USD) dan volume ekspor dalam kilogram (kg). Grafik yang tersaji dalam Gambar 5.3 dan 5.4 memperlihatkan mulai periode tahun 1998 kwartal 1 sampai tahun 2008 kwartal 2 volume dan nilai ekspor keenam komoditi yang diamati cenderung berfluktuasi. Bahkan pada 4
Walaupun pada tanggal 1 Januari 2007 negara anggota Uni Eropa mengalami pertambahan anggota dari 25 negara menjadi 27 negara, namun pada data ini perhitungannya masih menggunakan data 25 negara anggota lama sedang dua negara anggota baru (Bulgaria dan Rumania) tidak disertakan dalam perhitungan. Negara-negara anggota lama tersebut yaitu: Belgia, Perancis, Jerman, Italia, Luxemburg, Belanda, Denmark, Irlandia, lnggris, Yunani, Portugis, Spanyol, Austria, Finlandia, Swedia, Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik Slovakia, dan Slovenia.
Universitas Indonesia
74
5.1.3
Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD, Euro dan Yen Bila kita perhatikan kecenderungan nilai tukar mata uang (kurs) Rupiah
terhadap tiga mata uang kuat dunia, yaitu USD, Euro dan Yen, terlihat bahwa fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap USD dan Yen memiliki tren yang hampir sama sementara Euro sedikit berbeda. Selama periode 1998 - 2008, nilai tukar rupiah terhadap USD walau berfluktuasi namun pergerakannya cenderung stabil pada kisaran Rp.8.000 - Rp.lO.OOO per USD. Begitu juga dengan nilai tukar Rupiah terhadap Yen yang berada dalam kisaran Rp.80 - Rp.1 00 per Yen. Sementara itu nilai tukar Rupiah terhadap Euro memperlihatkan kecendrungan peningkatan tiap periodenya. Nilai tukar Rupiah terhadap Euro yang pada awalnya hanya berkisar pada angka Rp.9.000 per Euro, secara konsisten mengalami peningkatan sehingga mencapai angka Rp.14.000 per Euro. Dari kenyataan ini, satu hal yang perlu menjadi perhatian yaitu agar pemegang otoritas moneter di Indonesia memberi perhatian khusus terhadap usaha untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah terhadap Euro. Hal ini dilatarbelakangi oleh potensi pasar di negara-negara Uni Eropa yang cukup menjanjikan bagi produk-produk industri dari Indonesia.
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar, Euro dan Yen 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000
1998
2009
2003
2006
2008
1--e-- Rp/USD ---- Rp/Euro ......_ Rp/1 OOYen I
Gambar 5.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD, Euro dan Yen (1998/Q 1 - 2008/Q2) Sumber: IFS
Universitas Indonesia
75
5.1.4
Pendapatan Donia GOP Dunia ., 285,000 .§ 280,000
r
~ 275,000 270,000
I
265,000
j
260 ,000 255,000 250,000 245,000 240,000 235,000
'
v
.....,
~
~
~
\
'._......
~
........-
1
~
.. \..1
230,000
1998
2001
2004
2006
2008
Gambar 5.6 Perkembangan Pendapatan Dunia (1998/Q1 - 2008/Q2) Sumber: IFS
Pada Gambar 5.6 terlihat pergerakan pendapatan riil masyarakat dunia dalam sepuluh tahun terakhir (1998 - 2008). Pada beberapa tahun awal yaitu antara 1998 sampai 2002, terlihat pendapatan riil dunia cenderung mengalami penurunan. Dari semula pada angka USD 248 milliar pada kwartal 1 tahun 1998 turun ke angka USD 237 miliar pada kwartal 2 tahun 2002. Namun kemudian, setelah tahun 2002 teljadi kenaikan yang konsisten sehingga pada kwartal 2 tahun 2008 nilai pendapatan riil dunia mencapai angka USD 280 milliar. Penurunan pada periode antara 1998 - 2002 diduga kuat karena pengaruh krisis moneter 1998 yang melanda dan merontokkan perekonomian beberapa negara di Asia. Mayoritas negara yang dilanda krisis moneter 1998 mengalami penurunan GDP yang signifikan bahkan banyak yang mengalami negative growth.
Pemulihan
perekonomian pasca krisis moneter tidak mudah dilakukan dan butuh waktu, karena itulah dapat dimaklumi teljadinya pola penurunan pendapatan dunia sampai pertengahan tahun 2002. Apabila kita bandingkan antara grafik pada Gambar 5.4 dan Gambar 5.6 maka terlihat bahwa kinelja ekpor komoditi TPT Indonesia tidak mengalami imbas yang drastis akibat teljadinya krisis moneter. Hal itu tergambar dari stabilnya volume dan nilai ekspor keenam komoditi TPT yang diamati selama fase krisis sampai teijadinya pemulihan. Hal ini diduga karena mayoritas negara mitra dagang tujuan ekspor komoditi TPT Indonesia adalah negara maju yang tidak terlalu terpengaruh oleh krisis moneter 1998.
Universitas Indonesia
76
5.2 5.2.1
Hasil Pendugaan, Interpretasi dan Evaluasi Model Hasil Pendugaan dan Interpretasi Model
Pendugaan (estimasi) dilakukan dengan metoda regresi kuadrat terkecil dua tahap (two stage least square atau TSLS) dan dibantu dengan program analisis statistik Eviews 4.1. Dari estimasi yang dilakukan diperoleh nilai besaran dan arah dari estimator masing-masing variabel bebas untuk menerangkan perilaku dari variabel terikatnya yakni besamya permintaan dan penawaran ekspor komoditi TPT Indonesia. Karena pendugaan dilakukan dalam bentuk model double-log, maka pola hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang akan terungkap adalah dalam bentuk elastisitas. Hasil pendugaan dan interpretasi dari model yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: A. Sisi Permintaan:
1. Komoditi 1 Besaran, arah dan signifikansi hasil estimasi dari variabel independen yang menjelaskan kinetja permintaan ekspor komoditi 1 dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah ini. Tabel5.1 Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 1 Variabel Pendapatan riil dunia
Notasi lnGDP
Koefisien -0.902119
Prob 0.6092
Signifikansi tak signifikan
-
Harga relatif
LnPR
-2.113774
0.0000
signifikan
1%
Kurs Rupiah terhadap USD
LnUSD
2.483584
0.0022
1%
Kurs Rupiah terhadap Euro
LnEuro
-2.598273
0.0000
sifnifikan signifikan
Kurs Rupiah terhadap Yen
LnYen LnPop
1.758110 18.03542
0.0319
signifikan signifikan
5% 1%
Populasi dunia R-square = 0.805323
0.0000
Prob F-statistic = 0.000000
a
1%
DW stat = 1.281824
Kenaikan harga relatif sebesar 1 (satu) persen akan penurunan kenaikan permintaan terhadap Komoditi 1 sebesar 2,114 persen bila variabel lain diasumsikan tetap (cateris paribus). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika dan Yen memperlihatkan hubungan yang positif dimana setiap tejadi kenaikan kurs nilai Rupiah terhadap USD (depresiasi) sebesar satu persen akan
menyebabkan kenaikan permintaan sebesar 2,4835 persen (cateris paribus) dan setiap kenaikan nilai kurs Rupiah terhadap Yen (depresiasi) sebesar satu persen
Universitas Indonesia
77
akan meningkatkan permintaan Komoditi 1 sebesar 1.7581 persen (cateris
paribus).
Sementara itu nilai kurs
Rupiah terhadap mata uang
Euro
memperlihatkan perilaku yang berbeda dimana setiap kenaikan satu persen nilai kurs Rupiah terhadap Euro (depresiasi) maka permintaan terhadap Komoditi 1 akan
turun
sebesar
2,5983
persen
(cateris
paribus).
Populasi
dunia
memperlihatkan pola hubungan yang positif dengan nilai permintaan ekspor. Setiap kenaikan populasi dunia sebesar satu persen akan meningkatkan permintaan ekspor sebesar 18,0354 persen. Pendapatan dunia memberikan arah negatif namun tidak signifikan. Hal ini diduga disebabkan karena komoditi ini memiliki daya saing yang rendah dan bersifat inferior.
Nilai
R-square sebesar 0,805323
menunjukkan bahwa
keseluruhan variabel bebas secara bersama-sama dapat menjelaskan 80,53 persen perilaku permintaan ekspor.
2. Komoditi 2 Hasil pendugaan model permintaan Komoditi 2 tersaji pada Tabel 5.2 di bawah ini. Tabe15.2 Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 2 Variabel
Pendapatan riil dunia Harga relatif Kurs Rupiah terhadap USD Kurs Rupiah terhadap Euro Kurs Rupiah terhadap Yen Populasi dunia R-square = 0.846050
Notasi
Koefisien
Prob
LnGDP 1.048800 0.5988 LnPR -0.789119 0.0000 LnUSD 2.867744 0.0007 LnEuro -1.925173 0.0001 LnYen -0.067753 0.9374 LnPop -4.220361 0.0261 Prob F-statistic = 0.000000
Signifikansi
a
tak signifikan signifikan 1% 1% sifnifikan signifikan 1% tak signifikan signifikan 5% DW stat = 1.813936
Secara bersama-sama keseluruhan variabel bebas mampu menjelaskan 84,60 persen perilaku variabel permintaan ekspor komoditi 2. Sementara secara individual, harga relatif secara signifikan mempengaruhi permintaan ekspor dalam arah yang berlawanan. Setiap kenaikan satu persen harga relatif menyebabkan penurunan permintaan sebesar 0,78 persen (cateris paribus). Kurs Rupiah terhadap USD memberikan pengaruh positif dan signifikan, dimana setiap terjadi kenaikan nilai kurs Rupiah (depresiasi) sebesar satu persen akan meningkatkan
Universitas Indonesia
78
pennintaan ekspor sebesar 2,87 persen (cateris paribus). Sementara itu kurs Rupiah terhadap Euro berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor koloditi 2. Saat variabellain diasumsikan tidak berubah, kenaikan kurs Rupiah terhadap Euro (depresiasi) sebesar satu persen menyebabkan permintaan ekspor turun sebesar 1,93 persen. V ariabel populasi dunia dan permintaan ekspor memperlihatkan hubungan negatif dan signifikan pada a = 5%. Kenaikan populasi dunia sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan permintaan terhadap komoditi 2 sebesar 4,22%. V ariabel pendapatan dunia dan kurs Rupiah terhadap Yen memberikan hubungan yang tidak signifikan. Hal ini teJ.jadi diduga karena komoditi 2 ini memiliki daya saing yang rendah sehingga bersifat inferior. Akibatnya peningkatan pendapatan dunia tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan permintaan ekspomya.
3. Komoditi 3 Hasil pendugaan model permintaan Komoditi 3 tersaji pada Tabel 5.3 di bawah ini. Tabel 5.3 Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 3 Variabel Pendapatan riil dunia
Notasi LnGDP
Koefisien 4.703363
Prob 0.1140
Si2nifikansi tak signiflkan
-
Harga relatif
LnPR
-] .400351
0.0000
signiflkan
1%
Kurs Rupiah terhadap USD
LnUSD
2.790999
0.0110
sifniflkan
5%
Kurs Rupiah terhadap Euro
LnEuro
-3.315821
0.0000
signiflkan
1%
Kurs Rupiah terhadap Yen
LnYen
1.966402
0.0696
signiflkan
10%
Populasi dunia
LnPop
18.90042
0.0000
signiflkan
1%
R-square = 0.823297
Prob F-statistic = 0.000000
a
DW stat= 1.634210
Dari tabel di atas, koefisien determinasi memperlihatkan bahwa secara bersama-sama variabel bebas mampu menjelaskan 82,33 persen perilaku variabel bebas. Pendapatan dunia memperlihatkan hubungan yang tidak signifikan dengan permintaan ekspor komoditi 3. Hal ini diduga karena rendahnya daya saing komoditi sehingga elastisitas permintaan terhadap pendapatan dunia menjadi tidak signifikan.
Universitas Indonesia
79
Seperti yang diduga sebelumnya, harga relatif secara signifikan berkorelasi negatif dengan permintaan ekspor dimana setiap kenaikan satu persen harga relatif menyebabkan permintaan menurun sebesar 1,40 persen (cateris
paribus). Nilai tukar rupiah terhadap USD dan Yen secara signifikan berkorelasi positif dengan permintaan ekspor. Satu persen kenaikan nilai tukar terhadap USD akan meningkatkan permintaan ekspor sebesar 2, 79 persen dan kenaikan satu persen kurs Rupiah terhadap Yen meningkatkan permintaan ekspor sebesar 1,97 persen (cateris paribus). Nilai tukar rupiah terhadap Euro memperlihatkan hubungan yang berlawanan dengan dugaan awal. V ariabel ini secara signifikan memperlihatkan hubungan negatif dengan permintaan ekspor dimana setiap kenaikan satu persen kurs Rupiah terhadap Euro akan menurunkan permintaan ekspor sebesar 3,32 persen. Variabel populasi dunia berkorelasi positif dengan permintaan penawaran dengan nilai elastisitas sebesar 18,90 persen (cateris
paribus).
4. Komoditi 4 Tabel 5.4 Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 4 Variabel Pendapatan riil dunia Harga relatif Kurs Rupiah terhadap USD Kurs Rupiah terhadap Euro Kurs Rupiah terhadap Yen Populasi dunia R-square = 0.405560
Prob Koefisien Notasi LnGDP 10.82055 0.0611 LnPR -0.973378 0.0375 LnUSD 0.057688 0.9804 LnEuro -1.204007 0.3634 LnYen 1.519919 0.5909 LnPop 0.0632 11.00356 Prob F-statistic = 0.004777
Signifikansi a signifikan 10% signifikan 5% tak sifnifikan tak signifikan tak signifikan 10% signifikan DW stat= 1.664721
Dari Tabel 5.4 di atas terlihat bahwa pendugaan memberikan hasil yang kurang baik karena koefisien determinasi yang relatif kecil (40,56%) serta banyaknya variabel yang tidak signifikan. V ariabel yang tidak signifikan adalah variabel nilai tukar Rupiah terhadap USD, Euro dan Yen. Sementara itu pendapatan riil dunia secara signifikan berkorelasi positif dengan permintaan ekspor dengan nilai elastisitas sebesar 10,82persen. Harga relatif memeprlihatkan hubungan egatif dengan permintaan ekspor dimana setiap kenaikan harga sebesar satu persen akan menurunkan permintaan sebesar 0,97 persen. Populasi dunia juga
Universitas Indonesia
80
secara signifikan berkorelasi dengan pemnintaan ekspor dalam arah yang positif. Kenaikan satu persen populasi dunia akan meningkatkan permintaan ekspor sebesar 11 ,00 persen.
5. Komoditi 5 Tabel 5.5 Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 5 Variabel
Notasi
Koefisien
Prob
Sh!nifikansi
a
Pendapatan riil dunia
LnGDP
25.29818
0.0000
signifikan
1%
Harga relatif
LnPR
-0.837198
0.0507
signifikan
10%
Kurs Rupiah terhadap USD
LnUSD
10.49412
0.0000
sifnifikan
1%
Kurs Rupiah terhadap Euro
LnEuro
-2.850862
0.0223
signifikan
5%
Kurs Rupiah terhadap Yen
LnYen
-11.57046
0.0001
signifikan
1%
Populasi dunia
LnPop
-4.325402
0.4010
tak signifikan
-
R-square
Prob F-statistic = 0.000006
=
0.615562
DW stat = 1.520739
Nilai koefisien determinasi memperlihatkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama hanya mampu menjelaskan 61,55 persen dari perilaku permintaan ekspor komoditi 5. terdapat satu variabel yang tidak signifikan yaitu variabel populasi dunia yang diduga terjadi karena karekteristik komoditi ini yang cukup khas. Komoditi 5 ini termasuk ke dalam golongan pakaian jadi yang permintaannya lebih dipengaruhi oleh selera konsumennya. Walaupun terjadi pertumbuhan jumlah konsumen secara signifikan tetapi tidak serta-merta akan meningkatkan permintaan karena belum tentu selera dari konsumen yang baru akan sama dengan konsumen yang telah ada. Pendapatan
dunia secara signifikan berkorelasi
positif dengan
permintaan ekspor. Saat variabellain diasumsikan tetap, kenaikan pendapatan riil dunia sebeasar satu persen akan mendorong permintaan ekspor meningkat sebesar 25,29 persen. Harga relatif dan permintaan ekspor berkorelasi negatif dan signifikan dimana setiap kenaikan satu persen harga relatif akan menyebabkan permintaan turun sebesar 0,84 persen. Nilai tukar Rupiah terhadap USD memperlihatkan hubungan positif dengan permintaan ekspor dengan elastisitas sebesar 10,49 persen. Sementara itu, walaupun variabel nilai tukar Rupiah terhadap Euro dan Yen memperlihatkan adanya korelasi yang signifikan tetapi arahnya berlawanan
Universitas Indonesia
81
dengan teori dan dugaan awal. Kurs Rupiah terhadap Euro dan Yen memperlihatkan korelasi negatif dengan permintaan ekspor. Kenaikan kurs Rupiah terhadap Euro (depresiasi) sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan ekspor sebesar 2,85 persen dan hila tetjadi depresiasi Rupiah terhadap Yen sbesar 1 persen akan menurunkan permintaan ekspor sebesar 11,57 persen.
6. Komoditi 6 Hasil pendugaan model permintaan Komoditi 6 tersaji pada Tabel 5.6 di bawah ini. Tabel5.6 Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditi 6 Variabel Pendapatan riil dunia Harga relatif Kurs Rupiah terhadap USD Kurs Rupiah terhadap Euro Kurs Rupiah terhadap Yen Populasi dunia R-square = 0.594571
Prob Notasi Koefisien LnGDP 24.77885 0.0001 LnPR -0.739667 0.0074 LnUSD -0.999054 0.6052 LnEuro 2.149245 0.0570 LnYen -2.375410 0.2891 LnPop -22.64662 0.0000 Prob F-statistic = 0.000031
Signifikansi a signifikan 1% signifikan 1% tak sifnifikan signifikan 10% tak signifikan signifikan 1% DW stat= 1.081213
Dari hasil estimasi terungkap bahwa pendapatan dunia secara signifikan berkorelasi positif dengan permintaan ekspor. Kenaikan pendapatan dunia sebesar satu persen menyebabkan permintaan meningkat 24,77 persen (cateris paribus). Harga relatif berhubungan negatif dan signifikan dengan permintaan ekspor dengan elastisitas sebesar 0,74 persen. Demikian juga dengan kurs Rupiah terhadap Euro yang memberikan hasil sesuai dengan dugaan semula yaitu positif negatif dan signifikan pada a= 10%. Kenaikan nilai kurs Rupiah/Euro sebesar satu persen akan meningkatkan volume ekspor sebesar 2,15 persen. Variabel populasi dunia juga signifikan namun arahnya berbeda dengan asumsi awal dimana kenaikan satu persen populasi dunia menyebabkan volume ekspor turun sebesar 22,65 persen. Dua variabel nilai tukar masing-masing kurs Rupiah/USD dan kurs Rupiah/Yen memberikan hasil yang tidak signifikan. Sementara itu koefisien determinasi nilainya tdak terlalu tinggi. Berdasarkan R-square ang diperoleh,
Universitas Indonesia
82
model ini hanya mampu menjelaskan sekitar 60 persen perilaku dari permintaan ekspor komoditi ini ke pasar intemasional.
B. Sisi Penawaran: 1. Komoditi 1 Hasil regresi model penawaran ekspor untuk Komoditi 1 memberikan hasil seperti tabel di bawah ini. Tabel 5. 7 Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 1 Varia bel
Kapasitas produksi Harga relatif Ekpor periode sebelumnya Dummy deregulasi R-square = 0.775790
Notasi
Koefisien
Prob
LnCap 1.703153 0.0000 -0.015874 0.9677 LnPR LnEx-1 -0.425333 0.0000 DDER -0.247462 0.0661 Prob F-statistic = 0.000000
Sienifikansi
a
signiflkan 1% tak signiflkan signiflkan 1% signiflkan 10% DW stat= 2.121702
Dari hasil estimasi diperoleh adanya hubungan positif antara kapasitas produksi dengan penawaran ekspor dimana untuk setiap peningkatan kapasitas produksi TPT nasional sebesar 1 persen akan meningkatkan penawaran ekspor komoditi 1 sebesar 1,70 persen (cateris paribus). Pengaruh dari nilai ekspor periode sebelumnya dan deregulasi penghapusan kuota ekspor memperlihatkan hubungan negatif dimana hal ini berlawanan dengan hipotesis awal. Peningkatan nilai ekpor periode sebelumnya akan menurunkan penawaran periode sekarang sebesar 0,43 persen. Sementara itu adanya deregulasi kebijakan perdagangan tekstil malah menyebabkan menurunnya penawaran ekspor komoditi 1 sebesar 0,25 persen. Sementara itu variabel harga relatif memberikan hubungan yang tidak signifikan
2. Komoditi 2 Hasil regresi model penawaran ekspor untuk Komoditi 2 memberikan hasil seperti Tabel 5.8 di bawah ini. Dari tabel terlihat nilai R-square yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,7147. Artinya, variabel bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan 71,47 persen perilaku dari permintaan ekspor. Namun demikian terdapat dua variabel yang tidak signifikan yaitu Kapasitas produksi dan nilai ekspor periode sebelumnya.
Universitas Indonesia
83
Tabel 5.8 Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 2 Variabel Kapasitas produksi Harga relatif Ekpor peri ode sebelumnya Dummy deregulasi R-square = 0.714765
Prob Notasi Koefisien -0.406216 0.1603 LnCap -0.583755 0.0007 LnPR -0.086141 0.3851 LnEx-1 -0.504585 0.0251 DDER Prob F-statistic = 0.000000
a Si2nifikansi tak signifikan signifikan 1% tak signifikan signifikan 5% DW stat = 1.237469
3. Komoditi 3 Tabel 5.9 Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 3 Variabel Kapasitas produksi Harga relatif Ekpor peri ode sebelumnya Dummy deregulasi R-square = 0.737716
Notasi Koefisien Prob LnCAP 2.255577 0.0000 LnPR -0.682041 0.0032 LnEx-1 -0.264831 0.0201 -0.544047 0.0271 DDER Prob F-statistic = 0.000000
Signifikansi a signifikan 1% signifikan 1% signifikan 5% signifikan 5% DW stat = 1.344883
Dari tabel di atas terlihat semua variabel signifikan dan nilai koefisien determinasi yang cukup tinggi yang dapat menjelaskan 73,77 persen perilaku dari penawaran ekspor. Secara individual, kapasitas produksi mampu menjelaskan perilaku penawaran ekspor dalam arah positif dimana setiap tetjadi kenaikan kapasitas produksi sebesar satu persen menyebabkan penawaran ekspor meningkat sebesar 2,256 persen. Harga relatif berkorelasi negatif dengan penawaran ekspor dengan elastisitas sebesar 0,68 persen. Variabel nilai ekspor periode sebelumnya dan variabel deregulasi memperlihatkan hubungan yang berlawanan dengan penawaran ekspor. Kenaikan nilai ekspor sebelumnya sebesar satu persen akan menekan penawaran sebesar 0,26 persen. Kemudian, keberadaan deregulasi penghapusan kuota menyebabkan penawaran ekspor turun sebesar 0,54 persen. 4. Komoditi 4 Hasil estimasi model penawaran ekspor komoditi 4 dapat dilihat pada Tabel5.10 di bawah ini.
Universitas Indonesia
84
Tabel 5.10 Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 4 Variabel Kapasitas produksi Harga relatif Ekpor periode sebelurrmya Dummy deregulasi R-square = 0.489569
Prob Koefisien Notasi 0.0817 LnCAP 0.961836 -0.771416 0.0294 LnPR LnEx-1 -0.615737 0.0041 0.909881 0.0172 DDER Prob F-statistic = 0.000054
Signifikansi a signifikan 1% signifikan 5% signifikan 1% signifikan 5% DW stat= 1.799299
Dari tabel di atas terlihat bahwa seluruh variabel telah signifikan namun secara bersama-sama variabel bebas hanya mampu menjelaskan 48,95 persen perilaku dari penawaran ekspor. Selain itu, nilai ekspor periode sebelumnya memberikan arah hubungan yang berbeda dengan asumsi awal dimana kenaikan nilai ekspor periode sebelumnya sebesar satu persen menyebabkan penawaran ekspor turun sebesar 0,62 persen. Harga relatif secara signifikan berkorelasi negatif dengan penawaran ekspor. Kenaikan harga sebesar satu persen akan menurunkan penawaran sebesar 0, 77 persen. Sementara itu, variabel-variabel lainnya (kapasitas produksi dan deregulasi) telah signifikan dengan arah hubungan yang telah sesuai dengan harapan. Masing-masing variabel ini (kapasitas produksi, harga relatif dan deregulasi) memiliki pengaruh terhadap penawaran ekspor dengan nilai elastisitas 0,96 persen dan 0,91 persen.
5. Komoditi 5 Tabel 5.11 Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 5 Variabel Kapasitas produksi Harga relatif Ekpor periode sebelurrmya Dummy deregulasi R-square = 0.275348
Notasi Koefisien Prob LnCAP -1.965456 0.0111 LnPR -1.148669 0.0197 LnEx-1 0.004818 0.9860 0.649048 0.2124 DDER Prob F-statistic = 0.018084
Signifikansi a signifikan 5% signifikan 5% tak signifikan tak signifikan DW stat = 0.539805
Hasil pendugaan model penawaran komoditi 5 memperlihatkan hasil yang kurang baik. Nilai R-square sangat rendah (0,275%) dan terdapatnya dua variabel yang tidak signifikan yaitu variabel ekspor periode sebelumnya dan kebijakan deregulasi. Artinya, untuk kasus komoditi ini, variabel-variabel yang
Universitas Indonesia
85
semula di duga menjadi determinan penawaran ekspor tidak mampu menjelaskan perilaku model dengan baik.
6. Komoditi 6 Tabel5.12 Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditi 6 Sh:~nifikansi
Variabel Kapasitas produksi
Notasi LnCAP
Koefisien -0.657453
Prob 0.2575
tak signifikan
-
Harga relatif
LnPR
-0.580381
0.0052
signifikan
1%
Elcpor peri ode sebelumnya
LnEx-1
0.669883
0.0000
signifikan
1%
Dummy deregulasi
DDER
0.261441
0.4572
tak signifikan
-
R-square = 0.664865
Prob F-statistic = 0.000000
a
DW stat= 1.834763
Dari tabel di atas terlihat bahwa variabel bebas dalam model mampu menjelaskan 66,49 persen perilaku dari penawaran ekspor komoditi 6, dan sisanya sebesar 33,51 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Terdapat dua variabel yang signifikan yaitu variabel harga relatif dan nilai ekpor periode sebelumnya. Sementara variabel kapasitas produksi dan deregulasi penghapusan kuota tidak signifikan. Dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan harga relatif sebesar satu persen akan menekan penawaran sebesar 0,58 persen. Kemudian teijadi peningkatan penawaran ekspor sebesar 0,26 persen setelah adanya kebijakan deregulasi penghapusan kuota ekapor TPT.
5.2.2
Evaluasi Kriteria Ekonorni dan Statistika Kriteria ekonomi yang dievaluasi mencakup besaran dan arah pengaruh
dari estimator apakah telah sesuai dengan teori-teori ekonomi yang melandasi sebagaimana yang telah dirumuskan dalam hipotesa penelitian. Sedangkan dalam evaluasi kriteria statistika dilakukan uji diagnostik yang mencakup uji koefisien determinasi (R-square), uji signifikasi secara bersama-sama (F-test) dan uji signifikansi secara individu (t-test).
1. Evaluasi besaran dan arab estimator basil regresi Hasil estimasi pada model permintaan dan penawaran ekspor terhadap keenam komoditi memeperlihatkan hasil yang tidak konsisten baik arah dan besarannya. Perbedaan besaran memperlihatkan bahwa elastisitas permintaan dan penawaran tiap-tiap komoditi terhadap variabel yang mempengaruhinya berbeda-
Universitas Indonesia
86
beda. Sementara itu terdapat beberapa variabel bebas yang pengaruhnya terhadap variabel terikat yang berbeda dengan teori. Pada model permintaan, variabel yang estimatornya memberikan arab yang konsisten dan sesuai teori hanya variabel pendapatan dunia dan kurs Rupiah terhadap Euro. Sementara variabel harga relatif pada K2, K4 dan K5 memperlihatkan arab pengaruh positif terhadap nilai permintaan ekspor yang berlawanan dengan hipotesis awal. Kurs rupiah terhadap USD juga tidak konsisten arahnya, pada K4 dan K5 arahnya negatif (sesuai teori) sementara pada Kl, K2, K3, dan K6 memberikan arab yang berlawanan dengan teori (positif). Hubungan kurs Rupiah terhadap Yen juga dan permintaan ekspor juga tidak konsisten dimana pada K2, K5 dan K6 arahnya negatif (sesuai teori) dan pada kmoditi lainnya berlawanan dengan teori. Populasi dunia juga memberikan arab yang tidak konsisten dimana hanya pada Kl, K3 dan K4 saja yang memeberikan arab yang sesuai teori (hubungan positif) sementara pada K2, K5 dan K6 arab hubungannya negatif. Pada model permintaan, estimator dari variabel ekspor periode sebelurnnya memperlihatkan hubungan yang negatif dan konsisten dengan kinetja penawaran ekpor. Hal ini berlawanan dengan hipotesis awal dimana diduga nilai ekspor periode sebelurnnya berpengaruh dalam arab yang positif terhadap penawaran ekspor. Sementara variabel harga relatif secara mayoritas memberikan arab yang sesuai dengan teori yakni arab positif. Hanya pada K5 dan K6 saja tetjadi kontradiktif dengan teori. Sementara itu variabel deregulasi memberikan pengaruh yang tidak konsisten pada tiap komoditi. Adanya deregulasi memeprlihatkan dampak yang positif pada K4, K5 dan K6. Sementara pada Kl, K2 dan K3 pengaruh dari deregulasi penghapusan kuota memberikan pengaruh yang negatif (berlawanan dengan teori). Ketidakkonsistenan yang tetjadi diduga disebakan oleh perbedaan karakteristik masing-masing produk dalam merespon perubahan-perubahan kondisis perekonomian. Hal ini akan dianalisis secara lebih mendalam dalam Sub Bab 5.3 (Analisis Ekonomi Hasil Estimasi).
Universitas Indonesia
87
2. Uji koefisien determinasi
Goodness of fit dari hasil perhitungan (estimasi) dapat kita lihat dari besaran nilai R-square atau R2 • koefisien determinasi (R2) menerangkan seberapa banyak variable bebas yang tercakup dalam model bisa menerangkan perilaku variabel terikat. Nilai R2 akan semakin baik hila semakin mendekati 1 (satu) yang artinya seluruh perilaku variabel terikat bisa diterangkan oleh variabel terikat yang tercakup dalam model. Sebagai contoh, komoditi 1 memiliki nilai koefisien determinasi pada model permintaan adalah R2
=
0,846050 dan pada model penawaran R2
=
0, 775790. Artinya adalah 84,60 persen perilaku dari permintaan ekspor komoditi 1 bisa dijelaskan oleh variabel-variabel terikat (WGDP, PR, USD, Euro, Yen dan WPop) sementara sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terakomodir dalam model. Sedangkan 77,57 persen perilaku dari penawaran ekspor komoditi 1 dapat diterangkan oleh variabel terikat (DomCAP, PR, EX-I dan DDER), sisanya sebesar 22,43 persen lagi diterangkan oleh variabellain yang tidak terakomodir di dalam model. Untuk nilai koefisien determinasi komoditi lainya dapat dilihat pada Tabel5.1 sampai Tabel5.12 pada bagian terdahulu (sub bah 5.2.1)
3. Uji signiftkasi secara bersama-sama Uji F atau F-test dugunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas secara bersama-sama punya pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Signifikan atau tidaknya pengaruh variabel terikat secara bersama-sama dapat dilihat dari perbandingan nilai F-statistic terhadap nilai F-tabel atau dari nilai probabilita F-statistik terhadap nilai a
=
5%. Semua hasil estimasi
memberikan nilai probabilitas F-statistik yang lebih kecil dari nilai a
=
1%
(kecuali pada model penawaran ekspor komoditi 5 yang signifikan pada a= 5%). Artinya, hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama memeiliki hubungan yang signifikan dengan variabel terikatnya secara signifikan pada tingkat ketelitian a
=
1%. Hasil uji F adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
88
Tabel 5.13 Hasil Uji Signifikansi Secara Bersama-Sama Komoditi K1 K2
K3 K4 K5 K6
Probabilita F-stat Permintaan Penawaran 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.004777 0.000054 0.018084 0.000006 0.000031 0.000000
Signifikansi Penawaran Permintaan a= 1%. a= 1%. a= 1%. a= 1%. a= 1%. a= 1%. a= 1%. a= 1%. a= 1%. a=5%. a= 1%. a= 1%. Sumber: hasil estimasi
4. Uji signiflkansi secara individu
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap veriabel terikat dapat dilakukan dengan uji t yaitu dengan mengitung nilai tstatistic (t-hitung) masing-masing variabel dan membandingkannya dengan nilai ttabel. Cara lain adalah dengan membandingkan nilai probabilita t-satatistik dengan nilai a. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel hasil estimasi pada sub bab 5.2.1 (Tabel 5.1 sampai Tabel 5.12) dimana terdapat beberapa variabel yang tidak signifikan. Analisa mengenai hal ini akan dijelaskan pada Sub Bab 5.3 (Analisa Ekonomi Hasil Estimasi).
5.2.3
Evaluasi Kriteria Ekonometri
Evaluasi kriteria ekonometri dilakukan untuk memastikan supaya nilai estimator yang diperoleh merupakan estimator yang linier, tak bias dan terbaik. Untuk itu dapat dilakukan dengan melakukan uji asumsi klasik yaitu dengan menguji apakah model, data dan hasil estimasi benar-benar telah terhindar dari cacat bawaan yang menyebabkan estimator menjadi tidak BLUE (Best Linear Unbias Estimator). Hal yang perlu diuji adalah apa terdapat Heteroskedastisitas, Autokorelasi, Multikolinieritas dan Kointegrasi pada data dan model yang dibangun. 1. Uji Multikolinieritas Ada tidaknya multikolenieritas antar variabel-variabel bebas dapat diselidiki dengan cara menghitung koefisien korelasi antar variabel independen.
Universitas Indonesia
89
Dengan bantuan Eviews 4.1 didapatkan nilai koefisien korelasi seperti diperlihatkan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel5.14 Koefisien Korelasi AntarVariabel Bebas
LNCAP LNCAP LNGDP LNPR LNUSD LNEURO LNYEN LNPOP
1.0000 0.4886 0.2901 0.0933 0.6065 0.4305 0.9924
LNGDP •;;LNPR 0.4886 1.0000 -0.0368 0.1142 0.6056 0.4576 0.5510
0.2901 -0.0368 1.0000 0.5716 0.2759 0.4703 0.2642
LNUSD 0.0933 0.1142 0.5716 1.0000 0.5090 0.7183 0.1071
LNEURO 'LNYEN
LN'FOP
0.4305 0.4576 0.4703 0.7183 0.5923 1.0000 0.4250
0.9924 0.5510 0.2642 0.1071 0.6741 0.4250 1.0000
0.6065 0.6056 0.2759 0.5090 1.0000 0.5923 0.6741
Sumber: hastl perhitungan
Dari tabel di atas terlihat bahwa beberapa variabel bebas memiliki korelasi yang cukup kuat yang tercermin dari nilai koefisien korelasi yang besar. Beberapa koefisien korelasi yang nilainya tergolong besar antara lain 0.9924 (LNPOP-LNCAP), 0.6065 (LNEURO-LnCAP), 0.6065 (LNURO-LNGDP), dan 0.7183 (LNYEN-LNUSD). Nilai-nilai koefisien korelasi yang relatifbesar di atas mengindikasikan adanya beberapa masalah multikolinieritas dari data yang digunakan. Adanya masalah multikolinieritas tidak menyebabkan estimator ya..TJ.g dihasilkan menjadi tidak BLUE namun perlu diingat masalah ini bisa menyebabkan menyebabkan estimator yang dihasilkan memiliki varian dan kovarian yang besar serta nilai standar error regresi juga dapat menjadi besar sehingga estimator yang dihasilkan menjadi kurang baik. Pada hasil regresi dalam penelitian ini, standar error regresi yang dihasilkan relatif kecil yaitu semuanya memiliki nilai yang lebih kecil dari 1 (satu), dimana hasil estimasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Dengan demikian kita dapat mengabaikan masalah multikolinieritas ini.
2. Uji Heteroskedastisitas Pada penelitian ini, pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan uji White dengan bantuan program Eviews 4.1 . Hasil pengujian tersaJi dari
Universitas Indonesia
90
tabel 5.4 dimana pada tabel tersebut terlibat banya basil regresi pada komoditi 2 saja yang diduga mengandung masalah beteroskedastisitas. Tabel 5.15 Hasil Uji White Heteroskedastisity Komoditi
Obs*R-squared Probability
Penawaran Permintaan 0.099230 K1 0.219165 0.004057** K2 0.049896** K3 0.341030 0.499658 0.685338 K4 0.799037 0.162873 K5 0.573344 K6 0.689603 0.073788 Ket: ** : Diduga terdapat masalah beteroskedestisitas 3. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan masalah yang sering muncul pada data time
series. Hal ini dikarenakan oleb sifat dari data time series itu sendiri dimana data masa sekarang biasanya dipengaruhi oleb data masa periode-periode sebelumnya. Autokorelasi itu sendiri merupakan suatu kondisi di mana tetjadi bubungan antara residual suatu observasi dengan residual observasi lainnya. Akibat dari adanya masalah autokorelasi maka estimator yang dibasilkan menjadi tidak efisien (varian yang dibasilkan tidak minimum) walaupun estimator tersebut masib bersifat linier dan tak bias. Cara yang mudah untum mengetahui masalah autokorelasi adalah dengan melihat nilai statistik Durblin-Watson (DW-stat) yang diperoleb dari basil uji D-W. Namun cara ini memiliki kelemahan dimana terdapat nilai-nilai tertentu yang tidak dapat diputuskan apakah terdapat atau tidak terdapat autokorelasi. Untungnya ada metoda yang lain yang lebib baik yaitu menggunakan uji BreuscbGodfrey atau lebib dikenal dengan Uji Langrange-Multiplier (LM-test). Rangkuman dari basil Uji LM dapat dilibat pada Tabel 5.5 sementara basillengkap dapat dilibat pada Lampiran 5.
Universitas Indonesia
91
Tabe15.16 Hasil Uji Langrange-Multiplier Komoditi
Ket:
Obs*R-squared Probability
Permintaan 0.001061 ** K1 0.007174** K2 0.525918* K3 0.642658* K4 0.185556* K5 0.005973** K6 * : Tidak ada masalah autokorelasi
Penawaran 0.177671 * 0.123326* 0.400514* 0.585883* 0.000011 ** 0.003724**
**: terdapat masalah autokorelasi Dari tabel di atas jelas terlihat bahwa mayoritas hasil penguJtan memberikan informasi bahwa mayoritas model yang dibentuk terbebas dari masalah autokorelasi hanya pad a permintaan Komoditi 1, penawaran komoditi 5 dan komoditi 6 saja yang mengadung masalah autokorelasi.
4. Uji Kointegrasi Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan keseimbangan jangka panjang, dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian kointegrasi dengan prosedur Johansen. Prosedur kointegrasi Johansen dinilai lebih baik dari prosedur Engle-Granger dalam hal melihat ada atau tidaknya kointegrasi antar variabel jika jumlah variabel lebih dari dua (multivariate), sebab prosedur Johansen didasari oleh kemungkinan maksimum (maximum likelihood) yang memberikan statistik uji maksimum eigen value dan statistic trace untuk menentukan jumlah vektor yang terkointegrasi dalam persamaan tersebut. Hasil uji kointegrasi Johansen (Lampiran 6) memperlihatkan seluruh variabel-variabel pada model permintaan dan penawaran setiap komoditi memiliki nilai trace statistic yang lebih besar dari nilai kritis pada tingkat keyakinan 5% dan 1%, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut saling berkointegrasi. Artinya dalam jangka panjang pendapatan dunia, nilai tukar nominal rupiah terhadap mata uang mitra dagang utama, harga relatip dan populasi dunia memiliki hubungan jangka panjang dengan permintaan ekspor komoditi TPT Indonesia. Sementara variabel kapasitas produksi domestik, harga relatif, nilai ekspor periode sebelumnya dan kebijakan deregulasi memiliki hubungan jangka panjang dengan penawaran ekspor komoditi TPT Indonesia.
Universitas Indonesia
92
5.3
Analisis Ekonomi Hasil Estimasi
Terdapatnya estimator beberapa variabel yang memberikan hasil yang tidak signifikan dan tidak konsisten dengan hipotesis dan teori ekonomi tidak dapat begitu saja dijadikan alasan untuk menyimpulkan bahwa model empiris yang dibangun adalah salah. Ada banyak alasan mengapa hal ini bisa teijadi pada penelitian-penelitian empiris. Beberapa alasan yang biasa teijadi adalah karena keterbatasan metoda dalam memisahkan pengaruh yang sifatnya global dengan pengaruh yang sifatnya lokal, terdapatnya variabel-variabellain yang sulit untuk diakomodir ke dalam model contohnya adalah pengaruh variabel-variabel non ekonomi (misalnya politik dan budaya), adanya variabel yang sulit untuk diukur (misalnya selera) serta adanya gejolak atau shock dalam perekonomian pada suatu waktu yang menyebabkan pola perilaku dari masyarakat menjadi berubah secara drastis. Selain itu, karakteristik suatu komoditi, negara, kawasan yang sangat khas dapat menyebabkan teijadinya anomali sehingga apa yang diperoleh melalui penelitian empiris menjadi sedikit berbeda dengan asumsi umum dalam teori ekonomi. Berikut akan dicoba untuk menganalisis hasil dari penelitian ini terutama mengenai karakteristik masing-masing komoditi dan variabel yang memberikan hasil estimator yang berbeda atau tidak konsisten dengan teori ekonomi sebagaimana diformulasikan dalam hipotesa penelitian.
5.3.1
Karakteristik Kelompok Komoditi
Hasil pendugaan terhadap model permintaan dan penawaran pada masing-masing komoditas memperlihatkan pola yang cukup menarik dimana hal ini diduga teijadi akibat perbedaan karakteristik dari masing-masing komoditi. Rangkuman dari hasil pendugaan dapat dilihat dari data yang disajikan pada Tabel 5.17 dan Tabel 5.18 di bawah ini:
Universitas Indonesia
93
Tabel 5.17 Rangkuman Hasil Pendugaan Model Permintaan Komoditl
Estimator
K1
Koeflsien Prob Koeflslen Prob Koeflsien Prob Koeflsien Prob Koeflsien Prob Koeftsien Prob
K2
K3 K4 K5 K6
LnGDP
LuPR
LnUSD
LnEuro
LnYen
LnPop
Rl
-0.902119 -2.113774 2.483584 -2.598273 1.758110 18.03542 0.805323 0.0000 0.0319 0.0000 0.6092 0.0000 0.0022 1.0488 -0.78912 2.867744 -1.92517 -0.06775 -412036 0.846050 0.0001 0.9374 0.0261 0.5988 0.0000 0.0007 4.703363 -1.40035 2.790999 -3.31582 1.966402 18.90042 0.823297 0.0696 0.0000 0.1140 0.0000 O.OllO 0.0000 10.82055 -0.97338 0.057688 -ll0401 1.519919 11.00356 0.405560 0.0611 0.0375 0.9804 0.3634 0.5909 0.0632 25.29818 -0.8372 10-49412 -2.85086 -11.5705 -4.3254 0.615562 0.0000 0.0223 0.0001 0.4010 0.0000 0.0507 24.77885 -0.73967 -0.99905 2.149245 -2.17541 -22.6466 0.594571 0.2891 0.0000 0.0001 0.0074 0.6052 0.0570
F-stat Prob 0.000000 0.000000 0.000000 0.004777 0.000006 0.000031
Tabel 5.18 Rangkuman Hasil Pendugaan Model Penawaran Komoditl
K1 K2 K3 K4 KS K&
Estimator
Koefislen Prob Koeflsien Prob Koeflslen Prob Koefislen Prob Koeflslen Prob Koeflsien Prob
LnCAP
LnPR
LnEX ~1
DOER
R2
F·stat Prob
1.703153 0.0000 -0.40622 0.1603 2.255577 0.0000 0.961836 0.0817 -1.96546 0.0111 -0.65745 0.2575
-0.01587 0.9677 -0.58376 0.0007 -0.68204 0.0032 -0.77142 0.0294 -1.14867 0.0197 -0.58038 0.0052
-0.42533 0.0000 -0.08614 0.3851 -0.26483 0.0201 -0.61574 0.0041 0.004818 0.9860 0.669883 0.0000
-014746 0.0661 -0.50459 0.0251 -0.54405 0.0271 0.909881 0.0172 0.649048 0.2124 0.261441 0.4572
0.775790
0.000000
0.714765
0.000000
0.737716
0.000000
0.489569
0.000054
0.275348
0.018084
0.664865
0.000000
1. Komoditi 1
Komoditi 1atau Finishing agent of a kind used in the textile industry, merupakan salah satu jenis komoditi yang dihasilkan oleh industri hulu tekstil. Karakteristik umum dari komoditi yang berasal dari industri hulu tekstil antara lain; produk berupa bahan baku atau barang setengah jadi yang tidak bersentuhan langsung dengan konsumen akhir (konsumen dari kelompok komoditi ini biasanya adalah industri pengolahan tekstil berskala besar), nilai tambah produk rendah, dan produk bersifat padat modal. Implikasi dari karakteristik tersebut menyebabkan pola permintaan terhadap Komoditi 1 ini menjadi sangat sensitif terhadap perubahan harga dan nilai tukar mata uang namun kurang sensitif terhadap perubahan selera dan pendapatan konsumen. Apabila karakteristik produk dari Komoditi 1 ini kita bandingkan dengan basil pendugaan empiris, maka akan terlihat beberapa kemiripan perilaku.
Universitas Indonesia
94
Hasil pendugaan model permintaan memperlihatkan bahwa komoditi ini tidak terpengaruh oleh perubahan pendapatan dunia yang ditandai dengan tidak signifikannya variabel WGDP. Sebaliknya, variabel harga relatif dan nilai tukar cukup kuat pengaruhnya yang terlihat dari nilai elastisitas permintaan komoditi ini terhadap harga dan nilai tukar yang nilainya relatifbesar.
2. Komoditi 3 Komoditi 3 (Textile fabrics impregnated, coated with polyurethane) merupakan komoditi yang termasuk ke dalam kelompok produk industri antara tekstil. Karakteristik umum dari kelompok komoditi ini antara lain semi padat modal dan nilai tambah produknya lebih besar dari produk dari industri hulu. Konsumen dari kelompok komoditi ini sebagian berasal dari industri produk tekstil skala besar dan sebagian lagi berasal dari industri-industri berskala sedang dan kecil. Hasil regresi memperlihatkan bahwa secara empiris variabel pendapatan dunia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan komoditi ini. Sebagaimana halnya Komoditi 1 yang juga tidak sensitif terhadap variabel pendapatan, komoditi ini juga memperlihatkan karakterisitik yang tidak jauh berbeda. Karena itu jelas terlihat bahwa baik kelompok komoditi industri hulu dan industri antara sama-sama kurang sensitif terhadap pendapatan namun cukup responsif terhadap perubahan nilai tukar.
3. Komoditi 2, 4, 5 dan 6 Keempat komoditi ini, yaitu: Handbags with outer surface of plastic
sheeting, Women's dress knitted or crocheted of other textile materials, Other bed
linen
of
other
wear ofrubber for other,
textile merupakan
materials
dan
komoditi
yang
Other sport foottermasuk
dalam
kelompok produk industri hilir tekstil. Karakteristik umum dari kelompok komoditi ini antara lain: padat karya, merupakan final goods sehingga produknya ditujukan untuk konsumen akhir, nilai tambah produk tinggi, pasar bersifat persaingan monopolistic sehingga faktor selera konsumen dan keunikan produk sangat berpengaruh.
Universitas Indonesia
95
Berdasarkan basil pendugaan seperti pada Tabel 5.17 dan Tabel 5.18 di atas terlibat suatu fenomena yang perlu menjadi perbatian khususnya pada model permintaan ekspor Komoditi 4 diman variabel nilai tukar (nilai tukar rupiah terbadap USD, Euro dan Yen) seluruhnya memperlibatkan basil yang tidak signifikan. Kenyataan ini memberikan indikasi bahwa komoditi yang bersangkutan secara empiris tidak sensitif terbadap perubahan nilai tukar mata uang rupiah.
Perbedaan karakteristik dari masing-masing kelompok komoditi di atas menyebabkan terjadinya perbedaan respon masing-masingnya terbadap perubahan kondisi perekonomian. Sehingga dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok komoditi industri bulu dan antara terlibat cukup sensitif terbadap variabel nilai tukar namun tidak responsif terbadap perubahan pendapatan dunia. Sebaiknya kelompok komoditi final goods sifatnya cukup responsif terbadap perubahan pendapan dunia namun kurang sensitif terbadap variabel nilai tukar. Penjelasan mengenai fenomena mengapa permintaan ekspor kelompok komoditi industri bulu dan bilir tidak terpengarub oleb variabel pendapatan dunia sementara permintaan kelompok komoditi industri bilir sangat terpengaruh oleb pendapatan dunia dapat diterangkan sebagai berikut. Berdasarkan teori permintaan dijelaskan bahwa pendapatan konsumen akan mempengarubi jumlah permintaan dalam arab yang positif. Dengan meningkatnya pendapatan maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan sehingga pada tingkat barga yang sama maka jumlah permintaan akan meningkat. Berdasarkan basil estimasi diketahui bahwa teori ini berlaku pada komoditi dari industri hilir namun tidak untuk komoditi dari industri bulu dan antara. Hal ini terjadi karena karekteristik dari masing-masing kelompok komoditi tersebut. Komoditi indudstri bulu dan antara yang merupakan
bukanfinal goods (bahan mentah dan barang setengah jadi) akan dikonsumsi oleb industri (bukan konsumen akhir), konsekuensinya perubahan income konsumen banya akan berpengaruh langsung kepada permintaan komoditi yang berupa final
goods sementara permintaan terbadap produk setengah jadi tidak akan terpengaruh secara langsung.
Universitas Indonesia
96
5.3.2
Kurs Rupiah Terhadap Mata Uang Negara Mitra Dagang Utama Dalam penelitian ini diduga permintaan ekspor komoditi TPT Indonesia
dipengaruhi oleh kurs Rupiah terhadap tiga mata uang negara mitra dagang utama yaitu Dolar Amerika (USD), Euro dan Yen dalam arah positif. Hasil regresi pada variabel Kurs Rupiah terhadap Euro memperlihatkan pola yang berlawanan dengan teori dimana hasil regresinya memperlihatkan bahwa variabel ini (notasi: LNEURO) memiliki pengaruh negatif. Artinya, pada komoditi tersebut saat terjadi peningkatan nilai kurs Rupiah terhadap Euro (Rupiah melemah/terdepresiasi) maka permintaan ekspor TPT Indonsia menjadi berkurang. Kenyataan di atas terjadi diduga sebagai konsekuensi dari pembentukan pasar bersama Eropa (Uni Eropa) dimana di antara negara-negara anggotanya terjadi liberalisasi perdagangan secara masif. Bagi sesama anggota Uni Eropa, hambatan-hambatan perdagang baik yang berbentuk tarif dan non tarif keberadaannya diminimalkan. Sementara bagi negara-negara yang bukan anggota diterapkan aturan yang berbeda. Dengan demikian patut untuk dipertimbangkan alasan bahwa dengan terintegrasinya pasar di Uni Eropa maka pola perdagangan yang paling mungkin meningkat adalah antar sesama anggota Uni Eropa baru kemudian dengan negara-negara lain. Sehingga melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Euro tidak serta merta menjadikan impor ke Uni Eropa dari Indonesia menjadi meningkat. Jacob Viner (1950) dalam Appleyard (2006) menyebutkan bahwa salah satu dampak dari pembentukan suatu pasar bersama (economic integration) adalah terjadinya trade diversion yaitu pengalihan volume perdagangan dari negara bukan anggota ke negara sesama anggota pasar bersama tersebut. Menurut Viner, dampak dari trade diversion terhadap kinerja perdagangan adalah lebih kuat hila dibandingkan dengan dampak dari daya saing produk (harga dan kualitas). Fenomena inilah yang diduga terjadi pada kasus perdagangan TPT antara Indonesia dengan Uni Eropa dalam penelitian ini. Meskipun nilai tukar Rupiah terhadap Euro melemah yang menyebabkan produk TPT Indonesia menjadi semakin kompetitif namun kinerja permintaan ekspor ke negara Uni Eropa tidak terpengaruh secara positif.
Universitas Indonesia
97
5.3.3
Harga Relatif Estimator harga relatif pada model penawaran ekspor memherikan arah
yang herheda dengan asumsi awal. Dalam asumsi awal, diharapkan agar variahel ini memherikan pengaruh positif terhadap penawaran ekspor. Sementara hasil perhitungan/estimasi memperlihatkan pola huhungan dalam arah yang negatif antara variahel ini dengan penawaran ekspor untuk seluruh komoditi yang diamati. Hal ini cukup sulit untuk dijelaskan karena teori permintaan dan penawaran secara jelas menjelaskan hahwa kenaikan harga suatu komoditi akan menyehahkan kecenderungan penawaran menjadi meningkat. Salah satu penyehah yang diduga hisa menjelaskan hal ini adalah rendahnya daya saing produk TPT Indonesia terutama herkaitan dengan faktor non-harga hila dihandingkan dengan komoditi sejenis dari negara produsen lainnya. Hal ini diperkuat dengan kenyataan hahwa negara-negara tujuan ekspor utama dari komoditi TPT Indonesia adalah negara maju dengan tingkat kesejahteraan penduduk yang cukup tinggi.
5.3.4
Kapasitas Produksi Estimator variahel
kapasitas
produksi
pada heherapa
komoditi
memperlihatkan hasil yang tidak signifikan. Tidak signifikannya variahel ini diduga terjadi karena rendahnya utilisasi mesin dan peralatan Industri TPT di Indonesia. Seperti yang terlihat pada Tahel 3.8 dimana rata-rata tingkat utilisasi mesin dan peralatan industri TPT di Indonesia kurang dari 85 persen. Bahkan pada industri pemintalan, tingkat utilisasi mesinnya hanya sehesar 64,40 persen saja. Menurut sumher di Kementrian Perindustrian, tingkat utilisasi yang rendah ini terutama disehahkan karena usia mesin TPT yang relatif tua yaitu lehih dari 20 tahun. Akihatnya efisiensi dan produktifitas menjadi menurun yang herujung pada rendahnya daya saing produk TPT Indonesia hila dihandingkan dengan negara pesaing lainnya. Jadi jelaslah hahwa peningkatan kapasitas produksi yang tidak diikuti dengan peningkatan utilisasi mesin dan peralatan hisa menjadi alasan yang logis mengapa variahel ini tidak memherikan pengaruh yang signifikan hagi peningkatan kinerja penawaran ekspor komoditi TPT Indonesia dalam penelitian tru.
Universitas Indonesia
98
5.3.5 Nilai Ekspor Periode Sebelurnnya Nilai ekspor periode sebelumnya akan mempengaruhi jumlah ekspor pada periode berikut karena devisa yang diperoleh dari ekspor sebelumnya dapat dimanfaatkan untuk membeli bahan baku dan barang modal yang digunakan untuk proses produksi. Namun pada penelitian ini secara empiris diperoleh hubungan negatif antara nilai ekspor periode sebelumnya dengan penawaran ekspor periode sekarang yang mayoritas ditemui pada sebagian model penawaran ekspor dari komoditi-komoditi yang diamati. Selain itu sebagian komoditi memberikan hasil uji t yang memperlihatkan bahwa variabel ini secara individu tidak signifikan dalam mempengaruhi nilai penawaran ekspor. Analisa yang dapat diberikan mengenai fenomena ini adalah bahwa pada penelitian ini periode analisis data yang digunakan berbentuk triwulan. Hasil devisa dari triwulan sebelumnya diduga tidaklah mencukupi untuk membiayai kegiatan pembelian bahan baku dan barang modal. Ditambah lagi dengan kebiasaan industri di Indonesia yang melakukan rencana produksi yang sifatnya tahunan sehingga nilai ekspor atau penjualan satu triwulan belum mencukupi untuk di jadikan dasar dalam melakukan ekspansi produksi. Namun demikian kita tidak bisa serta-merta menganggap bahwa pemilihan variabel ini tidak tepat dan dapat diabaikan. Alasannya adalah karena di samping dapat mempengaruhi ekpektasi produsen (industri) dalam berproduksi, perilaku nilai ekpor periode sebelumnya juga bisa dijadikan sebagai acuan bagi perusahaan/industri untuk menyusun strategi penetrasi pasar periode berikutnya.
5.3.6
Kebijakan Deregulasi Penghapusan Kuota Ekspor TPT Dasar pemberlakuan kebijakan deregulasi di sini adalah untuk
menindaklanjuti penghapusan kesepakatan pembatasan impor tekstil (Agremeent on Textiles and Clothing) oleh negara-negara yang tergabung dalam MFA (Multi Fiber Agreement) yang berakhir pada tahun 2004. Penghapusan kuota tekstil ini bagi Indonesia memiliki dampak positif sekaligus negatif. Dampak positifuya adalah dengan semakin terbukanya pangsa pasar, Indonesia dapat meningkatkan produksi TPT dan kemudian mempromosikannya secara lebih intensif ke pasar yang sebelumnya terproteksi. Sebaliknya kebijakan ini juga menyebabkan persaingan dengan negara kompetitor menjadi semakin berat.
Universitas Indonesia
99
Diterbitkannya kebijakan deregulasi penghapusan kuota TPT di Indonesia mengikuti diberlakukannya liberalisasi perdagangan tekstil di negaranegara
pengimpor
seharusnya
menjadi
peluang
bagi
Indonesia
untuk
meningkatkan penerimaan ekspor dari komoditi TPT. Namun berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa sebagian besar komoditi mengalami penurunan penawaran setelah diberlakukannya deregulasi penghapusan kuota TPT. Ada beberapa alasan mengapa fenomena ini teijadi. Pertama, terbukanya pasar intemasional tidak segera direspon dengan peningkatan kapasitas produksi dalam negeri. Hal ini tercermin dari kenyataan bahwa pemerintah Indonesia, melalui Departemen Perindustrian, baru pada tahun 2007 memprogramkan bantuan peremajaan dan pengadaan mesin/peralatan industri TPT melalui Peraturan Menteri Perindustrian No: 27/M-IND/PER/3/2007. Alasan
kedua
adalah
karena
liberalisasi
perdagangan
tekstil
menyebabkan persaingan menjadi semakin ketat. Penghapusan kuota yang sifatnya global memberi insentifbagi negara lain (pesaing) untuk menggenjot dan mempromosikan produk tekstil mereka di pasar intemasional. Keberadaan industri tekstil negara pesaing yang lebih efisien menyebabkan produk asal Indonesia menjadi kalah bersaing sehingga kineija ekspor tekstil Indonesia menjadi menurun ..
Universitas Indonesia
BAB6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktorfaktor yang diduga menjadi penentu kinetja permintaan dan penawaran ekspor komoditi TPT Indonesia ke manca negara. Hasil identifikasi yang didasarkan oleh teori dan penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinetja permintaan ekspor TPT Indonesia antara lain pendapatan riil dunia, harga relatif, nilai tukar nominal (kurs) Rupiah terhadap mata uang negra mitra dagang utama (USD, Euro dan Yen) serta jumlah populasi dunia. Sementara faktor yang mempengaruhi kinetja penawaran ekspor komoditi TPT Indonesia adalah kapasitas produksi domestik, harga relatif, nilai ekspor periode sebelumnya dan kebijakan deregulasi perdagangan dan industri terutama disektor tekstil. Data total ekpor TPT Indonesia dalam periode 2004-2008 dari tahun ke tahun dalam level (nilai dan volume) memperlihatkan peningkatan yang konsisten (dari USD 8,6 milyar tahun 2005 menjadi USD 10,1 milyar tahun 2008), namun pertumbuhannya secara konsisten meperlihatkan penurunan yang cukup signifikan (dari 12,5% tahun 2005 menjadi 3,41% tahun 2008). Dari keseluruhan ekspor TPT Indonesia keseluruh negara di dunia, terlihat bahwa mayoritas komoditi TPT Indonesia diserap oleh pasar Amerika Serikat (36,10%), Uni Eropa (30,13%) dan Jepang (5,54 persen). Data deskriptif lain juga memperlihatkan pola pergerakan nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap USD, Euro dan Yen. Kurs Rupiah terhadap USD dan Yen memperlihatkan pola yang sangat fluktuatif namun rentang perubahannya tidak terlalu besar. Sementara itu volatilitas nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap Euro memperlihatkan pola yang cenderung mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pendapatan dunia dunia juga menunjukkan peningkatan tiap periodenya. Hal ini tercermin dari nilai GDP riil dunia tumbuh secara konsisten pada setiap periodenya.
100
Universitas Indonesia
101
Pendekatan empiris dengan metoda regresi kuadrat terkecil dua tahap digunakan untuk menjelaskan arab dan besaran dari pengaruh variabel-variabel yang diduga menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja permintaan dan penawaran ekspor TPT Indonesia sehingga dapat menjawab apa yang menjadi tujuan dari penelitian ini. Adapun kesimpulan dari hasil pendugaan.estimasi terhadap model permintaan dan penawaran tersebut dapat dijelaskan seperti uraian di bawah ini. Dari sisi permintaan, hasil analisis .empiris menunjukkan bahwa Pendapatan dunia memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan ekspor TPT. Nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap USD dan Yen miliki korelasi positif dengan kinerja permintaan ekspor TPT Indonesia, sementara Kurs Rupiah terhadap Euro memperlihatkan korelasi dalam arab yang berlawanan dengan kinerja permintaan ekspor. Anomali yang terjadi pada hubungan kurs Rupiah terhadap Euro dengan permintaan ekpor diduga disebabkan karena karakteristik pasar uni eropa yang memberlakukan diskriminasi antara anggotanya dengan negara bukan anggota termasuk Indonesia. Terakhir, variabel populasi dunia mempengaruhi permintaan ekspor dalam arab yang positif dimana semakin bertambahnya populasi dunia maka akan semakin meningkat permintaan ekspor terhadap komoditi TPT Indonesia. Dari sisi penawaran, kapasitas produksi pada sebagian besar komoditi yang diamati berkorelasi positif dan signifikan dengan kinerja penawaran ekspor. Sementara pada beberapa komoditi lainnya hasil regresi memperlihatkan pola hubungan yang tidak signifikan. Hal ini diduga karena peningkatan kapasitas produksi pada industri TPT di Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan utilisasi mesin dan peralatan yang digunakan. Harga relatif memberikan hasil perhitungan yang sesuai dengan dugaan untuk model permintaan, namun berlawanan untuk model penawaran dimana harga relatif dalam arab negatif mempengaruhi penawaran ekspor TPT Indonesia ke pasar intemasional. Variabel ekspor tahun sebelumnya sebagian besar memperlihatkan hubungan negatif dengan penawaran ekspor namun hasil uji t memperlihatkan pengaruh variabel ini tidaklah signifikan. Variabel dummy untuk kebijakan deregulasi memperlihatkan pengaruh dalam arab negatif terhadap penawaran
Universitas Indonesia
102
ekspor. Diduga hal ini tetjadi karena rendahnya daya samg komoditi TPT Indonesia hila dibandingkan dengan produk dari negara pesaing akibat rendahnya efisiensi dari indutri TPT Indonesia. Dengan demikian produsen di Indonesia tidak berhasil memanfaatkan kesempatan yang tercipta sebagai konsekuensi dari berakhimya kebijakan kuato tekstil pasca Agremeent on Textiles and Clothing (ATC).
Dari basil analisis yang lebih mendalam mengenai karakteristik komoditi dapat disimpulkan bahwa bahwa kelompok komoditi industri hulu dan antara terlihat cukup sensitif terhadap variabel nilai tukar namun tidak responsif terhadap perubahan pendapatan dunia. Sebaiknya kelompok komoditi final goods sifatnya cukup responsif terhadap perubahan pendapan dunia namun kurang sensitif terhadap variabel nilai tukar.
6.2
Saran dan Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disampaikan beberapa saran.
Pertama, adanya tantangan yang besar bagi pemerintah dalam menyikapi pengaruh variabel harga dan nilai tukar mata uang terhadap kinetja permintaan ekspor TPT Indonesia. Kedua variabel ini sama-sama menimbulkan dilema bagi permintaan dan penawaran ekpor yang disebabkan tingginya volatilitas dan ketidakstabilan kedua variabel ini. Maka untuk itu disarankan kepada pemerintah untuk terns menjaga stabilitas perekonomian (makro/ mikro) dan politik di dalam negeri. Salah satu tindakan nyata yang bisa dilakukan pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar adalah dengan menciptakan psikologi pasar yang optimis dan meredam potensi guncangan yang bisa mengundang sentimen negatif pasar terhadap perekonomian Indonesia. . Kedua, berkaitan karakteristik kelompok komoditi dimana terdapat perbedaan respon masing-masing kelompok komoditi terhadap variabel nilai tukar dan pendapatan dunia, disarankan agar pemerintah lebih fokus mengarahkan pengembangan industri TPT ke arah industri hilir. Berdasarkan basil pengujian empiris, terlihat bahwa kelompok komoditi industri hilir ini tidak terlalu sensitif terhadap perubahan nilai tukar Rupiah sehingga kinetja ekspomya bersifat lebih stabil. Selain itu, ekspansi ke arah industri hilir juga akan memberikan banyak
Universitas Indonesia
103
keuntunggan antara lain: value added yang dihasilkan lebih tinggi dan membuka lapangan kerja karena penyerapan tenaganya kerja lebih banyak. Ketiga, untuk meningkatkan penawaran ekspor TPT perlu dilakukan peningkatan kapasitas produksi yang diringi oleh usaha peningkatan utilisasi mesin dan peralatan. Penambahan kapasitas produksi berarti menambah investasi yang membutuhkan biaya dalam jumlah besar. Bila usaha ini tidak diiringi dengan usaha peningkatan utilisasi mesin maka terjadi ketidakefisienan yang merugikan perusahaan. Keempat, untuk memanfaatkan momentum keterbukaan pasar tujuan ekspor pasca penghapusan kesepakatan pembatasan impor TPT maka seluruh pihak yang berkepentingan dengan sektor ini hendaknya dapat menciptakan kebijakan yang mampu meningkatkan daya saing komoditi TPT Indonesia di pasar internasional. Untuk menjadi unggul dalam persaingan perdagangan dunia yang semakin ketat, perlu dilakukan usaha peningkatan daya saing pada komoditi TPT Indonesia baik dari segi harga maupun kualitas. Untuk itu disarankan kepada pengusaha atau produsen tekstil untuk meningkatkan produktifitas agar dapat menghasilkan produk yang efisien dengan kualitas yang baik. Caranya adalah dengan cara memperbaharui teknologi terutama pada mesin dan peralatan produksi. Sementara kepada pemerintah disarankan untuk memberikan berbagai kemudahan pada dunia industri dan agar mencegah terjadinya praktek ekonomi biaya tinggi. Kebijakakan yang dapat dilakukan antara lain: menekan pajak ekspor, mencegah terjadinya pungutan liar, memperbaiki infrastuktur dan sarana transportasi. Sebagai penutup, perlu digarisbawahi bahwa dalam rangka menyikapi perdagangan
global
yang
semakin
terbuka
dan
sebelum
Indonesia
mengintegrasikan diri lebih jauh dengan pasar pasar global, maka hendaknya seluruh pihak yang berkepentingan agar secara serius menyiapkan ketahanan dan keunggulan industri dalam negeri. Keberanian pemerintah untuk bergabung dalam kerjasama perdagangan yang sifatnya regional, bilateral dan multilateral patut untuk diberi apresiasi. N amun pemerintah juga perlu diingatkan untuk terus membenahi industri dalam negeri agar lebih kuat dan lebih unggul. Di zaman globalisasi, cara bijak dalam melindungi perekonomian domestik bukanlan
Universitas Indonesia
104
dengan melakukan proteksionime melainkan dengan cara meningkatkan kualitas, keunggulan dan daya saing Industri lokal.
Universitas Indonesia
105
DAFfAR REFERENSI
Ahmed, Gouher (2009), Krugman Trade Theory and Developing Economies,
International Conference on Technology and Business Management. Alvares, Roberto. (2005). Explaining Export Success in a Developing Country: Firm Characteristics and Spillover Effects. UCLA Anderson School of Management. Amir, Hidayat. (2004). Pengaruh Ekspor Pertanian dan Non-Pertanian terhadap Pendapatan Nasional: Studi Kasus Indonesia Tahun 1981 - 2003 . Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Departement Keuangan, Edisi Desember 2004. Appleyard, Dennis R. and Alfred J. F. Jr. and Steven L. C. (2006). International Economics, Fifth Edition. McGraw Hill Irwin. Astiyah, S. & Hutabarat, A. R. & Sianipar, D. V. B. (2005). Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melalui Structure-Conduct Performance Model. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005. Athukorala, P.C. (2000). Manufactured Exports and Terms of Trade of Developing Countries: Evidence from Sri Lanka. Journal of Development Studies 36 (5). ---------------------. (2006). Post-Crisis Export Performance: The Indonesian Experience in Regional Perspective. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol.42, No.2, 2006: 177-211. Bahmani-Oskooee, M., Mohtadi, H., and Shabsigh, G. (1991). Exports, Growth and Causality in LDCs: A Re-examination. Journal of Developtment Economics 36 (1991): 4005-415 BaHasa, B. (1978). Export and Economic Growth: Further Evidence. Journal of Development Economics 5, 1978: 181-189. Blanchard, Olivier. (2006). Macroeconomics, Fourth Edition. International Edition, Upper Sadie River, New Jersey.
Pearson
Bohman, Helena and desiree Nilsson (2007). Market Overlap and The Direction of Exports - a New Approach ofAssessing the Linder Hypothesis. CESIS Electronic Working Paper Series No. 86. Direktur Jenderal Industri Mesin Logam Tekstil dan Aneka (2007). Peraturan Direktur Jenderal Industri Mesin Logam Tekstil dan Aneka Nomor: 81/ILMTNPER/ 3 /2007 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Pembelian
Universitas Indonesia
106
Mesin/Pera1atan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Departemen perindustrian Rl. Direktur Jenderal Industri Mesin Logam Tekstil dan Aneka (2009). Fact and Figures Indonesia Textile Industry Period 2004 - 2008, Departemen Perindustrian Rl. Edwards, L. and Alves, P. (2005). South Africa 's Export Performance: Determinants ofExport supply. Africa Region Working Paper Series No. 95. Ekananda, M. (2004). Ana/isis Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar pada Ekspor Komoditi Manufaktur di Indonesia: Penerapan Estimasi dengan Menggunakan Distribusi Lag Poissons Pada Persamaan Non Linear Seemingly Unrelated Regression. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Sept. 2004. Enders, Walter (1995). Applied Econometrics Time Series. John Wiley & Sons Inc, New York. Engle R.F. dan Granger, C.W.J. Cointegration and Error Correction: Representation, Estimation and Testing. Econometrica. March 1987, Vo1.55. No.2 Fenwick, I. and Amine, L. (1979). Export Performance and Export Policy: Evidence from U.K. Clothing Industry. The Journal of the Operational Research Society, Vol.30, No.8, Aug., 1979: 747-754. Hachicha, Nejib (2003). Exports, Export Composition and Growth: A Simultaneous Error-Correction Model for Tunisia. International Economic Journal101 Vol. 17, No. 1, Spring 2003. Harris, Richard. (1999). Using Cointegration Analysis in Econometric Modelling. Prentice Hall, Great Britain,. Krugman, Paul and Maurice Obstefld (1991 ). Internasional Economics, Sixth Edition. Adisson Wesley Press. Kusumadewi, Ratih I. (2007). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia (Tahun 2000 - 2005. Program Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Kusumawati, Dini. (2000). Determinan Ekspor Manufaktur Indonesia Ke Amerika Serikat Periode 1979 - 199'. Program Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok.
Universitas Indonesia
107
Malian, A. H. (2003). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Produk Pertanian dan Produk Industri Pertanian Indonesia: Pendekatan Macroeconometric Models dengan Path Analysis. Jumal Agro Ekonomi Vol.21, No.2, Oct 2003: 97-121. Mankiw, N. Gregory (2006). Pengantar Ekonomi Makro edisi 3. Salemba Empat, Jakarta. -------------------. (2007). Makroekonomi. Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Meilany, Reny (2009). Ana/isis Determinan Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia. Program Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Menteri
Perindustrian Republik Indonesia (2007). Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 27/M-IND/PER/3/2007 Tentang Bantuan dalam Rangka Pembelian Mesin/Peralatan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Departemen Perindustrian Rl.
Menteri
Perindustrian Republik Indonesia (2007). Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 36/M-IND/PER/4/2007 Tentang perubahan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 27/M-IND/PER/3/2007 Bantuan dalam Rangka Pembelian Mesin/Peralatan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Departemen Perindustrian Rl.
Miranti, Ermina (2007). Mencermati Kinerja Tekstil Indonesia: Antara Potensi Dan Peluang. Economic Review No. 209. Nachrowi, Djalal Nachrowi dan Usman, H. (2002). Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Jakarta. Nachrowi, Djalal Nachrowi dan Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Ana/isis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Nicholson, Walter. (2005). Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions, tJh Edition. Thomson South-Western. Pindyck, Robert S. dan Rubinfeld, Daniel L. (1998). Econometric Models and Econometric Forecasts, fourth edition. New York: McGraw-Hill. -------------------. (2005). Microeconomics, sixth edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. Rahardja, Prathama dan Mandala Manrung. (2001). Teori Ekonomi Mikro, Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Universitas Indonesia
108
Ray, Debraj (1998). Development Economics. Princeton University Press, Princeton- New Jersey. Riadi, A. S. E. (2001). Dampak Ketidakpastian Nilai Tukar Indonesia terhadap Pertumbuhan Ekspor, Periode 1979.1 - 1998.4. Program Pasca Srujana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith (2003). Economic Development. Pearson Education Limited, United Kingdom. Salvatore, Dominic. (1992). Microeconomic Theory, 3/ed. Schaum's Outline Series- McGraw-Hill, Inc. ------------------. (2004). International Economics, Eighth Edition. John Wiley & Sons Inc. Sharma, K. (2003). Factors Determining India's Export Performanc. Journal of Asian Economics 14, 2003: 435-446. Sharma, K and Oczkowski, E. and Jayasuriya, S. (2001). Liberalization, Export Incentives, and Trade Intensity: New Evidence from Nepalese Manufacturing Industries. Journal of Asian Economics 12, 2001:123135. Smith, E. (2001). Is the Export-led Growth Hypothesis Valid for Developing Countries? A Case Study of Costa Rica. United Nations Working Papers. Sukirno, Sadono. (1985). Pengantar Teori Mikroekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Suly, R. S. (2007). Ana/isis Pengaruh Barga Relatif, PDB, dan Nilai Tukar Terhadap Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ke Amerika Serikat. Program Pasca Srujana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Syarid, Syon. (2001). Perubahan Struktur Industri Manufaktur dan Relevansinya terhadap Competitive Advantage Ekspor Industri Manufaktur Indonesia. Program Pasca Srujana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Tan, Syamsurijal. (2000). Ekspor Produk Industri Manufaktur Indonesia: Dilihat dari Sisi Penawaran dan Permintaan, 1983 - 1996. Program Pasca Srujana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Thornton, John. (1997). Exports and Economic Growth: Evidence from 1¢h Century Europe. Economic Letters 55, 1997: 235-240.
Universitas Indonesia
109
Van Dijk, M. (2002). The Determinant of Export Performance in Developing Countries: The Case of Indonesian Manufacturing. Departement of Tecnology Management, Technische Universiteit Eindhoven, Netherland. Varian, H. R. (1995). Microeconomic Analisys, third Edition. W.W. Norton, New York. Wilson, J. S. (2006). Standards and Developing Country Exports: A Quick Review of Selected Studies and Suggestions for New Research Preliminary. First Draft. Prepared for: Summer Symposium of the International Agricultural Trade Research Consortium (IATRC). Bonn, Germany. Winamo, Wing W ahyu (2007). Ana/isis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Wulandari, Atsari. (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Program Pasca Smjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Yue, Changjun and Hua. P. (2002). Does Comparative Advantage Explains Export Patterns in China?. China Economic Review 13,2002: 276-296. Zainal, Arindra A. (2004). Exchange Rate Volatility and Export Performance: Evidence from Indonesian Data, An ARDL Approach. Department of Economics University of Indonesia
Universitas Indonesia
110
Lampiran 1: Model Persamaan Simultan MODEL PERSAMAAN SIMULTAN
1. Pengertian
Karak:teristik umum dari suatu persamaan simultan adalah bahwa di dalam persamaan ini terdapat beberapa variabel yang berperilaku seperti variabel bebas (dependent variable). Selain itu, ciri utama yang membedak:an antara persamaan simultan dengan persamaan tunggal (persamaan dengan satu variabel bebas dan beberapa variabel terikat) adalah bahwa pada persamaan simultan terdapat hubungan dua arah antara variabel X dan variabel Y. Oleh sebab itu mak:a pembedaan variabel atas variabel bebas dan variabel terikat-menjadi meragukan. Mak:a pada persamaan simultan biasanya variabel-variabel yang ada dibedak:an menjadi: a. Variabel endogen (endogenous variable). Yaitu variabel-variabel yang memiliki hubungan dua arah dimana nilainya ditentukan oleh model b. Variabel eksogen (exogenous variable). Yaitu variabel-variabel yang secara statistik merupakan suatu variabel benar-benar non stokastik dimana nilainya ditentukan dari luar model (given
from outside).
Berdasarkan sifat yang khas dari persamaan simultan tersebut maka dalam melak:ukan estimasi persamaan simultan, parameter-parameter yang dibutuhkan tidak: dapat dilakukan tanpa memperhatikan informasi yang ada dalam variabel-variabel lain di dalam sistem persamaan simultan tersebut. Apabila estimasi dilakukan secara langsung dengan menggunak:an OLS, sebagaimana yang dilakukan pada persamaan tunggal, mak:a estimator yang diperoleh kemungkinan ak:an menjadi bias dan tidak: konsisten. Untuk menyiasati hal ini mak:a kita perlu mencari altematif lain yaitu dengan mentransformasikan modeVpersamaan awal (model struktural atau structural form) ke dalam bentuk modeVpersamaan reduksi
(reduce form).
Ill
Lampiran 1 (lanjutan) Model struktural atau hiasa juga disehut dengan model perilaku mempunyai hentuk yang didasarkan pada teori yang melandasinya. Model struktural ini mempunyai ciri yaitu terdiri atas variahel endogen yang herada di sehelah kiri persamaan, sedangkan dihagian sehelah kanan persamaan terdiri atas variahel eksogen dan variahel endogen. Sementara itu model reduksi pada dasarnya merupakan hentuk lain dari model struktural yang telah disederhanakan. Adapun ciri utama dari model reduksi ini adalah semua variahel endogen herada di sehelah kanan persamaan dan variahel eksogen herada di sehelah kiri persamaan (Nachrowi dan Usman, 2006).
2. ldentif"Ikasi Persamaan Simultan
Seringkali tetjadi suatu set (himpunan) nilai error term (ut) dan variahel eksogen (Xt) memghasilkan nilai-nilai yang sama hagi heherapa variahel endogen yang herheda. Hal ini dikarenakan persamaan-persamaan dalam model tidak hisa dihedakan dalam pengamatan. Parameter-parameter setiap persamaan simultan seharusnya memiliki nilai-nilai yang unik, karenananya, sehelum melakukan pendugaan terlehih dahulu harus dilakukan pengujian identifikasi terhadap persamaan.
Identifikasi
diperlukan
untuk
mengetahui
hagaimana
cara
menyelesaikan sistem persamaan simultan yang ada atau dengan kata lain, dengan melakukan identifikasi kita dapat mengetahui apakah sistem persamaan simultan ada penyelesaiannya atau tidak. Permasalahan identifikasi sesungguhnya merupakan permasalahan dalam penentuan penyelesaian persamaan struktural hila persamaan tereduksi telah diperoleh. Ada tiga kemungkinan identifikasi yang akan ditemui pada persamaan simultan, yaitu: a. Tidak teridentifikasi (unidentified). Suatu persamaan simultan dikatakan tidak teridentifikasi hila tidak terdapat informasi yang cukup untuk menyelesaikan persamaan simultan tersehut. Sehingga pada kasus ini, tidak hisa dilakukan pendugaan terhadap semua parameter dalam persamaan struktural dari persamaan tereduksinya.
112
Lampiran 1 (lanjutan) b. Teridentifikasi (exactly-identified). Suatu sistem
persamaan simultan dikatakan
teridentifikasi hila
dimungkinkan untuk mendapatkan besaran parameter dalam persamaan struktural dari persamaan tereduksi. Dalam kasus ini, besaran parameter yang diperoleh memiliki nilai tunggal. c. Teridentifikasi berlebih (over-identified) Pada kasus ini, sistem persamaan simultan yang ada justru kelebihan informasi yang menyangkut variabel predetermine. Atau dengan kata lain, estimator dari parameter yang diperoleh mempunyai nilai yang tidak tunggal. Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa dalam kasus-kasus sistem persamaan simultan: Dalam suatu sistem persamaan bisa teijadi bahwa suatu persamaan teridentifikasi dan persamaan lainnya tidak. Dalam suatu persamaan bisa teijadi beberapa parameter teridentifikasi dan beberapa parameter lainnya tidak.
Prosedur
yang sering digunakan untuk melakukan identifikasi pada
sistem persamaan simultan adalah dengan menggunakan prosedur pengujian order dan rank condition- dimana order condition merupakan syarat perlu (necessary
condition) sedangkan rank condition merupakan syarat cukup (sufficient condition). Bagaimana mekanisme kedua prosedur pengujian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Order condition menyatakan bahwa hila suatu persamaan teridentifikasi, banyaknya variabel yang diketahui (predetermined variables) yang dikeluarkan dari suatu persamaan harus lebih besar atau sama dengan banyaknya variabel endogen yang ada dalam persamaan dikurangi satu (Pindyck dan Rubinfeld, 1998). Sederhananya dapat digambarkan sebagai berikut: jika ada sistem persamaan simultan - yang terdiri dari beberapa persamaan linier - memiliki sejumlah M variabel endogen dalam sistem persamaan simultan dengan m variabel endogen pada masing-masing persamaan dan sejumlah K variabel
113
Lampiran 1 (lanjutan) eksogen (predetermined variables) dalam sistem persamaan simultan dengan k variabel eksogen pada masing-masing persamaannya, maka: Jika persamaan tersebut memiliki K - k < m - 1, maka persamaan tersebut adalah unidentifield. Jika dalam persamaan tersebut memiliki K - k = m - 1, maka persamaan tersebut adalah exactly-identified. Jika dalam persamaan tersebut memiliki K- k > m - 1, maka persamaan tersebut adalah overidentified. Sementara itu rank condition diperlukan hanya untuk memastikan apakah suatu persamaan yang sedang diperhatikan - pada suatu sistem persamaan simultan -
teridentifikasi atau tidak, langkah dari pengujian rank condition
dilakukan dengan menggunakan matrik dengan ketentuan sebagai berikut: "Pada sistem persamaan simultan yang mengandung M persamaan dengan m variabel endogen, persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika paling sedikit ada determinan matrik berukuran (M-1)x(m-1) yang tidak sama dengan nol. Matrik ukuran (M-1)x(m-1) tersebut dibentuk dari koefisien-koefisien variabel sistem persamaan simultan (baik variabel endogen maupun variabel eksogen) yang tidak terdapat pada suatu persamaan yang diperhatikan tetapi terdapat pada persamaan yang
lain pada sistem
persamaan simultan
yang
bersangkutan." Berdasarkan kalimat tersebut terlihat jelas bahwa suatu persamaan pada sistem persamaan simultan akan teridentifikasi jika order condition mauplin rank condition terpenuhi.
3. Pendugaan Model Persamaan Simultan Pendugaan persamaan simultan dilakukan dengan cara mengestimasi semua parameter yang belum diketahui pada sistem persamaan simultan tersebut. Langkah ini hanya bisa dilakukan setelah kita terlebih dahulu mengidentifikasi apakah sistem persamaan tersebut teredintifikasi (exacly atau over-identified) atau sama sekati tidak teridentifikasi. Dengan demikian kita dapat mengetahui metoda apa yang cocok untuk menaksir parameter-parameter yang dibutuhkan yang pada
114
Lampiran 1 (lanjutan) akhimya kita dapat menyelesaikan sistem persamaan untuk kemudian kita dapan menganalisis dan mengambil kesimpulan. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pendugaan persamaan simultansetelah terlebih dahulu dilakukan identifikasi - dapat dilakukan sebagai berikut: a. Jika persamaan simultan bersifat unidentified, artinya kita tidak memiliki informasi yang cukup untuk menyelesaikan persamaan tersebut, maka kita tidak dapat mengestimasi/menaksir sistem persamaan simultan tersebut. b. Jika sistem persamaan simultan memiliki sifat exactly-identified, artinya jumlah koefisien yang diketahui pada persamaan struktural sama dengan jumlah koefisien pada persamaan tereduksinya atau besaran parameter yang diperoleh memiliki nilai tunggal, maka sistem persamaan simultan ini dapat diestimasi dengan menggunakan metoda OLS recursive atau Indirect Least Square (ILS).
c. Jika sistem persamaan simultan memeiliki sifat over-identified, artinya besaran parameter yang diperoleh memiliki nilai yang tidak tunggal (lebih dari satu), maka untuk mengestimasinya kita dapat menggunakan metode Two-Stage Least Square (TSLS).
115
Lampiran 2: Evaluasi Model
EVALUASI MODEL
1. Evaluasi Kriteria Ekonomi dan Kriteria Statistik Evaluasi pertama yaitu menggunakan kriteria ekonomi dengan melihat tanda dan besaran. Parameter-parameter yang didapat dari proses estimasi model persamaan simultan ini akan dilihat tanda dan besarannya apakah telah sesuai dengan teori ekonomi yang mendasarinya. Evaluasi kedua yaitu menggunakan kriteria-kriteria statistik. Uji pertama yaitu uji t atau uji parsial, dimana uji ini dilakukan untuk melihat keabsahan masing-masing koefisien regresi. Hipotesa nol (H 0
=
Pi
=
0) artinya nilai masing-
masing koefisien sama dengan nol sedangkan Hipotesa altematif (HI = PI :;e 0) artinya nilai masing-masing koefisien berbeda dengan nol. Daerah penolakan ditentukan dengan membandingkan nilai t statistik dengan nilai t-tabel (derajat kebebasan N-1) atau p-value dibandingkan dengan critical value (a). Jika nilai tstatistik > nilai t-tabel atau p-value
=
P2 =Pi
=
0) artinya semua
koefisien berbeda dengan nol. Hipotesa altematif (Ho =PI :;e P2 :;e Pi :;e 0) artinya tidak semua koefisien sama nol.
Daerah penolakan ditentukan dengan
membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel (derajat bebasnya N-k, K-1) atau menggunakan p-value dibandingkan dengan nilai a. Jika nilai F-statistik > nilai Ftabel atau p-value
=
/h =Pi
=
0) ditolak dan
dengan demikian tidak ada alasan untuk menolak Hipotesa altematifnya yaitu tidak semua koefisien sama dengan nol (artinya: model yang dibangun cukup bagus). Nilai F-hitung dihitung dengan formula dibawah ini:
R2
N-k
F,k-J,N-k = 1-R2 · k-1 --
(4.10)
116
Lampiran 2 (lanjutan) Pengujian ketiga yaitu melihat koefisien determinasi R 2 atau R2 adjusted. Koefisien determinasi ini menunjukan kemampuan garis regresi menerangkan proporsi/persen variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R 2 atau R2 adjusted berkisar antara 0 dengan 1, semakin mendekati satu semakin baik. Nilai
k
atau R 2 adjusted dapat dihitung dengan formula di bawah
1m: 1\
R2
1\
2 RSS P'X"X P-NY =- = .;._ _ _.:....._ __ TSS y'y
( "]
2 • c'c N -k R adjusted = 1- (--) y'y N-1 /\
(4.11)
(4.12)
2. Evaluasi Kriteria Ekonometrika Kriteria ekonometrika yang penting untuk dievaluasi antara lain: multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas
a. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linear diantara variabel bebas pada persamaan regresi. Jika dalam persamaan regresi terdapat perfect multicollinearity maka nilai koefisien tidak dapat ditentukan dan nilai standart error nilainya tidak terhingga (infinite). Metode OLS yang digunakan untuk menduga persamaan yang mengandung near multicollinearity akan tetap menghasilkan parameter yang unbiased dan tetap mempunyai varians yang minimum. Dampak dari adanya
multikolinearitas dalam persamaan regresi akan menghasilkan standard error yang besar, sehingga nilai t-statistik menjadi kecil dan interval kepercayaan semakin lebar. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dalam model yaitu dari nilai
k
tinggi tetapi banyak t-statistik yang tidak signifikan, nilai pair-
wise correlations yang tinggi di antara variabel bebas. Adapun cara untuk
megatasi multikolinearitas adalah dengan mencari informasi lainnya atau merujuk pada dasar teori dan pengalaman penelitian sebelumnya, mengkombinasikan data
117
Lampiran 2 (lanjutan) cross-section dan time-series (panel data), membuang variabel, melakukan transformasi variabel serta menambah data.
b. Uji Serial Correlation (Autocorrelation) Apabila dalam model ditemukan adanya korelasi antara variabel itu sendiri pada pengamatan yang berbeda waktu dan individu maka model mengalami masalah autokorelasi. Akibat adanya autokorelasi dalam model hampir sama dengan akibat yang ditimbulkan oleh masalah heterokedastis, model tetap konsisten tetapi menjadi tidak efisien serta dapat menyebabkan t test, F test dan
X 1 menjadi tidak akurat. Cara yang paling senng digunakan untuk
mendeteksi
adanya
autokorelasi adalah dengan uji Durbin-Watson. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik DW yang dihitung dengan nilai batas DW. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan membuat estimasi residual dengan residual lagnya (residual(-!)), dimana nilai koefisien parameter dari lag residual adalah = 0 apabila tidak terdapat hubungan autokorelasi. Ketika model mengalami masalah autokorelasi salah satu teknik estimasi yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan white cross-section. Metode tersebut juga dapat dipakai apabila model mengalami masalah autokorelasi dan heterokedastis.
c. Uji Heteroscedastisitas Untuk mendapatkan model yang efisien dan konsisten, maka varians dari setiap error term harus konstan. Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana asumsi diatas tidak tercapai, dengan demikian tiap observasi mempunyai reliabilitas yang berbeda-beda. Heteroskedastisitas menyebabkan proses estimasi menjadi tidak efisien, sementara hasil estimasi tetap konsisten dan tidak bias. Masalah heteroskedastisitas akan mengakibatkan hasil uji t dan F tidak akurat dan standard error taksiran menjadi lebih besar sehingga interval kepercayaan menjadi sangat besar.
118
Lampiran 2 (lanjutan) Salah satu cara untuk mengetahui adanya heterokedastisitas adalah dengan menggunakan Lagrange Multiplier (LM) test. Bentuk persamaan untuk LM test dapat dijelaskan sebagai berikut: t
= 1,2.... T
(4.13)
Ho: 3=0 (homokedastis), dan U~ merupakan residual dari least square. Apabila
<>tO atau probabilitas dari hasil LM test < a maka Ho tidak diterima atau dengan kata lain terdapat masalah heterokedastis dalam model. Apabila model memiliki masalah heterokedastis maka weighted least square dapat diterapkan
d. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi digunakan untuk memecahkan masalah data time series yang nonstasioner. Dasar pendekatan kointegrasi adalah bahwa sejumlah data time series yang dapat menyimpang dari rata-ratanya dalam jangka pendek, akan bergerak bersama-sama menuju kondisi keseimbangan dalam jangka panjang. Jika sejumlah variabel memiliki keseimbangan dalam jangka panjang dan saling berintegrasi pada orde yang sama, dapat dikatakan bahwa variabel-variabel dalam model tersebut saling berkointegrasi. Engle dan Granger (1987) mencatat bahwa kombinasi linier dari dua atau lebih series yang tidak stasioner mungkin stasioner. Jika kombinasi linier seperti itu ada, diantara series yang tidak stasioner tersebut dikatakan berkointegrasi. Kombinasi linier yang stasioner tersebut dinamakan persamaan kointegrasi dan dapat dipresentasikan sebagai hubungan jangka panjang diantara series, dimana deviasi dari kondisi equilibriumnya adalah stasioner meskipun series tersebut bersifat nonstasioner. Intepretasi ekonomi dari kointegrasi adalah bahwa jika dua series (atau lebih) berkaitan untuk membentuk hubungan keseimbangan jangka panjang, maka walaupun masing-masing series tersebut tidak stasioner mereka akan senantiasa bergerak bersama-sama sepanjang waktu dan perbedaan diantara mereka akan senantiasa stabil (Harris, 1999:22). Dengan demikian konsep kointegrasi berkaitan dengan keberadaan keseimbangan jangka panjang dimana sistem ekonomi
119
Lampiran 2 (lanjutan) konvergen sepanjang waktu seperti yang dikehendaki dalam teori dan merupakan cara untuk melakukan uji terhadap teori. Kemudian jika terjadi shock dalam suatu sistem perekonomian, maka dalam jangka panjang terdapat kekuatan yang mendorong ekonomi untuk pulih kembali ke kondisi keseimbangannya (equilibrium). Dengan kata lain, apabila terjadi disequilibrium dalam jangka pnedek, maka akan ada kekuatan yang mendorong perekonomian menuju kondisi keseimbangannya (equilibrium). Penerapan teknik kointegrasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa sebagian besar data makroekonomi mempunyai trend yang tidak stasioner (tidak stabil). Pemaksaan model regresi yang konvensional terhadap series yang tidak stasioner, dengan menggunakan uji t dan uji F akan membuka peluang terjadinya pola hubungan yang palsu (spurious regression relationships). Oleh karena itu teknik kointegrasi merupakan solusi untuk mendeteksi permasalahan tersebut. Engle dan Granger (1987) menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut dikatakan saling berkointegrasi jika ada kombinasi linier diantara variabelvariabel yang tidak stasioner, dimana residual yang diperoleh dari hasil regresi persamaan dengan variabel-variabel yang tidak stasioner dikeluarkan dan kemudian residual dari kombinasi linier tersebut harus stasioner pada tingkat level. Tahapan dari penguJtan dengan prosedur Johansen adalah sebagai berikut (Enders, 1995: 396-400): Uji stasioneritas semua variabel untuk mengetahui orde integrasi dari masing-masing variabel; Estimasi vektor autoregression dengan menggunakan level data (undifferenced data). Dengan menggunakan panjang lag yang sama, variabel kemudian diuji dengan menggunakan vektor autoregression (VAR), dengan model sebagai berikut: (4.14) dan X,
= A0 + A1X,_1 + f.i
1
(4.15)
120
Lampiran 2 (lanjutan) Dimana Xt adalah vektor (n x 1) dari variabel-variabel yang akan diuji. AO adalah matriks intersep (n x 1), An adalah matriks (n x n) dari koefisiesn serta et dan J.lt adalah vektor (n x 1) dari error. Model diatas kemudian diuji untuk memperoleh rank dari matriks. Sebagai contoh, misalnya untuk uji panjang lag 2 maka model diatas dapat ditransformasi menjadi: (4.16) Dimana n adalah rank dari matriks Xn. Prosedur selanjutnya dari Johansen Test adalah melakukan pengujian terhadap hipotesis Ho : n = 0. Jika hasil pengujian tidak menolak hipotesis nol, maka variabel dikatakan tidak berkointegrasi.
Komoditi I
LAMPIRANJ
Demand Oepelldent Variable: LNXD Method: Two-Stage Least Squares Date: 05111/10 Time: 11:12
Sample(adjusted): 1998:2 2008:2 Included obaervatlons: 41 after adjusting endpoints Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER '\Mrlable
Coefficient
Std. Error
t-statlstlc
Prob.
c
-365.1974 -0.902119 -2.113774 2.483584 ·2.598273 1.758110 18.03542
56.46091 1.748464 0.429864 0.749693 0.399182 0.785672 1.789065
-6.468146 -0.515949 -4.917306 3.312802 -6.508999 2.237715 10.08092
0.0000 0.6092 0.0000 0.0022 0.0000 0.0319 0.0000
LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statlstic Frob( F-statlstlc}
0.805323 0.770968 0.240554 23.44133 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resld Durbin-Watson stat
14.63337 0.50264a 1.967451 1.281824
Komoditi2 Demand Dependent Varlable: LNXD Method: Two-stage Least Squares Date: 05/11/10 Time: 11:13 Sample(adjusted): 1998:2 2008:2 Included observations: 41 after adjusting endpoints Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistlc
c
78.11439 1.048800 -0.789119 2.867744 ·1.925173 -0.067753 -4.220361
63.40519 1.974613 0.113192 0.765229 0.428658 0.856589 1.814819
1.231987 0.531142 -6.971507 3.747565 -4.491167 -0.079096 -2.325500
LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F...tatistlc Pl'ob( F-statistic)
0.846050 0.818882 0.263115 31.14183 0.000000
Mean dependent var S.D.~tvar
Sum squared resld Durbin-Watson stat
Prob. 0.2264 0.5988 0.0000 0.0007 0.0001 0.9374 0.0261 13.09237 0.618251
2.353796 1.813936
Supply
Supply
Dependent Variable: LNXS fvlethod: Two-Stage Least Squares Date: 05/11/10 Time: 11:13 Sample(adjusted): 1998:2 2008:2 lncfuded obaervatlons: 41 after adjusting endpoints
Dependent Variable: LNXS Method: Two-Stage Least Squares Date: 05/11/10 Time: 11:13 Sample(aa)USted): 1998:2 2008:2 Included observations: 41 after adjusting endpoints Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER
Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER
~
3
'"0 ....... '"1
Variable
Ccefflclent
Std. Error
t-statistlc
Prob.
Variable
Coefficient
Std. Error
t...statistlc
Prob.
§
c
·30.70850 1.703153 -0.015874 ·0.425333 -0.247462
5.630439 0.193070 0.389117 0.079515 0.130551
-5.454015 8.821428 -0.040794 ·5.349081 ·1.895524
0.0000 0.0000 0.9677 0.0000 0.0661
c
30.87308 ·0.406216 ·0.583755 -0.086141 -0.504585
8.902032 0.283315 0.158037 0.097981 0.215880
3.468094 ·1.433799 -3.693790 -0.879162 ·2.337340
0.0014 0.1603 0.0007 0.3851 0.0251
w
LNCAP LNPR LNEX1 DOER
LNCAP LNPR LNEX 1 DOER R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistlc Frob( F-statlstlc)
0.775790 0.750878 0.250883 31.14096 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resld Durbin-Watson stat
14.63337 0.502648 2.265914 2.121702
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F...tatiltlc Prob( F -statistic)
0.714765 0.683072 0.348052
22.55294 0.000000
Mean dependent var S.D. dependentvar Sum squared resid Durbin-Watson stat
13.09237 0.618251 4.361059 1.237469
::r: ~
....... ......
:;c ~
~ ~ Cll .......
..... N .....
Komoditi 3 Demand Dependent Variable: LNXD fv'ethod: Two-Stage Least Squares Date: 05111/10 Time: 11:14 8ample(adjusted): 1998:2 2008:2 Included obletvatlona: 41 after adjusting endpoints Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER Prob. Std. Error t-st.atlstlc '~..WI able Coefflc.lent
c LNGOP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression !:.statistic A'ob(F-statlstic)
-532.3048 4.703363 ·1.400351 2.790999 -3.315821 1.966402 18.90042 0.823297 0.792114 0.319956 26.40217 0.000000
87.62985 2.899669 0.212782 1.037041 0.557469 1.049714 2.204836
-6.074469 1.622034 -6.581161 2.691311 --5.947987 1.873274 8.572257
Mean clepandent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbln-Wataon stat
Komoditi4 Demand Dependent Variable: LNXD Method: Two-Stage Least Squares Date: 05111/10 Time: 10:51 Sample(adjiJSted): 1998:2 2008:2 Included observations: 41 after adjusting endpoints Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER Variable Coefficient Std. Error t-st.atlstic Prob.
c
0.0000 0.1140 0.0000 O.o110 0.0000 0.0696 0.0000 12.37601 0.701742 3.480642 1.634210
LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP R·SQUared AdjiJSted R-squared S.E. of regression F·statlstlc Prob(F-statistlc)
-509.7939 10.82055 -0.973378 0.057688 -1.204007 1.519919 11.00356 0.405560 0.300659 0.786847 3.866116
o.004m
185.9052 5.587181 0.449699 2.335151 1.306921 2.800898 5.729305
-2.742225 1.936674 ·2.164508 0.024704 ..0.921254 0.542654 1.920575
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resld Durbin-Watson stat
0.0097 0.0611 0.0375 0.9804 0.3634 0.5909 0.0632 11.79880 0.940905 21.05036 1.664721
Supply
Supply
Dependent Variable: LNXS fv'ethod: Two--Stage Least Squares Date: 05111/10 Time: 11:14 Sample(adjiJSted): 1998:2 2008:2 lnctuded observations: 41 after adjusting endpoints Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOPODER 'I..Wlable Std. Error Prob. Coefficient t-st.atls tic -47.95534 10.03136 -4.780545 0.0000 LNCAP 2.2555n 0.312086 7.227420 0.0000 LNPR -0.682041 o.21ssn -3.163789 0.0032 LNEX1 ..0.264831 0.108857 -2.432830 0.0201 DOER ..0.544047 0.236055. -2.304745 0.0271
Dependent Varlable: LNXS Method: Two-Stage Least Squares Date: 05111/10 Time: 10:52 Sample( adjusted): 1998:2 2008:2 Included observations: 41 after adjusting endpoints Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER Prob. Coefficient Std. Error t-Statlstlc variable 0.8289 -3.482222 16.00012 ...0.217637 0.537064 1.790917 0.0817 LNCAP 0.961836 -o.n1416 0.339974 -2.269048 0.0294 LNPR 0.0041 -0.615737 0.201033 ·3.062864 LNEX1 0.364157 2.498594 O.o172 DOER 0.909881
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statlstlc Pl'ob( F-statistic)
R·squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statlstlc Prob(F·statlstlc)
c
o.73n16 0.708574 0.378828 25.31400 0.000000
Mean dependent var S.D.dependantvar Sum squared resld Durbln-Wataon stat
12.37601 0.701742 5.166376 1.344883
c
0.489569 0.432854 0.708587 8.632150 0.000054
Mean dependent var S.D. dependent var SUm squared resld Durbin-Watson stat
11.79880 0.940905 18.07543 1.799299
t""'
~.... "1
§
-.9.(.;.)
c= ..... § ._
N N
K.omoditi Demand
s
K.omoditi6 Demand
Dependant Variable: LNXD Me!hod: Two-Stage Least Squares Date: 05111/10 Tine: 10:54 Sample(adjusted): 1998:2 2008:2 Included obselvatlor.s: 41 after adjusting endpoints lnltrument lilt: LNPR C LNCAP LNGOP lNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 lNPOP DOER V&rlable
Coefflclant
Std. Error
t..statlltlc
Prob.
c
-568.6900
LNGOP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP
25.29818 -0.837198 10.49412 -2.850862 -11.57046 -4.325402
179.8903 5.325664 0.413212 2.075522 1.190333 2.557829 5.085751
-3.161316 4.750239 ·2.026072 5.056135 -2.395012 -4.523547 -0.850494
0.0033 0.0000 0.0507 0.0000 0.0223 0.0001 0.4010
R-squared Adjusted R·squared S.E. of regression F-atatlltlc A'Ob(F·statlstlcl
0.615562 0.547720 0.726983 9.073476 0.000006
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resld Durbin-Watson stat
10.77184 1.080987 17.96912 1.520739
Dependent Variable: LNXD
Method: Two-Stage Least Squares Date: 05111/10 Time: 11 :1
o
Sample(adjusted): 1998:2 2007:4 lnduded obsetvatlons: 39 after adjusting endpoints Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER Variable
Coefficient
Std. Error
t...Statlstlc
Prob.
c
-121.6139 24.77885 -0.739667 -0.999054 2.149245 -2.375410
164.2589
-0.740379 4.509839 ·2.861907 -0.522142 1.974551 -1.077879 -5.076735
0.4645 0.0001 0.0074 0.6052 0.0570 0.2891 0.0000
LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP R.aquared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statlstic Prob( F-statlstlcl
·22.64662 0.594571 0.518553 0.639779 7.821467 0.000031
5.494398 0.258453 1.913375 1.088473 2.203782 4.460862
Mean dependent var S.D.~tvar
Sum squared resld Durbin-Watson stat
13.35054 0.922053 13.09815 1.081213
Supply
Supply Dependent vartable: LNXS ~thod: Two-Stage Least Squares Date: 05111/10 Time: 10:55 Sarnpla(adjusted): 1998:2 2008:2 lnc:iJded oblervatlonl: 41 after adjusting endpoints Instrument lilt: LNPR C LNCAP LNGOP lNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER variable
Coefflclent
Std. Error
t.statl&tic
c
77.83584 -1.965456 -1.148669 0.004818 0.649048
21.94320 0.734403 0.470655 0.273080 0:511285
3.547151 ·2.676265
LNCAP LNPR LNEX 1 DOER R·squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statlstlc Frob( F-statlstlc)
0.275348 0.194831 0.969983 3.419753 0.018084
·2.440578 0.017642 1.269444
Mean dependent var S.D. dependent vat Sum squared rasld Durbin-Watson stat
Prob. 0.0011 0.0111 0.0197 0.9860 0.2124 10.77184 1.080987 33.87119 0.539805
Dependent Variable: LNXS Method: Two-Stage Least Squares Date:05111/10 Time: 11:11 Sample(adjusted): 1998:2 2007:4 Included observations: 39 after adjusting endpoints Instrument list: LNPR C LNCAP LNGDP LNKURS LNEURO LNYEN LNEX 1 LNPOP DOER Variable
Coefficient
Std. Error
t..statlstlc
Prob.
c
26.70821 -0.657453 ·0.580381 0.669883 0.261441
18.58083 0.570888 0.194147 0.133874 0.347609
1.437407 ·1.151633 ·2.989392 5.003822 0.752111
0.1597 0.2575 0.0052 0.0000 0.4572
LNCAP LNPR LNEX_1 DOER R-squared Adjusted R-squarad S.E. of regression F-statlstlc Frob( F-statistlc)
0.664865 0.625438 0.564310 16.86294 0.000000
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resld Durbin-Watson stat
13.35054 0.922053 10.82716 1.834763
~
~.... "1
§
w
.E.a § .._
N
w
124
Lampiran 4: Hasil Uji White Komoditi 1 Model Demand White Heteroskedastici!}: Test: F-statistic Obs*R-squared
1.982319 29.78212
Probability Probability
0.111174 0.219165
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28110 Time: 22:08 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 41 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
185.0614 -12.98920 -0.030904 1.747594 0.869633 -1.826136 -0.086170 2.020940 -1.341018 0.375386 -1.991620 -2.485764 -1.325072 3.957346 -0.415642 -1.018778 3.445291
137.6812 10.19358 0.337154 1.690768 0.758061 1.300437 0.032682 1.142011 3.040944 1.850458 3.976164 4.446733 2.713909 6.967089 0.890134 1.856387 4.543519
1.344130 -1.274253 -0.091661 1.033609 1.147180 -1.404249 -2.636594 1.769633 -0.440987 0.202861 -0.500890 -0.559009 -0.488252 0.568006 -0.466944 -0.548796 0.758287
0.1915 0.2148 0.9277 0.3116 0.2626 0.1731 0.0145 0.0895 0.6632 0.8410 0.6210 0.5813 0.6298 0.5753 0.6448 0.5882 0.4557
LNGDP LNGDP*LNPR LNGDP*LNKURS LNGDP*LNEURO LNGDP*LNYEN LNGDP*LNPOP LNPR"2 LNPR*LNKURS LNPR*LNEURO LNPR*LNYEN LNKURS"2 LNKURS*LNEURO LNKURS*LNYEN LNEUR0"2 LNEURO*LNYEN LNYEN"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.726393 0.543989 0.056823 0.077492 70.38202 2.183521
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob~F-statisticl
0.046959 0.084147 -2.604001 -1.893495 1.982319 0.051174
125
Lampiran 4 (lanjutan) Model Supply
White Heteroskedasticit;t Test: F-statistic Obs*R-squared
1.995546 24.21255
Probability Probability
0.087782 0.099230
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/10 Time: 22:12 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 41 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-333.8149 20.94187 -0.356460 0.574149 -0.150175 0.587480 -4.782407 -0.845230 -0.345485 0.152929 4.263422 0.064977 -0.048718 -17.90504
290.7539 18.66757 0.329114 0.792193 0.256369 0.479455 21.39346 1.079681 0.385594 0.636417 8.031387 0.048415 0.306123 14.88419
-1.148101 1.121831 -1.083089 0.724758 -0.585779 1.225308 -0.223545 -0.782852 -0.895981 0.240297 0.530845 1.342096 -0.159146 -1.202957
0.2610 0.2718 0.2883 0.4748 0.5629 0.2310 0.8248 0.4405 0.3782 0.8119 0.5999 0.1907 0.8747 0.2394
LNCAP LNCAP"2 LNCAP*LNPR LNCAP*LNEX_1 LNCAP*DDER LNPR LNPR"2 LNPR*LNEX 1 LNPR*DDER LNEX_1 LNEX 1"2 LNEX 1*DDER DOER R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.590550 0.393407 0.066793 0.120457 61.33931 2.883497
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.043760 0.085760 -2.309234 -1.724112 1.995546 0.077782
126
Lampiran 4 (lanjutan) Komoditi 2 Model Demand White Heteroskedasticit:t Test: F-statistic Obs*R-sguared
2.785176 27.59521
Probability Probability
0.011656 0.049896
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/10 Time: 22:13 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 41 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
273.4475 -10.54848 1.379594 0.545283 -0.474015 -0.038565 0.010907 -39.17972 0.084262 2.034751 -1.239037 -1.186621 -1.480633 -0.061276 -0.072265 0.828823 1.399618 -0.367484
417.9742 17.11883 2.297237 1.335236 0.633917 1.071913 0.028162 56.84525 0.048412 0.907759 0.617088 1.020776 3.269133 1.582350 5.983465 0.922259 1.840107 4.843459
0.654221 -0.616192 0.600545 0.408379 -0.747755 -0.035978 0.387299 -0.689235 1.740534 2.241511 -2.007877 -1.162469 -0.452913 -0.038725 -0.012077 0.898688 0.760618 -0.075872
0.5195 0.5438 0.5540 0.6868 0.4622 0.9716 0.7021 0.4976 0.0951 0.0349 0.0565 0.2570 0.6549 0.9694 0.9905 0.3781 0.4546 0.9402
LNGDP LNGDP*LNPR LNGDP*LNKURS LNGDP*LNEURO LNGDP*LNYEN LNGDP*LNPOP LNPR LNPR"2 LNPR*LNKURS LNPR*LNEURO LNPR*LNYEN LNKURS"2 LNKURS*LNEURO LNKURS*LNYEN LNEUR0"2 LNEURO*LNYEN LNYEN"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.673054 0.431398 0.061971 0.088330 67.69866 2.306510
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{F-statisticl
0.056952 0.082184 -2.424325 -1.672025 2.785176 0.011656
127
Lampiran 4 (lanjutan) Model Supply White Heteroskedasticitl Test: F-statistic Obs *R-sguared
5.993166 30.44822
Probability Probability
0.000045 0.004057
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/10 Time: 22:14 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 41 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-550.4569 41.73869 -0.707679 -1.893142 0.963452 0.543571 47.19628 0.162342 0.576222 0.075718 -33.78027 0.032659 -0.858830 -4.547343
378.3283 24.03420 0.405420 0.580742 0.371255 0.613395 15.66295 0.067696 0.322927 0.257268 12.89140 0.037343 0.447130 18.10634
-1.454972 1.736637 -1.745544 -3.259869 2.595119 0.886168 3.013243 2.398099 1.784375 0.294314 -2.620372 0.874578 -1.920762 -0.251146
0.1572 0.0938 0.0923 0.0030 0.0151 0.3834 0.0056 0.0237 0.0856 0.7708 0.0142 0.3895 0.0654 0.8036
LNCAP LNCAP"2 LNCAP*LNPR LNCAP*LNEX_1 LNCAP*DDER LNPR LNPR"2 LNPR*LNEX_1 LNPR*DDER LNEX_1 LNEX 1"2 LNEX_1 *DDER DDER R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.742639 0.618725 0.091167 0.224409 48.58457 1.719614
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic}
0.083414 0.147645 -1.687052 -1.101930 5.993166 0.000045
128
Lampiran 4 (lanjutan) Komoditi 3 Model Demand White Heteroskedasticit;t Test: F-statistic Obs *R-sguared
1.147681 19.85520
Probability Probabilit;t
0.375129 0.341030
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 22:15 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 41 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-869.6979 70.94188 -5.069057 -1.968367 0.854243 0.320668 -1.442392 -14.51075 0.328429 -0.186685 -0.332709 1.854385 6.217556 2.373415 -1.884945 5.968189 0.029247 -0.846715 -7.525830
829.9410 30.54829 5.783026 2.637773 1.138350 2.424837 0.980136 201.0370 0.303972 2.249669 1.244751 1.809092 4.271667 5.892771 3.364878 13.73928 1.860932 3.751511 9.979099
-1.047903 2.322286 -0.876540 -0.746223 0.750422 0.132243 -1.471625 -0.072180 1.080458 -0.082983 -0.267290 1.025037 1.455534 0.402767 -0.560182 0.434389 0.015717 -0.225700 -0.754159
0.3061 0.0299 0.3902 0.4634 0.4610 0.8960 0.1553 0.9431 0.2916 0.9346 0.7917 0.3165 0.1596 0.6910 0.5810 0.6682 0.9876 0.8235 0.4588
LNGDP LNGDP*LNPR LNGDP*LNKURS LNGDP*LNEURO LNGDP*LNYEN LNGDP*LNPOP LNPR LNPR"2 LNPR*LNKURS LNPR*LNEURO LNPR*LNYEN LNPR*LNPOP LNKURS"2 LNKURS*LNEURO LNKURS*LNYEN LNEUR0"2 LNEURO*LNYEN LNYEN"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.484273 0.062315 0.114579 0.288826 43.41132 2.612819
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{ F-statistic}
0.084033 0.118326 -1.190796 -0.396702 1.147681 0.375129
129
Lampiran 4 (lanjutan) Model Supply White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-sguared
0.894666 12.34400
Probability Probability
0.568451 0.499658
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 22:16 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 41 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-1237.283 64.46664 -0.801287 -0.263902 -1.005262 1.446978 6.901234 0.017339 0.051748 0.316224 34.12157 -0.151261 0.939567 -59.92748
776.1112 49.51091 0.837034 0.676936 0.701825 1.347099 24.19370 0.442720 0.286233 0.675468 23.31733 0.094954 0.828605 41.36469
-1.594208 1.302069 -0.957293 -0.389848 -1.432354 1.074143 0.285249 0.039164 0.180789 0.468156 1.463357 -1.592993 1.133915 -1.448759
0.1225 0.2039 0.3469 0.6997 0.1635 0.2923 0.7776 0.9690 0.8579 0.6434 0.1549 0.1228 0.2668 0.1589
LNCAP LNCAP"2 LNCAP*LNPR LNCAP*LNEX_1 LNCAP*DDER LNPR LNPR"2 LNPR*LNEX 1 LNPR*DDER LNEX_1 LNEX_1"2 LNEX_1 *DOER DOER R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.301073 -0.035447 0.163813 0.724534 24.55738 2.191389
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob~F-statisticl
0.109875 0.160984 -0.514994 0.070128 0.894666 0.568451
130
Lampiran 4 (lanjutan) Komoditi 4 Mpdel Demand White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-sguared
0.553663 12.87342
Probability Probability
0.895217 0.799037
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/10 Time: 22:17 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 40 Excluded observations: 1 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
2172.108 -544.2287 9.169814 0.177831 9.919856 -5.351610 18.57686 1481.519 -1.077627 -11.69251 1.552344 10.09394 -73.58655 3.043266 -9.489435 23.35173 -10.19186 1.675776 -18.20552
7533.547 416.3725 44.04147 25.81786 10.92570 26.74408 10.49747 1418.407 2.259731 16.12406 9.957860 20.47631 41.60225 65.74828 32.69367 145.0702 18.54128 39.64272 105.0042
0.288325 -1.307072 0.208209 0.006888 0.907938 -0.200104 1.769652 1.044495 -0.476883 -0.725159 0.155891 0.492957 -1.768812 0.046287 -0.290253 0.160968 -0.549685 0.042272 -0.173379
0.7759 0.2053 0.8371 0.9946 0.3742 0.8433 0.0913 0.3081 0.6384 0.4764 0.8776 0.6272 0.0914 0.9635 0.7745 0.8737 0.5883 0.9667 0.8640
LNGDP LNGDP*LNPR LNGDP*LNKURS LNGDP*LNEURO LNGDP*LNYEN LNGDP*LNPOP LNPR LNPR"2 LNPR*LNKURS LNPR*LNEURO LNPR*LNYEN LNPR*LNPOP LNKURS"2 LNKURS*LNEURO LNKURS*LNYEN LNEUR0"2 LNEURO*LNYEN LNYEN"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.321835 -0.259448 1.205337 30.50960 -51.34078 1.808195
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{F-statistic}
0.517159 1.074035 3.517039 4.319257 0.553663 0.895217
131
Lampiran 4 (lanjutan) Model Supply White
Heteroskedasticit~
F-statistic Obs *R-sguared
Test: 0.676021 10.10486
Probability Probability
0.767687 0.685338
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/10 Time: 22:17 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 40 Excluded observations: 1 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
917.8664 -76.31119 1.523289 -1.399864 -0.415783 0.226026 49.77179 -0.720737 0.131694 -1.091741 8.690410 0.110106 -1.471924 22.43793
2970.470 218.7702 4.132823 1.962019 3.831449 5.849067 58.21382 0.822242 1.682230 1.541299 118.1110 0.401080 4.561949 147.1336
0.308997 -0.348819 0.368583 -0.713481 -0.108518 0.038643 0.854982 -0.876551 0.078286 -0.708325 0.073578 0.274524 -0.322652 0.152500
0.7598 0.7300 0.7154 0.4819 0.9144 0.9695 0.4004 0.3888 0.9382 0.4850 0.9419 0.7859 0.7495 0.8800
LNCAP LNCAP"2 LNCAP*LNPR LNCAP*LNEX_1 LNCAP*DDER LNPR LNPR"2 LNPR*LNEX 1 LNPR*DDER LNEX_1 LNEX_1"2 LNEX_1*DDER DOER R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.252622 -0.121068 0.832057 18.00029 -40.78771 2.130629
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{ F-statistic~
0.448173 0.785846 2.739386 3.330493 0.676021 0.767687
132
Lampiran 4 (lanjutan) Komoditi 5 Model Demand White Heteroskedasticit:t Test: F-statistic Obs*R-sguared
0.806076 15.30749
Probability Probabilit:t
0.671803 0.573344
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/10 Time: 22:18 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 41 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
1301.954 -58.71559 6.923945 0.243790 3.416786 -5.411630 -0.027965 -145.6180 0.469006 -10.99448 2.620864 7.639261 9.431043 -26.31453 31.20790 2.976659 18.12545 -41.05391
2742.367 115.3064 15.39994 12.45768 5.756173 12.23699 0.279095 386.2421 0.945930 10.49486 6.283920 12.53501 30.27239 23.37454 64.54413 10.62493 21.07375 49.47232
0.474755 -0.509214 0.449608 0.019569 0.593586 -0.442236 -0.100199 -0.377012 0.495814 -1.047605 0.417075 0.609434 0.311539 -1.125777 0.483513 0.280158 0.860096 -0.829836
0.6394 0.6155 0.6572 0.9846 0.5586 0.6624 0.9211 0.7096 0.6247 0.3057 0.6805 0.5482 0.7582 0.2719 0.6333 0.7819 0.3986 0.4152
LNGDP LNGDP*LNPR LNGDP*LNKURS LNGDP*LNEURO LNGDP*LNYEN LNGDP*LNPOP LNPR LNPR"2 LNPR*LNKURS LNPR*LNEURO LNPR*LNYEN LNKURS"2 LNKURS*LNEURO LNKURS*LNYEN LNEUR0"2 LNEURO*LNYEN LNYEN"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.373353 -0.089820 0.606634 8.464104 -25.83285 2.888697
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{F-statistic}
0.440159 0.581098 2.138188 2.890488 0.806076 0.671803
133
Lampiran 4 (lanjutan) Model Supply White Heteroskedasticit;t Test: F-statistic Obs*R-sguared
1.603162 17.86090
Probability Probability
0.145737 0.162873
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/10 Time: 22:19 Sample: 1998:2 2008:2 Included observations: 41 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
4204.558 -357.8166 7.179910 0.064838 -5.061318 -4.392962 -10.80252 1.798957 -0.987893 2.155116 165.2874 -0.250247 2.557585 82.49248
3671.502 255.5896 4.670359 4.635843 4.172042 7.457983 135.8634 1.354380 2.144728 1.751145 134.2575 0.513384 5.136156 219.8766
1.145188 -1.399965 1.537336 0.013986 -1.213151 -0.589028 -0.079510 1.328251 -0.460614 1.230690 1.231122 -0.487446 0.497957 0.375176
0.2622 0.1729 0.1358 0.9889 0.2356 0.5607 0.9372 0.1952 0.6488 0.2291 0.2289 0.6299 0.6225 0.7105
LNCAP LNCAP"2 LNCAP*LNPR LNCAP*LNEX_1 LNCAP*DDER LNPR LNPR"2 LNPR*LNEX_1 LNPR*DDER LNEX_1 LNEX_1"2 LNEX_1 *DOER DOER R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.435632 0.163899 1.088944 32.01656 -53 . 10644 2.180004
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{F-statistic}
0.817975 1.190902 3.273485 3.858607 1.603162 0.145737
134
Lampiran 4 (lanjutan) Komoditi 6 Model Demand White Heteroskedasticit;t Test: F-statistic Obs*R-sguared
0.664437 14.59439
Probability Probabilit;t
0.806189 0.689603
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/10 Time: 22:19 Sample: 1998:2 2007:4 Included observations: 39 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-3362.807 128.8333 -18.27421 -9.631899 4.989367 9.065497 0.074104 453.9607 0.244690 -4.027223 2.689420 3.890424 0.750508 29.16714 -17.26367 -21.29869 -2.147670 11.32529 -20.38866
6322.215 262.7374 39.95336 18.73254 7.410209 16.38221 5.758586 1150.609 0.916912 12.11916 6.807258 16.83187 23.83206 48.23179 26.15000 88.39736 12.65779 25.64896 60.39937
-0.531903 0.490350 -0.457389 -0.514180 0.673310 0.553375 0.012868 0.394540 0.266863 -0.332302 0.395081 0.231134 0.031492 0.604729 -0.660179 -0.240943 -0.169672 0.441550 -0.337564
0.6007 0.6292 0.6523 0.6128 0.5085 0.5861 0.9899 0.6974 0.7923 0.7431 0.6970 0.8196 0.9752 0.5522 0.5167 0.8121 0.8670 0.6636 0.7392
LNGDP LNGDP*LNPR LNGDP*LNKURS LNGDP*LNEURO LNGDP*LNYEN LNGDP*LNPOP LNPR LNPR"2 LNPR*LNKURS LNPR*LNEURO LNPR*LNYEN LNPR*LNPOP LNKURS"2 LNKURS*LNEURO LNKURS*LNYEN LNEUR0"2 LNEURO*LNYEN LNYEN"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.374215 -0.188991 0.691805 9.571896 -27.94636 2.267622
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{F-statistic}
0.335850 0.634446 2.407506 3.217959 0.664437 0.806189
135
Lampiran 4 (lanjutan)
Model Supply White
Heteroskedasticit~
F-statistic Obs *R-sguared
Test: 1.161173 26.67309
Probability Probability
0.061096 0.073788
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 22:20 Sample: 1998:2 2007:4 Included observations: 39 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c LNCAP LNCAP"2 LNCAP*LNPR LNCAP*LNEX_1 LNCAP*DDER LNPR LNPR"2 LNPR*LNEX_1 LNPR*DDER LNEX_1 LNEX_1"2 LNEX_1 *DDER DDER
1455.788 -94.71756 1.592879 -0.481283 0.114755 2.054863 2.092815 0.266827 0.585416 0.807478 -4.545681 -0.085859 4.798011 -140.1134
2224.631 148.8912 2.575408 1.596333 1.944738 4.163700 41.83364 0.309062 0.864766 0.645743 60.40394 0.193884 2.413271 112.3314
0.654396 -0.636153 0.618496 -0.301493 0.059008 0.493518 0.050027 0.863346 0.676965 1.250465 -0.075255 -0.442836 1.988178 -1.247321
0.5188 0.5305 0.5418 0.7655 0.9534 0.6260 0.9605 0.3962 0.5046 0.2227 0.9406 0.6617 0.0578 0.2238
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.683925 0.519567 0.487240 5.935080 -18.62632 2.214455
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{F-statistic}
0.475386 0.702954 1.673145 2.270321 1.161173 0.023096
136
Lampiran 5: Hasil LM Test HASIL LM TEST Komoditi 1 Demand Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-sguared
13.69619
Probability
0.001061
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/10 Time: 23:43 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient Std. Error
!-Statistic
Prob.
LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP RESID(-1) RESID(-2}
23.68281 -0.236883 0.224153 -0.545651 0.110868 0.493137 -0.740001 0.525903 -0.534914
0.478502 -0.153245 0.589852 -0.831222 0.331616 0.677289 -0.493258 3.192069 -3.137990
0.6355 0.8792 0.5594 0.4120 0.7423 0.5031 0.6252 0.0032 0.0036
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.334053 0.167567 0.200169 1.282160 12.85655 2.072029
c
49.49366 1.545778 0.380016 0.656444 0.334326 0.728104 1.500231 0.164753 0.170464
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic}
5.29E-14 0.219392 -0.188124 0.188026 2.006488 0.077720
Supply Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-sguared
3.455643
0.177671
Probability
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 23:36 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficien Std. Error
!-Statistic
Prob.
-0.076733 0.077756 0.232953 -0.349215 0.015182 0.523299 -1.692959
0.9393 0.9385 0.8172 0.7291 0.9880 0.6042 0.0996
t
c LNCAP LNPR LNEX_1 DOER RESID(-1) RESID(-2}
-0.379497 0.013247 0.080255 -0.026494 0.001737 0.090946 -0.295609
R-squared 0.084284 Adjusted R-squared -0.077313 S.E. of regression 0.219821 Sum squared resid 1.642923 Log likelihood 7.773966 Durbin-Watson stat 2.058138
4.945708 0.170363 0.344510 0.075867 0.114406 0.173793 0.174611
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic}
4.61E-15 0.211786 -0.037754 0.254807 0.521569 0.787844
137
Lampiran 5 (lanjutan)
Komoditi 2 Demand Breusch-Godfre~
Serial Correlation LM Test: 9.874452 Probability Obs*R-sguared
0.007174
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 23:45 Presamele missing value 12!,jged residuals set to zero. Coefficient Std. Error !-Statistic Variable
c LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP RESID(-1) RESID!-2l R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
6.483626 0.115413 -0.163576 -0.033256 -0.028123 0.523069 -0.448549 0.049340 -0.593435 0.240840 0.051050 0.235363 1.772658 6.215900 1.970880
56.84278 1.776013 0.115026 0.694512 0.384479 0.787750 1.629644 0.163649 0.187477
0.114062 0.064985 -1.422082 -0.047885 -0.073145 0.664003 -0.275244 0.301497 -3.165383
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.9099 0.9486 0.1647 0.9621 0.9421 0.5114 0.7849 0.7650 0.0034 2.28E-14 0.241611 0.135810 0.511960 1.268984 0.293826
Supply Breusch-Godfre~
Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared
4.185845
0.123326
Probability
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04128/1 0 Time: 23:46 Presamele missins value 12!,j&ed residuals set to zero. Variable
c
Coefficient Std. Error
!-Statistic
Prob.
7.711694 0.246422 0.140463 0.084991 0.187607 0.171803 0.185919
0.098948 -0.102552 -0.130609 0.099446 0.082203 1.965682 -0.554332
0.9218 0.9189 0.8969 0.9214 0.9350 0.0575 0.5830
LNCAP LNPR LNEX_1 DOER RESID(-1) RESID(-2}
0.763060 -0.025271 -0.018346 0.008452 0.015422 0.337710 -0.103061
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.102094 -0.056360 0.300529 3.070798 -5.047969 1.832249
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob!F-statisticl
2.91E-15 0.292402 0.587706 0.880267 0.644312 0.694142
138
Lampiran 5 (lanjutan)
Komoditi 3 Demand Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-sguared
1.285220
Probability
0.525918
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 23:50 Presamele missing value ~~~ed residuals set to zero. Variable
Coefficient Std. Error
c LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP RESID(-1) RESID{-2)
-14.43815 0.316127 -0.017328 0.136877 -0.081212 -0.225983 0.298651 0.186474 -0.015996
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.031347 -0.210816 0.322943 3.337355 -6.754416 1.965053
89.58088 2.945620 0.217680 1.055695 0.569172 1.082622 2.248468 0.183687 0.180180
t-Statistic
Prob.
-0.161174 0.107321 -0.079601 0.129656 -0.142685 -0.208737 0.132824 1.015173 -0.088780
0.8730 0.9152 0.9371 0.8977 0.8874 0.8360 0.8952 0.3176 0.9298
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{F-statistic)
9.87E-14 0.293486 0.768508 1.144658 0.129445 0.997436
Supply Breusch-Godfre~
Serial Correlation LM Test:
Obs*R-sguared
1.830014
Probability
0.400514
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/10. Time: 23:51 Presam~le missing value l~ged residuals set to zero. Variable
c
Coefficient Std. Error
LNCAP LNPR LNEX_1 DOER RESID(-1) RESID{-2)
1.753263 -0.046766 -0.064892 0.003134 0.041911 0.222450 -0.026262
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.044634 -0.123959 0.355784 4.303786 -11.96790 1.968631
9.529639 0.295441 0.210453 0.103116 0.224235 0.176864 0.175288
t-Statistic
Prob.
0.183980 -0.158294 -0.308342 0.030393 0.186906 1.257745 -0.149824
0.8551 0.8752 0.7597 0.9759 0.8528 0.2171 0.8818
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{F-statistic)
7.34E-14 0.335591 0.925264 1.217825 0.264746 0.949528
139
Lampiran 5 (lanjutan)
Komoditi 4 Demand Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-sguared
0.884285
Probability
0.642658
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 23:53 Presample and interior missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient Std. Error
!-Statistic
Prob.
LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP RESID(-1) RESID(-2)
2.747864 -0.115288 -0.006792 -0.019865 0.014192 0.049170 0.007072 0.039958 -0.023745
0.014151 -0.019831 -0.014646 -0.008251 0.010564 0.016930 0.001193 0.207408 -0.130367
0.9888 0.9843 0.9884 0.9935 0.9916 0.9866 0.9991 0.8370 0.8971
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.022107 -0.230252 0.807805 20.22904 -43.12234 1.618345
c
194.1779 5.813427 0.463741 2.407609 1.343501 2.904281 5.929803 0.192653 0.182139
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob{ F-statisticl
-1.92E-13 0.728299 2.606117 2.986115 0.087602 0.999363
Supply Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-sguared
1.069270
Probability
0.585883
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 23:53 Presample and interior missing value lagged residuals set to zero. Variable
c
Coefficient Std. Error
LNCAP LNPR LNEX_1 DOER RESID(-1) RESID{-2)
0.463398 -0.014115 -0.005318 -0.000201 0.017647 0.041319 -0.039903
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.026732 -0.150226 0.727130 17.44770 -40.16411 1.713314
16.55570 0.554015 0.351505 0.212663 0.384366 0.186059 0.179498
!-Statistic
Prob.
0.027990 -0.025478 -0.015129 -0.000944 0.045912 0.222076 -0.222306
0.9778 0.9798 0.9880 0.9993 0.9637 0.8256 0.8254
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic P~F-statisticl
-5.29E-15 0.677986 2.358206 2.653760 0.151063 0.987535
140
Lampiran 5 (lanjutan) Komoditi 5 Demand Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-sguared
3.368793
0.185556
Probability
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 23:55 Presamele missing value l~ged residuals set to zero. Variable
c LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP RESID(-1) RESID,-2} R~squared . Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient Std. Error
!-Statistic
Prob.
189.5123 5.687512 0.430269 2.097918 1.194379 2.710751 5.053443 0.187731 0.195248
0.579102 -0.635387 -0.525749 -0.334940 0.257652 0.604399 -0.149164 1.358220 0.840187
0.5666 0.5297 0.6027 0.7399 0.7983 0.5498 0.8824 0.1839 0.4070
109.7470 -3.613773 -0.226214 -0.702678 0.307734 1.638375 -0.753792 0.254981 0.164045 0.082166 -0.147293 0.719455 16.56371 -39.59614 1.968813
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic}
1.27E-14 0.671687 2.370543 2.746693 0.358085 0.934804
Supply Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-sguared
22.90476
0.000011
Probability
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/10 Time: 23:56 Presample missing value lagged residuals set to zt~ro. Variable
c
Coefficient Std. Error
!-Statistic
Prob.
14.99555 0.002281 0.322932 0.186341 0.363130 0.165042 0.179194
0.558932 -0.617916 0.594848 -0.131191 1.365708 3.769408 1.282521
0.5799 0.5407 0.5559 0.8964 0.1810
LNCAP LNPR LNEX_1 DOER RESID(-1) RESID(-2)
8.381487 -0.310368 0.192096 -0.024446 0.495930 0.622112 0.229820
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.558653 0.480768 0.659801 14.80146 -37.29014 2.028894
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0006 0.2083 5.26E-15 0.915655 2.160494 2.453056 7.172802 0.000053
141
Lampiran 5 (lanjutan)
Komoditi 6 Demand Breusch-Godfre~
Serial Correlation LM Test:
Obs*R-sguared
10.24089
0.005973
Probabilit~
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 23:57 Presamele missing value l~ged residuals set to zero. Variable
Coefficient Std. Error
!-Statistic
Prob.
LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP RESID(-1) RESID(-2)
37.26640 -1.156001 -0.008292 -0.161318 0.098974 0.738963 -0.423451 0.586147 -0.313731
0.254496 -0.234517 -0.035658 -0.094616 0.101991 0.375211 -0.106507 3.246282 -1.634412
0.8008 0.8162 0.9718 0.9252 0.9194 0.7101 0.9159 0.0029 0.1126
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.262587 0.065943 0.567414 9.658744 -28.12249 1.854585
c
146.4324 4.929280 0.232540 1.704977 0.970418 1.969462 3.975799 0.180560 0.191953
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F -statisticl
2.91E-13 0.587101 1.903718 2.287616 1.335345 0.264624
Supply Breusch-Godfre~
Serial Correlation LM Test:
Obs*R-sguared
11.18614
Probability
0.003724
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 04/28/1 0 Time: 23:58 Presam~le missing value l~ged residuals set to zero. Variable
c
Coefficient Std. Error
LNCAP LNPR LNEX_1 DOER RESID(-1) RESID(-2)
-3.993196 0.158502 -0.102848 -0.009755 -0.048963 0.633853 -0.126128
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.286824 0.153104 0.642805 13.22233 -34.24634 1.853160
14.88130 0.496176 0.222361 0.186559 0.336938 0.185853 0.199392
!-Statistic
Prob.
-0.268337 0.319447 -0.462527 -0.052287 -0.145318 3.410506 -0.632566
0.7902 0.7515 0.6468 0.9586 0.8854 0.0018 0.5315
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob!F-statisticl
-7.74E-14 0.698496 2.115197 2.413785 2.144954 0.075141
142
Lampiran 6: Hasil Johansen Test
Hasil Uji Kointegrasi Johansen 1. Model Permintaan Komoditi 1 Date: 06/03/1 0 Time: 01:17 Sample(adjusted): 1998:3 2008:2 Included observations: 40 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNYEN LNPR LNPOP LNKURS LNGDP LNEURO Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 * At most 4 At most 5 At most 6
0.860035 0.710037 0.629065 0.497384 0.243028 0.133612 0.082712
215.6884 137.0339 87.51375 47.84457 20.32742 9.190273 3.453354
124.24 94.15 68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
133.57 103.18 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%( 1%) level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at the 1% level
2. Model Penawaran Komoditi 1 Date: 06/03/10 Time: 01 :33 Sample{adjusted): 1998:4 2008:2 Included observations: 39 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNCAP LNEX_1 LNPR DOER Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 Atmost4*
0.994986 0.629665 0.494584 0.198762 0.134111
286.1388 79.61136 40.87084 14.25825 5.615936
68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%( 1%) level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels
3. Model Permintaan Komoditi 2 Date: 06/03/1 0 Time: 01 :38 Sample(adjusted): 1998:3 2008:2 Included observations: 40 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNGDP LNPOP LNKURS LNEURO LNYEN LNPR Lags interval (in first differences): 1 to 1
143
Lampiran 6 (lanjutan) Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 * At most 4 At most 5 At most 6 *
0.731755 0.686867 0.554641 0.438917 0.321387 0.149175 0.109085
181.1401 128.5059 82.06083 49.70581 26.59037 11.08221 4.620264
124.24 94.15 68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
133.57 103.18 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%( 1%) level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at the 1% level
4. Model Penawaran Komoditi 2 Date: 06/03/1 0 Time: 01 :39 Sample(adjusted): 1998:4 2008:2 Included observations: 39 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNCAP LNEX_1 LNPR DOER Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s) At At At At
None** most 1 ** most 2 ** most 3 ** most 4 **
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
0.989813 0.540765 0.321031 0.298423 0.160777
244.9858 66.10797 35.75841 20.65841 6.835867
68.52 47.21 29.68 15.41 3. 76
76:07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**)denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1 %) level Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels
144
Lampiran 6 (lanjutan)
5. Model Permintaan Komoditi 3 Date: 06/03/1 0 Time: 01 :41 Sample(adjusted): 1998:3 2008:2 Included observations: 40 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None** Atmost1** At most 2 ** At most 3 At most 4 At most 5 At most 6
0.747682 0.629847 0.555069 0.465545 0.280868 0.114254 0.082300
173.7667 118.6841 78.93063 46.53716 21.47683 8.288398 3.435387
124.24 94.15 68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
133.57 103.18 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**)denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1 %) level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels
6. Model Penawaran Komoditi 3 Date: 06/03/1 0 Time: 01 :42 Sample(adjusted): 1998:4 2008:2 Included observations: 39 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNCAP LNPR LNEX_1 DOER Lags interval (In first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 Atmost4*
0.993340 0.666577 0.528503 0.213752 0.115130
281.7612 86.30635 43.47099 14.1491 0 4.770265
68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**)denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1 %) level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels
145
Lampiran 6 (lanjutan)
7. Model Permintaan Komoditi 4 Date: 06/03/1 0 Time: 01 :44 Sample(adjusted): 1998:3 2008:2 Included observations: 40 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None** At most 1 ** At most 2 At most 3 At most 4 At most 5 At most 6
0.778887 0.651013 0.439201 0.384378 0.253424 0.131538 0.088691
166.0592 105.6959 63.58711 40.45138 21.04648 9.356188 3.714937
124.24 94.15 68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
133.57 103.18 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%( 1%) level Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels
8. Model Penawaran Komoditi 4 Date: 06/03/10 Time: 01 :46 Sample(adjusted): 1998:4 2008:2 Included observations: 39 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNCAP LNPR LNEX_1 DOER Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 ** Atmost4*
0.985173 0.535465 0.402655 0.323970 0.118198
234.4138 70.17213 40.27011 20.17493 4.905732
68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%( 1%) level Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 1% level
146
Lampiran 6 (lanjutan)
9. Model Permintaan Komoditi 5 Date: 06/03/1 0 Time: 01 :47 Sample(adjusted): 1998:3 2008:2 Included observations: 40 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None** At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4 At most 5 At most 6 *
0.688278 0.575637 0.437865 0.353414 0.256556 0.163013 0.103307
144.7328 98.10712 63.82045 40.77994 23.33800 11.47955 4.361686
124.24 94.15 68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
133.57 103.18 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%( 1%) level Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level
10. Model Penawaran Komoditi 5 Date: 06/03/1 0 Time: 01 :48 Sample(adjusted): 1998:4 2008:2 Included observations: 39 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNCAP LNPR LNEX_1 DDER Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 * At most 4 *
0.992703 0.479804 0.396364 0.279030 0.150331
256.1790 64.28760 38.79917 19.11258 6.353440
68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%( 1%) level Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at the 1% level
147
Lampiran 6 (lanjutan)
11. Model Permintaan Komoditi 5 Date: 06/03/1 0 Time: 01 :50 Sample(adjusted}: 1998:3 2007:4 Included observations: 38 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNGDP LNPR LNKURS LNEURO LNYEN LNPOP Lags interval (in first differences}: 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None** At most 1 ** At most 2 * At most 3 * At most 4 At most 5 At most 6
0.793058 0.645982 0.452579 0.445358 0.289656 0.231743 0.073489
170.5311 110.6690 71.20955 48.31315 25.91472 12.91850 2.900516
124.24 94.15 68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
133.57 103.18 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%( 1%) level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 1% level
12. Model Penawaran Komoditi 5 Date: 06/03/10 Time: 01 :51 Sample(adjusted}: 1998:4 2007:4 Included observations: 37 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNVOL LNCAP LNPR LNEX_1 DOER Lags interval (in first differences}: 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. ofCE{sl
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 At most 4 *
0.991294 0.719361 0.455514 0.224402 0.148712
260.3864 84.86782 37.85241 15.35965 5.957187
68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**}denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1 %} level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels