Fraksi Bahan Organik Larut Air dan Peluang Pemanfaatannya sebagai Pembenah Tanah
58
Ai Dariah, Neneng Laila Nurida, dan Jubaedah Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114
Abstrak. WEOM (water-extractable organik matter) atau fraksi kompos yang larut air mempunyai peranan penting dalam proses kimia dan biologi yang terjadi dalam tanah yang diamandemen bahan organik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karaktersitik WEOM dari berbagai sumber bahan organik dan peluang pemanfaatannya sebagai pembenah tanah. Ektraksi WEOM dilakukan berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Traversa ,sebagai pembanding dilakukan ekstraksi senyawa humat dengan menggunakan KOH. Pengujian pendahuluan pengaruh WEOM terhadap pertumbuhan tanaman dilakukan dengan mempelajari pengaruh WEOM terhadap perkecambahan biji tanaman jagung dan tomat. Pengujian pengaruh WEOM dalam memperbaiki sifat fisik tanah dilakukan dengan menggunakan rancangan split plot. Jenis tanah (bertekstur liat dan pasir) diperlakukan sebagai petak utama, sedangkan jenis ektrak WEOM (Pukan I, Pukan II, dan jerami) sebagai sub plot. Hasil penelitian menunjukkan Kandungan asam humat dalam WEOM tidak berbeda nyata dibanding hasil ektraksi dengan menggunakan. Namun demikian, kandungan asam fulvat, C total, unsur P dan K pada ektrak KOH nyata lebih tinggi dibanding WEOM. Setelah diberi perlakuan WEOM kemampuan tanah bertekstur pasir dalam memegang air masih nyata lebih rendah dibanding tanah bertekstur liat. Penggunaan WEOM meningkatkan daya perkecambahan biji jagung. Peningkatan konsentrasi WEOM dari 1:10 menjadi 1:2 menyebabkan penurunan daya perkecambahan biji jagung dan tomat. Kata kunci: Bahan organik, air, pembenah tanah
PENDAHULUAN Degradasi lahan hampir selalu disertai dengan kemerosotan kadar bahan organik tanah, oleh karena itu sangat beralasan jika penambahan bahan organik merupakan salah satu komponen utama proses pemulihan kualitas tanah. Namun demikian untuk mendapatkan pengaruh yang nyata, penggunaan bahan organik sebagai pembenah tanah membutuhkan jumlah yang relatif banyak, yaitu bisa berkisar antara 2,5 sampai dengan 20 t ha-1 (Kurnia, 1996; Sudirman dan Vadari, 2000, Dariah et al. 2010, 2011), sehingga seringkali menyulitkan dalam hal pengadaannya, terutama jika sumber bahan organik tidak bersifat insitu. Oleh karena itu diperlukan beberapa manipulasi untuk meningkatkan efektivitas bahan organik, sehingga dosis penggunaannya bisa ditekan. Beberapa manipulasi yang sudah umum dilakukan adalah dengan melakukan proses pengomposan. Namun pada tanah-tanah yang telah terdegradasi berat, dosis kompos yang dibutuhkan masih >5 t ha-1. Penkayaan kompos dengan bahan-bahan
631
Ai Dariah et al.
mineral seperti zeolit, skim lateks dan senyawa humat bisa menurunkan dosis penggunaan kompos menjadi 2,5 t ha-1 (Dariah et al. 2010). Hasil perombakan bahan organik yang mempunyai peranan penting dalam perbaikan sifat-sifat tanah adalah fraksi terhumifikasi dikenal pula sebagai humus atau senyawa humat (Tan, 1993; Eyheraguibel et al. 2007). Senyawa humat juga dapat menghasilkan berbagai efek morfologi, fisiologi, dan biokimia terhadap tanaman (Chen dan Aviad, 1990; Vaughhan dan Macolm, 1985). Beberapa hasil penelitian lainnya juga telah menunjukkan pengaruh positif dari senyawa humat terhadap pertumbuhan tanaman (Piccolo et al. 1993, Eyheraguibel et al. 2007). Pengaruh positif dari senyawa tersebut dapat dijelaskan oleh adanya interaksi langsung dari senyawa humat dengan proses-proses metabolisme dan fisiologi tanaman (Nardi et al. 2002). Peranan penting lainnya dari senyawa organik ini adalah dalam perbaikan kualitas sifat kimia tanah (diantaranya perbaikan KTK) dan sifat fisik tanah (agregasi) (Stevenson, 1982; Tan, 1993). Namun demikian, ekstraksi senyawa humat selama ini seringkali masih dilakukan dengan menggunakan bahan kimia, sehingga masih bersifat tidak ramah lingkungan. WEOM (water-extractable organik matter) atau fraksi kompos yang larut air mempunyai peranan penting dalam proses kimia dan biologi yang terjadi dalam tanah yang diamandemen bahan organik (kompos) (Traversa et al. 2010). Pengertian konvensional dari WEOM adalah bagian dari bahan organik yang dapat melewati membran (saringan) berukuran berukuran 0,45 m (Zsolnay, 2003) dan merupakan campuran heterogen dari berbagai molekul dengan ukuran yang bervariasi (Said-Pullicino et al. 2007 a,b). Aktivitas biologi dalam WEOM yang bersumber dari kompos, utamanya akan ditentukan oleh tipe bahan kompos dan lamanya proses pengomposan (Traversa et al. 2010). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian penggunaan WEOM yang bersumber dari beberapa jenis bahan organik, sehingga dapat dilihat peluang pemanfaatam WEOM sebagai pembenah tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karaktersitik WEOM dari berbagai sumber bahan organik dan peluang pemanfaatannya sebagai pembenah tanah.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboatorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah. Bahan organik yang digunakan adalah kompos pupuk kandang kambing (Pukan I), pukan ayam (Pukan II) dan jerami. Pengomposan bahan organik dilakukan di Rumah Kaca, tingkat kematangan kompos diindikasikan dengan nilai C/N sekitar 20. Ektraksi WEOM dilakukan berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Traversa et al. (2010), yaitu: 100 gr kompos kering udara disuspensikan dalam 1000 ml air destilasi, diaduk secara mekanik selama 15 menit, kemudian suspensi dari humus
632
Fraksi Bahan Organik Larut Air
disentripusi (dikocok) dengan kecepatan 6000 rpm selama 15 menit, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring whatman, dengan urutan ukuran partikel yang tersaring/terretensi berturut-turut 11; 2,5; 1,2; dan 0,45 um. Sebelum dianlisis sample WEOM disimpan dalam suhu 4oC dalam ruangan gelap. Sebagai pembanding dilakukan pula ektraksi dengan menggunakan KOH yaitu dengan menggunakan metode yang dikemukan Tan (1993). Karakteristik WEOM yang dianalisis adalah: daya hantar listrik (DHL), pH, C organik, kandungan N, P, dan K, asam humat dan asam fulvat. Pengujian pendahuluan pengaruh WEOM terhadap pertumbuhan tanaman dilakukan dengan mempelajari pengaruh WEOM terhadap perkecambahan biji tanaman jagung dan tomat. Media perkecambahan masing-masing disiram dengan 3 ml larutan WEOM yang bersumber dari Pukan I, Pukan II dan Jerami, masing-masing dilakukan 2 perlakuan pengenceran yaitu 1:2 dan 1:10, sebagai pembanding digunakan air destilasi. Masing-masing perlakuan menggunaan 4 ulangan, masing-masing ulangan ditumbuhkan 10 biji tanaman. Parameter yang diamati adalah adalah persen pertumbuhan kecambah. Pengujian pengaruh WEOM dalam memperbaiki sifat-sifat tanah dilakukan dengan menggunakan rancangan split plot. Jenis tanah (bertekstur liat dan pasir) diperlakukan sebagai petak utama, sedangkan jenis ektrak WEOM (Pukan I, Pukan II, dan jerami) sebagai sub plot. Percobaan dilakukan dengan mencampurkan WEOM dalam 1 kg tanah dengan dua kondisi tekstur yang berbeda. Tanah yang telah diberi perlakuan diinkubasi selama 2 minggu, selanjutnya dilakukan analisis tanah yakni sifat fisik dan kimia tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik WEOM dari Beberapa Sumber Bahan Organik Karakteristik HLS (humic like substrance) yang didapatkan dari hasil ekstraksi bahan organik dengan menggunakan air (H2O) dan KOH disajikan pada Tabel 1. Kandungan asam humat pada hasil ekstraksi dengan menggunakan H2O (WEOM) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan hasil ekstraksi dengan menggunakan KOH. Asam humat merupakan komponen penting yang mendukung fungsi bahan organik sebagai pembenah tanah. Kemasaman (pH) senyawa dari hasil ektraksi H2O (WEOM) nyata lebih rendah (7,54) dibandingkan dengan hasil ekstraksi dengan menggunakan KOH, yang menghasilkan ekstrak dengan pH yang yang lebuh besar dari 9. Beberapa parameter lain yaitu daya hantar listrik, kandungan P, K, dan total Corganik pada WEOM juga nyata lebih rendah dibanding hasil ekstrak dengan menggunakan KOH. K yang nyata lebih tinggi pada hasil ekstraksi KOH bersumber dari KOH yang digunakan sebagai senyawa pengekstrak. Lebih kuatnya pengekstrak dalam bentuk KOH juga menyebabkan lebih tingginya kandungan unsur seperti P dibandingkan
633
Ai Dariah et al.
yang terjkandung dalam WEOM. Kandungan C organik yang relatif lebih tinggi pada hasil ektraksi dengan KOH diantaranya berasal dari kandungan asam fulvat yang lebih tinggi (Tabel 1), dan hal ini disebabkan karena asal fulvat larut pada kondisi basa. Tabel 1.
Perbedaan karakteristik ektrak bahan organik (humic like substance) dengan menggunakan air (WEOM) dan KOH
Ekstraksi dengan KOH (KOH-EOM) AsamHumat 41,68 AsamFulvat 368,89 C-Organik 410,67 mg/L N 58,79 P 13,62 K 1564,83 DHL dS/m 6,70 pH 9,80 *Nilai P < 0.05 berbeda nyata pada 5 % level Parameter
Satuan
Ekstraksi dengan H2O (WEOM) 41,22 59,78 101,11 33,94 5,87 335,01 1,25 7,54
Prob>|T|* 0,978 0,004 0,008 0,290 0,020 0,004 0,010 0,007
Peluang Pemanfaatan WEOM dari Berbagai Sumber Bahan Organik untuk Pembenah Tanah Data yang tersaji pada Tabel 2 menunjukan bahwa setelah diberi perlakuan WEOM tanah bertekstur liat masih mempunyai karakteristik fisik tanah yang lebih baik dibandingkan tanah bertekstur pasir. Penggunaan WEOM pada contoh tanah bertekstur pasir belum mampu memperbaiiki sifat fisik tanah, khususnya sifat fisik tanah yang mendukung kemampuan tanah memegang air. Untuk memperbaiki sifat fisik contoh tanah bertekstur pasir sampai pada taraf menyamai tanah liat dari Ciampea kemungkinan dibutuhkan dosis pembenah yang lebih banyak dan atau jangka waktu penggunaan yang relatif lama (atau diberikan secara kontinue). Sifat fisik tanah yang berhubungan dengan tingkat kemampuan tanah memegang air, merupakan salah satu faktor pembatas tanahtanah bertekstur pasir. Permeabiltas yang terlalu tinggi pada tanah berpasir menunjukan air akan dengan mudah mengalir menjadi air perkolasi. Namun demikian sampai tarap tertentu, permeabilitas penting untuk mengendalikan kelebihan air. Pada pF 4,2 (setara dengan titik layu permanen), rata-rata kadar air pada tanah liat masih >25%, sedangkan pada tanah pasir hanya sekitar 5%. Hal ini menunjukkan tingkat kemampuan tanah bertekstur liat lebih tinggi dibanding tanah bertekstur pasir. Kadar air pada pF 1 dan 2 pada contoh tanah bertekstur pasir juga relatif lebih rendah dibanding pada tanah bertekstur liat.
634
Fraksi Bahan Organik Larut Air
Tabel 2.
Pengaruh WEOM dari berbagai sumber bahan organik terhadap perbaikan sifat fisik tanah
Perlakuan T1: Liat T2: Pasir WEOM K. Jerami WEOM K Pukan I WEOM K Pukan II
BD (g/cm3) 0,95 b 1,62 a 1,31 a 1,29 a 1,24 b
RPT pF 1 pF 2 pF 2,54 pF 4,2 --------------------------(%)------------------------53,92 a 48,22 a 35,82 a 30,56 a 25,37 a 42,38 b 37,71 b 22,42 b 16,82 b 5,24 b 47,62 a 42,99 a 29,87 a 24,65 a 15,76 a 48,15 a 43,56 a 29,12 a 23,46 ab 15,77 a 48,69 a 42,35 a 28,37 a 22,96 b 14,38 b
Permeabilitas (cm/jam) 35,42 b 48,74 a 37,57 b 45,57 a 43,08 ab
* angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD pada 5%.
Pemberian WEOM yang bersumber dari berbagai jenis bahan organik berpengaruh nyata terhadap kadar air pada pF 4,2 (kapasitas lapang). WEOM yang bersumber dari kompos jerami dan dan Pukan I (pukan ruminansia) menghasilkan kadar air tanah pada pF2 yang relatif lebih tinggi. WEOM dari jerami juga nyata dapat menurunkan permeabilitas tanah, sifat ini sangat diperlukan untuk memperbaiki sifat fisik tanah pasir, hal penting untuk tanah bertekstur pasir, dimana pergerakan air secara vertikal dapat ditekan sehingga air terlalu mudah hilang, sehingga kesempatan untuk diserap tanaman menjadi lebih rendah. Meskipun demikian, tingkat permeabilitas yang tinggi diperlukan untuk menekan besarnya aliran permukaan pada saat tanah dalam kondisi jenuh. Pada tanah bertekstur liat, perlakuan pemberian WEOM berpengaruh nyata terhadap permeabilitas tanah, WEOM yang bersumber dari Pukan II (kotoran ayam) meningkatkan permeabilitas tanah yang nyata lebih tinggi dibanding WEOM jerami dan Pukan II (Pukan ruminansia). Peningkatan permeabitas pada tanah bertekstur liat diperlukan, karena permeabilitas yang terlalu rendah seringkali dihadapi tanah-tanah bertekstur liat, kecuali jika agregasi tanah relatif baik. Pada tanah bertekstur pasir Perlakuan WEOM dari berbagai jenis bahan organik tidak memberikan pengaruh yang berbeda, baik terhadap pori air tersedia maupun permeabilitas tanah. Namun jika dibandingkan dengan tanah bertekstur liat, setelah diberi perlakuan WEOM Pukan I dan Pukan II, persen air tersedia pada tanah bertekstur pasir nyata menjadi lebih tinggi dibanding tanah bertekstur liat (Tabel 3). Tabel 3.
Media T1: Liat T2: Pasir
Pengaruh interaksi kondisi tanah dengan perlakuan WEOM dari berbagai sumber bahan organik PAT (% vol) WEOM dari kompos Jerami Pukan I Pukan II 5,07 Ba 5,20 Ba 5,30 Ba 12,70 Aa 10,20 Ab 11,90 Aab
Permeabilitas (cm/jam) WEOM dari kompos: Jerami Pukan II Pukan II 28,42 Bb 37,60 Ba 40,22 Aa 46,72 Aa 53,55 Aa 45,95 Aa
* angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan hurup besat yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD pada 5%.
635
Ai Dariah et al.
Pengaruh WEOM terhadap Perkecambahan Biji Jagung dan Tomat
60 50 40 30 20 10 0 WEOM Pukan 2 1:10
WEOM Pukan 2 1:2
WEOM Jerami 1:10
WEOm Jerami 1:2
WEOM Pukan 1 1:10
WEOM Pukan1 1:2
Air Destilasi
Daya kecambah (%)
Hasil uji awal penggunaan WEOM terhadap pertumbuhan tanaman ditunjukan oleh pengaruhnya terhadap tingkat perkecambahan biji jagung (Gambar 1). Hasil percobaan menunjukan bahwa penggunaan WEOM dengan tingkat pengenceran 1:10 dapat meningkatkan daya perkecambahan biji tanaman jagung. Sebagai pembanding tingkat perkecambahan biji jagung pada perlakuan air destilasi <35%, penggunaan WEOM yang besumber dari kompos Pukan 1 (pukan ruminansia kambing) dengan tingkat pengenceran 1:10 rata-rata menghasilkan tingkat perkecambahan yang paling tinggi (>50%). Dengan tingkat pengenceran yang sama tingkat pengekecambahan pada perlakuan WEOM dari Pukan 1 rata-rata lebih tinggi dibanding WEOM kompos pukan 2 (pukan ayam). Penggunaan WEOM dengan kadar yang lebih pekat (pengenceran 1:2) rata-rata menurunkan daya perkecambahan biji jagung. Hal ini menggindikasikan pemberian WEOM saat perkecambahan biji jagung sebaiknya diberikan pada kadar yang lebih rendah, atau diberikan secara bertahap. Kemungkinan lainnya adalah dibutuhkan masa inkubasi yang cukup, sebelum media tanam digunakan. Perlu diuji juga diuji pengaruh dari WEOM setelah lewat masa perkecambahan.
Gambar 1. Pengaruh penggunaan WEOM dari bebera sumber bahan organik dengan 2 tingkat pengenceran terhadap daya perkecambahan biji jagung Selain terhadap daya perkecambahan biji jagung, pengujian WEOM dari berbagai sumber bahan organik dilakukan pula pada biji tanaman tomat (Gambar 2). Rata-rata tingkat perkecambahan tomat tergolong baik (sekirar 80%), penggunaan WEOM tidak dapat lagi meningkatkan persen perkecambahan melebihi tingkat perkecambahan pada perlakuan air destilasi. Seperti halnya pada perkecambahan jagung, Peningkatan kadar WEOM dari 1:10 menjadi 1:2 menyebabkan rata-rata tingkat perkecambahan biji tomat menurun terutama untuk WEOM berasal dari kompos kotoran ayam.
636
Fraksi Bahan Organik Larut Air
Gambar 2. Pengaruh WEOM dari beberapa sumber bahan organik dengan 2 tingkat pengenceran terhadap perkecambahan biji tomat
KESIMPULAN 1. Kandungan asam humat dalam WEOM (water extractable organik matter) tidak berbeda nyata dibanding KOH-EOM (KOH- extractable organik matter). Artinya air mempunyai kemampuan yang sama dengan KOH dalam mengekstrak asam humat. Namun demikian, kandungan asam fulvat, C total, unsurP dan K pada ektrak KOH (KOH-EOM) nyata lebih tinggi dibanding WEOM. 2. Setelah diberi perlakuan WEOM kemampuan tanah bertekstur pasir dalam memegang air (didasarkan pada kadar air pada beberapa level pF) masih nyata lebih rendah dibanding tanah bertekstur liat. 3. Penggunaan WEOM meningkatkan daya perkecambahan biji jagung. Peningkatan konsentrasi WEOM dari 1:10 menjadi 1:2 menyebabkan penurunan daya perkecambahan biji jagung dan tomat.
DAFTAR PUSTAKA Chen, Y. and Aviad, T. 1990. Effect of humic substance on plant growth. In: MacCarthy, P., Clapp, C.E., Macolm, R.L., Bloom, P.R. (Eds.), Humic Substance in Soil and Crop Sciences:Selected Readings. SSSA, Madison, pp.161-186. Dariah, A., Nurida N.L., dan Sutono. 2010. Formulasi bahan pembenah untuk rehabilitasi lahan terdegradasi. Jurnal Tanah dan Iklim. No 11.
637
Ai Dariah et al.
Dariah, A., dan N.L. Nurida. 2011. Formula pembenah tanah diperkaya senyawa humat untuk meningkatkan produktivitas tanah Ultisil Taman Bogo, Lampung. Jurnal Tanah dan Iklim No. 13. Eyheraguibel, B., Morard, P., Silvertre, J. 2002. Chemical origin of humic-like substance, 11th International Humic Substance Society Confrence, Boston, MA (USA). Engyeraguibel, B., J. Silvestre, dan P. Morard. 2007. Effects of humic substance derived from organic waste enhancement on the growth and minberel nutrition of maize. Elsevier. Bio resource Technology 99 (2008) 4206-4212. Kurnia, U. 1996. Kajian Metode ehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan Melestariakan Produktivitas Tanah. Disertasi Doktor, Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Nardi, S., Pizzeghello, D.Muscolo, A., Vianello, A. 2002. Physiological effect of humic substances on higher plants. Soil Biol. Biochem. 34, 1527-1536. Piccolo, A., Celano, G., and Pietra mellara, G. 1993. Effect of fractions of coal-derived humic substance on seed germination and growth of seedlings (Latuga sativa and Lycopersicum esculentum). Biol. Fertil. Soils. 16, 11-16. Said-Pullicino, D., Erriquens, F.G., Gigliotti, G. 2007a. Changes in the chemical characteristics of water-exstractable organic matter during composting and their influence on compost stability and maturity. Bioresour. Technol. 98:1822-1831. Said-Pullicino, D., Kaiser, K., Guggenberger, G., Gigliotti, G. 2007b. Changes in the chemical composition 0f water-extractable organic matter compossting distribution between stable and labile organic matter pool. Chemosphere 66:2166-2176. Stevenson F.J. 1982. Humus Chemistry. Genesis, Composition, Reactions. A WileyInterscience Publication. John Wiley&Sons. New York. Sudirman dan T. Vadari. 2000. Pengaruh kekritisan lahan terhadap produksi padi dan kacang tanah di Garust Selatan.hlm. 411-418 dalam Prosiding Kongres Nasional HITI ke VIII. Bandung 2-4 Nopember 1999. Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York. Traversa, A., E. Loffredo, C.E. Gattulo, N. Senesi. 2010. Water-extractable organic matter of different composts:A cpmparaive study of properties and allelochemical effect on horticultural plats. Elsevier. Geoderma 156:287-296. Vaughan, D. and Malcolm, R.E. 1985. Influence of humic substance on growth and physiological proceseses. In: Vaughan, D. Macolm, R.E (Eds.) Soil organic matter and biologica activity. Dordrech, Boston. Pp. 1-36.l Zsolnay, A. 2003. Dissolved organic matter: Artefacts, definitions, and functions. Geoderma 113: 187-209. Zsolnay, A. Baigar, E. Jimenez, M. Steinweg, B. Saccomandi, F. 1999. Differentiating with fluorescence spectroscopy the sources of dissolved organic matter in soils subjected to drying. Chemosphere 38:45-50.
638