Fisika Biologi Download for Ginjal Buatan Download for Jantung Download for Ginjal
Muqoddimah Anggaran Dasar download klik disini
Islam Agama Tauhid
Islam Agama Tauhid Ketika memandang indahnya alam semesta, gunung yang tinggi, lautan yang luas. Maka manusia akan merasa tenang, ini sudah menjadi fitrah manusia. Alam merupakan manifestasi Tuhan, termasuk manusia adalah manifestasi-Nya jua. Keberadaan semua itu memaksa manusia harus mengakui adanya pencipta yang tidak diciptakan. Apakah mungkin alam yang begitu teratur ini, tersusun dengan sempurna ada begitu saja. Jika dipersepsikan bahwa alam ada dengan sendirinya. Argumentasi seperti itu sangat tidak masuk akal, karena tidak sesuai dengan teori yang sebenarnya. Di sini juga tidak terlepas dari hukum sebab-akibat. Alam sebagai akibat sedangkan sebagai sebab utama adalah Tuhan.
Dengan demikian tidak ada alsan bagi manusia untuk tidak mengukuhkan satu pencipta
dalam jiwanya. Dalam filsafat Islam alam, manusia dan segala sesuatu yang ada di sekitar kita merupakan manifestasi Tuhan ini sesuai dengan teori manisfestasi Ibnu Arabi. Atau dalam filsafat Mulla Shadra bahwa hal ini merupakan satu konsep gradasi. Sama halnya dengan cahaya yang menghasilkan terang, sehingga memiliki tingkatan terang. yaitu sangat terang, cukup terang, tidak terang dan sangat tidak terang. Dan melalui teeori keteraturan, memberikan salah satu argumen yang cukup kuat untuk membuktikan eksistensi dari pencipta. “Sekiranga ada di langit dan di bumi Tuhan-tuhan selain Allah. Tentulah langit dan bumi telah rusak.” (QS. Al-Anbiya: 22 Tidak bisa dibayangkan apa jadinya, jika segala sesuatu masing-masing mempunyai Tuhan sendiri-sendiri. Langit ada tuhannya, tanah ada tuhannya, laut ada tuhannya, binatang atau hewan mempunyai tuhan, manusia juga mempunyai tuhan sendiri. Maka yang didapati bumi tidak akan bisa berputar sebagaimana yang sedang kita saksikan sekarang, pastilah bumi ini hancur, karena masimg-masing dari tuhan mereka yang akan mengatur. Bilah terjadi ketidaksesuaian keinginan di antara tuhan-tuhan itu, akan berdampak buruk bagi alam dan seisinya. Sebagai contoh jika tuhan tanah ingin mensuburkan tanahnya sedangkan tuhan hujan tidak menginkan hal itu. Tetap saja tanah akan kering, karena tidak tersirami oleh air. Muncul pertanyaan “bagaimana jika tuhan-tuhan tersebut saling mengerti, karena memahami mereka saling membutuhkan”. Tanpa menjawab sebenrnya sudah terjawab dengan sendirinya. Kenapa? Sebagaimana yang kita pahami Tuhan itu maha segala-galanya. Dan pertanyaan tersebut di atas tidak sesuai, sebagaimana yang kita ketahui Tuhan tidak butuh terhadap yang lain. Jika alasannya hanyalah karena Tuhan-itu tidak bodoh mereka sangat cerdas, sehingga menghindari perselisihan. Lantas apa bedanya manusia dengan Tuhan yang dinisbatkan sebagai pencipta segala sesuatu. Sejak mata mulai menyaksikan dunia, kita sudah mulai memperhatikan sistem alam semesta. Berbagai macam keunikan ciptaan-ciptaan yang menjadi pemandangan indah membuat kita kagum dengannya. Kemudian kita berbuat sesuatu untuk mempertahankan diri, agar bisa tetap hidup, berusaha untuk beradaftasi dengan alam. Di kala lapar dan minum, maka kita tidak berpikir lama untuk makan dan minum. Di saat panas, maka kita akan mencari tempat yang sejuk untuk berteduh. Dapat dikatakan bahwa tindakan tersebut mengikuti pemikiran, sedang pemikiran mengikuti sistem kehidupan. Adanya berbagai macam ciptaan Tuhan yang tampak dalam pandangan kita ini. Tentunya tindak sama dengan pemikiran manusia berawal dari konsep-konseps. Karena Tuhan tidak melakukan hal seperti manusia, Dia memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan apapun yang dia inginkan.Tidak ada satupun hukum yang dapat mengikat atau mebatasinya. Dia Maha sempurna yang tidak butuh apapun, namun segala sesuatunya adalah miliknya dan bergantung kepadannya.
AL-BALAGHAH: Ilmu Ma'ani
al-ma`ani
A. Pengertian • Ma’aani jamak dari ma’na, secara leksikal berarti arti • Secara istilah: ilmu untuk mengetahui hal ihwal lafal bahasa yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi • Objek kajiannya hampir sama dengan ilmu nahwu. Hanya kalau ilmu nahwu membahas makna yg lebih bersifar mufrad, sedang ma’ani lbh besifat tarkibi B. Kajian • Kalimat dan bagian-bagiannya o Musnad – musnad ilaih o Fi’il – mutaallaq
• Jumlah o Fashal o Washal o Ijaz o Ithnab o musawat Lebih rinci meliputi 8 macam kajian: o Ihwal Isnad Khabary o Ihwal musnad ilaih o Ihwal musnad o Ihwal mutaaliqaatul fi’li o Al-Qashr o Al-Insya’ o Alfashal dan alwashal o Al-Ijaaz, al-ithnaab, dan al-musaawah Jumlah = Kalimat 1. Jumlah Ismiyah • Ismiyah : suatu jumlah (kalimat) yang terdiri atas mubtada’ dan khabar. • Fungsi jumlah ismiyah adalah menetapkan sesuatu hukum pada sesuatu.
• Jumlah ini tidak berfungsi untuk tajaddud/pembaruan dan istimrar/kontinuitas (terutama yang khabarnya berbentuk fa’il atau isim maf’ul. • Jika khabarnya berbentuk fi’il, maka mengandung dimensi waktu (bisa lampau, sekarang, atau yang akan datang) • Jumlah ismiyah (kalimat nominal), mubtada’ ditempatkan di awal kalimat sedangkan khabar ditempatkan sesudahnya • Jika mubtada berbentuk nakirah (indefinitive) dan khabar berupa frase preposisi, maka khabar didahulukan 2. Jumlah Fi’liyah • Jumlah fi’liyah: kalimat yang terdiri atas fi’il dan fa’il atau fi’il dan naibul fa’il • Mengandung makna pembatasan waktu (lampau. Sedang, akan). Setiap fi’il hanya ada satu pembatas waktu. • Waktu pada fi’il tdk perlu ada qarinah lafdziyah • Penanda waktu pada isim perlu qarinah lafdhiyah • Fi’il juga bisa menunjukkan makna tajaddud • Jumlah fi’liyah juga bisa menunjukkan adanya perubahan secara berkesinambungan dan bertahap sesuai konteks dan indikatornya (syarat fi’ilnya berupa mudhari’) • Pada jumlah fi’liyah (kalimat verbal), fi’il (verba) dapat berbentuk aktif dan pasif. • Karakteristik jumlah fi’liyah tergantung kepada fi’il. Fi’il madhi membentuk karakter (baik positif maupun negatif). Sedangkan fi’il mudhari’ membentuk tajaddud (pembaharuan) • Selain struktur, kalimat juga bisa digolongkan dari segi isi. Dari segi isi, baik jumlah ismiyah maupun fi’liyah ada kita sebut jumlah mutsabatah (kalimat positif) dan jumlah manfiyah (kalimat negatif). • Jumlah mutsabatah (kalimat positif) ialah kalimat yang menetapkan keterkaitan antara subjek dan predikat (baik dalam jumlah ismiyah maupun jumlah fi’liyah) • Jumlah manfiyah (kalimat negatif ialah kalimat yang menegasikan/meniadakan hubungan antara subjek dan predikat IHWAL MUSNAD DAN MUSNAD ILAIH • Jumlah (kalimat) paling tidak terdiri dari atas dua unsur. Kedua unsur itu dalam ilmu ma’aani adalah musnad dan musnad ilaih. • Dalam ilmu ushul fiqh: musnad = mahkum bih. Musnad ilaih = mahkum ilaih • Dlm gramatika Arab ada umdah = pokok dan fadlah = pelengkap. Fadllah = qayyid (dalam ma’aani) • Posisi musnad dan musnad ilaih bervariasi tergantung bentuk jumlah/kalimat dan posisinya dalam kalimat • Kaitan antara musnad dan musnad ilaih dinamakan isnad. • Isnad: penisbatan suatu kata dengan kata lainnya sehingga memunculkan penetapan suatu hukum atas yang lainnya baik bersifat positif maupun negatif. A. MUSNAD ILAIH • Secara leksikal = yang disandarkan kepadanya. • Secara istilah = mubtada yang mempunyai khabar, fa’il, naibul fa’il, dan beberapa isim dari amil nawasikh. • Pengertian lain = kata/kata-kata yang kepadanya dinisbatkan suatu hukum, pekerjaan, dan
keadaan • Posisi musnad ilaih dalam kalimat: • Fa’il • Naib fa’il • Mubtada’ • Ismu “kaana” dan sejenisnya • Ismu “inna” dan sejenisnya • Maf’ul pertama “dhanna” dan sejenisnya • Maf’ul kedua dari “ra’aa” dan sejenisnya B. MUSNAD • Musnad = sifat, fi’il, atau sesuatu yang bersandar kepada musnad ilaih. • Musnad berada pada tempat-tempat: o Khabar mubtada o Fi’il tam o Isim fiil o Khabar “kaana” dan sejenisnya o Khabar “inna” dan sejenisnya o Maf’ul kedua dari “dhanna” dan sejenisnya o Maf’ul ketiga dari “ra’aa” dan sejenisnya C. Mema’rifatkan Musnad Ilaih • Dengan Isim alam • Dengan dhamir • Dengan isim isyarah • Dengan isim maushul • Dengan “Al” • Dengan idhofah • Dengan nida’ • Mema’rifatkan dengan isim alam: o Menghadirkan zat pada ingatan pendengar o Memuliakan/menghinakan musnad ilaih o Optimis/mengharap yang baik • Mema’rifatkan dengan dhomir o Dhamir mutakallim o Dhamir mukhattab o Dhamir ghaib • Mema’rifatkan dengan isim isyarah o Menjelaskan keadaan musnad ilaih (jauh, sedang, dekat) o Mengingatkan bhwa musnad ilaih layak memiliki sifat-sifat yang akan disebut o Mengungkapkan derajat musnad ilaiah (dekat, sedang, jauh) o Menampakkan rasa aneh o Menyindir kebodohan mukhatthab o Mengingatkan bahwa yang diisyarahkan pantas menyandang sifat-sifat tertentu.
• Mema’rifatkan dengan isim maushul: o Tidak baik kalau dengan cara jelas o Mengagungkan o Menumbuhkan keingin tahuan o Merahasiakan sesuatu dari selain mukhatthab o Mengingatkan kesalahan mukhatthab o Mengingatkan kesalahan selain mukhatthab o Mengagungkan kedudukan mahkum bih o Mengejutkan: mengagungkan/menghina o Tidak etis menyebut nama diri o Menentukan pahala/siksa o Mencela o Menunjukkan keseluruhan o Menyamarkan • Mema’rifatkan dengan “al” o Mengisyarahkan kenyataan sesuatu, maknanya terlepas dari kaidah umum – khusus o Mengisyarahkan hakikat yang samar o Mengisyarahkan setiap satuan yang bisa dicakup lafal menurut bahasa o Menunjuk seluruh satuan dalam kondisi terbatas (Catatan: ada “al” lil ahdi dan “al” liljinsi) • Mema’rifatkan dengan idhafah o Sebagai cara singkat menghadirkan musnad ilaih di hati pendengar o Menghindarkan kesulitan membilang-bilang o Keluar dari tuntutan mendahulukan sebagian atas sebagian yang lain o Mengagungkan mudhaf dan judhaf ilaih o Meremehkan • Mema’rifatkan dengan nida’ o Bila tanda-tanda khusus tidak dikenal oleh mukhatthab o Mengisyarahkan kepada alasan untuk sesuatu yang diharapkan D. MENAKIRAHKAN MUSNAD ILAIH • Menunjukkan jenis • Menunjukkan banyak • Menunjukkan sedikit • Merahasiakan perkara • Untuk makna mufrad • Menjelaskan jenis/macam E. MENYEBUT MUSNAD ILAIH • Al-idhah wat tafriq (menjelaskan dan membedakan) • Ghabwatul mukhatthab (menganggap mukhatthab tdk tahu) • Taladzdzudz (senang menyebutnya) F. MEMBUANG MUSNAD ILAIH • Untuk meringkas • Terpeliharanya lisan ketika menyebut
• Li al-hujnah (merasa jijik menyebutnya) • Li at-tamiim (generalisasi) • Ikhfaul amri an ghairi mukhatthab (menyembunyikan musnad ilaih kepada selain mukhatthab) IHWAL KALAM KHABARI • Kalam adalah untaian kata yang memiliki pengertian yang lengkap. Dalam konteks ilmu balaghah kalam ada dua jenis: (1) kalam khabari dan (2) kalam insya’I • Kalam khabari ialah kalimat yang mengandung kemungkinan benar atau tidak benar. A. Tujuan Kalam Khabari • Faidah al-khabar: untuk orang yang belum tahu sama sekali • Lazimal Faidah: untuk orang yang sdh mengerti isi dari pembicaraan Pengembangannya, untuk tujuan: • Istirham (minta dikasihi) • Idhar al-dha’fi ( memperlihatkan kelemahan) • Idhar al-tahassur (memperlihatkan penyesalan) • Al-fakhr (kesombongan) • Dorongan kerja/berbuat keras B. Jenis-jenis Kalam Khabari • Mukhatthab yang belum tahu (khaalidz dzihni) – ibtida’i • Mukhatthab ragu-ragu (mutariddid adzdzihni) – thalabi • Mukhatthab yang menolak (inkari) – inkari C. Deviasi Kalam Khabari • Kalam thalabi digunakan untuk mukhatthab khaalidz dzihni • Kalam ibtida’I digunakan untuk mukhatthab inkari KALAM INSYA’I • Kalam insya’I adalah suatu kalam yang setelah ucapan itu dituturkan tidak bisa dinilai benar atau dusta. Kalam insya’I merupakan kebalikan kalam khabari. • Kalam insya’i: (1) insya’I thalabi: amar, nahyu, istifham, tamanni, dan nida’, (2) insya’I ghair thalabi: ta’ajjub, madz al-Dzamm, qasam, kata-kata yang diawali af’alur raja. Yg kedua ini tdk masuk bahasan ilmu ma’ani A. Amar • Amar adalah tuntutan untuk mengerjakan sesuatu dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Adat untuk amr adalah dengan: o fi’il amr, o fi’il mudhari yang disertai lam amr, o isim fi’il amar, dan o mashdar pengganti fi’il. B. Nahyu • Nahyu adalah tuntutan meninggalkan sesuatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi. Adat nahyu adalah: o Fiil mudhari’ yang sebelumnya dimasuki lam nahyi
C. Istifham • Istifham adalah menuntut pengetahuan tentang sesuatu. Adat yang bisa digunakan: o Hal oA o Ma o Man o Mata o Ayyana o Kaifa o Aina o Anna o Kam o ayyu • Hamzah sebagai adat istifham mempunyai dua makna: o Tashawwuri: jawaban yang bermakna mufrad. Ungkapan istifham yang meminta pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat mufrad = istifham tasawwuri o Tashdiq: penisbatan sesuatu atas yang lain • Man = untuk menanyakan orang • Ma = untuk menanyakan sesuatu yang tidak berakal. Untuk meminta penjelasan tentang sesuatu atau hakikat sesuatu • Mata = digunakan untuk meminta penjelasan tentang waktu (lampau maupun sekarang) • Ayyaana = digunakan untuk meminta penjelasan mengenai waktu yang akan datang. Kata ini biasanya digunakan untuk menantang • Kaifa = digunakan untuk menanyakan keadaan sesuatu • Aina = digunakan untuk menanyakan tempat • Hal = untuk menanyakan penisbatan sesuatu pada yang lain (tashdiq) atau kebalikannya. Mutakallim tdk mengetahui nisbah atau musnad dan musnad ilaihnya. Adat hal tdk bisa masuk ke dalam nafyu, mudhari makna sekarang, syarat, huruf athaf. Sedang hamzah bisa. • Anna = (1) maknanya sama dengan kaifa, (2) bermakna aina, (3) maknanya sama dengan mata • Kam = merupakan adat istifham yang maknanya menanyakan jumlah yang masih samar. Juga untuk menanyakan hal yang berkaitan dengan waktu, tempat, keadaan, jumlah, baik yang berakal maupun yang tidak • Ayyu = digunakan untuk menanyakan dengan mengkhususkan salah satu darai dua hal yang berserikat. • Deviasi Istifham: o Untuk maksud amar o Untuk maksud nahyu o Untuk maksud taswiyah (menyamakan dua hal) o Untuk maksud nafyu (negasi) o Untuk maksud inkar (penolakan) o Untuk maksud tasywiq (mendorong) o Untuk maksud penguatan o Untuk maksud ta’dzim (mengagungkan) o Untuk maksud tahqir (merrendahkan)
o Untuk maksud taajjub (mengagumi) o Untuk maksud Alwa’id (ancaman) o Untuk maksud tamanni (harapan yang tak mungkin terkabul) D. Nida’ = Panggilan • Nida adalah tuntutan mutakallim yang menghendaki seseorang agar menghadapnya. Adat yang biasa digunakan untuk memanggil adalah: a, ay, ya, aa, aai, ayaa, hayaa, dan waa • a dan ay untuk munada yang dekat • selainnya untuk munada yang jauh • khusus untuk yaa bisa untuk yang dekat maupun yang jauh • Kadang-kadang munada yang jauh digunakan adat nida a atau ay (karena dianggap ada kedekatan hati) • Kadang-kadang munada yang dekat dianggap jauh (karena bisa dianggap ketinggian munada, atau kerendahan martabat, kelalaian, kebekuan hati) • Penyimpangan makna nida: o Untuk anjuran, mengusung, mendorong, menyenangkan o Teguran keras/mencegah o Penyesalan, kresahan, kesakitan o Mohon pertolongan/istighotsah o Ratapan/mengaduh o Minta belas kasihan o Merasa sayang, menyesal o Keheranan atau kekaguman o Bingung dan gelisah (tidak puas, tdk sabar, bosan) o Mengingat-ingat o Mengkhususkan (menuturkan isim zhahir setelah isim dhamir dengan tujuan menjelaskannya. Ini mempunyai tujuan: (1) tafakhur = membanggakan, (2) tawadhu’ = rendah hati. E. Tamanni • Tamanni (berangan-angan) adalah kalimat yang berfungsi untuk menyatakan keinginan terhadap sesuatu yang diskai tetapi tidak mungkin untuk dapat meraihnya • Menurut istilah balaghah: menuntut sesuatu yang diinginkan, akan tetapi tidak mungkin terwujud. Ketidakmungkinan terwujudnya sesuatu itu bisa terjadi karena mustahil terjadi atau juga sesuatu yang mungkin akan tetapi tidak maksimal dalam mencapainya. Juga ungkapan yang mungkin terwujud tetapi tidak terwujud karena tidak berusaha secara maksimal. FASHL DAN WASHL • Fashl secara leksikal bermakna ‘memotong, memisahkan, memecat, menyapih’. Secara terminologi adalah tidak mengathafkan suatu kalimat dengan kalimat lainnya • Washl secara leksikal bermakna ‘menghimpun atau menggabungkan’. Secara terminologis adalah mengathafkan satu kalimat dengan kalimat sebelumnya melalui huruf athaf • Fashl digunakan pada tiga tempat: • Jika antara kalimat pertama dan kedua terdapat hubungan yang sempurna. Kalimat kedua berfungsi sebagi taukid atau penjelas, atau badal bagi kalimat yang pertama, • Antara kalimat pertama dan kedua bertolak belakang • Kalimat kedua sebagai jawaban bagi yang pertama
• Washl digunakan pada tiga tempat: • Keadaan i’rab antara kedua kalimat sama • Adanya kekhawatiran timbulnya kesalahpahaman jika tidak menggunakan huruf athaf • Kedua jumlah sama-sama khobari atau sama-sama insya’i dan mempunyai keterkaitan yang sempurna QASHR • Qashr secara leksikal bermakna ‘penjara’. Secara terminologis adalah mengkhususkan sesuatu atas yang lain dengan cara tertentu • Qashar memiliki empat unsur: o Maqshur (berbentuk sifat atau maushuf) o Magshur alaih (berbentuk sifat atau maushuf) o Maqshur anhu yaitu sesuatu yang berada di luar yang dikecualikan o Adat qashr. LAA YAFUUZU ILLA AL-MUJIDDU. YAFUUZU = MAQSHUR; AL-MUJIDDU = MAQSHUR ALAIH; SELAIN AL-MUJIDDU = MAQSHUR ANHU; LA DAN ILLA = ADAT QASHR A. Jenis-jenis Qashr • Dilihat dari aspek hubungan antara pernyataan dengan realitas: o Qashr hakiki: apabila antara makna dan esensi dari pernyataan tsb menggambarkan sesuatu yg sebenarnya. Pernyataan tsb bersifat universal, tdk bersifat kontekstual, dan diperkirakan tdk ada pernyataan yg membantah atau pengecualian lagi setelah pernyataan tsb. (LAA ILAAHA ILLA ALLAH) o Qashr idhafi: ungkapan qashr bersifat nisbi. Pengkhususan maqshur alaih pada ungkapan qashr ini hanya terbatas pada maqshurnya, tidak pada selainnya (WAMAA MUHAMMADUN ILLA RASUL QAD KHALAT MIN QABLIHIR RUSUL) • Dilihat dari dua unsur utamanya (maqshur dan maqshur alaih): o Qashar sifat ala maushuf (Sifat dikhususkan hanya untuk maushuf) o Qashr maushuf ala sifah (maushuf hanya dikhususkan untuk sifat) Catatan: sifat di sini adalah ma’nawiyah; bukan isim sifat dalam konteks nahwu. B. Teknik Penyusunan Qashr • Menggunakan kata-kata yg secara langsung menggambarkan pengkhususan (menggunakan kata qashr dan khushush) • Menggunakan dalil di luar teks, seperti pertimbangan akal, perasaan indrawi, pengalaman, atau berdasarkan prediksi yang didukung oleh indikator-indikator tertentu. • Menggunakan adat qashar: o An-nafyu wal istitsna’ (negasi dan pengecualian o Innama (hanya saja) o Athaf dengan huruf la, bal, lakinna - Laa bermakna mengeluarkan ma’ thuf dari hukum yg berlaku untuk ma’thuf alaih. Posisi maqshur dan maqshur alaih sebelum huruf athaf “laa”. Penggunaan laa untuk menqashar hrs memenuhi syarat: (1) ma’thufnya mufrad bkn jumlah, (2) didahului oleh ungkapan ijab, amar, atau nida’ (3)
ungkapan sebelumnya tidak membenarkan ungkapan sesudahnya - Kata “bal” = dalam qashr bermakna idhrab (mencabut hukum dari yang pertama dan menetapkan kepada yang kedua). Posisi maqshur alaih nya terletak setelah kata “bal”. Syarat-syarat: (1) ma’thuf bersifat mufrad, bkn jumlah, (2) didahului oleh ungkapan ijab, amar, atau nida. - Kata “lakinna” menjadi adat qashar berfungsi sebagai istidrak. Kata ini sama fungsinya dengan “bal” IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH • Ijaz secara leksikal bermakna ‘meringkas’. Secara istilah dalam balaghah: mengumpulkan makna yang banyak dengan menggunakan lafal yang sedikit • Efisiensi kalimat (ijaz) ada dua cara: o Qashar = meringkas o Hadzaf = membuang (bisa huruf, kata, frase, atau beberapa kalimat) • Ithnab secara leksikal bermakna ‘melebih-lebihkan’. Secara istilah menambah lafal atas maknanya. Atau mendatangkan makna dengan perkataan yang melebihi apa yang telah dikenal oleh banyak orang • Lima bentuk ithnab: o Menyebutkan yang khusus setelah yang umum o Menyebutkan yang umum setelah yang khusus o Menjelaskan sesuatu yg umum o Pengulangan kata atau kalimat o Memasukkan sisipan • Musawah secara leksikal bermakna ‘sama’ atau ‘sebanding’. Secara terminologi adalah pengungkapan suatu makna melalui lafal yang sepadan, tidak menambahkan dan tidak mengurangkan.
Pengertian Ilmu Balaghah, Ma`ani, Bayan, dan Badi`
A. Balaghoh 1. Pengertian Balaghah Secara etimologi (bahasa), balaghah ialah sampai atau mencapai. Balaghah secara terminologi dikatakan bahwa balaghah menjadi sifat bagi kalimat (ÇáßáÇã) dan pembicara atau orang yang
berkata (ÇáãÊßáã), sehingga : ßáÇã ÈáíÛ dan ãÊßáã ÈáíÛ tidak menjadi sifat bagi kata (ÇáßáãÉ) sebab memang tidak didengar ketentuannya. Balaghah ialah menyampaikan makna yang agung secara jelas dengan menggunakan kata-kata yang benar dan fasih, yang memiliki kesan dalam hati dan cukup menarik, serta sesuai setiap kalimatnya kepada kondisi atau situasi sekaligus orang-orang yang diajak bicara. 2. Kalimat yang baligh “Kalimat baligh adalah kalimat yang sesuai dengan kondisi khitab dan lafadz-lafadznya telah fasik, baik kata-kata ataupun kalimat-kalimatnya.” - Kondisi khitab disebut juga “maqam” ialah hal-hal yang merangsang pembicaraan untuk menyampaikan kata-katanya dengan bentuk khusus. - Kondisi khitob atau muqtadhal hal ialah keadaan yang mengajak untuk menyampaikan kalimat sesuai dengan konteksnya. Artinya, sesuai dengan mukhatabnya dan bentuk khususnya. 3. Balaghah pembicara Balaghah pembicara adalah kemampuan yang ada dihati yang dengan kemampuan itu dapat disusun kalimat yang baligh yang sesuai dengan kontekstual. Bersama itu kalimat tersebut telah fasik dalam segala makna yang dituju. Yang dimaksud dengan kemampuan yang ada dihati adalah bakat, suatu sifat yang tertanam dihati manusia. Oleh karenannya, seorang yang “baligh” (petah lidahnya) haruslah berpikir mengenai makna yang ada dihatinya terlebih dahulu sebelum mengucapkan perkataan. Bagi peminat ilmu baligh wajib mengetahui ilmu bahasa, ilmu sharaf, ilmu tata bahasa (nahwu), ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’. Sebagai peminat ilmu balaghah sebaiknya mengetahui tentang uslub (gaya bahasa) yang merupakan makna yang dibentuk dalam lafadz untuk mencapai makna yang dimaksudkan. Gaya bahasa ada 3 macam, yaitu : a. Gaya bahasa ilmiah. Keistimewaan metode ini yang paling menonjol adalah memberikan kejelasan dan mesti menampakkan kesan yang kuat dan indah. b. Gaya bahasa sastra. Pada gaya bahasa ini, keindahan adalah merupakan sifat-sifatnya yang paling menonjol. Gaya bahasa ini menampilkan khayalan indah, gambaran halus dan menyentuh. Aspek puisi dan prosa merupakan sasaran metode ini. c. Gaya bahasa pidato. Pada metode ini, terdapat posisi yang agung mengenai kesan dan sasarannya kelubuk hati. Diantara hal yang bisa menambah kesan ialah kedudukan si khatib sendiri di hati para pendengarnya, kekuatan sifat yang dimilikinya, argumentasinya, ketinggian suaranya, kebaikan cara menyampaikannya dan kekukuhan isyarat-isyaratnya. B. Ilmu Ma’ani 1. Pengertian Ilmu Ma’ani adalah pokok-pokok dan dasar-dasar untuk mengetahui tata cara menyesuaikan kalimat kepada kontekstualnya (muqtadhal halnya) sehingga cocok dengan tujuan yang dikehendaki. Perkataan Al-Ma’ani adalah bentuk jamak dari kata makna. Secara terminology adalah hal yang dituju. Menurut pengertian terminology ulama ilmu Bayan ialah menyatakan apa yang tergambar di hati dengan suatu ucapan atau lafazd, atau tujuan yang dimaksudkan oleh lafadz tergambar di dalam hati. 2. Faedah ilmu Ma’ani a. Mengetahui kemukjizatan al-Qur’an melalui aspek kebaikan susunan dan sifatnya, keindahan
kalimat, kehalusan bentuk ijaz yang telah diistemawakan oleh Allah dan segala hal yang telah dikandung oleh al-Qur’an itu sendiri. b. Mengetahui rahasia balaghah dan fushahah dalam bahasa Arab yang berupa prosa dan puisi agar dapat mengikutinya dan menyusun sesuai dengan aturannya serta membedakan antara kalimat yang bagus dengan yang bernilai rendah. C. Ilmu Bayan 1. Pengertian Al-Bayan ( )اﻟﺒﻴﺎنmenurut pengertian bahasa adalah Al-Kasyafu ( )اﻟﻜﺸﻒyang berarti membuka atau menyatakan. Bisa juga disebut Al-Lidhaah (ÇáÇíÖÇÍ). Artinya menerangkan atau menjelaskan. Menurut istilah ulama Balaghah (Al-Balagha’) adalah : ÇÕæá æÊæÇÚÏ íÚÑÝ ÈåÇ ÇíÑÇÏ ÇáãÚäì ÇáæÇÍÏ ÈØÑÞ íÎÊáÝ ÈÚÕåÇ Úä ÈÚÖ Ýì æÖæÍ ÇáÏáÇáÉ Úáì äÝÓ Ðáß ÇáãÚäì. “Dasar-dasar dan kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan satu makna dengan beberapa cara yang sebagiannya berbeda dengan sebagian yang lain dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut.” Jadi, ilmu Bayan adalah ilmu pengetahuan yang dijadikan pedoman untuk menyatakan satu makna dengan beberapa bentuk yang berbeda dan susunan yang berlainan derajat kejelasannya. Perlu diketahui bahwasannya yang dianggap dalam ilmu Bayan adalah kehalusan makna-makna yang terdiri dari isti’arah dan kinayah beserta jelasnya lafadz-lafadz yang menunjukkannya. Dari itu dapat disimpulkan bahwa Al-Bayan adalah lafadz atau ucapan yang fasih yang menjelaskan maksud yang ada dalam hati nurani. 2. Pembahasan Ilmu Bayan Pembahasan ilmu Bayan ini adalah lafadz-lafadz Arab dari segi majaz dan kinayah. Sedangkan hakikat dan tasyabih, bukan termasuk dalam pembahasan ilmu Bayan. 3. Faedah Ilmu Bayan Faedah ilmu ini adalah dapat melihat atau mengetahui rahasia-rahasia kalimat Arab, baik prosa maupun puisinya, dan juga mengetahui perbedaan macam-macam kefasikan dan perbedaan tingkatan sastra, yang dengannya ia dapat mengetahui tingkat kemukjizatan al-Qur’an dimana manusia dan jin kebingungan untuk menirunya dan tidak mampu menyusun semisalnya. D. Ilmu Badi’ Al-Badi’ ( )اﻟﺒﺪﻳﻊmenurut pengertian etimologi ialah sesuatu yang diciptakan tanpa dengan contoh yang mendahului. Menurut pengertian terminology ialah : “Suatu ilmu yang dengannya diketahui segi-segi dan keistimewaan-keistimewaan yang dapat membuat kalimat semakin indah, bagus dan menguasinya dengan kebaikan dan keindahan setelah kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi serta jelas makna yang dikehendaki.” Segi-segi yang dimaksud adalah cara-cara yang ditetapkan untuk mengiasai kalimat dan memperindahnya, dengan ilmu Ma’ani dan ilmu Bayan menurut materinya dan dengan ilmu Badi’ menurut sifatnya. Memperindah kalimat ada 2 : 1. Memperindah kalimat secara maknawiyah (muhassinat ma’nawiyah) ialah tata cara memperindah yang kembali kepada segi makna sejak semula dan sesuai dengan keadaannya, walaupun lafadz menjadi indah karena mengikutinya. 2. Memperindah kalimat secara lafdziyah (muhassinat lafdziah) ialah tata cara memperindah kalimat yang hanya kepada segi lafadz saja, sejak semula, meskipun segi makna menjadi indah karena
mengikutinya.
Iman, Islam, dan Ihsan
Hakikat iman Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa dicampuri keraguan sedikitpun. Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan berIman kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan, amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai keImanan kecuali jika seorang hamba telah mamapu mewujudka keislamannya. Iman juga lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku keimanan adalah kelompok dari pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku keImanan, jelaslah setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin [1]
[2]
Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keImanan dan salah satu indikasi yang terlihat oleh manusia. Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh secara beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya: Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya.” (Al-Anfal: 24) Keimanan memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas ulama memandang keImanan beriringan dengan amal soleh, sehinga mereka menganggap keImanan akan bertambah dengan bertambahnya amal soleh. Akan tetapi ada sebagaian ulama yang melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak menerima pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua kemungkinan saja: mukmin atau kafir, tidak ada kedudukan lain diantara keduanya. Karena itu mereka berpendapat Iman tidak bertambah dan tidak berkurang. Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang, maka perlu diketahui kriteria bertambahnya Iman hingga sempurnanya Iman, yaitu: 1) Diyakini dalam hati 2) Diucapkan dengan lisan 3) Diamalkan dengan anggota tubuh. Sedangkan dalam Islam sendiri jika membahas mengenai Iman tidak akan terlepas dari adanya rukun Iman yang enam, yaitu: 1) Iman kepada Alloh 2) Iman kepada malaikatNya 3) Iman kepada kitabNya 4) Iman kepada rosulNya 5) Iman kepada Qodho dan Qodar 6) Iman kepada hari akhir Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang berIman, yang jika telah tertanam dalam hati seorang mukmin enam keImanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam prilakunya seharihari yang sinergi dengan kriteria keImanan terhadap enam poin di atas. Jika Iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis, maka sesekali didapati kelemahan Iman, maka yang harus kita lakukan adalah memperkuat segala lini dari hal-hal yang dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa kita mulai dengan memperkuat aqidah, serta ibadah kita karena Iman bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat. Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh pemiliknya suatu manisnya Iman, sebagaImana hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya: “Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman: Menjadikan Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya, mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Alloh, membenci dirinya kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR.Bukhori Muslim). 1. 2.
Hakikat Islam
Islam bersal dari kata, as-salamu, as-salmu, danas-silmu yang berarti: menyerahkan diri, pasrah, tunduk, dan patuh. Berasal dari kata as-silmu atau as-salmu yang berarti damai dan aman. Berasal dari kata as-salmu, as-salamu, dan as-salamatu yang berarti bersih dan selamat dari kecacatankecacatan lahir dan batin. Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, demi mencapai kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia maupun di akhirat.
Siapa saja yang menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Alloh, maka ia seorang muslim, dan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Alloh dan selain Alloh maka ia seorang musyrik, sedangkan seorang yang tidak menyerahkan diri kepada Alloh maka ia seorang kafir yang sombong. [3]
Dalam pengertian kebahasan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama. Senada dengan hal itu Nurkholis Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam. Dari pengertian itu, seolah Nurkholis Madjid ingin mengajak kita memahami Islam dari sisi manusia sebagai yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan kepatuhan dan ketundukan kepada Tuhan, sebagaImana yang telah diisyaratkan dalam surat al-A’rof ayat 172 yang artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orangorang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”[4] Berkaitan dengan Islam sebagai agama, maka tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun Islam, yaitu: 1) Membaca dua kalimat Syahadat 2) Mendirikan sholat lima waktu 3) Menunaikan zakat 4) Puasa Romadhon 5) Haji ke Baitulloh jika mampu. 1. 3.
Hakikat Ihsan
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam disebit Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang sangat terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab: …َ…أَنْ ﺗَﻌْﺒُﺪَ اﻟﻠّﻪَ ﻛَﺄَﻧَّﻚَ ﺗَﺮَاهُ ﻓَﺈنْ ﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﺗَﺮَاهُ ﻓَﺈﻧَّﻪُ ﻳَﺮَاك “…Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Alloh melihatmu….. Hadits tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan Ihsan, sebagai rumusnya adalah memposisikan diri saat beribadah kepada Alloh seakan-akan kita bisa melihatNya, atau jika belum bisa memposisikan seperti itu maka posisikanlah bahwa kita selalu dilihat olehNya sehingga akan muncul kesadaran dalam diri untuk tidak melakukan tindakan selain berbuat Ihsan atau berbuat baik. Korelasi Iman, Islam, dan Ihsan Diatas telah dibahas tentang ketiga hal tersebut, disini, akan dibahas hubungan timbal balik antara ketiganya. Iman yang merupakan landasan awal, bila diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan suatu rumah, sedangkan islam merupakan entitas yang berdiri diatasnya. Maka, apabila iman seseorang lemah, maka islamnya pun akan condong, lebih lebih akan rubuh. Dalam realitanya mungkin pelaksanaan sholat akan tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau malah mungkin tidak terdirikan. Zakat tidak tersalurkan, puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Sebaliknya, iman akan kokoh bila islam seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi [5]
tebal, kadang pula menjadi tipis, karena amal perbuatan yang akan mempengaruhi hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila seseorang tekun beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka akan berdampak juga pada tipisnya iman. Dalam hal ini, sayyidina Ali pernah berkata : ﻗﺎل ﻋﻠﻲ ﻛﺮم اﻟﻠﻪ وﺟﻬﻪ إن اﻹﻳﻤﺎن ﻟﻴﺒﺪو ﻟﻤﻌﺔ ﺑﻴﻀﺎء ﻓﺈذا ﻋﻤﻞ اﻟﻌﺒﺪ اﻟﺼﺎﻟﺤﺎت ﻧﻤﺖ ﻓﺰادت ﺣﺘﻰ ﻳﺒﻴﺾ اﻟﻘﻠﺐ ﻛﻠﻪ وإن اﻟﻨﻔﺎق ﻟﻴﺒﺪو ﻧﻜﺘﺔ ﺳﻮداء ﻓﺈذا اﻧﺘﻬﻚ اﻟﺤﺮﻣﺎت ﻧﻤﺖ وزادت ﺣﺘﻰ ﻳﺴﻮد اﻟﻘﻠﺐ ﻛﻠﻪ Artinya : Sahabat Ali kw. Berkata : sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati. Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian dari banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah hakikat dari ihsan. DAFTAR PUSTAKA Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlaq dan Qur’an Hadis, (Yogyakarta: Azna Books, 2010) At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Ensiklopedia Islam Al-Kamil, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2010) Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Press, 2001) Thanthawi, Ali, Aqidah Islam; Doktrin dan Filosofis, (Pajang:Era Intermedia,2004). Daradjat, Zakiah, dkk., Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996). Wahhab, Muhammad bin Abdul, Tiga Prinsip Dasar dalam Islam,(Riyadh: Darussalam,2004). [6]
[1] Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlaq, hlm.33 [2] Ibid, hlm.87-88 [3] At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, 2010, Ensiklopedia Islam Al-Kamil, Jakarta: Darus Sunnah Press, hlm.88 [4] Al-qurannulkarim,PT.sygma examedia arkanleema [5] Wahhab, Muhammad bin Abdul, 2004 , Tiga Prinsip Dasar dalam Islam,Riyadh: Darussalam, hlm.23-24 [6] http://serambisan3dotcom.wordpress.com/2012/02/20/makalah-hadits-tentang-iman-islam-dan-ihsan/
Membuat Daftar Otomatis pada Microsoft Word 1. Letakkan kursor pada halaman terakhir data yang akan dibuat daftar isi otomatis, kemudian buatlah halaman baru dengan cara klik insert, pilih page break , maka akan terbuat halaman baru. (gambar 1) 2. Setelah halaman baru terbuat, block lah setiap judul bab, kemudian klik menu Home, pilih heading 1, dan pada setiap sub bab pilih heading 2, dan begitu seterusnya. Contoh: ■
BAB I Pendahuluan Caranya, kita block pada BAB I Pendahuluan, klik menu home, pilih heading 1 (gambar 2)
■
1.1 Latar Belakang, Caranya, kita block pada kalimat 1.1 latar belakang, klik menu Home, Pilih heading 2 (gambar 3)
3. Setelah semua judul bab dan sub bab telah selesai diheadingkan, langkah berikutnya, klik menu References, pilih Table Of Contents. (gambar 4) 4. Setelah itu klik insert table of contents, pilih options (gambar 5) 5. Kemudian isilah tabel tersebut sesuai dengan bagian perbab dan sub babnya yang ada didalam data yang akan dibuat daftar isi otomatis, setelah itu klik OK. Apa bila tabel yang tampil secara otomatis telah terisi data sesuai dengan bagian perbabnya, maka hanya klik OK . (gambar 6) Maka daftar isi akan tampil secara otomatis sesuai dengan halaman pada data yang kita buat. Sekian semoga dapat dipahami dan bermanfaat, Selamat mencoba……….
4 Cara Dosen Cerdas Dimata Mahasiswa
Mengajar dengan baik tidak mungkin tanpa persiapan yang cukup. Memang ada beberapa dosen, yang bangun tidur, cuci muka, dan langsung bisa mengajar dengan baik. Namun, nampaknya tidak banyak yang seperti itu. Yang dapat seperti itu pun, materinya akan selalu sama dari waktu ke waktu. Mempersiapkan diri dengan baik sebelum mengajar adalah wujud seorang dosen menghargai diri sendiri dan menghargai mahasiswa. Untuk mengajar dua jam di kelas, sangat mungkin persiapannya lebih dari dua jam, atau bahkan dua hari. Meski salah satu tugas dosen mengajar, bukan berarti dosen mengetahui semua yang akan diajarkan sejak lama. Ilmu pengetahuan terus berkembang. Beberapa bahkan sangat cepat. Untuk mengikuti perkembangan ini, dan memberikan yang relevan untuk mahasiswa, maka dosen pun harus selalu belajar. Dalam kamus pedagang, aktivitas ini adalah kulakan. Tanpa kulakan dengan baik, mutu pembelajaran di kelas nampaknya tidak akan maksimal. Jadi, sangat aneh, jika ada dosen mengajar bidang ilmu yang cepat berkembang menggunakan buku terbitan tahun 1980an atau bahkan 1970an. Materi di kelas dalam tranparansi pun sudah kusam karena bertahun-tahun materi tidak berubah. Dosen yang demikian ini, gagal dalam kulakan, dan tidak menghargai dirinya sendiri dan mahasiswa. Persiapan dosen dalam mengajar dapat dilakukan dengan banyak cara. Pertama, kulakan dengan membaca literatur yang merekam perkembangan bidang ilmu terkini yang akan diajarkan. Buku seringkali tidak cukup mutakhir, kadang perlu dilengkapi dengan jurnal ilmiah. Kedua, mempersiapkan materi ajar yang bisa diserap oleh mahasiswa. Materi ini dapat berupa buku ajar, hands-out, slide presentasi, atau kopi jurnal/bagian buku/majalah ilmiah/bahan lain yang relevan. Materi ini akan sangat membantu mahasiswa dalam memahami konten perkuliahan. Ketiga, mempersiapkan skenario pembelajaran di kelas. Skenario ini tidak harus tertulis, tetapi bagaimana waktu dimanfaatkan di kelas, bagaimana mahasiswa dilibatkan dalam proses, dan bagaimana materi ajar diberikan, harus sudah terpikirkan. Tetapi jika Anda mau menuliskannya,
akan sangat baik dan membantu untuk transfer pengetahuan kepada yunior-yunior Anda. Hal ini menjadi sangat penting, jika Anda menerapkan student-centered learning. Penggunaan bahasa yang mudah dipahami pun perlu dipertimbangkan. Ingat, tidak semua mahasiswa datang ke kelas dengan tingkat kematangan yang sama. Saya teringat komentar seorang mahasiswa di blog saya. “Kalo dikelas gak pernah bosan mendengarkan penjelasan bapak, bahasa yang ringan dan mudah dipahami … .” Menjadikan materi yang kompleks dan cenderung sulit menjadi mudah dipahami adalah sebuah kesenangan tersendiri. Dan, seringkali perlu pengalaman untuk menemukan yang pas. Menggunakan contoh atau metafor yang tepat seringkali sangat membantu. Keempat, mempersiapkan fisik dan mental. Mahasiswa akan merasa sangat tidak termotivasi jika dosen datang terlambat, dengan wajah tidak segar, dan tidak semangat ketika mengajar. Dosen adalah penyebar motivasi di kelas. Tanpa persiapan yang cukup, nampaknya akan sangat sulit memotivasi mahasiswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Sumber:http://ciricara.com/
Buku Panduan Belajar Power Point
untuk download berupa file, bisa klik disini
Cara Membuat Benner Sendiri Pada Blog selamat datang kawan-kawan, dan terimaksih sudah berkunjung di blog saya. dihari yang cerah ini saya akan mengamalkan ilmu saya. mungkin kawan-kawan sudah tau yang akan saya postingkan hari ini,,, yupz,,, benar sekali yaitu “cara membuat benner iklan sendiri”. sering kita ketahui banyak sekali penyedia iklan yang ada di internet namun jika kita pengen mempublikasikan bisnis kita sendiri sering kita kebingungan. (hehehe jadi basa-basi. ) langsung saja yupz caranya. langkah pertama kawan-kawan harus login dulu di blogger yupz.. klik nie jika belum login yang kedua,,, buka dan tata letak sudah di buka kawan-kawan,, langkah selanjutnya yaitu klik tambah gedget pada tempat yang kawan-kawan inginkan. (untuk jelasnya lihat gambar dibawah ini)
setelah itu akan muncul tab baru dan akan disuguhi beberapa pilihan gambar, pilih HTML/ Java scipt yupz,,, langkah terkhir tinggal mengcopy kode berikut:
maka hasilnya akan seberti ini