Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
FERMENTASI LIMBAH PADAT PENGOLAHAN BIOETANOL SINGKONG
(Manihot esculenta) OLEH Aspergillus niger TERHADAP PERUBAHAN KANDUNGAN KUALITAS NUTRISI Amalia Khoir, Yani Suryani, Sumiyati Sa’adah
ABSTRAK
Pakan merupakan biaya produksi terbesar, seoptimal mungkin harus ada energi alternative yang dapat menggantikan pakan, salah satunya yaitu dengan memanfatkan limbah singkong yang diproduksi menjadi bioetanol dengan proses fermentasi sehingga pakan bernilai gizi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas nutrisi limbah bioetanol singkong melalui fermentasi dengan menggunakan jamur Aspergillus niger yang mempunyai kemampuan untuk fermentasi. Limbah bioetanol masih mengandung racun asam sianida yang merugikan ternak dan berdasarkan hasil analisis limbah bioetanol bahwa terdapat kandungan asam sianida (HCN) 15,92 mg/kg, protein 2,74%, serat kasar 2,65%,sehingga kualitas zat makanannya masih rendah, maka sebelum diberikan pada ternak perlu dilakukan proses pengolahan melalui fermentasi dengan menggunakan jamur Aspergillus niger. Metode yang di lakukan adalah metode eksperimen limbah bioetanol singkong selama 0, 4, dan 9 hari dengan 4 konsentrasi mikroorganisme yaitu 2, 3, dan 4%. Penelitian sebelumnya Parameter yang diamati adalah jumlah mikroba, jumlah kandungan protein kasar dan kandungan serat kasar limbah bioetanol produk fermentasi melalui analisis proksimat. penelitian menunjukan bahwa protein tertinggi sebesar 4,507%, penurunan kadar serat terendah mencapai 1,293%, dan penurunan HCN sebesar 0,000 mg/kg. Kata kunci : Fermentasi, Jamur Aspergillus niger, Limbah bioetanol, Pakan Ternak.
PENDAHULUAN
jenis
Di Indonesia, singkong memiliki arti ekonomi
merupakan sumber energi paling murah
terpenting
jenis
sedunia. Potensi singkong di Indonesia cukup
umbiumbian yang lain. Selain itu kandungan
besar maka dipilihlah singkong sebagai bahan
pati dalam singkong yang tinggi sekitar 25-
baku utama (Rikana dan Adam, 2005).
30% sangat cocok untuk pembuatan energi
Produksi bioetanol singkong menyisakan
alternatif. Dengan demikian, singkong adalah
limbah padat dan limbah cair, limbah padat
dibandingkan
dengan
umbi-umbian
daerah
tropis
yang
203
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
bioetanol diduga masih mengandung racun
Aspergillus niger merupakan mikroba jenis
asam
ternak,
kapang yang dapat tumbuh cepat dan tidak
berdasarkan hasil analisis limbah bioetanol
membahayakan karena tidak menghasilkan
yang diteliti di Laboratorium Teknologi
mikotoksin. Selain itu penggunaannya mudah
Pangan
terdapat
karena banyak digunakan secara komersial
kandungan asam sianida (HCN) 15,92 mg/kg,
dalam produksi asam sitrat, asam glukonat
dan berdasarkan hasil analisis yang telah
dan
diteliti
Peternakan
pektinase, amilo-glukosidase dan selulase.
Universitas Padjajaran (2012), kandungan
Aspergillus niger memiliki daya amilolitik
protein sebesar 2,47%, serat kasar 2,65%,
dan proteolitik yang cukup baik, serta dapat
karbohidrat 83,94%, dan kadar air sebesar
menghasilkan enzim fitase ekstraselluler,
65,16% sehingga kualitas zat makanannya
hasil fermentasinya dapat digunakan sebagai
masih rendah, maka sebelum diberikan pada
sumber protein sel tunggal (PST) dan media
ternak perlu dilakukan proses pengolahan
biakannya sebagai sumber energi potensial.
melalui fermentasi. Keberhasilan suatu proses
(Conneely, 1992).
sianida
yang
Unpas
di
merugikan
(2012)
bahwa
Laboratorium
beberapa
enzim
seperti
amilase,
fermentasi agar memperoleh produk yang lebih baik dan berkualitas dibandingkan
METODE PENELITIAN
dengan bahan asalnya, berkaitan erat dengan
Metode Skrining (Uji Aktivitas Selulase
cara
dan Amilase)
melakukan
pengolahan.
Dalam
biokonversi melalui proses fermentasi, baik
1. Penyiapan medium
jenis kapang, suhu fermentor maupun lama waktu proses fermentasi sangat berpengaruh
Potato
terhadap produk akhir (Hardjo, 1989).
sebanyak 9,75 gr dan CMC sebanyak 1 %
Salah satu mikroba yang dapat melakukan
yaitu 2,5 gr dengan timbangan statis, masukan
fermentasi
PDA dan CMC tersebut pada erlenmeyer dan
adalah
Aspergillus
niger.
Dextro
Agar
(PDA)
ditimbang
204
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
beri akuades 250 ml, selanjutnya panaskan
menit,
setelah
itu
bilas
dengan
NaCl
dengan stirer, selanjutya dinginkan hingga
menggunakan pipet tetes, kemudian inkubasi
suhu medium mencapai 550C dan pH 5,5,
dan amati pertambahan koloni dan zona
setelah itu tuangkan pada cawan petri
bening pada hari berikutnya sampai mikroba
sebanyak 20 ml tunggu hingga medium
tidak mengalami pertambahan ukuran lagi
memadat (Cappucino and Shjerman, 1987).
(statis), amati pula aktivitas selulase nya (Cappucino and Shjerman, 1987).
2. Metode titik Aspergillus niger ambil secukupnya dengan
Prosedur
menggunakan jarum ose kemudian simpan
Pengolahan Bioetanol
dengan cara menitikkan mikroba pada cawan
1.
petri yang telah berisi medium, kemudian
Aspergillus niger
Fermentasi
Pembuatan
Limbah
Inokulum
Padat
Kapang
hitung sebagai hari ke nol penanaman mikroba. Hari berikutnya lakukan identifikasi
Limbah singkong sebanyak 2,1 kg diperas
ukuran
morfologi
dan dikeringkan menggunakan oven dengan
mikroba.Setelah mikroba mencapai 1 cm
suhu 500C selama 3 hari, kemudian digiling
berikan pewarna congored dan Iodine yaitu
dengan blender dan dimesh untuk diuji awal
dengan tahap pembuatannya timbang NaCl
HCN. Beras sebanyak 900 g + 100 g limbah
5,75 gr masukan pada beker glass tambahkan
bioetanol diaduk dengan air sebanyak 1 liter,
100
kemudian disterilkan pada suhu 1210C
ml
koloni
dan
akuades
Selanjutnya
ciri
ciri
kemudian
timbang
aduk
congored
0,1
rata. gr
selama
15
menit.
Substrat
yang
telah
masukan ke beker glass tambahkan 100 ml
disterilkan kemudian didinginkan (suhu 30-
alkohol 95% aduk campurkan, kemudian
350C), dan dimasukan ke dalam kantong
larutan congored tersebut teteskan pada kultur
plastik. Setiap 100 gr substrat diinokulasikan
tadi hingga merata dan inkubasi selama 30
dengan 1 ml suspensi. media dalam kantong 205
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
plastik digoyang goyangkan supaya biakan
yang
tercampur merata, dan dilubangi dengan
sebanyak 2%, 3%, dan 4% bahan
menggunakan jarum kemudian simpan pada
kering limbah bioetanol.
suhu 30-350C (Gandjar, 1999; Frazier, dan
c.
telah
dibuat
sebelumnya
Selanjutnya bahan diaduk sampai
Westhoft, 1981) selama 72 jam dalam
homogen, setelah itu kantung plastik
inkubator (Shang Shyng, 1987).
diberi lubang lubang kecil untuk
Setelah
substrat
kemudian
dipenuhi
substrat
oleh
kapang,
dikeringkan
dengan
mendapatkan kondisi aerob. d.
Masing
masing
kantung
plastik
menggunakan oven lampu pada suhu 45-50
diinkubasi pada suhu 30o C, selama
0C dan selanjutnya digiling sampai halus, dan
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,7 dan 8 hari,
digunakan
kemudian dihitung jumlah mikroba.
sebagai
inokulan.
Kemudian
dilakukan uji aktivitas dari inokulum dengan
e.
Jika waktu fermentasi telah selesai,
menghitung colony forming unit (CFU) Per
dilakukan analisis proksimat hari ke
gram inokulum dengan menggunakan total
0,4, dan 8 yang meliputi perhitungan
plate count (TPC).
kadar protein kasar, serat kasar, dan kadar HCN.
2. Fermentasi Limbah Bioetanol dengan
b.
Masing masing perlakuan fermentasi limbah bioetanol singkong di analisis
Aspergillus niger a.
f.
Sebanyak 400 gram limbah bioetanol
di laboratorium untuk mengetahui
dimasukkan ke dalam kantung plastik
komposisi nutrisinya dengan analisis
tahan panas dan ditambahkan air 400
proksimat (AOAC, 1990). Lakukan
ml, kemudian disterilisasi dengan
uji HCN, dan uji proksimat yaitu
cara dikukus selama 1 jam.
menganalisi kadar protein, dan kadar
Setelah
limbah
bioetanol
dingin
serat kasar.
diinokulasikan dengan inokulum cair 206
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
kandungan serat kasar, kadar proksimat ANALISIS DATA
dengan analisis hari ke-0, ke-4, dan hari ke-8.
Penelitian ini di lakukan dengan metode
Data yang di peroleh dianalisis dengan sidik
eksperimental pola faktorial (3 x 3). Faktor
ragam dan dilanjutkan dengan uji Jarak
yang diamati adalah dosis d1= 2%, d2=3%,
Berganda Duncan (Ronald, 1995).
dan d3=4% dan lamanya fermentasi yaitu 0, 4, dan 8 hari. Parameter yang diamati adalah
HASIL DAN PEMBAHASAN
jumlah mikroba, kandungan protein kasar, selulase meningkat yang terkait dengan terbetuknya zona bening sebanyak 2,8 cm dan masuk kedalam fase log. Pada hari keempat dan kelima nilai indeks selulase relatif tidak bertambah atau statis, karena diameter koloni Pada grafik 4.1 di atas dapat dilihat bahwa indeks selulase masih rendah sampai hari kedua, hal ini karena pertambahan diameter koloni pada hari pertama sebesar 0,4 cm tidak diikuti dengan penambahan zona bening. Pada masa ini dinamakan sebagai fase adaptasi. Kemudian pada hari ketiga indeks
dan zona bening juga relatif tidak bertambah, yaitu diameter koloni 2,3 cm dan diameter zona bening sebesar 3 cm. Lalu pada hari keenam, indeks selulase meningkat lagi akibat diameter koloni meningkat sebesar 2,85 cm dan diameter zona bening bertambah hampir 1,5
kali
yang
mencapai
4,87
cm.
207
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
Pada grafik 4.2 didapatkan hasil bahwa nilai
medium baru dengan komposisi sama seperti
indeks amilase pada hari ke-1 sampai hari ke-
sebelumnya. Pada hari berikutnya yaitu hari
6 belum mengalami pertumbuhan, meskipun
ke-7 sudah menghasilkan zona bening 1,8 cm
koloni Aspergillus niger sudah mulai tumbuh
yang berdampak pada peningkatan nilai
pada hari pertama dan terus bertambah
indeks
sampai hari ke-6. Diduga pada hari hari
meningkat memasuki fase log sampai sampai
tersebut Aspergillus niger mengalami masa
hari ke-17. Pada kondisi ini diameter koloni
adaptasi terhadap lingkungan, sehingga belum
relatif tetap 1,6 cm, akan tetapi Aspergillus
menghasilkan enzim amilase sehingga belum
niger banyak menghasilkan enzim amilase
menghasilkan zona bening (fase adaptasi).
dengan zona bening 3,05 cm, kemudian pada
Fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena
hari ke-18 dan hari ke-19 tidak mengalami
beberapa sebab, misalnya, kultur dipindahkan
peningkatan (statis), tetapi zona
dari medium yang kaya nutrien ke medium
bening terus bertambah mencapai 3,2 cm pada
yang kandungan nutriennya terbatas, mutan
hari ke 19 sehingga indeks amilase mencapai
yang baru dipindahkan dari fase statis ke
2 cm.
Dapat terlihat pada tabel 4.3 dan grafik 4.3,
masih dalam masa adaptasi. Kondisi ini dapat
dosis
terjadi karena terdapat perubahan media serta
2%,
3%
dan
4%
jumlah
amilase
dan
dari
kondisi
asal
ini
(limbah
terus
populasimikroba Aspergillus niger pada hari
lingkungannya
padat
pertama berjumlah 4,6 X 108, 4,3 x 108, dan
bioetanol) ke media PDA. Jika mikroba
6,3x 108 sel/ml belum berkembang karena
dipindahkan ke dalam suatu medium mula208
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
mula akan mengalami fase adaptasi untuk
fase lainnya. Pada fase ini kultur paling
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan
sensitive terhadap keadaan lingkungan. Akhir
disekitarnya (Fardiaz, 1988). Lamanya fase
fase log, kecepatan pertumbuhan populasi
adaptasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
menurun
diantaranya yaitu medium dan lingkungan
medium sudah berkurang, adanya hasil
pertumbuhan, jika medium dan lingkungan
metabolisme yang mungkin beracun atau
pertumbuhan sama seperti medium dan
dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
lingkungan
tidak
Pada hari kedua mengalami peningkatan
diperlukan waktu adaptasi. Tetapi jika nutrien
sebesar 9,4 x 108, 12,9 x 108, 12,2 x 108
yang tersedia dan kondisi lingungan yang
sel/ml untuk masing-masing dosis 2,3, dan
baru berbeda dengan sebelumnya, diperlukan
4%. Namun pada dosis 3%, hari kedua
waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim-
merupakan
enzim. Kedua jenis inokulum jika jumlah
sedangkan pada dosis 2, dan 4% pertumbuhan
awal
akan
optimum populasi dicapai pada hari ketiga.
mempercepat fase adaptasi (Fardiaz, 1988).
Perbedaan waktu optimum antara dosis 2,3,
Setelah masa adaptasi mikroba tumbuh dan
dan 4% hal ini dapat disebabkan adanya
masuk ke fase pertumbuhan (fase log) pada
persaingan mikroba untuk memperoleh nutrisi
fase ini mikroba membelah dengan cepat dan
pada substrat sehingga berpengaruh terhadap
konstan mengikuti kurva logaritmik. Pada
kemampuan mikroba untuk mendegradasi
fase
substrat.
sel
ini
sebelumnya,
yang
mungkin
semakin
kecepatan
tinggi
pertumbuhan
sangat
dikarenakan
hari
Puncak
nutrien
optimum
di
dalam
pertumbuhan,
pertumbuhan
populasi
dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya
disebut fase optimum, Kemudian pada hari ke
seperti
kondisi
4 dan ke-5 untuk semua dosis mengalami
lingkungan termasuk suhu dan kelembaban
penurunan dan pada hari ke-6 dan ke 7 pada
udara (Fardiaz,1988). Pada fase ini mikroba
dosis 2 dan 3% mengalami fase stationari
membutuhkan energi lebih banyak dari pada
karena pertumbuhan populasi mikroba tidak
kandungan
nutrien
dan
209
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
terlalu jauh cenderung statis dan hanya
Kemudian pada hari ke 8 untuk dosis 2,3, dan
berkisar dalam waktu yang singkat, pada fase
4% yaitu sebesar 1,0 x 108, 0,9 x 108, dan 1,5
ini jumlah populasi masih tetap karena jumlah
x 108 sel/ml, disebut fase kematian, pada fase
sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel
ini
yang
dapat
mengalami kematian karena beberapa sebab
ditunjukkan
yaitu, nutrien di dalam medium sudah habis
adanya fase stationer dimana pada fase ini
dan energi cadangan di dalam sel habis.
lipase sebagai metabolit sekunder dihasilkan.
Kecepatan kematian bergantung pada kondisi
mati
menghasilkan
Aspergiilus lipase
dengan
niger
sebagian
populasi
mikroba
mulai
nutrien, lingkungan, dan jenis mikroba.
Dapat dilihat dalam grafik 4.4 terlihat bahwa
sebesar 0,148 mg/kg disebabkan semakin
kadar HCN sebelum dan setelah fermentasi
lamanya waktu fermentasi maka semakin
oleh Aspergillus niger. Sebelum fermentasi
rendah pula kandungan HCN dan semakin
kadar HCN sebesar 15,92 mg/kg, setelah
tinggi nilai gizi, Untuk pengaruh dosis dan
fermentasi dengan tiga kali pengulangan
hari terdapat interaksi dan menghasilkan
mengalami penurunan yang cukup signifikan
pengaruh penurunan HCN. Hal ini dapat
dari 13,298 - 0,000 mg/kg.
dikatakan
Lamanya
waktu
fermentasi
(hari)
bahwa
penurunan
HCN
dipengaruhi oleh lamanya hari, semakin lama
berpengaruh signifikan terhadap penurunan
fermentasi
kandungan
HCN
semakin
kandungan HCN, dapat terlihat bahwa hari ke
menurun. Coursey (1974) menyatakan bahwa
0, 4, dan 8 fermentasi mengalami penurunan,
HCN mempunyai ikatan yang tidak begitu
kemudian pada hari ke-8 penurunan mencapai
kuat, mudah menguap dan hilang atau 210
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
berkurang dengan jalan pengolahan, seperti
Rata-rata kadar protein hasil fermentasi
pencucian,
melalui analisis proksimat disajikan pada
perendaman,
perebusan,
pengukusan, dan pemanasan.
grafik kadar protein disajikan pada gambar 4.5 , didapatkan hasil sebagai berikut :
E. Kadar Protein
Setelah dilakukan fermentasi yang ditunjukan
difermentasi, walaupun cenderung meningkat
oleh tabel 4.5 dan grafik yang disajikan pada
hal ini dapat disebabkan oleh keterbatasan
gambar 4.5., diketahui bahwa kadar protein
kemampuan mikroba dalam mendegradasi
limbah bioetanol mengalami peningkatan
protein ataupun kemampuan enzimatis dari
dibandingkan dengan kadar protein limbah
mikroba,
bioetanol sebelum difermentasi. Peningkatan
fermentasi nilai P<0,05 ada perbedaan nyata,
kadar protein bervariasi dari 2,47% sebelum
hal ini disebabkan semakin lama waktu
fermentasi menjadi sebesar 2,580% - 4,507%
fermentasi semakin meningkat pula kadar
. Pada uji jarak berganda duncan, pengaruh
protein, lamanya waktu fermentasi yang
fermentasi
terhadap
cenderung
meningkat,
tetapi
untuk
lamanya
waktu
kandungan
protein
terbaik untuk peningkatan protein yaitu pada
berbeda
dengan
hari ke-4. Hal ini sesuai dengan literatur
kandungan
protein
bahwa peningkatan jumlah massa mikroba
sebesar 2,47% setelah fermentasi mengalami
akan menyebabkan meningkatkan kandungan
peningkatan kadar protein 4,507%. Pengaruh
produk fermentasi, dimana kandungan protein
dosis terhadap peningkatan kadar protein
merupakan refleksi dari jumlah massa sel dan
dimana nilai P>0,05 tidak ada perbedaan yang
dalam
nyata terhadap peningkatan protein setelah
menghasilkan enzim yang akan mendegradasi
sebelum
fermentasi
proses
fermentasi
mikroba
akan
211
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
senyawa–senyawa komplek menjadi lebih
enrichment yaitu pengkayaan protein bahan.
sederhana, dan mikroba juga akan mensistesis
(Nurhayani, 2000).
protein yang merupakan proses protein
Pada grafik 4.6 dapat terlihat bahwa serat
kemampuan mikroba untuk mendegradasi
kasar mengalami penurunan baik dari dosis
enzim selulase yang cukup tinggi, sedangkan
dan lamanya waktu fermentasi, sebelum
lamanya fermentasi yang terbaik yaitu hari
fermentasi serat kasar mencapai 2,65%,
ke-8
setelah fermentasi mengalami penurunan dari
penurunan kadar serat kasar hal ini sesuai
1,877- 1,293% terlihat dosis terbaik dengan
dengan literatur yaitu tingkat dosis berkaitan
penurunan terbaik yaitu dosis 4% dengan
dengan besaran populasi mikroba
penurunan mencapai 1,293% pada hari ke-8.
menentukan cepat tidaknya perkembangan
Berdasarkan
tersebut,
mikroba dalam menghasilkan enzim untuk
terdapat interaksi antara lamanya fermentasi
merombak substrat menjadi komponen yang
dan dosis terhadap kadar serat kasar, karena
lebih sederhana. Maka, semakin banyak
nilai P<0,05 sehingga ada perbedaan nyata
populasi mikroba dapat menurunkan serat
baik dosis maupun lamanya fermentasi,
kasar yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan
terlihat pada uji duncan dosis 2% merupakan
pendapat Laskin dan Hubert (1973) yang
dosis yang terbaik yang berpengaruh terhadap
menyatakan bahwa jumlah populasi mikroba
penurunan kadar serat kasar hal ini dapat
sangat menentukan kualitas produk akhir,
disebabkan pada dosis 2% enzim selulase
dimana semakin tinggi populasi Aspergillus
yang dihasilka pada miselium kapang terjadi
niger akan menghasilkan besaran enzim
peningkatan
selulase yang semakin tinggi pula sehingga
hasil
yang
uji
statistik
relatif
tinggi,
karena
sehingga
ada
pengaruh
terhadap
yang
212
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
kuantitas serat kasar yang dirombak oleh
(2005), yang menyatakan yaitu pengolahan
enzim selulase semakin tinggi Pada grafik
secara
fermentasi
dengan
menggunakan
terlihat antara dosis 2 dan 4% pada hari ke-4
kapang
terhadap
bahan
pakan
mengalami peningkatan kadar serat hal ini
mengandung pati dan serat tinggi mempunyai
disebabkan hifa yang terdapat dalam kapang
suatu kelemahan dimana hifa dari kapang
tersebut masih mempunyai serat yang tinggi.
tersebut merupakan serat kasar sehingga
Hal ini sesuai dengan pendapat Wizna et al.,
kandungan serat kasar substrat cukup tinggi.
108 sel/m l dan dosis 4 % mempunyai
KESIMPULAN 1. Jumlah
indeks
Aspergilus cepat
yang
niger
yaitu
selulase
oleh
cenderung lebih
sebesar
13,7x 108 sel/ml.
cm
3. Komposisi nutrisi limbah bioetanol
sedangkan jumlah indeks amilase pada
singkong yang telah difermentasi oleh
Aspergillus
sebesar 2 cm.
Aspergilus
Aspergilus niger dapat mendegradasi
perubahan
enzim amilase dan selulase dalam
fermentasi. Dari hasil penelitian uji
jumlah yang cukup besar.
proksimat selama 8 hari mengalami
niger
1,708
fase optimum pada hari ke-3 sebesar
niger
mengalami
dibandingkan
sebelum
2. Jumlah mikroba dengan perhitungan
peningkatan kadar protein dari 2,47 %
TPC (Total Plate Count) limbah
menjadi 4,507 %, terdapat perbedaan
bioetanol
nyata
singkong
yang
telah
lamanya
waktu
fermentasi
difermentasi kapang Aspergillus niger
terhadap kadar protein, dan kadar serat
pada dosis 2 % mempunyai fase
kasar
optimum pada hari ke 3 sebesar 13,9 x
penurunan terendah mencapai 1,293%.
108 sel/ml, dosis 3 % mempunyai fase
4. Jumlah kadar HCN limbah bioetanol
optimum pada hari ke-2 sebesar 12,9 x
singkong yang telah difermentasi oleh
dari
2,65
%
mengalami
213
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2 Aspergilus perubahan
niger
ISSN 1979-8911
mengalami
the Feed Industry. Proccedings of Alltechs
sebelum
Eight Annual Symposium. Alltech Technical
dibandingkan
fermentasi. Sebelum fermentasi kadar
Publications, Nicholasville, Kentucky, USA.
HCN sebesar 15,92 mg/kg sedangkan setelah
fermentasi
kadar
HCN
menurun mencapai 0,000 mg/kg.
Costello, R. and H. Chum. 1998. Biomass, bioenergy
and
carbon
management.
p.
11−17.In D. Wichert (Ed.). Bioenergy ’98: DAFTAR PUSTAKA
Expanding Bioenergy Partnerships. Omni
AOAC.1990. Official Methods of Analysis
Press, Madison.
Agricultural Chemical; Contaminan; Drugs. Washington DC: Assosiation of Official
Curran, J. 1989. Industrial Microbiology.
Analyticals Chemist, inc.
London, U.K.: Rand Mc Nally and Co. Crampton, E.W. and L.E. Harris. 1969.
Amri, K. 1998. Bioteknologi Penangkal Bau.
Applied
Animal
http://www.indonesia.com/intisari/
Edition.H.W.
1998/desember/halhi.htm. Diakses tanggal 31
Francisco.
Nutrition.
Freeman
and
Second Co.,
San
Juni 2012. Conneely, O.M. 1992. From DNA to Feed Anonimus. 2005. Bahan Alternatif Pakan
Convertion: Using Biotechnology to Invrove
Dari
Enzyme Yields and Livestock Performance, in
Hasil
Samping
Industri
Pangan.http://www.chem-is-
Biotechnology
in
try.org/?sect=folus & ext=15. Conneely, O.M.
Proccedings
1992. From DNA to Feed Convertion: Using
Symposium. Alltech Technical Publications,
Biotechnology to Invrove Enzyme Yields and
Nicholasville, Kentucky, USA.
of
the Alltechs
Feed Eight
Industry. Annual
Livestock Performance, in Biotechnology in 214
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
Enari TM. 1983. Microbial Cellulase. Dalam
Abbas, H., Rizal, Y., Kompiang, I.P., &
Microbial Enzyme and Biotecnology. Edited
Dharma, A. 2005. Potensi bakteri Bacillus
W.M. Fogarty. New York : Applied Science
amyloliquefaciens serasah hutan sebagai
Publ.
inokulum fermentasi pakan berserat tinggi. J. Ilmiah ilmu-ilmu Peternakan, VII(3): 212-
Fauzan, A., R. Feryanto. 2009. Kinetika Degradasi
Lignin
dalam
Pulp
220.
Bagasse
Melalui Degradasi Hemiselulosa oleh Enzim Xilanase dalam. Tugas Akhir Teknik Kimia ITS. Surabaya: 22-47 Fessenden. 1986. Organic Chemistry.
Hardjo, S., N.S. Indrasi, dan T. Bantacut, 1989, Biokonversi : Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Laskin, D.L. and A.L Hubert. 1973. Handbook of Food Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Westport
Nurhayani H.Muhiddin, Nuryati Juli dan I Nyoman
P
Aryantha,(2000)”Peningkatan
Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi ”JMS vol 6 no. 1 hal 1 -12 april. Wizna,
215