Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL SERANGGA PENYERBUK DI AREA PERKEBUNAN BELIMBING KALITIDU BOJONEGORO
Fatchur Rohman1), Sueb1), Agus Dharmawan1) 1) Jurusan biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetaqhuan Alam Universitas Negeri Malang
[email protected]
ABSTRAK Penelitian tentang distribusi spasial dan temporal serangga penyerbuk di area perkebunan belimbing Kalitidu Bojonegoro telah dilakukan. Tujuan penelitian adalah mengungkap distribusi spasial dan temporal serangga penyerbuk di area perkebunan Belimbing berdasarkan keberadaan macam spesies pada tapak yang berbeda rona lingkungannya. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2015 di perkebunan Belimbing Kalitidu Bojonegoro. Sampel dalam penelitian ini adalah serangga penyerbuk yang tercuplik pada empat tapak yang berbeda di area perkebunan Belimbing Kalitidu. Keempat tapak tersebut adalah tapak area perkebunan yang berbatasan dengan area pertanian, pemukiman, perairan (Sungai bengawan solo) dan jalan umum. Pada setiap tapak dilakukan pencuplikan serangga penyerbuk sebanyak 20 kali penangkapan dengan menggunakan jaring serangga di tanaman Belimbing bagian kanopi yang berbunga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan jumlah spesies dan kelimpahan secara spasial banyak ditemukan di tapak perkebunan yang bersebelahan dengan area pemukiman dibanding tapak lainnya. Distribusi temporal dari serangga penyerbuk banyak ditemukan pada saat jam 11.00 – 13.00 dibanding waktu pengamatan lainnya. Kata Kunci:
distribusi spasial, distribusi temporal, serangga penyerbuk, perkebunan belimbing
Serangga penyerbuk memiliki peran penting dalam membantu proses penyerbukan bunga tanaman yang dibudidayakan. Peristiwa penyerbukan merupakan kejadian awal dalam rangkaian pembentukan buah dari tanaman budidaya, Pembentukan buah terutama pada tanaman budidaya yang dipanen buahnya sangat perlu kehadiran serangga penyerbuk. Keberadaan serangga penyerbuk dapat menentukan besar jumlah hasil panen. Salah satut anaman yang dipanen buahnya adalah tanaman Belimbing. Tanaman Belimbing oleh masyarakat telah dibudidayakan dalam bentuk perkebunan, tidak hanya ditanaman secara sporadis di halaman rumah atau tetmpat tertentu saja. Buah Belimbing
274
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya telah menjadi salah satu komoditas buah yang memiliki prospek
yang baik di pasaran
JawaTimur. Perkebunan Belimbing yang berada di Kecamatan Kalitidu Bojonegoro telah menjadi salah satu pemasok pasar buah belimbing di Jawa Timur bahkan sampai kewilayah lainnya. Keberlanjutan perkebunan Belimbing dapat dipertahankan bila dikelola dengan memperhatikan segala faktor yang mempengaruhinya. Pengelolaan usaha budidaya secara umum dapat dipengaruhi oleh manajemen yang mantab dan memperhatikan keberlanjutan sumberdaya alam di sekitar perkebunan Belimbing.Sumberdaya di sekitar perkebunan Belimbing mencakup keberadaan biodiversitas dan aspek ekologinya. Aspek ekologi dalam hal ini dapat meliputi informasi komponen biota apa saja yang berperan dalam proses pembentukan buah atau biasa dikenal sebagai biota penyerbuk. Salah satu biota penyerbuk di lingkuingan perkebunan Belimbing adalah serangga penyerbuk, dan juga bagaimana distribusi spasial dan distribus itemporal dariserangga penyerbuk di agroekosistem perkebunan Belimbing tersebut. Beberapa aspek ekologi tersebut dapat menentukan besaran produk buah atau tonase di perkebunan Belimbing. Keberadaan serangga penyerbuk secara ekologi berperan sebagai pelaku layanan jasa ekologi di lingkungan agroekosistem. Dengan demikian kajian aspek ekologi dari serangga penyerbuk perlu dilakukan, mengingat perannya sebagai penyerbuk perbungaan tanaman belimbing. Penyerbukan merupakan tahap awal proses pembentukan buah. Tanaman belimbing di budidayakan oleh petani diambil hasil panennya berupa buah. Besaran produksi buah belimbing di perkebunan belimbing bergantung pada biodiversitas ,distribusi spasial dan distribusi temporal serangga penyerbuk tersebut di lingkungan sekitarnya. Interaksi antara tumbuhan dan insekta saling menguntungkan. Insekta dapat melangsungkan proses penyerbukan pada tumbuhan, sebagai contoh insekta ”Syrphid flies” memperoleh nektar dari tumbuhan(Nentwig, 1998). Di samping itu kajian aspek ekologi serangga penyerbuk di sekitar perkebunan belimbing akan dapat mengungkap gambaran keadaan keberlanjutan keberadaan biota yang memberikan kualitas dan kuantitas layanan jasa ekologi pada lingkungan agroekosistem. Penelitian yang dilakukan adalah biodiversitas, distribusi spasial dan distribusi temporal serangga penyerbuk di area Perkebunan belimbing Kalitidu Bojonegoro. Harapan dari hasil penelitian ini dapat mengungkapkan informasi aspek ekologi biota khususnya serangga penyerbuk di lingkungan agroekosistem. Informasi yang didapat juga menjadi database tentang biodiversitas serangga penyerbuk di area perkebunan belimbing, sebagai titik tolak untuk mengevaluasi keberlajutan agroekosistem perkebunan belimbing, mengingat
275
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya buah belimbing merupakan salah satu komoditas yang prospektif dan dapat menjadi produk unggulan di daerah tertentu.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif berbasis kuantitatif yang mencoba mengungkapkan fenomena ekologi serangga penyerbuk di area perkebunan Belimbing Kecamatan Kalitidu Bojonegoro.Bagian aspek ekologi yang diamati meliputi distribusi spasial dan temporal serangga penyerbuk. Pengamatan biodiversitas serangga penyerbuk dapat mengungkap komposisi spesies serangga penyerbuk apa saja yang dapat ditemukan di area perkebunan Belimbing. Pengamatan distribusi spasial akan dapat menggambarkan kecenderungan serangga penyerbuk banyak ditemukan pada tapak mana di area perkebunan sesuai dengan karakter rona lingkungannya. Distribusi temporal akandapat memberi gambaran kecenderungan waktu aktif serangga penyerbuk dalam rentang waktu siang hari. Penelitian dilaksanakan di Perkebunan Belimbing Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro dan di Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi FMIPA UM. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2015. Tapak pengambilan sampel digambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta Kebun Belimbing (Sumber: Google Earth) Keterangan : Lokasi Penelitian Ditandai dengan Lingkaran Kuning. Tapak Pengambilan sampel ditandai dengan lingkaran berwarna merah.
276
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya Populasi obyek penelitian adalah keseluruhan serangga penyerbuk di area perkebunan.Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling berdasarkan keadaan rona tapak sekitar perkebunan Belimbing yang berbeda. Sampel dalam penelitian ini adalah serangga penyerbuk yang tercuplik pada tiga tapak yang berbeda di area perkebunan Belimbing Kalitidu.Ketiga tapak tersebut adalah tapak area perkebunan yang berbatasan dengan area pertanian, pemukiman, dan perairan (Sungai bengawan solo). Pada setiap tapak akan dilakukan pencuplikan serangga penyerbuk sebanyak 20 kali penangkapan dengan menggunakan jaring serangga di tanaman pohon Belimbing bagian kanopi yang berbunga. Setiap pencuplikan serangga penyerbuk dilakukan dengan cara jelajah mengikuti jalur diagonal dalam luas tapak dan rentang waktu berbeda. Pada garis diagonal setiap tapak ditentukan 20 pohon Belimbing yang dijadikan tempat penangkapan dengan cara menggerakan jaring serangga sebanyak 5 kali osilasi di setiap kanopi pohon Belimbing yang berbunga. Pengamatan distribusi temporal dilakukan berdasarkan pencuplikan yang telah dijelaskan di atas dalam rentang waktu berbeda selama 12 jam. Waktu pengambilan cuplikan dilakukan mulai jam 06.00 – 08.00 (pagi), 11.00 – 13.00 (siang), dan 16.00 – 18.00 (sore). Spesimen serangga penyerbuk yang tertangkap dikoleksi dan dimasukan dalam botol plakon berisi larutan pengawet, kemudian setelah di Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi UM di identifikasi dan diverifikasi taksonnya. Distribusi spasial diamati berdasarkan kecenderungan jumlah/macam spesies dan jumlah individu setiap spesies yang ditemukan pada setiap tapak dan rentang waktu yang telah dijelaskan di atas.Data yang diperoleh dianalisis dengan Anava Tunggal, bila hasilnya signifikan maka dilajutkan dengan uji lanjut Duncan, agar dapat dideskripsikan kecenderungan distribusi spasial dan temporal serangga penyerbuk di area perkebunan Belimbing.
HASIL DAN PEMBAHASAN Spesies serangga penyerbuk yang ditemukan di sekitar area kebun belimbing di Kalitidu Bojonegoro pada keseluruhan tapak yaitu tapak area kebun dekat pemukiman, dekat jalan desa, dekat sawah dan dekat sungai sebanyak 15 jenis dengan kelimpahan indivudu setiap spesies bervariasi.
Serangga serangga penyerbuk yang ditemukan secara umum
termasuk dalam dua kelompok bangsa (ordo) Lepidoptera dan Hymenoptera. Macam spesies serangga penyerbuk secara rinci disajikan dalam Tabel 1.
277
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya
Tabel 1 Nama macam serangga penyerbuk dan jumlah individu pada setiap tapak area jumlah individu No. Pemukiman sawah jalan sungai 1 Catopsilia pamono f catilia 10 13 9 7 2 Danus chrysippus 4 8 4 0 3 Delias hyparete 15 6 15 7 4 Elymnias hypermnestia 0 3 0 0 5 Euploea eunice 6 5 4 0 6 Euploea mulciber 5 4 2 0 7 Hypolimnas bolina 40 33 37 11 8 Junonia almana linneaus 0 2 0 0 9 Junonia atlites moore 6 7 0 0 10 Mycalesis horsfieldi 7 9 4 3 11 Papilio memnon linneaus 3 0 2 0 12 Papilio palytes 1 1 0 0 13 Polites fuscatus pallipes 12 0 7 23 14 xilocopa confusa 24 15 22 39 15 Xilocopa violaca 18 4 17 20 151 110 123 110 Spesies
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa sebagian spesies serangga penyerbuk dapat ditemukan di semua tapak area kebun yang berbeda. Secara keseluruhan dapat dijumpai di tapak area kebun dekat pemukiman, jalan, sawah maupun dekat sungai, namun beberapa hanya ditemukan di tapak area kebun tertentu. Secara keseluruhan ditemukan bahwa kecenderungan distribusi spasial serangga penyerbuk di area kebun belimbing berada di tapak lahan yang berbatasan dengan pemukiman, Tapak tersebut paling banyak ditemukan jumlah spesies maupun kelimpahannya dibanding dengan tapak lahan lainnya. Secara berurutan tiga besar spesies yang terbanyak kelimpahannya adalah Hypolimnas bolina (ordo Lepidoptera), Xilocopa confusa (ordo Hymenoptera), dan Xilocopa violaca (Hymenoptera). Dengan demikian serangga penyerbuk di area kebun belimbing di Kecamatan Kalitidu Bojonegoro pada saat pengataman bulan Juli adalah kelompok kupu kupuan (Lepidoptera) dan kelompok tawon tawonan (Hymenoptera) Distribusi temporal merupakan sebaran secara mewaktu dari serangga penyerbuk di area kebun Belimbing dalam rentang tertentu. Distribusi temporal menggambarkan waktu aktif serangga untuk mencari makanan dalam satuan waktu tertentu. Waktu aktif setiap serangga berbeda. Serangga tertentu aktif mencari makan cenderung di pagi hari, sebagian spesies lainnya di siang hari atau sore hari. Kelimpahan setiap spesies yang ditemukan dalam
278
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya rentang waktu pengamatan berbeda dapat memberi gambaran bahwa serangga
tersebut
cenderung aktif di waktu kapan. Spesies tertentu ditemukan melimpah di rentang waktu pagi hari, sebagian serangga lainnya di siang hari atau sore hari. Jadi kecenderungan distribusi temporal didasarkan seberapa besar kelimpahan suatu serangga penyerbuk ketika dilakukan pengamatan. Distribusi temporal serangga penyerbuk yang ditemukan di keempat tapak area kebun Belimbing disajikan pada Gambar 2 – 4.
pagi jam 07.00-09.00
Catopsilia pamono f catilia
Danus chrysippus
Delias hyparete
Elymnias hypermnestia
Euploea eunice
Euploea mulciber
Hypolimnas bolina
Junonia almana linneaus
Junonia atlites moore
Mycalesis horsfieldi
Papilio memnon linneaus
Papilio palytes
Polites fuscatus pallipes
xilocopa confusa
Xilocopa violaca
16 14 12 10 8 6 4 2 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
pemukiman
sawah
jalan
sungai
Gambar 2 Diagram batang distribusi temporal serangga penyerbuk pada rentang waktu 07.00 – 09.00
279
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya
siang jam 11.00-13.00 25 20 15 10 5 Catopsilia pamono f catilia
Danus chrysippus
Delias hyparete
Elymnias hypermnestia
Euploea eunice
Euploea mulciber
Hypolimnas bolina
Junonia almana linneaus
Junonia atlites moore
Mycalesis horsfieldi
Papilio memnon linneaus
Papilio palytes
Polites fuscatus pallipes
xilocopa confusa
Xilocopa violaca
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
pemukiman
sawah
jalan
sungai
Gambar 3 Diagram batang distribusi temporal serangga penyerbuk pada rentang waktu 11.00 – 13.00
sore jam 15.00-17.00
Catopsilia pamono f catilia
Danus chrysippus
Delias hyparete
Elymnias hypermnestia
Euploea eunice
Euploea mulciber
Hypolimnas bolina
Junonia almana linneaus
Junonia atlites moore
Mycalesis horsfieldi
Papilio memnon linneaus
Papilio palytes
Polites fuscatus pallipes
xilocopa confusa
Xilocopa violaca
8 7 6 5 4 3 2 1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
pemukiman
sawah
jalan
sungai
Gambar 4 Diagram batang distribusi temporal serangga penyerbuk pada rentang waktu 15.00 – 17.00 Berdasarkan Gambar 2 – 4 secara keseluruhan cenderung serangga penyerbuk melimpah di waktu siang pada rentang waktu jam 11.00 – 13.00. Hal ini menandakan bahwa waktu aktif serangga cenderung di siang hari. Keadaan faktor lingkungan pada siang hari di area kebun belimbing yang cenderung lebih hangat memicu serangga penyerbuk untuk aktif
280
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya mencari makan. Faktor lingkungan menentukan suatu organisme untuk aktif mencari makan atau pasif diam untuk keperluan istirahat. PEMBAHASAN Kecenderungan serangga penyerbuk banyak ditemukan di tapak lahan kebun belimbing yang berbatasan dengan area pemukiman karena rona lingkungan sekitarnya berbeda dengan rona lingkungan di tapak lahan lainnya. Keadaan tapak lahan dekat pemukiman ditemukan lebih banyak ragam tumbuhan. Hal ini menjadikan mikroklimat yang berbeda dangan tapak lahan lainnya. Mikroklimat berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman biota disuatu habitat. Odum (1993), menyatakan bahwa di dalam ekosistem yang mempunyai keanekaragaman rendah dan mengalami tekanan secara fisik menyebabkan populasi cenderung diatur oleh komponen-komponen fisik yaitu cuaca, faktor kimia yang membatasi, pencemaran dan sebagainya. Secara mewaktu serangga penyerbuk cenderung banyak ditemukan pada jam 11.00 – 13.00. Hal ini berarti waktu aktif mencari makan serangga penyerbuk tersebut pada siang hari, karena suhu lingkungan lebih hangat. Kecenderungan suhu lingkungan lebih tinggi memicu aktivitas serangga. Temuan Aini, dkk. (2006) menunjukkan bahwa semakin rendah suhu tanah dan semakin tinggi kadar air tanah pertanian maka kelimpahan rayap Odontotermes spp. semakin rendah. Nandika et al. (2003 dalam Aini, dkk., 2006) menyatakan bahwa perubahan suhu tanah dan kadar air tanah akibat alih guna lahan menyebabkan peningkatan populasi rayap pemakan kayu dan hilangnya jenis rayap lain. Informasi distribusi spasial dan temporal serangga penyerbuk dalam suatu agroekosistem perlu diungkap dengan pertimbangan dapat digunakan sebagai dasar kapan dan sisi tempat yang tepat dilakukan penyemprotan pestisida. Sehingga penyemprotan pestisida terutama pestisida sintetis tidak serampangan dan sembarangan, harus memperhatikan pertimbangan ekologi. Petani harus dikenalkan dan diajak memahami aspek ekologi suatu agoekosistem agar berlanjut dalam menghasilkan produk pertanian. Keberlanjutan agroekosistem dapat berlangsung jika tetap menjaga dan memperhatikan keberadaan komponen struktur dan fungsi ekosistem. Altieri dan Nicholls (2004) mengemukakan bahwa dalam rangka meningkatkan “Agroecosystem biodiversity” menuju agroekosistem yang stabil dan berkelanjutan perlu mengkaji komponen struktur dan fungsi lainnya. Komponen struktur tersebut adalah kajian tentang Polinator, Predator dan Parasitoid, Herbivor, vegetasi non-budidaya, cacing tanah, mesofauna tanah, dan microfauna tanah. Kajian fungsi mencakup peristiwa polinasi,
281
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya pengaturan populasi dan pengendalian hayati, konsumsi biomasa dan siklus nutrien, kompetisi, alelopati, struktur tanah, dekomposisi, predasi, dan serangan penyakit. Beberapa hal yang tercantum dalam Convention on Biodiversity (CBD)
pada tahun 2000 yaitu
komponen keanekaragaman hayati pertanian yang menyediakan jasa ekologi. Komponen ini meliputi kisaran lebar jenis organisme di sistem produksi pertanian yang berfungsi dalam proses-proses sebagai: (a) daur hara, dekomposisi bahan organik dan mempertahankan kesuburan tanah, (b) pengatur populasi hama dan patogen tanaman, termasuk musuh alami hama, (c) membantu penyerbukan tanaman, (d) mempertahankan satwa liar lokal dan habitatnya dalam lanskap, e) mempertahankan daur hidrologi, f) pengendalian erosi, dan g) pengaturan iklim dan serapan karbon.
Sosromarsono dan Untung (2000) mengemukakan
bahwa semua butir yang telah disebutkan di atas, butir (a), (b), (c) dan (d) ada kaitannya dengan fauna arthropoda khususunya serangga. Dalam agroekosistem ada empat hal yang harus diperhatikan (Four important properties of Agroecosystem). Marten, G. G. in Agricultural Systems 26 (1988) 291-316) 1.
Productivity: mengukur masukan/ jumlah produksi panen per unit sumberdaya (jumlah produksi panen/ha)
2.
Stability: ukuran kestabilan produktivitas
3.
Sustainability: kemampuan agroekosistem untuk mengelola produktivitas untuk merespon gangguan lingkungan.
4.
Equitability: memperlihatkan seberapa besar produk agroekosistem terdistribusi diantara manusia yang memanfaatkannya..
1. Produktivitas (Productivity). Produktivitas dapat didefinisikan sebagai suatu tingkat produksi atau keluaran berupa barang atau jasa, misalnya produktivitas padi/ha/tahun.Hasil akhir panen atau pendapatan bersih, nilai produksi dibandingkan masukan sumber. Produktifitas selalu diukur dalam pendapatan per hektar, atau total produksi barang dan jasa per rumah tangga atau negara. Produktifitas juga dapat diukur dalam kilogram butiran, ikan atau daging, atau juga dapat dikonversikan dalam kalori, protein, vitamin atau unit-unit uang. Input sumberdaya dasar adalah tanah, tenaga kerja,dan modal.Artinya, apabila produktifitas dari suatu agroekosistem itu tinggi maka hendaknya kebutuhan hidup bagi manusia akan terpenuhi, dan sepantasnya untuk diupayakan kondisi agroekosistem yang lestari. Namun, pada kenyataannya upaya konservasi terhadap agroekosistem itu jarang sekali dilakukan. Seharusnya disusun suatu model pendekatan agroekosistem yang di desain untuk pencegahan dan pengendalian terjadinya
kemerosotan
kualitas
sumberdaya
282
lahan
dan
lingkungan
dan
tetap
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya mernpertahankan produktivitas pertanian. Karena, sejatinya keterpaduan dua aspek tersebut merupakan konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan dan melembagakan aspek ekologi ke dalam kebijakan ekonomi.(Marten, 1998). 2. Stabilitas (Stability) Stabilitas diartikan sebagai tingkat produksi yang dapat dipertahankan dalam kondisi konstan normal, meskipun kondisi lingkungan berubah.Suatu sistem dapat dikatakan memiliki kestabilan tinggi apabila hanya sedikit saja mengalami fluktuasi ketika sistem usaha tani tersebut mengalami gangguan.Sebaliknya, sistem itu dikatakan memiliki kestabilan rendah apabila fluktuasi yang dialami sistem usaha tani tersebut besar.Produktifitas menerus yang tidak terganggu oleh perubahan kecil dari lingkungan sekitarnya. Fluktuasi ini mungkin disebabkan karena perubahan iklim atau sumber air yang tersedia, atau kebutuhan pasar akan bahan makanan.(Marten, 1998). Stabil, artinya dalam hal ini tercipta kondisi yang konsisten terhadap suatu hasil produksi. Namun secara menyeluruh, hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti variasi curah hujan, serangan hama periodik, fluktuasi harga, dll. 3. Keberlanjutan (Sustainability). Kemampuan agroekosistem untuk memelihara produktifitas ketika ada gangguan besar. Gangguan utama ini berkisar dari gangguan biasa seperti salinasi tanah, sampai ke yang kurang biasa dan lebih besar seperti banjir, kekeringan atau terjadinya introduksi hama baru. Aspek keberlanjutan sebenarnya mengacu pada bagaimana mempertahankan tingkat produksi tertentu dalam jangka panjang.(Marten, 1998). Apakah pada kondisi tertentu produktivitas dapat dipertahankan dari waktu ke waktu (artinya bisa sustain). Prinsipnya,
keberlanjutan melibatkan kemampuan manajemen
pertanian untuk mempertahankan fungsi agroekosistem (termasuk produksi) , meskipun proses-proses ekologi alami yang cenderung mengubah agroekosistem menuju suatu titik degradasi. Seperti dengan stabilitas, keberlanjutan (sustainability) memiliki berbagai kebijakan yang terkait dengan tindakan berbagai produktivitas. Beberapa langkah keberlanjutan bisa tinggi sementara yang lain rendah untuk agroekosistem yang sama. (Marten, 1998) 4. Pemerataan (Equitability). Aspek Ekuitabilitas digunakan untuk menggambarkan bagaimana hasil-hasil pertanian dinikmati oleh segenap lapisan masyarakat.Contoh apabila suatu sistem usaha tani dapat dikatakan memiliki suatu ekuitabilitas atau pemerataan sosial yang tinggi apabila penduduknya memperoleh manfaat pendapatan, pangan, dan lain-lain yang cukup merata dari
283
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya sumber daya yang ada. Indikatornya antara lain rata-rata keluarga petani memiliki akses lahan yang luasnya tidak terlalu berbeda atau senjang. Pemerataan biasanya diukur melalui distribusi keuntungan dan kerugian yang terkait dengan produksi barang dan jasa dari agroekosistem.(Marten, 1998).
KESIMPULAN Berdasarkan paparan data dan pembahasan yang telah diuraikan maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah: 1. Spesies serangga penyerbuk yang ditemukan di sekitar area kebun belimbing di Kalitidu Bojonegoro pada keseluruhan tapak yaitu tapak area kebun dekat pemukiman, dekat jalan desa, dekat sawah dan dekat sungai sebanyak 15 jenis dengan kelimpahan indivudu setiap spesies bervariasi. 2. Distribusi spasial spesies serangga penyerbuk dapat dijumpai di tapak area kebun cenderung banyak ditemukan pada tapak area kebun dekat pemukiman. 3. Distribuasi temporal spesies serangga penyerbuk cenderung banyak ditemukan di rentang waktu siang antara jam 110.00 – 13.00
DAFTAR PUSTAKA Altieri, M.A. and C.I. Nichols. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agrosystem, 2nd. Food Products Press An Imprint of The Haworth Press, Inc. New York. London. Oxford. pp. 23-45. Altieri, M.A. & W. H. Whitcomb. 1979. The potential use of weeds in the manipulation of beneficial insects. HortScienceb 14: 12-18. Gitau, T. Tanpa tahun.Agro-ecosistems, Natural Resources Management and Human Health Related Research in East Africa: Case Studies Agro-ecosistem Health: Principles and Methods Used in High-potential Tropical Agro-ecosistem(online), (http://www.ilri.cgiar.org/InfoServ/Webpub/fulldocs/Aesh/R&Dexp.htm#TopOfPage), diakses 03 Desember 2012. Nentwig, W. 1998. Weedy plant species and their benefecial arthropods: potential for manipulation in field crops. In. C.H. Pickett and R.L. Bugg (ed.). Enhanching biological control, habitat management to promote natural enemies of agricultural pests.University of California Press. Berkeley, Los Angeles, London. pp. 49-71. Perrin, R.M. 1975. The role of perennial stinging nettle Urtica dioica as a reservoir of beneficial natural enemies. Ann. Appl. Biol. 81: 289-297.
284
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya
Rohman, F., Fathurrachman, I.D. Maulina, 2007a.Keanekaragaman dan Kelimpahan Artropoda pada Komunitas Tumbuhan Liar di Kebun Teh Wonosari Singosari Kabupaten Malang. Laporan Penelitian. Rohman, F., B. Yanuwiadi, M. Mukti, 2007b. Preferensi Kumbang Kubah (Coccinellidae), Belalang Sembah (Mantidae), dan Laba-laba Srigala (Lycosidae) Terhadap Tumbuhan Liar Borreria repens D.C., Biden pilaosa L., dan Centella asiatica (L.) Urb. Laporan Penelitian. Santoso, Hery. 2011. Agroekosistem Cepat: Sebuah Catatan untuk Proses Produksi di DataranTinggi(Online), (http://javlec.org/index.php/component/content/article/49tajuk/93-agroekosistem-cepat-sebuah-catatan-untuk-proses-produksi-didatarantinggi.html), diakses 03 Desember 2012.
285