Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 1, 2014: 1 - 14
FAKTOR RISIKO KEJADIANCHIKUNGUNYA DI KABUPATEN BOYOLALI,PROVINSI JAWA TENGAH Lulus Susanti, R.A. Yuniarti dan Wiwik trapsilowati Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin No. 123 Salatiga, Prov. Jawa tengah, Indonesia. E-mail :
[email protected] RISK FACTORS OF CHIKUNGUNYA IN BOYOLALI DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE
Abstract Chikungunya fever is one of re-emerging diseases in Indonesia. The most prominent symptoms in chikungunya patients are severe pain in joints, especially in the knee, ankles, arms and hands joints , as well as joints of the spine so that the joints very difficult to be moved. The disease is caused by Chikungunya virus (CHIKV) group.Cases of Chikungunya in Central Java were increased, starting in 2005 which totaled only 46 cases, then became 86 cases in 2006, and increased sharply to reach 2,801 cases in 2007. The cases were distributed in several districts in Central Java including Boyolali, which contributes to considerable number of Chikungunya cases. In 2007 and 2008 the number of Chikungunyacases in Boyolali reached 634 and 517 respectively. In this study a survey was conducted to establish the relationship between community characteristics, socioeconomic conditions, knowledge, attitudes and behaviour of the people,entomological and environmental survey as risk factors of Chikungunya in Boyolali. This study was an analytical epidemiologic study with case control study design. Results showed that cases of Chikungunya was majority in the age range of 20-45 and 46-64 years, 51 (39.23%) and 50 cases (38.46%) respectively, among them,80 females (61.54%). The most of the Chikungunya cases ; 34 (26.15%)were not completed primary school and farmers, the main occupation of the people, were 41 cases (31.54%). Based on all of characteristic of the respondents, only gender that have significant relationshipswith the Chikungunya case (with P< 0.05). The characteristics of age, education, and occupation have no significant relationships with the case (P> 0.05). Knowledge and practices of the people on the prevention towards Chikungunya transmissions has no significant relationships to the case(with P > 0.05). Hanged cloth was also has no relationships with the case, but the existing of Aedes sp larvae shown significant relationships to the case (with P < 0.05). Keywords :knowledge, attitude, practice, chikungunya, risk factor Abstrak Chikungunya adalah salah satu penyakit re-emerging diseasedi Indonesia.Gejala yang paling menonjol pada kasus ini adanya rasa nyeri yang hebat pada setiap persendian, terutama sendi lutut, pergelangan kaki dan tangan, serta sendi-sendi tulang punggung Submit : 17-07-2013 Revised : 24-09-2013 Accepted : 31-10-2013
1
Faktor Risiko Kejadian Chikungunya…. (Luluset. al)
sehingga sendi susah untuk digerakkan. Penyakit ini diakibatkan oleh virus dari kelompok virus Chikungunya (CHIKV). Di Jawa Tengah terjadi peningkatan kasus Chikungunya, mulai tahun 2005 berjumlah 46 orang kemudian meningkat pada tahun 2006 menjadi 86 orang dan 2007 mencapai 2.801 kasus. Persebaran kasus mencapai beberapa kabupaten di Jawa Tengah termasuk Kabupaten Boyolali, yang memberikan kontribusi dalam jumlah penderita Chikungunya yang cukup besar 5. Pada tahun 2007dan 2008 jumlah kasus Chikungunya di Kabupaten Boyolali mencapai 634 dan 517 orang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara karakteristik masyarakat, kondisi sosial ekonomi, pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat, data entomologi dan lingkungan sebagai faktor risiko terhadap kasus Chikungunya, di Boyolali. Penelitian ini merupakan studi epidemiologi analitik dengan rancangan case control study. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Chikungunya terjadi paling banyak pada kisaran umur 20 – 45 dan 46 – 64 tahun, masing-masing sebanyak 51 (39,23%) dan 50 kasus (38,46%), dengan jenis kelamin perempuan 80 kasus (61,54%). Sedangkan pendidikan kasus Chikungunya tertinggi adalah tidak tamat SD sebesar 34 kasus (26,15%) dan pekerjaan berupa petani sebanyak 41 kasus (31,54%). Dari karakteristik responden ini hanya jenis kelamin yang memiliki hubungan bermakna dengan kasus dengan nilai P< 0,05. Sedangan pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang pencegahan penyakit Chikungunya tidak berhubungan dengan kasus dengan nilai P>0,05.Keberadaan pakaian tergantung tidak berhubungan dengan kasus Chikungunya, sedangkan keberadaan jentik nyamuk di TPA berhubungan dengan kasus Chikungunya dengan nilai P < 0,05. Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Praktik, Chikungunya, faktor risiko
PENDAHULUAN Chikungunyamerupakansalah satu reemerging diseases di Indonesia, yang disebabkan oleh kelompok virus Chikungunya (CHIKV). Di Indonesia,Chikungunyapertama kali dilaporkan terjadi di Samarinda pada tahun 1973, kemudian berjangkit di Jambi tahun 1980, dan di Martapura, Ternate, dan Yogyakarta pada tahun 19831,2. Setelah hampir 20 tahun, awal tahun 2001 kejadian luar biasa (KLB) Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Aceh, kemudian berjangkit lagi di Bekasi Jawa Barat, Purworejo, dan Klaten Jawa Tengah padatahun 2002.3 Peningkatan kasus Chikungunyadi Jawa Tengah terjadi mulai tahun 2005 yang berjumlah 46kasus, tahun 2006 menjadi 86kasus dan pada 2007 meningkat mencapai 2.801 kasus4. Daerah sebaran kasusterjadi di beberapa kabupaten di Jawa Tengah termasuk Kabupaten Boyolali, yang mem-
2
berikan kontribusi dalam jumlah penderita Chikungunya yang cukup besar5. Pada tahun 2007 jumlah kasus Chikungunya di Kabupaten Boyolali mencapai 634 orang dan mengancam 19.411 warga lainnya.Jumlah desa yang terserang Chikungunya sebanyak 19 desa dari 30 desa, yang tersebar di 9 kecamatan. Pada tahun2008 jumlah kasusChikungunya ini mencapai 517 kasus6. Sampai bulan Desember 2008 kasus Chikungunya ternyata sudah menyebar denganpesat hingga mencapai 26 desa yang tersebar di 9 kecamatan, sehingga Kabupaten Boyo-lali dinyatakan terjadi KLB 6 Chikungunya . Melihat situasi di Boyolali tersebut diatas dilakukan penelitian tentang faktor risiko kejadian Chikungunyayang meliputi distribusi penyakit, proporsi kasus dan kontrol menurut karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan), sosial ekonomi (pendapatan) dan pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP)
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 1, 2014: 1 - 14
masyarakat, serta kondisi lingkungan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka pertanyaan penelitian yang timbul adalah apakah faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran Chikungunya di Kabupaten Boyolali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kasus dengan karakteristik responden, PSP masyarakat terhadap kasus Chikungunya, termasuk hubungannya dengan keberadaan nyamuk vektor. BAHAN DAN METODE Bahan dan Cara Kerja Desain penelitian adalah cross sectional dengan mengambil sampel dari kecamatan dengan kasus Chikungunya paling banyak 8. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Teras dan Andong, Kabupaten Boyolali pada tahun 2009. Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Kec. Andong dan Kec.Teras (adalah dua kecamatan dengan kasus chikungunya yang besar di Kab.Boyolali).Sampel kasus dalam penelitian ini adalah penduduk yang pernah didiagnosis oleh petugas kesehatan menderita Chikungunya dan tinggal di wilayah penelitian. Sampel kontrol adalah masyarakat yang tinggal disekitar kasus namun tidak pernah didiagnosis menderita Chikungunya Besar sampel dihitung berdasarkan rumus Fleiff untuk unmatched case control study 9. Penghitungan besar sampel menggunakan program software Epi info, dengan convidence level 95 %, dan tingkat kemaknaan (error) 0,05. Dari hasil penghitungan diperoleh besar sampel minimal dengan proporsi kelompok terpapar sakit sebesar 16,39%, diperoleh besar sampel minimal 55. Pada penelitian ini menggunakan sampel kasus sebanyak 130 dan kontrol 130.
Kasus adalah penduduk yang pernah didiagnosis oleh petugas kesehatan menderita Chikungunya pada tahun 2008 dan tinggal di wilayah penelitian, dengan tanda-tanda demam, sakit kepala, mual/ muntah, nyeri persendian atau lumpuh dan bercak kemerahan pada kulit terutama pada badan dan lengan. Kontrol adalah penduduk yang bertempat tinggal di sekitar kasus Chikungunya, dan tidak pernah didiagnosis menderita Chikungunya oleh petugas kesehatan. Profil Kabupaten Boyolali dan data kasus diperoleh dari data sekunder yaitu laporan kasus Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2008 dan 2009, serta data curah hujan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Jawa Tengah. Pengukuran PSP masyarakat Bahan dan alat yang digunakan dalam pengukuran karakteristik masyarakat dan PSP adalah kuesioner yang terstruktur yang dilengkapi dengan pertanyaan terbuka untuk melengkapi informasi yang didapatkan, clipboard, dan pensil. Bagi responden yang umurnya kurang dari 13 tahun atau lebih dari 65 tahun dan atau responden dengan kebutuhan khusus didampingi oleh wali pada saat melakukan wawancara. Pengukuran Indikator Entomologi Dataindikator entomologi diperoleh dengan cara survei jentikAedesspdi tempat penampungan air (container) penduduk. Selanjutnya dilakukan penghitungan angka bebas jentiknya (ABJ).Penangkapan nyamuk dilakukan dengan menangkap nyamuk istirahat (resting) di dalam dan di luar rumah kasus dan di sekitar kasus masing-masing 15 menit per rumah. Resting index adalah jumlah nyamuk Aedes sp. betina tertangkap pada penangkapan nyamuk istirahat (resting) dibandingkan dengan jumlah rumah yang disurvei. Alat pengukuran observasi adalah
3
Faktor Risiko Kejadian Chikungunya…. (Luluset. al)
cecklist, dipper, pipet, aspirator.Skala data rasio.
senter
dan
Analisis data dilakukan baik secarra diskriptif maupun analitik menggunakan program SPSS. Hubungan antara faktorfaktorrisikoterhadap kejadian Chikungunya dianalisis menggunakan program SPSS untuk mengetahui besarnya odd ratio (OR)10. HASIL Gambaran Umum Kabupaten Boyolali
Bulan Februari sebanyak 132 kasus. Berdasarkan data dari BMKG, diketahui bahwa Index curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret, namun jumlah kasus yang terjadi hanya sebesar 69 kasus, menurun dibandingkan pada bulan Februari yaitu sebesar 132 kasus. Berdasarkan data tersebut tampak bahwa fluktuasi kasus tidak selalu seiring dengan peningkatan curah hujan, sehingga berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai P > 0.05, yang artinya tidak ada hubungan antara curah hujan dengan kasus. Wonose goro, 2 Kemusu , 94 Klego, 4
Kabupaten Boyolali terletak antara 110 22’ sampai 110o 50’ Bujur Timur dan 7o 36’ – 7o 71’ Lintang Selatan.Jumlah penduduk Kabupaten Boyolali tahun 2007 sebanyak 947.026 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduk Boyolali sebesar 0,93 jiwa setiap kilometer persegi. Kasus Chikungunya paling banyak terjadi di Kecamatan Teras sebanyak 119 kasus dan terbanyak kedua di Kecamatan Andong sebanyak 95 kasus (Gambar 1). o
Jml kasus & index crh hujan
Kasus Chikungunya dan index curah hujan yang terjadi di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah Tahun 2008 ditunjukkan pada Gambar 2. Data menunjukkan bahwa kasus Chikungunya paling banyak terjadi pada
Cepogo, 33
Teras, 119
Simo, 70 Banyud ono, 92
Andong , 95
Gambar
1.
Sawit, 8
KasusChikungunya per Kecamatan di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah Tahun2008
250 224
200 132
150
108
100 50 0
Kasus ICH
194
45
69
174 140
67 88 23
15 0
27
16 0
67
50
59 0
0
0
21
0
Bulan Keterangan: ICH = Index Curah Hujan, Sumber data : BMKG dan DKK (tahun 2008)
Gambar 2. Kasus Penyakit Chikungunya dan Index Curah Hujan per Bulan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah pada tahun 2008
4
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 1, 2014: 1 - 14
Tabel 1. Karakteristik Responden Kasus dan Kontrol Chikungunya di Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten BoyolaliJawa Tengah pada tahun 2009. Karakteristik Responden Umur (Tahun)
Kasus Kategori
Kontrol
Jumlah
%
Jumlah
%
5 - 9 10 – 14 15 - 19 20 - 45 46 - 64 > 65
2 4 2 51 50 21
1,54 3,08 1,54 39,23 38,46 16,15
0 1 2 65 43 19
0 0,77 1,54 50,00 33,08 14,61
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
50 80
38,46 61,54
34 96
26,15 73,85
Pendidikan
Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Sarjana
25 34 23 16 26 6
19,23 26,15 17,69 12,31 20,00 4,62
19 17 39 26 22 7
14,62 13,08 30,00 20,00 16,92 5,38
Tidak bekerja Pelajar Ibu rumah tangga PNS Pegawai swasta Petani Wiraswasta Pedagang TNI/ POLRI Buruh Lainnya
3 11 20 2 9 41 9 11 2 12 10
2,31 8,46 15,38 1,54 6,92 31,54 6,92 8,46 1,54 9,23 7,70
4 3 36 5 7 31 10 8 0 18 8
3,08 2,31 27,69 3,85 5,38 23,85 7,69 6,15 0,00 13,85 6,15
< 1 juta 1 – 2 juta > 2 juta
96 17 17
73,84 13,08 13,08
92 18 20
70,77 13,85 15,38
Pekerjaan
Pendapatan
PSP Masyarakat terhadap Kejadian Chikungunya Karakteristik Responden Karakteristik masyarakat, PSP (Pengetahuan, Sikap dan Praktik) serta budaya dan mobilitas merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian suatu pe-
Korelasi ( Kendall’s Tau)
Sig (2 sided)
-0,039
0,509
0,132
0,034
0,080
0,101
-0,019
0,733
0,035
0,561
nyakit termasuk Chikungunya. Selain itu, apabila di suatu daerah terdapat virus, beserta vektor dalam jumlah banyak akan mengakibatkan potensial terjadinya wabah chikungunya7 Pada penelitian ini dilakukan wawancara dengan total responden adalah 130 responden kasus dan 130 responden kontrol, di
5
Faktor Risiko Kejadian Chikungunya…. (Luluset. al)
dua kecamatan yaitu Kec. Andong dan Kec. Teras. Pada Tabel 1 terlihat bahwa kasus Chikungunya banyak terjadi pada kisaran umur 20–45 dan 46–64 tahun, masingmasing sebanyak 51 (39,23%) dan 50 kasus (38,46%), dan berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa perempuan 80 kasus (61,54%). Sedangkan pendidikan dan pekerjaan responden penderita Chikungunya, paling banyak terjadi pada responden tidak tamat SD sebesar 34 kasus (26,15%) dan petani sebanyak 41 kasus (31,54%). Hanya jenis kelamin (r = 0,132) yang berhubungan dengan kasus chikungunya dengan p < 0,05, sedangkan umur, pendidikan, pekerjaan maupun tingkat pendapatan tidak berhubungan. Pengetahuan,Sikap dan PerilakuResponden Hubungan pengetahuan responden tentang penyakit dengan kejadian Chikungunyadi Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali pada tahun 2009 disaji-
kan pada Tabel 2. Hasil menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang penyakit tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya (P> 0,05). Namun pengetahuan responden tentang istilah Chikungunya (OR = 4,1) dan gejala khas Chikungunya (OR = 4,8) menunjukkkan hubungan dengan kejadian Chikungunya (P< 0,05). Pada Tabel 3 diketahui pengetahuan responden tentang nyamuk vektor (OR = 0,5), waktu nyamuk menggigit (OR = 0,505) dan ciri-ciri nyamuk vektor (OR = 0,4) menunjukkan ada hubungan dengan kejadian Chikungunya (P< 0,05). Namun pengetahuan responden tentang perilaku istirahat nyamuk (OR = 0,7) dan habitat perkembangbiakan jentik nyamuk vektor (OR = 0,9) menunjukkan tidak adanya kemaknaan hubungan (P> 0,05). Sedangkan pengetahuan responden tentang pencegahan penyakit Chikungunya tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya (p > 0,05).
Tabel 2. Hubungan pengetahuan responden tentang penyakit dengan kejadian Chikungunyadi Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah tahun 2009.
Kasus
Kontrol
Jumlah
OR
Chi-square: Asymp. Sig (2-sided)
126
115
241
4,1
0,014**
Tidak tahu
4
15
19
Penyebab Chikungunya
Tahu
3
2
5
1,5
0,654
127
128
255
Penular Chikungunya
Tahu
76
87
163
0,7
0,159
Tidak tahu Tahu
54 86
43 79
97 165
1,3
0,368
Tidak tahu
44
51
95
121
96
217
4,8
0,000**
9
34
43
123
126
249
0,6
0,361
7
4
11
Pengetahuan Responden
Kategori
Istilah Chikungunya
Tahu
Tidak tahu
Yang berisiko terkena Chikungunya Gejala khas Chikungunya
Tahu
Tindakan bila terdapat gejala Chikungunya
Tahu
Keterangan:**
6
Tidak tahu Tidak tahu
= Menunjukkan hubungan yang bermakna pada p < 0,01
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 1, 2014: 1 - 14
Tabel 3. Pengetahuan responden tentang vektor penyakit dengan kejadian Chikungunya di Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah tahun 2009.
Kategori
Kasus
Kontrol
1. Waktu nyamuk menggigit
Tahu Tidak tahu
53 77
75 55
128 132
0,5
Chi-square : Asymp. Sig (2-sided) 0,007**
2. Nyamuk vektor Chikungunya
Tahu Tidak tahu
19 111
36 94
55 205
0,5
0,011**
3. Ciri nyamuk vektor
Tahu Tidak tahu
23 107
46 84
69 191
0,4
0,001**
4. Perilaku istirahat nyamuk vektor
Tahu Tidak tahu
69 61
81 49
150 110
0,7
0,133
5. Tempat ditemukannya jentik nyamuk vektor
Tahu Tidak tahu
88 44
90 40
178 84
0,9
0,790
Pengetahuan Responden
Jumlah
OR
Keterangan: ** = Menunjukkan hubungan yang bermakna pada p < 0,01
Tabel 4. Pengetahuan responden tentang pencegahan penyakit dengan kejadian Chikungunyadi Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah Tahun 2009.
1. Pencegahan Chikungunya
Tahu Tidak tahu
91 39
88 42
179 81
1,1
Chi-square: Asymp. Sig (2-sided) 0,688
2. Manfaat fogging
Tahu Tidak tahu
91 39
83 47
174 86
1,3
0,292
3. Kegunaan larvasidasi (Abatisasi)
Tahu Tidak tahu
63 67
69 61
132 128
0,8
0,457
Pengetahuan Responden
Kategori
Kasus
Berdasarkan Tabel 4 didapatkan hasil bahwa pengetahuan responden tentang pencegahan penyakit Chikungunya tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai P > 0,05. Sikap responden terhadap penyuluhan (OR = 1,9), pemeriksaan jentik berkala (OR = 0,5), dan penggunaan repelant (OR = 0,4) berhubungan (P< 0,05) dengan kejadian Chiku-
Kontrol
Jumlah
OR
ngunya seperti tampak pada Tabel 5. Tabel 6 menunjukkan bahwa dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara perilaku responden dengan kasus Chikungunya, dengan nilai P > 0,05. Observasi Lingkungan Berdasarkan data observasi lingkungan diketahui bahwa suhu dan kelem-
7
Faktor Risiko Kejadian Chikungunya…. (Luluset. al)
baban lingkungan selama penelitian berlangsung berkisar antara 23 – 28oC dan 61 – 84%.Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti yang ditemukan di Kecamatan Teras (Desa Mojolegi dan Kadireso) dan Kecamatan Andong (Desa Bogo dan Gondangrawe) baik di dalam maupun di luar rumah meliputi: Tempat penampungan air (TPA) di dalam rumah :bak mandi, bak kamar mandi,
gentong tanah, gentong/ ember plastik dan drum. TPA alamiah diluar rumah : tempurung kelapa, tebangan bambu, dan pelepah pohon pisang. Non TPA : kulkas, dispenser, tempat minum hewan piaraan (burung, ayam), perangkap semut, kaleng, dan ban bekas, serta vas bunga.
Tabel 5. Sikap responden dengan kejadian Chikungunya di Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, tahun 2009. Chi-square : Sikap Penyakit Chikungunya diwaspadai
Kategori perlu Setuju
Kasus
Kontrol Jumlah
122
114
236
8
16
24
30
66
Tidak Setuju
Asymp. Sig (2-sided)
2,1
0,092
1,3
0,393
Chikungunya hanya menyerang orang dewasa saja
Setuju Tidak Setuju
94
100
194
Chikungunya tanggungjawab pemerintah dan RS saja
Setuju
46
30
76
1,8
0,030*
Tidak Setuju Setuju
84 44
100 28
184 72
1,9
0,028*
Tidak Setuju
86
102
188
Setuju dilakukan penyuluhan
36
OR
Dilakukan fogging
Setuju
123
120
243
0,7
0,454
Penaburan larvasida
Tidak Setuju Setuju
7 115
10 119
17 234
1,4
0,410
Tidak Setuju
15
11
26
Setuju
91
106
197
0,5
0,031*
Tidak Setuju
39
24
63
123
123
246
1,0
1,000
7
7
14 1,1
0,699
1,8
0,361
0,4
0,002**
Pemeriksaan jentik berkala Pengurasan TPA 1 minggu sekali
Setuju
Menguburkan kaleng/ botol bekas
Setuju
81
84
165
Tidak Setuju
49
46
95
Memelihara tanaman air dalam pot
Setuju
7
4
11
123
126
249
Penggunaan Repelant pagi dan sore
Setuju
60
85
125
Tidak Setuju
70
45
115
Tidak Setuju
Tidak Setuju
Keterangan: ** = Menunjukkan hubungan yang bermakna pada p < 0,01 * = Menunjukkan hubungan yang bermakna pada p < 0,05
8
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 1, 2014: 1 - 14
Tabel 6. Hubungan perilaku responden dengan kejadian Chikungunya di Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali tahun 2009.
Perilaku Responden
Kategori
Kasus Kontrol Jumlah
Penanganan bila keluarga/ tetangga sakit Chikungunya
Benar
128
129
257
Salah
2
1
3
Pemeriksaan non TPA (vas, pot dll)
Benar
63
75
138
Salah
67
55
122
Pengurasan TPA
Benar
116
115
231
Salah
14
15
29
Benar
73
60
Salah
57
70
127
Penggunaan obat nyamuk/ kelambu
Benar
101
101
202
Salah
29
29
58
Tempat membuang sampah
TS tertutup
24
14
38
TS terbuka
106
116
222
Penggunaan larvasida (Abate)
133
OR
Chi-square : Asymp. Sig (2-sided)
0,5
0,569
0,7
0,136
1,1
0,844
1,5
0,107
1,0
1,0
1,9
0,082
Tabel 7. Analisis statistik menggunakan uji Mantel Haenszel tentang keberadaan jentik nyamuk vektor Ae. aegypti di tempat penampungan air di Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali, Jawa TengahTahun 2009.
Keberadaan TPA Terdapat TPA di dalam rumah YA Kasus Kontrol Total TIDAK
Kasus Kontrol
Total Terdapat TPA Alamiah di luar rumah YA Kasus Kontrol Total TIDAK
Kasus Kontrol Total
Keberadaan jentik nyamuk vektor Positif Negatif Total 45 26 71
55 69 124
100 95 195
14 4 18
16 31 47
30 35 65
19 6 25
22 24 46
41 30 71
40 24 64
49 76 125
89 100 189
OR 2,7**
Asymp Sig (2-sided) 0,000
2,8**
0,000
Keterangan : - TPA : Tempat Penampungan Air- Rumah yang tidak terdapat TPA, maka jentik ditemukan di tempat Non TPA **= Menunjukkan hubungan yang bermakna pada p < 0,01
9
Faktor Risiko Kejadian Chikungunya…. (Luluset. al)
Tabel 7 menunjukkan bahwa analisis statistik menggunakan uji Mantel Haenszel tentang keberadaan jentik nyamuk vektor di tempat penampungan air baik di dalam maupun di luar rumah memiliki nilai OR keberadaan jentik nyamuk vektor di tempat penampungan air penduduk baik di dalam maupun di luar rumah masing-masing sebesar 2,7 dan 2,8. Keberadaan jentik nyamuk vektor Ae. aegypti berhubungan erat dengan keberadaan TPA di rumah penduduk (p < 0,05). Analisis statistik menggunakan uji Mantel Haenszel tentang keberadaan pakaian
tergantung dan gorden serta faktor pencahayaan di rumah responden di Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis menunjukkan bahwa keberadaan pakaian tergantung (OR = 1,2) dan gorden (OR = 1,4) di dalam rumah responden tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya (P> 0,05). Survei Entomologi Resting index nyamuk Ae. aegypti yang diperoleh dengan cara penangkapan nyamuk, di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah disajikan pada Gambar3.
Tabel 8. Analisis statistik menggunakan uji Mantel Haenszel tentang keberadaan pakaian tergantung dan gorden di rumah responden di Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah Tahun 2009. Keberadaan pakaian tergantung Ya Tidak Total
Keterangan Keberadaan Kain tergantung Kasus Kontrol Keberadaan gorden Kasus Kontrol
Resting Index
1
OR
Asymp Sig (2-sided)
112 109
18 21
130 130
1,2
0,603
117 113
13 17
130 130
1,4
0,439
0.9
Kec. Teras
0.8 0.6 0.5
0.5
0.6
0.4 0.4 0.4 0.4
0.3
0.3
0.1
0.2
0.2 0.1
0 Agust
Sept I
Sept II Okt I Waktu
Okt II
Nov
Gambar 3. Resting index nyamuk Aedes aegypti yang tertangkap di Kecamatan Teras dan Andong, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah Tahun 2009
10
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 1, 2014: 1 - 14
100
86
86
80 60
84 72
54
48
82 78.57 69.23 69.81
76 52
Kec. Teras Kec. Andong
40 20 0 Agust
Sept I
Sept II
Okt I
Okt II
Nov
Waktu
Gambar 4. Persen Angka Bebas Jentik Aedes aegypti di Kecamatan Teras dan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Jawa Tengah Tahun 2009
Resting index nyamuk Ae.aegypti yang tertangkap pada minggu pertama penangkapan (Agustus) di Kecamatan Andong (sebesar 0,9 nyamuk/rumah) lebih tinggi daripada di Kecamatan Teras (sebesar 0,3 nyamuk/rumah). Resting Index tertnggi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan September (0,2 nyamuk/rumah). Hasil survei jentik nyamuk di Kecamatan Teras ditemukan jentik Ae.aegypti saja, sedangkan di Kecamatan Andong ditemukan 2 (dua) species nyamuk yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus.Angka bebas jentik Aedes di Kecamatan Teras berkisar antara 76 – 86% lebih tinggi daripada di Kecamatan Andong yang berkisar antara 48 – 84%. PEMBAHASAN Berdasarkan informasi yang didapatkan dari responden, kejadian Chikungunya di Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali Jawa Tengah pada awalnya terjadi pada satu orang penderita Chikungunya yang bertempat tinggal di daerah lain yang bertamu ke lokasi penelitian dalam waktu lebih kurang dua minggu, kemudian menularkan
kepada familinya satu rumah dan menyebar kepada tetangga sekitarnya. Berdasarkan hasil analisis data secara diskriptif kejadian Chikungunya di Kecamatan Teras dan Andong Kabupaten Boyolali secara statistik menggunakan analisis bivariat uji Kendall’s Tau diketahui bahwa umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga/kepadatan hunian dan sosial ekonomi (pendapatan) tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya (P> 0,05), namun jenis kelamin menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (P< 0,05). Jenis kelamin menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian Chikungunya Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktikasari, dimana dalam hasil penelitiannya dinyatakan jenis kelamin laki-laki lebih banyak terkena Chikungunya12. Hal ini diduga disebabkan banyaknya perempuan yang tidak bekerja, sehingga dimungkinkan terjadinya kontak dengan vektor Chikungunya Aedes sp. semakin besar. Pengetahuan responden tentang pencegahan vektor penyakit tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
11
Faktor Risiko Kejadian Chikungunya…. (Luluset. al)
oleh Oktikasari11. Hal ini diduga pengetahuan yang dimiliki masyarakat tidak dipahami dan tidak diaplikasikan, dalam arti masyarakat hanya sekedar tahu. Sikap masyarakat tentang upaya pencegahan vektor penyakit berhubungan dengan kejadian Chikungunya. Pada umumnya sikap masyarakat positif terhadap upaya tersebut. Namun perilaku masyarakat tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya. Hal ini diduga disebabkan oleh sikap positif masyarakat tentang upaya pencegahan vektor penyakit tidak dibarengi dengan perilaku/ tindakan sehari-hari. Berdasarkanhasil observasi lapangan diketahui bahwa hampir semua penduduk memanfaatkan tempat penampungan air ( bak kamar mandi, gentong tanah/plastik, dan drum) walaupun di daerah penelitian tidak mengalami kesulitan air baik pada musim penghujan maupun musim kemarau, rata-rata penduduk memiliki sumber air sendiri (sumur). Selain keberadaan tempat penampungan tersebut, banyak penduduk yang memiliki kulkas, dispenser, unggas piaraan yang menambah keberadaan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor Aedes sp. Perilaku masyarakat yang membuang botol dan kaleng, dan plastik-plastik bekas serta meletakkan ban-ban bekas di sembarang tempat yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan vektor Aedes sp. Suhu dan kelembaban udara di wilayah penelitian pada pagi hingga sore berkisar antara 23 – 28oC dan 61 – 84%. Kisaran suhu dan kelembaban udara tersebut merupakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan nyamuk vektor Aedes sp. Dilaporkan bahwa kelembaban udara berpengaruh pada umur nyamuk dan suhu udara mempengaruhi perkembangan virus di dalam tubuh nyamuk12 . Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji Mantell Haenszel diketahui bahwa keberadaan nyamuk vektor Aedes sp. 12
di tempat penampungan air (TPA) misalnya bak kamar mandi, gentong tanah/ plastik, dan drum, non TPA (tempat buangan air dari kulkas, dispenser, tempat minum unggas piaraan, perangkap semut, ban-ban bekas, kaleng dan botol bekas, dan plastik bekas yang menampung air) serta TPA alamiah (bekas tebangan bambu, tempurung kalapa dan pelepah pisang) berhubungan erat dengan kejadian Chikungunya baik di dalam rumah (OR = 2,7 dan P< 0,01) dan di luar rumah (OR = 2,8 dan P< 0,01). Hal ini berarti bahwa rumah dengan tempat penampungan air yang positif jentik Aedes sp, anggota rumah tangganyaberpeluang untuk sakit Chikungunyasebesar 2,7 dan 2,8 kali dibandingkan dengan yang tidak. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan yang dilakukan oleh Oktikasari yang menyatakan bahwa keberadaan tempat penampungan air tidak berhubungan dengan kasus Chikungunya, namun hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsanti12,13. Hal ini diduga disebabkan banyaknya TPA yang dimiliki penduduk yang berupa dinding semen dan gentong tanah yang memudahkan nyamuk Aedes sp. untuk meletakkan telurnya 12, 13. Menurut Christoper dalam Oktikasari 12, faktor utama yang mempengaruhi kepadatan jentik nyamuk adalah kasar licinnya dinding TPA, selain itu juga banyaknya tempat penampung air seperti kulkas, dispenser dan lain-lain yang positif jentik Aedes sp. Berdasarkan hasil observasi lapangan diketahui bahwa keberadaan pakaian tergantung (OR = 1,2) dan gorden (OR = 1,4) tidak berhubungan dengan kasus chikungunya.di Kecamatan Teras dan Andong (P> 0,05). Hal ini dikarenakan kondisi rumah kasus dan kontrol hampir sama. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsanti13 yang menyatakan bahwa kebiasaan menggantung pakaian tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 1, 2014: 1 - 14
Berdasarkan data survei entomologi diketahui bahwa nyamuk resting yang tertangkap adalah nyamuk Aedes sp. Survei jentik di kecamatan Teras diketemukan jentik Ae. aegypti, namun di Kecamatan Andong selain Ae. aegypti juga ditemukan Ae. albopictus walaupun dalam jumlah yang sedikit. Hal ini didukung pula dengan masih rendahnya angka bebas jentik (ABJ) dimana ABJ nyamuk Ae. aegypti masih dibawah standar nasional (95%), pada dua kecamatan wilayah penelitian ini..
bimbingan dan arahannya selama melaksanakan penelitian.Terima kasih juga kami sampaikan kepada pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dan segenap masyarakat di wilayah penelitian atas segala bantuannya. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna dikelak kemudian hari.
1.
http://harianjoglosemar.com/index.php?option=c om_content&task=view&id=1852, 2 Maret 2009.
KESIMPULAN
2.
Soegeng S. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia: Demam Chikungunya pada Anak. Airlangga University Press. 2004.
3.
Kusnadi B. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa Penyakit Chikungunya di Kecamatan Tanah Sereal di Kota Bogor Bulan Nopember- Desember 2001. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkp bppk-gdl-res-2003-bai-1706chikungunya&PHPSESSID=c0b897a90ad5cf6e4 8c3eab269384624. Jakarta. 2003.
4.
Rai S, Korane AK. Chikungunya: the emerging epidemic. Diakses dari : http://www.bhj.org/ journal/2006_4804_oct/html/rev_ar_615_618.ht ml/. 2006.
5.
Anonim. Chikungunya – DBD: Kondisi KLB dan Rawan Tiba Bersama. http://www. depkes.go.id/index.php?option=news&task=view article&sid=2521&Itemid=2. 2007.
6.
Dinas Kesehatan Kab. Boyolali. Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2007. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. 2008.
7.
World Health Organization (WHO). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.2003.
8.
Murti Bhisma. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 1997.
9.
Lemeshow S, David WH, Janelle Klar, Steven K Lwanga. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.1997.
DAFTAR RUJUKAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Kasus Chikungunya di Kabupaten Boyolali terbanyak menyerang gol. umur 20 – 64tahun, perempuan, pendidikan tidak tamat SD, pekerjaan petani, dan hanya karakteristik jenis kelamin yang secara statistic berhubungan bermakna dengan kejadian Chikungunya di Boyolali. Pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang pencegahan vektor tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya, namun sikap masyarakat berhubungan. Keberadaan pakaian tergantung dan gorden di dalam rumah tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya di Kabupaten Boyolali (P> 0,05), namun keberadaan jentik nyamuk di TPA berhubungan dengan kejadian Chikungunya UCAPAN TERIMA KASIH Atas terselenggaranya penelitian ini kami tak lupa mengucapkan syukur Alhamdulillah karena hanya dengan ridhoNya maka kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor Penyakit (B2P2VRP) Salatiga atas
13
Faktor Risiko Kejadian Chikungunya…. (Luluset. al)
10. Sugianto M, SmitDev Community.36 Jam Belajar Komputer SPSS 15. Elex Media Komputindo. Jakarta. 2007.
12. Depkes RI. Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue. Jakarta. Ditjen P2M & PL. 2002.
11. Oktikasari,F.Y, Dewi Susanna dan I Made Djaja. Faktor Sosiodemografi dan Lingkungan yang Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok 2006. Makara, Kesehatan. Vol. 12, No.1. Juni 2008. 20 – 26.
13.
14
Arsanti,A.E. Hubungan beberapa Faktor Lingkungan dan Praktek Pencegahan dengan Kejadian Suspect Demam Chikungunya di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. http://www.fkm.undip. ac.id/data/index.php?action=4&idx=3272. 2007.