JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI KOTA SEMARANG Nurulia Unggul P. R.1), Budiyono2), Nurjazuli3) 1)
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Dosen bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia 3) Dosen bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia Email:
[email protected] 2)
ABSTRACT Leptospirosis is a bacterial disease caused by Leptospira sp. Leptospirosis cases in Semarang in 2013 were 70 cases with 11 were died and it was increase in 2014 there were an 75 cases with 13 were died. This study aims to determine the environmental and behavioral risk factors associated with the incidence of leptospirosis in five working areas of the health centers. This research is observational with case-control study design. The sample of the research consisted of 50 respondents from 25 case respondents and 25 control respondents. The primary data collecting from interviews and observations with the respondents. The installment of rats trapping has been done to identify the existence of rats around homes of the respondents and water sampling has done too for testing the existence of Leptospira sp. in the environtment. Data analysis consist of univariate analysis and biavariat analysis. The results showed that 14 (56%) of respondents cases which presence of puddle around their homes and have a history of injuries. One of the 15 water samples tested showed positive result (+) Leptospira sp.The results showed that there is an association between a history of wounds to the incidence of Leptospirosis with p = 0.001 (p≤0,05) and variable presence of puddle (OR = 3.273 95% CI = 1.008 to 10.621) and history of wounds (OR = 2.820 95% CI = 2.820 to 75.954) are risk factors of leptospirosis. So the presence of puddle and a history of wounds are environmental and behavioral risk factors for the leptospirosis cases in the Semarang. Keywords : Leptospirosis in Semarang, risk factors, environment and behavior Pendahuluan Leptospirosis disebabkan oleh
mukosa jaringan kulit terlebih lagi
bakteri Leptospira yang berasal dari
apabila
urin hewan yang dapat menginfeksi
Sedangkan secara tidak langsung
manusia melalui kontak langsung
dapat
maupun
Hewan
tercemar urin tikus seperti genangan
merupakan
air, makanan dan minuman yang
tersebut
tidak
langsung.
biasanya
ada
melalui
luka
terbuka.
lingkungan
yang
rodensia
seperti
tikus.
Kontak
tercemar, atau lingkungan tempat
langsung
dapat
terjadi
melalui
kerja yang berisiko menjadi tempat
407
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
berkembangnya bakteri Leptospira.1
sebelumnya yaitu dari 178 kasus
Kasus
menjadi 235 kasus (CFR 5%). Pada
Leptospirosis
di
dunia
diperkirakan dapat menginfeksi 0,1-1
Tahun
per 100.000 penduduk di daerah
mengalami penurunan yaitu ada 70
beriklim sedang dan 10 per 100.000
kasus Leptospirosis namun angka
penduduk di daerah beriklim tropis
kematian meningkat tajam (CFR
yang
lembab
Prevalensi
tiap
tertinggi
tahunnya.2 terdapat
di
2011
36%).
jumlah
Terdapat
21
Puskesmas
dengan angka kesakitan atau IR 0,1-
wilayah Asia Pasifik, Amerika Latin,
10/100.000
penduduk
dan Asia Tenggara.3
Puskesmas
Poncol,
Angka kematian Leptospirosis di
kasus
yaitu Miroto,
Bandarharjo, Bulu Lor, Halmahera,
Indonesia mencapai 2,5%-16,45%
Lamper
dan 56% pada penderita berusia 50
Manyaran,
tahun
hingga
Candi Lama, Pegandan, Genuk,
November 2014, tercatat 435 kasus
Tlogosari Wetan, Tlogosari Kulon,
dengan 62 kematian akibat penyakit
Kedung Mundu, Rowosari, Ngesrep,
ke
atas.
Leptospirosis.
Data
4,5
Tengah,
Karangayu,
Ngemplak
Simongan,
Padangsari, Srondol, Pudak Payung,
Di Jawa Tengah pada tahun
dan
Gunungpati.
Sedangkan
2012, Leptospirosis termasuk salah
Puskesmas
satu Kejadian Luar Biasa penyakit
100/100.000
menular tertinggi yang terjadi di 24
Puskesmas Bangetayu, Bugangan,
kecamatan
atau
Kagok, dan Pandanaran. Menurut
kelurahan. Kasus Leptospirosis di
International Leptospirosis Society
Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak
(ILS)
129
kejadiannya
dan
34
desa
6
kasus
meninggal
dan dunia
20
diantaranya
(CFR
15,5%).
Kemudian pada tahun 2013 terjadi peningkatan yaitu 156 kasus dan 17
dan maka
di antaranya meninggal dunia (CFR 10,89%).7 Kasus Semarang mengalami signifikan
IR
IR
tinggi.
dengan
IR
4
penduduk
<10/100.000
>10yaitu
penduduk
dikategorikan rendah
>100/100.000 kejadiannya
penduduk
dikategorikan
8,9
Pada tahun 2012 jumlah kasus mengalami peningkatan yaitu 81
Leptospirosis di Kota
kasus
namun
angka
tahun
2009
menurun
(CFR
peningkatan
yang
Sunaryo
(2009),
dibandingkan
tahun
pada
Leptospirosis
408
di
kematian
17%).
Menurut
zona Kota
rawan
Semarang
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
terkonsentrasi pada wilayah bagian
manusia juga dapat memudahkan
utara dan timur laut antara lain
Leptospira menginfeksi tubuh seperti
Kecamatan
Timur,
aktivitas manusia di air yang berisiko
Tengah,
(mandi atau mencuci di sungai atau
Utara,
kali, berenang, rekreasi, kegiatan di
Semarang
Kecamatan
Semarang
Kecamatan
Semarang
Kecamatan Gayamsari, Kecamatan
persawahan).
Pedurungan, dan sebagian wilayah
karena luka maupun penyakit kulit
Kecamatan
memudahkan Leptospira masuk ke
utara.
Tembalang
bagian
10
Kulit
yang
terkikis
membran mukosa tubuh manusia.
Kejadian
Leptospirosis
dapat
Kontak dengan bangkai tikus juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor
berisiko karena meskipun telah mati,
yang
kemungkinan
erat
kaitannya
lingkungan dan perilaku. satu
faktor
dengan 11
Salah
lingkungan
mempengaruhi
masih
hidup dapat menginfeksi manusia.12
yang kejadian
Leptospira
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui
faktor
risiko
perilaku
yang
Leptospirosis yaitu keberadaan tikus.
lingkungan
Tikus
utama
berhubungan
selain
Leptospirosis di Kota Semarang.
sebagai
Leptospira
sehingga
menginfeksi
tikus
Leptospira manusia
reservoir
dapat baik
tersebut
langsung
melalui urin, darah, maupun jaringan tubuh tikus yang terinfeksi, dan secara
tidak
langsung
melalui
lingkungan (air, tanah, makanan) yang terkontaminasi urin. Hal ini menjadi kewaspadaan jika terdapat genangan responden
air
di
yang
sekitar dapat
rumah menjadi
media infeksi Leptospira secara tak langsung.
Kondisi
selokan
yang
terbuka dan jaraknya yang dekat dengan rumah (<2 m) berpotensi
dengan
kejadian
Metode
menginfeksi
secara
dan
Penelitian penelitian
ini
analitik
merupakan observasional
dengan pendekatan kasus-kontrol, yaitu untuk menelusuri faktor-faktor risiko
terjadinya
secara retrospektif.
suatu 13
penyakit
Populasi kasus
dalam penelitian ini yaitu seluruh orang
yang
pernah
menderita
Leptospirosis sejumlah 39 orang yang telah didiagnosis secara klinis dan konfirmasi laboratorium (+) dan tercatat di Puskesmas Pandanaran, Puskesmas Pegandan, Puskesmas Bandarharjo, Puskesmas Gayamsari,
sebagai sarang tikus. Faktor perilaku
409
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
dan Puskesmas Tlogosari Wetan.
Puskesmas
tersebut
dan
sudah
Data kasus diperoleh dari bulan
didatangi 3 kali untuk diwawancarai
Januari 2014 hingga Maret 2015.
namun tidak ada.
Teknik pengambilan sampel kasus
Keberadaan
Leptospira
menggunakan total sampling yaitu
lingkungan
populasi kasus merupakan sampel
pengambilan 3 titik sampel air di
yang diteliti. Kriteria inklusi sampel
masing-masing
kasus
Puskesmas,
yaitu
bersedia
menjadi
diidentifikasi
di
dengan
wilayah
sehingga
kerja
didapatkan
responden. Kriteria eksklusi kasus
total 15 sampel air. Sampel tersebut
antara lain telah meninggal atau
di
pindah rumah dari wilayah kerja lima
penderita Leptospiosis yang diduga
Puskesmas
sudah
pernah menjadi jalan lewat (runway)
didatangi 3 kali untuk diwawancarai
tikus atau berkaitan dengan aktivitas
namun tidak ada.
responden
tersebut
Populasi
dan
kontrol
dalam
sekitar
tersebut
lingkungan
di
mana
berisiko.
rumah
lingkungan
Sampel
air
penelitian ini yaitu orang yang tidak
dimasukkan ke dalam botol steril,
pernah
Leptospirosis
dijaga suhunya di bawah 10OC, dan
yang tinggal di sekitar kasus di
dimasukkan ke dalam cooling box
wilayah
Puskesmas
kemudian segera dikirim ke Balai
Pandanaran, Puskesmas Pegandan,
Laboratorium Kesehatan Yogyakarta
Puskesmas
untuk
menderita
kerja
Puskesmas
Bandarharjo, Gayamsari,
dan
pemeriksaan
Metode
untuk
lebih
lanjut.
mengetahui
Puskesmas Tlogosari Wetan. Hal
keberadaan Leptospira dari sampel
tersebut ditentukan dengan tidak
air
adanya gejala klinis Leptospirosis
identifikasi dengan media Leptospira
yang
medium.
pernah
dirasakan
oleh
responden. Kriteria inklusi kontrol
yaitu
menggunakan
kultur
Analisis data menggunakan Uji
yaitu mempunyai umur yang hampir
Chi Square (X2)
sama dan jenis kelamin yang sama
mengetahui
dengan kasus dan bersedia menjadi
variabel bebas dan variabel terikat
responden. Kriteria eksklusi kontrol
dengan
yaitu telah meninggal atau pindah
Odds Ratio (OR) dengan Confidence
rumah
Interval
dari
wilayah
kerja
5
410
tabel 2x2 untuk
hubungan
hipotesis
95%
antara
penelitian
dan
(α=0,05).
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
Hasil dan Pembahasan
keberadaan tikus, maka dilakukan
Hasil analisis statistik hubungan
pemasangan
perangkap
dengan kejadian Leptospirosis pada
sebanyak
Tabel
responden. Satu perangkap tikus
1
didapatkan
keberadaan
tikus
variabel
dengan
nilai
dua
diletakkan
buah
tikus
di
di
rumah
dalam
rumah
p=1,000 menunjukkan bahwa tidak
sedangkan yang lain diletakkan di
ada hubungan antara keberadaan
luar rumah. Meskipun keberadaan
tikus dengan kejadian Leptospirosis
tikus
(p>0,05). Nilai OR=1,000 dengan CI
sekarang
95%=0,327-3,055
sehingga
didiagnosa positif (+) Leptospirosis),
keberadaan tikus bukan merupakan
hal ini bisa menjadi kewaspadaan
faktor risiko kejadian Leptospirosis di
terutama
Kota Semarang.
terhadap adanya populasi tikus di
Hal ini dikarenakan sebagian
diidentifikasi (tidak
bagi
pada
masa
setelah
kasus
responden
kasus
sekitar rumah. Tikus memiliki rata-
kasus
rata umur untuk hidup selama 3
maupun kontrol terdapat tikus di
tahun dengan masa reproduksi yang
sekitar rumahnya Hasil wawancara
cepat
dari semua responden didapatkan
menjadikan terdapat kemungkinan
informasi
Leptospira sp. yang menginfeksi
besar
(56%)
responden
bahwa
hampir
semua
responden kasus maupun kontrol mengaku terdapat tikus di sekitar rumahnya.
Untuk
sekitar
responden
21
kasus
hari.
Hal
berasal
populasi tikus tersebut.
ini
dari
14
memastikan
Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Analisis Faktor Risiko Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Leptospirosis di Kota Semarang Variabel Keberadaan tikus Kondisi selokan
p 1,000
OR 1,000
95%CI 0,327-3,055
0,462
2,316
0,509-10,543
Keberadaan genangan air Aktivitas di air
0,086
3,273
1,008-10,621
1,000
1,179
0,383-3,627
Riwayat luka
0,001
14,636
2,820-75,954
Riwayat kontak dengan bangkai tikus
0,363
2,111
0,625-7,134
411
Keterangan Tidak ada Bukan hubungan faktor risiko Tidak ada Bukan hubungan faktor risiko Tidak ada Faktor risiko hubungan Tidak ada Bukan hubungan faktor risiko Ada Faktor risiko hubungan Tidak ada Bukan hubungan faktor risiko
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
Variabel
kondisi
selokan
keberadaan
genangan
air
pada
dengan nilai p=0,462 menunjukkan
rumah kelompok kasus yaitu 14
bahwa tidak ada hubungan antara
(56%)
kondisi selokan dengan kejadian
kelompok kontrol 7 (28%) responden.
Leptospirosis
Nilai
Keberadaan genangan air di rumah
OR=2,361 dengan CI 95%=0,509-
responden diidentifikasi dari data
10,543 sehingga kondisi selokan
sekunder
bukan
risiko
menunjukkan
Kota
tidaknya genangan air di sekitar
Semarang. Proporsi kondisi selokan
rumah responden saat pelacakan
yang buruk pada rumah kelompok
kasus. Selain itu berdasarkan hasil
kasus yaitu 22 (88%) dan kelompok
wawancara
kontrol 19 (76%) responden. Hasil
yang menjelaskan ada atau tidaknya
observasi lapangan pada selokan
perubahan lingkungan sekitar rumah
kelompok kasus maupun kelompok
sewaktu
responden
kasus
kontrol
mengalami
sakit
dapat
(p>0,05).
merupakan
kejadian
faktor
Leptospirosis
dan
di
hasil
wawancara
menunjukkan bahwa sebagian besar
lebih
banyak
daripada
Puskesmas catatan
terhadap
yang
ada
atau
responden
yang
berpotensi terdapat genangan air.
kondisi selokan rumah responden
Variabel
aktivitas
di
air
terbuka dan pernah melihat tikus
dengan nilai p=1,000 menunjukkan
melewati selokan.
bahwa tidak ada hubungan antara
Variabel
keberadaan
aktivitas di air dengan kejadian
genangan air dengan nilai p=0,086
Leptospirosis
menunjukkan
ada
OR=1,179 dengan CI 95%=0,383-
keberadaan
3,627 yang berarti bahwa aktivitas di
hubungan genangan
bahwa antara
air
tidak
dengan
kejadian
air
(p>0,05).
bukan faktor
Nilai
risiko kejadian
Leptospirosis (p>0,05). Namun, nilai
Leptospirosis di Kota Semarang.
OR=3,273 dengan CI 95%=1,008-
Proporsi aktivitas di air kelompok
10,621
bahwa
kasus yaitu 11 (44%) hampir sama
keberadaan genangan air adalah
sedikitnya dengan kelompok kontrol
faktor risiko kejadian Leptospirosis di
10 (40%) responden.
menunjukkan
Kota Semarang, artinya responden
Aktivitas di air responden
yang di sekitar rumahnya terdapat
kasus dan kontrol jarang adanya.
genangan air berisiko 3,273 kali
Apabila ada, hanya dilakukan dalam
terkena
kurun waktu berkala atau jarang
Leptospirosis.
Proporsi
412
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
atau
bisa
juga
responden
karena
setelah
beraktivitas
responden
segera
di
air,
membersihkan
yang terkikis, atau karena infeksi penyakit
kulit)
dan
biasanya
di
tangan atau kaki karena berkaitan
diri dengan mencuci tangan dan kaki
dengan
maupun dengan mandi sehingga
kontak dengan Leptospira (air yang
bakteri jahat dapat dicegah agar
terkontaminasi urin tikus, cairan atau
tidak menginfeksi manusia.
organ tikus yang terinfeksi). Selain
aktivitas
yang
berisiko
Variabel riwayat luka dengan
itu, luka pada membran mukosa
nilai p=0,001 menunjukkan bahwa
seperti hidung, mata dan telinga juga
ada hubungan antara riwayat luka
mempermudah
dengan
menginfeksi
kejadian
Leptospirosis
Leptospira tubuh.
Kemudian
(p<0,05). Nilai OR=14,636 dengan
Leptospira
CI 95%=2,820-75,954 yang berarti
peredaran darah manusia sehingga
bahwa
manusia sakit Leptospirosis.15
riwayat
luka
merupakan
faktor risiko kejadian Leptospirosis di
akan
Variabel
bersirkulasi
riwayat
ke
kontak
Kota Semarang. Proporsi adanya
dengan bangkai tikus dengan nilai
riwayat luka responden kelompok
p=0,363 menunjukkan bahwa tidak
kasus lebih banyak yaitu (56%)
ada
daripada
bangkai
responden
kelompok
kontrol (8%).
hubungan tikus
Leptospirosis
kontak dengan
dengan kejadian
(p>0,05).
Nilai
Hal tersebut dapat diperkuat
OR=2,111 dengan CI 95%=0,625-
dengan hasil wawancara terhadap
7,134 yang berarti bahwa riwayat
responden kasus bahwa beberapa
kontak dengan bangkai tikus bukan
diantaranya secara sadar maupun
faktor risiko kejadian Leptospirosis di
tidak sadar pernah mengalami luka
Kota Semarang. Proporsi kelompok
lecet atau luka ringan sebelum sakit.
kasus maupun kontrol hanya sedikit
Luka tersebut diakibatkan karena
yang pernah kontak dengan bangkai
pekerjaannya
tikus
(pembenahan
pipa
yaitu
adanya
riwayat
PDAM), ada pula responden yang
responden kontak dengan bangkai
pernah terluka karena gigitan tikus.
tikus pada kelompok kasus terdapat
Bakteri
akan
10 orang (40%), sedangkan pada
dengan mudah masuk ke dalam
kelompok kontrol terdapat 6 orang
tubuh manusia yang terluka (luka
(24%).
sayatan,
kontak
robek,
Leptospira
permukaan
kulit
413
Responden dengan
yang bangkai
pernah tikus
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
menggunakan alat pelindung diri
dapat menginfeksi manusia apabila
seperti plastik agar tidak kontak
bakteri tersebut didukung adanya
secara langsung dengan bangkai
lingkungan untuk hidup, dalam hal
tikus.
tersebut
ini adalah tikus sebagai reservoir
memegang
utama (lingkungan biologi). Tikus
atau bersentuhan dengan bangkai
yang terinfeksi Leptospira sp. dapat
tikus secara langsung. Meskipun
menularkannya ke hewan lain dan
begitu, ada beberapa responden
ke manusia baik secara langsung
kasus yang mengaku pernah kontak
yaitu melalui cairan, urin, darah, atau
secara langsung dengan tikus untuk
organ tubuh tikus. Bakteri tersebut
diburu dan dibunuh dan pada saat
akan
itu responden tidak menggunakan
mukosa kemudian berkembangbiak
sarung tangan atau alat pelindung
di aliran darah. Sedangkan secara
diri.
tak
Sarung
tangan
meminimalisasi
risiko
Sebanyak
langsung,
membran
bisa
melalui
lingkungan yang terkontaminasi oleh
Puskesmas
Leptospira sp. seperti air, tanah,
Bandarharjo, Puskesmas Gayamsari,
atau makanan yang tercemar. Risiko
Puskesmas
Tlogosari
pajanan
Puskesmas
Pandanaran,
diambil
dari
sampel
melalui
air
yang
15
masuk
Wetan,
Leptospirosis
terhadap
dan
manusia akan meningkat apabila
Puskesmas Pegandan, didapatkan
populasi tikus semakin besar karena
hasil 1 sampel air (6,67%) positif (+)
akan semakin banyak pula tikus
terdapat bakteri Leptospira sp. yaitu
sebagai reservoir Leptospira.16,17
diambil dari air selokan di Jalan
Tikus memiliki daya jelajah
Depok, wilayah kerja Puskesmas
200 meter untuk mencari makanan,
Tlogosari Wetan. Meskipun hanya
namun apabila sulit mendapatkan
satu sampel yang ditemukan positif
pangan, tikus bisa bergerak lebih
(+) Leptospira sp.,
hal ini tetap
jauh 700 hingga 1000 meter untuk
menjadi permasalahan penting untuk
mencari makanannya. Ini berarti
diperhatikan.
apabila tikus terinfeksi Leptospira sp.,
Apabila dilihat dari interaksi antara
pejamu,
lingkungan,
penyebab,
Leptospirosis
dan akan
memungkinkan
tikus
menularkan
bakteri ke lingkungan di sekitarnya dan
akan
semakin
luas
seiring
terjadi apabila ada interaksi dari
dengan
ketiga faktor tersebut. Leptospira sp.
makanan. Jika manusia terpengaruh
414
aktivitas
tikus
mencari
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
dengan kondisi lingkungan seperti di
sp seperti genangan air, air kali,
mana banyak terdapat Leptospira sp.
membersihkan rumah dan selokan,
dan banyaknya populasi tikus, maka
dan
manusia
mungkin untuk mencuci tangan atau
akan
dengan
terkena Leptospirosis.
mudah
14
penelitian
lingkungan
mengenai
dan
perilaku
Daftar Pustaka 1.
WHO. Leptospirosis, (online), 2003, (http://www.who.int/topics/leptos pirosis/en/, diakses tanggal 15 Maret 2015).
2.
WHO. Water Sanitation Health, Reviewed by staff and experts from the cluster on Communicable Diseases (CDS) and Water, Sanitation and Health unit (WSH), World Health Organization (WHO), (online), 2001, (http://www.who.int/water_sanita tion_health/diseases/leptospirosi s/en/, diakses tanggal 13 Maret 2015)
3.
Agamposi, Suneth B., Dhanaseela B. N., and Vasanthi T. Determinants of Leptospirosis in Sri Lanka: Study Protokol. BMC Infectious Disease 2010, 10 : 332.
4.
Ramadhani, Tri dan Bambang Yunianto. Kondisi Lingkungan Pemukiman yang Tidak Sehat Berisiko terhadap kejadian Leptospirosis (Studi Kasus di Kota Semarang). Suplemen Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume XX Tahun 2010. S46S54.
5.
Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementaerian Kesehatan RI. Meski Belum Ada Laporan,
terhadap kejadian Leptospirosis di Kota Semarang menunjukkan bahwa keberadaan
genangan
air
dan
riwayat luka merupakan faktor risiko Leptospirosis
di
Kota
Semarang. Saran Masyarakat hendaknya lebih berhati-hati dalam aktivitas seharihari jika berada di lingkungan sekitar pekerjaan yang berisiko terinfeksi bakteri Leptospira. Jika memiliki luka hendaknya menutup luka dengan perban steril. terlihat
Apabila di rumah
tanda-tanda
keberadaan
tikus, segera melakukan trapping secara
teratur
dan
membuang
bangkai tikus tidak di sembarang jalan. Kebersihan lantai rumah juga dijaga agar terhindar dari bakteri yang dapat menularkan penyakit dengan menggunakan desinfektan yang terpercaya. Selain itu, setelah beraktivitas
sesegera
bersih.
Hasil
kejadian
persawahan
mandi menggunakan sabun sampai
Kesimpulan
faktor
area
di
lingkungan
yang
berisiko terdapat bakteri Leptospira
415
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
Kemenkes Tetap Waspadai Leptospirosis Pasca Banjir, (online), 2015, (http://www.depkes.go.id/article/ view/15022400001/meskibelum-ada-laporan-kemenkestetap-waspadai-leptospirosispasca-banjir.html, diakses tanggal 7 April 2015). 6.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang: Dinkes Provinsi Jateng, 2012.
7.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Buku Saku Kesehatan Tahun 2013. Semarang: Dinkes Provinsi Jateng, 2014.
8.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang: DKK Semarang, 2011.
9.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang: DKK Semarang, 2012.
10. Sunaryo. Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan dan Penentuan Zona Kerawanan Leptospirosis di kota Semarang. P2B2 Banjarnegara, 2009. 11. Gracie, Renata et al. Geographical Scale Effects on
the Analysis of Leptospirosis Determinants, dalam International Journal of Environmental Research and Public Health 2014, 11 : 1036610383. 12. Behrman, Kliegman, dan Arvin. Ilmu Kesehatan Anak-Nelson Edisi Ke-Dua. Jakarta: EGC, 2000. 13. Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan – Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002. 14. Santoso, Ludfi. Pengantar Rodentologi Kesehatan Masyarakat. Semarang: Bagian Epidemiolgi dan Penyakit Tropik Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Diponegoro. 15. WHO. Human Leptospirosis: Guidance for Diagnosis, Surveillance, and Control. Malta: WHO Library Cataloguing-inPublication Data, 2003. 16. Rajab, Wahyudin. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC, 2009. 17. Siahaan, NHT. Hukum Lingkungan dan ekologi Pembangunan. Jakrta: PT Gelora Aksara Pratama, 2008.
416