FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN KONTRASEPSI PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI PROVINSI SUMATERA UTARA (Data SDKI Tahun 2012)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh: Asiva Noor Rachmayani NIM: 1110101000080
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar srata 1 (S-1) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari diterbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 Juli 2015
Asiva Noor Rachmayi i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN Skripsi, 6 Juli 2015 Asiva Noor Rachmayani, NIM: 1110101000080 Faktor–Faktor yang Behubungan dengan Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur (WUS) di Sumatera Utara (Data SDKI 2012) xiv + 119 halaman + 16 tabel + 3 gambar + 2 lampiran ABSTRAK Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah atau menghindari terjadinya kehamilan akibat dari pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma. Usaha tersebut dapat bersifat sementara dan juga bersifat permanen. Tingginya angka kelahiran dapat menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali, sedangkan dampak kesehatan yang dapat terjadi yaitu tingginya angka kematian ibu. Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi ke empat dari lima provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Berdasarkan hasil SDKI (2012) didapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi di Sumatera Utara terbilang paling rendah dibandingkan dengan empat provinsi lainnya yaitu sebesar 36,5%. Selain itu dari data SDKI (2012) tercatat angka TFR di Sumatera Utara lebih tinggi yaitu sebesar (3,0) dibandingkan dengan empat provinsi lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Sumber data penelitian ini adalah data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Sampel penelitian ini sebanyak 1183 WUS, analisis statistik menggunakan uji Chi Square yang dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi pada Wanita Usia Subur (WUS) di Sumatera Utara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara adalah umur (p value 0,000), pendidikan (p value 0,010), jumlah anak (p value 0,000), tingkat kekayaan (p value 0,000) dan kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir (p value 0,018). Adapun variabel yang tidak berhubungan dalam penelitian ini yaitu sumber informasi dan kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan bagi Kementerian Kesehatan RI diharapkan lebih menggencarkan kampanye KB dari media cetak dan elektronik, diharapkan petugas KB dapat meningkatkan pemberian penyuluhan kepada WUS dalam upaya peningkatan pengetahuan dan menyebarluaskan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) akan manfaat penggunaan kontrasepsi di Sumatera Utara. Kata Kunci: Perilaku Penggunaan Kontrasepsi, WUS, Provinsi Sumatera Utara Daftar Bacaan: 79 (1998 – 2014)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH PROMOTION Undergraduated Thesis, 6 Jully 2015 Asiva Noor Rachmayani, NIM: 1110101000080 Factors Associated with Contraceptive Behaviour Uses in Infertile Women in North Sumatera (Data Analysis SDKI 2012) xiv + 199 pages + 16 tables + 3 pictures + 2 attachments ABSTRACT Contraception is many attempts to prevent or avoid a pregnancy resulting from of a meeting between a mature egg cell with sperm. These can be temporary and also is permanent. The high birth rate can give rise to the various problems such as the growing number of population uncontrolled, while of the health impacts that can occured the high number of maternal mortality. Province of North Sumatera is a province to four of the five the biggers population in Indonesia. Base on result (IDHS 2012) got that use of contraceptive in North Sumatera mostly low when compared to other four provinces is as much as 36.5%. In addition from the data IDHS (2012) noted figure is in North Sumatera TFR is higher much as (3.0) in comparison to other four province. The purpose of this study was to investigate the factors associated with contraceptive behavior uses in infertile women in North Sumatera. This was a quantitative study using a cross-sectional study design. The source of data was from Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2012. Samples taken as many as 1183 infertile women, Statistical analysis was performed using Chi Square test to analyze which factors associated with contraceptive behaviour uses in infertile women in North Sumatera. The result showed that factors associated with contraceptive behaviour uses in infertile women in North Sumatera were ege (p value 0,000), education (p value 0,010), the number of children (p value 0,000), level of wealth (p value 0,000), visited health facility last 6 months (p value 0,018). The variables that are not associated in this reseach source of information and visited by family planning worker last 6 months. Based on these result, it is suggested to the Ministry of Health is expected more by family planning campaign of the print media and electronics, family planning worker is expected to increase the provision of counseling to the infertile women in efforts to increase knowledge and disseminated communication, information and education (CIE) will benerfit the use of contraceptive in North Sumatera. Keyword: Contraceptive Behaviour Uses, Infertile Women, North Sumatera Reading list: 79 (1998 – 2014)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul FAKOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN KONTRASEPSI PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI SUMATERA UTARA (ANALISIS DATA SDKI 2012)
Telah disetujui, diperiksa untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
Asiva Noor Rachamayani NIM. 11101010000080
Mengetahui
Pembimbing I
Pembimbing II
Catur Rosidati, MKM
Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D
NIP. 19750210 200801 2 0 18
NIP. 19710605 200604 2 0 12
iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 6 Juli 2015 Penguji I
Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS NIP. 19840404 200812 2007
Penguji II
NIP. 19800506 200501 2005
Penguji III
Dela Aristi, SKM, MKM
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PRIBADI Nama Lengkap
: Asiva Noor Rachmayani
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 8 April 1992
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Cirendeu Indah II no. 55 RT.05/04 Pisangan Timur, Ciputat, Tangerang Selatan.
Telepon
: (021) 742 373 1 / 083874869642
e-mail
:
[email protected]
B. Pendidikan Formal
(1996 – 1998)
: TK Islam Al-Azhar 5 Kemandoran
(1998 – 2004)
: SD Islam Al-Azhar 5 Kemandoran
(2004 – 2007)
: SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran
(2007 – 2010)
: SMA Islam Al-Azhar 3 Pusat, Kebayoran Baru
(2010 – Sekarang)
: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Promosi Kesehatan.
vi
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapatkan syafa’atnya. Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur (WUS) di Sumatera Utara (Analisis Data SDKI 2012)” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan, namun dengan bantuan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaian. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku tercinta, Ayah Drs. M. Noor, MM dan Mama Sri Suharsih yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan moril dan materil dan senantiasa memanjatkan do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Ibu Catur Rosidati, MKM dan ibu Fase Badriah, Ph.D selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengaharan, dorongan, kritik dan saran bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Raihana Nadra Al Kaff, S.KM, M.MA selaku dosen peminatan promkes yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat serta dukungan dan dorongan dalam pembuatan skripsi ini. 6. Bapak/Ibu dosen Program Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan peneliti. 7. Teman – teman Promkes 2010 tempat berbagi ilmu dan pengalaman yang sama-sama berjuang untuk menyelesaikan skripsi Nita, Yuli, Furi Sari, Prima, serta Vina, Alul, Rico, Randika tetap semangat, tidak lupa pula Supri, Ica, Ilmi, Ayu, Uni Tia. Terima kasih atas tawa, canda, serta semangatnya kawan, terima kasih juga kepada Kak Ida serta adik - adik promkes atas dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Sabahat yang dengan senang hati menemani, tempat bersandar dan tempat berbagi ilmu Eliza, Dini, Tika terima Dillah, Iwed, Mawar, Anin, Aci, terima kasih. 9. Sahabat terbaikku Fara, Friski, Lauditta, Media, Afifah, Nita, Hafi, Suci yang dengan senang hati selalu memberikan dukungan, saran, serta tidak bosan untuk selalu mengingatkan pernulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2010 UIN Syarif Hidayullah Jakarta yang saling memberikan dukungan dan semangat serta tempat berbagi
viii
ilmu terutama untuk Anis, Kiki, Yuni, Ati, Rizka, Lutfi, Sofda, Iqbal, Miska terima kasih. Selanjutnya, penulis menyadari bahwa penulisan laporan penelitian pada skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar penulis dapat menyusun laporan penelitian yang lebih baik di masa yang akan datang. Wassalamu‘alaikum Warohmatullah Wabarokatuh Jakarta, 6 Juli 2015
Asiva Noor Rachmyani
ix
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. i ABSTRAK .......................................................................................................... ii ABSTRACT ....................................................................................................... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 8 1.3 Pertanyaan Penelitian.................................................................................. 9 1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 10 1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................... 10 1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 10 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 11 1.5.1 Bagi Peneliti....................................................................................... 11 1.5.3 Bagi Kementerian Kesehatan RI ......................................................... 12 1.6 Ruang Lingkup ......................................................................................... 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 13 2.1 Program Keluarga Berencana ................................................................... 13 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana .......................................................... 13 2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana ............................................................... 14 2.1.3 Kontrasepsi ........................................................................................ 15 2.1.4 Wanita Usia Subur (WUS) ................................................................. 25 2.2 Perilaku Penggunaan KB .......................................................................... 25 2.2.1 Pengertian Perilaku ............................................................................ 25 2.2.1 Teori Perilaku .................................................................................... 26 2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan KB ........ 27 2.3.1 Umur.................................................................................................. 28 2.3.2 Pendidikan ......................................................................................... 29 2.3.3 Tingkat Kekayaan .............................................................................. 30
x
2.3.4 Sumber Informasi............................................................................... 31 2.3.5 Jumlah Anak ...................................................................................... 33 2.3.7 Kunjungan dari Petugas KB ............................................................... 34 2.3.8 Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan ...................................................... 36 2.4 Kerangka Teori......................................................................................... 37 BAB III KERANGKA KONSEP ...................................................................... 38 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................... 38 3.2 Definisi Operasional ................................................................................. 40 3.3 Hipotesis .................................................................................................. 42 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 43 4.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 43 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 43 4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................. 43 4.3.1 Populasi ............................................................................................. 43 4.3.2 Sampel ............................................................................................... 43 4.3.2 Cara Pengambilan Sampel .................................................................. 44 4.4 Cara Pengumpulan Data ........................................................................... 45 4.5 Instrumen Penelitian ................................................................................. 45 4.6 Pengolahan Data ....................................................................................... 46 4.7 Analisis Data ............................................................................................ 46 4.7.1 Analisis Univariat .............................................................................. 47 4.7.2 Analisis Bivariat................................................................................. 47 BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 48 5.1 Analisis Univariat ..................................................................................... 48 5.1.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi...................................... 48 5.1.2 Gambaran Umur................................................................................. 48 5.1.3 Gambaran Pendidikan ........................................................................ 49 5.1.4 Gambaran Jumlah Anak ..................................................................... 50 5.1.5 Gambaran Tingkat Kekayaan ............................................................. 50 5.1.6 Gambaran Sumber Informasi.............................................................. 51 5.1.7 Gambaran Kunjungan Petugas KB ..................................................... 51 5.1.8 Gambaran Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan ..................................... 52
xi
5.2 Analisis Bivariat ....................................................................................... 52 5.2.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur........ 52 5.2.2 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi berdasaran Pendidikan .. 53 5.2.3 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak ................................................................................................................... 55 5.2.4 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Kekayaan .................................................................................................... 56 5.2.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Sumber Informasi .................................................................................................... 57 5.2.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Petugas KB ................................................................................................. 58 5.2.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Fasilitas Kesehatan ..................................................................................... 59 BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 61 6.1 Keterbatasan Penelitian............................................................................. 61 6.2 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara ....................................................................................................................... 61 6.3 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur .............. 69 6.4 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Pendidikan...... 71 6.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak... 73 6.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Kekayaan ....................................................................................................... 77 6.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Sumber Informasi ........................................................................................................ 79 6.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Petugas KB .................................................................................................... 82 6.8 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan ......................................................................................... 85 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 89 7.1 Simpulan .................................................................................................. 89 7.2 Saran ........................................................................................................ 90 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 92 LAMPIRAN ...................................................................................................... 98
xii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... 40 Tabel 5.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012 ................................................................ 48 Tabel 5.2 Gambaran Umur WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 ..... 49 Tabel 5.3 Gambaran Pendidikan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 ................................................................................................ 49 Tabel 5.4 Gambaran Jumlah Anak pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012............ ............ ............ .......................................................... 50 Tabel 5.5 Gambaran Tingkat Kekayaan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012............ ............ ............................... ........................... 50 Tabel 5.6
Gambaran Sumber Informasi pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 .................................................................................... 51
Tabel 5.7 Gambaran Kunjungan Petugas KB dalam 6 Bulan Terakhir di Sumatera Utara Tahun 2009 – 2012................................................................. 51 Tabel 5.8 Gambaran Kunjungan WUS ke Failitas Kesehatan dalam 6 Bulan Terakhir di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 ............................ 52 Tabel 5.9
Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012.................................. 53
Tabel 5.10 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasakan Pendidikan Pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012......................... 54 Tabel 5.11 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012................ 55 Tabel 5.12 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Kekayaan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012....... 56
xii
Tabel 5.13 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasaarkan Sumber Informasi pada WUS di Suamatera Utara Tahun 2008 – 2012...... 57 Tabel 5.14 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Petugas KB pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012...... 58 Tabel 5.15 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Fasilitas Kesehatan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 .......................................................................................................... 59
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................ 37 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 39 Gambar 4.1 Penentuan Sampel ....................................................................... 45
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Pasal 1
menyebutkan bahwa KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak-hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas. Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1992 KB juga merupakan usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha tersebut dapat bersifat sementara dan juga bersifat permanen (Wiknjosastro, 2002). Selain itu kontrasepsi adalah upaya untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat dari pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma. Untuk itu kontrasepsi sangat baik digunakan oleh pasangan yang aktif melakukan hubungan seks / intim dan keduanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008). Diperkirakan 358.000 kematian ibu terjadi di seluruh dunia. Ini berarti, setiap harinya sekitar 1.000 perempuan meninggal dunia karena komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Terdapat 2 daerah di Sub-Sahara Afrika yang merupakan penyumbang angka kematian ibu teringgi
1
yaitu sebanyak 640 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, kemudian diikuti oleh Asia Selatan (Childinfo, 2012). AKI di Indonesia berdasarkan data SDKI (2007) masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Selanjutnya berdasarkan hasil SDKI (2012) angka AKI terlihat lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu meningkat sekitar 57% bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007 hingga menunjukan angka 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target capaian MDGs kelima pada tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, AKI di Sumatera Utara sebesar 328/100.000 KH, angka ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka Nasional hasil SP tahun 2010 yaitu sebesar 259/100.000 KH. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes, 2013) Upaya penurunan angka kematian ibu juga masuk ke dalam indikator kelima Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu peningkatan kesejahteraan ibu dimana indikator utamanya adalah persalinan oleh tenaga kesehatan yang dihubungkan dengan angka kematian ibu. Upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap merupakan salah satu prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan. Oleh karena itu pelayanan KB dapat dimaksud tidak hanya untuk pengendalian penduduk namun dapat berkontribusi dalam meningkatakan kesehatan ibu dan bayi.
2
Sehingga dikatakan bahwa program keluarga berencana merupakan kunci pencapaian sasaran Pembangunan MDGs (Kemenkes RI, 2012). Tingginya AKI di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, diantaranya yaitu penyebab
langsung
dan penyebab tidak
langsung. Penyebab langsung yang utama adalah pendarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung disebabkan oleh berbagai penyakit seperti tuberkulosis, anemia, malaria dan penyakit jantung. Kehamilan dan persalinan dapat memperberat penyakitpenyakit ini dan sebaliknya penyakit-penyakit ini dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan. Terjadinya kematian ibu oleh penyebab tidak langsung di Indonesia cukup signifikan, yaitu sekitar 22%. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian dan penanganan yang serius salah satunya dengan penggunaan kontrasepsi dalam upaya pengatur kehamilan (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, dalam periode 10 tahun (2000 – 2010), jumlah penduduk Indonesia meningkat sebanyak 32,5 juta jiwa dari 205,8 juta jiwa menjadi sebanyak 237,6 juta jiwa (Hasil Sementara SP 2010, BPS). Rata - rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia telah menurun dari sebesar 1,97% (1980-1990) menjadi 1,45% (1990–2000). Namun, pada periode 10 tahun terakhir, LPP meningkat kembali menjadi 1,49% (BAPPENAS, 2012). Dari enam indikator kesehatan ibu yang menjadi target RPJMN tahun 2010-2014 maupun MDGs tahun 2015, dua diantaranya berkaitan dengan pelayanan KB, yaitu angka kesertaan ber-KB (CPR) dan kebutuhan KB yang
3
belum terpenuhi (unmeet need). Hasil SDKI 2012 menunjukkan bahwa pencapaian kedua indikator tersebut juga masih jauh dari yang diharapkan (RAN Pelayanan KB, 2013). Angka kesertaan ber-KB (CPR) pada kurun waktu 1997 – 2002 mencapai 60,3% (SDKI, 2002) dan hanya naik menjadi 61,4% pada kurun waktu 2002 – 2007 (SDKI, 2007), hal ini diartikan program Pelayanan Keluarga Berencana di Indonesia pada saat itu tidak mengalami peningkatan indikator pelayanan KB khususnya CPR. Berdasarkan hasil SDKI (2007) diketahui angka CPR di Sumatera Utara yaitu 54,2%, angka ini masih belum mencapai target capaian yaitu sebesar 60,1% dan angka unmet need sebesar 12,3% sedangkan target capaian RPJMN yaitu sebesar 6,5% (Kemenkes RI, 2012). Menurut Hatmadji (2004), salah satu upaya untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui upaya pengendalian fertilitas yang instrument utamanya adalah Program Keluarga Berencana. Menurut Satria (2005), pada awalnya pendekatan keluarga berencana lebih diarahkan pada aspek demografi dengan upaya pokok pengendalian jumlah penduduk dan penurunan fertilitas (TFR). Dimana terlihat angka TFR di Indonesia masih lebih tinggi yaitu (2,6) daripada TFR di Singapura (1,3), Thailand (1,6), Vietnam (1,9), Myanmar (2,1), Brunei Darusalam (2,3) (SDKI, 2007). Berdasarkan hasil SDKI (2012) Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia masih berada pada angka 2,6 atau stagnan sama SDKI tahun 2007 dan masih tingginya unmet need hasil SDKI (2012) sebesar 8,5% padahal target yang ingin dicapai tahun 2014 sebesar 6,5%. Berdasarkan data SDKI
4
(2012) tercatat angka TFR di Sumatera Utara berada di urutan pertama dengan angka lebih tinggi dibandingkan dengan 4 provinsi lainnya dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar (3,0), Jawa Barat (2,5), Banten (2,5), Jawa Timur (2,3) dan Jawa Tengah (2,1). Selain itu, di Indonesia angka kelahiran menurut kelompok umur (ASFR) masih tinggi. Diketahui ASFR pada kelompok umur 15-19 tahun sebesar 48 kelahiran per 1000 Wanita Usia Subur (WUS) kelompok umur 1549 tahun, padahal target yang ingin dicapai tahun 2014 sebesar 30 kelahiran per 1000 WUS kelompok umur 15-49 tahun serta masih rendahnya capaian Contraceptive Prevalence Rate (CPR) sebesar 57,9%, dengan target capaian tahun 2014 sebesar 60,1% (BKKBN, 2013). Sedangkan ASFR di Sumatera Utara terus meningkat dari kelompok umur 15 – 19 tahun sampai kelompok umur 25 – 29 tahun, kemudian terus menurun sampai dengan kelompok umur 45 – 49 tahun. Ada perbedaan pola ASFR antara Sumatera Utara dengan Nasional, yaitu puncak ASFR di tingkat Nasional pada kelompok umur wanita 20 – 24 tahun dan 25 – 29 tahun, sedangkan Sumatera Utara pada kelompok umur wanita 25 – 29 tahun (BKKBN, 2009). Secara global, jenis alat kontrasepsi yang paling umum digunakan adalah kontrasepsi jangka panjang (vasektomi dan tubektomi) sebanyak 34%. Alat kontrasepsi modern pada wanita yang memilih sterilisasi, IUD sebanyak 25%. Hampir sepertiga memilih antara pil atau kondom. Penggunaan kontrasepsi oleh pria masih relatif kecil dari tingkat prevalensi di atas. Metode pria dibatasi untuk sterilisasi vasektomi dan kondom (WHO, 2011).
5
Data SDKI (2007) menunjukkan jenis kontrasepsi yang paling banyak diminati adalah jenis suntikan (31,8%), pil (13,2%), dan IUD (4,9%). Secara nasional, metode sterilisasi wanita juga lebih banyak diminati (3,0%) dibandingkan dengan implant (2,8%). Kontrasepsi jenis suntik semakin menurun penggunaannya seiring dengan jumlah anak yang dimiliki. Saat memiliki 1‐2 anak, penggunaan suntik mencapai 38,7%, jumlah ini terus berkurang menjadi 19,3% pada perempuan dengan jumlah anak lebih dari 5 orang. Perilaku penggunaan kontrasepsi dipengaruhi beberapa faktor. menurut Green (1980), perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposing (dari diri sendiri) yang mencakup pengetahuan, sikap, umur, jumlah anak, persepsi, pendidikan, ekonomi, dan variabel demografi. Faktor enabling (pemungkin) yang mencakup fasilitas penunjang, sumber informasi dan kemampuan sumber daya. Dan faktor reinforcing (penguat) yang mencakup dukungan keluarga/tokoh masyarakat. Berdasarkan penelitian yang diambil dari tahun 2009 - 2013 terdahulu faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi yaitu umur ibu, pendidikan, jumlah anak, sumber media informasi, tingkat kekayaan, petugas KB dan kunjungan ke fasilitas kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian Dewi (2012) responden yang tingkat pendidikannya tinggi lebih banyak yang memakai alat kontrasepsi dibandingkan dengan responden yang tingkat pendidikannya rendah. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan Siregar (2010) menyatakan akseptor KB terbanyak ada pada kelompok umur 31 – 34 sedangkan pengguna akseptor KB terendah terdapat pada kelompok
6
umur 19 – 22 tahun. Hal ini diasumsikan umur 31 – 34 tahun merupakan kurun reproduksi sehat bagi wanita. Namun menurut penelitian lain menyatakan, adanya hubungan antara umur ibu sekarang dengan penggunaan metode kontrasepsi hormonal pada akseptor KB, hal ini diasumsikan bahwa akseptor KB telah mengetahui pola penggunaan kontrasepsi yang rasional yaitu pemilihan kontrasepsi disesuaikan dengan fase umur. Pada umur < 20 tahun atau > 30 tahun, peserta KB pada umumnya memilih kontrasepsi yang memiliki efektivitas yang tinggi seperti AKDR, pil dan suntik (Arliana, dkk, 2013). Selain itu, terdapat hubungan antara jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi, yaitu responden yang mempunyai anak > 2 orang sebagian besar memakai alat kontrasepsi (89,7%) dan responden yang mempunyai anak ≤ 2 orang sebagian besar tidak memakai alat kontrasepsi (62,1%) (Dewi, 2012). Dalam penelitian lain, ibu yang memiliki jumlah anak kategori cukup lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi Pil KB dibandingkan dengan ibu yang memiliki jumlah anak kategori lebih (Simbolon, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Mashfufah (2006) menyatakan sumber media informasi ada hubungannya dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Dari hasil SDKI (2012) WUS yang mengunakan jenis kontrasepsi modern di Sumatera Utara sebesar 28,3% dan dengan metode lainnya sebesar 36,8%. Sedangkan presentase alat kontrasepsi modern yang digunakan oleh WUS di Sumatera Utara yaitu metode suntik 12%, pil 7,1%, vasektomi 4,4%, implant/KB susuk 2,1%, IUD 1,3%, kondom 1,3%, dan metode MAL 0,1%.
7
Berdasalkan hasil penelitian SDKI (2012) Mengingat masih rendahnya pengguna alat kontrasepsi KB yaitu sebesar 36,5% dengan target capaian RPJMN tahun 2014 sebesar 60,1% dan apabila dilihat dari jumlah penduduk yang dimiliki Sumatera Utara yang terbilang terbilang banyak, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku pengunaan KB pada WUS di provinsi Sumatera Utara dengan mengunakan data sekunder SDKI tahun 2012. Dari jumlah total sampel WUS yang diteliti SDKI tahun 2012 di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebanyak 1830 sampel, setelah peneliti melakukan cleaning data, kemudian didapatkan jumlah total sampel yang akan diteliti sebesar 1183 sampel. 1.2 Rumusan Masalah Tingginya
angka
kelahiran
dapat
menimbulkan
berbagai
permasalahan diantaranya pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Selain itu dampak kesehatan yang dapat terjadi yaitu tingginya angka kematian ibu (AKI) dimana AKI di Sumatera Utara AKI Utara pada tahun 2010 sebesar 328/100.000 KH. Dalam hal ini kontrasepsi dapat membantu dalam upaya mengendalikan angka kelahiran dan petambahan jumlah penduduk. Berdasarkan hasil SDKI (2012) di Indonesia masih tingginya angka unmet need dan masih rendahnya angka CPR, dimana belum mencapai untuk target capaian tahun 2014. Hasil SDKI (2007) diketahui angka CPR di Sumatera Utara mencapai 54,2% dan unmet need sebesar 12,3%. Mengingat masih rendahnya pengguna alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dengan angka TFR tertinggi diantara 5 provinsi dengan penduduk terbanyak, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
8
mengenai perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara dengan mengunakan data sekunder SDKI tahun 2012. 1.3 Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012? b. Apakah ada hubungan antara umur dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012? c. Apakah ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012? d. Apakah ada hubungan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012? e. Apakah ada hubungan antara tingkat kekayaan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012? f. Apakah ada hubungan antara sumber informasi dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012? g. Apakah ada hubungan antara kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?
9
h. Apakah ada hubungan antara kunjungan fasilitas kesehatan dalam 6 buan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara bersadarkan hasil SDKI tahun 2012. 1.4.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara bersadarkan hasil SDKI berdasarkan hasil SDKI tahun 2012. b. Mengetahui
hubungan antara umur
dengan
penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012. c. Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012. d. Mengetahui hubungan antara jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012. e. Mengetahui hubungan antara tingkat kekayaan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012.
10
f. Mengetahui
hubungan
antara
sumber
informasi
dengan
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012. g. Mengetahui hubungan antara kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012. h. Mengetahui hubungan antara kunjungan fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir dengan penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara bersadarkan hasil SDKI tahun 2012. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait kontrasepi. b. Sebagai bahan acuan dalam melakukan advokasi kesehatan reproduksi terkait kontrasepsi dan pengembangan keilmuan kesehatan masyarakat lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. 1.5.2 Bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perbaikan program KB, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan tercapainya reformasi program KB Nasional.
11
1.5.3 Bagi Kementerian Kesehatan RI a. Hasil analisa penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam membuat program promosi kesehatan yang efektif sebagai bahan masukan dalam penyebaran informasi penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan karena melihat masih rendahnya pengunaan kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara dibandingkan dengan lima provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar 36,5% dari hasil SDKI tahun 2012. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminataran promosi kesehatan program studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian ini dimaksud sebagai bahan masukan yang berguna bagi pengambilan keputusan dalam rangka pencarian solusi untuk meningkatkan pengunaan kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian
ini
mengunakan data sekunder SDKI tahun 2012 yang dilakukan pada bulan Oktober sampai Novermber tahun 2014.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Menurut Undang – Undang Nomor 10 tahun 1992, Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui
pendewasaan
kelahiran,
pembinaan
ketahanan
usia
perkawinan,
keluarga
dan
pengaturan peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Jenis alat / obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, IUD, implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi,
mencegah
kehamilan
yang
tidak
diinginkan
dan
mengurangi insiden kehamilan berisiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB, dan
13
meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006). 2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana Tujuan umum untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksanaan program KB di masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015. Sedangkan tujuan program KB secara filosofi adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga
kecil
yang
bahagia
dan
sejahtera
melalui
pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. 2. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga (Handayani, 2010). Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan, pembinaan terhadap peserta KB agar secara terus menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus dimantapkan
usaha-usaha
operasional
dalam
bentuk
upaya
pemerataan pelayanan KB, peningkatan kualitas baik tenaga,
14
maupun
sarana
pelayanan
KB,
penggalangan
kemandirian,
peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan pelaksanaan program di lapangan (BKKBN, 2012). 2.1.3 Kontrasepsi A. Definisi Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yaitu “melawan” atau “mencegah” dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma sehingga mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan anatara sel telur yang matang dengan sel sperma. Untuk itu, maka yang membutuhkan kotrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan intim/seks dan keduanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008). Kontrasepsi seharusnya tidak mengganggu, tidak mengotori, tidak berbau, atau berasa menyengat. Selain itu harus mudah digunakan, murah, tidak bergantung pada ingatan penggunanya, dan tidak bergantung pada petugas kesehatan. Metode yang digunakan juga tidak bertentangan dengan budaya setempat, sehingga dapat diterima oleh para penggunanya. Salah satu yang menjadi pertimbangan untuk kontrasepsi saat ini adalah perlindungan dari infeksi
15
menular seksual, namun kontrasepsi semacam itu sampai saat ini belum tersedia (Varney, 2006). Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu
menunda/mencegah
kehamilan,
menjarangkan
kehamilan, serta menghentikan/mengakhiri kehamilan atau kesuburan. Cara kerja kontrasepsi bermacam macam tetapi pada umumnya yaitu (BKKBN, 2002) : a. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi. b. Melumpuhkan sperma. c. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma. Tujuan dalam pelayanan kontrasepsi salah satunya untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna. Guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh keijaksanaan mengkatagorikan tiga fase untuk mencapai sasaran, yaitu: 1. Fase menunda kehamilan/kesuburan 2. Fase menjarangkan kehamilan 3. Fase meghentikan/mengakhiri kehamila/kesuburan. Maksud
dari
kebijakan
tersebut
yaitu
unutk
menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua (Saifuddin, dkk, 2006).
16
B. Jenis Metode Kontrasepsi Berdasarkan Hartanto (2010) berikut ini macanmacam metode kontrasepsi, diantaranya: a. Kontrasepsi Sederhana 1. Kondom Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang
dipasang
pada
penis
sebagai
tempat
penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada saat senggama sehingga tidak tercurah pada vagina. Cara kerja kondom yaitu mencegah pertemuan ovum dan sperma atau mencegah spermatozoa mencapai saluran genital wanita. Sekarang sudah ada jenis kondom untuk wanita, angka kegagalan dari penggunaan kondom ini 5-21%. 2. Coitus Interuptus Coitus interuptus atau senggama terputus adalah menghentikan senggama dengan mencabut penis dari vagina pada saat suami menjelang ejakulasi. Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat untuk digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi lain, risiko kegagalan dari metode ini cukup tinggi. 3. KB Alami
17
KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur, dasar utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat ovulasi ada 3 cara, yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks. 4. Diafragma Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah sperma mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses ke saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi). Angka kegagalan diafragma 4-8% kehamilan. 5. Spermicida Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan dan menghentikan gerak atau melumpuhkan
spermatozoa
di
dalam
vagina,
sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida dapat berbentuk tablet vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain seperti kondom dan diafragma. 6. Metode Amenirea Laktasi (MAL) MAL merupakan metode kontrasepsi ydengan cara mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif. Metode ini dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila:
18
menyusui secara penuh, lebih efektif bila pemberian dilakukan belum haid 8 kali sehari, belum haid, usia bayi kurang dari 6 bulan. Cara kerja dengan penundaan atau penekanan ovulasi (Kemenkes RI, 2012). Penggunaan metode MAL hanya sampai dengan 6 bulan setelah melahirkan dan harus dilanjutkan dengan memakai metode kontrasepsi lainnya. Efektifitas dari metode MAL ini tinggi (keberhasilan 98% pada 6 bulan pertama setelah melahirkan,
segera efektif,
tidak
mengganggu
sagama, tidak ada efek samping secara sistemik, tidak perlu pengawasan medis, tidak perlu obat atau alat tanpa, dan tanpa biaya (Pinem, 2009). b. Kontrasepsi Hormonal 1. Pil KB Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron (Pil Kombinasi) atau hanya terdiri dari hormon progesteron saja (Mini Pil). Cara kerja pil KB menekan ovulasi untuk mencegah lepasnya sel telur wanita dari indung telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma sukar untuk masuk kedalam rahim, dan menipiskan lapisan endometrium. Mini pil dapat dikonsumsi saat menyusui. Efektifitas
19
pil sangat tinggi, angka kegagalannya berkisar 1-8% untuk pil kombinasi, dan 3-10% untuk mini pil (Simbolon, 2010). 2. Suntik KB Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan suntik KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya sama dengan pil KB. Efek sampingnya dapat terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat, perubahan berat badan, pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan libido pada pria, dan densitas tulang. Adapun jenis-jenis KB suntik yang hanya mengandung progestin yaitu: 1) Kontrasepsi Progestin a. Depo medroksiprogesteron asetat Mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara di suntik intramuskular. Setelah suntikan pertama, kadar DMPA dalam darah mencapai puncak setelah 10 hari. DMPA dapat memberi perlindungan dengan aman selama tiga bulan. b. Depo noretisteron enantat
20
Mengandung
200
mg
Noretdon
Enantat,
diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskular. 2) Kontrasepsi Kombinasi a. Depo estrogen-progesteron Jenis suntikan kombinasi ini terdiri dari 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estrogen Sipionat. (Siregar, 2010) 3. Implant / Susuk Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit, biasanya dilengan atas. Cara kerjanya sama dengan pil, implant mengandung levonogestrel. Keuntungan dari metode implant ini antara lain tahan sampai 5 tahun, kesuburan akan kembali segera setelah pengangkatan. Efektifitasnya sangat tinggi, angka kegagalannya 1-3%. 4. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang dililit tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan ada pula yang batangnya hanya berisi hormon progesteron. Jenis jenis IUD diantaranya:
21
Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah (Bari, 2006) : a. Copper-T Jenis IUD Copper-T berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. b. Copper-7 Jenis IUD
Copper-7 berbentuk angka 7 dengan
maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T. c. Multi load Jenis IUD multi load terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini. d. Lippes loop
22
Jenis IUD Lippes loop terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loop
mempunyai angka
kegagalan yang rendah. Keuntungan daripemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyum batan usus, sebab terbuat dari bahan plastik (Bari, 2006). Cara kerjanya, meninggikan getaran saluran telur sehingga pada waktu blastokista sampai ke rahim endometrium belum siap menerima nidrasi, hal ini dapat menimbulkan reaksi mikro infeksi sehingga terjadi penumpukan sel darah putih yang melarutkan blastokista, dan lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas.
Efektifitasnya
tinggi,
kegagalannya 1% (Bari, 2006). e. Kontrasepsi Mantap (Kontap) 1. Tubektomi
23
dan
angka
Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba fallopi (pembawa sel telur ke rahim), efektivitasnya mencapai 1%. 2. Vasektomi Vasektomi
merupakan
operasi
kecil
yang
dilakukan untuk menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama, efektifitasnya 99%. (Suratun, 2008). C. Ciri kontrasepsi yang sesuai 1. Reversibilitas cukup tinggi karena peserta masih mengharapkan punya anak lagi. 2. Efektifitas cukup tinggi. 3. Dapat dipakai 2 sampai 4 tahun yaitu sesuai dengan jarak kehamilan anak yang di rencanakan. 4. Tidak menghambat air susu ibi (ASI), karena ASI adalah makanan terbaik sampai anak usia 2 tahun dan akan mempengaruhi angka kesakitas dan kematian anak (Pinem, 2009).
24
2.1.4 Wanita Usia Subur (WUS) A. Pengertian Wanita Usia Subur (WUS) Wanita usia subur adalah semua wanita yang telah memasuki usia antara 15 – 49 tahun tanpa memperhitungkan status perkawinannya (Depkes RI, 2009). 2.2 Perilaku Penggunaan KB 2.2.1 Pengertian Perilaku Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini disebut teori “S – O – R” atau “Stimulus – Organisme – Respon” dikarenakan terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespon. Skinner membagi dua bentuk perilaku berdasarkan berntuk respon terhadap stimulus yaitu sebagai berikut: a. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung atau tertutup. Repon dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesdaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati dengan jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior) Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
25
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2012). Sedangkan menurut Geller (2001), perilaku sebagai tingkah atau tindakan yang dapat di observasi oleh orang lain. Tetapi apa yang dilakukan atau dikatakan seseorang tidaklah selalu sama dengan apa yang individu tersebut pikir, rasakan, dan yakini. 2.2.1 Teori Perilaku Green (1980) menganalisis perilaku manusia terkait masalah kesehatan. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi 3 faktor yaitu : 1.
Predisposing factors (faktor dari diri sendiri) adalah faktorfaktor
yang
mendahului
perilaku
untuk
menetapkan
pemikiran ataupun motivasi yang terdiri dari pengetahuan, sikap, persepsi, pendidikan, ekonomi, keyakinan dan variabel demografi. 2.
Enabling factors (faktor pemungkin) adalah kemampuan dari sumber daya yang diperlukan untuk membentuk perilaku. Faktor pemungkin terdiri dari fasilitas penunjang, sumber informasi dan kemampuan sumber daya.
3.
Reinforcing factors (faktor penguat) adalah faktor yang menentukan
apakah
tindakan
kesehatan
mendapatkan
dukungan seperti dukungan keluarga/tokoh masyarakat. Perilaku berawal dari adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar tersebut (lingkungan) baik
26
fisik maupun non fisik, kemudian pengalaman dan lingkungan diketahui,
dipersepsikan,
diyakini,
sehingga
menimbulkan
motivasi, niat untuk bertindak yang pada akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari perubahan berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap (Notoatmodjo, 2003). 2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan KB Berdasarkan teori Green (1980) terdapat tiga faktor-faktor yang dapat mempegaruhi seseorang dalam perilaku pengguaan KB, yaitu: 1. faktor Predisposisi dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, umur, pendidikan, tingkat kekayaan, dan budaya 2. Faktor Enabling dipengaruhi oleh fasilitas kesehatan, dan sumber informasi yang didapat untuk memenuhi perilaku penggunaan KB. 3. Faktor Reinforcing dipengaruhi oleh tokoh masyarakat, dukungan orang sekitar, dan petugas kesehatan. 27
2.3.1 Umur Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya. Usia yang cukup dalam mengawali atau memasuki masa perkawinan dan kehamilan akan membantu seseorang dalam kematangan dalam menghadapi persoalan atau masalah, dalam hal ini keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan. Demikian sebaliknya, dengan usia kurang dari 16 tahun maka kemungkinan kematangan pikiran dan perilaku juga kurang terlebih menghadapi perubahan dan adaptasi setelah melahirkan. Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35 tahun), dan kurun reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas data epidemiologi bahwa resiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun dan meningkat lagi secara tajam setelah lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut (Siregar, 2010). Hal ini jelas terlihat dari wanita yang berumur 15 – 19 tahun lebih sedikit yang menggunaakan kontrasepsi yang hanya 20%, dibandingkan dengan wanita yang berumur 30 - 39 tahun sebanyak 35% yang menggunakan kontrasepsi (Adam, 2010). 28
2.3.2 Pendidikan Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakantindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya.
Perubahan
atau tindakan
pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran. Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk menunda atau membatasi jumlah anak. (Notoatmodjo, 2005). Menurut Notoatmodjo (2007) tingkat pendidikan turut menentukan rendah tidaknya seseorang menyerap dan memakai pengetahuan, demikian halnya dengan pemilihan alat kontrasepsi. Wanita yang memiliki tingkat pendidikan dan pekerjaan dengan penghasilan baik lebih cenderung untuk memakai kontrasepsi dibandingkan mereka yang memiliki pendidikan dan pekerjaan yang lebih rendah (WHO, 2013). Penelitian
Hutauruk
(2006)
menunjukkan
bahwa
pendidikan berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi. WUS yang berpendidikan tinggi berpeluang 2,5 kali menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Selain itu penelitian Fatimah (2010) di Tasikmalaya menyatakan
29
ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan pemilihan alat kontrasepsi. 2.3.3 Tingkat Kekayaan Tingkat kekayaan keluarga adalah tingkatan tentang karakteristik latar belakang rumah tangga yang digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur standar hidup rumah tangga dalam jangka panjang. Tingkat didasarkan pada data karakteristik perumahan dan kepemilikan barang, jenis sumber air minum, fasilitas toilet dan kakakteristik lain terkait dengan status sosial ekonomi rumah tangga (BPS, 2013). Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB. Kemajuan tersebut berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi. Dengan suksesnya program KB maka perekonomian suatu Negara akan lebih baik karena dengan anggota keluarga yang sedikit kebutuhan lebih tercukupi dan kesejahteraan terjamin (Rohmawati, 2013). Berdarkan penelitian Mashfufah (2006) ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat ekonomi/kekayaan dengan pemakaian kontrasepsi. Dari nila kekuatan hubungan OR, diketahui responden yang tingkat ekonominya rendah mempunyai peluang menggunakan kontrasepsi 2,66 kali dibandingkan dengan responden yang tingkat ekonominya tinggi dengan memiliki peluang menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 2,85 kali.
30
2.3.4 Sumber Informasi Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam penyambungan informasi baik media dan non media. Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik melalui media cetak, elektronik (TV, radio, computer) dan media luar , sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya
yang
akhirnya
diharapkan
dapat
berubah
perilakunya kea rah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan jenisnya media dibagi menjadi 2 yaitu media cetak dan media elektronik, yaitu: 1. Media a) Media Cetak 1) Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam bentuk buku baik tulisan maupun gambar. 2) Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi berupa lembaran
yang
dilipat
berbentuk
gambar
atau
kombinasi. 3) Flayer (selebaran) berbentuk seperti leaflet tetapi tidak berbentuk lipatan. 4) Flipchart (lembar balik), media penyampaian pesan atau informasi dalam bentuk lembar balik. 5) Rubrik atau tulisan pada surat kabar maupun majalah. 31
6) Poster yaitu bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau informasi yang biasanya ditempel di tembok, tempat umum atau kendaraan umum. b) Media Elektronik Media elektronik yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronik. Adapain macammacam media elektronik tersebut, yaitu: 1) TV, penyampaian pesan dalam bentuk sandiwara, sinetron, farum diskusi atau tanya jawab, atau serta kuis cerdas cermat. 2) Radio penyampaian pesan atau informasi berbentuk obrolan (tanya jawab) sandiwara dan ceramah. 3) Video 4) Media Papan Papan tau billboard dapat diisi dengan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat, mencakup pesan yang ditulis dalam lembaran yang ditempel di kendaraan umum (Notoadmodjo, 2010). 2. Non Media a) Keluarga yaitu suatu kelompok kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai suatu kesatuan. Keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat
32
mempengaruhi pengetahuan. Didalam keluarga pengetahuan diperoleh dari orang tua. b) Tenaga kesehatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pengetahuan remaja tentang perawatan organ reproduksi bagian luar. Sumber informasi dapat diperoleh dari dokter, bidan perawat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi (2009) wanita yang terpapar infotmasi KB melalui media cetak mempunyai kecenderungan 1,3 kali untuk memakai kontrasepsi khususnya modern dibandingkan mereka yang tidak terpapar. Kondisi serupa juga terlihat dari informasi melalui media elektronik yang menunjukan hubungan bermakna dan nilai OR = 1,1 kali. Dari hasil penelitian Iswarati (2009) menunjukan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) KB melakui poster maupun tv terhadap peserta kontrasepsi, dengan p-value = 0,000. 2.3.5 Jumlah Anak Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seseorang istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkan. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup. Semakin sering seorang wanita melahirkan
33
anak, maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal. Pada awal program KB, penggunaan alat kontrasepsi adalah mereka yang telah mempunyai anak cukup banyak. Dengan berjalannya waktu dan pelayanaan program maka lebih banyak wanita dengan paritas yang lebih kecil akan menggunakan alat kontrasepsi. Gejala ini melandasi pengaruh jumlah anak terhadap penggunaan alat kontrasepsi (Muttiara, 1998). Berdasarkan
penelitian
Fienalia
(2012)
di
Depok
menyatakan ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak idup dengan penggunaan kontrasepsi. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan Purba (2008), responden yang memiliki anak > 2 orang memakai alat kontrasepsi sebanyak 38,9% dan tidak memakai sebanyak 61,1%. Sedangkan yang memiliki anak ≤ 2 orang memakai alat kontrasepsi sebanyak 15,2% dan tidak memakai 84,8%. Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan jumlah anak dengan pemakaian alat kontrasepsi (Sig = 0,016). 2.3.7 Kunjungan dari Petugas KB Dari hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif oleh Handayani dkk, (2012) bahwa masih banyak akseptor yang menentukan metode yang dipilih hanya berdasarkan informasi dari akseptor lain berdasarkan pengalaman masing-masing. Sebagian
34
petugas kesehatan kurang melakukan konseling dan pemberian informasi yang menyebabkan kurangnya pengetahuan klien dalam memilih jenis KB.Namun masyarakat mentolerir pelayanan KB meskipun pelayanan KB belum seluruhnya memenuhi syarat pelayanan berkualitas. Informasi yang baik dari petugas membantu klien dalam memilih dan menentukanmetode kontrasepsi yang dipakai. Informasi yang baik akan memberikan kepuasan klien yang berdampak pada penggunaan kontrasepsi yang lebih lama sehingga membantu keberhasilan KB. Pemberian informasi dalam program KB dikenal dengan nama KIE KB. KIE adalah suatu kegiatan dimana terjadi proses komunikasi dengan penyebaran informasi yang mempercepat terjadinya perubahan prilaku dari masyarakat. Adapun bentuk dari KIE KB dapat berupa poenyuluhan dan kunjungan oleh petugas KB. Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan antara pemberian informasi dengan keikusertaan ber-Kb. Ibu yang mendapat informais tentang alat kontrasepsi dari petugas kesehatan umumnya memilih ikut serta ber-KB dibandingkan ibu yang tidak mendapat informasi tentang KB mempunyai pengetahuan kurang. Hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai p value 0,005 dimana (p < α 0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak (Lina, dkk, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Iswarti (2009) di Indonesia, ada kunjungan petuga lapangan KB (PLKB) dalam 6
35
bulan terakhir pada klien berpengaruh secara signifikan terhadapat kersertaan penggunaan kontrasepsi, dengan p-value = 0,018. 2.3.8 Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan Kunjungan ke fasilitas kesehatan merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara
dan
meningkatkan
kesehatan
mereka
sendiri
(Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan survei demografi di Nepal, wanita yang mengunjungi fasilitas kesehatan pada 6 bulan terahir lebih cenderung mengunakan kontrasepsi sebanyak 40% (Sharma dll, 2011). Selain itu, berdasarkan penelitian lain diketahu 48% responden mengatakan alasan utama mereka mengunjungi klinik (fasilitas kesehatan) untuk melakukaan metode kontrasepsi dengan menggunakan metode yang baru, untuk terus lanjut meggunakan metode kontrasepsi sebelumnya yang telah digunakan, atau untuk konsultasi tentang masalah metode yang sedang digunakannya (Frost dkk, 2012).
36
2.4 Kerangka Teori Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan diatas, kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Teori Green dalam Notoatmodjo (2007) yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor Predisposisi: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengetahuan Sikap Umur Pendidikan Tingkat kekayaan Budaya
Faktor Enabling: 1. Fasilitas Kesehatan 2. Informasi Kesehatan melalui media cetak (koran/majalah, poster,pamflet) dan media elektronik (Radio, TV)
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi
Faktor Reinforcing: 1. Tokoh Masyarakat 2. Dukungan orang sekitar 3. Petugas Kesehatan
Sumber: Teori Green, dkk (1980)
37
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Dalam penelitian ini, kerangka konsep yang digunakan mengacu pada Teori Green (1980). Karena keterbatasan penelitian, maka peneliti menggunakan data sekunder dari SDKI 2012, terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang akan diteliti terdiri dari variabel terikat (dependen) yaitu perilaku penggunaan kontrasepsi dan variabel bebas (independen) yaitu variable variabel umur, pendidikan, jumlah anak, tingkat kekayaan, sumber informasi, kunjungan petugas KB, dan kunjungan ke fasilitas kesehatan. Beberapa variabel seperti sikap, budaya, dukungan suami, dukungan dari masyarakat dan pekerjaan tidak diteliti karena variabel tersebut tidak tersedia di dalam data SDKI 2012. Berdasarkan kerangka teori, maka kerangka konsep penelitian ini seperti pada bagaan 3.1 berikut:
38
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Faktor Predisposisi: 1. 2. 3. 4.
Umur Pendidikan Jumlah Anak Tingkat kekayaan
Faktor Enabling: 1. Informasi Kesehatan melalui media cetak (koran/majalah, poster,pamflet) dan media elektronik (Radio, TV). 2. Kunjungan Fasilitas Kesehatan
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi
Faktor Reinforcing: 1. Kunjungan Petugas KB
39
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No 1
Variable Perilaku Penggunaan kontrasepsi
2
Umur
3
Pendidikan
Definisi Alat ukur Perilaku responden menggunakan Kuesioner atau tidak menggunakan SDKI 2012kontrasepsi WUS Bagian 3 No.303, 304 Masa hidup reponden dalam tahun Kuesioner dengan pembulatan ke bawah atau SDKI 2012umur dihitung dari tanggal dan WUS tahun lahir (Depkes, 2008). Bagian 1 No. 103 Jenjang pendidikan formal tertinggi Kuesioner yang telah dicapai oleh responden SDKI 2012(Depkes, 2008) WUS Bagian 1 No. 105
40
Cara ukur Observasi Data SDKI 2012
Hasil ukur 0. Tidak menggunakan 1. Menggunakan (Sumber: SDKI 2012)
Skala Ordinal
Observasi Data SDKI 2012
0. 15 – 19 Tahun 1. 20 – 35 Tahun 2. > 35 Tahun (Sumber: Masfufah 2006)
Ordinal
Observasi Data SDKI 2012
0. 1. 2. 3.
Tidak Sekolah Ordinal Rendah (SD, SMP Menengah (SMA) Tinggi (Akademi, Perguruan Tinggi) (Sumber : SDKI 2012)
No 4
6
7
8
9
Hasil Ukur Skala Ordinal 0. ≥ 5 anak 1. 3 – 4 anak 2. 1 – 2 anak 3. 0 (Sumber: SDKI 2012) Tingkat Kepemilikan barang berharga dari Kuesioner Observasi Data 0. Rendah (menengah Ordinal Kekayaan suatu keluarga yang diukur dengan SDK12-RT SDKI 2012 bawah, terbawah) indeks kekayaan kuintil (tebawah, 1. Tinggi (Menengah, menengah bawah, menengah, menengah atas, menengah atas, teratas) teratas) (Sumber: BKKBN 2009) Sumber Media informasi yang didapatkan Kuesioner Observasi Data 0. Tidak menggunakan Nominal Informasi oleh responden mengenai keluarga SDKI 2012- SDKI 2012 media berencana. WUS Bagian 1. Media cetak 7 No.714, 2. Media elektronik 714A 3. Media cetak & elektronik (Sumber: SDKI 2012) Kunjungan Pernah atau tidaknya responden Kuesioner Observasi Data 0. Tidak mengunjungi Ordinal Petugas KB mendapat kunjungan kader, petugas SDKI 2012- SDKI 2012 1. Mengunjungi KB atau petugas kesehatan untuk WUS Bagian (Sumber: SDKI 2012) membicarakan kontrasepsi dalam 4 No. 326 waktu 6 bulan terakhir. Kunjungan Pernah atau tidaknya responden Kuesioner Observasi Data 0. Tidak mengunjungi Ordinal ke Fasilitas Mengunjungi fasilitas kesehatan SDKI 2012- SDKI 2012 1. Mengunjungi Kesehatan untuk membicarakan kontrasepsi WUS Bagian (Sumber: SDKI 2012) dalam waktu 6 bulan terakhir. 4 No. 327 Variabel Jumlah Anak
Definisi Jumlah anak yang pernah dilahirkan ibu baik lahir hidup ataulahir mati.
Alat Ukur Kuesioner SDK12-RT
41
Cara Ukur Observasi Data SDKI 2012
3.3 Hipotesis a. Ada hubungan antara umur dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. b. Ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. c. Ada hubungan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. d. Ada hubungan antara tingkat kekayaan dengan perilaku pengunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. e. Ada hubungan antara sumber informasi dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. f. Ada hubungan antara kunjungan dari petugas KB dalam 6 bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. g. Ada hubungan antara kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara.
42
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional sesuai dengan desain penelitian SDKI (2012). Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, jumlah anak, tingkat kekayaan, sumber informasi, kunjungan dari petugas KB dan kunjungan ke fasilitas kesehatan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku penggunaan kontrasepsi. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan penelitian berskala nasional yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia. SDKI 2012 dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kesehatan. Pada penelitian ini berfokus pada satu provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara, yang dilaksanakan pada Desember 2014. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini mengacu pada populasi dalam SDKI 2012. Populasi dalam penelitian ini dalam semua wanita usia subur (WUS) di Provinsi Sumatera Utara berusia 15 – 49 tahun, dengan total populasi 1830. 4.3.2 Sampel Metode sampling yang digunakan dalam SDKI 2012 adalah sampling tiga tahap. Tahap pertama adalah memilih sejumlah primary sampling unit
43
(PSU) dari kerangka sampel PSU secara probability proportional to size (PPS). PSU adalah kelompok blok sensus yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas koordinator tim Sensus Penduduk 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok sensus secara PPS di setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25 rumah tangga biasa di setiap blok sensus terpilih secara sistematik (BPS, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah wanita usia subur (WUS) 15 – 49 tahun yang sudah menikah dan memiliki riwayat melahirkan. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1183 WUS. Jumlah ini diperoleh setelah melalui proses klining data atau pembersihan data dalam tahap pengambilan sampel yang diperlukan dalam penelitian ini. Setelah mendapatkan jumlah sampel, dilakukan perhitungan derajat kemaknaan, dimana didapatkan alpha yang digunakan dalam penelitia ini sebesar 5%. 4.3.2 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan memilih sampel WUS yang memenuhi syarat dan berhasil diwawancarai di Provinsi Sumatera Utara. Metode sampling yang digunakan SDKI (2012) adalah sampling tiga tahap. Tahap pertama adalah memilih sejumlah primary sampling unit (PSU) dari kerangka sampel PSU secara probability proportional to size (PPS). PSU adalah kelompok blok sensus yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas koordinator tim (kortim)
Sensus
Penduduk (SP) 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok sensus secara PPS di setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25 rumah tangga biasa di setiap blok sensus terpilih secara sistematik (BPS, 2013) Jumlah sampel WUS yang memenuhi syarat yang berhasil diwawancara sebesar 1830 wanita. Selanjutnya dipilih sampel WUS yang sudah menikah dan masih memiliki suami, dari penyaringan sampel berhasil diwawancarai WUS yaitu sebesar 44
1191 sampel. Kemudian dilakukan proses data sehingga didapatkan jumlah sampel WUS sebesar 1183 sampel. Berikut alur pengambilan sampel pada penelitian ini. Bagan 4.1 Penentuan Sampel Wanita usia 15-49 tahun yang memenuhi syarat untuk diwawancarai dalam SDKI 2012 di Provinsi Sumatera Utara = 1830 WUS
Wanita usia 15-49 tahun yang sudah menikah (memiliki suami) dalam SDKI 2012 di Provinsi Sumatera Utara = 1191 wanita
Setelah melalui proses cleaning jumlah sampel yang diperoleh sebesar 1183 WUS
Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan kekuatan uji untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan kekuatan uji. Setelah dilakukan perhitungan kekuatan uji didapatkan hasil 1-β = 97%. yang artinya kekuatan uji pada penelitin ini sangat tinggi. 4.4 Cara Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan data sekunder SDKI tahun 2012. 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner SDKI 2012 yang digunakan untuk mengumpulkan data perilaku pengunaan kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara dan pertanyaaan – pertanyaan yang menjadi variabel indepen dalam penelitian ini yaitu meliputi variebel umur, pendidikan, jumlah anak, sumber informasi,
45
dukungan suami, tingkat kekayaan, kunjungan dari petugas KB dan kunjungan ke fasilitas kesehatan. Dalam pelaksanaan SDKI 2012 sudah memperhatikan validitas dan reabilitas kuesioner penelitian. 4.6 Pengolahan Data Setelah data diperoleh maka dilakukan pengolahan data dengan urutan sebagai berikut: a. Filter Yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Terlebih dahulu penelitian mengidentifikasi pertanyaan kuesioner SDKI 2012 yang dianggap berkaitan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi dengan referensi yang telah didapatkan dan berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. b. Pembersihan Data (Cleaning Data) Pembersihan data perlu dilakukan untuk membersihkan data dari kesalahan yang mungkin terjadi. Dalam pembersihan data biasanya dilakukan pengecekan ulang dengan melihat distribusi frekuensi variabel dan menilai kelogisan serta konsistensinya, mengetahui variasi data dan untuk mengetahui adanya data yang missing/hilang. c. Transformasi Data/Recoding Setelah dilakukan pembersihan data, maka dilakukan transformasi data berupa pengkodean ulang/recoding terhadap variabel sesuai dengan kebutuhan peneliti. Hal ini bertujuan untuk mengklarifikasi data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian. 4.7 Analisis Data Analisis yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat dengan menggunakan program komputer untuk analisis data. 46
4.7.1 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik data setiap variabel yang diteliti. Penyajian data univariat berupa distribusi frekuensi masing – masing variabel penelitian yang meliputi variabel dependen (perilaku pengunaan kontrasepsi) dan variabel independen (umur, pendidikan, tingkat kekayaan, sumber informasi, kunjungan dari petugas KB dan kunjungan ke fasilitas kesehatan). 4.7.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji Chi Square dengan melihat hubungan antara variabel kategorik independen dan variabel kategorik dependen. Tingkat kepercayaan pada penelitian ini sebesar 95% dengan nilai α 0,05. Jika P value > 0.05 maka tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Sebaliknya jika P value ≤ 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan independen maka dilihat nilai Odd Ratio (OR). Bila nilai OR = 1 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Jika nilai OR < 1 artinya variabel independen sebagai faktor protektif terhadap variabel dependen dan jika OR > 1 artinya variabel independen sebagai faktor risiko terhadap variabel dependen.
47
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen. 5.1.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa, gambaran distribusi perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini: Tablel 5.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Penggunaan Kontrasepsi Tidak menggunakan Menggunakan Total
Jumlah 262 921 1183
Persen 22,1 77,9 100,0
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa di Sumatera Utara jumlah penggunaan alat kontrasepsi pada WUS tahun 2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, lebih banyak yang menggunakan kontrasepsi bandingkan dengan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. 5.1.2 Gambaran Umur Gambaran distribusi umur pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini:
48
Tabel 5.2 Gambaran Umur WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Umur 15 – 19 20 – 35 > 35 Total
Jumlah 21 617 545 1183
Persen 1,8 52,2 46,1 100
Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui bahwa di Sumatera Utara kelompok umur pada WUS tahun 2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, sebagian besar berada pada kelmpok umur 20 – 35 tahun dibandingkan dengan kelompok umur lainnya, dimana yang paling sedikit yaitu pada kelompok umur 15 – 19 tahun. 5.1.3 Gambaran Pendidikan Gambaran distribusi pendidikan pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini: Tabel 5.3 Gambaran Pendidikan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Pendidikan Tidak Sekolah Rendah Menengah Tinggi Total
Jumlah 17 319 732 115 1183
Persen 1,4 27,0 61,9 9,7 100
Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui di Sumatera Utara tingkat pendidikan terbanyak pada WUS tahun 2008 – 2012 pada WUS dengan tingkat kepercayaan 95% yaitu berada pada tingkat pendidikan menengah. Sedangkan tingkat pendidikan terendah ada pada tingkat pendidikan tidak sekolah.
49
5.1.4 Gambaran Jumlah Anak Gambaran distribusi jumlah anak yang dimiliki WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini: Tabel 5.4 Gambaran Jumlah Anak pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Jumlah Anak ≥5 3–4 1–2 0 Total
Jumlah 195 399 506 83 1183
Persen 16,5 33,7 42,8 7,0 100
Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa di Sumatera Utara jumlah anak terbanyak yang dimiliki WUS tahun 2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, yaitu sebanyak 1 – 2 anak dan yang paling sedikit yaitu WUS dengan jumlah anak 0. 5.1.5 Gambaran Tingkat Kekayaan Gambaran distribusi tingkat kekayaan pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut ini: Tabel 5.5 Gambaran Tingkat Kekayaan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Tingkat Kekayaan Rendah Tinggi Total
Jumlah 564 619 1183
Persen 47,7 52,3 100
Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa di Sumatera WUS tahun 2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, lebih banyak yang berada pada tingkat kekayaan tinggi dari pada tingkat kekayaan rendah.
50
5.1.6 Gambaran Sumber Informasi Gambar distribusi sumber informasi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut ini: Tabel 5.6 Gambaran Sumber Informasi pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Sumber Informasi Tidak mengakses media Media Elektronik Media Cetak Media Cetak & Elektronik Total
Jumlah 845 258 19 61 1183
Persen 71,4 21,8 1,6 5,2 100
Berdasarkan Tabel 5.6, diketahui bahwa di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, sebagian besar WUS tidak mengakses media untuk mendapatkan informasi tentang kontrasepsi. Sedangkan media yang paling banyak diakses oleh WUS mengenai informasi tentang kontrasepsi yaitu melalui media elektronik dan paling sediki yaitu melalui media cetak. 5.1.7 Gambaran Kunjungan Petugas KB Gambaran distribusi kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut ini: Tabel 5.7 Gambaran Kunjungan Petugas KB dalam 6 Bulan Terakhir di Sumatara Utara Tahun 2008 – 2012 Kunjungan Petugas KB Tidak mengunjungi Mengunjungi Total
Jumlah 1145 38 1183
Persen 96,8 3,2 100
Berdasarkan Tabel 5.7, diketahui bahwa di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, petugas KB yang tidak
51
mengunjungi WUS lebih banyak dibandingkan dengan petuga KB yang mengunjungi WUS dalam kurun waktu 6 bulan terakhir. 5.1.8 Gambaran Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan Gambaran distribusi WUS mengunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut ini: Tabel 5.8 Gambaran Kunjungan WUS ke Fasilitas Kesehatan dalam 6 Bulan Terahir di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Kunjungan Fasilitas Kesehatan Tidak mengunjungi Mengunjungi Total
Jumlah
Persen
785 398 1183
66,4 33,6 100
Berdasarkan Tabel 5.8, diketahui bahwa di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, WUS yang tidak mengunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terahir lebih banyak dari pada yang mengunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir. 5.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel indipenden dengan variabel dependen yang dilakukan dengan uji chi square. Dikatakan berhubungan secara signifikan jika didapatkan nila p-value ≤ 0,05 dan dikatakan tidak berhubungan secara signifikan jika diperoleh nilai p-value > 0,05. Adapun hasil analisis bivariat dalam penelitian ini, antara lain 5.2.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur Hasil analisis bivariat antara umur dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut ini:
52
Tabel 5.9 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Umur
Tidak Menggunakan
15 – 19 Tahun 20 – 35 Tahun >35 Tahun
N 14 144 104
% 66,7 23,3 19,1
Total
Menggunakan
N 7 473 441
% 33,3 76,7 80,9
N 21 617 545
% 100 100 100
OR 95% CI
P value
0,118 (0,046 – 0,299) 0,755 (0,583 – 1,029) 1,00 (Refference)
0,000
Berdasarkan Tabel 5.9, diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar adalah wanita umur > 35 tahun yaitu sebesar 80,9 %, sedangkan penggunaan kontrasepsi paling sedikit yaitu usia 15 – 19 tahun sebesar 33,3%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,000 sehingga dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR 0,118 (0,046 – 0,299) yang artinya WUS yang berumur 15 – 19 tahun berpeluang 0,118 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS yang berumur > 35 tahun, dan WUS yang berumur 20 – 35 tahun berpeluang 0,755 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang berumur > 35 tahun. 5.2.2 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi berdasaran Pendidikan Hasil analisis bivariat antara pendidikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut ini:
53
Tabel 5.10 Gamabaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Pendidikan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Pendidikan Tidak Sekolah Rendah Menengah Tinggi
Tidak Menggunakan
N 7 73 146 36
% 41,2 22,9 19,9 31,3
Total
Menggunakan
N 10 246 586 79
% 58,8 77,1 80,1 68,7
N 17 319 732 115
% 100 100 100 100
OR 95% CI
P value
0,651 (0,229 – 1,848) 1,536 (0,957 – 2,464) 1,829 (1,185 – 2,822) 1,00 (Refference)
0,010
Berdasakan Tabel 5.10, diketahui bahwa sebagian besar penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 yaitu mereka yang tingkat pendidikannnya menengah yaitu sebesar 80,1%, sedangkan WUS dengan pendidikan tidak sekolah lebih sedikit yang menggunakan alat kontrasepsi yaitu sebesar 58,8%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,010 sehingga dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR 0,651 (0,229 – 1,848), yang artinya WUS yang tingkat pendidikannya tidak sekolah berpeluang 0,651 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang tingkat pendidikannya tinggi, WUS yang tingkat pendidikannya rendah berpeluang 1,536 menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang tingkat pendidikannya tinggi, dan WUS yang tingkat pendidikannya menengah berpeluang 1,829 menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang tingkat pendidikannya tinggi.
54
5.2.3 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak Hasil analisis bivariat antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut ini: Tabel 5.11 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Jumlah Anak ≥5 3–4 1–2 0
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Tidak Menggunakan
N 46 36 99 81
% 23,6 9,0 19,6 97,6
Total
OR 95% CI
P value
131,185 (1,934 – 554,1) 408,375 (96,359 – 1,731 166,500 (40,245 – 688,829) 1,00 (Refference)
0,000
Menggunakan
N 149 363 407 2
% 76,4 91,0 80,4 2,4
N 195 399 506 83
% 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 5.11, diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar memiliki 3 – 4 anak yaitu sebesar 80.4%, sedangkan WUS dengan jumlah anak 0 paling sedikit yang menggunakan alat kontrasepsi yaitu sebesar 2,4%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,000 sehingga dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR 131,185 (1,934 – 554,1), yang artinya WUS yang memiliki anak ≥ 5 berisiko 131,185 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang memilki anak 0, WUS yang memiliki anak 3 – 4 berisiko 40,375 kali menggunakan kontrasepsi dibandingakan dengan WUS yang memilki anak 0, dan WUS yang memiliki anak 1 – 2 berisiko 166,500 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang memilki anak 0. 55
5.2.4 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Kekayaan Hasil analisis bivariat antara tingkat kekayaan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut ini: Tabel 5.12 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat KekayaanWUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Tingkat Kekayaan Rendah Tinggi
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Tidak Menggunakan
N 157 105
% 27,8 17,0
Menggunaka n
N 407 514
% 72,2 83,0
Total N 564 619
% 100 100
OR 95% CI
P value
1,888 (1,428 – 2,497
0,000
Berdasarkan Tabel 5.12, diketahui bahwa pengguna alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012, WUS yang tingkat kekayaannya tinggi lebih banyak yang menggunakan alat kontrasepsi yaitu sebesar 83,0%, sedangkan WUS dengan tingkat kekayaan rendah paling sedikit menggunakan alat kontrasepsi yaitu sebesar 72,2%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,000 sehingga dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kekayaan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,888 (1,428 – 2,497), artinya WUS yang tingkat kekayaannya rendah berpeluang 1,888 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS yang tingkat kekayaannya tinggi.
56
5.2.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Sumber Informasi Hasil analisis bivariat antara sumber informasi dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.13 berikut ini: Tabel 5.13 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Sumber Informasi pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Sumber Informasi Tidak mengakses media Media Elektronik Media Cetak Media Cetak & Elektronik
Tidak Menggunakan
Total
Menggunakan
OR 95% CI
P value
N 203
% 24,0
N 642
% 76,0
N 845
% 100
41 4
15,9 21,1
217 15
84,1 78,9
258 19
14
23,0
47
77,0
61
100 1,577 (0,796 – 3,124) 100 0,709 (0,319 – 3,915) 1,00 (Refference) 100
0,942 (0,508 – 1,746) 0,055
Berdasarkan Tabel 5.13, diketahui bahwa pengguna alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar mendapatkan informasi melalui media elektronik yaitu sebesar 84,1%, sedangkan WUS yang tidak mengakses media informasi paling sedikit yang menggunakan alat kontrasepsi yaitu sebesar 76%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,055 sehingga dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara sumber informasi dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,942 (0,508 – 1,746), artinya WUS yang tidak mengakses menggunakan
media
berpeluang
dibandingkan dengan WUS
yang 57
0,942
kali
menggunakan
kontrasepsi
mengakses media informasi dengan
menggunakan media cetak & elektronik, WUS yang menggunakan media elektronik berpeluang 1,577 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang mengakses media informasi dengan menggunakan media cetak & elektronik, dan WUS yang menggunakan media cetak berpeluang 1,117 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang mengakses media informasi dengan menggunakan media cetak & elektronik. 5.2.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Petugas KB Hasil analisis bivariat antara kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut ini: Tabel 5.14 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Petugas KB pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 Perilaku Penggunaan Kontrasepsi
Kunjungan Petugas KB
Tidak Menggunakan
Tidak mengunjungi Mengunjungi
N 257 5
% 22,4 13,2
Total
Menggunakan
N 888 33
% 77,6 86,8
N 1145 38
% 100 100
OR 95% CI
P value
1,910 (0,738 – 4,943)
0,233
Berdasarkan Tabel 5.14, diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 yang dikunjungi petugas KB dalam 6 bulan terakhir sebagian besar menggunakan alat kontrasepsi yaitu sebesar 86,8%, sedangkan WUS yang tidak mendapat kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir paling sedikit yang menggunakan alat kontasepsi yaitu sebesar 77,6%.
58
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,233 sehingga dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara kinjungan petugas KB dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,910 (0,738 – 4,943), artinya WUS yang tidak dikunjungi petugas KB berpeluang 1,910 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS yang dikunjungi petugas KB. 5.2.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Fasilitas Kesehatan Hasil analisis bivariat antara kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.15 berikut ini: Tabel 5.15 Gambaran Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Fasilitas Kesehatan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan Tidak mengunjungi Mengunjungi
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Tidak Menggunakan
N 190 72
% 24,2 18,1
Total
Menggunakan
N 595 326
% 75,8 81,9
N 785 398
% 100 100
OR 95% CI
P value
1,446 (1,068 – 1,958)
0,018
Berdasarakan Tabel 5.15, diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 yang tidak menunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir terdapat 75,8%, sedangkan pengguna kontrasepsi yang melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir ada 81,9%.
59
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,018 sehingga dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan antara tingkat kunjungan ke fassilitas kesehatan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,446 (1,068 – 1,958), artinya WUS yang tidak mengunjungi fasilitas kesehatan berpeluang 1,446 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS mengunjungi fasilitas kesehatan.
60
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. Keterbatasan pada penelitan ini diketahui sampel minimum SDKI (2012) di provinsi Sumatera Utara yaitu sebanyak 1830 sampel, setelah dilakukan klining didapatkan 1183 sampel yang dapat diteliti. Jumlah sampel yang berkurang dari sampel semula disebebabnya karena adanya data missing pada saat melakukan klining. Selian itu dalam penelitian ini tidak seluruh faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan perilaku penggunaan kontrasepsi diteliti, sehingga variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada varia bel yang ada pada data sekunder tersebut. Sedangkan variabel lain yang terdapat pada kerangka teori seperti pengetahuan, sikap, budaya, dukungan suami, dukungan orang sekitar tidak diteliti pada penelitian ini karena tidak tersedianya data di dalam SDKI 2012. 6.2 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha itu dapat bersifat sementara dan dapat juga bersifat permanen (Wiknjosastro, dkk, 2002). Berdasarkan hasil penelitan ini menunjukan bahwa perilaku penggunan alat kontrasepsi pada WUS tahun 2008 – 2012 di Sumatera Utara lebih banyak yang berperilaku menggunakan kontrasepsi yaitu sebanyak 77,2%. Kontrasepsi berasal dari kata kontra yaitu “melawan” atau “mencegah” dan konsepsi adalah upaya untuk menghindari sel telur bertemu dengan sel sperma yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah adanya kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel 61
telur yang matang dengan sel sperma. Untuk itu, maka yang membutuhkan kotrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan intim/seks dan keduanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008). Keluarga Berencana bertujuan untuk pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang diarahkan pada peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BKKBN, 2012). Di dalam pelaksanannya diupayakan agar semua metode atau alat kontrasepsi yang disediakan dan ditawarkan kepada masyarakat memberikan manfaat optimal dengan meminimalkan efek samping maupun keluhan yang ditimbulkan (Asih, dkk, 2009). Sampai dengan saat ini cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal harus memenuhi syarat-syarat yaitu, dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu koitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah menggunakannya, murah sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan dapat diterima oleh penggunanya (Wiknjosastro, dkk, 2002). Setiap jenis metode kontrasepsi memiliki efektivitas dan efek samping bagi kesehatan yang berbeda-beda. Pengguna kontrasepsi bebas memilih jenis metode kontrasepsi yang mereka butuhkan baik yang hanya untuk menunda, menjarakan kehamilan ataupun untuk menghentikan. Beberapa efektivitas dan efek samping yang di dapatkan dari masing-masing metode diantaranya seperti metode Metode Amenore Laktasi (MAL), MAL merupakan metode kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI), dimana metode ini memiliki efektivitas yang tinggi hingga 98% keberhasilannya pada enam bulan pasca persalinan, lebih hemat, tidak perlu pengawasan medis dan tidak menimbulkan efek samping.
62
Selain itu alat kontrasepsi jenis lainnya yaitu kodom. kondom dapat mencegah kehamilan apabila digunakan dengan benar, harganya murah, dapat dibeli di tempat umum. Kondom termasuk kontrasepsi sementara apabila metode kontrasepsi lainnya harus di tunda. Untuk efektivitas dalam penggunaan kondom tidak terlalu tinggi, karena cara penggunaannya sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi. Metode lainnya seperti Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) memiliki efektivitas tinggi hingga 99,2% – 99,4% dalam 1 tahun pertama, kerugian yang dapat ditimbulkan bagi kesehatan salah satunya tidak mencegah infeksi menular seksual, juga perubahan siklus haid dan pendarahan saat menstruasi. Kemudian metode seperti implant memiliki keuntungan dimana sangat efektif digunakan dengan daya guna tinggi perlingungan hingga 5 tahun, sedangkan untuk efek kesehatan yang timbulkan seperti sakit kepala, penambahan berat badan, nyeri payudara, mual, infeksi pada daerah insisi (Kemenkes RI, 2012). Pil dan suntik masing-masing memiliki efektivitas yang tinggi. Dampak kesehatan yang dapat di timbulkan dari masing-masing metode diantaranya perdarahan bercak selama 3 bulan pertama, berat badan naik, pada sebagian perempuan dapat menimbulkan depresi, selain itu untuk suntik dapat menyebabkan pola haid yang tidak teratur sampai 10 hari, terdapat efek samping yang serius seperti serangan jantung, stroke, pembekuan darah pada paru atau otak. Untuk metode suntik baik digunakan hanya untuk ibu yang tidak menyusui (Kemenkes RI, 2012). Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu 249 juta. Diantara negara ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar tetap menjadi negara dengan penduduk terbanyak, jauh di atas 9 negara anggota lain. Diketahui Angka Fertilitas (TFR) 2,6.
63
Indonesia masih berada di atas rata-rata TFR negara ASEAN, yaitu 2,4 (Kemenkes RI, 2014). TFR adalah gambaran tentang rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang perempuan dari usia 15 – 49 tahun sampai masa akhir reproduksinya. TFR yang tinggi merupakan cerminan rata-rata usia kawin yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah (terutama pada perempuan), tingkat sosial ekonomi rendah atau tingkat kemiskinan yang tinggi, selain itu tentu saja menunjukkan tingkat keberhasilan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) (Kemenkes RI, 2013). Sumatera Utara merupakan sebagai provinsi dengan jumlah penduduk ke 4 terbanyak di Indonesia, apabila dibandingkan dengan angka TFR pada 4 provinsi lainnya masih terbilang cukup tinggi. Dimana dari data SDKI (2012) tercatat TFR di Sumatera Utara sebesar (3,0), Jawa Barat (2,5), Banten (2,5), Jawa Timur (2,3) dan Jawa Tengah (2,1). Selain itu, hasil SDKI (2012), angka TFR Indonesia masih berada pada angka 2,6 atau stagnan yang sama dengan SDKI tahun 2007 dan masih tingginya unmet need hasil SDKI (2012) sebesar 8,5% padahal target yang ingin dicapai tahun 2014 sebesar 6,5%. Data SDKI (2007) menunjukkan jenis metode kontrasepsi yang paling banyak diminati adalah jenis suntik 31,8%, pil 13,2%, dan IUD 4,9%. Di Sumatera Utara jenis/alat kontrasepsi suntik banyak dimintai yaitu 17,4%, senggama terputus 7,9%, pil 4,7%, pantang berkala 2,8%, tubektomi, 24%, IUD 2,1%, kondom 2,1%, implant 1,9%. Berdasarkan jenis metode kontrasepsi yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan sebagian besar WUS memilih metode suntik sebagai alat kontrasepsi yang digunakan yaitu sebanyak 18,8%, diikuti pil 10%, strelisasi wanita 6,3%, dll. Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan, terutama pada perempuan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam menggunakan kontrasepsi. Merurut Green (1980), perilaku seseorang dipengaruhi
64
oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposing (dari diri sendiri), Faktor enabling (pemungkin) dan reinforcing (penguat). Pada penelitian ini faktor yang digunakan diantaranya predisposing (dari diri sendiri) yang mencakup pendidikan, umur ibu, jumlah anak, tingkat kekayaan. Faktor enabling (pemungkin) mencakup kunjungan ke fasilitas kesehatan, sumber informasi. Faktor reinforcing (penguat) perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan. Sumatera Utara merupakan provinsi keempat dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Laju pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara selama kurun waktu 1990 – 2000 sebesar 1,2% pertahun, pada tahun 2000 – 2005 menjadi 1,37% pertahun, serta laju pertumbuhan penduduk 2000 – 2007 mencapai 1,56% pertahun (SDKI, 2007). Pada tahun 2013 estimasi jumlah penduduk di Sumatera Utara mencapai 13.391.231 juta jiwa. Struktur penduduk di Sumatera Utara termaksud ke dalam struktur penduduk muda. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya jumlah penduduk usia muda (0 – 14 tahun), walaupun jumlah kelahiran telah menurun jika dibandingkan dengan lima tahun yang lalu dan angka harapan hidup yang semakin meningkat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk usia tua. Apabila digambarkan dalam piramida penduduk, badan piramida membesar, hal ini menunjukan banyaknya penduduk usia produktif terutama pada kelompok umur 25 – 29 tahun baik laki-laki maupun perempuan (Kemenkes RI, 2013). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, dimana sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 berada pada kelompok umur 20 – 35 tahun dan didapati juga sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 memiliki 1 – 2 anak yaitu 42,8%. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui sebagian besar WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012 berada pada tingkat pendidikan menengah yaitu setara dengan
65
tingkat SMA. Perkembangan kondisi pendidikan menurut indikator Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Partisipasi Sekolah (APS), secara umum kondisi pendidikan di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan perbaikan dalam lima tahun terakhir (2005-2011). Perkembangan AMH tahun 2011 mencapai 97,46% lebih tinggi dari AMH nasional (92,99%), dengan AMH tertinggi di Kabupaten Tapanuli Selatan (99,83%) dan terendah di Kabupaten Nias Barat (84,46%) (Profil Pembangunan Sumut, 2013). Berdasarkan data SDKI (2007), pada tingkat pendidikan sebanyak 25% wanita usia 20 – 24 tahun sedang menyelesaikan SMA dibandingkan dengan wanita usia 45 – 49 tahun dengan hanya 20% yang menyelesaikan SMA. Hasil data SDKI (2007) menunjukan tingkat melek huruf pada wanita pernah kawin di Provinsi Sumatera Utara cukup tinggi yaitu sebesar 90%, 10% lainnya wanita tidak mampu membaca sama sekali. Semakin muda umur WUS lebih besar kemungkinannya untuk bisa membaca. Dalam hal ini, kemampuan membaca merupakan modal penting yang memungkinkan seseorang meningkatkan kesempatan dalam hidupnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 berada pada tingkat kekayaan ttinggi yaitu sebesar 52,3%. Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara dalam 5 tahun terakhir menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja, penduduk bekerja, dan jumlah pengangguran terbuka. Perkembangan penduduk usia kerja, penduduk bekerja secara menunjukkan peningkatan, namun jumlah pengangguran terbuka cenderung meningkat. Berdasarkan data Profil Pembangunan Sumatera Utara (2013) penyebaran penduduk miskin tertinggi di Sumatera Utara terjadi pada tahun 2008 hingga 2011. Kemudian perkembangan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 2008 – 2013, secara absolut terjadi penurunan sebanyak 274,64 ribu jiwa. Jumlah
66
penduduk miskin tahun 2013 (Maret) tercatat sekitar 1.339 ribu jiwa. Kondisi kemiskinan Provinsi Sumatera Utara tergolong rendah jika dibandingkan dengan ratarata kemiskinan nasional (11,86%), persentase penduduk miskin tahun 2013 sebesar 10,06 persen atau berkurang sebesar 2,49 persen dari tahun 2008. Akses terhadap sumber informasi adalah hal penting dalam meningkatkan pengetahuan dan kepedulian tentang apa yang terjadi disekeliling masyarakat, hal ini mungkin dapat mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sumber informasi dapat menjadi suatu perantara dalam penyampaian informasi. Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik melalui media cetak maupun elektronik (TV, radio, komputer), sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya dengan harapan dapat merubah perilaku ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 tidak menggunakan media sebagai media sumber informasi yaitu sebesar 71,4%. Dari hasil SDKI 2007 menunjukan bahwa di Sumatera Utara sebagian besar media informasi yang paling banyak diakses oleh WUS yang sudah menikah adalah TV dan diikuti radio. Sedangkan WUS yang mengakses media cetak seperti majalah dan surat kabar setiap seminggu sekali lebih kecil dibandingkan dengan media elektronik seperti TV dan radio. Berdasarkan hasil penelitian ini, sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 tidak mendapatkan kunjungan dari petugas KB dalam 6 bulan terakhir yaitu sebsar 96,8%. Tenaga kesehatan menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang berkualitas harus didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas disamping ketersediaan sumber daya yang lain (Dinkes Sumatera Utara, 2012).
67
Berdasarkan data dari kabupaten / kota, sampai akhir tahun 2012, SDM di sektor kesehatan berjumlah 45.535 orang, terdiri dari 43.713 orang tenaga kesehatan dan 1.822 orang tenaga non kesehatan. Berdasarkan hasil data Profil Kesehatan Sumatera Utara (2012), diketahui sebagian besar tenaga kesehatan di Provinsi Sumatera Utara bertugas di puskesmas sebanyak 46%. Dari 20.101 tenaga kesehatan, yang bertugas di puskesmas terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga farmasi, tenaga gizi, tenaga teknisi medis, keterapilan fisik, tenaga sanitasi, dan tenaga kesehatan masyarakat. Ketersediaan tenaga kesehatan yang memadai dapat memudahkan dalam mendukung perilaku penggunaan kontrasepsi di masyarakat khususnya pada WUS. Terlebih lagi dengan adanya petugas lapangan yang melakukan kunjungan secara rutin, dapat membantu WUS dalam memilih dan mendapatkan informasi tentang kontrasepsi yang akan mereka pilih. Berdasarkan hasil penelitian ini, sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 tidak mengunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir yaitu 66,4%. Dari data Profil Kesehatan Sumatera Utara (2012) menunjukan bahwa, jumlah puskesmas di Sumatera Utara mengalami peningkatkan, hal ini diharapkan dapat menjangkau masyarkat agar mendapatkan pelayanan merata sampai ke daerah terpencil. Selain penambahan jumlah, peningkatan status puskesmas juga dilakukan, yaitu peningkatan status puskesmas yang awalnya adalah puskesmas non perawatan menjadi puskesmas perawatan atau peningkatan status puskesmas dari yang sebelumnya puskesmas pembantu menjadi puskesmas induk. Di Provinsi Sumatera Utara diketahu sampai akhir tahun 2012 jumlah Rumah Sakit di Sumatera Utara terdapat 200 unit diantaranya Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta. Selain Rumah Sakit, fasilitas kesehatan lain seperti puskesmas pernyebaran di daerah kabupaten/kota sudah cukup merata dimana setiap kecamatan di
68
Provinsi Sumatera Utara sudah memiliki paling sedikit satu puskesmas. Hal tersebut juga didukung dengan adanya peningkatan selama tahun 2008 – 2011, dari 484 unit pada tahun 2008 menjadi 569 unit pada tahun 2012. Secara garis besar masalah pokok dibidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah pertumbuhan penduduk yang besar dengan laju petumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, struktur umur muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan (Purba, 2009). Sementara itu Sumatera Utara merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak ke empat di Indonesia. Untuk itu penggunaan kontrasepsi di rasa cukup penting selain sebagai perilaku bentuk kesehatan, dimana dapat memenuhi target capaian TFR dapat menhindari kehamilan berisiko pada ibu. 6.3 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar adalah wanita umur > 35 tahun, sedangkan pengguna kontrasepsi paling sedikit yaitu usia 15 – 19 tahun. Dari hasil peneliian didapatkan bahwa umur memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Dalam pola perencanaan keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang rasional dikatakan dimana umur di bawah 20 tahun merupakan fase menunda atau mencegah kehamilan, hal ini berkaitan dengan kehamilan risiko tinggi yang mana dapat timbul pada kehamilan kurang dari usia 18 tahun, kehamilan lebih dari 35 tahun, kehamilan setelah 4 kelahiran dan kehamilan dengan interval jarak kurang dari 2 tahun. Dengan perkataan lain kehamilan risiko tinggi dapat timbul pada keadaan “4 terlalu”, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat jaraknya. Pada umur 20 – 30
69
tahun merupakan fase menjarangkan kehamilan. Dan pada umur di atas 35 tahun merupakan fase menghentikan/mengakhiri kehamilan (Hartanto, 2010). Berdasarkan hasil SDKI (2007) mengatakan bahwa kebutuhan pelayanan kontrasepsi bervariasi menurut umur, wanita muda cenderung untuk menjarangkan kehamilan, dan wanita tua cenderung membatasi kehamilan. Pola kebutuhan untuk kontasepsi menurut umur dapat digambarkan sepeti kurva U terbalik, yaitu rendah pada wanita kelompok umur 15-19 tahun dan wanita kelompok umur 45 – 49 tahun dan tinggi pada tingkat kelompok umur anatara 30 – 34 tahun. Wanita muda cenderung menggunakan cara kontrasepsi suntik, pil, dan susuk, sementar mereka yang lebih tua cenderung memilih kontrasepsi jangka panjang seperti IUD dan sterilisasi. Analisa BKKBN tentang SDKI 2002/2003 mengatakan bahwa umur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun sangat berisiko terhadap kehamilan dan melahirkan, sehingga berhubungan erat dengan pemakaian alat kontrasepsi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Purba (2008) yang menunjukan adanya hubungan antara umur dengan penggunaan alat kontrasepsi. Namun dalam penelitian ini, umur yang semakin meningkat tidak menjadi alasan utama responden untuk memakai alat kontrasepsi, tetapi mereka lebih mengutamakan banyaknya jumlah anak yang dimiliki. Jika jumlah anak telah dirasa cukup, maka responden akan mengusahakan dengan sungguh-sungguh untuk memakai alat kontrasepsi. Menurut Amiranty (2003), umur dan jumlah anak yang pernah dilahirkan seorang wanita akan mempengaruhi tingkat pemakaian kontrasepsi. Wanita dengan umur tinggi yang pada umumnya mempunyai anak lebih banyak akan cenderung memakai kontrasepsi, terutama untuk membatasi kelahiran. Sebaliknya pemakaian kontrasepsi pada wanita muda yang belum mempunyai anak atau yang baru mempunyai anak dalam jumlah sedikit cenderung ditujukan untuk menjarangkan atau menunda kehamilan.
70
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka perlu adanya penambahan informasi melalui penyuluhan dari petugas KB, maupun informasi di fasilitas layanan kesehatan dan melalui kegiatan yang telah ada di masyarakat mengenai penggunaan kontrasepsi. Hal ini juga diharapkan WUS mengetahui fungsi lain kontrasepsi tidak hanya untuk menjarangkan/membatasi atau menghentikan kehamilan, namun juga dapat mengetahui kehamilan yang tidak terkendali dalam keadaan “4 terlalu” yang dapat mengakibatkan kehamilan risiko tinggi. 6.4 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar memiliki tingkat pendidikan menengah, sedangkan tingkat pendidikan terkecil pada WUS yang menggunakan alat kontrasepsi yaitu tidak sekolah. Hal ini diketahui bahwa pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU RI No.20 tahun 2003). Pendidikan dapat mempengaruhi ibu dalam memperoleh, memproses dan memahami informasi, hal ini karena informasi sangat penting bagi ibu untuk membuat keputusan yang tepat. Selain itu, ibu dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih percaya diri untuk bertanya mengenai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan bagi dirinya (Karlsen, dkk., 2011). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2010) yang dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya, bahwa ada hubungan yang signifikan pendidikan ibu dengan pemilihan alat kontrasepsi di Desa Sukagalih Kecamatan 71
Sukaratu
Kabupaten Tasikmalaya.
Ibu
yang
berpendidikan
tinggi
cenderung
menggunakan alat kontrasepsi sedangkan yang berpendidikan rendah tidak menggunakan alat kontrasepsi. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Fitriani (2004), menyatakan bahwa ada pengaruh antara tingkat pendidikan WUS dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Hal ini karena pendidikan mempunyai peranan penting untuk menyerap informasi dari sumber yang bervariasi, sehingga dapat merubah pola berpikir/tingkah laku dalam menilai sesuatu yang secara tidak langsung akan membantu WUS dalam menilai dan memilih alat kontrasepsi yang tepat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) di Kabupaten Gayo Luwes, Sumatera Utara, menunjukan bahwa pendidikan seseorang akan mempengaruhi pemilihan dan pemakaian alat kontrasepsi yang mana alat yang baik digunakan untuk menjarangkan kehamilan. Dengan tingginya tingkat pendidikan, maka ibu mampu memahami keuntungan dan kerugian dalam pemakaian alat kontrasepsi. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seharusnya orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memilih jenis kontrasepsi MKJP (Proverawati, dkk, 2009). Pendidikan berpengaruh dalam perilaku penggunaan kontrasepsi oleh WUS, karena dengan semakin tingginya pendidikan, WUS akan semakin mudah mengerti dan menerima kontrasepsi. Perubahan pola pikir tentang alat kontrasepsi, keuntungan dan kerugiannya akan mempengaruhi seseorang untuk memilih jenis kontrasepsi yang sesuai
72
dengan pengetahuannya. Dapat dipastikan dengan pendidikan dan pengetahuan yang cukup WUS akan mempunyai sikap yang positif terhadap kontrasepsi dibandingkan dengan yang pendidikan rendah/kurang. 6.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa penggunaa alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar memiliki 3 – 4 anak, sedangkan jumlah anak paling sedikit yang dimiliki WUS pengguna alat kontrasepsi yaitu 0 anak. Hasil ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS. Dalam hal ini jumlah anak yang dimaksud adalah jumlah anak WUS yang masih hidup. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Simbolon (2010) di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, yang juga mengatakan bahwa dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Menurut Kamus Saku Mosby, paritas merupakan klasifikasi perempuan berdasarkan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati yang dilahirkannya pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu. Pada saat hamil, rahim ibu teregang karena adanya janin. Apabila terlalu sering melahirkan, rahim ibu akan semakin lemah. Jika ibu telah melahirkan 3 anak atau lebih, perlu diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas (Kemenkes RI, 2011). Kemungkinan seorang istri untuk menambah anak tergantung pada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seseorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri akan menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai sejumlah anak yang dilahirkan, maka hal ini akan menjadi semakin memiliki risiko kematian dalam
73
persalinan. Dalam artian jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal (Mantra, 2006). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fienalia (2012) di Kota Depok, dimana adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan penggunaan kontrasepsi jangka panjang. Responden yang memiliki anak ≥ 3 orang memiliki peluang 3,9 kali lebih besar untuk menggunakan kotrasepsi jangka panjang dibandingkan dengan yang mempunyai anak 0 – 2 orang. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Wahidin (2005) di Kota Palu, menunjukan adanya hubungan antara jumlah anak hidup dengan pemilihan metode kontrasepsi suntik di Kecamatan Palu Selatan Kota Palu. Akseptor akan menggunakan metode kontrasepsi sebagai suatu cara untuk mengatasi kelahiran anak yang tidak diinginkan, apabila jumlah anak hidup yang dimilikinya telah cukup. Budaya patriarki adalah keadaan hukum adat yang memakai nama bapak dan hubungan keturunan melalui garis kerabat pria/bapak. Perempuan seringkali diabaikan haknya dalam lingkup budaya patriarki diantaranya adanya pendominan anak laki-laki (maskulinitas) atau kecenderungan harapan lahirnya anak laki-laki dalam suatu keluarga serta otoritas pengambil keputusan dalam keluarga yang juga dapat mempengaruhi keputusan WUS menjadi akseptor keluarga berencana (Aritonang, 2010). Di negara-negara barat, Eropa Barat termasuk negara Indonesia, budaya dan ideologi patriarki masih sangat kental mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat. Apabila dilihat dari garis keturunan, masyarakat Sumatera Utara lebih cenderung sebagai masyarakat yang patrilineal yang dalam hal ini posisi ayah atau bapak (laki-laki) lebih dominan dibandingkan dengan posisi ibu (perempuan). Selain itu Contoh suku yang menganut faktor budaya patriarki adalah Batak, Melayu dan Nias (Sastriyani, 2007).
74
Berdasarkan hasil penelitian Mendfora (2012) di Desa Onozitoli Sifauro’Asi menyatakan, dari budaya patrilineal/patriarki yang dianut oleh masyarakat suku Nias, setiap keluarga berkeinginan untuk mendapatkan anak laki-laki. Apabila dalam sebuah keluarga belum ada anak laki-laki, ada kecenderungan untuk mempunyai anak lagi sampai mendapatkan anak laki-laki. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Aritonang (2010) di Medan didapatkan bahwa masih ditemukannya responden yang menyatakan di dalam keluarga laki-laki ditempatkan di depan kaum perempuan. Dari hasil diketahui sebesar 85% responden yang mengharapkan anak laki-laki dan 87% responden mengatakan keluarga sangat mengidamkan anak laki-laki daripada anak perempuan. Responden juga meyatakan, pada bidang pendidikan adanya pendahulan pendidikan bagi anak laki-laki dari pada anak perempuan. Hal ini didukung oleh Manurung yang mengatakan bahwa dalam masyarakat yang bertumpu pada budaya dan ideologi patriarki dengan basis dan nilai perempuan, kedudukan perempuan berada pada subordinat marginalis dalam pengambilan keputusan termasuk akan keikutsertaan dalam program keluarga berencana dan pendominasian dari anak laki-laki dan anak perempuan (Manurung. 2002) Selain itu, berdasarkan hasil penelitian kualitatif di Maluku menunjukkan bahwa nilai anak bagi orang Toraja Sa’dan sangat penting. Memiliki banyak anak masih menjadi pandangan utama bagi sebagian besar penduduk Sa’dan. Program Keluarga Berencana (KB) dari pemerintah yang mengarahkan dua anak lebih baik tidak berlaku bagi orang Toraja Sa’dan. Istilah KB bagi orang Toraja Sa’dan diubah menjadi “keluarga besar”, untuk menunjukkan banyaknya jumlah anak yang mereka miliki. Bahkan seorang yang terpandang di Toraja menceritakan bahwa dua bukan dua orang, namun dua pasang (empat anak) untuk menunjukkan anak yang mereka miliki. Ketiadaan seorang anak bagi
75
orang Toraja Sa’dan merupakan hal yang masiri’ (malu) dalam keluarga, dianggap lemah, dan dikasihani oleh keluarga luas. Bahkan, sekalipun sudah memiliki anak, tetapi baru satu, keluarga tersebut masih dianggap belum lengkap (Kemenkes RI, 2012). Pada masyarakat, masih adanya pandangan orang tua terhadap anak dalam keluarga, dimana anak selain merupakan kebanggaan orang tua, anak juga sebagai tenaga kerja yang membantu meningkatkan ekonomi keluarga. Selain itu adanya kebiasaan dari suatu kelompok masyarakat yang memberi nilai lebih pada satu jenis kelamin tertentu (Siregar, 2003). Bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia cenderung masih sangat mempercayai mitos-mitos terdahulu. Semboyan banyak anak akan banyak rezeki, banyak anak akan banyak kegembiraan di hari tua masih terdengar dikalangan pasangan yang memiliki anak dengan jumlah banyak. Bagi masyarakat yang cenderung dinamis dalam bidang ekonomi dan sosial, atau makin meningkat kemakmuran hidupnya, jumlah anak sering dianggap bukan masalah yang memberatkan. Dalam hal ini, target program KB dengan semboyan "dua anak lebih baik" sering dianggap sebagai usang yang mungkin hanya cocok bagi masyarakat statis yang hidup dalam garis kemiskinan (BKKBN, 2010). Dibutuhkan peran serta petugas kesehatan dan tokoh masyarakat yang menduduk dalam upaya penyebaran informasi tentang manfaat dari penggunaan kontrasepiyang mana untuk membatasi kelahiran anak, selain itu usaha yang dilakukan salah satunya meluruskan mitos-motos yang sudah berkembang di masyarakat, seperti banyak anak banyak rezeki dimana dalam hal ini diperlukannya pendekatan dalam aspek budaya. Petugas KB tidak hanya menginformasikan kontrasepsi kepada ibu saja, namun juga keluarga diperlukan juga dimana masih adanya peran orang tua terhadap anak yang sudah berkeluarga dalam pemutusan jumlah anak yang dimiliki.
76
6.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Kekayaan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar berada pada tingkat kekayaan tinggi, dibandingkan WUS yang tingkat kekayaannya rendah. Berdasarkan hasil ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat kekayaan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Dalam penelitian ini tingkat kekayaan rumah tangga pada SDKI 2012 dihitung berdasarkan kepemilikan rumah tangga terhadap sejumlah aset yang digunakan di rumah tangga seperti fasilitas sanitasi, sumber air minum, barang tahan lama, bahan lantai rumah dan lain lain. Skor tingkat kekayaan dibagi kedalam lima kuintil kekayaan dari mulai skor tingkat kekayaan terendah sampai dengan tertinggi yang terdiri dari 20% penduduk pada setiap kuintil. Lima kuintil tersebut yaitu terbawah, menengah bawah, menengah, menengah atas, dan teratas (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013). Penelitian ini sejalan dengan Mashfufah (2006) bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat ekonomi/kekayaan dengan pemakaian kontrasepsi. Berdasarkan nilai kekuatan hubungan OR diketahui bahwa responden yang tingkat ekonomi rendah mempunyai peluang menggunakan kontrasepsi 2,66 kali. Sedangkan responden yang tingkat ekonominya tinggi mempunyai peluang menggunakan kontrasepsi 2,85 kali. Dari hasil penelitian yang dilakukan Adam (2010) berdasakan indeks kesejahteraan memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraannya maka keikutsertaan wanita menggunakan kontrasepsi akan meningkatkan. Indeks kesejahteraan dengan kategori termiskin dan miskin adalah 27% dibandingkan dengan kategori kayaterkaya sebanyak 47%.
77
Pendapatan suatu keluarga berhubungan erat dengan kebutuhan – kebutuhan keluarga. Penghasilan seseorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengambilan keputusan terhadap inovasi baru. Tingkat pendapatan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis kontrasepsi, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden menggunakan kontrasepsi hormonal lebih banyak yang berpendapatan keluarga rendah, sedangkan responden yang menggunakan kontrasepsi non hormonal lebih banyak yang berpendapatan tinggi. Hal ini menunjukan bahwa keinginan pasutri untuk menjadi akseptor KB masih tinggi meskipun pendapatan mereka tergolong rendah karena dilihat dari segi biaya, kontrasepsi hormonal yang digunakan cenderung lebih murah dibanding dengan kontrasepsi non hormonal (Arliana, dkk, 2013). Dari hasil yang didapatkan bahwa sebagian besar di Sumatera Utara WUS yang menggunaan kontrasepsi berada pada tingkat kekayaan teratas. Dan WUS pada tingkat kekyaan terendah paling sedikit yang menggunakan kontrasepsi, dimana hal ini salah satunya dapat terjadi karena biaya yang harus mereka keluarkan. Pelayanan KB hendaknya diberikan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat, sebagaimana diakomodir dalam hukum positif. Dalam hal biaya, pemerintah telah mengatur dan memberikan pelayanan gratis untuk kelompok keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I. Bagi kelompok keluarga dengan ekonomi baik (Sejahtera II dan di atas nya), diharapkan mau membiayai pelayanan KB secara Mandiri (BKKBN, 2010). Perlunya petugas lapangan KB maupun petugas di fasilitas kesehatan untuk memberikan arahan dan informasi terkait kontrasepsi, khususnya bagi kalangan tingkat kekayaan rendah dimana dapat memungkinkan bagi mereka untuk memanfaatkan dan mendapatkan pelayan KB berdasarkan kemampuan mereka.
78
6.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Sumber Informasi Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar mendapatkan informasi melalui media elektronik, sedangkan sumber informasi yang didapat pengguna kontrasepsi paling sedikit yaitu tidak mengakses media. Berdasarkan hal ini didapatkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara sumber informasi dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS. Dari hasil diketahui banyak WUS di Sumatera Utara yang mengetahui kontrasepsi dari media elektronik banyak yang mengakses melalui TV dan radio, WUS yang tanpa media mengaku tidak mendapatkan informasi baik dari media elektronik maupun dari media cetak seperti koran atau majalah. Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam penyambung informasi baik media dan non media. Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik melalui media cetak, elektronik (TV, radio, komputer) dan media luar, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Iswarati (2009), dimana temuan di lapangan membuktikan bahwa perlunya informasi bagi masyarakat karena akan membantu kesuksesan program KB. Penelitian Iswarati menunjukkan bahwa Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) KB melalui poster/pamflet maupun televisi memperlihatkan pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepesertaan ber KB dengan pvalue = 0,000. Selain itu penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Iswarati; 2009, Nurul; 2002) yang di lakukan di Indonesia, dimana terdapat hubungan antara sumber informasi
79
KIE dengan status penggunaan akseptor IUD. Temuan di lapangan membuktikan bahwa perlunya informasi bagi masyarakat karena akan membantu kesuksesan program KB. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Iswarati menunjukkan bahwa Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) KB melalui poster atau pamflet maupun televisi memperlihatkan pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepesertaan ber KB dengan pvalue = 0,000. Tidak ada hubungannya sumber informasi dengan perilaku penggunaan alat kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara dapat terjadi karena apabila dibandingkan dengan WUS yang menggunakan media sebagai sumber informasi tentang kontrasepsi dengan WUS yang menggunakan media baik media elektronik maupun media cetak, hasil menunjukan persentase penggunaan alat kontrasepsi sama tingginya bagi WUS yang menggunakan atau tidak menggunakan sumber informasi sehingga tidak ada hubungan dengan penggunaan kontrasepsi. Hal ini bisa terjadi karena WUS sudah mendapatkan informasi tentang kontrasepsi tersebut dari pendidik sebaya seperti tetangga, atau informasi dari ibu mertua dan lingkungan keluarganya. Apabila dikaitkan dengan faktor pendidikan besar WUS di Sumatera Utara tingkat pendidikannya tinggi. WUS yang tidak menggunakan media sebagian sumber informasi dan pendidikan tinggi sebesar 58,9% dan WUS yang menggunakan media elektonik dan media cetak sebagai media informasi dan pendidikan tinggi sebesar 70,9% dan 63,2%. Menurut Proverawati, dkk (2009) semakin tingginya pendidikan WUS dapat mudah mengerti dan menerima kontrasepsi, selain itu WUS yang pendidikan dan pengetahuannya cukup akan memiliki sikap yang positif terhadap kontrasepsi dibandingan dengan pendidikan yang rendah/kurang. Kemudian apabila dibandingkan dengan tingkat kekayaan, sebagian besar WUS yang tidak mengakses media dan WUS yang mengakses media melalui media elektonik
80
dan media cetak berada pada tingkat kekayaan tinggi. WUS yang tingkat kekayaannya tinggi, mereka memiliki materil dan dapat dengan mudah untuk mengakses informasi tetang kontrasepsi seperti langsung pergi ke fasilitas kesehatan tanpa harus melihat. Menurut Ali (2013) yang dilakukan di Kabupaten Gorontalo, pengetahun berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Banyaknya informasi yang diperoleh akseptor bisa didapatkan langsung oleh petugas kesehatan yang ada di fasilitas kesehatan. Selain itu menurut Musdalifah (2013) dalam Aryanti (2014), pemberian informasi oleh petugas KB berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi karena kebanyakan akseptor masih ragu-ragu dalam memakai alat kontrasepsi. Disinilah pentingnya seorang petugas KB dalam memberikan informasi, penyuluhan dan penjelasan tentang alat kontrasepsi. Mereka dituntut untuk komunikatif dan secara lengkap menjelaskan agar calon akseptor benar-benar memahami alat kontrasepsi. Dibandingkan dengan media cetak atau elektronik, informasi dari petugas KB dianggap lebih jelas dibandingkan pesan singkat dari media apapun dalam menginformasikan tentang KB. Selain itu Menurut Wibawa (2007) yang dilakukan di Kabupaten Pati, menyatakan bahwa lebih efektif metode demonstrasi dibandingkan pemutaran video terhadap perubahan sikap. Hal ini dikarenakan penurunan retensi sikap kelompok metode demonstrasi lebih kecil (4,42%) dibandingkan dengan kelompok dengan metode pemutaran video (8,63%), Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan metode demonstrasi sikap responden tentang pengetahuan yang diberikan lebih bertahan lama. Berdasarkan hasil data SDKI (2007) menunjukan bahwa media massa sebagai sumber informasi kontrasepsi bagi WUS di Sumatera Utara lebih banyak yang mengakses media melihat informasi kontrasepsi melalui TV. Selain itu akses informasi tentangkontrasepsi menunjukan hubungan yang positif dengan tingkat kekayaan. Semakin tinggi tingkat kekayaan WUS, semakin besar kemungkinan menerima informasi
81
tentang kontrasepsi dari berbagai media. Sedangkan hasil penelitian ini didapatkan, sebagian besar WUS yang memiliki tingkat kekayaan terendah tidak mengakses media informasi Dari hasil penelitian banyak WUS yang tidak mengakses media informasi tentang kontrasepsi baik dari media cetak maupun media elektronik sebagai sumber informasi. Hal ini dikarenakan masih kurangnya media informasi yang mengedukasi tentang kontrasepsi. Perlunya media promosi kesehatan seperti poster yang ditempelkan di fasilitas-fasilitas kesehatan ataupun leaflat-leaflet, kemudian bagi pemerintah di harapkan lebih menggencarkan melaui media iklan baik dari TV maupun radio tentang kontrasepsi, hal ini juga dapat membantu petugas kesehatan dalam penyampaian informasi tentang kontrasepsi sehingga dapat membantu meningkan kesadaran dan pengetahuan WUS. 6.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Petugas KB Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa WUS yang menggunakan alat kontrasepsi sebagian besar dikunjungi petugas KB dalam 6 bulan terakhir. Dari hasil tersebut didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku penggunaan kontrasepsi dengan kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir. Pemberian informasi dalam program KB dikenal dengan nama KIE KB. KIE adalah suatu kegiatan dimana terjadi proses komunikasi dengan penyebaran informasi yang mempercepat terjadinya perubahan prilaku dari masyarakat. Adapun bentuk dari KIE KB dapat berupa penyuluhan dan kunjungan oleh petugas KB (Lina, dkk, 2012). Dalam hal ini, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arliana dkk. (2012) di Sulawesi Tenggara, mengatakan bahwa dari hasil analisis statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian informasi oleh petugas KB dengan penggunaan metode kontrasepsi hormonal. 82
Namun, Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) yang dilakukan di Kabupaten Gayo Lues, Sumatera Utara, yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara perilaku penggunaan KB antara yang dikunjungi petugas KB dengan yang tidak dikunjungi dengan p-value = 0,020. Menurut Musdalifah, dkk,(2013) mengatakan bahwa umur, dukungan suami, efek samping dan pemberian informasi petugas KB berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi hormonal. Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti tingkat pendidikan reponden maupun sumber informasi yang sudah didapatkan responden selain informasi tentang kontrasepsi memalui petugas KB. Selain itu berdasarkan hasil penelitiaan yang dilakukaan oleh Iswarti (2009) di Indonesia, dengan adanya kunjungan petugas lapangan KB (PLKB) dalam 6 bulan terakhir kepada klien berpengaruh secara signifikan terhardap kesertaan ber KB dengan p-value = 0,018. Dalam pemilihan alat/cara KB seharunya melalui konseling. Konseling sangat penting sebagai bagian dari pelayan KB dan kesehatan reproduksi. Melalui konseling berarti petugas telah membantu klien memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang di pilih dan digunakan. Hal ini dikuatkan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa konseling yang baik akan memberi kepuasan kepada klien dan akan membantu keberhasilan KB karena klien mau menggunakan kontrasepsinya lebih lama (Saifudin, 2006). Tidak ada hubungan antara perilaku pengguna KB yang dikunjungi petugas KB dengan yang tidak dikunjungi bisa dikarenakan sebanyak 80,1% masyarakat Sumatera Utara memilliki tingkat pendidikan menengah. Menurut Rohmawati, dkk, (2011) yang di lakukan di Semarang, ketidaktahuan wanita usia subur tentang kontrasepsi dipengaruhi oleh kurangnya informasi serta sebagian besar berpendidikan sekolah dasar. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah untuk menerima informasi.
83
Selain hal di atas, tidak adanya hubungan antara perilaku pengguna KB yang dikunjungi petugas KB dengan yang tidak dikunjungi ini dapat dikarenakan responden sudah mengetahui informasi tentang kontrasepsi yang digunakan dari sumber lain, seperti pendidik sebaya, ibu mertua, maupun tetangga sekitar. Dari hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif oleh Handayani, dkk, (2012) bahwa masih banyak akseptor yang menentukan metode yang dipilih hanya berdasarkan informasi dari akseptor lain berdasarkan pengalaman masing-masing. Dalam pemenuhan hak reproduksi perlu mendapat perhatian atau dengan kata lain dalam memperkenalkan metode kontrasepsi harus disertai dengan fasilitas pilihan informasi tentang cara alternatif. Informasi tersebut harus memenuhi syarat yaitu akurat, tidak bias, lengkap dan komprehensif. Setiap perempuan yang akan menggunakan metode kontrasepsi, harus terpenuhi kebutuhan akan pilihan informasi (POGI, 2003). Petugas kesehatan yang melakukan kunjungan kerumah-rumah warga biasanya memberikan konseling dan pemberian informasi kepada WUS. Informasi yang diberikan petugas membantu klien dalam memilih dan menentukan metode kontrasepsi yang dipakai. Informasi yang baik akan memberikan kepuasan klien yang berdampak pada penggunaan kontrasepsi yang lebih lama sehingga membantu keberhasilan KB (Handayani, 2012). Berdasarkan hasil penelitian responden yang tidak menggunakan kontrasepsi banyak dari mereka yang mengakses informasi tentang KB melalui media elektronik. Media elektronik termasuk kedalam media prosomis kesehatan, diaman media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator baik melalui media cetak, elektronik (TV, radio, komputer) dan media luar ruang sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya.
84
Menurut Heri Ariyanti (2014) Tidak adanya hubungan antara informasi oleh petugas lapangan KB dengan penggunaan kontrasepsi pada wanita kawin usia dini di Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur disebabkan karena masih kurangnya petugas lapangan KB di desa sehingga petugas lapangan KB yang bertugas di desa memegang dua sampai empat desa binaan. Hal ini menjadi tidak efektifnya penyuluhan, pembinaan dan advokasi yang dilakukan oleh petugas lapangan KB di desa. Berdasarkan penelitian ini diketahui kurang aktifnya Petugas lapangan KB (PLKB) yang bertugas, dimana selain sumber informasi yang didapatkan WUS melalui media, petugas KB lapangan berperan penting dalam penyebaran informasi mengenai kontrasepsi. Petugas KB yang berkunjung ke rumah WUS berperan dalam memberikan informasi, penyuluhan dan penjelasan tentang alat kontrasepsi bagi calon akseptor. Perlunya informasi bagi masyarakat dikarenaakan dapat membantu kesuksesan program KB. Disamping itu masih banyak ibu-ibu yang menentukan metode yang dipilih hanya berdasarkan informasi dari akseptor lain berdasarkan pengalaman masing-masing. Sebagian petugas kesehatan kurang melakukan konseling dan pemberian informasi yang menyebabkan kurangnya pengetahuan WUS khususnya dalam
memilih
jenis
kontrasepsi. 6.8 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 tidak menunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir. Hasil ini didapatkan bahwa kunjungan fasilitas kesehatan memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi.
85
Kunjungan ke fasilitas kesehatan merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005). Komunikasi adalah
pertukaran pikiran
atau
keterangan
dalam
rangka
menciptakan rasa saling mengerti dan saling percaya demi terwujutnya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain, selain itu komunikasi juga merupakan pertukaran fakta, gagasan, opini atau emosi antara dua orang atau lebih (Effendy, 1998). Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi antar pribadi maupun komunikasi massa (Notoatmodjo, 2003). Menurut Riskesdas (2010) tempat terbanyak masyarakat mendapatkan pelayanan kontrasepsi di sektor swasta adalah Bidan Praktek Mandiri yaitu 52,5%. Fasilitas pelayanan pemerintah seperti rumah sakit, puskesmas, pustu dan poskesdes atau polindes digunakan oleh sekitar 23,9% peserta KB. Hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) 2011, kegiatan pelayanan KIA/KB telah dilaksanakan di 97,5% puskesmas. Pelayanan KIA dan KB termasuk 6 (enam) pelayanan wajib puskesmas. Besarnya proporsi WUS yang menggunakan kontrasepsi karena berkunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan bisa dikarenakan adanya program pelayanan KB pasca persalinan. Melalui program ini WUS sudah sejak kehamilan diperkenalkan dengan KB guna mencegah keterlambatan untuk mendapatkannya karena pada umumnya wanita mulai menggunakan kontrasepsi pada minggu keenam pasca persalinan. Seorang ibu
86
yang baru melahirkan bayi biasanya lebih mudah untuk diajak menggunakan kontrasepsi, sehingga waktu setelah melahirkan adalah waktu yang paling tepat untuk mengajak seorang ibu menggunakan kontrasepsi. Di samping hal-hal tersebut di atas, KB pasca persalinan diintegrasikan pula dalam P4K, Kelas Ibu Hamil dan pelayanan antenatal terpadu. Dalam pelayanan antenatal terpadu, tenaga kesehatan pemberi layanan antenatal berkewajiban memberikan konseling KB pasca persalinan kepada ibu hamil agar setelah bersalin ibu dapat segera mendapatkan pelayanan KB. Dalam Kelas Ibu Hamil, salah satu materi yang dibahas adalah tentang KB pasca persalinan, dan dalam empat kali pertemuan, minimal satu kali pertemuan, ibu hamil didampingi oleh suami atau keluarganya. Hal ini dimaksudkan agar kesehatan ibu selama hamil, bersalin, nifas, termasuk kesehatan bayi yang baru dilahirkannya dan kebutuhan akan KB pasca persalinan menjadi perhatian dan tanggung jawab seluruh keluarga. Dalam P4K, ibu hamil dan keluarga diberi penjelaskan tentang kesehatan maternal termasuk KB pasca persalinan dan diminta untuk menandatangani Amanat Persalinan yang salah satunya adalah kesepakatan tentang metoda KB yang akan dipakainya kelak setelah bersalin. Di samping itu, untuk menghilangkan hambatan pembiayaan dalam mengakses pelayanan KB pasca persalinan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan mengintegrasikan pelayanan KB pasca persalinan dalam paket Jaminan Persalinan atau yang lebih dikenal dengan singkatannya Jampersal. Jadi banyaknya program yang terintegrasi dengan pelayanan KB di fasilitas kesehatan bisa mendorong WUS untuk memilih dan menggunakan alat kontrasepsi karena banyaknya informasi yang diserap WUS melalui kegiatan di fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2012). Dalam kebijakan dan strategi nasional, tentang kesehatan reproduksi disebutkan bahwa kualitas informasi dan pelayanan KB masih perlu ditingkatkan, misalnya
87
keterbukaan penyampaian informasi tentang efek samping dan komplikasi agar dapat menangkal rumor negatif (Oktariana, 2009). Setiap fasilitas kesehatan seperti puskesmas terdapat pelayana Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), KIE bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap danpraktek KB sehingga tercapai penambaha peserta baru. KIE dapat dilakukan dengan cara masa, kelompok dan perorangan, dengan menggunakan alat bantu media seperti TV, radio, penerbitan/punlikasi, mobil unit penerangan, koran, film, pameran, yang mana dapat meningat pengetahuan tentang KB khususnya kontrasepsi. Konseling merupakan tindak lanjut dari KIE, bila seseorang telah termotivasi melakukan KIE maka dia perlu diberikan konseling. Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif anatara klien dan petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih sosuli terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapai (Kemenkes RI, 2012). Selain itu informasi melalui konseling bertujuan agar seseorang dapat memilih alat/cara kontrasepsi yang sesuai dengan dirinya, maka dibutuhkan pengetahuan tentang alat/cara KB yang menyeluruh. Diperlukannya peningkatan pelayanan khususnya Pelayanan KB yang berkualitas yang dapat berdampak pada kepuasan pada klien yang dilayani dan terpenuhinya tata cara penyelenggaraan Pelayanan KB sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Kompetensi tenaga yang memberikan Pelayanan KB merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas Pelayanan KB selain itu juga ketersediaan seperti prasarana dan sarana penunjang, alat dan obat kontrasepsi, ketersediaan pedoman pelayanan dan upaya untuk menjaga mutu juga diperlukan.
88
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur (WUS) di Sumatera Utara berdasarkan data SDKI 2012, maka dapat didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar WUS di Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 – 2012 menggunakan alat kontrasepsi (77,9%), sebagian besar berumur 20 – 35 tahun (52,2%), sebagian besar tingkat pendidikannya menengah/SMA (61,9%), sebagian besar memiliki 1 – 2 anak (42,8%), sebagian besar tingkat kekayaannya tinggi (52,3%), sebagian besar sumber infromasi yang di peroleh tidak melalui media (71,4%), sebagian besar tidak mendapat kunjungan petugas KB dalam waktu 6 bulan terakhir (96,8%), dan sebagian besar tidak mengunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir (66,4%). 2. Terdapat hubungan antara umur dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012, dimana pada WUS dengan umur 20 – 35 tahun proporsi penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi. 3. Terdapat hubungan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012, dimana pada WUS dengan tingkat pendidikan menengah proporsi penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi. 4. Terdapat hubungan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2015, dimana pada WUS yang memiliki anak 3 – 4 proporsi penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi. 5. Terdapat hubungan antara tingkat kekayaan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012, dimana pada WUS dengan tingkat kekayaannya tinggi proporsi penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi. 89
6. Tidak terdapat hubungan antara sumber informasi dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahum 2008 – 2012, dimana pada WUS yang tidak mengakses sumber informasi menggunakan media proporsi pengguna kontrasepsinya lebih tinggi. 7. Tidak terdapat hubungan antara kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012, dimana semakain besar WUS yang tidak dikujungi petugas KB maka proporsi penggunaan kontrasepsinya semakin tinggi. 8. Terdapat Hubungan antara kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012, dimana semakin besar WUs yang mengunjungi fasilitas kesehatan proporsi penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi. 9. Penelitain ini mengacu pada teori Green (1980) untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perilaku penggunaan kontrasepsi. Beberapa variabel seperti sikap, pekerjaan, budaya, dukungan suami dan dukungan dari masyarakat tidak diteliti karena tidak tersedianya data pada data SDKI (2012). 7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberi saran sebagi berikut: 1. Bagi Kementerian Kesehatan RI, diharapakan adanya kebijakan agar bidan ataupun pemberi pelayan KB memberikan informasi yang sesuai dan memberikan pilihan kontrasepsi yang lebih banyak. 2. Pemerintah daerah dapat menigkatkan kegiatan dalam pelaksanaan program KB. Seperti dalam pelayanan KB meningkatkaan ketersediaan prasarana seperti alat / obat kontrasepsi, salah satunya kontrasepsi hormonal yang banyak diminati 90
masyarakat yang berada ditingkat kekayaan rendah dan banyak berkeinginan meggunakan kontrasepsi. Selain itu ketersediaan pelayanan KB diberbagai sarana kesehatan seperti, rumah sakit, puskesmas, puskesdes, bidan untuk memenuhi informasi terkait kontrasepsi. 3. Diharapkan kepada petugas KB untuk meningkatkan pemberian penyuluhan kepada WUS dalam upaya peningkatan pengetahuan dan menyebar luaskan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) agar tetap aktif menggunakan kontrasepsi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan manfaat penggunaan kontrasepsi di Sumatera Utara.
91
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Felecia P. 2010. Kajian Tentang Prevalensi Kontrasepsi Keluarga Berencana Catatan Kecil Dalam Upaya Pencapaian Mdgs 2015 Di Maluku. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian. UNPATTI. Ahmed, S. and W. H. Mosley (2002). "Simultaneity inthe use of maternal-child health care and contraceptives: evidence from developing countries." Demography 39(1): 75-93.
Aritonang, Juneris. 2010. Hubungan Budaya Patriarki Terhadap Keputusan WUS Menjadi Akseptor Keluarga Berencana di Lingkungan VI Simpang Selayang Medan Tuntungan Tahun 2010. Karya Ilmiah. D-IV Bidan Fakultas Keperawatan. Universitas Sumatera Utara. Medan Ali Rifa’i. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur di Wilayah Puskesmas Bahu Kabupaten Gorontalo (Prosiding Seminar Nasional Kependudukan). Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember Arliana, W.O.D., Sarake, M., dan Seweng, A. 2013. Faktor yang berhubungan dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Hormonal pada Akseptor KB di Kelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.Universitas Hasanudin. Makasar. Arum, D., DKK. 2009. Panduan Lengkap Pelayan KB Terkini. Yogyakarta : Penerbit Mitra Cendikia Aryanti, Henry. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Kontrasepsi Pada Wanita Kawin Usia Dini Di Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar. Asih, Leli dan Hadriah Oesman. 2009. Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Jakarta: BKKBN. Badan Pusat Statistik, 2007a. Statistik Indonesia 2007. Jakarta: BPS. BAPPENAS. 2012. Bagian IV: Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat BKKBN. 2006. Buku Saku Bagi Petugas Lapangan Program Kb Nasional Materi Konseling. Jakarta: BKKBN BKKBN. 2009. Petunjuk Tehnis Analisis dan Penilaian Multi Indikator Materi Keluarga Berencan Nasional. Medan: BKKBN BKKBN. 2009. Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Jakarta: BKKBN 92
BKKBN. 2009. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 Provinsi Sumatera Utara. Jakarta: BKKBN BKKBN, 2010. Badan Pelayanan kontrasepsi & Pengendalian Lapangan Program KB Nasional. Jakarta: BKKBN BKKBN. 2010. Pedoman Pelaksanaan Keluarga Berencana Mandiri. Jakarta: BKKBN. BKKBN. 2012. Rencana Aksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Deputi Bidang KB dan KR, BKKBN BKKBN. 2013. Pedoman Penggunaan Alokasi Khusus (DAK) Bidang Keluarga Berencana. Jakarta: BKKBN BPS, Indonesia, 2007. Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: Depkes. BPS. (2013). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: BPS. Childinfo. 2012. A Global Overview of Maternal Mortality. http:/www.childinfo.org/maternalmortality.html. diakses pada tanggal 5 Juli 2014 Pukul 15.22 WIB. Chowdhury, A. H., Islam, S. S., & Karim, A. (2013). Covariates of Neonatal and PostNeonatal Mortality in Bangladesh. Global Journal of Human Social Science. Depkes RI. 2004. Profil Kesehatan Indonesia 2004. Jakarta. Depkes RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta. Dewi, Soi Ropika. 2012. Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Wanita Pus Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universita Sumatera Utara. Dinas Kesehatan Kota Medan, 2009. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2009. Dinkes Medan: Medan. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Dinkes: Sumatera Utara Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012. Dinkes Lampung: Lampung. Effendy, Nasrul, 1998. Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kedokteran EGC. Fatimah. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi ibu Dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi di Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya. Abstrak.
93
Fienalia, Rayni Alus. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universiatas Indonesia, Jakarta. Frost, Jennifer J., Gold , Rachel Benson Gold, Bucek, Amelia. 2012. Specialized Family Planning Clinics in the United States: Why Women Choose Them and Their Role in Meeting Women’s Health Care Needs. Elsevier: Jacobs Institute of Women’s Health Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan BKKBN. Jakarta. 2005. Green, Lawrence W., Kreuteur, Marshall W. Deeds, Sigrid G.. Partridge, Kay B. 1980. Helath Education Planning. California: Mayfield Publishing Company Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Handayani, L., Suharmiati, Hariastuti, I., dan Latifah, C. 2012. Peningkatan Informasi tentang KB: Hak Kesehatan Reproduksi yang perlu Diperhatikan oleh Program Pelayanan Keluarga Berencana. Buletin Penelitian Sistem kesehatan vol 15 no 3 Juli 2012 289-297. Penelitian Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Kementerian Kesehatan RI. Hatmadji, S.h., 2004. Fertilitas (Kelahiran) dalam Dasar-Dasar Demografi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Harahap, Fiona Rachmawaty. 2005. Hubungan Faktor Sosio Demografi, Sosio Psikologi dan Pelayanan KB Terhadap Keikutsertaan KB di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung Tahun 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Hutauruk, A. 2006. Hubungan Karakteristik Wanita Usia Subur (WUS) dan Kualitas Pelayanan KB dengan Utilitas Pelayanan KB di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2006. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Iswarati. 2009. Pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) KB terhadap Pelayanan KB Di Indonesia, Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi. Karlsen, S., Say, L., Souza, J.-P., Hogue, C. J., Calles, D. L., Gülmezoglu, A. M., et al. (2011). The Relationship Between Maternal Education and Mortality Among Women Giving Birth in Health Care Institutions: Analysis of the Cross Sectional WHO Global Survey on Maternal and Perinatal Health. BMC Public Health , 1. Kemenkes RI. 2011. Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas Bagi Kader. Jakarta: Kemenkes RI.
94
Kemenkes RI. (2012). Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012: Etnik Alifuru Seram Desa Waru Kecamatan Bula Kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku. Kemenkes RI , 59 Kemenkes RI. 2013. Rancangan Aksi Nasional Pelayanan Keluarga Berencana Tahun 20142015. Jakarta: Kemenkes RI. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Kemenkes RI. Kemenkes RI. 2013. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Sumatera Utara. Jakarta: Kemenkes RI. Kemenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. Jakarta: Kemenkes RI. Leavell HR and Clark EG. 1965. Preventive Medicine for the Doctor in His Community. New York: McGraw-Hill. Lina, Ketut. Zainal, Syaifuddin dan Yusuf, H.Muh. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keikusertaan Ber-Kb Pasangan Usia Subur Suami Istri Keluarga Ekonomi Rendah Di Desa Rawamangun Kab. Luwu Utara. ISSN. Volume 1 Nomor 1. Mantra, I.B,. 2006. Demografi Umum, Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Manuaba, IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC. Manurung, Ria, dkk. (2002). Kekerasan Terhadap Perempuan Pada Masyarakat Multi Etnik. Yogyakarta : Pusat Studi Kependidikan dan Kebijakan UGM Ford Foundation Mashfufah, Ulfah. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur di Daerah Tertinggal (SDKI 2002 – 2003). Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Mendrofa, Primary Waty. 2012. Hubungan Budaya Patrilineal Terhadap Jumlah Anak Dalam Keluarga Suku Nias di Desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli Tahun 2012. Skripsi. D-IV Bidan Fakultas Keperawatan. Universitas Sumatera Utara. Medan Murti, Bhisma. 2006. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: UGM Press. Mutiara, E. 1998. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pengunaan Kontrasepsi di Wilayah Indonesia Timur (Analisis Data SDKI 1994). Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok. Notoatmodjo, Seokidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Seokidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Seokidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. 95
Notoatmodjo, Seokidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Pinem, Saroha SKM, M.KES. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: TIM. Proverawati A, Islaely AD, Aspuah S. 2009. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika Purba, Junita Tatarini. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008. Tesis. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Rahayu, Ambar, MNS, 2014. Kebijakan dan Strategi Akselerasi Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga TA. 2014. Jakarta: BKKBN. Ratminto dan Winarsih Atik Septi. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Republik Indonesia. 1992. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Keluarga Berencana. Lembaga Negara RI Tahun 1992, No. 10. Jakarta: Sekertariat Negara. Republik Indonesia. 2009. Undang – Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Lembaga Negara RI Tahun 2009, No. 52. Jakarta: Sekertariat Negara. Rohmadiyah, Nurul. 2002. Hubungan Komunikasi, Informasi, Edukasi Dan Pelayanan Kontrasepsi Dengan Status Akseptor Iud Di Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen Tahun 2002. Skripsi. Rohmawati, Ely dkk. 2011. Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Tentang Kontrasepsi Implan (Studi pada WUS di Rw IV Desa Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang). http://jurnal.unimus.ac.id. diakses pada 26 Agustus 2014. Saifuidin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Satria, Yurni. Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi. Pusat Pelatihan Simbolon, Desnal. 2010. Analisis Faktor-Faktor yangBerhubungan dengan Alat Kontrasepsi Pil KB pada Akseptor KB di Desa Pandiangan Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Siregar, Dr. Fazidah A. 2003. Pengaruh Nilai dan Jumlah Anak pada Keluarga Terhadapat Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.
96
Siregar, Menasari. 2010. Analisis Pengunaan Alat Kontrasepsi Suntik pada Aksepto KB di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Sharma , Sharad Kumar, KC, Naresh Pratap, Ghimire, Dhruba Raj. 2011. Ethnic differentials of the impact of the Family PlanningProgram on contraceptive use in Nepal. Demographic Research. volume 25, article 27, page 837-868. Sugiyono. 2002. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Suratun dkk. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media. Tunnisa, Rezki. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kecamatan Soppeng Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar. Uliyah, M. 2010. Panduan Aman dan Sehat Memilih Alat KB. Yogyakarta: Insani. Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC. Wahidin, Muhammad. 2005. Faktor Determinan Pemilihan Metode Kontrasepsi Suntik pada Wanita Akseptor KB di Kecamatan Palu Selatan Kota Palu. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar. Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Offset. WHO. 2013. Familly Planing. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs351/en/. Diakses pad 30 Desembe 2014. Wibawa, Cahya. 2007. Perbedaan Efektifitas Metode Demonstrasi Dengan Pemutaran Video Tentang Pemberantasan DBD Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Anak SD Di Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol 2. Wiknjosastro, Hanifa. Dkk., 2002. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga Cetakan Keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirokardjo. Yustina, Ida., 2007. Pemahaman Keluarga Tentang Kesehatan Reproduksi. Medan: Pustaka Bangsa Press. Zainuddin, Erviana. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih (MKET) Pada Akseptor KB di Kelurahan Tonasa Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar.
97
LAMPIRAN KUESIONER
98
99
100
101
102
103
104
105
106
OUTPUT UJI UNIVARIAT 1. KONTRASEPSI Apakah menggunakan Kontrasepsi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
262
22.1
22.1
22.1
Ya
921
77.9
77.9
100.0
1183
100.0
100.0
Total
2. UMUR umur baru Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
15-19
21
1.8
1.8
1.8
20-35
617
52.2
52.2
53.9
>35
545
46.1
46.1
100.0
Total
1183
100.0
100.0
3. PENDIDIKAN Highest educational level Cumulative Frequency Valid
No Education
Percent
Valid Percent
Percent
17
1.4
1.4
1.4
Primary
319
27.0
27.0
28.4
Secondary
732
61.9
61.9
90.3
Higher
115
9.7
9.7
100.0
1183
100.0
100.0
Total
107
4. JUMLAH ANAK Jumlah Anak Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
5+
195
16.5
16.5
16.5
3-4
399
33.7
33.7
50.2
1-2
506
42.8
42.8
93.0
83
7.0
7.0
100.0
1183
100.0
100.0
0 Total
5. TINGKAT KEKAYAAN Indeks kekayaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Rendah
564
47.7
47.7
47.7
Tinggi
619
52.3
52.3
100.0
Total
1183
100.0
100.0
6. SUMBER INFORMASI sumber informasi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tanpa media
845
71.4
71.4
71.4
Media Elektronik
258
21.8
21.8
93.2
Media Cetak
19
1.6
1.6
94.8
Media Cetak & Elektronik
61
5.2
5.2
100.0
1183
100.0
100.0
Total
108
7. KUNJUNGAN PETUGAS KB Visited by family planning worker last 12 months Cumulative Frequency Valid
No
Valid Percent
Percent
1145
96.8
96.8
96.8
38
3.2
3.2
100.0
1183
100.0
100.0
Yes Total
Percent
8. KUNJUNGAN KE FASILITAS KESEHATAN Visited health facility last 12 months Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
No
785
66.4
66.4
66.4
Yes
398
33.6
33.6
100.0
Total
1183
100.0
100.0
UJI BIVARIAT 1. Hubungan Umur Ibu Case Processing Summary Cases Valid N umur baru * Apakah menggunakan Kontrasepsi
Missing
Percent 1183
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 1183
100.0%
umur baru * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation Apakah menggunakan Kontrasepsi Tidak umur baru
15-19
Count % within umur baru
109
Ya
Total
14
7
21
66.7%
33.3%
100.0%
20-35
Count % within umur baru
>35
Count % within umur baru
Total
Count % within umur baru
144
473
617
23.3%
76.7%
100.0%
104
441
545
19.1%
80.9%
100.0%
262
921
1183
22.1%
77.9%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
27.616a
2
.000
Likelihood Ratio
22.557
2
.000
Linear-by-Linear Association
11.778
1
.001
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
1183
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,65.
Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
S.E.
Wald
umur_baru
Df
Sig.
21.214
2
.000
Exp(B)
Lower
Upper
umur_baru(1)
-2.138
.476
20.207
1
.000
.118
.046
.299
umur_baru(2)
-.255
.145
3.114
1
.078
.775
.583
1.029
Constant
1.445
.109
175.632
1
.000
4.240
a. Variable(s) entered on step 1: umur_baru.
2. Hubungan Pendidikan Case Processing Summary Cases Valid N Highest educational level * Apakah menggunakan Kontrasepsi
Missing Percent
1183
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
Highest educational level * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation
110
N
Percent 1183
100.0%
Apakah menggunakan Kontrasepsi Tidak Highest educational level
No Education
Count % within Highest educational level
Primary
Count % within Highest educational level
Secondary
Count % within Highest educational level
Higher
Count % within Highest educational level
Total
Count % within Highest educational level
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
3
.010
10.430
3
.015
Linear-by-Linear Association
.037
1
.847
N of Valid Cases
1183
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
11.322
a. 1 cells (12,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,77.
111
Ya
Total
7
10
17
41.2%
58.8%
100.0%
73
246
319
22.9%
77.1%
100.0%
146
586
732
19.9%
80.1%
100.0%
36
79
115
31.3%
68.7%
100.0%
262
921
1183
22.1%
77.9%
100.0%
Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B Step 1a
S.E.
Wald
V106
df
Sig.
Exp(B)
10.960
3
.012
Lower
Upper
V106(1)
-.429
.532
.650
1
.420
.651
.229
1.848
V106(2)
.429
.241
3.161
1
.075
1.536
.957
2.464
V106(3)
.604
.221
7.441
1
.006
1.829
1.185
2.822
Constant
.786
.201
15.276
1
.000
2.194
a. Variable(s) entered on step 1: V106.
3. Hubungan Jumlah Anak Case Processing Summary Cases Valid N Jumlah Anak * Apakah menggunakan Kontrasepsi
Missing
Percent 1183
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 1183
100.0%
Jumlah Anak * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation Apakah menggunakan Kontrasepsi Tidak Jumlah Anak
5+
Count % within Jumlah Anak
3-4
Count % within Jumlah Anak
1-2
Count % within Jumlah Anak
0
Count % within Jumlah Anak
Total
Count % within Jumlah Anak
112
Ya
Total
46
149
195
23.6%
76.4%
100.0%
36
363
399
9.0%
91.0%
100.0%
99
407
506
19.6%
80.4%
100.0%
81
2
83
97.6%
2.4%
100.0%
262
921
1183
22.1%
77.9%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square
df
sided)
a
3
.000
277.052
3
.000
82.437
1
.000
3.160E2
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
1183
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,38.
Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B Step 1a
S.E.
Wald
Jumlah_anak
Df
Sig.
78.614
3
.000
Exp(B)
Lower
Upper
Jumlah_anak(1)
4.877
.735
43.975
1
.000
131.185
31.040
554.431
Jumlah_anak(2)
6.012
.737
66.583
1
.000
408.375
96.359
1.731E3
Jumlah_anak(3)
5.115
.725
49.844
1
.000
166.500
40.245
688.829
-3.701
.716
26.739
1
.000
.025
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Jumlah_anak.
4. Hubungan Tingkat Kekayaan Statistics Wealth index N
Valid
Indeks kekayaan
1183
1183
0
0
Missing
Indeks kekayaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Rendah
564
47.7
47.7
47.7
Tinggi
619
52.3
52.3
100.0
Total
1183
100.0
100.0
113
Case Processing Summary Cases Valid N Indeks kekayaan * Apakah menggunakan Kontrasepsi
Missing
Percent 1183
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 1183
100.0%
Indeks kekayaan * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation Apakah menggunakan Kontrasepsi Tidak Indeks kekayaan
Rendah
Count % within Indeks kekayaan
Tinggi
Count % within Indeks kekayaan
Total
Count % within Indeks kekayaan
Ya
Total
157
407
564
27.8%
72.2%
100.0%
105
514
619
17.0%
83.0%
100.0%
262
921
1183
22.1%
77.9%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df
20.238a
1
.000
Continuity Correctionb
19.613
1
.000
Likelihood Ratio
20.291
1
.000
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.000 20.221
1
.000
1183
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 124,91. b. Computed only for a 2x2 table
114
.000
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Indeks kekayaan (Rendah / Tinggi)
Lower
Upper
1.888
1.428
2.497
1.641
1.318
2.043
.869
.816
.925
For cohort Apakah menggunakan Kontrasepsi = Tidak For cohort Apakah menggunakan Kontrasepsi = Ya N of Valid Cases
1183
5. Hubungan Sumber Informasi Case Processing Summary Cases Valid N sumber informasi * Apakah menggunakan Kontrasepsi
Missing
Percent 1183
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 1183
100.0%
sumber informasi * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation Apakah menggunakan Kontrasepsi Tidak sumber informasi
Tanpa media
Count % within sumber informasi
Media Elektronik
Count % within sumber informasi
Media Cetak
Count % within sumber informasi
Media Cetak & Elektronik
Count
115
Ya
Total
203
642
845
24.0%
76.0%
100.0%
41
217
258
15.9%
84.1%
100.0%
4
15
19
21.1%
78.9%
100.0%
14
47
61
% within sumber informasi Total
23.0%
77.0%
100.0%
262
921
1183
22.1%
77.9%
100.0%
Count % within sumber informasi
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
3
.055
Likelihood Ratio
8.053
3
.045
Linear-by-Linear Association
1.914
1
.167
N of Valid Cases
1183
Pearson Chi-Square
7.617
a. 1 cells (12,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,21. Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B
S.E.
Wald
Ste sumber_informasi p1
df
Sig.
Exp(B)
7.504
3
.057
Lower
Upper
a
sumber_informasi(1)
-.060
.315
.036
1
.850
.942
.508
1.746
sumber_informasi(2)
.455
.349
1.703
1
.192
1.577
.796
3.124
sumber_informasi(3)
.111
.640
.030
1
.863
1.117
.319
3.915
1.211
.304
15.822
1
.000
3.357
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: sumber_informasi.
6. Hubungan Kunjungan Petugas KB Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Visited by family planning worker last 12 months * Apakah menggunakan
1183
100.0%
Kontrasepsi
116
0
.0%
1183
100.0%
Visited by family planning worker last 6 months * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation Apakah menggunakan Kontrasepsi Tidak Visited by family planning
No
Count
worker last 12 months
Ya
Total
257
888
1145
22.4%
77.6%
100.0%
5
33
38
13.2%
86.8%
100.0%
262
921
1183
22.1%
77.9%
100.0%
% within Visited by family planning worker last 12 months Yes
Count % within Visited by family planning worker last 12 months
Total
Count % within Visited by family planning worker last 12 months
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df
1.840a
1
.175
Continuity Correctionb
1.341
1
.247
Likelihood Ratio
2.064
1
.151
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
.233
Linear-by-Linear Association
1.838
N of Valid Casesb
1183
1
.175
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,42. b. Computed only for a 2x2 table
117
.120
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Visited by family planning worker last
1.910
.738
4.943
1.706
.748
3.888
.893
.786
1.015
12 months (No / Yes) For cohort Apakah menggunakan Kontrasepsi = Tidak For cohort Apakah menggunakan Kontrasepsi = Ya N of Valid Cases
1183
7. Hubungan Kunjungan Ke Fasilitas Kesehatan Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Visited health facility last 12 months * Apakah
1183
100.0%
0
.0%
1183
100.0%
menggunakan Kontrasepsi
Visited health facility last 12 months * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation Apakah menggunakan Kontrasepsi Tidak Visited health facility last 12
No
months
Count % within Visited health facility last 12 months
Yes
Count % within Visited health facility last 12 months
Total
Count % within Visited health facility last 12 months
118
Ya
Total
190
595
785
24.2%
75.8%
100.0%
72
326
398
18.1%
81.9%
100.0%
262
921
1183
22.1%
77.9%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.017
Continuity Correction
5.375
1
.020
Likelihood Ratio
5.869
1
.015
Pearson Chi-Square
5.725 b
Fisher's Exact Test
.018
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
5.720
1
.017
1183
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 88,15. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Visited health facility last 12 months (No /
1.446
1.068
1.958
1.338
1.049
1.706
.925
.871
.983
Yes) For cohort Apakah menggunakan Kontrasepsi = Tidak For cohort Apakah menggunakan Kontrasepsi = Ya N of Valid Cases
1183
119
.010