perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN MAWAR MERAH (Rosa Damascena Mill) SEBAGAI PEWARNA ALAMI BERBASIS ANTOSIANIN
Disusun oleh:
Dewi Nugrahawati M0207032
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari, 2012
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual skripsi saya yang berjudul “ Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Menggunakan Mawar Merah (Rosa damascena Mill) Sebagai Pewarna Alami Berbasis Antosianin ” adalah hasil kerja saya atas arahan pembimbing dan sepengetahuan saya hingga saat ini, isi skripsi tidak berisi materi yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau materi yang telah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di Universitas Sebelas Maret atau di Perguruan Tinggi lainnya, jika ada maka telah dituliskan di daftar pustaka skripsi ini dan segala bentuk bantuan dari semua pihak telah ditulis di bagian ucapan terimakasih. Isi skripsi ini boleh dirujuk atau difotokopi secara bebas tanpa harus memberitahu penulis.
Surakarta, 5 Januari 2012
DEWI NUGRAHAWATI
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Katakanlah, “Dialah Allah Yang Maha Esa.” Allah adalah tempat bergantung semua urusan. Dia tidak melahirkan dan dilahirkan. Dan tidak ada satupun yang setara dengan-Nya. (QS.Al-Ikhlas :1-4) “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim :7) Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu” (QS. Al-Baqarah : 216) Nasehat itu ibarat salju, makin lembut ia jatuh, makin lama ia bertahan dan makin dalam ia menyelam ke dalam pikiran (Samuel Taylor Coleridge) Karya ini saya persembahkan Untuk: alm. Bapak Ibu Om Har & Bulek Mas fajar, dik lia, yaya Rukmini Dwi A Elis Roifah Sephtya Prita M Latifah Sila SPW Teman-teman Fisika UNS Angkatan 2007 commit to user iv
Pembaca
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Dewi Nugrahawati
Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Menggunakan Mawar Merah (Rosa damascena Mill) Sebagai Pewarna Alami Berbasis Antosianin Fabrikasi Dye sensitized Solar Cell (DSSC) menggunakan pewarna alami ekstrak antosianin dari mawar merah (Rosa damascena Mill) sebagai fotosensitizer telah dilakukan. Sel surya dibentuk dengan struktur sandwich, dimana dua elektroda mengapit elektrolit polimer PEG (polyethylene glycol) yang mengandung kopel redoks I-/I3-. Elektroda pertama yaitu elektroda kerja yang berupa lapisan TiO2 pada substrat kaca berlapis bahan TCO (Transparant Conducting Oxide) disensitisasi dengan dye antosianin sebagai donor elektron dalam sistem sel surya ini. Elektroda lawan merupakan elektroda kedua yang berupa lapisan karbon pada kaca TCO (Transparant Conducting Oxide). Sel yang difabrikasi memiliki luas 1 cm2, sel direndam dengan dye antosianin dengan memvariasi waktu perendaman, masing-masing direndam selama 1 jam, 12 jam, 24 jam, dan 36 jam. Sel-sel ini diuji dengan penyinaran menggunakan lampu Halogen 800 Watt dengan intensitas 262,2 W/m2 pada jarak 5 cm. Hasil pengujian sel-sel ini memperlihatkan efisiensi untuk masing-masing sel dengan variasi perendaman yaitu 0,0009 %, 0,0036 %, 0,0037 %, dan 0,0077 %. Sedangkan dengan menggunakan I-Vmeter Keithley dengan intensitas 1599 W/m2 menghasilkan efisiensi sebesar 0,000846 %, 0,0010%, 0,00154%, 0,0118%. Kata Kunci : Mawar Merah (Rosa damascena Mill), dye, perendaman
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Fabrication Of Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) That Using Red Rose (Rosa damascena Mill) As Natural Dyes Based The Anthocyanin
Fabrication of Dye sensitized Solar Cell (DSSC) using natural dyes extracted anthocyanins from red roses (Rosa damascena Mill) as a photosensitizer has been done. Solar cell is formed structurally a sandwich, where two electrodes sandwiching hold the polymer electrolyte PEG (polyethylene glycol) containing redox coupling I-/I3-. The first electrode is the working electrode in the form of TiO2 coating on a glass substrate coated TCO materials (Transparant Conducting Oxide) disensitisasi with anthocyanin dye as an electron donor in these solar cell systems. Counter electrode is a second electrode in the form of carbon coating on the glass TCO (Transparant Conducting Oxide). Cells that are fabricated having an area of 1 cm2, soaked cell with dye anthocyanin soaking time, each soaking for 1 hour, 12 hours, 24 hours, and 36 hours. These cells were tested by irradiation using a 800 Watt Halogen lamp with intensity of 262.2 W/m2 at a distance of 5 cm. The results of testing of these cells showed efficiencies for each cell with variation of immersion that is 0.0009 %, 0.0036 %, 0.0037 % and 0.0077 %. While using the I-Vmeter Keithley 1599 W/m2 intensity produces an efficiency of 0.000846 %, 0.0010 %, 0.00154 %, 0.0118 %. Keywords : Red Rose (Rosa damascena Mill), dye, soaked
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kemudahan dan limpahan rahmat kepada penulis, sehingga dengan ridho-Nya tersebut penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul “Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Menggunakan Mawar Merah (Rosa damascena Mill) Sebagai Pewarna Alami Berbasis Antosianin” ini, guna memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Laporan Penelitian skripsi ini dapat diselesaikan berkat Allah SWT dan beberapa pihak lain yang telah dengan suka rela membantu penulis, baik dengan pikiran dan tenaganya. Oleh karena itu dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Pihak Dikti yang telah memberi dana untuk penelitian ini. 2. Ir. Ari Handono Ramelan, M. Sc, Ph. D, selaku pembimbing I yang senantiasa membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Drs. Harjana M.Si, Ph.D selaku pembimbing II atas kesabarannya untuk selalu memberikan pengarahan dan bimbingan selama proses penyelesaian skripsi. 4. Dra. Soeparmi MA, Ph. D, selaku pembimbing akademik penulis yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis. 5. Teman – teman material (Mini, Ana, Endah, Novi, Nika, Tamy) yang telah membagi jadwal ngelabnya serta kerjasama dalam penggunaan alatnya, mbak Latifah, serta teman-teman Jurusan Fisika FMIPA UNS angkatan 2007. Semoga Allah membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amin. Penulis berharap semoga laporan penelitian skripsi ini dapat bermanfaat. Surakarta, 5 Januari 2012 Penulis commit to user vii
Dewi Nugrahawati
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUBLIKASI
Dewi. N. Rukmini. D. A. Ari. H. R. Harjana. (2011). Natural anthocyanin extracted from Rose (Rosa damascena Mill) as photosensitizer for dye-sensitized solar cell (DSSC). ICXSM, Paragon, Solo, 10-13
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv HALAMAN ABSTRAK ................................................................................... v HALAMAN ABSTRACT ................................................................................. vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii DAFTAR PUBLIKASI ......................................................................................viii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii DAFTAR SIMBOL.............................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 4 1.3 Batasan Masalah .............................................................................. 5 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 5 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 6 2.1. Sel Surya ......................................................................................... 6 commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.1.1 Sel Surya Konvensional .......................................................... 6 2.1.2 Fotoelektrokimia Sel Surya ..................................................... 7 2.1.3 Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) .......................................... 7 2.2. Kinerja DSSC ....................................................................................10 2.3. Material Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) ................................... 12 2.3.1. Semikonduktor TiO2 ............................................................ 12 2.3.2. Pewarna (dye) Antosianin Bunga Mawar Merah (Rosa damascena Mill) ......................................................................... 15 2.3.3 Elektrolit .............................................................................. 18 2.3.4 Counter Elektrode ............................................................... 20 2.3.5 FTO (Fluorine doped Tin Oxide) ......................................... 20 2.4. X-Ray Diffraction (XRD) ............................................................... 21 2.5. Scanning Electron Microscope (SEM)............................................ 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 25 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 25 3.2. Alat dan Bahan yang Digunakan .................................................... 25 3.2.1. Peralatan .............................................................................. 25 3.2.2. Bahan yang Digunakan ....................................................... 26 3.3 Metode Penelitian ........................................................................... 27 3.3.1. Prosedur penelitian ............................................................. 28 3.3.1.1. Pembuatan Bubuk TiO2 ........................................... 28 3.3.1.2. Pembuatan Pasta TiO2 .............................................. 29 3.3.1.3. Preparasi Deposisi Lapisan Tipis TiO2 ..................... 30 3.3.1.4. Ekstraksi Larutan Dye .............................................. 30 3.3.1.5. Preparasi elektrolit ................................................... 31 commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.3.1.6. Pembuatan Pasta Carbon .......................................... 31 3.3.1.7.Preparasi deposisi lapisan tipis Carbon...................... 32 3.3.1.8 Fabrikasi DSSC ........................................................ 32 3.4 Teknik Analisa Data ........................................................................ 33 3.4.1. Karakterisasi Absorbansi Dye Mawar Merah (Rosa damascena Mill) dan Absorbansi Lapisan TiO2 yang Telah Direndam ................................................................................... 33 3.4.2. Karakterisasi Struktur Kristal Dan Ukuran Kristal TiO2 ....... 34 3.4.3. Karakterisasi Morfologi TiO2 ............................................... 35 3.4.4. Karakterisasi Arus dan Tegangan Sel Surya dengan I-V meter Keithley 2400 Source Meter ........................................................ 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 37 4.1 Karakterisasi Bubuk TiO2 dengan X-Ray Diffraction (XRD) ........... 37 4.2 Analisis Morfologi Bubuk TiO2 ....................................................... 41 4.3 Karakteristik Absorbansi dye dan Lapisan Tipis TiO2 yang Telah Direndam .................................................................................... 43 4.4 Karakteristik Arus–Tegangan Sel Surya dengan Rangkaian ............. 46 4.5 Karakteristik Arus–Tegangan Sel Surya dengan I-V meter Keithley ........................................................................................... 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 53 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 53 5.2 Saran .............................................................................................. 54 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 55 LAMPIRAN ................................................................................................... 59
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Perbandingan Sifat TiO2 Untuk Fase Kristal Rutile dan Anatase ........14 Tabel 4.1 Jarak Antar Bidang dan Fase Bubuk TiO2 yang Disintesis .................39 Tabel 4.2 Parameter kisi a pada bubuk TiO2 yang dikalsinasi pada suhu 600oC .... ................................................................................................................ 41 Tabel 4.3 Parameter kisi c pada bubuk TiO2 yang dikalsinasi pada suhu 600oC .... ................................................................................................................ 41 Tabel 4.4 Efisiensi Sel Surya dengan Variasi Perendaman dengan Rangkaian ...... ................................................................................................................46 Tabel 4.5 Efisiensi Sel Surya dengan Variasi Perendaman dengan I-Vmeter Keithley.............................................................................................52 Tabel 1. Data Jarak Antar Bidang Pada Suhu Calsinasi 600oC...........................60 Tabel 2. Data Ukuran Kristal Bubuk TiO2 Pada Suhu Calsinasi 600oC..............61 Tabel 3. a. Data Parameter Kisi a, Fase Anatase dan Rutile Pada Bubuk TiO2...62 Tabel 3. b. Data Parameter Kisi c Untuk Fase Anatase dan Rutile Pada Bubuk TiO2...................................................................................................63 Tabel 4. Data I (Arus)-V(tegangan) Menggunakan Rangkaian...........................64 Tabel 5. Data Pengukuran Arus (I) dan Tegangan (V) dengan Perendaman 1 Jam.........................................................................................................67 Tabel 6. Data Pengukuran Arus (I) dan Tegangan (V) dengan Perendaman 12 Jam.........................................................................................................69 Tabel 7. Data Pengukuran Arus (I) dan Tegangan (V) dengan Perendaman 24 Jam.........................................................................................................71 Tabel 8. Data Pengukuran Arus (I) dan Tegangan (V) dengan Perendaman 36 Jam.........................................................................................................74 commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Susunan Satu Sel DSSC Seperti Sandwich ...................................... 8 Gambar 2.2 Prinsip Kerja DSSC ........................................................................ 8 Gambar 2.3 Kurva Karakteristik untuk Menentukan Fill Factor........................10 Gambar 2.4 Karakteristik I-V pada sel surya .....................................................10 Gambar 2.5 Pita-pita Energi Sebuah Semikonduktor .........................................12 Gambar 2.6 Struktur kristal TiO2 anatase ..........................................................13 Gambar 2.7 Struktur kristal TiO2 rutile .............................................................13 Gambar 2.8 Posisi pita energi berbagai macam semikonduktor .........................15 Gambar 2.9 Bunga Mawar Merah (Rosa damascena Miil) ...............................17 Gambar 2.10 Struktur Molekul Antosianin Jenis Sianin dari Mawar Merah (Rosa damascenaMill)...............................................................................18 Gambar 2.11 Pergerakan Elektron Dalam DSSC................................................ 19 Gambar 2.12 Difraksi Sinar X Pada Kristal .......................................................22 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................27 Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Bubuk TiO2. ...........................................29 Gambar 3.3 Pasta TiO2 ......................................................................................29 Gambar 3.4 Pembuatan Bubuk TiO2 ................................................................29 Gambar 3.5 Ilustrasi Skema Area Deposisi Pasta TiO2 ......................................30 Gambar 3.6 Larutan Dye Mawar Merah (Rosa damascena Mill) ......................31 Gambar 3.7 Pasta Carbon. .................................................................................31 Gambar 3.8 Ilustrasi Skema Area Deposisi Pasta Carbon .................................32 commit to user Gambar 3.9 Ilustrasi sandwich DSSC ...............................................................32 xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.10 Spektrofotometer UV-Visible Lambda 25 ....................................33 Gambar 3.11 XRD Bruker D8 Advance ...........................................................34 Gambar 3.12 Gambar skema rangkain uji I-V ...................................................35 Gambar 3.13 Gambar Alat I-V meter Keithley 2400 Source Meter ....................36 Gambar 4.1 Karakterisasi XRD Pada Pola Difraksi Bubuk TiO2 dengan Suhu Calsinasi 600oC ..............................................................................38 Gambar 4.2 Bubuk TiO2 Setelah dikalsinasi 600oC ...........................................40 Gambar 4.3. a. Morfologi Permukaan Lapis Tipis TiO2 perbesaran 103 X.........42 b. Morfologi Permukaan Lapis Tipis TiO2 perbesaran 500 X ........42 Gambar 4.4 Ekstrak dye dengan Warna Merah dan Lapisan TiO2 yang direndam ...............................................................................44 Gambar 4.5 Spektrum Absorbansi dye mawar merah (Rosa damascena Mill)....44 Gambar 4.6 Spektrum Absorbansi Dye dan Lapisan TiO2 dengan Variasi Waktu Perendaman.............................................................45 Gambar 4.7 Rangkaian Pengujian sel DSSC......................................................46 Gambar 4.8 Kurva I-V sel Surya dengan Variasi Waktu Perendaman................47 Gambar 4.9 Pengujian dengan Alat I-Vmeter Keithley.......................................49 Gambar 4.10 (a) Kurva I-V dengan waktu perendaman 1 jam .........................50 (b) Kurva I-V dengan waktu perendaman 12 jam .......................50 (c) Kurva I-V dengan waktu perendaman 24 jam .......................51 (d) Kurva I-V dengan waktu perendaman 36 jam ......................51
DAFTAR SIMBOL commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Simbol
Keterangan
Satuan
P
Daya
watt
V
Tegangan
volt
I
Arus listrik
ampere
Η
Efisiensi
%
T
Suhu
kelvin
t
Waktu
sekon
Panjang gelombang
meter
ρ
Massa jenis
g/cm3
Eg
Celah energy
eV
Θ
Sudut
radian
DAFTAR LAMPIRAN commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 1. Database JCPDS Kristal TiO2 Fase Anatase dan Rutile................................................................................................59 Lampiran 2. Data Jarak Antar Bidang Pada Suhu Calsinasi 600oC ....................60 Lampiran 3. Data Ukuran Kristal Bubuk TiO2 Pada Suhu Calsinasi 600oC ........61 Lampiran 4. Data Parameter Kisi Untuk Fase Anatase dan Rutile Pada Bubuk TiO2 dengan Suhu Calsinasi 600oC .................................................62 Lampiran 5. Data I (Arus)-V(tegangan) Menggunakan Rangkaian ....................64 Lampiran 6. Data Pengukuran Arus (I) dan tegangan (V) Sel DSSC dengan Menggunakan IV-meter Keithley .....................................................67
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Permasalahan energi bagi kelangsungan hidup manusia merupakan masalah
besar yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Hal ini dikarenakan pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia sehingga kebutuhan manusia akan sumber energi meningkat. Jumlah energi di seluruh dunia itu sendiri masih didominasi oleh sumber-sumber energi fosil utama yaitu minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Energi baru dan terbarukan mulai mendapat perhatian sejak terjadinya krisis energi dunia pada tahun 70-an. Dalam peraturan presiden RI No.5/2006 tentang kebijakan Energi Nasional, tercantum target peningkatan energi terbarukan sebanyak 5%. Oleh karena itu beberapa sumber energi terbarukan disarankan sebagai alternative untuk mengatasi krisis energi saat ini diantaranya adalah sumber energi surya, biomassa, angin dan tenaga air (Kusumandari, 2009). Indonesia memiliki banyak potensi energi terbarukan, seperti tenaga air (termasuk minihidro), panas bumi, biomasa, angin dan surya (matahari) yang bersih dan ramah lingkungan, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Belum optimalnya pemanfaatan energi terbarukan disebabkan biaya pembangkitan pembangkit listrik energi terbarukan, seperti tenaga surya, tidak dapat bersaing dengan biaya pembangkitan pembangkit listrik berbahan bakar energi fosil (bahan bakar minyak, gas bumi, dan batubara). Energi matahari bisa diubah menjadi listrik menggunakan efek fotovoltaik. Kata fotovoltaik mempunyai dua bagian : photo, diturunkan dari bahasa Yunani untuk cahaya dan volt yang berhubungan dengan listrik. Sehingga secara bahasa, fotovoltaik dapat diartikan cahaya-listrik. Proses perubahan cahaya (foton) menjadi listrik (voltase) disebut efek fotovoltaik. Secara geografis, Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa, sehingga commit to user Indonesia mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan intensitas 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
radiasi matahari rata-rata sekitar 4,8 kWh/m2
per hari di seluruh wilayah
Indonesia (Irawan dan Ira, 2006). Dengan melimpahnya energi surya tersebut, Indonesia berpotensi untuk mengembangkan tenaga solar cell sebagai energi alternatif. Energi surya memungkinkan sebagai pembangkit energi di daerah-daerah terpencil. Hal inilah yang menjadi dasar dilakukannya pengembangan penelitian dalam pembuatan sel surya. Sel surya berbasis silikon merupakan jenis sel surya yang banyak digunakan saat ini. Walaupun sel surya sekarang didominasi oleh bahan silikon, masalah mahalnya biaya produksi dan proses fabrikasinya yang tidak sederhana menjadi suatu kendala. Seiring dengan perkembangan teknologi, dominasi tersebut bertahap mulai tergantikan dengan hadirnya sel surya generasi terbaru, yaitu Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC). Keunggulan dari DSSC adalah tidak memerlukan bahan dengan kemurnian tinggi sehingga biaya produksinya relatif rendah. Selain itu, berbeda dengan sel surya konvensial yang semua proses melibatkan bahan silikon itu sendiri, pada DSSC absorpsi cahaya dan separasi muatan listrik terjadi pada proses yang terpisah. Absorpsi cahaya dilakukan oleh molekul dye dan separasi muatan oleh semikonduktor anorganik nanokristal yang memiliki celah pita besar. Salah satu semikonduktor yang sering digunakan adalah TiO2 (titanium dioksida). Hal ini dikarenakan TiO2 relatif murah, banyak dijumpai dan juga tidak beracun (Grätzel, 2003). Salah satu sensitizer yang paling efisien diproduksi dari koordinasi transisi senyawa
logam berat, yaitu polypyridyl rutenium kompleks. Secara umum,
koordinasi logam transisi senyawa (Ruthenium kompleks polypyridyl) efektif digunakan sebagai sensitizer, karena penyerapan intens transfer terlihat utuh dan sangat efisien. Namun, ruthenium polypyridyl
kompleks mengandung logam
berat, yang tidak diinginkan dari sudut pandang aspek lingkungan. Selain itu, proses untuk mensintesisnya rumit dan mahal (Hao, et.al., 2006). Sensitizer merupakan komponen penting dalam DSSC. Untuk mengatasi potensi toksinitas kompleks anorganik ruthenium polypyridyl yang digunakan, to user perlu dicari sensitizer alternative commit yang tidak bersifat toksik dan mahal. Beberapa
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
penelitian telah dilakukan menggunakan zat warna organik sebagai sensitizer sel surya. Sebagian besar senyawa organik berasal dari sumber hayati yaitu tumbuhtumbuhan. Penelitian yang telah ada membuktikan bahwa dye yang berasal dari alam dapat digunakan sebagai fotosensitizer, misalnya pada penelitian ekstrak buah delima (Arifin, 2011), buah berry (Smestad dan Gratzel,1998), buah duwet (Garcia, et.al., 2002), dan penelitian Zhou, et.al (2011), tentang penggunaan 20 pewarna alami dalam DSSC. Pewarna alami dapat digunakan untuk tujuan yang sama meskipun dengan efisiensi yang lebih rendah. Kelebihan pewarna alami dibandingkan dengan pewarna buatan antara lain yaitu ketersediaan dan biaya yang rendah (Hao, et.al., 2006). Sensitisasi semikonduktor biasanya menggunakan antosianin yang berasal dari pigmen alami. Hal ini karena antosianin memiliki keunggulan yang lebih dari klorofil sebagai sensitizer DSSC (Hao, et.al., 2006). Senyawa antosianin memiliki gugus karbonil dan hidroksil pada struktur molekulnya, sehingga membuatnya mampu berikatan kimia dengan permukaan TiO2.. Antosianin berpotensi dipergunakan sebagai sensitizer karena memiliki spektrum cahaya dalam rentang yang cukup lebar, dari merah hingga biru. Sementara, pada klorofil terdapat gugus alkil pada struktur molekulnya yang tidak bisa berikatan kimia dengan lapisan TiO2. Demikian pula, rantai alkena yang panjang yang dimiliki klorofil dan karoten juga mencegah terjadinya ikatan yang efektif ke permukaan TiO2. Oleh karena itu, klorofil dan karoten sedikit dapat diserap oleh lapisan TiO2. (Hao, et.al., 2006). Antosianin dapat digunakan sebagai pH-indikator, karena banyak dari antosianin mengubah warna tergantung pada pH lingkungan mereka (Hedbor and Klar, 2005). Bunga mawar merupakan tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alami pada makanan dan kosmetik. Kandungan kimia bunga mawar yaitu flavonoid dan polifenol. Flavonoid adalah kelompok pigmen antosianin yang banyak tersebar pada organ tanaman, terutama pada bagian bunga (ditemukan hampir 30% terkandung dalam berat keringnya). Sehingga bunga mawar mengandung commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
antosianin yang dapat digunakan sebagai dye pada Dye-sensitized solar cell (DSSC) (Devi, 2009). Berdasarkan
penelitian
BPPT
(Badan
Pengkajian
dan
Penerapan
Teknologi), di Indonesia berkembang aneka jenis mawar hibrida yang berasal dari Holand (Belanda). Mawar yang banyak peminatnya adalah tipe Hybrid Tea dan Medium, memiliki variasi warna bunga cukup banyak, mulai putih sampai merah padam dan tingkat produktivitas tinggi: 120-280 kuntum bunga/m2 /tahun. Tidak adanya polusi suara, ramah lingkungan, penggunaan pewarna alami yang relatif murah dan mudah didapatkan, serta ketersediaan energi surya dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu yang relatif panjang membuat energi surya memiliki prospek yang baik dalam pengembangan energi untuk kehidupan mendatang. Hal ini dapat didukung dengan ditelitinya teknik-teknik baru terkait sel surya untuk dapat memperoleh sel surya yang lebih murah dan efisien. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja DSSC adalah lama perendaman di dalam dye. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengaruh lama perendaman terhadap kinerja dari sel surya. Sel surya yang dikembangkan menggunakan dye dari ekstrak bunga mawar merah (Rosa damascena Mill) dengan memvariasi waktu perendaman. Sel surya yang tersentisasi dye akan dipengaruhi lama perendaman sampel di dalam dye, yakni semakin lama perendaman akan mempengaruhi arus dan tegangan yang dihasilkan. Arus dan tegangan yang dihasilkan menjadi semakin besar, dan juga sebaliknya (Ayu, 2011).
1.2.
Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh variasi waktu perendaman pada dye mawar merah (Rosa damascena Mill) terhadap nilai serapannya. 2. Bagaimana pengaruh dye alami dari mawar merah (Rosa damascena Mill) terhadap efisiensi sel surya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
1.3.
5 digilib.uns.ac.id
Batasan Masalah Beberapa batasan perlu diberikan agar permasalahan yang akan dibahas
menjadi terarah. Batasan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan bubuk TiO2 dengan suhu kalsinasi 600oC. 2. Pembuatan lapisan TiO2 menggunakan metode slip casting (pelapisan dengan spatula). 3. Penggunaan mawar merah (Rosa damascene Mill) sebagai dye nya. 4.
Parameter yang akan dikaji yaitu serapan dye alami mawar merah (Rosa damascene Mill) dan lapisan TiO2 yang telah direndam dye dengan variasi waktu perendaman, pengukuran arus dan tegangan yang dihasilkan pada masing-masing variasi perendaman, serta nilai efisiensi sel surya yang dihasilkan.
1.4.
Tujuan Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan prototype Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) yang dapat mengkonversi energi surya menjadi listrik. 2. Menentukan pengaruh variasi waktu perendaman dye alami mawar merah (Rosa damascena Mill) terhadap nilai serapannya. 3. Menentukan pengaruh dye alami dari mawar merah (Rosa damascena Mill) terhadap nilai efisiensi sel surya
1.5.
Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilakukan, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Mengkaji pembuatan DSSC sebagai sarana alternatif dalam pemanfaatan energi dari sinar matahari sebagai energi yang terbarukan. 2. Menghasilkan sel surya dengan memanfaatkan bahan-bahan organik yang mudah diperoleh di lingkungan sekitar. 3. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Sel Surya Sel surya adalah suatu perangkat yang memiliki kemampuan mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik dengan menerapkan prinsip Photovoltaic (PV). Photovoltaic merupakan bidang penelitian dan teknologi yang berhubungan dalam pengembangan sel surya yang menggunakan solar energi. Sel surya dirancang khusus untuk menangkap energi yang berasal dari matahari, sedangkan Photovoltaic (PV) cell menggunakan sumber energi yang tidak hanya berasal dari matahari. Sistem photovoltaic bekerja dengan prinsip efek photovoltaic. Efek photovoltaic pertama kali ditemukan oleh Henri Becquerel pada tahun 1839. Efek photovoltaic merupakan peristiwa dimana suatu sel photovoltaic dapat menyerap energi cahaya dan merubahnya menjadi energi listrik. Efek photovoltaic didefinisikan sebagai suatu peristiwa munculnya beda potensial akibat kontak dua elektroda yang dihubungkan sistem padatan atau cairan saat disinari cahaya (Tiwari dan Dubey, 2010). Sel surya dapat dikategorikan berdasarkan bahan penyusun sel surya yaitu sel surya tipe organik dan anorganik 2.1.1. Sel Surya Konvensional Sel surya konvensional terdiri dari lapisan silikon. Sel ini mengubah cahaya menjadi energi listrik menggunakan efek photovoltaic. Serapan cahaya dalam sel surya menyebabkan elektron tereksitasi dan menyebabkan terjadinya pasangan electron-holes. Perpindahan elektron dan holes menyebabkan sel surya bekerja. Tetapi untuk menghindari rekombinasi prematur elektron dan hole, Si harus sangat murni dan bebas dari kerusakan. Sel surya konvensional lain yang menggunakan semikonduktor klasik seperti C-Si, CdS/CdTe, CdS/CdInSe juga memiliki beberapa kendala seperti sel surya Si yaitu membutuhkan biaya produksi commit to user yang cukup tinggi, rumit dan menyebabkan masalah lingkungan karena 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
pemakaian logam berat. Diantara sel surya berbasis bahan semikonduktor, sel surya fotoelektrokimia yang menggunakan zat warna sebagai sensitiser mempunyai beberapa kelebihan antara lain biaya produksi murah dan ramah lingkungan (Yen, 2010). 2.1.2. Fotoelektrokimia Sel Surya Sel fotoelektrokimia, merupakan sel surya organik yang tersensitasi zat warna, sel ini memanfaatkan reaksi fotokimia untuk menghasilkan listrik. Sel fotoelektrokimia, memiliki kelebihan dibandingkan dengan sel surya silikon, antara lain rendahnya biaya untuk memproduksi, dan rentang yang luas dalam penyerapan cahaya tampak. Pada umumnya, struktur sel dalam struktur sandwich, dengan substrat transparan sebagai lapisan atas dan bawah yang bersifat Transparan Conductive Oxide (TCO) (Yen, 2010). 2.1.3. Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) Gratzel pada tahun 1991 menemukan bahwa TiO2 (titanium dioksida) yang disensitasi oleh dye dalam larutan elektrolit dapat menghasilkan arus listrik dengan efisiensi 7,1 %. Solar ini kemudian disebut sebagai Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC). Peningkatan efisiensi dari DSSC terus dikembangkan. Hingga saat ini efisiensi maksimal yang berhasil didapatkan yaitu 10 % (Gratzel, 2003). Dye sensitized solar cell (DSSC) merupakan sel surya yang tersensitasi oleh zat warna. Sel surya ini dapat mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. DSSC tersusun dari tiga komponen utama yaitu elektroda kerja (working electrode), elektroda lawan (counter electrode) dan larutan elektrolit. Elektroda kerja merupakan lapis tipis TiO2 pada substrat kaca transparan berkonduksi (Transparant Conductive Oxide) yang mengadsorp zat warna kompleks Ru (II) sebagai sensitiser. Sedangkan elektroda lawan pada sel Grätzel berupa substrat kaca transparan berkonduksi yang dilapisi platina (Pt) sebagai katalis reaksi redoks. Larutan elektrolit yang digunakan adalah pasangan redoks I-/I3- dalam pelarut organik. Adapun susunan satu sel DSSC dapat dilihat pada Gambar 2.1. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Gambar 2.1 Susunan Satu Sel DSSC Seperti Sandwich Elektroda kerja merupakan lapis tipis TiO2 pada substrat kaca transparan. Energi yang diterima DSSC mengakibatkan tereksitasinya electron dari pita HOMO (High Occupied Molecular Orbital) ke pita LUMO (Low Unoccupied Molecular Orbital). Karena adanya perbedaan tingkat energi dari pita konduksi semikonduktor TiO2 yang lebih rendah dibandingkan dengan orbital LUMO pada dye, maka akan menyebabkan terjadinya perpindahan elektron dari orbital LUMO dye ke pita konduksi dari semikonduktor dan selanjutnya menuju ke kaca konduktif yang transparan, prinsip kerja tersebut dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2. 2.
Gambar 2. 2 Prinsip Kerja DSSC (Grätzel, 2003) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Terjadinya eksitasi elektron dari orbital HOMO ke orbital LUMO, menyebabkan terjadinya hole pada orbital HOMO. Hole ini kemudian diregenerasi kembali oleh pemberian elektron dari elektrolit yang digunakan. Hal ini mengakibatkan pada sisi counter electrode akan lebih bermuatan positif dan mempunyai potensial positif. Sedangkan pada sisi TCO (Transparant Conductive Oxide) yang terlapisi TiO2 sebagai semikonduktor akan mempunyai potensial negatif. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya perbedaan beda potensial antara kedua elektroda tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya aliran listrik jika antara kedua elektroda tersebut diberi beban. Walaupun mekanisme tegangan yang dihasilkan dari DSSC belum diketahui secara pasti. Beda potensial maksimum antara kedua elektroda adalah selisih antara level fermi semikonduktor dan potensial redoks pada elektrolit seperti yang ditunjukkan Gambar 2.2. Radiasi sinar matahari dapat ditangkap oleh lapis tunggal sensitiser yang teradsorb pada permukaan titania. Morfologi mesopori titania memegang peranan penting dalam penangkapan sinar matahari. Morfologi tersebut menyebabkan foton yang masuk ditangkap secara efisien oleh sensitizer meskipun titania hanya tertutup lapis tunggal zat warna. Fotoeksitasi zat warna memicu dua reaksi redoks siklis berpasangan, yang pertama melibatkan zat warna dan yang kedua melibatkan iodida/triiodida (Grätzel, 2001). Jumlah zat warna yang teradsorp sebagai lapis tunggal pada permukaan lapisan titania akan mempengaruhi efisiensi sel surya. Makin besar jumlah zat warna yang teradsorb, makin tinggi pula efisiensi sel surya. Perbedaan morfologi permukaan mempengaruhi kinerja sel surya. Naiknya porositas lapis tipis dan turunnya jumlah partikel yang mengalami agregasi menyebabkan Isc yang dihasilkan sel surya lebih tinggi. Kemudian pemilihan semikonduktor, dye, dan larutan elektrolit harus diperhatikan. Injeksi elektron dari pita LUMO zat warna ke pita konduksi TiO2 dapat berlangsung apabila tingkat energi pita LUMO lebih tinggi dari pada tingkat energi pita konduksi TiO2. Disisi lain larutan elektrolit yang digunakan juga harus mempunyai tingkat energi lebih besar dibandingkan dengan pita HOMO zat warna.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
2.2. Kinerja DSSC Kinerja sel surya dapat dilihat berdasarkan efisiensi konversi energi cahaya ke listrik. Nilai efisiensi dari sebuah sel surya dapat dihitung melalui grafik arusvoltase (I-V) yang dihasilkan. Gambar 2. 3 menunjukkan kurva karakteristik untuk memenentukan Fill Factor. Sedangkan Gambar 2. 4 merupakan kurva karakteristik I-V pada sel surya.
Faktor Kurva (Fill Factor)
Gambar 2. 3 Kurva Karakteristik untuk Menentukan Fill Factor (Halme, 2002) Keterangan pada Gambar 2. 3 : 1.
Tegangan rangkaian terbuka (Open Circuit Voltage); Voc
2.
Arus hubungan pendek (Short Circuit Current); Isc
3.
Fill Factor (FF) Fill Factor adalah ukuran kuantitatif kualitas sistem sel surya, serta
merupakan ukuran luas persegi kurva I-V, dimana fill factor dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut :
𝐹𝐹 =
𝑉 𝑚𝑎𝑥 𝐼 𝑚𝑎𝑥 𝑉 𝑂𝐶 𝐼𝑆𝐶
(2. 1) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
dimana, Imax : arus yang dihasilkan pada saat daya maksimum dari solar sel (ampere) Vmax : tegangan yang dihasilkan pada saat daya maksimum dari solar sel (volt) ISC
: arus yang dihasilkan ketika terjadi hubungan pendek (beban mendekati 0 Ω) (ampere)
VOC : tegangan yang dihasilkan ketika belum terjadi aliran arus (volt)
Gambar 2. 4 Karakteristik I-V pada sel surya (Tiwari dan Dubey, 2010) Efisiensi sel surya dapat didefinisikan sebagai : 𝑃
𝜂 = 𝑃 𝑀𝐴𝑋 100% 𝐿𝑖𝑔 ℎ 𝑡
(2. 2)
dengan PMAX adalah : 𝑃𝑀𝐴𝑋 = 𝑉𝑂𝐶 𝐼𝑆𝐶 𝐹𝐹 dimana, PMax
: daya maksimum yang dihasilkan sel surya (watt)
commit to user PLight : Pinput : daya dari sinar yang mengenai sel surya (watt)
(2. 3)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
2.3. Material Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) 2.3.1. Semikonduktor TiO2 Semikonduktor ialah zat padat kristalin, seperti silikon atau germanium. namun luangan energinya tidak terlalu besar, biasanya berkisar dari 0,5 sampai 3,0 eV. Dalam semikonduktor, luangan energinya (energi gap) relatif kecil, sehingga eksitasi termal dari elektron melalui sela ini dapat terjadi sampai tingkat tertentu pada temperatur kamar. Eksitasi termal dari elektron akan menaruh beberapa elektron ke dalam pita (yang hampir kosong) yang disebut pita konduksi (conduction band) dan akan meninggalkan keadaan kosong atau lubang (holes) yang sama banyaknya di dalam pita valensi (valence band) (Setiya, 2005). Gambaran dari pita-pita energi untuk sebuah semikonduktor ditunjukkan pada Gambar 2. 5.
Pita Konduksi
Eg Pita Valensi
Gambar 2. 5 Pita-pita Energi Sebuah Semikonduktor (Setiya, 2005) Beberapa semikonduktor oksida yang mempunyai celah energi (Eg) pada daerah cahaya tampak adalah TiO2, WO3, SrTiO3, ZnO, dan Fe2O3. Diantara semikonduktor tersebut, TiO2 telah terbukti penggunaannya untuk DSSC dan aman untuk lingkungan. Titania merupakan semikonduktor fotokatalis yang bisa dimanfaatkan untuk remediasi lingkungan, bersifat fotoaktif, bisa digunakan dalam cahaya tampak, bersifat inert, murah, nontoksik, mudah diproduksi dan digunakan. Titania mempunyai ketahanan yang bagus terhadap korosi atmosfer, baik di lingkungan laut maupun di kawasan industri dan terhadap korosi erosi di air tawar, sehingga commit to user titania digunakan pada bidang industri kecantikan (Kenneth, et.al., 1991).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Semikonduktor TiO2 memiliki tiga bentuk kristal yakni tipe rutile, brookite, dan anatase (Farrell, 2001). Tipe yang sering digunakan adalah tipe anatase dan rutile, karena anatase dan rutile memegang peranan penting dalam aktivitas fotokatalitik. Anatase diketahui sebagai fase kristal titania yang paling bersifat fotoaktif. Anatase secara termodinamik kurang stabil dibanding rutile, tetapi pembentukannya terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Aktivitas fotokatalitik TiO2 tergantung pada sifat fase anatase, yang dipengaruhi oleh morfologi, luas permukaan, kristalinitas dan ukuran partikel. Rutile memiliki struktur kristal yang mirip dengan anatajse. Struktur rutile dan anatase dapat digambarkan sebagai rantai oktahedral TO6. Kedua struktur kristal dibedakan oleh distorsi oktahedral dan pola susunan rantai oktahedralnya. Anatase bersifat metastabil dan akan berubah menjadi rutile pada suhu diatas 9150C. Anatase mempunyai struktur kristal tetragonal dimana Ti-O oktahedral sharing 4 sudut, adapun struktur kristal dari anatase maupun dari rutile ditunjukkan pada Gambar 2.6 dan 2.7.
Gambar 2. 6 Struktur kristal TiO2 anatase (Farrell, 2001)
Gambar 2. 7 Struktur kristal TiO rutile 2
(Farrell, 2001) Tiap atom Ti4+ dikelilingi secara oktahedral oleh 6 atom O2-. Pada struktur rutile setiap oktahedral dikelilingi oleh 10 oktahedral tetangga, sedangkan pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
struktur anatase setiap oktahedral dikelilingi oleh 8 oktahedral lainnya (Septina, 2006). Bentuk titania yang stabil adalah rutile, dimana bentuk lain titania berubah pada suhu tinggi. Rutile mempunyai struktur kristal mirip dengan anatase, dengan pengecualian bahwa Ti-O oktahedral sharing 4 sisi bukan 4 sudut. Anatase merupakan bentuk kristal yang sering digunakan dibidang Photovoltaic. Anatase dan rutile mempunyai tetapan kisi kristal dan sifat fisika yang berbeda, yang terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbandingan Sifat TiO2 Untuk Fase Kristal Rutile dan Anatase (Septina, 2006) Sifat Bentuk Kristal Tetapan kisi-kisi a Tetapan kisi-kisi c Berat jenis Indeks bias Titik didih
Rutile Tetragonal 4,58 Å 2,95 Å 4,2 g/cm3 2,71 1858 oC
Anatase Tetragonal 3,78 Å 9,49 Å 3,9 g/cm3 2,52 Berubah jadi rutile pada temperatur tinggi (900oC)
Struktur anatase memiliki celah energi (band gap) sebesar 3,2 eV, setara dengan energi gelombang cahaya UV dengan panjang gelombang 413 nm. Dibandingkan dengan pita energi beberapa jenis semikonduktor lainnya. Pada Gambar 2.8 terlihat bahwa Fermi level
TiO2 jauh lebih dekat ke level pita
konduksi jika dibandingkan dengan pita valensi. Sehingga TiO2 merupakan semikonduktor yang cenderung bermuatan negative. Hal inilah yang mendasari TiO2 cocok digunakan sebagai media penghantar elektron dari dye ke elektroda. Semikonduktor lain yang sering dijumpai pada fabrikasi DSSC adalah ZnO (Zico, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Gambar 2. 8 Posisi Pita Energi Berbagai Macam Semikonduktor (Grätzel, 2001) 2.3.2. Pewarna (dye) Antosianin Bunga Mawar Merah (Rosa damascena Mill) Sinar matahari menghasilkan 5 % spektra di daerah ultraviolet dan 45 % di daerah cahaya tampak. TiO2 hanya menyerap sinar ultraviolet (350-380 nm). Untuk meningkatkan serapan spektra TiO2 di daerah cahaya tampak, dibutuhkan lapisan zat warna / sensitizer yang akan menyerap cahaya tampak pada TiO2. Sensitizer yang digunakan dalam sel surya bisa berupa kompleks anorganik maupun zat warna organik. Sensitizer tersebut bisa mensensitisasi sel surya secara efektif jika terjadi ikatan atau pembentukan kelat dengan TiO2 (Smestad dan Grätzel, 1998). Fungsi absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye yang teradsorpsi pada permukaan TiO2. Dye yang umumnya digunakan dan mencapai efisiensi paling tinggi yaitu jenis Ruthenium Compleks. Selain itu, dye-photosintezer merupakan faktor yang penting dalam menentukan performansi DSSC, misalnya sifat serapan fotosentizernya, yang menentukan secara langsung rentang fotorespon dari sel user memompa elektron ke dalam surya. Dye berfungsi menyerap commit cahaya totampak,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
semikonduktor, menerima elektron dari pasangan redoks dalam larutan, dan seterusnya dalam suatu siklus, sehingga dye berperan sebagai pompa elektron molekuler. Sensitisasi semikonduktor biasanya menggunakan antosianin yang berasal dari pigmen alami. Hal ini karena antosianin memiliki keunggulan yang lebih dari klorofil sebagai sensitizer DSSC (Hao, et.al., 2006). Senyawa antosianin memiliki gugus karbonil dan hidroksil pada struktur molekulnya, sehingga membuatnya mampu berikatan kimia dengan permukaan TiO2. Dye yang dipakai harus mempunyai kandungan antosianin yang tinggi, mempunyai serapan yang kuat di daerah cahaya yang tampak, stabilitas tinggi dan reversebilitas dalam bentuk teroksidasinya. Dye yang digunakan dalam DSSC mempunyai gugus kromofor terkonjugasi sehingga memungkinkan terjadinya transfer elektron. Salah satu contoh pewarna organik dengan kandungan antosianin tinggi yaitu mawar merah (Rosa damascena Mill.), yang mempunyai gugus kromofor yang terkonjugasi sehingga dapat melakukan transfer elektron. Beberapa buah, bunga atau daun dapat digunakan sebagai sumber fotosensitiser alami yang lebih cepat, murah, berenergi rendah dan ramah lingkungan untuk produksi sel surya berbasis sensitiser zat warna. Flavonoid seperti antosianin (C15 H12 O6) yang terdapat dalam struktur daun, buah dan bunga yang bersifat stabil dan beberapa pigmen antosianin bisa digunakan sebagai sensitiser pengganti kompleks Ruthenium bipiridil. Serapan maksimum dari ekstrak antosianin berkisar didaerah antara 510-548 nm. Kinerja ekstrak alami biasanya lebih baik daripada senyawa komersial atau hasil pemurnian yang serupa, hal ini mungkin karena adanya campuran zat warna pada beberapa ekstrak. Zat warna yang berbeda menghasilkan serapan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda. Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar dalam tanaman. Secara spesifik antosianin terdapat dalam sel epidermal dari buah, akar, daun dan bunga. Antosianin merupakan pigmen warna paling umum pada tumbuhan tingkat tinggi, juga memiliki aktivitas antioksidan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Menurut BPPT (2011), mawar merupakan tanaman bunga hias berupa herba dengan batang berduri. Mawar yang dikenal nama bunga rose atau Ratu Bunga merupakan simbol atau lambang kehidupan religi dalam peradaban manusia. Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam perkembangannya, menyebar luas di daerah-daerah beriklim dingin (sub-tropis) dan panas (tropis). Daerah pusat tanaman mawar terkonsentrasi di kawasan Alaska atau Siberia, India, Afrika Utara dan Indonesia. Sentra penanaman bunga potong, tabur dan tanaman pot di Indonesia dihasilkan dari daerah Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jakarta. Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), mawar diklasifasikan sebagai berikut: Kingdom
:Plantae
Divisi
:Spermatophyta
SubDivisi
:Angiospermae
Kelas
:Dicotyledonae
Ordo
:Rosanales
Famili
:Rosaceae
Genus
:Rosa
Species
: Rosa damascena Mill, R. multiflora Thunb, R. hybrida Hort, dll
Di Indonesia berkembang aneka jenis mawar hibrida yang berasal dari Holand (Belanda). Gambar 2.9 menunjukkan bunga mawar merah yang digunakan untuk pembuatan DSSC.
to user(Rosa damascena Miil) Gambar 2. 9 Bunga commit Mawar Merah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Mawar merah mengandung antosianin flavonoid jenis sianidin, dimana sianidin ini memiliki memiliki gugus =O atau –OH. Gugus–gugus tersebut mampu membentuk kelat dengan situs Ti (IV) pada permukaan TiO2 (Grätzel dan Smestad, 1998). Struktur molekul antosianin pada bunga mawar merah (Rosa damascena Miil) ditampilkan pada Gambar 2. 10.
Gambar 2. 10 Struktur Molekul Antosianin Jenis Sianin dari Mawar Merah (Rosa damascena Mill) (Vankar dan Bajpai, 2010)
2.3.3. Elektrolit Fungsi elektrolit dalam DSSC adalah untuk menggantikan kehilangan elektron pada pita HOMO dari dye akibat eksitasi elektron dari pita HOMO ke pita LUMO karena penyerapan cahaya tampak oleh dye. Elektrolit juga dapat menerima electron pada sisi counter electrode. Pada umumnya pembuatan sel DSSC menggunakan pasangan elektrolit I- dan I3- sebagai elektrolit, karena sifatnya yang stabil dan mempunyai reversibility yang baik. Pada umumnya, elektrolit ini menggunakan pelarut ecetonitril dalam pembuatannya. Penggunaan acetonitril dapat memunculkan beberapa masalah diataranya pelarut mengalami evaporasi dan bisa terbakar, sehubungan dengan masalah tersebut terdapat cara untuk mengatasinya yaitu mengganti larutan elektrolit dengan solid atau quasisolid state electrolyte (Kang, et.al., 2006). Pelarut lain yang dapat digunakan commit to user dalam larutan elektrolit yaitu Polyethylene Glycol (PEG). PEG dapat menembus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
ke dalam serapan dye TiO2 baik untuk perbandingan ukuran partikel yang kecil maupun pada diameter pori skala nano dan dapat menjaga kestabilan kerja. PEG termasuk dalam golongan alkohol dengan dua buah gugus –OH yang berulang dan termasuk bahan yang dapat larut dalam air. PEG bisa berbentuk padatan maupun cairan kental (gel), tergantung pada komposisi dan berat molekulnya (Latifah, 2011). Oleh karena alasan tersebut, pada penelitian ini digunakan pasangan elektrolit I- dan I3- dengan pelarut PEG sebagai pengganti acetonitril sebagai pelarutnya. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2. 11, kehilangan elektron pada pita HOMO akan diregenerasi kembali oleh ion I3- (oksidasi elektrolit). Sedangkan pada sisi counter electrode, aliran elektron mereduksi ion I- (reduksi elektrolit) (Grätzel, 2001).
Gambar 2. 11 Pergerakan Elektron Dalam DSSC (Grätzel, 2001) Reaksi yang terjadi pada sistem DSSC sebagai berikut : D+hv → D*
(eksitasi dye)
D*+TiO2 → D*+ eTiO2-
(transfer elektron dari LUMO ke pita konduksi TiO2)
2D+ + 3I-→ 2D+ I3-
(regenerasi dye oleh elektrolit)
I3- +2e- →3 I-
(reaksi elektrolit pada elektroda lawan)
I-+I2 ↔ I3-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
2.3.4. Counter Elektrode Counter elektrode digunakan sebagai katalis dalam DSSC. Penggunaan katalis yang umum digunakan yaitu platina dan karbon. Penggunaan masingmasing jenis elektroda mempunyai kelebihannya masing-masing. Pada penelitian ini elektroda yang digunakan yaitu karbon. Karbon mempunyai luas permukaan yang relatif lebih luas dibandingkan dengan platina. Dalam penelitian ini, jenis karbon yang digunakan karbon aktif. Karbon aktif adalah bentuk mikrokristalin yang mempunyai permukaan dalam yang sangat besar, berkisar antara 300-2000 m2/g (Yunianto, 2002). Karbon aktif digunakan dalam industri pangan maupun non pangan. Dalam industri pangan karbon aktif digunakan untuk menyerap gas dan peroksida yang menyebabkan kerusakan oksidatif pada minyak. Sedangkan untuk industri non pangan, karbon aktif berfungsi untuk memurnikan bahan-bahan kimia seperti asam sitrat, asam galat, dan lain sebagainya. Selain itu karbon aktif juga dapat digunakan sebagai adsorben dan katalis (Yunianto, 2002).
2.3.5. FTO (Fluorine doped Tin Oxide) Photoelectrode pada DSSC biasanya dibuat dengan cara melapisi TiO2 pada permukaan TCO (Transparent Conductive Oxide). Kaca FTO (Flourine doped Tin Oxyde) merupakan salah satu material TCO yang juga banyak digunakan sebagai transparant elektrode. Hal ini karena stabilitas yang baik pada suhu tinggi dan harganya relatif murah dibandingkan dengan ITO. Kaca FTO terbuat dari Indium Oxide sebagi bahan dasr material, yang didoping oleh Sn (Timah) untuk meningkatkan konduktivitas listriknya. SnO2 sendiri adalah semikonduktor dengan konduktivitas yang sangat rendah dan celah pita lebar (sekitar 4 eV). Keuntungan TiO2 yaitu memiliki transmitansi tinggi ( 80% atau 85% tergantung pada ketebalan), khususnya di wilayah gelombang tampak (Yen, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
2.4. X-Ray Diffraction (XRD) XRD merupakan alat karakterisasi yang dapat menghasilkan sinar-X dan digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal, sistem kristal (kubik, tetragonal,
ortorombik,
rombohedral,
heksagonal,
monoklinik,
triklinik),
menentukan kualitas kristal (single crystal, polycrystal, amorphous), menentukan simetri kristal, menentukan cacat kristal (dislokasi), mencari parameter kristal (parameter kisi, jarak antar atom, jumlah atom per unit sel), analisis kimia, dan ukuran kristal. Sinar-X dihasilkan dari sepasang elektroda yang terdapat didalam tabung sinar-X. Elektron dihasilkan dari pemanasan elektroda bertegangan rendah (katoda) yang terbuat dari filamen tungsten. Elektron dipercepat dengan kecepatan yang sangat tinggi ke arah anoda. Elektron-elektron kehilangan energi karena terjadi tumbukan dengan anoda, dan menghasilkan sinar-X dalam jumlah kecil (kurang dari 1%) dan yang lainnya terhambur menjadi panas (Setyowati, 2006). Penggambaran proses difraksi meliputi tiga hal yaitu hamburan (scattering), interferensi dan difraksi. Sinar-X yang mengenai bidang kristal akan dihamburkan ke segala arah (Gambar 2.12). Interferensi konstruktif hanya terjadi jika antara sinar-sinat terhambur yang sejajar dan beda jarak jalannya tepat λ, 2λ, 3λ, dan seterusnya. Sinar-sinar pantul yang sefase yang berbeda lintasan sebesar kelipatan bulat dari panjang gelombang akan menimbulkan interferensi saling menguatkan. Pemantulan dan interferensi bergabung menjadi difraksi. Dari Gambar 2. 12, dapat diuraikan persamaan untuk mendapatkan persamaan difraksi Bragg. δ=nλ
(2. 4)
δ = DE + EC′ = 2 EC′
(2. 5)
δ = 2 CE sin θ
(2. 6)
karena CE adalah jarak antar bidang, sehingga CE = d’, maka dapat ditulis δ = 2 𝑑′ sin θ
(2. 7)
Dengan mensubtitusi persamaan (2. 4) ke persamaan (2. 7), diperoleh n λ = 2 𝑑′ sin θ
commit to user
(2. 8)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Persamaan (2. 8) dapat ditulis sebagai berikut λ=2
𝑑′ 𝑛
sin θ
Dengan 𝑑 =
𝑑′ 𝑛
(2. 9) , maka diperoleh persamaan Bragg sebagai berikut :
λ = 2 𝑑 sin θ
(2. 10)
Difraksi akan saling menguatkan jika terpenuhi persamaan Bragg tersebut. adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak bidang dalam kristal, adalah sudut difraksi dan n adalah orde difraksi yang dinyatakan dengan bilangna bulat.
Gambar 2. 12 Difraksi Sinar X Pada Kristal (Suryanarayana dan North, 1998) Penentuan ukuran partikel terkecil di dalam kristal TiO2 ditentukan dengan persamaan Scherrer (Suryanarayana dan North, 1998) : 𝑘𝜆
𝐷 = 𝛽 cos 𝜃
(2. 11)
Dengan 𝜆 adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan (𝜆Cu Kα1= 0,15406 nm); k adalah konstanta Scherrer = 0,9; 𝛽 adalah puncak dari setengah intensitas/FWHM (Full-Width Half Maximum); dan 𝜃 adalah sudut difraksi. Jarak antar bidang dari indeks Miller adalah dhkl. Rumus yang digunakan tergantung dari struktur kristalnya. Untuk struktur kristal tetragonal berlaku hubungan persamaan :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
2 2 2 1 h +k l = + 2 2 2 d a c
(2. 12)
dimana a = b ≠ c, dengan a, b, c adalah parameter kisi dan h,k,l adalah indeks Miller (Suryanarayana, 1998). Persamaan (2.10) disubtitusikan ke persamaan (2.12), sehingga didapatkan persamaan hukum Bragg untuk sistem tetragonal, yaitu: 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 = 𝐴 ℎ2 + 𝑘 2 + 𝐶𝑙 2
(2. 13)
𝜃 merupakan sudut difraksi dan h, k, l merupakan indeks Miller. 𝜆2
𝐴 = 4𝑎 2
(2. 14)
dan, 𝜆2
𝐶 = 4𝑐 2
(2. 15)
Parameter (konstanta) kisi 𝑎 dan 𝑐 dicari dengan menggunakan persamaan (2.14) dan (2.15). Nilai 𝐴 menggunakan nilai sudut yang bersesuaian ketika 𝑙 = 0 (garis ℎ𝑘0), sehingga persamaan (2.13) menjadi, 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 = 𝐴 ℎ2 + 𝑘 2
(2. 16)
Nilai ℎ2 + 𝑘 2 yang mungkin sebesar 1,2,4,6,8, dst. Nilai 𝐶 didapatkan dari pola garis lain dengan syarat nilai indeks Miller pada 𝑙 ≠ 0, sehingga persamaan (2.13) berubah menjadi, 𝐶𝑙 2 = 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 − 𝐴(ℎ2 + 𝑘 2 )
(2. 17)
Nilai 𝐶 didapatkan dengan syarat nilai indeks Miller pada ℎ dan 𝑘 berbeda.
2.5. Scanning Electron Microscope (SEM) SEM dikembangkan pertama kali tahun 1938 oleh Manfred von Ardenne (ilmuwan Jerman). SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Imajinasi gambar yang didapatkan menyerupai sebagaimana gambar commit to user pada televisi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
SEM adalah salah satu jenis mikroscop electron yang menggunakan berkas electron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan menggambarkan permukaan benda atau material dengan berkas electron yang dipantulkan dengan energi tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkas electron akan memantulkan kembali berkas electron (berkas electron sekunder ke segala arah). Tetapi dari semua berkas electron yang dipantulkan terdapat satu berkas electron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detector yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas electron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis, kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (Cathode Ray Tube)/monitor (Sundari, 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Material Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sebelas Maret dan UPT Laboratorium Pusat MIPA Sub Lab Fisika dan Sub Lab Biologi Universitas Sebelas Maret. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2011. Pengukuran nilai absorbansi larutan dye mawar merah (Rosa damascena Mill) dan lapisan TiO2 yang telah direndam dye menggunakan Spektrometer UvVis, dilaksanakan di Laboratorium Pusat MIPA Sub Lab Biologi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan di Laboratorium Material Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNS, sedangkan uji I-V dengan menggunakan rangkaian dilaksanakan di Laboratorium Pusat MIPA Sub Lab Fisika, dan uji I-V menggunakan Keithley dilaksanakan di Laboratorium Material Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sebelas Maret. Uji struktur kristal, dan ukuran kristal TiO2 menggunakan XRD dilaksanakan di Laboratorium Terpadu FMIPA UNS. Sedangkan untuk uji morfologi lapisan TiO2 pada substrat FTO menggunakan SEM dilaksanakan di Laboratorium Terpadu FMIPA UNS. 3.2. Alat dan Bahan yang Digunakan 3.2.1. Peralatan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat sintesa dan karakterisasi. Alat-alat sintesa yang digunakan meliputi : 1. Gelas beker 2. Gelas ukur 3. Pipet tetes 4. Kertas saring merk Whatman no.42 5. Neraca digital spesifikasi Neraca XY-200A merk Aslep commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
6. Kaca Transparent Conductive Oxide (TCO) jenis FTO (Flourine doped Tin Oxyde) 7. Cawan petri dan cawan crusibel 8. Oven 9. Hot plate 10. Furnace Nabertherm 11. Solar Power Meter 12. Ultrasonic cleaner (sonicator) 13. spatula kaca 14. Spatula Besi 15. Spatula tanduk 16. Scotch tape 17. Multimeter digital 18. Potensiometer 19. Lampu Halogen 800 Watt 20. Blender 21. Screen Proyektor (gasket) Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi yaitu : 1. XRD Bruker D8 Advance 2. Spektrophotometer UV-Visible Shimadzu 1601 PC 3. I-V meter Keithly 2400 source meter 4. SEM FEI 3.2.2. Bahan yang Digunakan Semua bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai derajat kemurnian pro analisis (pa). Bahan-bahan yang digunakan meliputi : 1. Titanium Tetraklorida (TiCl4) 2. Ethanol 3. Methanol 4. Isopropanol 5. Block copolymer/Pluronic P2243-250G commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Aquades 7. Potassium Iodide (KI) 8. Iodine (I2) 9. Polyethylene glycol (PEG) 10. Asam citrat (C6H8O7) 11. Mawar merah (Rosa damascena Mill) kering 12. Carbon aktif 3.3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Alur penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Persiapan Alat dan Bahan Pembuatan Bubuk TiO2 dengan suhu kalsinasi 600oC
Uji Struktur Kristal TiO2 dengan XRD
Uji Struktur Morfologi lapisan TiO2 dengan SEM
Pembuatan pasta TiO2
deposisi lapisan tipis TiO2 Ekstraksi antosianin mawar merah (Rosa damascena Mill)+perendaman lapisan TiO2 pada dye
Uji karakteristik optik absorbansi
Preparasi lapisan carbon Preparasi elektrolit Uji karakteristik DSSC Fabrikasi DSSC
analisa commit to user Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.3.1. Prosedur Penelitian 3.3.1.1. Pembuatan bubuk TiO2 Sintesis
TiO2
menggunakan
metode
sol-gel,
dimana
block
copolymer/Pluronic P2243-250G sebagai bahan dasar untuk membentuk struktur nanopori. Metode sol-gel merupakan teknik pengendapan larutan kimia (sol) yang bertindak sebagai prekusor untuk suatu jaringan terpadu (gel) sehingga mengandung fase cair dan padat. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan bubuk TiO2, dijelaskan sebagai berikut : 1. Block copolymer/Pluronic P2243-250G sebanyak 15 gram dilarutkan pada ethanol sebanyak 190 ml kemudian diaduk selama 30 menit dengan menggunakan pengaduk magnetik. 2. Larutan tersebut ditambahkan prekursor TiCl4 secara perlahan-lahan sebanyak 5,7 gram kemudian diaduk
selama 30 menit, sehingga rasio molar
TiCl4:ethanol:block copolymer adalah 1 : 21,7 : 0,0408 (Wilman, 2007). 3. Larutan kemudian dilakukan proses aging (oven) pada temperatur 40°C selama 6-7 hari pada cawan crusibel sampai terbentuk dry-gel. 4. Dry-gel yang terbentuk kemudian dilakukan proses kalsinasi (pemanasan dengan temperatur tinggi, dibawah titik lebur) menggunakan Furnace Nabertherm dengan suhu kalsinasi sebesar 600oC, selama 4 jam dengan kecepatan pembakaran 5-6°C/menit untuk mendapatkan bubuk TiO2.
\ commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Block copolymer + methanol Diaduk 30 menit TiCl4 Diaduk 30 menit TiCl2 (OR)2 (R=CmH2m+1) Di Oven Temperatur 4045˚C selama 6-7 hari TiO2 dry-gel Kalsinasi Temperatur 600˚C, ditahan selama 4 jam Bubuk TiO2 Gambar 3. 2 Diagram Alir Pembuatan Bubuk TiO2
3.3.1.2. Pembuatan Pasta TiO2 1. Bubuk TiO2 3,5 gram ditetesi 15 ml ethanol sambil diaduk menggunakan stirer magnetik selama ± 30 menit (Gambar 3. 4) hingga larutan larut, kemudian di larutkan menggunakan sonicator supaya larutan homogen. 2. Larutan diaduk kembali menggunakan stirer magnetik hingga larutan homogen dan sedikit mengental.
Gambar 3. 3 Pasta TiO2
Gambar 3. 4 Pembuatan Bubuk TiO2 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
3.3.1.3. Preparasi Deposisi Lapisan Tipis TiO2 1. Kaca FTO sebelum ditetesi larutan TiO2 dicari bagian yang bersifat konduktif, kemudian masing-masing diberi pembatas dengan selotip (ketebalan selotip 50 µm), panjang sisi 1,0 cm membentuk persegi. Dengan ilustrasi gambar seperti Gambar 3. 5. 2. Pasta TiO2 diteteskan di atas kaca FTO, kemudian dilakukan slip casting dengan menggunakan mortir/penggilingan yang berupa spatula. 3. Setelah kering selotip dilepaskan dari kaca FTO. 4. Kaca FTO yang telah dilapisi larutan TiO2 tersebut dipanaskan dengan proses dehidrolisis pada suhu 450°C selama 10 menit. Kemudian kaca FTO yang telah dilapisi TiO2 didiamkan hingga dingin.
Gambar 3. 5 Ilustrasi Skema Area Deposisi Pasta TiO2 3.3.1.4. Ekstraksi Larutan Dye Pewarna antosianin diperoleh dari bubuk mawar merah (Rosa damascena Miil) yang sudah dikeringkan. Bubuk mawar merah (Rosa damascena Miil) diekstraksi menggunakan pelarut organik. Pelarut organik yang digunakan merupakan kombinasi dari ethanol, asam citrat, dan aquades, dengan perbandingan volume 5 : 1 : 4. Mawar merah (Rosa damascena Miil) di keringkan, kemudian dihaluskan menggunakan blender, 10 gram bubuk mawar merah (Rosa damascena Miil) dilarutkan dalam pelarut organik (10 ml ethanol, 2 ml asam citat, dan 8 ml aquades) menggunakan magnetik stirer dengan suhu pemanasan 60 oC selama 30 menit. Setelah dilarutkan, larutan tersebut direndam (maserasi) selama ± 24 jam. Setelah proses maserasi, filtrat padat disaring dengan kertas saring merk Whatman no.42. Dye hasil penyaringan disimpan dalam botol tertutup alumunium foil untuk mencegah terjadinya evaporasi dan degradasi, commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
serta disimpan dalam suhu dingin agar tidak membusuk. Gambar 3.6 menunjukkan hasil filtrasi larutan dye mawar merah (Rosa damascena Mill).
Gambar 3. 6 Larutan Dye Mawar Merah (Rosa damascena Mill) 3.3.1.5. Preparasi elektrolit Potassium iodide (KI) sebanyak 0,8 gram (0,5 M) dicampur kedalam 10 ml polyethylene glycol kemudian diaduk, selanjutnya kedalam larutan tersebut ditambahkan Iodine (I2) sebanyak 0,127 gram (0,05 M). Larutan elektrolit yang sudah jadi, disimpan dalam botol tertutup. 3.3.1.6. Pembuatan Pasta Carbon 1. Bubuk carbon 3,5 gram ditetesi 15 ml isopropanol sambil diaduk menggunakan stirer magnetik selama ± 30 menit hingga larutan larut, kemudian di sonikasi menggunakan sonicator supaya larutan homogen. 2. Larutan diaduk kembali menggunakan stirer magnetik hingga larutan homogen dan sedikit mengental (Gambar 3. 7).
commit to user Gambar 3. 7 Pasta Carbon
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.3.1.7. Preparasi deposisi lapisan tipis Carbon 1. Kaca FTO sebelum ditetesi larutan carbon dicari bagian yang bersifat konduktif, kemudian masing-masing diberi pembatas dengan selotip (ketebalan selotip 50 µm), panjang sisi 1,0 cm membentuk persegi. Dengan ilustrasi gambar seperti Gambar 3. 8. 2. Pasta carbon diteteskan di atas kaca FTO, kemudian dilakukan slip casting dengan menggunakan mortir/penggilingan yang berupa spatula. 3. Setelah kering selotip dilepaskan dari kaca FTO. 4. Kaca FTO yang telah dilapisi larutan TiO2 tersebut dipanaskan dengan proses dehidrolisis pada suhu 180°C selama 10 menit. Kemudian kaca FTO yang telah dilapisi TiO2 didiamkan hingga dingin.
Gambar 3. 8 Ilustrasi Skema Area Deposisi Pasta Carbon 3.3.1.8. Fabrikasi DSSC Konstruksi sel surya yang digunakan adalah sistem sandwich dengan urutan: elektroda kerja yang telah terlapisi dye – spacer/gasket (screen proyektor)- larutan elektrolit - elektroda lawan. penggunaan spacer bertujuan agar tidak terjadi short pada sel DSSC (Yang-Shian, et.al., 2007). Kontak pada sel dibuat dengan menggunakan penjepit buaya pada tepi elektroda lawan dan elektroda kerja. Dengan ilustrasi gambar seperti Gambar 3. 9.
to sandwich user Gambar 3. 9commit Ilustrasi DSSC
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
3.4. Teknik Analisa Data 3.4.1. Karakterisasi Absorbansi Dye Mawar Merah (Rosa damascena Mill) dan Absorbansi Lapisan TiO2 yang Telah direndam Mawar merah yang telah diekstraksi menjadi larutan dye, diuji absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Visible Lambda 25. Panjang gelombang yang digunakan antara 350-800 nm dan lebar slit yang digunakan sebesar 2 nm. Selain itu lapisan TiO2 yang telah direndam pada dye dengan variasi waktu perendaman diuji Uv-Vis.
Gambar 3. 10 Spektrofotometer UV-Visible Lambda 25 Pada spektrofotometer UV, sinar kontinyu dihasilkan oleh lampu muatan hidrogen atau deuterium, sedangkan sinar Visibel dihasilkan oleh lampu wolfram. Panjang gelombang cahaya UV-Vis berada pada kisaran 180-800 nm. Prinsip dari spektroskopi UV-Vis adalah terjadinya transisi elektronik yang disebabkan penyerapan sinar UV-Vis yang mampu mengeksitasi elektron dari orbital yang kosong. Pada umumnya transisi yang paling mungkin adalah transisi pada tingkat tertinggi (HOMO) ke orbital molekul yang kosong pada tingkat terendah (LUMO). Absorbansi terjadi ketika foton bertumbukan langsung dengan atom-atom pada material dan kehilangan energi pada elektron atom. Foton mengalami perlambatan ada juga yang berhenti saat masuk pada material. Energi foton yang diserap oleh atom, kemudian digunakan oleh elektron didalam atom tersebut untuk bertransisi ke tingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorbsi commit to user menyatakan besarnya cahaya yang diserap oleh lapisan tipis dari total cahaya
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang disinarkan. Adsorbansi suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu bertambah dengan semakin banyaknya molekul yang mengalami transisi. Pada penelitian ini, akan dilakukan uji absorbansi pada masing-masing sampel yaitu variasi perendaman, dimana rentang panjang gelombang yang digunakan antara 350 nm hingga 800 nm. Sehingga akan diperoleh nilai absorbansinya. 3.4.2. Karakterisasi Struktur Kristal Dan Ukuran Kristal TiO2 Penentuan struktur kristal dan ukuran partikel nanopori TiO2 menggunakan metode difraksi sinar X dengan alat XRD Bruker D8 Advance. XRD Bruker menggunakan radiasi Cu Kα1 (1,5406 Å) pada tegangan 40 kV, dan arus sebesar 40 mA. Hasil difraktometer dibandingkan dengan data JCPDS TiO2.
Gambar 3.11 XRD Bruker D8 Advance Pada penelitian ini bubuk TiO2 yang telah disintesis dilakukan uji XRD untuk mengetahui struktur kristal serta ukuran butir dari bubuk TiO2 yang telah disintesis. Untuk menentukan struktur kristal dapat dicari dengan mengetahui data hasil uji XRD yang berupa sudut 2θ serta intensitasnya. Sudut-sudut tersebut kemudian dicocokkan dengan data base JCPDS, sehingga diperoleh struktur kristal dan bidang-bidangnya. Sedangkan untuk menentukan ukuran kristal dapat diketahui dengan cara menentukan FWHM (Full-Width Half Maximum) terlebih commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dahulu. Data dari uji XRD dicari nilai FWHM-nya, kemudian ukuran kristal dapat dicari dengan menggunakan rumus Scherrer. 3.4.3. Karakterisasi Morfologi TiO2 Untuk melihat morfologi bubuk TiO2 yang dihasilkan, dilakukan uji karakterisasi menggunakan (Scanning Electron Microscopy) SEM. Selain untuk melihat morfologi dari bubuk TiO2, uji karakterisasi ini juga dapat digunakan untuk menghitung ukuran bubuk TiO2. Pada penelitian ini menggunakan SEM FEI yang berada di gedung MIPA Terpadu. 3.4.4. Karakterisasi Arus dan Tegangan Sel Surya dengan rangkaian Pada uji karakteristik ini, performansi sel surya dapat dilihat melalui pengukuran arus dan variasi tegangan. Rangkaian pengukuran pada konstruksi sel surya dilakukan menggunakan potensiometer 250 kΩ dan 3 buah multimeter digital. Pengukuran dilakukan dengan penyinaran pada lampu halogen 800 Watt. Dengan intensitas cahaya lampu 262,2 W/m2. Skema pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12 Gambar Skema Rangkain Uji I-V 3.4.5. Karakterisasi Arus dan Tegangan Sel Surya dengan I-V meter Keithley 2400 Source Meter Konfirmasi kuantitatif efek sensitisasi zat warna alami pada lapis tipis TiO2 sel surya dilakukan melalui pengukuran arus yang dihasilkan sistem sel surya pada tegangan yang divariasi. Intensitas cahaya yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 1599 W/m2. Sistem sel surya dalam hal ini bertindak seperti dioda. Sistem sel surya dikatakan mati jika arus yang dihasilkan sistem saat commit to user tegangan 0 (Isc) bernilai nol. Dalam sel surya berbasis sensitiser zat warna, hal ini
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berarti bahwa dalam sistem tersebut tidak terjadi aliran elektron yang bisa menghasilkan arus listrik. Kinerja sel surya ini sangat dipengaruhi oleh konstruksi sistem sel surya itu sendiri, seperti elektroda kerja (working electrode), elektroda lawan (counter electrode) dan larutan elektrolit yang digunakan. Selain itu kinerja alat ukur juga bisa mempengaruhi pengukuran kinerja sel surya.
Gambar 3.13 Gambar Alat I-V meter Keithley 2400 Source Meter
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan kajian tentang Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) menggunakan mawar merah (Rosa damascena Mill) sebagai pewarna alami berbasis anthosianin. Pada bagian ini akan disajikan tentang karakterisasi bubuk TiO2 dengan suhu kalsinasi 600oC pada bagian awal, dilanjutkan analisa lapisan tipis TiO2 pada suhu dehidrolisis 450oC, kemudian kajian sensitisasi lapis tipis TiO2 oleh zat warna alami selanjutnya kinerja sel surya lapis tipis TiO2 tersensitisasi zat warna Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). 4.1. Karakterisasi Bubuk TiO2 dengan X-Ray Diffraction (XRD) Karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) berfungsi untuk menentukan fase, ukuran kristal, dan struktur kristal pada semikonduktor bubuk TiO2 yang telah dibuat. Gambar 4.1 menunjukkan karakterisasi XRD pada pola difraksi bubuk TiO2 dengan suhu calsinasi 600oC. Menurut Latifah (2011), bubuk TiO2 pada suhu kalsinasi 600oC memiliki jumlah partikel dengan bentuk kristal anatase yang paling banyak, meskipun sedikit mengandung kristal rutile, sehingga bagus digunakan dalam pembutan sel surya. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan suhu penahan calsinasi 600oC. Bubuk TiO2 disintesis dengan menggunakan metode sol-gel, dengan bantuan block copolymer/Pluronic P2243-250G. Proses sol-gel merupakan teknik pengendapan larutan kimia (sol) yang bertindak sebagai prekursor untuk suatu jaringan terpadu (gel) sehingga mengandung fase cair dan padat. Akan tetapi fase gel memiliki bentuk amorf yang belum terbentuk struktur kristal, sehingga perlu diberikan perlakuan panas pada temperatur tinggi, sedangkan untuk membentuk struktur kristal anatase diperlukan temperatur dengan rentang 400oC-700oC (Han, et.al., 2008). commit to user
37
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.1 Karakterisasi XRD pada Pola Difraksi Bubuk TiO2 dengan Suhu Calsinasi 600oC
Pengujian bubuk TiO2 menggunakan XRD Bruker D8 Advance. Untuk karakterisasi TiO2 dengan XRD digunakan sinar-X (X-ray) dengan panjang gelombang Cu 0.15406 nm. Analisis dilakukan dengan membandingkan puncak – puncak pada sampel dengan puncak-puncak standar dari JCPDS database anatase dan JCPDS database rutile (Lampiran 1). Bubuk TiO2 yang telah disintesis memiliki kristalinitas yang baik, dan tajam. Dengan kristalinitas yang baik. maka proses difusi elektron pada TiO2 akan lebih cepat, sehingga akan meningkatkan efisiensi sel surya (Arifin, 2011). Pelarutan TiCl4 dalam larutan alkohol mengakibatkan sistem menjadi asam. Larutan dengan sistem pelarut ethanol memiliki derajat keasaman yang lebih tinggi dibandingkan sistem pelarut methanol, karena dengan meningkatnya jumlah atom karbon maka kecenderungan grup alkoxy untuk menggantikan Cl menjadi lebih rendah sehingga lebih banyak Cl yang ada dalam sistem (Wilman, 2007). Pada penelitian ini. pelarut yang digunakan untuk melarutkan TiCl4 adalah user anatase dan rutile (Gambar 4. 1). ethanol, sehingga dihasilkan fase commit bi-kristaltoyaitu
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil ini sesuai dengan penelitian Wilman (2007), dimana dengan bertambahnya jumlah atom karbon pada pelarut maka sistem akan menjadi lebih asam, dengan keadaan ini cenderung untuk membentuk fasa rutile. Pola difraksi pada Gambar 4.1, menunjukkan puncak tertinggi memiliki sudut 2θ sebesar 25,4009. Rentang sudut ini berdasarkan JCPDS database anatase dan JCPDS database rutile, merupakan fase kristal anatase dengan bidang (101). Fase kristal TiO2 yang paling efektif sebagai lapis tipis sel surya adalah anatase (Septina, 2006). Keberadaan fase anatase akan menjadikan semikonduktor mempunyai aktivitas fotokatalitik yang baik, sementara fase rutile akan membuat semikonduktor stabil sebagaimana sifat yang dimiliki oleh TiO2 rutile. Meskipun demikian, adanya campuran anatase dan rutile sangat menguntungkan bagi konstruksi sel surya karena keberadaan rutile dalam lapis tipis TiO2 juga bisa memperkecil kemungkinan rekombinasi elektron yang berada pada pita konduksi. Oleh karena itu. lapis tipis TiO yang dihasilkan dalam 2
penelitian ini diharapkan cukup baik sebagai substrat zat warna untuk sistem DSSC. Data hasil XRD menunjukkan besarnya jarak antar bidang (d) kristal pada masing-masing bidang ( Tabel 4.1 ), nilai jarak antar bidang (d) pada penelitian ini sesuai dengan data JCPDS database anatase dan JCPDS database rutile. Tabel 4.1. Jarak Antar Bidang dan Fase bubuk TiO2 yang Disintesis 2Ɵ 25.4009 27.6012 36.2026 37.0527 37.9529 38.703 48.205 54.055 55.206 62.8068 68.9078 70.508 75.159 76.109
h,k,l 101 110 101 103 004 112 200 105 211 002 301 220 215 301
Fase Ɵ Sin Ɵ kristal 12.7005 0.22 Anatase 13.8006 0.24 Rutile 18.1013 0.31 Rutile 18.5264 0.32 Anatase 18.9765 0.33 Anatase 19.352 0.33 Anatase 24.103 0.41 Anatase 27.028 0.45 Anatase 27.603 0.46 Anatase 31.4034 0.52 Rutile 34.4539 0.57 Rutile 35.254 0.58 Anatase 37.580 0.61 Anatase 38.055 commit 0.62 to user Anatase
Jarak antar bidang (d) Å 3.50 3.23 2.48 2.42 2.37 2.32 1.89 1.70 1.66 1.48 1.36 1.33 1.26 1.25
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
Gambar 4. 2 menunjukkan bubuk TiO2 yang telah disensitasi, bubuk TiO2 tersebut berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada residu karbon, sehingga kristalinitasnya tinggi. Menurut Han, et.al., (2008), pembuatan bubuk TiO2 diatas suhu 400oC menyebabkan material-material organik hilang akibat adanya pemanasan pada temperatur tinggi, sehingga kemampuan absorbsi di daerah ultraviolet (UV) meningkat seiring dengan tingginya suhu kalsinasi, begitu juga dengan ukuran partikelnya juga akan semakin besar. Dengan menggunakan persamaan Scherrer (Septina, 2006) nilai ukuran kristal TiO2 pada fase anatase dengan bidang (101) sebesar 46,67 nm. Ukuran ini relatif lebih besar jika dibandingkan dengan hasil sintesis TiO2 yang dibuat oleh Timuda (2001) yaitu sebesar 27,040 nm. Hal ini disebabkan pada saat setelah sintesis bubuk TiO2 tidak dilakukan proses penghalusan. jika dilakukan penghalusan secara manual mengakibatkan kerusakan pada struktur kristal TiO2. Semua bahan kristalin, baik logam maupun non logam, mempunyai karakteristik pertumbuhan butir. Laju pertumbuhan tergantung sekali pada suhu. Kenaikan suhu berakibat meningkatnya energi getaran termal, yang kemudian mempercepat difusi atom melalui batas butir. Difusi atom terjadi karena kenaikan suhu kalsinasi, sehingga atom-atom akan bergetar dengan energi termal yang lebih besar, hal ini mengakibatkan material yang tidak homogen akan menjadi homogen yaitu letak atom-atom lebih teratur melalui proses difusi (Lawrence, 1994).
commit to user Gambar 4.2 Bubuk TiO2 Setelah dikalsinasi 600oC
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Parameter kisi dapat diketahui dengan menggunakan metode analitik, Parameter kisi dapat ditentukan dengan nilai sudut yang bersesuaian, dimana jika menentukan parameter kisi a maka indeks Miller pada l = 0, dan jika parameter kisi c maka indeks Miller pada l 0. Fase anatase dan rutile pada bubuk TiO2 memiliki sistem kristal tetragonal dengan sumbu a = b c dan = = = 90. Parameter kisi TiO2 dalam fase anatase berdasarkan data JCPDS yaitu a = 3,785 Å dan c = 9,513 Å. Sedangkan fase rutile berdasarkan data JCPDS yaitu a = 4,593 Å dan c = 2,959 Å. Nilai parameter kisi a dari penelitian ini, ditunjukkan dalam Tabel 4.2, sedangkan parameter kisi c ditunjukkan pada Tabel 4.3, dimana nilai tersebut mendekati nilai parameter kisi pada data JCPDS. Tabel 4.2. Parameter kisi a pada bubuk TiO2 yang dikalsinasi pada suhu 600oC h.k.l
Fase kristal
a(Å)
200
Anatase
3,771
110
Rutile
4,565
Tabel 4.3. Parameter kisi c pada bubuk TiO2 yang dikalsinasi pada suhu 600oC
h.k.l
Fase kristal
c (Å)
101
Anatase
9,445
101
Rutile
2,951
4.2. Analisis Morfologi Bubuk TiO2 Analisa morfologi lapisan tipis TiO2 pada substrat kaca menggunakan alat Scanning Electron Microscopy (SEM) yang bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Dari gambar ini kemudian diolah commit to user ukuran partikel TiO2 yang telah menggunakan CorelDraw X4 untuk mendapatkan
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilapiskan pada kaca konduktiv (TCO) setelah dilakukan proses dehidrolisis pada suhu 450oC, serta dianalisis morfologi dari lapisan TiO2 setelah proses dehidrolisis. Lapis tipis TiO2 dibuat dari serbuk TiO2 yang sudah mengalami beberapa perlakuan, antara lain penambahan surfaktan pada proses pembuatan suspensi dan proses pemanasan pada hot plate. Adanya proses pemanasan dehidrolisis yang ditujukkan untuk meningkatkan daya lekat lapis tipis pada substrat kaca. Hal ini, diperkirakan mengakibatkan pemampatan kristal. Hasil SEM lapis tipis TiO2 pada suhu dehidrolisis 450oC disajikan pada Gambar 4.3.
(a)
(b)
Gambar 4.3. a. Morfologi Permukaan Lapis Tipis TiO2 perbesaran 103 X b. Morfologi Permukaan Lapis Tipis TiO2 perbesaran 500 X Secara visual lapis tipis TiO2 hasil metode slip-casting menunjukkan morfologi permukaan yang tidak homogen dan tidak rata, hal ini disebabkan kurang halusnya bubuk TiO2 yang digunakan. Setelah dilakukan furnace, bubuk TiO2 yang dihasilkan tidak dilakukan proses penggerusan (penghalusan), karena akan merusak kekristalan TiO2. Selain itu viskositas larutan TiO2 yang digunakan dalam proses pembuatan pasta TiO2 mempengaruhi kekuatan mekanik lapisan TiO2, apabila viskositas yang digunakan terlalu tinggi maka kemungkinan terjadi retakan pada lapis tipis TiO2 juga menjadi tinggi (Zico, 2010). Metode yang digunakan dalam deposisi larutan TiO2 juga mempengaruhi hasil lapisan, dengan commit to user menggunakan metode slip-casting mengakibatkan kurang ratanya lapisan yang
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari teknik deposisi yang digunakan agar permukaan lapis tipis TiO2 lebih rata. Pada perbesaran yang lebih tinggi terlihat morfologi permukaan lapis tipis yang berongga (Gambar 4.3. b), morfologi lapis tipis yang berongga akan memperbesar luas permukaan lapis tipis TiO2. Hal ini memberikan keuntungan saat adsorpsi zat warna, yaitu zat warna bisa teradsorpsi secara efektif pada rongga-rongga lapis tipis TiO2 tersebut. Selain itu adanya rongga-rongga tersebut bisa mempermudah penyebaran larutan elektrolit dalam lapis tipis TiO2 elektroda kerja sel surya (Septina, 2006). Pada Gambar 4.3. a serta 4.3. b, terlihat partikel-partikel beraglomerasi (bergerombol/bergabung), ditunjukkan dengan struktur partikel yang bersambung dengan partikel yang lain (close-packed particles). Hal ini disebabkan perlakuan proses dehidrolisis pada temperatur tinggi yang menyebabkan proses difusi atom menjadi lebih cepat (Lawrence, 1994), sehingga partikel akan cenderung membentuk aglomerasi yang lebih besar. Berdasarkan hasil SEM dapat diketahui ukuran partikel TiO2 setelah dilakukan proses dehidrolisis pada suhu 450oC diatas hotplate. Dengan menggunakan CorelDraw X4 diperoleh ukuran butir TiO2 berdiameter rata-rata sebesar 0,092± 0,015 nm. 4.3. Karakteristik Absorbansi dye dan Lapisan Tipis TiO2 yang Telah Direndam TiO2 meskipun stabil tetapi memiliki band gap energi yang lebar (dari penelitian 3,2 eV). Sehingga titanium dioksida tidak menyerap cahaya tampak, tetapi hanya menyerap radiasi UV. Absorbsi UV olehnya dapat menyebabkan terjadinya radikal hidroksil yang menyebabkan pigment sebagai fotokatalis. Keterbatasan sifat semikonduktor TiO2 dapat diatasi dengan memodifikasi permukaan atau struktur semikonduktor. Penggunaan bahan pewarna (sensitizer) merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat semikonduktor dengan meningkatkan
kisaran
respon
semikonduktor (Setiya, 2005).
panjang
gelombang
commit to user
visibel
dari
bahan
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Sebelum digunakan sebagai sensitizer. ekstrak antosianin terlebih dahulu diuji spektrum absorbsinya menggunakan Spektrofotometer UV-Visible Lambda 25. Spektrum absorbansi diukur pada rentang panjang gelombang 350 nm – 800 nm. Spektrum absorbansi masing-masing diukur untuk dye antosianin dalam bentuk larutan ethanol / asam citrat / aquades (5 : 1 : 4) dan pada lapisan TiO2. Hasil karakterisasi spektrum absorbansi (Gambar 4.5) memperlihatkan bahwa spektrum serapan ekstrak antonsianin cukup lebar yang mencakup dari pita violet hingga kuning (430-576 nm) dengan panjang gelombang maksimum (λmax) pada sekitar 530 nm. Hal ini bersesuaian dengan warna ekstrak yang kemerahan (Gambar 4.4).
Gambar 4.4 Ekstrak dye dengan Warna Merah dan Lapisan TiO2 yang direndam
commit to user Gambar 4. 5 Spektrum Absorbansi dye mawar merah (Rosa damascena Mill)
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
Gambar 4.6 Spektrum Absorbansi Dye dan Lapisan TiO2 dengan Variasi Waktu Perendaman Gambar 4.6, terlihat bahwa lamanya perendaman mempengaruhi nilai absorbansi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu perendaman semakin tinggi konsentrasi molekul antosianin yang teradsorpsi pada permukaan partikel TiO2. Gambar 4.5 dan gambar 4.6, terlihat bahwa spektrum absorbansi dye antosianin pada lapisan TiO2 mengalami pergeseran akibat perubahan warna dye antosianin setelah teradsorbsi pada lapisan TiO2 (dari warna kemerahan menjadi keunguan). Perubahan warna ini sebagai akibat terjadinya ikatan antara kromofor dye dari antosianin dengan Ti (IV) dari TiO2, dimana sebuah ion OH- dari Ti (IV) berikatan dengan sebuah ion H+ dari dye antosianin membentuk satu molekul H2O. Serapan (adsorbsi) pada permukaan TiO2 ini membentuk quinoidal yang mengakibatkan permukaan TiO2 terlihat menjadi berwarna ungu dan hanya sedikit mengandung bentuk flavilium (sebagai penyebab warna merah). Semakin lama perendaman maka warna lapisan semakin gelap (ungu tua). Sedangkan nilai absorbans dipengaruhi oleh kandungan antosianin yang ada dalam larutan dan yang terserap (terabsorbsi) pada permukaan TiO2, dimana kandungan antosianin commit to user sebanding dengan cahaya yang diserap.
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.4. Karakteristik Arus–Tegangan Sel Surya dengan Rangkaian Untuk mengetahui kinerja sel surya dilakukan pengukuran karakteristik arus-tegangan (I-V) pada kondisi tersinari dengan menggunakan sumber cahaya lampu Halogen 24 watt dengan intensitas 262,2 W/m2, dan dengan mengatur hambatan yang digunakan. Adapun rangkaian yang digunakan seperti pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Rangkaian Pengujian sel DSSC Dengan memvariasi nilai hambatan maka akan diperoleh nilai arus dan tegangan yang dihasilkan dari sel surya tersebut. Pada penelitian ini dilakukan variasi perendaman, sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruh perendaman terhadap efisiensi sel surya yang dibuat. Dari pengujian rangkaian didapatkan hasil arus. tegangan. dan nilai efisiensi (Tabel 4.4). Tabel 4.4 Efisiensi Sel Surya dengan Variasi Perendaman dengan Rangkaian Waktu perendaman 1 jam 12 jam 24 jam 36 jam
Voc (v) 0,29 0,39 0,4 0,4
Isc (μA) 2,7 5,9 6,5 14
EF (%) 0,00086 0,0036 0,0037 0,0077
EF (8,6±4,3)x10-4 (3,6±1,8)x10-3 (3,7±1,8)x10-3 (7,7±0,38)x10-2
Hasil karakterisasi arus-tegangan sel surya ditunjukkan pada Gambar 4.8, masing-masing untuk sel yang direndam dye antosianin selama 1 jam, 12 jam, 24 commit to user jam dan 36 jam. Kedua kurva arus-tegangan yang diperoleh menunjukkan pola
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang belum sempurna, dimana kurva I-V untuk perendaman 12 jam dengan 24 jam hampir sama, meskipun nilai Voc pada waktu perendaman 24 jam lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman 12 jam. Hasil kurva I-V ini masih lebih baik daripada yang diperoleh oleh Latifah, (2007). Hal ini ini dikarenakan pada sel surya Latifah. (2007) sumber cahaya yang digunakan berupa cahaya matahari. Cahaya matahari intensitasnya tidak tetap, setiap jam berbeda-beda tergantung cuaca pada hari tersebut. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan sumber cahaya dari sinar lampu halogen. Lampu ini biasanya digunakan sebagai sumber cahaya tampak, lampu ini menghasilkan cahaya tampak dalam daerah panjang gelombang 350-2500 nm.
Tampak juga bahwa kurva untuk sampel yang
direndam selama 36 jam lebih tinggi daripada yang direndam dye selama 1 jam, 12 jam, dan 24 jam, hal ini mengindikasikan bahwa kinerja sel dengan perendaman dye lebih lama memiliki performa lebih baik.
Gambar 4.8 Kurva I-V sel Surya dengan Variasi Waktu Perendaman 4.5. Karakteristik Arus–Tegangan Sel Surya dengan I-V meter Keithley Sistem sel surya dalam pengujian ini bertindak seperti dioda, yang memiliki sifat menyearahkan (rectifying) arus bolak-balik. Sistem sel surya dikatakan mati, apabila
arus yang dihasilkan sistem saat tegangan 0 (Isc) bernilai nol, ini
menandakan bahwa dalam sistem tersebut tidak terjadi aliran elektron yang bisa commit to user menghasilkan arus listrik. Hal ini akibat sambungan semikonduktor tipe-p dan
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tipe-n, apabila semikonduktor tipe-p disentuhkan dengan semikonduktor tipe-n maka akan terjadi difusi hole dari tipe-p menuju tipe-n dan difusi elektron dari tipe-n menuju tipe-p. Difusi tersebut akan meninggalkan daerah yang lebih positif pada batas tipe-n dan daerah lebih negatif pada batas tipe-p. Batas tempat terjadinya perbedaan muatan pada sambungan p-n disebut daerah deplesi. Elektron lebih yang memasuki bahan tipe-p menyebabkan sisi daerah deplesi bermuatan negatif, yang cenderung menarik elektron lainnya dari daerah n. Dalam keadaan setimbang, tumpukan elektron yang cukup banyak akan menghentikan sama sekali aliran elektron. Adanya beda muatan pada daerah deplesi mengakibatkan munculnya medan listrik yang mampu menghentikan laju difusi selanjutnya. Medan listrik tersebut mengakibatkan munculnya arus drift. namun arus ini terimbangi oleh arus difusi, sehingga secara keseluruhan tidak ada arus listrik yang mengalir pada semikonduktor sambungan p-n tersebut. Elektron adalah partikel bermuatan yang mampu dipengaruhi oleh medan listrik. Kehadiran medan listrik pada elektron mengakibatkan elektron bergerak. Ketika semikonduktor sambungan p-n disinari maka akan terjadi pelepasan elektron dan hole pada semikonduktor tersebut. Lepasnya pembawa muatan tersebut mengakibatkan penambahan kuat medan listrik di daerah deplesi. Pada keadaan ini arus drift lebih besar daripada arus difusi, sehingga secara keseluruhan dihasilkan arus berupa arus drift, yaitu arus yang dihasilkan karena munculnya medan listrik. Arus inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh sel surya sambungan p-n sebagai arus listrik. Kinerja sel surya sangat dipengaruhi oleh konstruksi sistem sel surya itu sendiri, seperti elektroda kerja (working electrode, elektroda lawan (counter electrode) dan larutan elektrolit yang digunakan. Selain itu kinerja alat ukur juga bisa mempengaruhi pengukuran kinerja sel surya. Gambar 4.9 merupakan gambar pengujian dengan menggunakan alat I-Vmeter Keithley.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
Gambar 4. 9 Pengujian dengan Alat I-Vmeter Keithley Pada pengukuran I-V sel surya, elektroda kerja dan elektroda lawan disusun seperti sandwich. Pada ruang antara elektroda kerja (working electrode) dan elektroda lawan (counter electrode), dan diantara keduanya disisipkan elektrolit. Arus yang terbaca hasil variasi tegangan dibuat kurva I vs V untuk mengetahui kinerja sel surya. Kurva I-V setiap sel DSSC dengan variasi waktu perendaman ditunjukkan pada Gambar 4.10. Dari gambar tersebut terlihat pada perendaman 36 jam menghasilkan Voc tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman maka semakin banyak dye yang terabsorb sehingga mempengaruhi kinerja sel surya yang baik. Elektron dalam sistem sel surya dihasilkan dari elektron zat warna yang tereksitasi karena mendapat cahaya pada daerah cahaya tampak, kemudian akan diinjeksi ke dalam pita konduksi semikonduktor TiO2. Terjadinya injeksi elektron zat warna ke dalam pita konduksi TiO2 dipermudah dengan adanya interaksi atau ikatan antara zat warna dengan TiO2. Jika tidak terjadi interaksi/ikatan antara zat warna dan TiO2, elektron lebih sulit mengalami injeksi sehingga tidak terjadi aliran elektron yang kemudian menghasilkan sistem sel surya yang mati. Sistem sel surya juga bisa mati karena terjadinya short pada sistem akibat kontak langsung elektroda kerja (working electrode) dan elektroda lawan (counter electrode). Hal ini bisa terjadi jika larutan elektrolit tidak terdistribusi secara merata pada seluruh permukaan kontak elektroda kerja - elektroda lawan. Oleh karena itu penggunaan spacer (jeda) dari bahan polimer berfungsi untuk menahan commit to user(Yang-Shian, et.al., 2007). elektrolit supaya tidak kemana-mana (terbuang)
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(a)
(b)
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(c)
(d) Gambar 4. 10 (a) Kurva I-V dengan waktu perendaman 1 jam (b) Kurva I-V dengan waktu perendaman 12 jam (c) Kurva I-V dengan waktu perendaman 24 jam (d) Kurva I-V dengan waktu perendaman 36 jam
Dari Gambar 4.10 terbukti bahwa semakin lama perendaman, semakin commit to user banyak dye yang menempel pada substrat yang dibuat sehingga kemampuan untuk
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyerap cahaya pun semakin tinggi. Sel surya ini bersifat fotovoltaik. Semakin lama waktu perendaman pada dye maka efisiensi sel surya semakin tinggi, seperti yang terlihat pada Tabel 4.5. Hal ini membuktikan bahwa perendaman 36 jam menghasilkan efisiensi paling tinggi. Tabel 4.5 Efisiensi Sel Surya dengan Variasi Perendaman dengan I-Vmeter Keithley Waktu Rendaman
Voc (V)
Isc (A)
EF (%)
1 jam 12 jam 24 jam 36 jam
0,308 0,056 0,207 0,404
4,39 29 11,9 47,1
8,46 10-4 10,06 10-4 15,42 10-4 117,94 10-4
commit to user
EF (8,46 ± 3,3)10-4 (10,06 ± 4,9)10-4 (15,42 ±7,1)10-4 (117,94 ± 57)10-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan 1.
Telah difabrikasi sel surya dye sensitized solar cell (DSSC) dengan dye alami berbasis antosianin ekstrak mawar merah (Rosa damascena Mill) dan elektrolit kopel redoks I-/I3- dan mengandung polimer PEG (Polyethylene Glycol). Dengan adanya arus dan tegangan yang dihasilkan, sel ini terbukti dapat mengkonversi energi surya menjadi energi listrik.
2.
Dye antosianin dari ekstrak bunga mawar merah (Rosa damascena Mill) yang mmempunyai daerah serapan optik (430-576 ) nm dan mencapai maksimum pada panjang gelombang 531 nm dengan nilai absorbansi sebesar 3,378. Selain itu panjang gelombang serapan maksimum (λmax) lapisan TiO2 yang telah direndam pada dye selama 1 jam adalah 448 nm dengan nilai absorbansi sebesar 2,50, untuk 12 jam perendaman, panjang gelombang serapan maksimum 480 nm dengan nilai absorbansi 2,87, untuk 24 jam perendaman panjang gelombang serapan maksimum sebesar 481 nm, dengan nilai absorbansi sebesar 3,21, sedangkan untuk 36 jam perendaman mempunyai panjang gelombang maksimum sebesar 485,5 dengan nilai absorbansi sebesar 3,52. Sehingga semakin lama perendaman, nilai absorbansi lapisan TiO2 yang tersensitasi dye juga semakin besar, sehingga semakin tinggi penyerapan cahayanya.
3.
Hasil karakterisasi I-V dengan rangkaian menunjukkan bahwa prototipe sel surya memiliki efisiensi (8,6±4.3)10-2 % untuk sampel rendam 1 jam, (3,6±1,8)10-1 % untuk sampel rendam 12 jam, (3,7±1,8)10-1 % untuk sampel rendam 24 jam, dan (7,7±0,38) % untuk sampel dengan perendaman 36 jam. Sedangkan dengan menggunakan I-V meter Keithley sel DSSC ini memiliki efisiensi sebesar commit to user
53
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(8,46±3,3)10-2 % untuk perendaman 1 jam, (10,06±4,9)10-2 % untuk perendaman 12 jam, (15,42±7,1)10-2 % untuk perendaman 24 jam, dan (117,94±57)10-2 % untuk perendaman 36 jam.
5.2. Saran Untuk penelitian selanjutnya, disarankan beberapa hal, diantaranya : 1.
Dalam pembuatan bubuk TiO2 diharapkan untuk memperhitungkan keasaman larutan, karena keasaman dari larutan mempengaruhi fasa kristal TiO2 yang terbentuk. Larutan yang lebih asam akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk membentuk fasa rutile.
2.
Selain itu ketebalan masing-masing lapisan perlu diperhatikan, dengan cara mencari teknik deposisi yang lebih baik, sehingga lapisan yang dihasilkan homogen.
commit to user