94
EXPERIMENTAL STUDY OF ACTIVE NOISE CONTROL FOR INDUSTRIAL FAN USING ADAPTIVE FILTER Bambang Riyanto§ ABSTRAK
Makalah ini menyajikan studi eksperimental sistem kendali bising aktif. Implementasi real-time sistem kendali aktif menggunakan DSP (Digital Signal Processor) dan diaplikasikan untuk meredam bising fan industri dalam ruang yang luas. Eksperimen dilakukan dengan menggunakan algoritma Filtered-X LMS (FX-LMS) dan Filtered-U Recursive LMS (FU-LMS) untuk sistem kendali bising satu kanal, serta MFXLMS untuk kasus dua kanal. Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa redaman terhadap bising di ruang yang luas hanya dapat diperoleh secara signifikan bila sensor galat ditempatkan pada lokasi yang cukup dekat dengan sumber bising. Kata kunci: Kendali bising aktif, DSP, satu kanal, multi-kanal, FX-LMS, FU-LMS, MFX-LMS, fan.
ABSTRACT This paper presents experimental study of active noise control in a large space. Real-time implementation of active control system employs DSP (Digital Signal Processor) and is applied to attenuate industrial fan noise in a large space. Experiments are performed using Fitered-X LMS (FX-LMS) and Filtered-U Recursive LMS (FULMS) in case of single channel, and MFXLMS in case of multi-channel. The experiments show that a significant of noise attenuation is obtained in the large space if the error sensor is placed sufficiently closed to the primary noise source. Keywords: active noise control, DSP, Single channel, multi channel, FX-LMS, FU-LMS, MFX-LMS, fan.
1. PENDAHULUAN Masalah bising (suara bising) telah menjadi perhatian yang cukup serius saat ini seiring dengan semakin berkembangnya jumlah peralatan yang menjadi sumber bising di industri dan rumah tangga seperti: generator, kipas, blower, kompresor dan motor. Bising akustik (acoustic noise) secara singkat dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, yang kemunculannya tidak dapat dihindari. Bising dapat menimbulkan akibat yang cukup serius bagi kesehatan manusia, yaitu berkurangnya kemampuan pendengaran, bahkan bising yang terlalu keras atau yang didengar secara terus menerus bisa menyebabkan tuli. Selain itu bising juga menimbulkan efek psikologis, seperti munculnya perasaan tertekan dan jenuh, yang selanjutnya akan mengurangi produktivitas. Untuk dapat bekerja dengan baik, manusia memerlukan suasana kerja yang nyaman dan jauh dari kebisingan. Di samping itu akibat-akibat lain yang disebabkan bising adalah terganggunya pembicaraan antar manusia, menimbulkan getaran pada bangunan dan sebagainya. Singkatnya, bising memberikan banyak pengaruh negatif, oleh karena itu bising harus diredam. Cara konvensional untuk meredam bising didasarkan pada penggunaan bahan absorber. Namun cara ini tidak cukup efektif diterapkan pada bising yang memiliki frekuensi cukup rendah karena memerlukan bahan absorber yang tebal dan berat. Cara yang efektif untuk mengatasi masalah ini adalah sistem kendali §
bising aktif (Active Noise Control, disingkat ANC). Teknik pengendalian ini didasarkan pada prinsip interferensi destruktif antara bising dan suatu sinyal suara lain, lazim disebut anti sound (Elliot et al. 1993, 1994, 2001, Fuller dan vonFlotow 1995, Kuo dan Morgan 1996). Sistem membangkitkan sinyal yang fasanya berlawanan dengan bising yang hendak diredam, sedemikian sehingga sinyal residu minimum (lihat Gambar 1). Sumber bising disebut sumber primer, sedangkan sumber sinyal anti bising disebut sumber sekunder. Penelitian dalam sistem kendali bising aktif mencakup fisik akustik, jenis sensor dan aktuator, optimisasi geometri, struktur & algoritma pengendali, dan jenis bising. Oleh karena sifat bising bergantung pada kondisi lingkungan, penelitian dalam struktur dan algoritma kendali telah menghasilkan struktur dan algoritma adaptif, seperti FX-LMS (FilteredX Least Mean Square) yang didasarkan pada Filter FIR, dan FU-LMS (Filtered-U Least Mean Square) yang didasarkan pada Filter IIR. Algoritma ini telah diterapkan untuk meredam bising yang berasal dari berbagai peralatan. Namun demikian, penelitian sejauh ini difokuskan pada bising dalam ruang tertutup yang sempit, seperti dalam pipa atau duct (Elliot dkk. 1993, 1994, 2001, Fuller dan vonFlotow 1995, Kuo dan Morgan 1996, Riyanto 1998). Kendali bising aktif dalam kasus ini diketahui menghasilkan redaman total (di seluruh daerah frekuensi) yang cukup baik, dapat mencapai hingga 20 dB. Dalam ruang yang lebih luas,
Departemen Teknik Elektro, FTI ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung (40132) E-mail:
[email protected]
Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 3, Agustus 2005
95
masalah pengendalian bising menghadapi masalah dan kompleksitas yang tinggi, karena gelombang tidak lagi dapat dianggap menjalar dalam satu dimensi.
Gambar 1. Konsep Kendali Aktif Bising. 2. SISTEM KENDALI BISING AKTIF Ada dua tipe bising di lingkungan, yaitu bising berpita lebar (wideband noise) dan berpita sempit (narrowband noise). Bising berpita lebar disebabkan, misalnya, oleh turbulensi, yang bersifat acak, sehingga energinya terdistribusi di pita yang lebar. Contoh untuk turbulensi pita lebar adalah suara frekuensi rendah dari pesawat jet atau bising impuls dari suatu ledakan. Sementara itu, untuk pita sempit, energinya terkonsentrasi untuk frekuensi tertentu saja. Bising ini berhubungan dengan mesin yang berputar atau berulang, sehingga frekuensinya periodik atau hampir periodik. Contoh sumber bising pita sempit diantaranya adalah: fan, turbin sebagai sumber daya pendukung; kompresor dalam lemari es, dan pompa pneumatik yang digunakan untuk mentransfer material di industri. Ditinjau dari penempatan sensor acuan, sistem kendali bising aktif dapat dikelompokkan menjadi sistem umpan-balik dan umpan-maju (Elliot 2001, Kuo dan Morgan 1996). Pada sistem umpan-balik, sensor galat yang diletakkan setelah sumber sekunder berfungsi rangkap sebagai sensor acuan. Sinyal acuan diperoleh melalui prediksi dari sinyal residu bising yang berkorelasi dengan sumber bising. Pada sistem umpan-maju, digunakan dua sensor untuk mengukur sinyal bising utama dan residunya. Sensor acuan diletakkan sangat dekat dengan sumber bising agar diperoleh hasil pengukuran yang berkorelasi dengan bising yang akan direduksi. Ditinjau dari jumlah kanal kendali yang tersedia, kendali bising aktif dibedakan atas sistem kanal tunggal (single–channel ANC) dan multikanal (multi-channel ANC). Sesuai namanya, sistem kanal tunggal dibangun dari satu sensor acuan, satu sumber sekunder, dan satu sensor galat. Meski sederhana, sistem ini cukup efektif untuk mengurangi bising dalam media satu
dimensi, seperti halnya bising dalam saluran udara. Perhatikan Gambar 2 untuk penerapan dalam duct. Dalam diagram blok di atas, sinyal yang tidak diinginkan x(n) direkam dengan memakai mikrofon referensi dekat dengan sumber bising tersebut sebelum merambat ke loudspeaker sekunder (peredam). Jarak antara mikrofon referensi dan loudspeaker sumber sekunder yang cukup akan menghasilkan kausalitas dan koherensi yang tinggi antara lokasi sensor bising (referensi) dan lokasi suara yang akan diredam. Sistem kendali bising aktif memakai sinyal referensi itu untuk membangkitkan sinyal y(n) yang disalurkan ke loudspeaker, menghasilkan bising sekunder dalam ruang akustik yang fasanya berlawanan dengan bising primer, sehingga meredam bising tersebut. Sistem kendali bising aktif multikanal bertujuan untuk melakukan peredaman bising pada daerah yang lebih luas. Sistem kendali bising aktif multikanal terdiri atas beberapa sumber sekunder dan beberapa mikrofon galat (Kuo dan Morgan 1996, Elliot dan Boucher 1994, Bouchard 2001, Riyanto dkk. 2001). Khusus untuk sistem multikanal, proses pengolahan dapat dikelompokkan menjadi sistem terdesentralisasi dan tersentralisasi. Secara prinsip sistem terdesentralisasi terdiri atas sejumlah pengendali otonom yang tidak berkoordinasi satu dengan yang lain. Sistem ini hanya menggunakan setiap sensor galat yang ada untuk menentukan keluaran dari sumber sekunder di dekatnya, dan membebaskan tiap sensor galat dari ketergantungan satu dengan yang lain. Pada sistem tersentralisasi, hasil pengukuran sejumlah sensor acuan dan sensor galat dipusatkan pada satu unit pengendali. Keluaran dari satu sumber sekunder adalah hasil perhitungan yang memperhatikan data pengukuran seluruh kanal. Residu bising yang diukur sensor galat menyatakan interaksi berbagai sumber sekunder, dan karenanya sistem ini juga disebut fully coupled system. Pada penelitian ini, dilakukan eksperimen untuk sistem umpan maju kanal tunggal dan multi kanal. Pada sistem kanal tunggal, disajikan perbandingan struktur dan algoritma FXLMS, FULMS-1 (dengan identifikasi jalur sekunder menggunakan filter FIR), FULMS-2 (dengan identifikasi jalur sekunder dengan filter IIR) untuk meredam bising fan. Sinyal bising yang dihasilkan oleh fan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipandang sebagai bising berpita sempit dengan frekuensi bising utama di 127 Hz dan 254 Hz. Sensor yang digunakan adalah mikrofon, baik sebagai sensor referensi maupun sebagai sensor galat. Vol. 16, No. 3, Agustus 2005 - Majalah IPTEK
96
Noise Source
dimutakhirkan (updated) algoritma LMS. e(k ) d (k ) y' (n)
Primary Noise
Reference Microphone
Canceling Loudspeaker
x(n)
Eror Microphone
setiap
saat
oleh
d (k ) s (k ) * W T X k e 2 (k ) d 2 (k ) 2d (k )[s(k ) * WT X k ] (s(k ) * WT X k ) 2 ......(1)
sehingga
y(n) e(n) ANC
ˆ e (k ) 2d (k )[s(k ) * X ] 2( s(k ) * W T X ) s(k ) * X k k k k W 2
2( s(k ) * X k )(d (k ) s(k ) * W T X k )
Gambar 2. Sistem kendali bising aktif umpan maju satu kanal. Pada ANC multikanal, eksperimen peredaman bising fan dilakukan dengan algoritma FXLMS tersentralisasi. Masukan ke pengendali ANC adalah sinyal bising asli yang diubah ke dalam bentuk elektrik sedangkan keluaran dari setiap mikrofon galat akan digunakan untuk mengadaptasi nilai-nilai koefisien dalam filter yang digunakan. Pada kasus ini, dilakukan dua macam eksperimen multikanal dengan 1 mikrofon referensi, 2 mikrofon galat dan 2 speaker aktuator untuk meredam sinyal bising fan yang direkam dan bising fan secara langsung.
......(2) 2( s(k ) * X k )e(k ) dan persamaan pemutakhirannya adalah .......(3) Wk 1 Wk (s(k ) * X k )e(k ) Wk X'k e(k ) dengan .......(4) X 'k s(k ) * X k Algoritma yang mirip, tetapi lebih kompleks, diterapkan pada struktur multikanal tersentralisasi seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Algoritma yang dihasilkan disebut MFXLMS (Multichannel Filterd-X Least Mean Square). d1(n)
P1(z)
y1(n)
W1(z)
+
S11(z)
3. ALGORITMA ADAPTIF 3.1 FXLMS Algoritma FXLMS (Filtered-X Least Mean Square) merupakan modifikasi dari algoritma LMS (Least Mean Square). Modifikasi ini diperlukan untuk mengkompensasi fungsi transfer jalur sekunder yang mengikuti filter adaptif. Bagan filter adaptif dan jalur sekunder dengan algoritma FXLMS diilustrasikan dalam Gambar 3. x(n)
P(z)
d(n) +
e(n)
W(z)
y(n)
S(z)
e1 (n)
-
-
S21(z) x(n)
e1 (n)
FXLMS
e2(n)
S12(z) -
e2(n)
+
y2(n)
P2(z)
S22(z)
W2(z)
d2(n)
Gambar 4. Sistem kendali aktif multikanal tersentralisasi. 3.2 FULMS Algoritma FULMS juga merupakan modifikasi algoritma LMS dengan struktur filter IIR, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5.
y'(n)
S^(z)
x'(n) LMS
Gambar 3. Diagram blok sistem ANC menggunakan algoritma FXLMS. Pada gambar tersebut x(n) adalah sinyal referensi yang berkorelasi dengan sumber bising, P(z ) adalah jalur akustik dari sumber bising menuju mikrofon galat, dan Sˆ ( z ) adalah model jalur sekunder S ( z ) . W (z ) adalah koefisien bobot dari filter adaptif yang nilainya Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 3, Agustus 2005
Gambar 5. Diagram blok sistem ANC menggunakan algoritma FULMS.
97
Sinyal residu (galat) diberikan oleh: .......(5) e(n) d (n) s(n) * y(n) dan sinyal keluaran dari filter IIR y(n) dihitung sebagai y (n) a T (n)x(n) b T (n)y (n 1) .......(6) dimana a(n) dan b(n) adalah vektor bobot koefisen filter a(n) = [a o (n) a1 (n) a 2 (n) . . . a L 1 (n)]T T b(n) = [b1 (n) b2 (n) . . . bM (n)] dan y(n 1) = [ y(n 1) y (n 2) . . . y (n M )] Definisikan vektor bobot baru w(n) = a(n)
Sa2 Mg2
Sb Mr
Mg1 Mr Sa1 Pre Amp
Pre Amp
Pre Amp
Power Amp
TMS320C6701EVM
`
b ( n )
dan suatu vektor referensi baru u(n) = x(n)
Gambar 6. Set-up eksperimen.
y ( n 1)
sehingga persamaan (6) dapat disederhanakan menjadi .......(7) y (n) w T (n)u(n) Untuk memudahkan proses komputasi, maka pemutakhiran bobot filter (a(n) dan b(n)) pada algoritma ini dapat dipisahkan menjadi: '
a(n 1) a(n) x (n)e(n)
b(n 1) b(n) y ' (n 1)e(n)
x' (n) s(n) * x(n)
dengan
Power Amp
.......(8) .......(9) dan
Pada sistem kendali bising aktif satu-kanal dilakukan eksperimen untuk dua macam konfigurasi: dengan sumber bising fan sebenarnya dan dengan rekaman bising fan. Dengan mengubah-ubah parameter seperti: learning rate, dan orde filter ditemukan konfigurasi yang menghasilkan redaman optimum, seperti diperlihatkan pada Tabel 1 dan 2 (learning rate = 0.01 dan orde filter=100 untuk Tabel 1 dan learning rate=0.02 dan orde filter=80 untuk Tabel 2). Rasio redaman ditentukan berdasarkan formula
y' (n) s(n) * y(n 1)
Rasio Redaman = 10log(var(sebelum redaman))10log(var(setelah redaman))
4. HASIL EKSPERIMEN Perangkat eksperimen ditunjukkan pada Gambar 6 untuk kasus multi-kanal. Sistem ini terdiri atas DSP TMS320C6701, yang melakukan seluruh pengolahan sinyal, DAC, penguat daya, speaker, mikrofon, penguat mula, dan ADC. Suatu PC terhubung ke DSP untuk melakukan pemrograman DSP dan akuisisi data secara realtime. Eksperimen dilakukan dalam ruang berukuran relatif besar (10m x 10m x 3m). Foto 1 memperlihatkan sub-sistem peralatan eksperimen. Dalam eksperimen ini model S(z) dibangun lebih dahulu sebelum kendali dilakukan, dengan menggunakan algoritma LMS yang diimplementasikan dalam DSP dan struktur filter FIR atau IIR. Sebagai sumber bising digunakan fan dengan 4 blade dan diameter 25 cm yang sering digunakan sebagai pendingin maupun penghisap udara (exhaus blower). Fan tersebut memiliki frekuensi bising utama di 127 Hz dan 254 Hz.
Redaman pada frekuensi 127 Hz dan 254 Hz dihitung dengan menggunakan kerapatan spektrum daya. FULMS-1 dan FULMS-2 dibedakan pada penggunaan struktur filter model sekundernya, yaitu FIR untuk FULMS-1 dan IIR untuk FULMS-2. Pada kedua algoritma tersebut struktur filter pengendali yang digunakan adalah IIR. Dari Tabel 1 tampak bahwa untuk kasus predaman bising fan, FULMS-1 memberikan hasil redaman yang baik di seluruh frekuensi (11.74 dB), FXLMS menghasilkan redaman yang baik pada frekuensi utama(37.37dB), sementara FULMS-2 menghasilkan redaman yang cukup baik pada frekuensi harmonisa(3.6dB). Dari Tabel 2 tampak bahwa FXLMS memberikan hasil redaman tertinggi di seluruh frekuensi(23.1dB), FULMS-1 menghasilkan redaman terbaik pada frekuensi utama(43.3dB), sementara FULMS-2 menghasilkan redaman terbaik pada frekuensi harmonisa(15.03dB). Dalam eksperimen ini juga diukur redaman dalam dBA dengan menggunakan SPL (Sound
Vol. 16, No. 3, Agustus 2005 - Majalah IPTEK
98
(a)
(b)
(c)
(d) Foto 1. Set-up eksperimen ANC: a) Rangkaian ADC dan DAC, b) DSP TMS32C6701 c) Penguat daya dan penguat mula d) Konfigurasi ANC
Pressure Level) yang bersifat lebih sensitif terhadap pendengaran manusia.
Tabel 1. Hasil eksperimen ANC satu-kanal untuk bising fan dengan geometri pada Gambar 7.
43 Cm 10 Cm
35 Cm
Algoritma
Rasio Redaman
FXLMS FULMS-1 FULMS-2
11.2297 dB 11.7412 dB 10.2552 dB
FAN
SA MG
MR
Gambar 7. Geometri percobaan ANC satu-kanal pada Fan (MG: Mikrofon Galat, MR: Mikrofon Referensi, SA: Speaker Aktuator). 200 Cm
14 Cm
11 Cm
SA MG
Algoritma
Gambar 8. Geometri percobaan ANC satu-kanal untuk rekaman bising fan (MG: Mikrofon Galat, MR: Mikrofon Referensi, SA: Speaker Aktuator, SB: Sumber Bising).
Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 3, Agustus 2005
Redaman pd frek 254Hz 2.5815 dB 2.6694 dB 3.631 dB
Tabel 2. Hasil eksperimen ANC satu-kanal untuk rekaman bising fan dengan geometri pada Gambar 8.
Sb
MR
Redaman pd frek 127Hz 37.3656 dB 35.8747 dB 31.5923 dB
Rasio Redaman
Redaman pd frek 127Hz
Redaman pada frek 254Hz
dBA
FXLMS
23.105
42.0108
12.353
4
FULMS-1
23.0396
43.272
13.0886
4
FULMS-2
21.4294
38.95
15.0308
3.8
99
Gambar 9 memperlihatkan respons waktu sinyal bising residu yang ditangkap oleh mikrofon galat. Tampak bahwa sinyal residu mencapai kondisi keadaan mantap dalam waktu yang cepat. Terlihat bahwa sinyal bising memiliki amplitudo di sekitar 0,05 (dengan penyekalaan) sebelum peredaman dilakukan, dan menjadi sekitar 0,02 setelah peredaman dilakukan. Pada Gambar 10, diperlihatkan kerapatan spektrum frekuensi sinyal bising sebelum dan setelah ANC diaktifkan. Terlihat bahwa terdapat puncak spektrum di sekitar 127HZ dan 254Hz, dan bahwa pada frekuensi ini diamati redaman yang cukup baik.
Dari hasil eksperimen pada Tabel 3 tampak bahwa untuk ANC multikanal diperoleh redaman yang baik (sekitar 20dB) untuk seluruh daerah frekuensi yang diukur pada kedua mikrofon galat. Di frekuensi utama dihasilkan redaman yang tinggi (37-39dB) dan di frekuensi harmonisa diperoleh redaman yang cukup baik (sekitar 9dB) yang diukur pada kedua mikrofon galat. Kecenderungan yang sama juga diamati pada Tabel 4 untuk rekaman bising fan, meskipun dengan nilai redaman yang cukup tinggi pada frekuensi harmonisa. 7 Cm
SA1
40 Cm
40 Cm
MG1
7 Cm
MG3
SA3
MR 37 Cm
Arah Angin
Gambar 11. Geometri eksperimen ANC multikanal untuk bisng fan (MG: Mikrofon Galat, MR: Mikrofon Referensi, SA: Speaker Aktuator) Tabel 3. Hasil eksperimen ANC multikanal untuk bising fan dengan geometri pada Gambar 11. Gambar 9. Sinyal yang ditangkap mikrofon galat (frekuensi pencuplikan 2KHz).
Rasio Redaman Mik Redaman Mik Redaman di Galat 1 di Frek Galat 1 di Frek Mik Galat 1 127 Hz 254 Hz 20.385 dB 38.789 dB 9.422 dB
Rasio Redaman Mik Redaman Mik Redaman di Galat 2 pd Frek Galat 2 pd Frek Mik Galat 2 127 Hz 254 Hz 19.107 dB
37.035 dB
8.884 dB
12 Cm Sa1 Mg1 150 Cm
Gambar 10. Plot kerapatan spektrum daya sinyal sebelum dan sesudah diredam.
Sb
100 Cm 8 Cm Mr
Pada kasus ANC multikanal dilakukan eksperimen dengan 2 macam konfigurasi: dengan sumber bising fan sesungguhnya dan dengan rekaman bising fan (lihat Gambar 11 dan 12). Dengan mengubah-ubah parameter seperti learning rate dan orde filter, untuk kasus bising fan dihasilkan nilai redaman sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3, sedangkan untuk kasus rekaman bising diperlihatkan pada Tabel 4.
Mg2 Sa2 14 Cm
Gambar 12. Geometri ANC multi kanal untuk rekaman bising fan.
Vol. 16, No. 3, Agustus 2005 - Majalah IPTEK
100
Tabel 4. Hasil eksperimen ANC multikanal untuk meredam rekaman bising fan dengan Geometri pada Gambar 12. Rasio Redaman di Redaman di Redaman di Mik Galat 1 pd Mik Galat 1 pd Mik Galat 1 Frek 127 Hz Frek 254 Hz 18.096 dB
40.215 dB
27.746 dB
Rasio Redaman di Redaman di Redaman di Mik Galat 2 pd Mik Galat 2 pd Mik Galat 2 Frek 127 Hz Frek 254 Hz 24.389 dB
46.0305 dB
33.480 dB
5. SIMPULAN Sistem kendali bising aktif dengan algoritma FXLMS dan FULMS dapat digunakan secara efektif untuk meredam bising yang diakibatkan oleh fan. Untuk kasus predaman bising fan, FULMS-1 memberikan hasil redaman yang baik di seluruh frekuensi, FXLMS menghasilkan redaman yang baik pada frekuensi utama, sementara FULMS-2 menghasilkan redaman yang cukup baik pada frekuensi harmonisa. Sensitivitas mikrofon dan korelasi antara sinyal referensi dan sinyal galat juga berperan penting dalam menentukan kinerja redaman yang diperoleh. Secara keseluruhan algoritma FULMS1 memberikan peredaman yang paling baik, walaupun perbedaan itu tidak signifikan. Pada percobaan ANC multikanal, algoritma MFXLMS menghasilkan redaman yang cukup baik yaitu di sekitar 18-24 dB. Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa redaman terhadap bising di ruang yang luas hanya dapat diperoleh secara signifikan bila sensor galat ditempatkan pada lokasi yang cukup dekat dengan sumber bising. Penelitian lebih lanjut diarahkan pada dua aspek: 1) menggabungkan peredam pasif dan aktif, dan 2) meningkatkan korelasi antara mikrofon galat dan referensi untuk meredam posisi yang cukup jauh. Pengembangan ke kasus nonlinier dengan jaringan syaraf tiruan didiskusikan oleh penulis (Riyanto, 2000, 2001, 2004).
DAFTAR ACUAN Bouchard, M. dan Quednau, S. (2000), ‘Multichannel Recursive-least Squares Algorithms and Fast-transversal Filters for Active Noise Control and Sound Reproduction Systems’, Trans. on Speech and Audio Processing, Vol. 8, n. 5, pp. 606-618. Elliot, S.J. (2001), Signal Processing for Active Control, Academic Press. Elliot, S.J. dan Nelson, P.A. (1993), Active Noise Control, IEEE Signal Processing Magazine, Vol. 10, No. 4, pp. 12-35 Elliot, S.J. dan Bouncher, C.C.(1994), ‘Interaction between Multiple Feedforward Active Noise Control Systems’, IEEE Transactions on Speech and Audio Processing, Vol. 2, No. 4, pp. 521-530 Fuller, C.R. dan von Flotow, A.H. (1995), ‘Active Control of Sound and Vibration’, IEEE Control Systems Magazine, Vol. 15, No. 6, pp. 9-19 Kuo, S. M. dan Morgan, D.R. (1996), Active Noise Control Systems: Algorithms and DSP Implementations, New York: John Wiley & Sons. Proakis, J.G. (1996), Digital Signal Processing: Principles, Algorithms, and Application, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Riyanto, B. (2000), On-Line Secondary Path Identification of Active Noise Control Using Neural Networks, Int. Conf. Modeling and Simulation, Pittsburgh, USA.. Riyanto, B. (1998), ‘Active Control of Acoustic Noise Using Adaptive Filter Algorithm: A Real-Time DSP Implementation Based on Feedforward Configuration’, ISASTI ’98. Riyanto, B. dan Uchida, K. (2001), ‘Active Control of Acoustic Noise Using Adaptive H Filter Algorithm’, Movic 01, Osaka. Riyanto, B., Nasution, L. dan Uchida (2001), K. ‘Active Control of Acoustic Noise Using Radial Basis Function Networks’, Int. Conf. On Modeling, Identification and Control, Innsbruck, Austria. Riyanto, B., Yacoub, R. dan Uchida, K (2004), ‘Identification of Secondary Path in ANC Using Diagonal Recurrent Neural Networks with EKF Algorithm’, Proc. 5th ASCC, Melbourne. Diterima: 17 Juni 2004 Disetujui untuk diterbitkan: 23 Agustus 2005
Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 3, Agustus 2005