EXECUTIVE SUMMARY Salah satu kebijakan strategis pemerintah dalam upaya perbaikan mutu pendidikan adalah penyelenggaraan Ujian Nasional (UN). UN mulai dilaksanakan sejak tahun pelajaran 2004/2005 yakni sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, UN bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. Hasil UN selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, dasar seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan, pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Penyelenggaraan UN dilakukan oleh lembaga mandiri yang ditugaskan oleh Pemerintah dalam rangka evaluasi eksternal untuk menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, khususnya standar kompetensi lulusan. UN dilakukan untuk memperoleh hasil dan kelulusan yang memperoleh pengakuan lebih luas daripada hasil dan kelulusan yang ditetapkan hanya berdasarkan hasil penilaian dan standar sekolah yang sangat heterogen. Dengan penyelenggaraan UN diharapkan semua pihak yang terkait terdorong bekerja keras untuk mencapai hasil UN yang baik. Hal ini secara langsung atau tidak langsung diharapkan akan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di seluruh tanah air. Laporan kajian hasil UN ini disusun sebagai bentuk akuntabilitas publik yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada Direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan, dan Kantor Kementerian Agama di tingkat provinsi/ kota/ kabupaten, satuan pendidikan, serta pemangku kepentingan lainnya tentang hasil capaian pendidikan yang telah dilaksanakan dalam rangka upaya peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran, serta peningkatan mutu pendidikan pada umumnya. Laporan hasil UN ini berisi tentang deskripsi analisis hasil UN tahun pelajaran 2013/2014 serta analisis hasil UN selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun pelajaran 2011/2012 sampai dengan 2013/2014 untuk jenjang SMP/MTs dan SMA/MA.
1
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
A. HASIL UJIAN NASIONAL 2013/2014 Pada tahun pelajaran 2013/2014, kriteria kelulusan Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTs dan SMA/ MA masih sama dengan kriteria kelulusan 2 (dua) tahun terakhir yaitu kelulusan siswa ditetapkan berdasarkan perolehan Nilai Akhir (NA). NA diperoleh dari gabungan dari 60% Nilai Ujian Nasional (NUN) dan 40% Nilai Sekolah (NS) dari mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Siswa SMP/ MTs dan SMA/MA dinyatakan lulus UN jika nilai rata-rata NA paling rendah adalah 5,5 dan nilai tiap pelajaran paling rendah 4,0. Namun, terdapat perbedaan proporsi pada perhitungan NS. NS pada tahun 2013/2014 diperoleh dari gabungan 70% rata-rata nilai rapor dan 30% nilai ujian sekolah/ madrasah; sedangkan pada tahun 2011/2012 dan 2012/2013, NS dihitung dari gabungan 40% rata-rata nilai rapor dan 60% nilai ujian sekolah/madrasah.
1. Hasil UN SMP/MTs 2013/2014 JJumlah peserta dan tingkat kelulusan SMP/MTs. UN pada tahun pelajaran 2013/2014 diikuti oleh 3.773.372 peserta dari 34 provinsi. Tingkat kelulusan peserta mencapai 99.94% dengan jumlah peserta tidak lulus 0.06% (2.335 siswa). Tingkat ketidaklulusan peserta paling rendah adalah di provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat sebesar 0,1%. Tingkat ketidaklulusan tertinggi terkonsentrasi pada tiga provinsi, yaitu provinsi Aceh dengan tingkat ketidaklulusan sebesar 0,37%, Sulawesi Barat sebesar 0,33%, dan Kalimantan Utara sebesar 0,31%. Gambar 1. Jumlah Siswa Peserta UN Tingkat SMP/MTs 2014
Secara umum hasil UN 2013/2014 menunjukkan kelulusan siswa SMP/MTs mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012/2013. Pada tahun pelajaran 2012/2013 tingkat kelulusan siswa SMP/MTs sebesar 95,56%, sedangkan pada tahun pelajaran 2013/2014 tingkat kelulusannya mencapai 99,94%. Hal ini berarti tingkat kelulusan siswa SMP/MTs pada tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 0,38%. Sekolah yang tingkat kelulusan siswanya mencapai 100% adalah sebanyak 49.249 sekolah atau sebesar 97,49%. Sedangkan sekolah yang tingkat kelulusan siswanya kurang dari 100% adalah sebanyak 1.266 sekolah atau sebesar 2,51% dari jumlah sekolah seluruhnya.
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
Gambar 2. Jumlah Sekolah Peserta UN 2014
2
Gambar 3. Tingkat Kelusan UN SMP/Sederajat di Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia
Distribusi Nilai UN SMP/MTs. Sebagaimana diuraikan di atas, kelulusan siswa ditentukan berdasarkan capaian Nilai Akhir, yang dihitung dengan menggabungkan nilai Ujian Nasional (NUN) dan Nilai Sekolah (NS). Rata-rata nilai UN (NUN) atau disebut juga nilai UN tahun pelajaran 2013/2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012/2013. Pada tahun 2012/2013, rata-rata nilai UN tahun 2012/2013 adalah sebesar 6,10, sedangkan pada tahun 2013/2014 sebesar 6,52. Hal ini berarti terjadi peningkatan rata-rata nilai UN (murni) sebesar 0,42%. Adapun rata-rata NS pada tahun 2013/2014 adalah sebesar 8,17. Penggabungan Nilai UN (NUN) dengan Nilai Sekolah (NS) menghasilkan rata-rata Nilai Akhir (NA) secara nasional yaitu 7,19. Perbandingan Nilai UN, Nilai Sekolah, dan Nilai Akhir SMP/MTs. Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan karakteristik statistik deskriptif antara Nilai Ujian Nasional (NUN atau nilai UN), dan Nilai Sekolah (NS). Jika dibandingkan antara Nilai UN dengan NS, sebaran Nilai UN lebih lebar daripada sebaran nilai NS. Nilai NS memiliki sebaran yang sempit sehingga membentuk kurva yang mengerucut. Hal ini mengakibatkan simpangan baku nilai UN lebih tinggi daripada NS; yaitu 1,41 untuk UN dan 0,51 untuk NS. Lebarnya sebaran nilai UN juga terlihat dari lebarnya rentang nilai UN, yaitu 4,61. Rentang ini dihasilkan dari selisih antara nilai tertinggi 8,64 dan nilai terendah
3
Gambar 4. Sebaran Nilai Sekolah dan Nilai UN SMP/ MTs 2013/2014
4,03. Grafik kurva yang melebar dapat diartikan sebagai kemampuan siswa yang heterogen. Hal ini berbeda dengan nilai sekolah yang kurvanya cenderung mengerucut dan mengumpul dengan rentang nilai 2,13. Jarak antara nilai tertinggi 9,06 dan nilai terendah 6,93 lebih sempit. Rentang NS mengindikasikan bahwa nilai rata-rata siswa homogen pada nilai yang tinggi. Jika Nilai Sekolah/Madrasah tinggi, meskipun Nilai UN rendah, hasil Nilai Akhir(NA) akan terangkat dan menjadi lebih tinggi dari Nilai UN.
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
Kurang bervariasinya NS terhadap UN menunjukkan bahwa penilaian di tingkat sekolah kurang mampu mendiferensiasi kemampuan siswa dibandingkan penilaian yang terstandar secara nasional. Namun demikian masih cukup banyak sekolah yang memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan dan mempertahankan standar penilaian di sekolahnya dengan tidak memberikan nilai ujian sekolah secara “murah”. Sekolah-sekolah ini dipandang mampu mempertahankan kualitas ujian sekolahnya, sehingga pada waktu ujian nasional siswanya mampu mendapatkan nilai yang tinggi.
Gambar 5. Sebaran Nilai Sekolah dan Nilai UN SMP/ MTs Pada Kelompok Kabupaten/Kota Berdasarkan Perbandingan Nilai Sekolah dan Nilai UN
Pola diagram pencar pada kabupaten/kota yang nilai UN lebih tinggi dibandingkan nilai sekolah menunjukkan, bahwa nilai sekolah dapat menjadi prediktor yang baik dari pencapaian hasil ujian nasional. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas penilaian di tingkat sekolah adalah hal yang penting. Penilaian tingkat sekolah yang berkualitas mampu menyiapkan siswanya mencapai hasil yang lebih baik pada ujian nasional. Karakteristik Soal UN SMP/MTs. Soal-soal UN terdiri atas soalsoal sukar, sedang, dan mudah. Setiap kategori soal memberikan hasil distribusi nilai yang berbeda. Pada mata pelajaran IPA UN SMP/ MTs jika hanya digunakan soal-soal sukar menunjukkan sedikit sekali peserta tes yang mampu menjawab benar 100% soal dengan kategori sukar. Jika persentase jumlah soal yang dijawab benar tersebut diskalakan ke dalam rentang 0-10 sebagaimana halnya rentang nilai UN, maka menjawab benar 40% soal dalam setiap kategori dapat dimisalkan sebagai mendapat nilai 4. Berdasarkan pengandaian ini, maka terdapat 98% siswa mampu menjawab benar minimal 40% soalsoal kategori mudah. Persentase ini menurun tajam menjadi 36% pada soal-soal kategori sukar.
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
Gambar 3 menunjukkan persentase siswa yang mampu menjawab benar soal-soal mudah secara konsisten lebih besar dibandingkan soal-soal sedang dan soal-soal sukar. Hal ini terjadi tidak hanya pada mata pelajaran IPA, namun juga Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
Gambar 6. Persentase Kumulatif Jumlah Siswa Mampu Menjawab Benar Kumpulan Soal IPA Berdasar Tingkat Kesukaran
4
Pelaksanaan UN SMP/ MTs tahun pelajaran 2013/2014 mengadopsi beberapa soal berstandar internasional dari Programme for International Student Assessment (PISA). Adopsi soal PISA ini selain dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas soal, juga untuk membiasakan siswa berpikir pada level tinggi. Soal PISA yang diujikan dalam UN SMP/MTs tahun pelajaran 2013/2014 ini mencakup materi tentang teorema pythagoras dan rata-rata baru. Secara nasional, persentase siswa yang mampu menjawab dengan benar soal UN dengan materi pythagoras ini 77,84% siswa. Adapun untuk materi tentang ratarata baru, persentase siswa yang mampu menjawab dengan benar soal-soal UN tersebut 48,78% siswa. Pada zona G, soal PISA mengenai phytagoras daat dijawab benar oleh lebih dari 99% siswa. Hal ini menggembirakan sebagai indikator kemampuan siswa yang cukup baik dalam menempuh soalsoal jenis PISA. Peta Capaian Kompetensi SMP/ MTs.
Gambar 7. Karakteristik Soal PISA
dapat disebabkan oleh kinerja guru yang kurang maksimal, proses pembelajaran yang kurang baik, sarana dan prasarana yang kurang memadai, dukungan orang tua dan masyarakat yang kurang baik, peran kepala sekolah yang tidak maksimal, serta masih banyak lagi faktorfaktor penyebab lainnya. Capaian kompetensi per mata pelajaran tersebut juga diperinci menjadi informasi capaian menurut materi setiap mata pelajaran. Sebagai gambaran, secara nasional, rerata nilai UN SMP/ MTs 2014 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia memang naik sebesar 0,04, namun wilayah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pencapaian kompetensi untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia menurun 0.4. Untuk melihat kompetensi yang kurang dari peserta provinsi NAD dapat dilihat peta daya serap. Terlihat daya serap tertinggi ada pada materi tentang pemahaman berbagai teks nonsastra dan terendah pada materi menyunting teks nonsastra.
Berdasarkan pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, salah satu kegunaan hasil Ujian Nasional adalah untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan. Pemetaan mutu ini diperlukan sebagai umpan balik perbaikan mutu pembelajaran dan sekaligus dapat digunakan sebagai informasi untuk pembinaan dan pemberian bantuan kepada sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada umumnya. Hasil UN SMP/MTs 2013/2014 dapat memetakan perbandingan capaian kompetensi menurut matapelajaran di tingkat nasional, provinsi maupun satuan pendidikan. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya capaian kompetensi. Capaian kompetensi yang rendah
5
Gambar 8 Peta Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
Untuk Mata pelajaran Bahasa Inggris, secara nasional rata-rata nilai UN SMP/ MTs tahun 2013/2014 mengalami kenaikan 0,82 dibanding tahun 2012/2013. Tidak ada satupun provinsi yang mengalami penurunan nilai UN untuk Mata pelajaran Bahasa Inggris. Untuk Provinsi Jawa Timur, daya serap tertinggi sebesar 70,83% ada pada materi “memahami wacana” yang melebihi daya serap nasionalnya sebesar 65,61%. Adapun untuk Mata pelajaran Matematika dan IPA, secara nasional nilai UN 2013/2014 mengalami kenaikan masingmasing 0,33 dan 0,52 dibandingkan nilai UN tahun 2012/2013. Di DKI Jakarta, misalnya, Daya serap tertinggi ada pada materi konsep teori peluang yaitu sebesar 77,08% sedangkan daya serap nasional untuk materi yang sama adalah sebesar 60,44%.. Di Jawa Barat, daya serap Mata pelajaran IPA tertinggi terdapat pada materi “pengukuran” yaitu mampu diserap sebanyak 78,85% sedangkan daya serap nasionalnya sebesar 77,18%.
Gambar 9 Peta Kompetensi Mata Pelajaran Matematika
2. Hasil UN SMA/MA 2013/2014 Jumlah peserta dan tingkat kelulusan SMA/MA. Jumlah peserta UN di SMA/MA tahun 2013/2014 adalah 1.632.757 yang berasal dari 18.452 SMA/MA di 34 provinsi. Tingkat kelulusan mencapai 99,52% dan sebanyak 0,48% (7.811 siswa) dinyatakan tidak lulus UN. Jika ditinjau menurut provinsi, tingkat ketidaklulusan peserta paling rendah terdapat di Jawa Barat sebesar 0,03%, sedangkan yang tertinggi terdapat Kalimantan Utara (2,51%). Salah satu faktor penurunan tingkat kelulusan adalah peningkatan proporsi tingkat kesukaran soal. Pada tahun 2013/2014, soal kategori sukar dinaikkan menjadi 20 persen, yang sebelumnya 10 persen. Meningkatnya butir soal berkategori sulit hingga 10 persen merupakan wujud komitmen dari pemerintah Pusat untuk meningkatkan kualitas lulusan. Meskipun nilai rata-rata minimal kelulusan dirancang tetap 5,5, tetapi perjuangan yang harus dilakukan peserta UN untuk meraih nilai ratarata minimal kelulusan itu makin berat karena jumlah soal dengan kategori sulit menjadi 20 persen.
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
Gambar 10. Jumlah Siswa Peserta UN Tingkat SMA/MA 2014
Gambar 11. Jumlah Sekolah Peserta UN Tingkat SMA/MA 2014
6
Distribusi Nilai UN SMA/MA. Jika dibandingkan antara nilai UN SMA dan MA, rata-rata nilai UN SMA lebih tinggi (5,84) dibandingkan dengan rata-rata nilai UN MA (5,73). Nilai rata-rata SMA IPA mencapai 6,39 dan SMA IPS sebesar 5,80, sedangkan nilai rata-rata MA IPA sebesar 6,06 dan MA IPS sebesar 5,75. Adapun standar deviasi nilai UN SMA (1,26) sedikit lebih besar dibandingkan dengan standar deviasi nilai UN MA (1,21). Rata-rata nilai UN mengalami penurunan dari 6,35 (2012/2013) menjadi 6,12 (2013/2014). Rerata nilai UN 2013/2014 tertinggi adalah 9,7 dan yang
terendah adalah 1,08. Berbeda dengan nilai ratarata UN yang mengalami penurunan, sebaran nilai UN tahun 2013/2014 menjadi lebih lebar (SD=1,39) dibandingkan tahun sebelumnya (SD=1,24). Adapun rata-rata nilai sekolah (NS) SMA/MA tahun ajaran 2013/2014 yang mencapai 8,39 mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 8,40. Ketika nilai UN dengan nilai sekolah (NS) digabung untuk memperoleh Nilai Akhir (NA), maka diperoleh rata-rata NA pada tahun pelajaran 2013/2014 adalah sebesar 7,02 atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya yakni 7,17.
Gambar 12. Peta Wilayah Berdasarkan Nilai rerata UN SMA/MA
7
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
Karakteristik Soal UN SMA/MA. soal UN 2014 sangat sulit sehingga nilai siswa menjadi rendah. Analisis parsial nilai siswa dilakukan pada set soal sedang dan set soal sulit. Hasil menunjukkan bahwa jumlah siswa yang menjawab benar lebih dari 40% soal atau seolaholah mendapat nilai lebih dari 4 adalah 73,93% jika berdasarkan tes yang terdiri hanya soal-soal sukar. Namun jika digunakan soal-soal dengan tingkat kesukaran sedang, maka jumlah siswa yang mendapat nilai lebih dari 4 mencapai 99,67%.
Peta Capaian Kompetensi. Fungsi UN tidak hanya fokus pada capaian nilai peserta didik untuk kelulusan, tapi juga capaian kompetensi tiap mata pelajaran, baik di tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional untuk pemetaan mutu yang pada gilirannya dapat digunakan bagi kepentingan intervensi kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Berdasarkan hasil UN 2013/2014 dapat dipetakan daya serap mata pelajaran yang diujikan dalam UN. Untuk enam mata pelajaran kelompok IPA, standar KKM 70% untuk semua mata pelajaran belum dapat dipenuhi peserta didik, kecuali mata pelajaran Bahasa Indonesia yang daya serapnya mencapai 71,20%. Untuk kompetensi Bahasa Indonesia daya serap materi “Membaca Data” mencapai daya serap tertinggi yaitu 84.85% dan terendah pada materi “Menulis Gagasan Fiksi” yaitu sebesar 66.88%. Daya serap terendah peserta didik adalah pada Mata pelajaran Kimia yang hanya diserap sebesar 59,82%. Ditelaah lebih jauh, daya serap terendah terdapat pada materi “Perubahan Energi, Cara Pengukuran” (45.41%).
Gambar 14. Persentase Kumulatif Jumlah Siswa Mampu Menjawab Benar Kumpulan Soal Bahasa Indonesia IPA Berdasar Tingkat Kesukaran
(59.36%). Selanjutnya daya serap terendah pada kelompok IPS adalah pada Mata pelajaran Matematika yang hanya manpu diserap peserta didik sebesar 53,51%. Pada Mata pelajaran ini, semua materi pelajaran yang diserap peserta didik tidak ada yang mencapai KKM sebesar 70%.
Pada kelompok IPS, Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang mampu diserap lebih tinggi daripada mata pelajaran lainnya yang diujikan secara nasional. Daya serap mata pelajaran Bahasa Indonesia sebesar 63.76%. Materi-materi soal Bahasa Indonesia cukup sukar dikerjakan peserta UN. Daya serap yang memenuhi KKM 70% cuma satu yaitu pada materi “Membaca Data” (76.52%), sedangkan daya serap terendah pada materi “Menulis Gagasan Nonfiksi”
9
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
B. HASIL UN 2014 DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Ujian nasional 2014 menggunakan spesifikasi dan kisi-kisi tes yang sama dengan UN tahun 2012 dan 2013. Perbedaan terletak pada jumlah paket tes yang dipergunakan. UN 2012 menggunakan 5 paket tes dalam satu ruang ujian, sedangkan UN 2013 dan UN 2014 menggunakan 20 paket tes. Kesamaan spesifikasi tes memungkinkan perbandingan hasil UN tahun 2014 dengan UN 2 tahun sebelumnya. Ketidaklulusan Siswa SMP/MTs dan SMA/MA. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur ketercapaian standar kompetensi lulusan adalah tingkat kelulusan siswa dalam ujian nasional. Tingkat kelulusan siswa yang tinggi menunjukkan bahwa satuan pendidikan telah berhasil mempersiapkan siswa sehingga mereka mampu menyelesaikan UN dengan baik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Sebaliknya, tingkat ketidaklulusan siswa yang tinggi menunjukkan satuan pendidikan belum mampu mencapai standar minimal yang ditentukan agar siswa dapat lulus. Dalam 3 tahun terakhir persentase siswa SMA/MA yang tidak lulus relatif konstan dan relatif kecil yaitu di bawah 0.5 persen. Pada jenjang SMP, siswa yang tidak lulus juga di bawah 0.5 persen pada periode 2011/2012-2012/2013. Namun, pada tahun 2013/2014 persentase ketidaklulusannya menurun tajam hingga hanya mencapai 0.06 persen. Kecenderungan tersebut menunjukkan hal positif, yaitu hasil UN yang dicapai siswaSMP/MTs semakin baik khususnya dalam hal pencapaian standar kompetensi kelulusan.
gambar 15. Trend Tingkat Kelulusan UN 2012-2014
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
10
Capaian Rata-rata UN SMP/MTs. Salah satu ukuran yang dapat menggambarkan capaian kompetensi siswa adalah rata-rata nilai ujian nasional (UN) murni. Hal menarik yang dapat dianalisis berdasarkan capaian nilai UN adalah konsistensi daerah yang berada pada level capaian nilai UN selama 3 tahun terakhir. Hasil menunjukkan tidak ada satu provinsipun yang berhasil mempertahankan nilai rata-rata UN 3 tahun terakhir lebih dari 7,5. Secara umum, terjadi penurunan rata-rata UN SMP pada periode tahun 2011/2012 –2012/2013 tetapi pada periode tahun 2012/2013 –2013/2014 terjadi kenaikan ratarata UN SMP. Kenaikan rata-rata UN 2014 belum mencapai nilai yang diproleh pada tahun 2012.
Capaian Rata-rata UN SMA/MA. Pola trend nilai UN SMA/MA berbeda dengan nilai UN SMP/MTs. Terjadi penurunan signifikan antara hasil tahun 2012 ke tahun 2013. Penurunan nilai UN kembali terjadi pada tahun 2014. Pada tahun 2012 tidak ada satu provinsipun yang rerata nilai UN di bawah 5,5. Pada tahun 2013, 11 provinsi rerata nilai UN kurang dari 5,5 untuk program IPS dan 3 provinsi untuk program IPA. Pada tahun 2014 jumlah provinsi dengan rerata UN kurang dari 5,5 bertambah, 16 provinsi untuk program IPS dan 12 provinsi untuk program IPA.
Gambar 16. Rerata Nilai UN SMP/MTs Tiga Tahun Terakhir
11
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
Persepsi Siswa tentang Ujian Nasional. Keberhasilan siswa dalam menempuh UN dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang berasal dari siswa, faktor guru, dan faktor sekolah. Salah satu faktor yang berasal dari siswa adalah kesiapan siswa dalam menghadapi UN, seperti kesiapan fisik, kesiapan mental, serta upaya yang dilakukan dalam mempersiapkan diri menghadapi UN. Faktor kesiapan siswa dalam menghadapi UN dapat diukur melalui tingkat persepsi siswa terhadap UN, diantaranya kecemasan siswa dan kesiapan siswa dalam menghadapi ujian nasional. Survey kepada peserta UN SMP/MTs tahun 2013/2014 dilakukan di 31 provinsi yang melibatkan 2.154 responden.
SMP/MTs
Gambar 17. Tingkat Kecemasan Siswa SMP/ MTs dalam UN Tahun 2014
SMA/MA
Gambar 18. Tingkat Kecemasan Siswa SMA/MA dalam UN Tahun 2014 Sumber: Hasil Pemantauan UN Balitbang Kemendikbud, 2014
Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa tingkat kecemasan peserta ujian nasional SMP/MTs pada umumnya dalam kategori biasa saja (54,34%). Hal ini berarti sebagian besar peserta ujian nasional SMP/MTs Tahun 2014 tidak terlalu mengkhawatirkan akan pelaksanaan ujian nasional. Hasil survei ini dapat dijadikan informasi penting untuk menjelaskan kepada beberapa pihak yang mengklaim bahwa ujian nasional menjadikan siswa stress. Hasil survei tersebut menunjukkan faktor kecemasan memang ada pada siswa tetapi masih dalam batas yang wajar, yang dinyatakan oleh 45,66% responden. Dengan kata lain, tidak ditemukan siswa SMP/ MTs yang sangat cemas dalam menghadapi ujian nasional (0%). Tingkat kecemasan peserta UN tampaknya terkait dengan faktor kesiapan siswa dalam menghadapi ujian nasional tersebut. Sebagian besar siswa SMP/ MTs menyatakan sangat siap dalam menghadapi UN (79,95%). Bentuk-bentuk persiapan yang dilakukan siswa dalam menghadapi ujian nasional diantaranya adalah hadir dalam pelajaran di kelas, mengerjakan pekerjaan rumah (PR), mengerjakan tugas dari guru, berusaha menjawab soal-soal, berlatih mengerjakan soal-soal UN sebelumnya, mengulangi pelajaran, aktif belajar di kelas, dan mengikuti try-out ujian nasional.
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
12
Daya Serap Materi IPA SMP/MTs Tahun 2011/2012-2013/2014. Daya serap cakupan materi IPA memiliki 12 kompetensi yang diujikan dalam UN, terdiri atas enam kompetensi Mata pelajaran Fisika, tiga kompetensi Mata pelajaran Kimia, dan tiga kompetensi Mata pelajaran Biologi. Pada Mata pelajaran Fisika, terdapat satu kompetensi yang cenderung menurun, yaitu kompetensi “Tata surya.”Pada Mata pelajaran Kimia, terdapat satu kompetensi yang cenderung menurun, yaitu kompetensi “Konsep atom, ion, dan molekul.” Sedangkan pada Mata pelajaran Biologi, terdapat satu kompetensi yang cenderung menurun, yaitu kompetensi “Keanekaragaman mahluk hidup.”
Kd. Materi
Cakupan Materi
2012
2013
2014
1
FISIKA: Alat ukur
83.17
62.55
77.18
2
FISIKA: Zat dan kalor
72.47
62.97
67.41
3
FISIKA: Dasar-dasar mekanika
70.54
55.42
67.76
4
FISIKA: Bunyi dan cahaya
68.83
59.37
61.26
5
FISIKA: Mengenal listrik
71.54
57.65
62.41
6
FISIKA: Tata Surya
64.78
61.51
55.29
7
KIMIA: Konsep atom, ion, dan molekul
75.55
64.63
61.56
8
KIMIA: Klasifikasi zat dan perubahannya
72.94
51.08
61.84
9
KIMIA: Bahan Kimia
74.37
56.14
76.64
10
BIOLOGI: Keanekaragaman mahluk hidup
79.98
76.88
62.47
11
BIOLOGI: Keseimbangan ekosistem
75.95
77.71
74.31
12
BIOLOGI: Sistem organ manusia
70.02
57.66
63.24
2. Peta Kompetensi UN SMA/MA Daya Serap Materi Bahasa Indonesia IPA 2011/2012-2013/2014. Daya serap cakupan materi Bahasa Indonesia terdiri atas sembilan kompetensi. Tiga kompetensi di antaranya cenderung menurun, yaitu kompetensi “Menulis gagasan fiksi,” “Membaca pemahaman nonfiksi,” dan “Menulis gagasan nonfiksi. ”Hal yang menarik lainnya adalah adanya capaian kompetensi yang mengalami penurunan cukup drastis dari tahun 2012 ke tahun 2013, yaitu dari 81,42% menjadi 59,33% pada kompetensi “Menulis struktur fiksi.” Gambar 20. Daya Serap Bahasa Indonesia IPA Tahun 2011/2012, 2012/2013, dan 2013/2014
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
14
Daya Serap Materi Bahasa Inggris IPS 2011/20122013/2014. Daya serap cakupan materi Bahasa Inggris terdiri atas sembilan kompetensi, dan dua kompetensi di antaranya cenderung menurun, yaitu kompetensi “Menentukan gambar dari monolog lisan,” dan kompetensi “Memahami informasi dari teks fungsional.” Selanjutnya terdapat capaian kompetensi yang mengalami penurunan cukup drastis dari tahun 2012/2013 ke tahun 2013/2014, yaitu dari 80,54% menjadi 52,69% pada kompetensi “Merespon percakapan lisan yang belum lengkap.” Daya Serap Materi Matematika IPS 2011/20122013/2014. Daya serap cakupan materi Matematika terdiri atas tujuh kompetensi. Semua kompetensi cenderung menurun. Capaian kompetensi yang mengalami penurunan cukup tinggi dari tahun 2011/2012 ke tahun 2012/2013 adalah kompetensi “Barisan dan deret,” yaitu dari 83,38% menjadi 59,87%; dan kompetensi “Fungsi persamaan dan pertidaksamaan,” yang juga turun daya serapnya dari 81,86% menjadi 60,89%.
62,45%, kompetensi “Perubahan sosial”dari 80,15% menjadi 59,85%, dan kompetensi “Penyimpangan dan pengendalian sosial” dari 79,50% menjadi 60,48%. Daya Serap Materi Geografi IPS 2011/20122013/2014. Daya serap cakupan materi Geografi terdiri atas sembilan kompetensi. Pada umumnya terjadi penurunan capaian kompetensi, meskipun terdapat dua kompetensi yang memiliki kecenderungan turun-naik, yaitu kompetensi “Sumber daya manusia” dan “Sumber daya alam.” Temuan lainnya adalah terdapat capaian kompetensi yang mengalami penurunan cukup drastis dari tahun 2011/2012 ke tahun 2012/2013, yaitu kompetensi “Lingkungan hidup” dari 82,87% menjadi 57,06%, kompetensi “Fenomena geosfer” dari 77,43% menjadi 58,22%, dan kompetensi “Sumber daya manusia” dari 82,45% menjadi 60,36%.
Daya Serap Materi Ekonomi IPS 2011/20122013/2014. Daya serap cakupan materi Ekonomi terdiri atas sembilan kompetensi. Tiga dari sembilan kompetensi mata pelajaran tersebut cenderung menurun, yaitu kompetensi “Konsep ekonomi,” kompetensi “Kebijakan ekonomi,” dan kompetensi “Ekonomi pembangunan,”serta satu kompetensi yang memiliki kecenderungan naik, yaitu kompetensi “Pasar modal dan perdagangan internasional.” Hal yang menarik lainnya adalah adanya capaian kompetensi yang mengalami penurunan cukup drastis dari tahun 2011/2012 ke tahun 2012/2013, yaitu kompetensi “Konsep ekonomi,” yaitu dari 77,13% menjadi 56,15%, kompetensi “Akuntansi perusahaan jasa” dari 79,20% menjadi 58,72%, kompetensi “Manajemen badan usaha, koperasi, kewirausahaan” dari 71,27% menjadi 51,43%, dan kompetensi “Kebijakan ekonomi” dari 67,51% menjadi 47,72%. Daya Serap Materi Sosiologi IPS 2011/20122013/2014. Daya serap cakupan materi Sosiologi terdiri atas sembilan kompetensi. Terdapat lima kompetensi yang cenderung menurun, yaitu kompetensi “Fungsi sosiologi,” “Nilai, norma, dan sosialisasi,” “Struktur dan mobilitas sosial,” “Perubahan sosial,” dan “Penelitian sosial.” Hal yang menarik lainnya adalah adanya capaian kompetensi yang mengalami penurunan cukup drastis dari tahun 2011/2012 ke tahun 2012/2013, yaitu kompetensi “Interaksi sosial dan konflik” dari 89,83% menjadi
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
16
D. LEVEL KOMPETENSI PESERTA UJIAN NASIONAL Studi –studi internasional seperti TIMSS, PIRLS, dan PISA membuat benchmark atau deskriptor capaian kompetensi peserta ujian. Hasil Ujian Nasional 2014 dianalisis dengan metode yang serupa dan disebut sebagai level. Proses level capaian kompetensi sebenarnya adalah proses kategorisasi peserta ujian berdasarkan nilai yang diperolehnya, kemudian mencari butir-butir soal yang mewakili kategori setiap peserta.
Level
Rentang Nilai
Sangat Baik
>8 s.d. 10
Baik
>6 s.d. 8
Cukup
>4 s.d. 6
Kurang
0 s.d. 4
CONTOH DESKRIPTOR LEVEL KOMPETENSI BAHASA INDONESIA SMP/MTS
Level
Deskripsi Kompetensi
Sangat Baik
Pada kompetensi membaca, peserta didik mampu menafsirkan informasi tersirat pada bacaan sastra/nonsastra, sedangkan pada kompetensi menulis, peserta didik mampu menyusun berbagai bentuk paragraf dengan memperhatikan ejaan dan tanda baca
Baik
Pada kompetensi membaca, peserta didik mampu menafsirkan informasi tersurat pada teks sastra/ nonsastra, sedangkan pada kompetensi menulis, peserta didik mampu menggunakan kalimat sesuai ilustrasi dengan memperhatikan penggunaan EYD
Cukup
Pada kompetensi membaca, peserta didik mampu mengidentifikasi informasi tersurat pada bacaan/iklan/denah, sedangkan pada kompetensi menulis, peserta didik mampu menggunakan kata/kalimat pada teks sastra/nonsastra..
Kurang
Siswa mampu mengidentifikasi informasi yang sangat sederhana dan tersurat dari sebuah wacana non teks sederhana. Siswa memiliki keterbatasan dalam menggunakan kata/frasa pada teks sastra/nonsastra.
Contoh soal untuk setiap level kompetensi tersedia pada laporan lengkap
Deskripsi capaian level kompetensi siswa jenjang SMP/MTs pada UN tahun 2014 mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, dan IPA dapat diuraikan sebagai berikut: a) Untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, ada dua provinsi (DKI Jakarta dan DI Yogyakarta) dengan predikat tanpa seorang siswapun yang berada pada level kompetensi kurang. Sementara itu, di provinsi Jawa Barat persentase siswa dengan level kompetensi cukup dan kurang lebih besar dibandingkan siswa di provinsi Sumatera Utara. Hal ini mengindikasikan bahwa formula perbaikan yang diterapkan di Jawa Barat tidak bisa sama dengan formula di Sumatera Utara. b) Untuk mata pelajaran bahasa Inggris, DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi tanpa seorang siswapun pada level kompetensi kurang. Sebaliknya, provinsi Bengkulu terdapat 30% siswanya masih berada pada level kompetensi kurang. Papua Barat dan
17
Sumatera Selatan merupakan provinsi yang unik karena persentase siswa pada capaian cukup dan kurang terendah secara nasional. c) Pada mata pelajaran matematika, hasil capaian level kompetensi mata pelajaran ini secara nasional lebih rendah dibandingkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Namun tidak berlaku untuk Sumatera Utara. Provinsi ini menunjukkan pencapaian yang luar biasa menonjol dibandingkan provinsi lain. d) Untuk mata pelajaran IPA, DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi tanpa seorang siswapun pada level kompetensi kurang. Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi yang secara konsisten memiliki capaian level kompetensi sangat baik lebih dari 50%. Di pihak lain, provinsi Bengkulu merupakan provinsi yang memiliki persentase level cukup dan kurang terendah secara nasional.
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
Grafik ini menunjukkan bahwa persentase siswa di Pabar dengan capaian kompetensi sangat baik sebesar 28%
Grafik ini menunjukkan bahwa persentase siswa di NTT dengan capaian kompetensi cukup adalah 23%(berasal dari nilai batas kanan dikurangi nilai batas kiri; 95%-72%)
Grafik ini menunjukkan bahwa persentase siswa di Bengkulu dengan capaian kompetensi kurang adalah 4%(berasal dari nilai batas kanan dikurangi nilai batas kiri; 100%-96%)
Gambar 21. Peta capaian kompetensi Bahasa Indonesia siswa SMP/MTs secara nasional
Deskripsi capaian kompetensi siswa jenjang SMA/MA jurusan IPA pada UN tahun 2014 mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan fisika diuraikan sebagai berikut: a) Pada mata pelajaran bahasa Indonesia, Provinsi Bali berada pada level tertinggi bila dilihat dari level capaian kompetensi sangat baik (71% siswa berada pada level ini). Provinsi DIY menyusul pada urutan kedua. Kalimantan Timur menunjukkan disparitas capaian kompetensi yang kecil antarkabupaten/kota. Papua menunjukkan disparitas pencapaian besar antarkabupaten. Secara nasional, persentase siswa IPA dengan kompetensi sangat baik sebesar 24%. b) Pada pelajaran bahasa Inggris, provinsi Sumatera Utara menempati urutan teratas provinsi dengan persentase siswa berada pada level kompetensi sangat baik. Anomali terjadi pada provinsi Papua khusunya di Kabupaten Lanny Jaya. Pada mata pelajaran bahasa Indonesia, kabupaten ini capaian kompetensinya terendah di provinsi Papua. Namun untuk bahasa Inggris, memiliki persentase siswa dengan kompetensi sangat baik tertinggi, bahkan tidak ada siswa yang capaian kompetensinya kurang. c) Untuk pelajaran matematika, capaian kompetensi secara nasional rendah. Terdapat 21 provinsi yang persentase siswa dengan capaian kompetensi sangat baik di bawah 10%. Bahkan di provinsi Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Bengkulu dan Gorontalo tidak ada siswa yang mencapai kompetensi pada level sangat baik. PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
18
d) Pada pelajaran fisika, provinsi Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Sumatera Utara termasuk mendominasi dari segi persentase siswa yang mencapai level kompetensi sangat baik dan baik. Di Provinsi Bali, tidak satupun siswa yang kompetensinya kurang. Di Jawa Timur dan Sumatera Utara, sekitar 85% siswanya berada pada level kompetensi sangat baik dan baik. Hal ini berkebalikan dengan Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Maluku Utara yang 80% siswanya justru berada di level kompetensi kurang dan cukup.
Gambar 22. Peta capaian level kompetensi Fisika Provinsi Sulut dan Jatim Deskripsi capaian kompetensi siswa jenjang SMA/ MA jurusan IPS pada UN tahun 2014 mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika diuraikan sebagai berikut: a) Untuk pelajaran bahasa Indonesia, persentase capaian kompetensi siswa pada level sangat baik jurusan IPS lebih rendah dibandingkan jurusan IPA di seluruh provinsi. Perbedaan terbesar terjadi di provinsi Bali, yakni untuk program IPA sebesar 71% sedangkan program IPS hanya 38%. b) Pada pelajaran bahasa Inggris, persentase siswa di program IPA secara umum lebih besar yang berada pada capaian kompetensi sangat baik dan baik dibandingkan di program IPS. Provinsi Sumatera Utara juga menempati urutan teratas
19
provinsi dengan persentase siswa kompetensi sangat baik. c) Untuk pelajaran Matematika, capaian kompetensi siswa program IPS juga rendah. Persentase siswa berkompetensi sangat baik kurang dari 10% ditemukan pada 24 provinsi. Dari 24 provinsi tersebut, ada 7 provinsi yang tidak memiliki siswa yang berkompetensi sangat baik. Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan peta yang menarik, karena memiliki persentase siswa dengan kompetensi matematika sangat baik yang jumlahnya tinggi yaitu 24%, tetapi persentase siswa berkompetensi kurang lebih dari 44%.
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
E. ANALISIS KORELASIONAL Deskripsi hasil analisis korelasi data UN SMP/MTs tahun 2012-2014 dengan berbagai faktor terkait disajikan sebagai berikut: a)
Perkembangan nilai UN 2012-2014, secara nasional maupun tiap region menunjukkan penurunan pada 2013 dan kenaikan pada 2014. Penyebabnya, diduga tahun 2013 merupakan tahun pertama digunakannya 20 paket soal. Anomali terjadi di 5 kabupaten/kota, yang menunjukkan kenaikan secara konsisten, yaitu kabupaten Katingan, Sanggau, dan Lamandau yang terletak di Provinsi Kalimantan Tengah; Kabupaten Seram Bagian Barat di Provinsi Maluku; dan Kabupaten Seruyan di Provinsi Kalimantan Barat. Kelima kabupaten tersebut jenis sekolah yang menunjukkan kenaikan adalah kelompok Madrasah Tsnawiyah (MTs), bukan SMP. Dua diantara kelompok MTs tersebut berstatus swasta.
b)
Terdapat korelasi yang positif antara nilai UN 2012 dan IPM, namun indeks korelasi tersebut sangat rendah meskipun secara statistik signifikan. Di sisi lain, tidak ada korelasi antara IPM dan nilai UN 2013 dan dengan nilai UN 2014. IPM juga tidak berhubungan dengan kenaikan nilai UN. Rendahnya atau tidak berkorelasinya IPM dengai nilai UN dapat menunjukkan ada faktor-faktor lain yang lebih berperan atau mempengaruhi prestasi siswa SMP.
Gambar 23. Hubungan antara sertifikasi guru dan nilai UN SMA 2014
a) Perkembangan nilai UN 2012-2014 secara nasional dan pada beberapa region menunjukkan penurunan
pada tahun 2013 dan 2014. Namun, penurunan yang terjadi di tahun 2014 jauh lebih kecil daripada penurunan di tahun 2013. Pada beberapa region, UN tahun 2013 dan tahun 2014 nilainya cenderung tetap terjadi di Sulawesi dan Sumatera. Digunakannya 20 paket untuk pertama kali pada tahun 2013 mungkin berkontribusi terhadap penurunan nilai.
b) Ada satu kabupaten yang menunjukkan kenaikan nilai UN secara konsisten selama 2012-2014, yaitu kabupaten Puncak di Provinsi Papua. Terdapat dua sekolah yang terdaftar sebagai peserta UN, yaitu SMA Negeri 1 Ilaga dan SMA YPPGI Sinak. Namun, hasil analisis cheating menunjukkan bahwa kedua sekolah tersebut dikategorikan “tidak bersih.”
c) Terdapat korelasi positif antara IPM dan nilai UN pada setiap tahun. Namun tidak ada korelasi antara IPM dan kenaikan nilai UN dari tahun 2012 ke 2013 dan kenaikan nilai dari 2013 ke 2014. Hal ini menunjukkan maju atau sejahteranya suatu kabupaten/kota mempunyai kontribusi terhaap prestasi siswa SMA dalam UN.
d) Hasil analisis juga menunjukkan adanya korelasi yang cukup tinggi (sebesar 0,542), antara proporsi guru yang telah disertifikasi pada suatu sekolah dan nilai UN siswa.
e) Bila hasil UN dikaitkan dengan usia masuk sekolah dasar, maka siswa pada kelompok umur memasuki sekolah dasar usia 6 tahun rerata nilai UN-nya paling tinggi dibandingkan kelompok umur lainnya. Hal ini terjadi baik pada jenjang SMP/MTs maupun SMA/MA.
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
20
F. REKOMENDASI a) Berdasarkan berbagai analisis yang dilakukan terhadap data hasil ujian nasional tahun 2012-2014 terdapat beberapa hal yang direkomendasikan untuk peningkatan mutu ujian nasional itu sendiri maupun secara luas untuk peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
untuk mengetahui capaian, kekuatan serta kelemahan yang dimiliki oleh sistem pendidikan. Pemetaan tersebut meliputi peta input, proses, serta output. Ujian nasional adalah salah satu alat pemetaan output dari sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Ujian nasional memiliki kelebihan sebagai alat pemetaan karena sifatnya yang sensus sehingga seluruh populasi siswa dan satuan pendidikan terpetakan. Oleh karena itu sangat penting upaya peningkatan metodologi pengumpulan data melalui ujian nasional. Mengingat kualitas output merupakan cerminan dari kualitas input dan proses, direkomendasikan pada penyelenggaraan UN mendatang dikumpulkan pula informasi mengenai variabel input dan proses dalam bentuk survei pendamping. Informasi tersebut digali dari siswa, kepala sekolah, guru, dinas, maupun orangtua. Hal ini penting untuk menjaring informasi yang komprehensif sehingga dapat diambil kebijakan yang tepat berdasarkan formulasi input, proses, serta output.
jumlah peserta 3,3 juta siswa di tingkat SMP/ MTs, 1,6 juta siswa di tingkat SMA/MA, serta 1,1 juta siswa di tingkat SMK yang tersebar di berbagai wilayah dengan beragam kondisi geografis, penyelenggaraan UN membutuhkan aspek perencanaan, pengadaan, implementasi yang kokoh dan terkendali. Prosedur operasional untuk ketiga aspek tersebut harus mampu menjabarkan dengan detail mengenai jenis pekerjaan, volume pekerjaan, pihak yang bertanggung jawab, batas waktu, tempat pelaksanaan, hingga kriteria output yang diharapkan. Tentunya setiap aspek juga harus didukung oleh anggaran yang tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat jumlah. Perbaikan dalam POS yang perlu dilakukan antara lain: pengelompokan provinsi dalam regionalisasi pengadaan barang sebaiknya memperhatikan sebaran provinsi dalam region agar lebih efektif; cara pengiriman bahan cetakan UN hendaknya memperhatikan jarak dan tingkat kesulitan, untuk waktu tempuh yang lebih dari 1 hari dengan angkutan darat/air hendaknya menggunakan angkutan udara demi keamanan; perlu dipikirkan pengiriman bahan ujian melalui PT Pos atau perusahaan pengiriman lainnya; POS yang juga perlu dikaji lebih lanjut adalah dalam hal pengawasan pelaksanaan UN, terkait dengan peran Perguruan Tinggi dan LPMP, peran dan tanggung jawab pengawas tersebut perlu dipertegas dan dirincikan.
c) Alat ukur yang baik selalu memiliki 2 karakter:
e) Selanjutnya jika perencaan, pengadaan, dan
b) Pemetaan mutu pendidikan mutlak diperlukan
valid dan reliable. Masih banyak ulasan dari media ataupun organisasi guru yang mengkritisi kualitas soal UN. Salah satunya sangat bersifat hafalan atau “recalling”. Soal-soal matematika juga dikritisi sangat ekstensif dalam komputasi sehingga menyita waktu pengerjaan. Pada kenyataannya, soal-soal higher order thinking telah ada dalam paket tes UN, namun proporsinya masih sedikit. Oleh karena itu direkomendasikan agar diversifikasi soal-soal UN semakin ditingkatkan. Jumlah soal-soal yang menguji level kognitif applying serta reasoning diperbanyak. Jenis-jenis soal yang mengedepankan logika berfikir serta cara kerja memecahkan masalah ditingkatkan porsinya dibandingkan soal-soal yang mengukur hafalan dan keterampilan berhitung.
21
d) Sebagai pemetaan mutu secara sensus dengan
implementasi telah terselenggara dengan baik dan memperhatikan metodologi yang baik pula, diharapkan diperoleh data yang berkualias. Namun data yang valid dan reliable tidak akan bermanfaat jika tidak dilakukan analisis serta pelaporan dari hasil analisis tersebut. Oleh karena itu direkomendasikan peningkatan kualitas analisis data ujian nasional serta pelaporan hasil. Analisis nilai dapat menggunakan skala yang lebih baik seperti skala berdasarkan Item Response Theory yang lebih independent terhadap karakter paket tes maupun karakter peserta tes. Penggunaan skala yang baru juga mengubah paradigma publik bahwa nilai adalah proporsi menjawab benar soal yang mengabaikan tingkat keparalelan paket tes.
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
f) Pelaporan hasil hendaknya memperhatikan
target penerima laporan. Berbagai versi laporan disiapkan untuk membedakan cara penyampaian kepada siswa, orangtua, sekolah, dinas, atau pemangku kebijakan di tingkat pusat. Konten pelaporan dapat disusun lebih komperehnsif dengan tidak hanya menyajikan angka-angka, namun juga deskripsi kemampuan siswa untuk setiap mata pelajaran sebagaimana yang dijabarkan pada bab level kompetensi siswa. Pelaporan hasil ujian juga dapar disertai kalimat-kalimat pendek berupa saran yang dapat dilakukan oleh siswa untuk meningkatkan kemampuannya. Hal ini sangat mungkin jika deskriptor kemampuan terdefinisi dan diartikulasikan dengan jelas.
g) Hasil analisis menunjukkan bahwa pada wilayah
dengan nilai UN lebih tinggi dibandingkan nilai sekolah, terdapat korelasi yang baik antara nilai UN dan nilai sekolah. Artinya pada sekolah yang sangat menekankan mutu dan berhatihati dalam memberikan penilaian siswanya, nilai sekolah sejalan dan dapat memprediksi capaian UN. Hasil ini mengindikasikan bahwa penguatan kemampuan di satuan pendidikan sangat penting untuk meningkatkan hasil UN. Lingkungan sekolah yang terbiasa menerapkan standar yang sama atau lebih tinggi dibandingkan standar UN dalam sistem penilaian di kelas akan mengantarkan siswa-siswanya siap menghadapi UN dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu direkomendasikan penguatan aspek guru serta sekolah dalam melakukan penilaian di tingkat kelas. Kemampuan guru membuat soalsoal ulangan harian, memetakan kemampuan siswanya, serta menindaklanjuti hasil penilaian sangat berpengaruh besar terhadap pencapaian standar nasional.
based test tanpa merugikan peserta ujian. Aspek keterbandingan hasil, kemudahan dan kelancaran akses, keamanan, serta efisiensi dikaji secara mendalam. Diharapkan ke depan penyelanggaraan UN berbasis teknologi informasi dapat mengefisiensikan waktu, biaya, dan tenaga yg dibutuhkan untuk penyelenggaraan UN. UN online juga memungkinkan pengembangan soal-soal yg lebih berkualitas tidak sebatas pilihan ganda. Teknologi informasi memungkinkan otomatisasi penskoran soal-soal constructed response serta pelaporan hasil yang cepat dan obyektif. Pada abad 21 ini, digital dan information literacy menjadi kebutuhan dasar manusia untuk dapat bersaing dalam kehidupan modern. Melalui UN online diharapkan penggunaan teknologi informasi lebih dimaksimalkan, mulai dari pembelajaran, manajemen sekolah, sampai sistem penilaian, sehingga membangun kompetensi dan daya saing siswa.
i) Ujian
Nasional adalah cerminan hasil pendidikan; baik sistem pendidikan secara nasional, regional, di satuan pendidikan, hingga dukungan keluarga terhadap pendidikan. Sebagaimana halnya orang yang bercermin untuk merapihkan diri dan memperbaiki penampilan dari bayangan yang terpantul di cermin, maka hasil UN hendaknya dijadikan pula sarana untuk memperbaiki diri dan meningkatkan mutu. Semakin akurat hasil cerminan tersebut, semakin banyak aspek yang dapat diperbaiki. Kredibilitas dan mutu asesmen pendidikan nasional melalui UN harus terus ditingkatkan dan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
h) Mengingat
logistik pengadaan, pendistribusian,dan pengamanan bahan UN sangat rumit, beresiko tinggi, dan memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang besar, saat ini dikaji model penyelenggaraan terkomputerisasi (UN online). Kajian yang komprehensif dan berkesinambungan dilakukan untuk melihat visibilitas memindahkan model penyelenggaraan ujian dari paper based test menjadi computerized
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG KEMDIKBUD
22