Industrial Electronics Seminar 2008 Electronics Engineering Polytechnic Institute of Surabaya
Evolutionary Algorithm pada Fuzzy Clustering Systems Metode Gustafson-Kessel untuk Forecasting Electrical Load Data Time-Series Felix Pasila, Dharma Gunawan, Hany Ferdinando Electrical Engineering Department, Petra Christian University Surabaya, Indonesia Email address:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstract
1.
Pendahuluan Pada parameter Fuzzy Cluster tipe Gustafson Kessel untuk forecasting beban listrik Jatim Bali yaitu mean dan variance dirasa masih belum optimum [1]. Hal ini memunculkan ide untuk melakukan optimasi terhadap kedua parameter ini. Adapun metode optimasi yang digunakan adalah Evolutionary Algortihm. tipe Real Code Genetic Algortihm dipilih untuk digunakan dalam paper ini [2]. Genetic algorithm merupakan salah satu metode optimasi yang paling umum digunakan dalam optimasi sisem. Tipe real code algorithm dipilih karena parameter mean dan variance berupa floating point. Kedua parameter dioptimasi secara bersamaan dengan real code genetic algorithm. Sedangkan tipe seleksi yang digunakan adalah roulette wheel dan elitist, tipe crossover yang digunakan adalah heuristic, dan multiple uniform mutation untuk proses mutasinya. Proses optimasi ini akan dilakukan sampai generasi ke-1000. Paper ini akan membahas metode clustering yang diterapkan pada Takagi Sugeno inference systems, dapat dilihat pada bab 2.1 dan 2.2. Metode LSE untuk mendapatkan TS parameter dan model EA dapat dilihat pada bab 2.3 dan 2.4. Hasil simulasi menggunakan beberapa kombinasi eksperimen yang berbeda dapat di interpretasi pada bab 3 dan bab 4.
Dalam long-term forecasting (LTF) data electrical load Jatim-Bali (2005-2007) dengan menggunakan Gustafson-Kessel fuzzy clustering dan Takagi-Sugeno inference system didapatkan hasil Mean Square Error (MSE) yang kecil. Namun hasil pemodelan fuzzy clustering ini dirasa masih belum optimal, karena parameter hasil clustering masih perlu duji apakah parameter tersebut sudah mendekati optimal. Oleh karena optimasi parameter untuk prediksi merupakan kunci utama hasil prediksi yang baik, maka diperlukan metode untuk mendapatkan optimal parameter. Dalam hal ini, ide optimasi dengan menggunakan Evolutionary Algorithm menjadi relevan untuk dilakukan. Pada paper ini, tipe Evolutionary Algorithm yang digunakan adalah Real Code Genetic Algorithm. Tipe ini digunakan karena parameter mean dan variance Gaussian Membership Function 9 input dan 4 cluster merupakan bilangan real. Parameter mean dan variance ini dioptimasi secara serentak dengan tipe seleksi yang digunakan adalah roulette wheel dan elitist, Heuristic untuk tipe crossover-nya, serta Multiple Uniform Mutation untuk tipe mutasinya. Proses optimasi ini akan berhenti pada generasi ke 1000. Hasil mean dan variance dengan MSE LTF tekecil yang diperoleh dari proses Genetic Algorithm inilah yang akan digunakan untuk long-term forecasting. Parameter Genetic Algorithm untuk mendapat mean dan variance terbaik adalah pc=0.6, pm=0.1, dan 20 chromosome dalam satu populasi. MSE LTF terbaik yang didapatkan adalah 2.4594x10-3. Rata-rata forecast error untuk tiap data adalah 4.959%. Keywords: Heuristic crossover, Multiple Uniform Mutation, Takagi-Sugeno inference system, Real Code Genetic Algorithm, long time forecasting.
2.
Gustafson-Kessel Fuzzy Clustering Pada aplikasi fuzzy cluster untuk forecasting beban lisrik Jatim Bali, fuzzy inference system yang digunakan adalah tipe Takagi-Sugeno. Takagi-Sugeno memiliki output berupa sebuah persamaan linier dari variabel input-nya. Hal ini sangat sesuai jika digunakan untuk memproses data yang non-linier (karena persamaan nonlinier terbentuk dari beberapa persamaan linier). Oleh karena itu dalam tugas akhir ini inference system yang digunakan adalah tipe Takagi-Sugeno (TS), yang berstruktur MISO (multi input single output). Bentuk MISO digunakan karena multi input lebih baik dalam menggambarkan pola data yang time series
A-15
Industrial Electronics Seminar 2008 Electronics Engineering Polytechnic Institute of Surabaya dibandingkan single input, dan pada bagian consequent, single output lebih dipilih daripada multi output karena yang lebih diprioritaskan adalah kualitas data yang diprediksi daripada kuantitasnya. Perbandingan sistem MISO dan MIMO untuk forecasting telah dibahas oleh Pasila (2006) [3].
yo _ s = γ 1s (θ 01 + θ11 .x1 _ s + K + θ n1 .xn _ s ) + γ s2 (θ 02 + θ12 .x1 _ s + K + θ n2 .xn _ s ) + K + γ (θ M s
M 0
(5)
+ θ .x1 _ s + K + θ .xn _ s ) M 1
M n
2.2. Algoritma Gustafson-Kessel Clustering Algoritma GK clustering berdasarkan pada optimasi basic objective function :
2.1 Takagi-Sugeno fuzzy inference system Bentuk dari rule TS untuk Multi Input Single Output (MISO) fuzzy logic system,dengan n-input dan M-rule dapat dinotasikan sebagai berikut:
m
2 J (Z ;U ,V , {Ag }) = ∑∑ (µ gs ) D gsAg c
N
g =1 s =1
(6)
dimana v merupakan cluster prototype, matrix yang berisi posisi center atau mean dari cluster. Sedangkan
R1 : IF X1 IS G11 AND....AND X n IS Gn1 , THEN y1TS = θ 01 + θ11 ⋅ x1 + ⋅⋅⋅ + θ n1 ⋅ xn
2 DgsA merupakan norm distance yang dinotasikan g
2 R 2 : IF X1 IS G12 AND....AND X n IS Gn2 , THEN yTS = θ02 + θ12 ⋅ x1 + ⋅⋅⋅ + θ n2 ⋅ xn
:
dengan :
M M M R M : IF X1 IS G1M AND....AND X n IS GnM , THEN y M TS = θ 0 + θ1 ⋅ x1 + ⋅⋅⋅ + θ n ⋅ xn
2 D gsAg = (Z s − v g ) Ag (Z s − v g );1 ≤ g ≤ c;1 ≤ s ≤ N (7) T
Dimana M merupakan jumlah fuzzy rule yang bisa juga disamakan dengan jumlah cluster, dan n merupakan jumlah input fuzzy. G merupakan fuzzy set yang dinyatakan dalam gaussian membership function untuk tiap input. θ merupakan parameter output TS ( yTS ) . Dalam menggunakan fuzzy clustering untuk prediksi data time-series, nilai parameter θ perlu diperkirakan terlebih dahulu. Untuk proses defuzzification (mengubah nilai yTS ke nilai crisp) dinotasikan dengan :
Norm inducing matrix Ag mengindikasi bentuk cluster. Pada c-means clustering, norm inducing untuk tiap cluster adalah sama. Ini berarti tiap cluster dipaksa memiliki bentuk geometri yang sama tanpa mempedulikan bahwa seharusnya ada perbedaan bentuk geometri untuk tiap cluster. Pada GK clustering norm inducing matrix Ag di-update tiap iterasi, dengan demikian tiap cluster dapat menyesuaikan bentuk dengan data. Gustafson-Kessel menurunkan persamaan Ag dengan metode Lagrange-multiplier sebagai berikut : 1/ n Ag = ρ g det Fg .Fg−1 (8)
M
∑ β .y l
y0 =
l TS
=
l =1
M
∑β
l
(1)
1 2 M (β 1. yTS + β 2 . yTS + ... + β M . yTS ) ( β 1 + β 2 + ... + β M )
[
( )]
l =1
βl
merupakan degree of fulfillment yang dihitung menggunakan operator perkalian, setelah antecedent fuzzy set diketahui (setelah gaussian membership function terbentuk), dengan persamaan sebagai berikut :
Objective function merupakan fungsi yang menunjukkan ke-optimal-an sebuah fuzzy cluster. Perubahan nilai norm distance matrix linier dengan jarak data ke cluster centre. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa nilai J (objective function) yang kecil menunjukkan cluster yang compact. Iterasi GK clustering untuk data set Z = {Z1 , Z 2 ,..., Z N ) melalui langkah-langkah sebagai berikut :
t
β l = ∏ µ G ( xi ) = µ G ( x1 ) × µ G ( x2 ) × L × µ G ( xt ) l i
i =1
t
l 1
l 2
l t
(2)
merupakan jumlah input. Untuk rule ke-l, merupakan degree of membership input x i l
µG
Langkah ke-1 sampai ke-4 diulang untuk iterasi ke-l (l =1, 2, 3, ...)
i
l
terhadap fuzzy set Gi (Gaussian membership function). Output Takagi-Sugeno dapat juga dinyatakan dengan : 1 2 M yo = (γ 1 yTS + γ 2 yTS + L + γ M yTS )
1. Menghitung cluster centre / means ∑ ( µ ) .z N
v gl =
(3)
l
β sl
=
M
∑β
l s
β sl β s1 + β s2 + L + β sM
s
∑ (µ gs(l −1) ) m
;1≤ g ≤ c
(9)
s =1
dimana γ merupakan normalisasi degree of fulfillment untuk rule ke-l γ sl =
( l −1) m gs
s =1 N
2. Menghitung cluster covariance N
Fg =
(4)
∑ (µ
( l −1) m gs
) .( Z s − v g( l ) ).(Z st − v g( l ) ) T
s =1
N
∑ (µ
;1≤ g ≤ c ( l −1) m gs
)
(10)
s =1
l =1
3. Menghitung distance cluster dengan subsitusi persamaan (7) ke persamaan (8)
Sehingga TS inference yang bersesuaian dengan training sample ke-s :
A-16
Industrial Electronics Seminar 2008 Electronics Engineering Polytechnic Institute of Surabaya 1
2
(11)
DsgAg = (Z s − vlg )T [ρ s det(Fg ) n .(Fg ) −1 ](Z s − vlg );1 ≤ s ≤ N;1 ≤ g ≤ c
4. Up-date matriks partisi Untuk 1 ≤ s ≤ N If DgsA > 0 untuk g = 1, 2,L , c ; g
gs
1
∑(D c
gsAg
h =1
/ DhsAg
)
(12)
2/ ( m −1)
µ gs = 0
and
µ gs ∈ [ 0,1] , (l )
c
with
∑µ g =1
(l ) gs
Rumus TS inference dapat ditulis : [Y] = [γXIe][. θ]
=1
(l )
− U ( l −1) ║ ≤ ε.
Dimana [Y ] = yo _ 2 adalah output Takagi M yo _ N
(14)
Sugeno inference system Karena dalam proses modeling [Y] dan [XIe] telah diketahui, γ bisa dihitung (membership function telah terbentuk), maka θ dapat dihitung dengan Least Square Error (dengan menggunakan pseudo matrix), dan persamaan TS inference menjadi :
2.3. Least Square Error Setelah fuzzy membership function terbentuk, langkah berikutnya adalah proses defuzzifikasi. Karena fuzzy inference system yang digunakan adalah tipe Takagi-Sugeno, proses defusifikasi dapat dilakukan setelah parameter TS (θ) diketahui nilainya. Perhitungan nilai θ untuk MISO inference system dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Menghitung
µG
l i
β l (degree
2. 3.
4.
[ γXIe]T .[ γXIe].[θ] = [ γXIe]T .[ Y]
of fulfillment). Nilai
function
[θ] = ([γXIe]T .[γXIe]) .[γXIe]T .[Y ] −1
yang
Menghitung γ (normalisasi degree of fulfillment) Membentuk matriks Xie yang berisi kumpulan konstanta 1 dan n-input yang akan dikalikan dengan θ. Xie adalah matriks Takagi Sugeno inference system (15) XIe = [1, x1 _ s , x 2 _ s ,..., x n _ s ] Jika consequent parameter θ dinotasikan dengan l
θ 0l l θ θ l = [θ 0l ,θ 1l ,...,θ nl ]T = 1 M l θ n
(19)
sehingga
didapat dengan memasukkan input ke
Gaussian membership bersesuaian
(18)
yo _ 1
(13)
Until ║U
M
γ N2 . XIe N
L γ 1M . XIe1 θ 1 K γ 2M . XIe2 θ 2 . M M K γ NM . XIe N θ M
[Y] = N × 1, [γXIe] = N × (( n + 1) ⋅ M ), [θ] = ((n + 1).M ) × 1 (17)
else (l )
γ 12 . XIe1 γ 22 . XIe2
dimana dimensi untuk masing-masing matriks tersebut adalah :
, 1 ≤ g ≤ c;1 ≤ s ≤ N ; µ (l ) =
y o _ 1 γ 11 . XIe1 y 1 o _ 2 = γ 2 . XIe2 M M 1 y XIe . γ N o _ N N
(2.6)
(2.7)
(16)
maka TS inference untuk 1 sampai N training sample dapat ditulis :
A-17
(20)
Industrial Electronics Seminar 2008 Electronics Engineering Polytechnic Institute of Surabaya 2.4. Evolutionary Algorithm
berbeda. Perbedaan ini muncul sebagai akibat dari perbedaan nilai fitness. Proses roullete wheel dapat disusun seperti langkah-langkah berikut ini: 1. Menghitung nilai fitness evaluation ( v k ) untuk setiap chromosome. eval (v k ) = f ( x) k=1,2,3,...,pop_size (21) 2. Menghitung total fitness untuk setiap populasi. k
F = ∑ eval (v k ) k=1,2,3,...,pop_size (22) j =1
3.
Menghitung selection probability chromosome
pk = 4.
eval (v k ) F
p k untuk setiap
k=1,2,3,...,pop_size (23)
Menghitung probabilitas kumulatif chromosome
q k untuk setiap
k
qk = ∑ p j
k=1,2,3,...,pop_size(24)
j =1
Gambar 1. Blok Diagram Sistem
Pada bagian ini prosedur selection dimulai dari langkah: 1. Membangkitkan angka random r antara 0 dan 1 sebanyak k 2. Bila r berada di dalam area q k , maka pilih
Gambar diatas menjelaskan tentang struktur dari sistem gustafson-kessel fuzzy cluster dengan Evolutionary Algortihm. Sistem ini diawali dengan proses modeling yang menghasilkan parameter mean dan variance. Paramater kemudian dioptimasi dengan 1 evolutionary algortihm dengan fitness =
chromosome v k Beberapa pemakai GA juga banyak yang menggunakan elitist selection yaitu pemilihan chromosome yang memiliki fitness yang paling baik di dalam satu populasi. Selection elitist dilakukan dengan mengumpulkan selection offspring, Crossover offspring, dan mutation offspring, kemudian dari kesemuanya ini dipilih sejumlah (jumlah populasi) chromosome dengan nilai fitness terbaik. Hal ini dilakukan untuk menjaga jumlah populasi untuk setiap generasi dan untuk mendapatkan populasi yang lebih baik.
MSE LTF
sebagai nilai fitnessnya. Evolutionary Algortihm diawali dengan proses inisiasi awal yang kemudian dilanjutkan dengan proses seleksi. Proses selection adalah proses pemilihan chromosome dan setelah chromosome itu terpilih maka chromosome itu langsung akan menjadi chromosome awal pada generasi baru. Dengan kata lain setelah melewati proses selection maka akan berganti ke generasi yang baru. Proses selection yang umum dipakai adalah menggunakan Roulette Wheel Selection. Pada Roulette Wheel Selection diasumsikan dengan model pie-shape. Pada gambar 2 dibawah nomor 1, 2, 3, dan 4 menyatakan nomor chromosome.
2.4.1. Crossover Di dalam, crossover terjadi ketika kedua parent betukar bagian dari chromosome-nya. Dalam GA, crossover menggabungkan materi genetik dari kedua chromosome parent menjadi dua chromosome baru atau biasa disebut offspring. Heuristic Crossover
S ag +1 = S ag + r ( S bg − S ag ) S Gambar 2. Roullete Wheel
g +1 b
= S + r (S − S ) g b
g a
g b
dan
(25)
2.4.2. Mutation Proses mutasi adalah proses yang bertujuan untuk mengubah salah satu atau lebih bagian dari
Pada gambar ini mewakili 4 chromosome dimana setiap chromosome memiliki luas daerah yang
A-18
Industrial Electronics Seminar 2008 Electronics Engineering Polytechnic Institute of Surabaya chromosome (gen). Prosedur untuk menentukan gen mana yang akan dimutasi adalah: 1. Tentukan probabilitas mutation (pm) 2. Tentukan banyaknya random yang diperoleh dari jumlah gen dalam satu populasi (total random) 3. Bangkitkan angka random antara 0 dan1 sebanyak total random 4. Bandingkan semua hasil random yang didapat itu dengan pm 5. Bila kurang dari pm maka gen itu akan dipilih untuk dimutasi Dimana r adalah bilangan random antara 0 dan 1. Multiple Uniform Mutation adalah Uniform Mutation dari n element random. Dimana n adalah angka random dan n ∈ {1,2, K Lchrome } .
•
•
3. Hasil Simulasi •
Simulasi untuk menemukan global optimum dari MSE LTF dilakukan dengan menggunakan menggunakan beberapa variasi nilai pc dan pm. Seluruh optimal parameter dari mean dan variance dicari secara serentak dengan maksimum generasi ke-1000. Software yang digunakan adalah Matlab versi 7.01 dengan processor pentium centrino core two duo. Dengan processor tipe ini dibutuhkan waktu simulasi sekitar 24 jam untuk 1000 generasi. Hasil simulasi untuk beberapa variasi pc dan pm dapat dilihat pada gambar 3,4 dan 5. -1
-1
generasi ke-986. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.3496x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.4682x10-3. Pengujian 4: metode 2, pc=0.6, pm=0.2, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.5496x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-350 dan generasi ke-351. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 2.1132x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.5735x10-3. Pengujian 5: metode 2, pc=0.6, pm=0.3, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.5189x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-979. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.1751x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.5716x10-3. Pengujian 6: metode 2, pc=0.6, pm=0.4, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.9512x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-846. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.376x10-2.MSE LTF terbaik pada generasi ke1000 adalah 3.028x10-3.
Perbandingan Perubahan pm dengan pc=0.7 pada Evolutionary Algortihm Mean dan Variance Serentak
10
pm=0.1 pm=0.2 pm=0.3 pm=0.4
Perbandingan Perubahan pm dengan pc=0.6 pada Evolutionary Algortihm Mean dan Variance Serentak
10
Best MSE LTF
Best MSE LTF
pm=0.1 pm=0.2 pm=0.3 pm=0.4
-2
10
0.0026289 0.0026566 -2
10
0.0025402
0.0024679
0.0025189 0.0029512 -3
10
0
10
1
2
10
10
3
10
Generation
0.0025496
Gambar 4. Perubahan MSE LTF pada Evolutionary Algorithm Mean dan Variance Serentak dengan pc=0.7 dan pm divariasi
0.0024679
-3
10
0
10
1
2
10
10
3
10
•
Generation
Gambar 3. Perubahan MSE LTF pada Evolutionary Algorithm Mean dan Variance Serentak dengan pc=0.6 dan pm divariasi
•
Pengujian 3: metode 2, pc=0.6, pm=0.1, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.4594x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-984 sampai
A-19
Pengujian 7: metode 2, pc=0.7, pm=0.1, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.4679x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-772 dan generasi ke-773. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.6887x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.4766x10-3.
Industrial Electronics Seminar 2008 Electronics Engineering Polytechnic Institute of Surabaya •
Pengujian 8: metode 2, pc=0.7, pm=0.2, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.6289x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-985 sampai generasi ke-987. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.0354x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.6663x10-3. Pengujian 9: metode 2, pc=0.7, pm=0.3, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.5402x10-3 yang didapatkan pada generasi ke- 465 sampai generasi ke-469. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.6887x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.5417x10-3. Pengujian 10: metode 2, pc=0.7, pm=0.4, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.6566x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-886 dan generasi ke-887.MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.0834x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.6773x10-3.
•
•
-1
•
•
4.
Perbandingan Perubahan pm dengan pc=0.8 pada Evolutionary Algortihm Mean dan Variance Serentak
Best MSE LTF
pm=0.1 pm=0.2 pm=0.3 pm=0.4
-2
10
0.0025949
0.0025151 0.0024902 -3
10
0
10
1
2
10
10
3
10
Generation
Gambar 5. Perubahan MSE LTF pada Evolutionary Algorithm Mean dan Variance Serentak dengan pc=0.8 dan pm divariasi
•
•
Kesimpulan
Hasil MSE LTF terbaik dengan waktu proses yang paling efektif adalah dengan menggunakan metode pencarian mean dan variance secara serentak dengan jumlah populasi 20, pc=0.6, pm=0.1. Kombinasi populasi, pc dan pm pada eksperimen ini hanya memperbaiki sedikit error MSE LTF. Hal ini dikarenakan karena pameter yang diperoleh dari metode clustering sudah mendekati ideal. Validasi forecasting sistem sebelum dan sesudah optimasi masih belum dilakukan. Hal ini dikarenakan data beban listrik yang baru dari PLN belum dapat di akses. Sehingga sampai paper ini dibuat hanya validasi forecasting training Evolutionary Algortihm yang sudah dilakukan. Untuk pengembangan dari metode real code GA ini, masih diperlukan eksperimen yang lebih fokus untuk mencari nilai pm dan pc yang dapat berubah untuk memperpendek waktu pencarian optimal parameter. Untuk itu diperlukan metode adaptif pc-pm untuk mencapai hasil yang lebih baik.
10
0.0026078
409. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.4171x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.5523x10-3. Pengujian 13: metode 2, pc=0.8, pm=0.3, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.5949x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-981. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.4171x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.6153x10-3. Pengujian 14: metode 2, pc=0.8, pm=0.4, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik 2.6078x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-701 sampai generasi ke-1000. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.4171x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.6078x10-3.
References [1] Chandra, Lindawati. Fuzzy Clustering dengan Metode Gustafson-Kessel untukForecasting Data Electrical Load. Tugas Akhir S1 No. 02010840/ELK/2007. Surabaya: Jurusan Teknik Elektro Universitas Kristen Petra, 2007. [2] Palit AK, Popovic D. Computational Intelligence in Time Series Forecasting. London: Springer-Verlag, 2005. [3] Pasila Felix, Forecasting of Electrical Load using Takagi-Sugeno type MIMO Neuro-Fuzzy network, Master Thesis, University of Bremen, 2006.
Pengujian 11: metode 2, pc=0.8, pm=0.1, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.4902x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-967. MSE LTF terbaik pada generasi pertama adalah 1.4171x10-2. MSE LTF terbaik pada generasi ke-1000 adalah 2.4932x10-3. Pengujian 12: metode 2, pc=0.8, pm=0.2, dan pop=20 Nilai MSE LTF terbaik adalah 2.5151x10-3 yang didapatkan pada generasi ke-408 dan generasi ke-
A-20