EVALUASI PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
LISA APRIYANA NIM : 100565201229
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
EVALUASI PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
LISA APRIYANA Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Salah satu bentuk dari keseriusan pemerintah Kota Batam dalam menangani sampah maka dirumuskan sebuah kebijakan yaitu Perda No.11 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam perda ini tidak hanya dijelaskan tentang mengelola sampah tetapi bagaimana sampah tersebut menjadi barang yang bernilai ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah. Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan mengacu kepada pendapat Agustino (2006:188). Informan yang diambil dalam penelitian ini merupakan informan yang memiliki pengetahuan mengenai pengolahan sampah yang ada di Kota Batam. Setelah data terkumpul maka data dalam penelitian ini dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari masih ada sampah-sampah berserakan di pinggir jalan di sepanjang Kota Batam. pengawasan tidak sering dilakukan. waktu pengawasan tidak ada tersusun dengan jelas. Sepantauan penelitian ini berjalan pegawai dinas yang datang hanya sekali itupun tidak melakukan apa-apa. Hanya melihat lihat tanpa bertanya atau pun meminta laporan secara lisan kepada petugas. Kata Kunci : Pengelolaan Sampah, Evaluasi Kebijakan
1
ABSTRACT One of the Batam city government seriousness in dealing with garbage then formulated a policy that a local regulations No. 11 of 2013 on waste management. In these regulations not only explained about waste management but how the waste into economically valuable goods. The purpose of this study was to evaluate the local regulatory of Batam city no.11 of 2013 on waste management. The discussion in this paper uses qualitative descriptive technique with reference to the opinions Agustino (2006: 188). Informants were taken in this study is an informant who has knowledge about waste management in the city of Batam. Once the data is collected, the data in this study were analyzed with descriptive qualitative data analysis techniques. Based on the results of the study it can be concluded that the local regulatory of Batam city no.11 of 2013 on waste management has not been going well. It can be seen from there trash strewn along the road edge the city of Batam. Supervision is not often done, time is not structured with clear oversight. During this study goes Bureau staff who come only once, and even then not do anything, just look around without asking or requesting a verbal report to the clerk. Keywords: Waste Management, Policy Evaluation
2
I A.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Dampak dari pertambahan penduduk yang terjadi di Kota Batam sangat berkaitan erat dengan bertambahnya timbunan sampah dari waktu ke waktu. Melihat potensi permasalahan dikemudian hari, maka upaya meminimalisir jumlah timbunan sampah dan pemanfaatan sampah cukup diperlukan. Melalui suatu pembinaan kemampuan masyarakat dalam pengelolahan sampah. Untuk meningkatkan sanitasi kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kota Batam merupakan salah satu kota di Provinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena berada pada jalur pelayaran internasional dan hanya berjarak 12,5 mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan Kota Batam sebagai pintu gerbang pembangunan ekonomi, baik skala propinsi maupun nasional. Pada Bulan Juni Tahun 2013 populasi penduduk Kota Batam adalah sebesar 1.128.610 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk Kota Batam antara tahun 2000 –2011 sebesar 7,68 % (Batam dalam Angka, 2012). Kecendrungan pertambahan jumlah penduduk di Kota Batam yang cukup pesat akan berdampak terhadap peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan. Sampah-sampah yang dihasilkan di Kota Batam sebagian besar diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Telaga Punggur untuk di proses lebih lanjut.
Sampah yang menumpuk dapat terlihat jelas di daerah Batu Aji, Sekupang, Tanjung Pantun dan Bengkong. Suasana daerah yang kotor serta banyaknya sungai yang beralih fungsi menjadi tong sampah bagi masyarakat setempat. Sampah yang dihasilkan oleh Industri juga tak dipungkiri membanjiri Kota Batam mulai dari limbah plastik hingga limbah-limbah hasil produksi industri lainnya. Tingkat pelayanan kebersihan kota, dapat dilihat dari jumlah sampah yang terangkut dan jumlah penduduk yang terlayani. Kota Batam yang setiap harinya terdapat 90 m³ timbunan sampah. Jumlah sampah yang telah dikelola dan terangkut sampai ke tempat TPA adalah 50 m³/hari, presentase baru 50 %. Saat ini tempat Pembuangan Akhir sudah permanen. Jarak ke TPA dari Pemukiman kurang lebih 10 km dengan asumsi timbunan sampah untuk kota sedang sebesar 3 liter/orang/hari. Persoalan sampah merupakan salah satu permasalahan yang akan dihadapi manusia dimasa yang akan datang selain masalah jumlah penduduk. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka jumlah sampah yang dihasilkan pun akan bertambah. Rumah tangga adalah penyumbang terbesar untuk masalah sampah ini. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka Pemerintah perlu mencari pemecahan dari masalah sampah ini. Dari sekian banyak pilihan
dalam menangani sampah, daur ulang merupakan pilihan yang dinilai sangat tepat untuk mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan dari manusia.
memaparkan tentang pengolahan sampah. Pelaksanaan pengelolaan sampah meliputi pewadahan dan atau pemilahan, penyapuan dan pengumpulan, pemindahan, pengolahan antara, pengangkatan, pengolahan akhir. Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolaan sampah meliputi pewadahan dan atau pemilahan, penyapuan Jalan Umum, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA, pengaturan, penetapan dan penyediaan TPS dan TPA, pengolahan dan pemanfaatan sampah. Sedangkan menurut Peraturan Daerah ini menjelaskan tentang teknis pengolahan sampah bahwa Pengelolaan sampah menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah Daerah dan masyarakat. Kegiatan masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud meliputi pemeliharaan kebersihan dilingkungannya masing-masing, baik secara pribadi maupun gotong royong, pemilahan sampah menurut jenisnya dan penyediaan tempat sampah baik di perumahan maupun di tempattempat umum dengan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Untuk mewujudkan Kota Batam yang Bersih, Hijau, Indah dan Nyaman Tahun 2016, tidak terlepas dari kepedulian semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah saling bahu membahu dalam menjaga kebersihan, untuk itu Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Batam yang menjadi leading sektor dalam menangani kebersihan di Kota Batam. Salah satu bentuk dari keseriusan Pemerintah Kota Batam dalam menangani sampah maka dirumuskan sebuah kebijakan yaitu Peraturan Daerah No.11 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam perda ini tidak hanya dijelaskan tentang mengelola sampah tetapi bagaimana sampah tersebut menjadi barang yang bernilai ekonomis. Serta diatur sanksi bagi masyarakat yang melanggar aturan yang telah dijelaskan didalam perda tersebut. Peraturan daerah ini juga mengharapkan adanya kesadaran masyarakat khususnya mulai dari lingkungan sekolah, sudah memperlakukan dan membuang sampah dengan benar sampai dengan lingkungan masyarakat
Namun permasalahan sampah masih saja terjadi di Kota Batam. Sampah yang menumpuk di Batam sepertinya masih akan terus berlanjut hal ini disebabkan karena sampah tersebut jarang diangkut (diangkut sebulan sekali) sedangkan masyarakat harus membayar iuran sampah tiap bulannya kepada petugas dari Dinas Kebersihan Pertamanan
Salah satu maksud dan tujuan dari perda ini adalah membentuk paradigma Batam Bersih Sampah pada setiap individu masyarakat di Kota Batam. Pada Perda ini sudah
4
Kota Batam selain itu masyarakat juga diminta juga untuk membayar uang sampah kepada petugas sampah. Banyaknya sampah rumah tangga yang harus menumpuk mengharuskan masyarakat membuang sampah sendiri. Permasalahan yang terjadi adalah sebagai berikut : 1. Tumpukkan sampah terlihat di beberapa perumahan warga di kawasan Batam Centre. Meski terus dikritik, Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Batam masih tak kunjung mampu menyelesaikan masalah sampah. Tumpukan sampah yang tidak diangkut sampai hampir tiga minggu. Tidak hanya di Legenda Malaka, sampah juga ikut menumpuk di perumahan Legenda Bali, Hang Lekir, dan sejumlah perumahan lain. 2. Sampah yang berserakan di jalan raya di depan Perumahan Bengkong Cahaya Garden belum tersentuh pihak Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Batam. Sampah yang letaknya di pertigaan Bengkong Nusantara samping pos polisi terlihat masih berserak hingga hampir ke tengah jalan. Hampir dua minggu lebih sampah di kawasan tersebut belum diangkut, walaupun beberapa waktu lalu Bapak Rudi Wakil Walikota
3.
4.
5.
6.
5
Batam telah mengkritik pedas kinerja DKP Kota Batam karena masih terdapat beberapa titik penumpukan sampah yang sangat parah di wilayah Bengkong. Selain di pertigaan Cahaya Garden, sampah juga menggunung di samping pasar Cahanya Garden, Bengkong Harapan, serta persimpangan Bengkong Top 100. Penumpukan sampah juga terjadi di Perumahan Aster Raya Kecamatan Batu Aji. Dua konteiner sampah yang telah disediakan oleh DKP Kota Batam sudah penuh dan berserakan di jalanan namun belum juga diangkut oleh petugas kebersihan. Selain di Perumahan sampah juga menggunung di sepanjang jalan kawasan Marina-Simpang Basecamp karena kurangnya Tempat Pembuangan Sampah yang disediakan oleh Pemerintah. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Batam baru memiliki 50 TPS (1 TPS untuk 2.500 orang) di enam kecamatan. Seharusnya DKP memiliki 480 TPS di enam Kecamatan. Sampai saat ini Pemerintah yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Batam juga baru memiliki 116 BIN konteiner sampah, jumlah tersebut masih sangat jauh dari cukup.
7. Jumlah armada angkutan sampah masih kurang, yakni 97 unit. Padahal untuk sampah rumah tangga diperkirakan 1.080/kg, aktivitas ekonomi 1.300ton/hari. 8. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan.
dengan baik. Munculnya berbagai penyakit akibat pencemaran air, tanah, dan polusi udara hanya sebagian kecil akibat dari buruknya pengelolaan sampah tersebut. Banyaknya sampah rumah tangga yang harus menumpuk mengharuskan masyarakat harus membuang sampah sendiri namun tidak semua bak tempat sampah dapat dijadikan tempat untuk membuang sampah di bak sampah tersebut karena ada larangan bagi warga perumahan lain agar tidak membuang sampah di bak sampah tersebut: Bagaimana Evaluasi Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah. 2. Kegunaan Penelitian a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan masukan bagi Dinas Kebersihan Kota Batam serta Kelurahan di Kota Batam dalam pengelolaan sampah. b. Dijadikan bahan masukan bagi pihak yang berkepentingan terutama bagi para peneliti yang sama. c. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang Ilmu Pemerintahan.
Meskipun Perda tersebut sudah disosialisasikan sejak tahun 2013 lalu, kesadaran masyarakat akan kebersihan masih rendah. Masih banyak yang membuang sampah sembarangan di pinggir jalan protokol maupun fasilitas umum (fasum) lainnya. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk memilih judul penelitian sebagai berikut: EVALUASI PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah diatas, terindikasi bahwa Kota Batam dianggap belum menjalankan pengelolaan sampah dengan benar sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah. Peningkatan produksi sampah telah menimbulkan masalah pada lingkungan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk perkotaan. Sementara, lahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah juga makin terbatas. Kondisi ini makin memburuk manakala pengelolaan sampah di masing-masing daerah masih kurang efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan serta tidak terkoordinasi
D. Konsep Operasional Konsep operasional adalah upaya mendefinisikan atau membatasi ruang lingkup masalah penelitian sesuai dengan variabel dan indikator yang
6
telah ditetapkan berdasarkan teori yang nantinya akan diterapkan dalam melaksanakan pengukuran di lapangan, sehingga tidak terjadi perbedaan penafsiran dalam menganalisa penelitian ini. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian yang dilakukan, maka diperlukan kerangka penelitian yang membantu proses pelaksanaan penelitian untuk menyamakan persepsi terhadap konsepkonsep yang masih abstrak sifatnya. Konsep-konsep tersebut dioperasionalkan agar hasil dari penelitian yang akan dilakukan dapat lebih mencapai tujuan, maka penulis membuat batasan pembahasan atau konsep Sistem Pengelolaan Sampah sebagaimana dimaksud menggunakan konsep dari Agustino (2006:188). Penelitian ini menggunakan konsep dari Agustino, hal ini dikarenakan konsep ini mengevaluasi kebijakan mulai dari seberapa jauh kebijakan sudah dijalankan, tindakan apa yang selama ini ditempuh sehingga membawa dampak terhadap masyarakat, hal ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut : a. Seberapa jauh keberhasilan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah b. Pengelolaan sampah sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah
2. Tindakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah dalam Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah sudah benar-benar efektif, responsif, akuntabel dan adil. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut : a. Keterbukaan penyediaan informasi tentang Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah b. Pemerintah memiliki daya tanggap yang baik terhadap kebutuhan masyarakat berkaitan dengan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah c. Aparatur pemerintah dan pihak swasta memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah 3. Efek dan dampak dari Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah itu sendiri. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut : a. Manfaat yang dirasakan masyarakat terhadap Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah b. Adanya lingkungan eksternal yang kondusif seperti keadaan masyarakat Kota Batam untuk ikut membantu mewujudkan
7
tujuan dari Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah. E. Metode Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif. Menurut Moleong (2006 : 6) deskriptif adalah data dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Sedangkan kualitatif menurut Sugiyono (2012:15) adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar”. F. Teknik Analisis Data
dikemukakan tema yang seperti disarankan oleh data. Adapun langkah – langkah analisa data yang dilakukan adalah : Reduksi Data Dari lokasi penelitian, data lapangan dituangkan dalam uraian laporan yang lengkap dan terinci. Data dan laporan lapangan kemudian direduksi, dirangkum, dan kemudian dipilah-pilah hal yang pokok, difokuskan untuk dipilih yang terpenting kemudian dicari tema atau polanya (melalui proses penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan). Reduksi data dilakukan terus menerus selama proses penelitian berlangsung. Pada tahapan ini setelah data dipilah kemudian disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik kesimpulan sementara.
Dalam rangka memberikan gambaran yang jelas, logis dan akurat mengenai hasil pengumpulan data, Data yang diperoleh dihimpun menurut jenis dan kelompoknya, maka selanjutnya dilaksanakan pengelolaan dan analisis data yang dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif, yaitu mengemukakan masalah menurut apa adanya. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Penyajian Data Penyajian data (display data) dimasudkan agar lebih mempermudah bagi peneliti untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian- bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini merupakan pengorganisasian data kedalam suatu bentuk tertentu sehingga kelihatan jelas sosoknya lebih utuh. Data-data tersebut kemudian dipilahpilah dan disisikan untuk disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan katagori yang sejenis untuk ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu dengan melakukan terlebih dahulu mendeskripsikan, memverifikasi, menginterpretasikan untuk kemudian dianalisis sehingga memperoleh suatu kesimpulan. Moleong (2011:35) menyatakan analisa dan kualitatif adalah proses pengorganisasian, dan penguratan data kedalam pola dan kategori serta satu uraian dasar, sehingga dapat
Penarikan Kesimpulan / Verifikasi Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan.
8
Sejak pertama memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu mencari pola tema, hubungan persamaan, hipotetsis dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan yang masih bersifat tentatif.
2. 3. 4. 5. 6.
Dalam pandangan Ramesh, invensi atau permulaan mengacu pada tahap paling awal dalam rangkain tersebut ketika masalah akan dirumuskan. Dia menjelaskan bahwa tahap ini dapat digolongkan sebagai tahap perumusan masalah dan pencarian solusi. Tahap kedua adalah perkiraan yang menghitung dan memperkirakan tentang resiko, biaya, dan manfaat yang berhubungan dengan berbagai solusi yang akan diterapkan pada tahap sebelumnya. Tahap ini akan melibatkan evaluasi teknis dan pilihan normatif. Tujuan tahap ini adalah untuk mempersempit pilihan-pilihan yang masuk akal dengan tidak memasukkan pilihanpilihan yang tidak memungkinkan dan menggunakan pilihan-pilihan yang mungkin saja dapat diterapkan. Tahap ketiga terdiri atas pengambilan satu atau kombinasi solusi yang diterapkan hingga akhir tahap ini. ketiga tahap selanjutnya adalah tahap yang memberikan pilihan-pilihan, mengevaluasi hasil dan seluruh proses dan pemberhentian kebijakan untuk mendapatkan kesimpulan yang dicapai dari evaluasi tersebut. Evaluasi kebijakan merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan. Pada umumnya evaluasi kebijakan dilakukan setelah kebijakan publik tersebut diimplementasikan. Ini tentunya dalam rangka menguji tingkat kegagalan dan keberhasilan, keefektifan dan keefisienannya. Menurut Dunn (2003:601) menyatakan bahwa evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
II. LANDASAN TEORI 1. Evaluasi Kebijakan Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektivan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai serta untuk melihat sejauhmana kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Menurut Anderson dalam Winarno ( 2008:166), secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak pelaksanaan kebijakan tersebut. Nogi (2003:126) mengungkapkan bahwa : “Evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan. Selanjutnya Dye (Parsons, 2006:547) mengungkapkan bahwa evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan sistematis dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai. Menurut Ramesh (2000:74), proses kebijakan terdiri atas 6 tahap: 1. permulaan (invensi),
estimasi (perkiraan), seleksi (pemilihan), implementasi (penerapan), evaluasi (penilaian), terminasi (penyelesaian).
/penanaman
9
mendasari pemilihan tujuan dan target. Pada dasarnya nilai juga dapat dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Evaluasi kebijakan adalah proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan membuahkan hasil, yaitu membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan atau target kebijakan yang ditentukan. Untuk memudahkan tentang pengukuran evaluasi kebijakan Badjuri & Yuwono (2002:140-141) menyajikan tabel indikator evaluasi kebijakan sebagai berikut :
pendukung lain yang diperlukan? 2. Process (proses) adalah Analisis proses tidak begitu berfokus pada isi kebijakan, namun lebih memfokuskan diri pada proses politik dan interaksi faktor-faktor lingkungan luar yang kompleks dalam membentuk sebuah kebijakan. bagaimanakah sebuah kebijakan ditransformasikan dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat ? bagaimanakah efektivitas dan efisiensi dari metode / cara yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut ? 3. Outputs (hasil) adalah produk Kebijakan publik berupa peraturan, UndangUndang dan Perda yang hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Fokus penilaian adalah sebagai berikut : apakah hasil atau produk yang dihasilkan sebuah kebijakan publik ? berapa orang yang berhasil mengikuti program / kebijakan tersebut ? 4. Outcomes (dampak) adalah Kebijakan Publik berisikan hal yang positif dan negatif terhadap target group. Fokus penilaian adalah apakah dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang terkena kebijakan ?berapa banyak dampak positif yang dihasilkan ? adakah
1. Input (masukan) adalah Masalah kebijakan publik ini timbul karena adanya factor lingkungan kebijakan publik yaitu suatu keadaan yang melatar belakangi atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya masalah kebijakan publik tersebut, yang berupa tuntutantuntutan, keinginankeinginan masyarakat atau tantangan dan peluang, yang diharapkan segera diatasi melalui suatukebi jakan publik. Masalah itu dapat juga timbul justru karena dikeluarkannya suatu kebijakan publik baru. Fokus penilaian adalah sebagai berikut : apakah sumber daya pendukung dan bahanbahan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ? berapakah SDM (sumber daya), uang atau infrastruktur
10
dampak negatifnya ? seberapa seriuskah ? Dunn (2003;610) menyatakan bahwa kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik yaitu : a. Efektivitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya” (Dunn, 2003:429). b. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien” (Dunn, 2003:430). c. Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430). d. Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. William N. Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn, 2003:434). e. Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn menyatakan bahwa responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). f. Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk
11
merealisasikan tujuan tersebut” (Dunn, 2003:499).
kebijakan harus dapat memberdayakan output dan outcome yang dihasilkan dari suatu implementasi kebijakan. Ketajaman penglihatan ini yang diperlukan oleh publik ketika melihat hasil evaluasi kebijakan, sehingga fungsinya untuk member informasi yang valid dapat dipercaya menjadi realisasi dari perwujudan right to know bagi warga masyarakat.
Selanjutnya, Howlett dan Ramesh (2000:170) menyatakan bahwa secara umum evaluasi kebijakan dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu :At general level, policy evaluations can be classified in three broad categories administrative evaluation, judicial evaluation, dan political evaluation which differ in the way they are conducted, the actor they involve, and their effects. Evaluator kebijakan harus mengetahui secara jelas aspek-aspek apa yang perlu dikajinya. Disamping itu harus mengetahui sumber-sumber informasi yang perlu dikejarnya untuk memperoleh data yang valid. Selain mengetahui teknik analisis yang tepat untuk melakukan evaluasi. Sejumlah metode dapat digunakan untuk membantu dalam mengevaluasi kebijakan, namun hampir semua teknik yang ada dapat juga digunakan dalam hubungannya dengan metode-metode evaluasi lainnya.
Evaluasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu proses pekerjaan, karena dengan adanya evaluasi maka hal tersebut akan mempermudah jalannya suatu proses kerja dalam sebuah organisasi. Penilaian (evaluation) dapat diberikan pengertian/definisi sebagai suatu proses/rangkaian kegiatan pengukuran dan pembanding dari pada hasil-hasil pekerjaan/produktivitas kerja yang telah tercapai dengan target yang direncanakan.
Menurut Agustino (2006:188) Kinerja kebijakan yang dinilai dalam evaluasi kebijakan melingkupi : evaluasi kebijakan harus juga memperhatikan persoalan-persoalan hak azasi manusia ketika kebijakan dilaksanakan. Hal ini perlu dilakukan evaluator kebijakan karena jangan sampai tujuan dan sasaran dalam kebijakan public terlaksana, tetapi ketika itu diimplementasikan banyak melanggar perikehidupan warga.
B. Pengelolaan / Manajemen Sampah Di dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pasal 1,sampah adalah sisa-sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat. Selanjutnya menurut Ari Wahyuni dalam jurnalnya yang berjudul Peran Dinas Kebersihan Dan Pertamana Kota Samarinda Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Samarinda bahwa :“Secara umum sampah dapat dibagi menjadi 2 yaitu, sampah organik (biasa disebut
a. Efek dan dampak dari kebijakan itu sendiri. Dalam bagian ini evaluator
12
sampah basah) dan sampah anorganik (biasa disebut sampah kering). Sampahsampah rumah tangga sebagian besar merupakan sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa sayuran, kulit buah dan daun. Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tidak dapat di perbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri”.
Sampah menurut Basyrianta (2007:17) barang yang tidak memiliki nilai dan tidak berharga untuk digunakan secara biasa dan khusus dalam proses produksi atau pemakaian, barang rusak atau cacat manufaktur, atau materi berkelibihan atau buangan. Pengertian Sampah Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007). Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan (re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan kembali (Dainur, 1995).
Arif Fadillah, dkk dalam sebuah jurnal mengatakan bahwa sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan lagi. Hal senada juga disampaikan oleh Basyrianta (2007:17) bahwa “sampah adalah barang yang tidak memiliki nilai dan tidak berharga untuk digunakan secara biasa dan khusus dalam proses produksi atau pemakaian barang rusak atau cacat manufaktur,atau materi berkelebihan atau buangan”.
Pengertian sampah (UU No. 18 Tahun 2008) adalah sisa kegiatan sehari-harimanuasia dan/atau proses alam yang padat. “Sampah bukanlah sesuatu yang harus dibuang melainkan dapat diolah menjadi produk baru. Sampah juga tidak perlu berkonotasi kotor dan bau bila dikelola dengan baik.”
Definisi mengenai sampah diatas juga didukung oleh Astriani (2009) yang dikutip oleh Santhy Chamdra dkk dalam sebuah jurnal yang menyatakan bahwa sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pemakaian barang rusak atau bercacat. selain itu Sidarto mengatakan bahwa Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses dan sampah merupakan proses buatan manusia. Oleh karena itu Citra Ratna Sari dalam sebuah jurnal ilmu pemerintahan mengatakan bahwa “sampah adalah salah satu faktor yang menyebabkan kota jauh dari kata bersih dan sehat. Sampah yang belum dikelola dengan baik hanya menyebabkan kawasan kota menjadi kotor”.
Sistem Pengelolaan Sampah adalah suatu kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah Sistem Pengelolaan Sampah sebagaimana dimaksud meliputi :
a. Pengelolaan Sampah; b. Teknis Pengelolaan Sampah;
13
c. Etika Kebersihan Lingkungan.
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983, wilayah kecamatan Batam yang merupakan bagian dari kabupaten Kepulauan Riau, ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Batam yang memiliki tugas dalam menjalankan administrasi pemerintahan dan kemasyarakatan serta mendudukung pembangunan yang dilakukan Otorita Batam. Di era Reformasi pada akhir dekade tahun 1990-an, dengan Undang-Undang nomor 53 tahun 1999, maka Kotamadya administratif Batam berubah statusnya menjadi daerah otonomi yaitu Pemerintah Kota Batam untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan dengan mengikutsertakan Badan Otorita Batam.Kota yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau ini memiliki luas wilayah daratan seluas 715 km² atau sekitar 115% dari wilayah Singapura, sedangkan luas wilayah keseluruhan mencapai 1.570.35 km². Kota Batam beriklim tropis dengan suhu rata-rata 26 sampai 34 bderajat celsius. Kota ini memiliki dataran yang berbukit dan berlembah. Tanahnya berupa tanah merah yang kurang subur.
Pengelolaan sampah dilakukan dengan memperhatikan jenis dan sifat sampah. Jenis sampah sebagaimana dimaksud terdiri dari : a. sampah basah (organik) adalah sampah yang susunannya terdiri dari bahan yang mudah membusuk; b. sampah kering (anorganik) adalah sampah yang susunannya terdiri dari bahan yang mempunyai sifat sebagian besar atau seluruh bahannya tidak mudah membusuk III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kota Batam adalah salah satu kota di Provinsi Kepulauan Riau. Kota Batam merupakan sebuah pulau yang terletak sangat strategis karena terletak di jalur pelayaran internasional. Kota ini juga begitu dekat dengan Negara Singapura dan Malaysia. Kota Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk, namun kini telah berpenduduk 713.960 jiwa. Pada dekade 1970-an, dengan tujuan awal menjadikan Batam sebagai Singapuranya Indonesia, maka sesuai Keputusan Presiden nomor 41 tahun 1973, Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam(BOB) sebagai penggerak pembangunan Batam Seiring pesatnya perkembangan Pulau Batam, pada dekade 1980-an,
IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 1. Seberapa jauh kebutuhan nilai dan kesempatan telah dapat dicapai Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah belum membawa dampak apa-apa dalam permasalahan sampah di Kota Batam. Padahal Berdasarkan berita yang dirilis Haluan Kepri, Minggu 4 januari 2015, melalui perjanjian, pihak ketiga
14
pengangkut sampah tersebut dibebankan untuk mengangkut sampah sekitar 450 ton/hari. Namun pada kenyataannya sampah yang harus diangkut mencapai 850 ton/hari. Itu berarti hampir dari dua kali lipat dari yag direncanakan. Namun pelaksanaan di lapangan jauh dari yang diharapkan
lebih dioptimalkan pengolahannya di Kota Batam 3. Efek dan dampak dari kebijakan itu sendiri. Seperti yang diungkap kepada informan yang mengatakan semua sudah memberikan dukungannya terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah . Karena bagi sebagian masyarakat pengolahan sampah yang baik adalah salah satu hal yang penting. Karena jika sampah tidak dapat diolah dengan baik maka akan menimbulkan permasalahan baru. Baik pemerintah maupun LSM juga masyarakat diharapkan mau mendukung adanya Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah . Di Kota Batam hal ini sudah berjalan dengan baik. Dukungan datang dari berbagai pihak mulai dari masyarakat, LSM bahkan pemerintah yang menyediakan fasilitas agar Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah dapat tercapai.
2. Tindakan yang ditempuh Dari observasi yang dilakukan maka di analisa bahwa waktu pengawasan tidak ada tersusun dengan jelas. Sepantauan penelitian ini berjalan pegawai dinas yang datang hanya sekali itupun tidak melakukan apa-apa. Hanya melihat lihat tanpa bertanya atau pun meminta laporan secara lisan kepada petugas. Menurut beberapa petugas sebenarnya mereka sudah ada jadwalnya hanya saja pihak dinas sendiri yang tidak mau rutin datang untuk melihat. Dari hasil wawancara dengan informan diatas serta dari hasil observasi maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pengawasan pengolahan sampah sudah diupayakan untuk pengawasan secara berkala minimal 4 kali dalam satu tahun hal ini untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi dilapangan. Namun memang ditemukan permasalahan dilapangan bahwa ternyata petugas tidak semua mengetahui secara jelas mengenai adanya aturan-aturan dalam pengawasan. Kemudian Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada seluruh Informan maka dapat dianalisa bahwa sarana dan prasarana sudah cukup memadai yang di siapkan oleh pihak pemerintah kota Batam untuk mendukung Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah. Ada beberapa sarana dan prasarana yang disipakan namun perlu penambahan agar dapat
Partisipasi masyarakat dalam pengelolan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktorfaktor yang mendukung, antara lain: kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasana,
15
dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.
membantu namun saat ini belum optimal, Kecamatan Nongsa dan Batam Kota sengaja dipilih untuk tidak diangkut swasta, karena kedua kecamatan itu tengah persiapan mengelola sampah sendiri bersama kecamatan Sei Beduk. Sedangkan pengelolaan sampah di tiga kecamatan lain, Bengkong, Batuampar dan Lubuk Baja tetap akan diserahkan pada swasta melalui lelang, sehingga sampahnya hingga kini masih diurus pihak swasta. Kontrak sesuai volume yang diangkut. Dan waktunya hanya berakhir hingga 31 Desember. Karena itu swasta hanya fokus di tiga kecamatan yang saja.
V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah belum berjalan dengan baik walaupun Semua sudah memberikan dukungannya terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah. Karena bagi sebagian masyarakat pengolahan sampah yang baik adalah salah satu hal yang penting. Karena jika sampah tidak dapat diolah dengan baik maka akan menimbulkan permasalahan baru. Baik pemerintah maupun LSM juga masyarakat diharapkan mau mendukung adanya Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah. Namun masih ada permasalahan sebagai berikut :
Sarana dan prasarana sudah cukup memadai yang di siapkan oleh pihak pemerintah kota Batam untuk mendukung Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah. Ada beberapa sarana dan prasarana yang disipakan namun perlu penambahan agar dapat lebih dioptimalkan pengolahannya di Kota Batam seperti tempat pembuangan akhir, dump truck, serta alat pengangkutan sampah seperti lori yang masih terbatas dan tidak bisa menjangkau semua wilayah di Kota Batam.
Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah belum membawa dampak apa-apa dalam permasalahan sampah di Kota Batam. Karena masih ada sampah-sampah berserakan di pinggir jalan di sepanjang Kota Batam. Pengawasan tidak sering dilakukan. waktu pengawasan tidak ada tersusun dengan jelas. Sepantauan penelitian ini berjalan pegawai dinas yang datang hanya sekali itupun tidak melakukan apa-apa. Hanya melihat lihat tanpa bertanya atau pun meminta laporan secara lisan kepada petugas. Kemudian pihak swasta yang seharusnya
B. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Sebaiknya sering dilakukan pengawasan pengangkutan sampah oleh Pemerintah Daerah yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Batam. Dengan adanya pengawasan yang baik membuat petugas di
16
2.
3.
4.
5.
6.
7.
lapangan dapat bekerja secara maksimal. Seharusnya sarana dan prasarana yang mendukung dalam pelaksanaan pengolahan sampah perlu ditambah agar dapat mempercepat proses pembersihan sampah di Kota Batam Pemerintah Batam hendaknya meningkatkan dan memperhatikan kesejahteraan para petugas yang ada dilapangan dengan demikian petugas akan lebih giat dan bersemangat dalam menjalankan tugasnya. Sebaiknya ada sanksi yang diberikan agar masyarakat lebih tertib dalam pengolahan sampah sehingga masyarakat akan lebih menjaga kebersihan dengan cara membuang sampah pada tempatnya. Pemerintah Kota Batam juga harus tegas dalam menidaklanjuti laporan dan keluhan dari masyarakat mengenai permasalahan sampah sehingga sampah-sampah yang menumpuk dan berserakan di jalan dapat segera dibersihkan. Pemerintah Kota Batam khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Batam harus lebih meningkatkan disiplin pegawainya sehingga mereka dapat melakukan pengawasan dilapangan secara rutin dan berkala. Pemerintah Kota Batam hendaknya dapat memberikan penghargaan / reward bagi masyarakat yang tempat/wilayah tempat tinggalnya yang bersih, indah
dan nyaman. Hal ini dapat meningkatkan semangat bagi masyarakat di Kota Batam untuk lebih menjaga kebersihan di lingkungan tempat tinggalnya. 8. Pemerintah Kota Batam perlu meningkatkan lagi programprogram yang berhubungan dengan pengelolaan sampah serta bersosialisasi dengan masyarakat bahwa program yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut sangat berguna bagi masyarakat bahkan dapat menambah penghasilan dari masyarakat. DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah. Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabetha Ali,
Achmad, 2002, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Chalia Indonesia,
Arikunto. Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Basriyanta, 2007. Manajemen Sampah. Kanisius, Yogyakarta. Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit. Buku Kedokteran
17
Dunn, William H. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, edisi kedua. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
ImplementasiKebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku Kita
Ndraha, Taliziduhu, 2000, Diktat Kuliah Ilmu Pemerintahan, Program Pasca Sarjana UNPAD, Bandung Nugroho, Riant D. 2003. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Rasyid, M. Ryaas. 2000, Makna Pemerintahan. Jakarta: P.T Yarsif Watampone Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV.Alfabeta: Bandung.
Suhardono, Edy. 1994. Teori Peran, Konsep, Deviasi dan Implikasinya.Gramsdia Pustaka Utama. Jakarta Syafarudin. 2008. Efectivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Wahab. Solichin Abdul. 1997. Analisis Kebijaksanaan: dari Formula ke
18