EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN SAMBUNGAN LEWATAN (LAP SPLICES) PADA UJUNG KOLOM Desindo Wijaya1, Besman Surbakti2 1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
Abstrak Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan gempa yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, bangunan yang dibangun hendaknya memiliki tingkat daktilitas yang cukup untuk menghadapi bencana gempa yang mungkin akan terjadi. Standar-standar perencanaan yang menjadi pedoman perencanaan gedung di Indonesia telah menjadikan disain tahan gempa sebagai materi yang cukup penting. Namun, pada kenyataannya, di lapangan masih banyak dijumpai pelaksanaan konstruksi pembangunan yang kurang sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam standar. Penggunaan sambungan lewatan pada ujung kolom merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan berkurangnya daktilitas dari suatu bangunan karena ujung kolom merupakan daerah sendi plastis. Pada umumnya panjang sambungan lewatan yang digunakan ini kurang dari ketentuan yang berlaku. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan dikaji mengenai pengaruh penggunaan sambungan lewatan pada ujung kolom ini terhadap daktilitas dan kinerja bangunan. Dua macam penempatan sambungan lewatan pada kolom akan dianalisis yaitu pada ujung kolom dan tidak pada ujung kolom. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan sambungan lewatan pada ujung kolom akan mengurangi kapasitas deformasi inelastic dari bangunan. Pada kondisi gempa yang cukup besar, diyakini bahwa bangunan yang menempatkan sambungan lewatan pada ujung kolom akan mengalami keruntuhan lebih awal jika dibandingkan dengan bangunan yang menempatkan sambungan lewatan pada daerah di luar sendi plastis kolom. Kata Kunci: Sambungan Lewatan, Beban Gempa, Analisis Statik Nonlinear, Taraf Kinerja
Abstract Indonesia is located at earthquake-prone area. Therefore, the design of building need to satisfy ductility requirement to confronting the earthquake that will be occured. Earthquake resistance design becomes an important subject in building codes to be recognized. But in reality, the construction practice in the field sometimes do not following the requirement. The use of lap splices at edge of the column where is the plastic zone of the column decrease the duclility of the building. Besides, the lap splice length used is often smaller than required. In this research, the effect of the location of this deficient lap splice length in the column to ductility and performance of the building will be observed. Two kinds of location of lap splice will be analyze by considering the inelastic behavior of each member. The results show that the inelastic roof displacement that can be achieved by building with lap splice located at column plastic hinge zone is limited compare to building with lap splice located outside column plastic zone. The performance of the building under severe earthquake is believed to be better in building with lap splice outside column plastic zone. Keywords : Lap Splices, Earthquake Load, Static Nonlinear Analysis, Performance Level
1.
PENDAHULUAN Beban gempa merupakan salah satu beban yang memiliki tingkat ketidakpastian yang tertinggi diantara beban-beban yang akan bekerja pada suatu bangunan karena sampai saat ini masih belum terdapat metode yang cukup akurat untuk memprediksi waktu dan besarnya kekuatan gempa yang mungkin terjadi pada suatu daerah tertentu. Oleh sebab itu, desain terhadap gempa merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh seorang insinyur bangunan. Mengingat Indonesia terletak pada zona gempa yang cukup besar dimana Indonesia terletak diantara beberapa lempeng aktif seperti lempeng Indo-Australia dan lempeng samudra Pasifik, kejadian gempa menjadi tidak langka bagi Indonesia. Oleh karena itu, untuk meminimalisir kerusakan bangunan yang terjadi serta korban jiwa pada saat terjadinya bencana gempa, struktur bangunan hendaknya memiliki kekuatan dan kekakuan serta daktilitas yang cukup untuk dapat mengakomodasikan gempa yang terjadi. Dewasa ini, metode yang sedang berkembang dan mulai banyak menjadi perhatian dari perencana yaitu metode disain berdasarkan kinerja bangunan.Tujuan dari metode ini adalah menghasilkan struktur dengan kinerja akibat beban gempa yang dapat diprediksi agar pemilik bangunan dapat mendapatkan gambaran dan memutuskan untuk memilih bentuk kerusakan struktur yang diharapkan pada saat terjadi bencana berupa gempa. Metode disain berdasarkan kepada kinerja bangunan ini masih dalam masa perkembangan pada saat ini, namun beberapa rekomendasi prosedur untuk melakukan disain dengan menggunakan metode ini telah diterbitkan sejak beberapa tahun yang lalu seperti ATC 40, FEMA 356 dan FEMA 440. FEMA 440 diterbitkan sebagai revisi atas beberapa koefisien yang digunakan di dalam FEMA 356 dan ATC 40 yang dinilai masih kurang keandalaannya untuk digunakan di dalam analisa struktur nonlinear statik. Namun, prosedur disain masih mengacu kepada ATC 40 dan FEMA 356. Dalam penelitian ini, kedua prosedur analisis yang terdapat dalam ATC 40 dan FEMA 356 akan digunakan untuk menilai kinerja bangunan yang akan dianalisis. Koefisien yang diperlukan akan diadopsi dari FEMA 440. Salah satu cara agar bangunan dapat tetap kokoh atau tidak runtuh ketika terjadi gempa besar yaitu dengan melalui pembentukan sendi plastis yang sebanyaknya sebelum bangunan mengalami keruntuhan. Hal ini merupakan salah satu filosofi dalam mendesain bangunan terhadap beban gempa dimana bangunan diizinkan untuk mengalami kerusakan berat melalui terbentuknya sendi plastis yang tersebar cukup banyak di sepanjang bangunan tetapi tidak diharapkan untuk runtuh pada batas beban gempa yang ditentukan. Salah satu penyebab kerusakan gempa yang parah dengan kondisi detail yang buruk pada bangunan struktur beton bertulang yang sering ditemukan pasca gempa adalah terjadinya kegagalan pada daerah dilakukannya sambungan lewatan (lap splice) khususnya yang dilakukan pada daerah sendi plastis seperti pada daerah ujung kolom tepat di atas pelat lantai yang merupakan tempat yang paling berpotensi terjadinya sendi plastis pada saat beban gempa bekerja karena memiliki tingkat momen yang cukup besar seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Lap splices pada daerah titik balik momen di tengah kolom (baik) Lap splices pada daerah sendi plastis kolom (kurang baik)
(a) Letak daerah dilakukan lap splices
(b) Bidang momen akibat beban gempa
Gambar 1 Sketsa letak sambungan lewatan yang baik pada kolom Hal ini mengakibatkan bagian pada ujung kolom menjadi daerah yang paling berpotensi untuk terjadi deformasi plastis. Oleh sebab itu, pendetilan pada daerah ini harus direncanakan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan kolom untuk dapat mengalami deformasi plastis yang cukup besar sebelum kolom tersebut mengalami kegagalan. Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan evaluasi kinerja bangunan yang menggunakan sambungan lewatan pada ujung kolom yang merupakan daerah yang paling berpotensi untuk mengalami deformasi plastis pada saat beban gempa terjadi untuk dibandingkan dengan kinerja bangunan yang menggunakan sambungan lewatan pada bagian tengah kolom yang diyakini akan memberikan kinerja yang lebih baik. Kinerja bangunan ini akan dinyatakan dalam bentuk perpindahan rencana (target displacement) yang akan dihitung berdasarkan pedoman FEMA-356 dan dalam bentuk titik kinerja (performance point) yang akan dihitung berdasarkan pedoman ATC40. Parameter dan koefisien yang diperlukan pada analisis dengan kedua metode ini akan diadopsi dari FEMA-440 yang merupakan parameter yang telah direkomendasikan kembali sebagai revisi. Asumsi yang digunakan dalam permodelan dan analisis struktur 3D adalah meliputi:
a. Ukuran bentang untuk arah x dan y ialah 24 x 48 m. b. Bangunan yang dianalisis adalah bangunan bertingkat 12 dengan elevasi tiap lantai 3.5 m. c. Mutu beton yang digunakan adalah 30 MPa (fc’ = 30 Mpa) dan mutu baja yang digunakan adalah 420 MPa (fy = 420 Mpa) d. Bangunan merupakan bangunan perkantoran terletak di Medan dan berdiri di atas tanah sedang (kelas situs SD) e. Beban gempa rencana berdasarkan pada peraturan RSNI3 03-1726-201x f. Analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis statik nonlinier berupa analisis beban dorong statik yang akan dilakukan dengan menggunakan bantuan program SAP2000 untuk mendapatkan kurva kapasitas dan titik kinerja dari bangunan yang dianalisis. g. Properti sendi plastis untuk kolom dan balok yang akan digunakan dalam analisis beban dorong akan didasarkan kepada nilai yang direkomendasikan di dalam FEMA-356. h. Kinerja bangunan akan ditentukan berdasarkan pedoman yang tercantum di dalam FEMA-356 dan ATC 40.
2.
MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Jurnal ini dimaksudkan untuk melihat perilaku struktur bangunan tersebut serta membandingkan kinerja bangunan yang sama jika memakai sambungan lewatan pada daerah ujung kolom dengan yang tanpa menggunakan sambungan lewatan akibat pengaruh gaya gempa. Oleh sebab itu, maka dilakukan pengecekan terhadap kemungkinan terjadinya sendi plastis di kolom.
3.
PEMODELAN STRUKTUR Dalam jurnal ini, model struktur beton yang akan dianalisis penulis adalah portal tiga dimensi. Adapun gambar permodelan dapat dilihat pada Gambar 2 sampai Gambar 4 dengan beberapa informasi yang berhubungan dengan model bangunan yang akan dianalisis dirangkum dalam Tabel 1. Tabel 1 Informasi model bangunan yang akan dianalisis 1.
Fungsi bangunan
Gedung perkantoran
2.
Letak bangunan
Kota Medan
3.
Jenis tanah dasar
Tanah sedang (situs SD)
4.
Jumlah lantai
12 lantai
5.
Tinggi total gedung
42 m
6.
Tinggi antar lantai
3,5 m
7.
Panjang bangunan arah X
3@8 m = 24 m
8.
Panjang bangunan arah Y
6@8 m = 48 m
9.
Faktor keutamaan gedung, I
1,0
10.
Jenis sistem penahan gaya gempa
Rangka beton bertulang pemikul momen khusus
11.
Koefisien modifikasi respons, R
8,0
Gambar 2 Tampak arah X
Gambar 3 Tampak arah Y
Gambar 4 Pemodelan gedung 3D
Bangunan yang akan dianalisis adalah bangunan beraturan sehingga metode analisis statik ekivalen akan digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa untuk kota Medan dalam merencanakan ukuran komponen struktur bangunan dan penulangan yang diperlukan untuk dapat memikul beban gempa yang direncanakan. Kemudian analisis pushover akan dilakukan setelah memperoleh ukuran balok dan kolom yang sesuai.
4. ANALISIS BEBAN DORONG DAN KINERJA BANGUNAN Analisis beban dorong (pushover analysis) dilakukan untuk mendapatkan kurva kapasitas dari struktur bangunan yang kemudian akan digunakan untuk menganalisa kinerja dari bangunan pada saat terjadi gempa dengan skala tertentu. Analisis beban dorong merupakan jenis prosedur analisis statik yang memperhitungkan keadaan nonlinier dari komponen struktur. Properti sendi plastis dari tiap komponen struktur berperan penting dalam menentukan perilaku struktur bangunan dibawah pengaruh beban yang bekerja pada sturktur tersebut. Analisa beban dorong akan dilakukan dengan bantuan program SAP2000, dimana nilai rotasi plastis dari masing-masing sendi plastis untuk balok dan kolom, baik yang menggunakan sambungan lewatan pada ujung kolom maupun yang tanpa menggunakan sambungan lewatan di ujung kolom dapat diambil dari FEMA356. Hasil dari analisis beban dorong berupa kurva kapasitas yang merupakan suatu kurva hubungan antara perpindahan atap terhadap gaya geser dasar pada bangunan seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Kurva kapasitas Terlihat bahwa kurva kapasitas dari bangunan dengan sambungan lewatan (WLS), penurunan kapasitas gaya geser terjadi lebih cepat dibandingkan dengan bangunan tanpa sambungan lewatan (WOLS). Penyebaran sendi plastis pada bangunan WOLS lebih banyak daripada pada bangunan WLS dapat terlihat pada Gambar 6 hingga Gambar 9. Hal ini dikarenakan pada bangunan WOLS, daktilitas kolom lebih baik sehingga kolom masih mampu terus berdeformasi hingga redistribusi momen ke balok balok pada lantai yang lebih atas dapat terjadi lebih jauh. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan sambungan lewatan pada ujung kolom adalah kurang baik. Empat jenis respons spektrum akan didefinisikan di dalam SAP2000 sebagai input untuk menentukan kinerja bangunan. Keempat jenis respons spektrum tersebut mewakili daerah gempa yang lemah hingga kuat.
Gambar 6 Penyebaran Sendi Plastis pada bangunan WOLS akibat beban dorong arah X
Gambar 7 Penyebaran Sendi Plastis pada bangunan WLS akibat beban dorong arah X
Gambar 8 Penyebaran Sendi Plastis pada bangunan WOLS akibat beban dorong arah Y
Gambar 9 Penyebaran Sendi Plastis pada bangunan WLS akibat beban dorong arah Y
Dari hasil analisis terlihat bahwa nilai kinerja bangunan antara bangunan WOLS dengan WLS hampir sama pada semua tingkat kekuatan gempa yaitu . Hal ini dikarenakan struktur bangunan masih memiliki tingkat daktilitas yang cukup walaupun menggunakan sambungan lewatan pada daerah sendi plastis. Namun jika terjadi gempa yang lebih besar lagi, maka pada suatu tingkat kekuatan gempa, akan terlihat bahwa bangunan WLS mungkin akan runtuh lebih cepat jika dibandingkan dengan bangunan WOLS.
5. KESIMPULAN Dari hasil analisis yang telah dilakukan, beberapa kesimpulan dapat ditarik yaitu: 1. Bangunan yang menggunakan sambungan lewatan pada daerah sendi plastis kolom terbukti memiliki daktilitas yang lebih rendah yang dapat dilihat dari lebih kecilnya perpindahan lateral yang dapat dicapai hingga terjadi penurunan kekuatan struktur bangunan yang siknifikan. 2. Sendi plastis yang dapat terbentuk adalah lebih banyak pada bangunan yang tidak menggunakan sambungan lewatan pada daerah sendi plastis kolom. Hal ini dikarenakan bangunan dapat mengalami perpindahan lateral yang lebih besar sehingga memberi kesempatan kepada balok-balok pada lantai yang lebih atas untuk dapat mencapai keadaan leleh. 3. Kinerja bangunan 12 lantai yang dianalisis ini berada pada tingkatan yang sama yaitu berada diantara Immediate Occupancy (IO) menuju Damage Control (DC). Kedua bangunan memiliki perlilaku beban terhadap perpindahan lateral yang hampir sama sebelum terjadi kerusakan yang serius sehingga kinerja bangunan antara kedua jenis bangunan yang dianalisis adalah sama pada tingkat kekuatan gempa yang tidak mengakibatkan kerusakan yang serius.
DAFTAR PUSTAKA Anonim 1, 1996, Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buildings, Applied Technology Council (ATC-40), Volume 1, Report No. SSC 96-01, California. Anonim 2, 2000, Prestandard and Commentary for The Seismic Rehabilitation of Buildings, FEMA356, Reston.Virginia. Anonim 3, 2005, Improvement of Nonlinear Static Seismic Analysis Procedure, FEMA-440, California. Anonim 4, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, RSNI3 03-28472002, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, Indonesia. Anonim 5, 2010, Tata Cara Perencanaan Ketahan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, RSNI3 03-1726-201x, Badan Standarisasi Indonesia, Jakarta, Indonesia. J. P. Moehle, J. D. Hooper, and C. D. Lubke, 2008, Seismic Design of Reinforced Concrete Special Moment Frames, U.S. Department of Commerce. James G MacGregor, 2006, Reinforced Concrete Mechanics and Design Fourth Edition, Prentice Hall, Singapore. Mahendra D. Saputra, 2013, Evaluation of Steel Structure Portal Design Mechanism with Semi Rigid Connections, Universitas Katolik Parahyangan. S. R. Chowdhury and K. Orakcal, 2012, An Analytical Model for Reinforced Concrete Columns with Lap Splices, Elsevier, Bogazici University, Turkey. T. H. Kim, B. S. Kim, Y. S. Chung and H. M. Shin, 2005, Seismic Performance Assessment of Reinforced Concrete Bridge Piers with Lap Splices, Elsevier, Republic of Korea